• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Penelitian

3. Kualitas Terjemahan Ungkapan Eufemisme dan Disfemisme dalam Teks

3.1 Keakuratan

3.1.2 Terjemahan Kurang Akurat

Yang tergolong terjemahan kurang akurat adalah terjemahan yang secara umum sudah menyampaikan makna dari bahasa sumber dengan tepat dan akurat dalam bahasa sasaran namun masih ada makna yang terdistorsi. Dalam penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme, terjemahan yang tergolong kurang akurat adalah terjemahan yang menyampaikan pesan dengan tepat namun terdapat perubahan jenis ungkapan. Yang tergolong dalam terjemahan berkualitas kurang akurat antara lain adalah terjemahan ungkapan eufemisme menjadi disfemisme atau sebaliknya, ungkapan disfemisme menjadi eufemisme.

Dibawah ini adalah rekapitulasi data-data terjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme yang kurang akurat beserta teknik-teknik apa saja yang mempengaruhinya.

Tabel 4.7 Teknik Penerjemahan yang Mempengaruhi Terjemahan Kurang Akurat

Teknik Penerjemahan Jumlah Prosentase

Padanan Lazim 13 38,2% Amplifikasi 6 17,7% Partikularisasi 5 14,7% Reduksi 4 11,8% Generalisasi 4 11,8% Transposisi 1 2,9% Variasi 1 2,9% Total 34 100%

Terjemahan kurang akurat dipengaruhi oleh 7 teknik penerjemahan yaitu teknik padanan lazim, amplifikasi, partikularisasi, reduksi, generalisasi, transposisi, dan variasi. Teknik padanan lazim mempengaruhi 13 data (38,2%) terjemahan. Teknik amplifikasi mempengaruhi 6 data (17,7%) terjemahan. Teknik partikularisasi yang memberi pengaruh pada terjemahan 5 data (14,7%). Kemudian teknik reduksi dan generalisasi yang masing-masing mempengaruhi 4 data (11,8%). Teknik transposisi dan variasi juga berpengaruh pada terjemahan kurang akurat terdapat pada masing-masing 1 kasus (2,9%).

(57) BSu : Unesco's director-general, Irina Bokova, accused IS of seeking to "deprive the Syrian people of its knowledge, its identity and history".

BSa : Direktur Jenderal UNESCO, Irina Bokova, menuduh ISIS berusaha agar "warga Suriah kehilangan pengetahuan, jati diri dan sejarahnya".

Ungkapan disfemisme dalam bahasa sumber diterjemahkan secara kurang akurat dalam bahasa sasaran. Kata deprive yang tergolong ungkapan pengasaran atau disfemisme diterjemahkan menjadi kehilangan dan menyebabkan degradasi makna. Kata kehilangan yang dipakai sebagai padanan deprive ini memiliki makna kata yang lebih halus atau eufemisme. Ungkapan disfemisme yang diterjemahkan menjadi eufemisme ini pada akhirnya menghilangkan nilai rasa kasar yang ingin disampaikan penulis berita. Oleh karena ada nilai rasa yang hilang, terjemahan dengan teknik modulasi ini tergolong kurang akurat. Untuk membuat terjemahan lebih akurat, penerjemah dapat menerjemahkan to deprive the Syrian people of its knowledge, its identity and history menjadi merampas pengetahuan, jati diri dan sejarah warga Suriah. Dengan demikian, ungkapan disfemisme akan dipertahankan dalam bahasa sasaran sebagai ungkapan disfemisme.

(58) BSu : A detention facility for illegal migrants in Sabratha, west of Tripoli, received 147 people, an official told Reuters.

BSa : Tempat penahanan pengungsi ilegal di Sabratha, barat Tripoli menerima 147 orang, menurut pejabat pada Reuters.

