• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : LANDASAN TEORITIK

2.1 Teori Negara Hukum

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menentukan: "Negara Indonesia adalah Negara hukum". Negara hukum Indonesia berlandaskan pada Pancasila sebagai dasar negara dengan sila-sila sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang pada alinea pertama menyatakan bahwa "kemerdekaan merupakan hak segala

125

bangsa" yang merupakan afirmasi dari hak dasar untuk menentukan nasib sendiri. Selanjutnya pada alinea kedua menyebutkan bahwa Negara Indonesia yang merdeka adalah Negara Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Hal ini menegaskan bahwa kekuasaan hendaklah dijalankan dengan adil, artinya negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Dalam alinea ketiga tercantum hasrat Indonesia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, yang menekankan HAM kolektif yang dimiliki sebuah bangsa, serta alinea keempat mencantumkan hak sosial, ekonomi, politik dan pendidikan.72

Pengaturan Indonesia sebagai negara hukum dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuann Republik Indonesia Tahun 1945 juga menegaskan bahwa segala tindakan penguasa atau pemerintah memerlukan suatu bentuk hukum tertentu dan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pernyataan tersebut mengandung arti adanya supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjadi persamaan setiap warga Negara dalam hukum serta jaminan keadilan bagi setiap orang termasuk penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.73

Pada mulanya, bahasan mengenai negara hukum tersebut dikemukakan oleh Friederich Julius Stahl74 yang mengemukakan bahwa ciri-ciri suatu negara hukum

72 Sjachran Basah, 1985, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Alumni, Bandung, h. 11.

73Jimmly Assidiqie, 2004, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, h,55.

126

harus mencerminkan empat unsur, yaitu: 1) adanya pengakuan hak asasi manusia; 2) adanya pemisahan kekuasaan antara kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif; 3) pemerintahan harus didasarkan atas asas legalitas atau atas dasar undang-undang; 4) adanya pengadilan administrasi negara yang mengadili setiap konflik antara penguasa dengan penduduk. Sebagaimana pandangan yang dikemukakan oleh Friederich Julius Stahl yang kemudian pandangan tersebut dikembangkan lagi oleh Scheltema dengan menyebutkan negara hukum memiliki empat unsur utama yang masing-masing

mempunyai turunannya, yaitu:75 a. Adanya kepastian hukum:

1. Asas legalitas;

2. Undang-Undang yang mengatur tindakan yang berwenang sedemikian rupa, hingga warga dapat mengetahui apa yang dapat diharapkan; 3. Undang-Undang tidak boleh berlaku surut;

4. Hak asasi dijamin oleh undang-undang;

5. Pengadilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain. b. Asas persamaan:

1. Tindakan yang berwenang diatur dalam undang-undang dalarn arti materiil;

2. Adanya pemisahan kekuasaan. c. Asas demokrasi:

1. Hak untuk memilih dan dipilih bagi warga negara;

2. Peraturan untuk badan yang berwenang ditetapkan oleh parlemen; 3. Parlemen mengawasi tindakan pemerintah.

d. Asas pemerintah untuk rakyat:

1. Hak asasi dijamin dengan Undang-Undang Dasar; 2. Pemerintahan secara efektif dan efisien.

75Irfan Fachruddin, 2004, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah, Alumni, Bandung, h.l 13.

127

Uraian mengenai negara hukum juga disampaikan oleh H.D. van Wijk76dengan menyebutkan bahwa ciri-ciri negara hukum terdiri dari:

a. Pemerintahan menurut undang: kekuasaan pemerintah mendapatkan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh Undang atau Undang-Undang Dasar;

b. Hukum dasar: menjamin hak-hak dasar manusia dan dihormati oleh penguasa;

c. Pembagian kekuasaan: kekuasaan pemerintah tidak boleh dipusatkan dalam satu tangan, tetapi harus dibagi kepada lembaga-lembaga lain, yang satu melakukan pengawasan dan mengimbangin terhadap yang lain;

d. Pengawasan hukum: tindakan pemerintah oleh aparatur kekuasaan dapat diajukan kepada hakim yang tidak memihak yang berwenang menilai apakah sesuai dengan hukum atau tidak.

