• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pemberian Terapi Menari a. Tahapan Penelitian ( study phase )

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA LAPANGAN

TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA

B. Terapi Menari

3. Proses Pemberian Terapi Menari a. Tahapan Penelitian ( study phase )

Dalam pengamatan dan studi dokumentasi yang telah dilakukan oleh peneliti perihal tahapan penelitian (study phase) dalam kegiatan tersebut adalah bentuk konseling pertama kali yang dilakukan oleh pengurus/ohida yang akan menangani ODHA di YPI.

Seperti yang telah diungkapakan Sdri Ika, bahwa:

“awalnya kami menggali informasi seputar keseharian ODHA yang akan bergabung di YPI, dari sini kami mulai melakukan pendekatan secara individu dengan memberikan rasa aman kepada ODHA sehingga ODHA dapat secara gamblang cerita seputar hidupnya.”51

Hal ini juga diungkapkan oleh informan P

“penerimaan awal di YPI itu welcome yah, jadi dulu saya dirujuk dai RS. Koja, Jakut. ke klinik YPI di Bukit duri, lalu saya dikonseling. Mereka menananyakan latar belakang saya kenapa menjadi ODHA. Respon mereka yang kekeluargaan saat berkomunikasi membuat saya nyaman untuk memilih YPI dalam mencari informasi dan pengobatan ARV saya.”52

51

Wawancara dengan Sdri. Ika pada tanggal 27 Juli 2011 52

Sama halnya yang diungkapkan oleh informan YL

“perlakuan diskriminasi yang aku terima dari keluarga suamiku itu membuat aku depresi, udah aku ditinggal suami (meninggal), eh aku malah di jauhin dikeluarga, beruntung ada tetangga yang support kepadaku yang memberitahu YPI ini, pertemuan pertama kali ,mereka menanyakan dengan rinci kenapa aku bisa terinfreksi HIV ini.”53

Dari hasil temuan diatas bahwa tahapan awal study phase ini ODHA di YPI dilaksanakan melalui pendekatan individu dahulu untuk mengetahui faktor resiko individu terinfeksi HIV/AIDS hal ini adalah penanganan pertama untuk melindungi ODHA dari depresi54.

b. Tahap Pengkajian (Assesment Phase)

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti setidaknya memberikan gambaran mengenai penggalian kebutuhan ODHA khususnya terapi menari yang dilakukan di YPI.

Hal tersebut dijelaskan dalam petikan wawancara dengan ibu Sri Mayanti berikut ini,

“Kalau untuk prosesnya sendiri itu memberikan pelayanan konseling secara kontinuitas untuk menggali kebutuhan yang diperlukan oleh ODHA, pada kasus ini karena banyak ODHA yang depresi karena ‘status baru’ mereka yang membuat mereka menutup diri mereka dari lingkungan luar.”55

Sama halnya yang dikatakan oleh Ibu Sundari, berikut ini,

“Untuk hal ini kita berikan konseling dukungan untuk

53

Wawancara dengan informan WD pada tanggal 13 Juli 2011

54

Observasi pada tanggal 55

memahami kebutuhan-kebutuhan yang ODHA perlukan, banyak hal seperti pengobatan ARV, rujukan, Gizi untuk Anak-anaknya selain terapi kreatif ini.”56

Begitupun dengan statment Informan YL, adalah,

“dalam hal prosesnya ini lebih menekankan kepada penggalian kebutuhan, potensi ataupun bakat ODHA bisa dibilang pemberdayaan ODHA juga, dimana menurutku didalamnya terdapat pemberian edukasi, keterampilan yang melibatkan ODHA, ohida ataupun komunitas lain yang peduli kepada ODHA.”57

Proses assesmen ini sendiri pada dasarnya adalah penggalian kebutuhan yang dilakukan Ohida dalam memberikan pelayanan kepada ODHA di Yayasan Pelita Ilmu (YPI). Pada proses ini didapati kesamaan permasalahan beberapa ODHA yakni sikap menutup diri dari dunia luar, tidak percaya diri dan kurang bersosialisasi. Kesamaan permasalahan seperti ini yang melatarbelakangi adanya terapi menari di YPI ini

c. Tahap Intervensi

Dalam pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa jenis terapi ini pada dasarnya dikembangkan berdasarkan kebutuhan dari ODHA sebagai seorang klien. Dalam prosesnya terapi yang dikembangkan melakukan proses diskusi untuk melakukan pemilihan alternatif pemecahan masalah, seperti yang telah diungkapakan informan YL,

56

Wawancara dengan Ibu Sundari pada tanggal 27 Juli 2011 57

bahwa:

“Terapi ini intinya menguatkan mental para ODHA, dengan pelatihan menari ini aku nantinya akan diikutsertakan dalam kampanye-kampanye penanggulangan HIV/AIDS, khususnya melalui tari-tarian, disini aku belajar modern dance dan tradisional yaitu tari jaipong.”58