(017/ T3/ ED) Data 017 menerapkan 2 teknik penerjemahan untuk menerjemahkan frasa illegal migrants menjadi pengungsi illegal. Sayangnya, teknik padanan lazim dan partikularisasi yang diterapkan pada ungkapan eufemisme ini kurang akurat. Terjemahan sudah menyampaikan sebagian besar pesan dari bahasa sumber namun nilai rasa penghalusan pada kata migrants hilang. Dengan kata lain, ungkapan eufemisme diterjemahkan menjadi ungkapan disfemisme. Sebagai

akibatnya, terjemahan yang kurang akurat dihasilkan. Agar terjemahan tetap bernilai rasa halus, penerjemah dapat menggunakan teknik padanan lazim pada penerjemahan kata migrants menjadi migran.

(59) BSu : The issue of sexual assault has been high on the agenda in India since a 23-year-old student was gang-raped and murdered on a bus in Delhi in December 2012.

BSa : Kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual atas perempuan merupakan isu yang mendapat perhatian di India setelah pemerkosaan berkelompok terhadap seorang mahasiswa 23 tahun di dalam bus di Delhi pada Desember 2012 lalu.

(059/ T8/ ED) Frasa sexual assault yang tergolong ungkapan eufemisme diterjemahkan dengan teknik amplifikasi menjadi pemerkosaan dan kekerasan seksual atas perempuan. Penggunaan teknik amplifikasi oleh penerjemah ini bertujuan untuk menjelaskan secara lebih rinci kasus seperti apa yang sebenarnya terjadi. Namun, penerjemah gagal menyampaikan pesan ini secara akurat karena adanya perubahan jenis ungkapan. Dengan teknik amplifikasi ini, ungkapan eufemisme malah berubah menjadi ungkapan disfemisme dalam bahasa sasaran. Untuk menghilangkan nilai rasa negatif dan mempertahankan nilai rasa positif pada frasa sexual assault, penerjemah dapat memilih teknik padanan lazim. Dengan padanan lazim, sexual assault akan diterjemahkan menjadi kekerasan seksual sehingga nilai rasa eufemisme tidak akan terganti dengan disfemisme di bahasa sasaran.

(60) BSu : The first boat struck rocks near the Greek island of Farmakonisi, while the second overturned near Kalolimnos. Many of those killed were children.

BSa : Satu perahu mereka tenggelam di lepas pantai pulau Kalolimnos, sebuah pulau kecil di Yunani, memakan korban 34 orang, 11 di antara mereka adalah anak-anak.

(079/ T11/ DE) Penerjemahan killed menjadi memakan korban menandakan bahwa penerjemah memilih teknik modulasi untuk menerjemahkan kata ini. Namun, akibat penggunaan teknik modulasi, terjemahan yang dihasilkan menjadi kurang akurat. Ungkapan disfemisme dalam bahasa sumber berubah menjadi ungkapan eufemisme dalam bahasa sasaran. Perubahan jenis ungkapan dari disfemisme menjadi eufemisme ini juga menunjukkan bahwa penerjemah tidak berhasil menyampaikan pesan dari bahasa sumber seakurat mungkin. Untuk menerjemahkan secara lebih akurat, penerjemah dapat menerjemahkan bagian ini dengan, misalnya, teknik amplifikasi menjadi Kebanyakan korban tewas adalah anak-anak. Dengan teknik penerjemahan amplifikasi tersebut, pesan dari bahasa sumber disampaikan secara lebih jelas. Selain itu, pengasaran makna di bahasa sasaran juga dapat dicapai dengan frasa korban tewas.

3.1.3 Terjemahan Tidak Akurat

Terjemahan dianggap tidak akurat bila pesan dari bahasa sumber hilang sama sekali dalam bahasa sasaran. Dengan kata lain, ungkapan eufemisme dan disfemisme yang tidak diterjemahkan dalam bahasa sasaran menyebabkan terjemahan menjadi tidak akurat karena pesan dari bahasa sumber tidak disampaikan sama sekali. Apabila ungkapan dalam bahasa sumber dihilangkan

sama sekali, nilai rasa ungkapan baik itu yang kasar maupun yang halus juga akan hilang.