Selanjutnya J.B.J.M. ten Berge mengatakan, negara hukum memiliki prinsip-prinsip yang terdiri dari:

a. Asas legalitas. Pembatasan kebebasan warga negara (oleh pemerintah) harus ditemukan dasarnya dalam Undang-Undang yang merupakan peraturan umum. Keumuman Undang-Undang itu harus memberikan jaminan (terhadap warga) dari tindakan yang sewenang-wenang, kolusi, dan berbagai jenis tindakan yang tidak benar. Pelaksanaan wewenang oleh organ pemerintahan harus dikembalikan dasarnya pada Undang-Undang tertulis, yakni Undang-Undang formal;

b. Perlindungan hak asasi;

c. Keterikatan pemerintah pada hukum;

d. Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum. Hukum harus dapat ditegakkan , ketika hukum tersebut dilanggar. Pemerintah harus menjamin bahwa di tengah masyarakat terdapat instrumen yuridis penegakan hukum. Pemerintah dapat memaksa seseorang yang melanggar hukum melalui sistem peradilan negara. Memaksakan hukum publik secara prinsip merupakan tugas pemerintah;

e. Pengawasan oleh hakim merdeka. Superioritas hukum tidak dapat ditunjukkan, jika aturan-aturan hukum hanya dilaksanakan dan ditegakkan oleh organ-organ pemerintahan. Oleh karena itu, dalam setiap negara hukum diperlukan pengawasan oleh hakim yang merdeka.77

76Ibid,h. 117-118.

77Ibid, h. 118-119. Lihat juga: Miriam Budiardjo, 1982, Dasar-Dasar limn Politik, Gramedia, Jakarta, h. 57-58

128

Terhadap teori negara hukum tersebut, A. Mukthie Fadjar mengomentari bahwa konsepsi atau ide negara hukum berhadapan secara kontroversial dengan negara-negara kekuasaan (negara dengan pemerintahan absolut).78

Penyelenggaraan pemerintahan pada negara-negara Eropa Kontinental, negara hukum dikenal dengan istilah rechtsstaat, yang antara lain dikembangkan oleh Friederich Julius Stahl. Berbeda halnya pada negara-negara Anglo Saxon, konsep negara hukum dikenal dengan istilah rule of law,79 dipelopori oleh A.V. Dicey. Negara hukum (the rule of law) menurut pandangan A.V. Dicey80 memiliki tiga unsur utama yaitu: a) supremacy of law (supremasi hukum); b) equality before

the law (persamaan di hadapan hukum); c) constitution based on individual right

(konstitusi yang didasarkan kepada hak-hak perorangan). Negara hukum yang dianut Indonesia adalah negara hukum Pancasila yang menurut Philipus M. Hadjon memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;

b. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;

c. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir, dan

d. Keseimbangan hak dan kewajiban.81

Bertolak dari pandangan tentang negara hukum diatas, dapat disimpulkan bahwa yang penting dalam suatu negara hukum adalah adanya pembatasan

78A. Mukthie Fadjar, 2004, Tipe Negara Hukum, Cetakan Pertama, Bayumedia Publishing, Malang, h. 10.

79Ibid, h. 20.

80A.V. Dicey, 1952, Introduction to Study of La\v of the Constitution, Nineth Edition, Mac Millan and Co, London, h. 223.

81 Philipus M. Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia – Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, edisi khusus, Peradaban h. 85.

129

kekuasaan oleh hukum sehingga hak-hak dasar rakyat terbebas dari tindakan sewenang-wenang aparatur negara. Dalam suatu negara, aparatur negara memang diberikan wewenang untuk mengatur rakyat, tetapi wewenang itu tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang melainkan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Disamping terikat pada peraturan perundang-undangan, dalam suatu negara hukum seperti halnya negara hukum Indonesia, hak asasi merupakan suatu hal yang penting dan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara implisit menjamin keberadaan hak asasi. Hak-hak asasi yang diatur dalam konstitusi negara inilah yang kemudian disebut sebagai hak konstitusi.

Pengakuan hak asasi yang terurai dalam ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut merupakan bukti bahwa Indonesia tidak hanya secara konstitusional menyatakan sebagai negara hukum, namun juga secara praktis yang dalam hal ini ditunjukkan dengan dianutnya negara hukum dalam arti materiil atau yang dikenal dengan sebutan negara kesejahteraan (welfare

state). Dalam negara kesejahteraan, negara dituntut untuk lebih banyak terlibat

dalam urusan dan kepentingan masyarakat yang pada dasarnya adalah dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Guna mewujudkan kesejahteraan rakyat, pemerintah diberikan kewenangan untuk mengatur masyarakat tetapi pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut tetap dalam bingkai hukum. Maksudnya, segala tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur

130

masyarakat tersebut harus didasarkan atas aturan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.