Hal ini juga diungkapkan oleh informan P

“terapi ini memunculkan kembali kepercayaan diri ODHA, dengan terapi ini saya merasa rileks, ternyata dengan mengikuti ini saya berfikir tadinya badan saya akan lemah namun ini tidak terjadi.pada saat saya menari modern dance dengan musilk yang cepat saya tidak merasakan lelah bahkan justru lebih bersemangat, karena baru pertama kali saya seperti ini.”59

Hal ini sependapat dengan petikan wawancara yang disampaikan Sdri. Ika

“pada proses intervensi ini saya selaku instruktur mencoba meyakinkan kepada para ODHA bahwa apa yang akan kita jalani tidak berakibat pada kondisi fisik, namun justru menyehatkan badan. Dalam hal ini saya juga meminta kepada Prof. Djubairi untuk memberikan arahan agar tidak terlalu menguras fisik dalam menari.”60

Jadi, dari gambaran hasil temuan diatas dapat dikatakan bahwa jenis program terapi menari yang dilaksanakan oleh YPI adalah berupa pelatiahan menari daerah yakni jaipong dan

modern dance, untuk lebih mandiri dan kuat secara mental bahwa ODHA layaknya orang normal dan tidak ada pebedaan sedikit pun dan berani beraktualisasi dengan lingkungan luar dan lingkungan yang telah mendiskrimnasinya.

58

Wawancara dengan informan YL pada tanggal 13 Juli 2011 59

Wawancara dengan informan P pada tanggal 13 Juli 2011

60

Dukungan positif dari Ohida sebagai Caseworker akan dapat membantu berkembangnya kemampuan menentukan pilihan yang akan di alami oleh ODHA. Hal ini sejalan dengan prinsip dari Art Therapy sebagai prosedur desain untuk menguhubungkan individu dengan kondisi lingkungannya, sehingga individu (ODHA) tersebut menjadi mandiri atas dasar pilihan alternatif pemecahan masalah yang mereka pilih.

d. Tahap Terminasi

Di sini dari hasil temuan yang didapati oleh peneliti terkait proses terminasi pada program terapi menari ini meliputi beberapa aspek terkait pengembalian kepercayaan diri ODHA di YPI dalam hal psikologis, dan sosial. Hal ini dibenarkan oleh infoman YL yang menyatakan bahwa;

“untuk program terapinya kan memang lebih kearah selain penguatan diri dalam aspek sosial dan psikologis ODHA, namun hal tersebut berjalan lancar, hanya psikologis dan sosial yang terbangun,.”61

Tahap terminasi ini adalah proses pemutusan relasi yang dilakukan oleh ohida kepada ODHA atas dasar tercapainya kebutuhan ataupun tecapainya tujuan yang diharapkan oleh kedua belah pihak. hal ini terbukti dengan adanya beberapa ODHA yang bekerja sebagai konselor adiksi di beberapa puskesmas di Jakarta, evaluator di sebuah LSM

61

ataupun dikembalikan ke keluarganya (rujukan) sebagai bentuk disengagement antara Ohida dan ODHA.

Dalam hal ini peneliti mendapati bahwa informan YL dikembalikan lagi ke keluarganya dan informan P didaulat menjadi instruktur dance untuk memimpin rekan-rekannya dalam mengkampanyekan HIV/AIDS. Seperti dalam petikan wawancara dengan informan P berikut ini:

“setelah mengikuti terapi menari, saya terkadang share dengan instrukutur mengenai materi menari, dan senam pernafasan untuk merileks-kan kondisi fisik kita, oh iya mas, belum lama ini juga saya diberikan kesempatan untuk

memimpin temen-temen ODHA yang lain untuk

mengkampanyekan penanggulangan HIV/AIDS melalui tari-tarian. Alhamdulillah dari sini saya dapat menafkahi 1 anak saya dan saya pun telah mempunyai kekasih untuk pendamping hidup saya nantinya, insyaallah.”62

Hal ini juga diungkapkan oleh informan YL,

“aku dikembalikan ke keluarga karena setelah mengikuti banyak kegiatan kampanye, relasiku terbangun dan akhirnya belum lama ini menikah dengan ODHA dari LSM lain, ya jikalau aku masih menutup diri mungkin hingga saat ini aku belum menikah dan bingung giamana menghidupi anakku, sekarang aku diminta jaga anak-anak, suamiku yang bekerja.”63

Pada tahap terminasi ini hasil yang didapati oleh informan YL dan P sesuai dengan yang diharapkan, mereka dapat kembali beraktifitas tanpa ada ketergantungan kepada ohida. YL di kembalikan kepada keluarganya, dan P menjadi

62

Wawancara dengan Informan P pada tanggal 13 Juli 2011

63

salah seorang trainer Dance for life yang bekerjasama dengan LSM internasional untuk memerangi HIV/AIDS.

Penguatan diri melalui kegiatan menyenangkan yang dilakukan dalam terapi menari ini berhasil karena kedua klien mendapatkan kepercayaan diri dan sesuai dengan yang diharapkan, dimana P dan YL terbukti mampu memperbaiki kondisi sosial nya dengan mampu menjalin relasi dengan lawan jenis. Khususnya P ia meneruskan menjadi seorang trainer di Yayasan Pelita Ilmu (YPI) yang bekerjasama dengan LSM asing.