Terjemahan tidak akurat dalam penelitian ini seluruhnya dipengaruhi oleh penerjemahan dengan teknik deletion atau penghilangan. Teknik deletion yang menghilangkan keseluruhan makna dalam bahasa sumber ini diterapkan pada penerjemahan 5 ungkapan eufemisme dan disfemisme. Baik ungkapan eufemisme maupun disfemisme, bila diterjemahkan dengan teknik deletion dan hilang nilai rasa penghalusan maupun pengasarannya dianggap sebagai terjemahan tidak akurat.

(61) BSu : Afghan woman accused of adultery is stoned to death BSa : Perempuan Afghanistan dirajam hingga meninggal

(052/ T7/ D) Kata bernilai rasa kasar adultery tidak diterjemahkan dalam bahasa sumber. Karena itu, teknik deletion yang diterapkan pada penerjemahan ungkapan ini menyebabkan terjemahan menjadi tidak akurat. Untuk menghasilkan terjemahan akurat, penerjemah seharusnya menyampaikan seluruh pesan dari bahasa sumber. Sehingga, terjemahan yang tepat seharusnya menjadi Perempuan Afghanistan yang dituduh berzina dirajam hingga meninggal. Dengan terjemahan tersebut, ungkapan disfemisme dapat dimunculkan di bahasa sasaran.

(62) BSu : The issue of sexual assault has been high on the agenda in India since a 23-year-old student was gang-raped and murdered on a bus in Delhi in December 2012.

BSa : Kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual atas perempuan merupakan isu yang mendapat perhatian di India setelah

pemerkosaan berkelompok terhadap seorang mahasiswa 23 tahun di dalam bus di Delhi pada Desember 2012 lalu.

(061/ T8/ D) Data 061 juga merupakan terjemahan tidak akurat akibat penerapan teknik penghilangan. Pada bagian ini, informasi yang dihilangkan adalah frasa was murdered. Penghilangan ungkapan disfemisme secara total ini tidak hanya menghilangkan sebagian makna dari seluruh teks tetapi juga menghilangkan nilai rasa negatif dalam was murdered. Padahal, penerjemah dapat mempertahankan ungkapan ini di bahasa sasaran dengan menerjemahkan sebagai berikut: “…setelah pemerkosaan berkelompok dan pembunuhan terhadap seorang mahasiswa…”. Dengan penerjemahan tersebut, nilai rasa kasar pada ungkapan disfemime was murdered tidak akan hilang dari bahasa sasaran dan tentunya terjemahan menjadi lebih akurat.

(63) BSu : Migrant crisis: Dozens drown in shipwrecks off Greece BSa : Puluhan pengungsi tewas tenggelam di perairan Yunani

(076/ T11/ E) Data ungkapan eufemisme migrants ini juga tergolong tidak akurat. Terjemahan dianggap tidak akurat karena menghilangkan kata migrants yang merupakan ungkapan eufemisme. Teknik deletion dipilih penerjemah dalam menerjemahkan kata ini. Untuk membuat terjemahan lebih akurat, akan lebih baik bila penerjemah menerapkan teknik padanan lazim. Sehingga, terjemahan akan menjadi “Krisis migran: Puluhan pengungsi tewas tenggelam di perariran Yunani”

B. Pembahasan

Bagian kedua dari bab ini adalah bagian pembahasan. Bagian pembahasan ini berisi uraian mengenai temuan penelitian dan hasil analisis data penelitian. Bagian pembahasan berisi tiga hal pokok dalam penelitian, yaitu: penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme, teknik penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme, serta pengaruh teknik penerjemahan pada keakuratan terjemahan. Bagian pembahasan ditulis dengan memperhatikan hasil analisis data dalam temuan penelitian yang mengacu pada teori-teori terkait.

1. Penerjemahan Ungkapan Eufemisme dan Disfemisme

Seperti penerjemahan ungkapan atau istilah khusus dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme memiliki tantangannya tersendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati bagaimana ungkapan eufemisme dan disfemisme diterjemahkan. Ungkapan eufemisme dan disfemisme yang diamati diambil dari teks berita BBC beserta terjemahannya. Teks berita, khusunya berita-berita berkategori hard news, dipilih karena banyak menggunakan ungkapan eufemisme maupun disfemisme dalam penulisannya. Penggunaan eufemisme serta disfemisme ini juga menunjukkan bagaimana sikap penulis berita terhadap suatu hal, apakah ia menanggapinya secara positif ataukah secara negatif. Bila penerjemah menanggapi secara positif, tentu ia akan memilih ungkapan-ungkapan yang lebih halus maknanya atau eufemisme. Sebaliknya, bila penulis cenderung kontra terhadap suatu kasus, ia akan memilih disfemisme atau pengasaran makna.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teks berita sumber lebih banyak menggunakan gaya bahasa yang dikasarkan (disfemisme) daripada yang dihaluskan (eufemisme). Hal ini terbukti dari banyaknya ungkapan disfemisme yang ditemukan dalam berita. Dari 156 data yang diamati, 93 data merupakan ungkapan disfemisme dan 63 data merupakan ungkapan eufemisme. Sebagian besar data disfemisme tersebut tersebar pada berita-berita yang membahas konflik di Suriah, serangan teroris di Paris, serta kasus-kasus kemanusiaan seperti pemerkosaan serta pembunuhan. Untuk menulis berita mengenai kekerasan dan konflik tersebut tidak mengherankan bila penulis berita lebih memilih ungkapan disfemisme dengan tujuan memberi gambaran sejelas-jelasnya mengenai konflik serta tindak kekerasan tersebut. Misalnya untuk menunjukkan penderitaan hebat yang dialami warga Suriah karena perang, penulis menggunakan kata refugee daripada migrants. Dalam kasus lain, untuk menunjukkan kejahatan seorang sopir taksi yang memperkosa pelanggannya, penulis menggunakan istilah rape yang lebih eksplisit daripada sexual assault. Contoh lain, misalnya, penulis berita menggunakan kata militants untuk merujuk pada Taliban yang telah menyebabkan banyak kerusakan dan masalah. Hal ini juga mengindikasi bahwa penulis ingin lebih menunjukkan keberpihakannya pada korban konflik dan kekerasan tersebut.

Sementara itu, hasil analisis data penelitian pada penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme menemukan bahwa ungkapan disfemisme yang ditemukan terbanyak dalam teks berita tersebut diterjemahkan menjadi ungkapan disfemisme juga dalam bahasa sasaran. Sebanyak 78 data ungkapan disfemisme diterjemahkan menjadi jenis ungkapan yang sama dalam bahasa sasaran.

Misalnya, penerjemahan have seized control menjadi “menguasai”, militants menjadi “para milisi”, group’s terrorist menjadi “kelompok-kelompok teroris”, atau have been killed menjadi “tewas”. Namun, sebagian lain ungkapan disfemisme berubah menjadi ungkapan eufemisme dalam proses penerjemahan. Sebanyak 13 data disfemisme beralih menjadi ungkapan eufemisme di bahasa sasaran. Contohnya, ungkapan jihadist group diterjemahkan menjadi “kelompok”, destroyed diterjemahkan menjadi “merusak”, serta deprive diterjemahkan menjadi “kehilangan”.

Selain disfemisme, jenis ungkapan eufemisme yang merupakan kebalikan dari disfemisme juga ditemukan meski dalam jumlah lebih sedikit dari jumlah disfemisme. Dari seluruh ungkapan eufemisme di bahasa sumber, sebagian besar diterjemahkan menjadi ungkapan eufemisme juga dalam bahasa sasaran. Sebanyak 39 data eufemisme dipertahankan dalam bahasa sasaran menjadi eufemisme juga. Yang termasuk dalam penerjemahan jenis ini, misalnya, migrants menjadi “migrant”, bodies menjadi “jenazah”, fled menjadi “masuk”, dan casualties menjadi “korban”. Selain penerjemahan ungkapan eufemisme menjadi eufemisme, ungkapan eufemisme juga diterjemahkan menjadi disfemisme. Misalnya, penerjemahan sexual assault menjadi “pemerkosaan dan kekerasan seksual atas perempuan”, ruthless menjadi “tanpa ampun”, drown menjadi “tewas tenggelam”, dan resigns menjadi “mundur”. Penerjemahan jenis ini, eufemisme menjadi disfemisme, ditemukan pada 21 data.

Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme mempertahankan ungkapan tersebut di bahasa

sasaran. Pilihan penerjemah untuk mempertahankan ungkapan eufemisme menjadi eufemisme dan disfemisme menjadi disfemisme di bahasa sasaran menandakan bahwa penerjemah cenderung mengikuti ideologi penulis berita. Penerjemah tidak menghilangkan, menambahi atau mengurangi esensi kasar serta halus yang terdapat dalam bahasa sumber. Penerjemah justru mentransfer dengan baik nilai rasa kasar dan halus dari teks sumber ke dalam teks sasaran. Ini artinya, penerjemah menyesuaikan terjemahan berita dengan ideologi penulis berita di bahasa sumber dan mengabaikan interfensi ideologi pribadi maupun ideologi pembaca bahasa sasaran.

Meski sebagian besar data ungkapan eufemisme dan disfemisme diterjemahkan menjadi jenis ungkapan yang sama, sebagian lain data diterjemahkan menjadi ungkapan yang sebaliknya. Penerjemahan semacam ini dapat terjadi antara lain karena penerjemah memasukkan ideologinya sendiri atau ideologi pembaca sasaran dalam terjemahan. Selain itu, hal seperti ini juga dapat terjadi apabila penerjemah kurang menguasai penerjemahan dengan baik sehingga kurang peka terhadap informasi-informasi sarat ideologi semacam ungkapan eufemisme serta disfemisme. Penerjemah dapat pula melakukan perubahan jenis ungkapan dalam terjemahan hanya untuk membuat terjemahan tersebut tidak monoton tanpa mempertimbangkan esensi makna ungkapan yang diterjemahkannya. Misalnya, kata donation diterjemahkan menjadi “sumbangan”, “donasi” serta “uang pemberian”.

Hasil analisis data pada penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme tersebut diatas berbeda dengan hasil penelitian Thawabteh (2012)

yang mengkaji penerjemahan ungkapan eufemisme pada subtitle film. Thawabteh pada penelitian tersebut mengidentifikasi tiga strategi penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme. Hasil penelitiannya menemukan bahwa ungkapan eufemisme dan disfemisme dalam bahasa sumber dapat diterjemahkan menjadi ungkapan non eufemisme dan disfemisme pada bahasa sasaran, menjadi ungkapan eufemisme dan disfemisme di bahasa sasaran atau menjadi ungkapan eufemisme dan disfemisme dalam bahasa sasaran. Perbedaan hasil penelitian Thawabteh tersebut dengan penelitian ini terletak pada strategi penerjemahan yang ditemukan. Pada penelitian ini strategi penerjemahan yang dapat diidentifikasi adalah penerjemahan ungkapan eufemisme menjadi eufemisme, disfemisme menjadi disfemisme, eufemisme menjaadi disfemisme, disfemisme menjadi disfemisme, eufemisme dihilangkan, dan disfemisme dihilangkan

2. Teknik Penerjemahan untuk Menerjemahkan Ungkapan Eufemisme dan Disfemisme

Penelitian ini menemukan 11 teknik yang digunakan dalam penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme. Teknik-teknik tersebut adalah padanan lazim, generalisasi, amplifikasi, reduksi, modulasi, partikularisasi, penghilangan, transposisi, variasi, penerjemahan harfiah serta peminjaman. Teknik penerjemahan yang paling banyak digunakan dalam penelitian ini adalah teknik padanan lazim. Teknik padanan lazim banyak digunakan karena ungkapan eufemisme dan disfemisme yang diteliti berada pada tataran kata serta frasa. Kata

serta frasa eufemisme dan disfemisme di bahasa sumber terbukti diterjemahkan dengan lebih baik dengan teknik ini.

Penelitian menemukan bahwa penggunaan teknik padanan lazim ini lebih banyak berperan dalam mempertahankan jenis ungkapan eufemisme dan disfemisme di bahasa sasaran. Dengan teknik ini, kebanyakan data ungkapan eufemisme diterjemahkan menjadi eufemisme dan disfemisme menjadi disfemisme juga dalam bahasa sasaran. Penggunaan padanan lazim pada penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme juga menunjukkan bahwa terjemahan ditujukan untuk menjadi lebih dekat dengan pembaca karena padanan yang dipilih tentu sudah lazim bagi pembaca teks terjemahan. Selain itu, teknik padanan lazim yang ditemukan pada penelitian ini sebagian besar digunakan untuk menerjemahkan ungkapan eufemisme dan disfemisme yang tidak terkait erat dengan budaya sumber maupun sasaran. Oleh karena itu, padanan lazim menjadi pilihan yang tepat. Hal ini sama seperti yang diungkapkan Shehab, dkk (2014) bahwa when a common euphemistic expression is used in a non-culture bound situation, translators could opt for literal translation.

Selain padanan lazim, teknik yang juga banyak digunakan adalah teknik generalisasi. Teknik ini mengganti istilah yang khusus dalam bahasa sumber dengan yang lebih umum dalam bahasa sasaran. Temuan penelitian mendapati bahwa teknik generalisasi ini lebih banyak digunakan untuk menghaluskan makna ungkapan yang kasar dalam bahasa sumber. Misalnya, punishment yang kasar diterjemahkan menjadi aksi tersebut yang lebih halus maknanya. Contoh lain

adalah personal donation menjadi hadiah, jihadist group menjadi kelompok, serta the militants menjadi kelompok tersebut.

Teknik generalisasi ini adalah kebalikan dari teknik partikularisasi yang digunakan sebanyak 6 kali dalam data yang diteliti. Tidak seperti teknik generalisasi yang cenderung menghaluskan ungkapan, teknik partikularisasi ini lebih sering digunakan untuk mempertajam ungkapan. Contohnya, dalam teks sumber, penulis berita menggunakan istilah migrants untuk merujuk pada korban perang Suriah yang mengungsi ke negara lain. Penerjemah menerjemahkan ungkapan eufemisme ini menjadi pengungsi yang terdengar lebih kasar dan taja di teks terjemahan. Contoh lainnya adalah fighters yang diterjemahkan menjadi milisi atau para milisi.

Selanjutnya, peneliti juga menemukan penggunaan teknik amplifikasi dalam penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme. Teknik amplifikasi banyak digunakan demi memperjelas penyampaian pesan. Dengan teknik amplifikasi, informasi yang tersirat dari bahasa sumber dapat diperjelas secara lebih tersurat dalam terjemahan di bahasa sasaran. Penggunaan teknik amplifikasi dalam penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme cenderung mengubah mengasarkan terjemahan ungkapan-ungkapan tersebut. Kebanyakan data baik eufemisme maupun disfemisme yang menggunakan teknik amplifikasi dalam penerjemahan bergeser maknanya dan menjadi ungkapan bernada kasar. Misalnya saja ungkapan attacks yang menjadi lebih kasar maknanya setelah penerjemah menjelaskan siapa yang melakukan attacks tersebut dengan menerjemahkannya menjadi rangkaian serangan teroris. Demikian pula pada penerjemahan sexual

assault menjadi pemerkosaan dan kekerasan seksual atas perempuan, drown menjadi tewas tenggelam ataupun had killed menjadi membunuh dan membakar. Semua contoh tersebut menunjukkan bahwa baik ungkapan eufemisme maupun disfemisme cenderung berubah menjadi ungkapan yang lebih kasar dengan penerapan teknik ini.

Teknik amplifikasi memiliki konsep yang berlawanan dengan teknik reduksi yang juga ditemukan dalam penelitian ini. Teknik reduksi yang ditemukan dalam penelitian ini mengurangi atau mereduksi frasa eufemisme dan disfemisme. Penggunaan teknik ini tidak terlalu memberi pengaruh pada pola penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme. Data yang diterjemahkan dengan teknik ini cenderung dipertahankan bentuknya dalam bahasa sasaran. Maksudnya, ungkapan eufemisme yang diterjemahkan dengan teknik reduksi tetap menjadi eufemisme di bahasa sasaran. Demikian pula untuk ungkapan disfemisme yang tetap menjadi disfemisme setelah diterjemahkan dengan teknik reduksi. Hal ini terjadi karena teknik ini hanya mereduksi struktur perfect dari bahasa sumber sehingga tidak terlalu mempengaruhi kasar atau halusnya makna frasa tersebut. Misalnya, have been blown up diterjemahkan menjadi diledakkan, have launched an offensive diterjemahkan menjadi melancarkan serangan, serta had killed diterjemahkan menjadi membunuh.

Teknik reduksi ini berbeda lagi dengan teknik penghilangan (deletion) yang ditemukan sebanyak 5 kali dalam data penerjemahan. Apabila teknik reduksi hanya mengurangi atau mereduksi informasi dari bahasa sumber, teknik penghilangan ini menghilangkan secara total informasi dari bahasa sumber.

Teknik penghilangan pada penelitian ini tidak hanya digunakan pada ungkapan disfemisme yang kasar namun juga pada ungkapan eufemisme yang maknanya lebih halus. Hal ini cukup mengejutkan karena biasanya yang perlu dihilangkan adalah yang bermakna kasar dan negatif bagi pembacanya. Namun, teknik ini juga menghilangkan ungkapan penghalusan seperti migrant dan eliminate karena bila diterjemahkan justru akan menimbulkan dualitas makna.

Teknik modulasi dan transposisi juga digunakan dalam penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme. Teknik modulasi ini digunakan dengan merubah sudut pandang kata atau frasa ungkapan eufemisme dan disfemisme. Sementara teknik transposisi merubah kategori kata atau frasa eufemisme dan disfemisme. Teknik modulasi kebanyakan digunakan untuk mempertahankan nilai rasa halus dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Contohnya, migrants diterjemahkan menjadi pendatang serta fled yang diterjemahkan menjadi masuk ke. Sebaliknya, teknik transposisi lebih banyak mempertahankan ungkapan disfemisme di bahasa sasaran. Misalnya pada penerjemahan was gang-raped menjadi pemerkosaan berkelompok serta eradicate menjadi dimusnahkan.

Teknik variasi juga digunakan untuk menerjemahkan ungkapan eufemisme dan disfemisme. Teknik ini adalah bentuk penerjemahan yang mengubah suatu ungkapan di bahasa sumber dengan tona tekstual, gaya bahasa atau dialek bahasa sasaran. Sehubungan dengan ungkapan eufemisme dan disfemisme, teknik ini berperan dalam menerjemahkan ungkapan eufemisme serta disfemisme dari segi gaya bahasa maupun dialek bahasa sasaran. Misalnya, kata bodies yang tergolong kata eufemisme dapat diterjemahkan dengan jenazah yang

juga kata eufemisme dalam bahasa sasaran atau mayat yang adalah disfemisme dalam bahasa sasaran.

Akhirnya, teknik peminjaman dan penerjemahan harfiah juga berperan dalam penerjemahan ungkapan eufemisme dan disfemisme di penelitian ini. Teknik peminjaman, baik murni maupun naturalisasi, tidak terlalu memberi dampak pada pergeseran ungkapan eufemisme dan disfemisme. Jadi, ungkapan

Dokumen terkait