• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PROFIL SOSIAL EKONOMI DAN DEMOGRAFI LANSIA

5.3 Tingkat Pendapatan

Masa tua merupakan masa kemunduran, kemuduran fisik karena penurunan fungsi organ tub uh kemudian berdampak lanjut juga pada penurunan pendapatan seseorang. Penurunan ini selain karena penurunan produktifitas namun juga disebabkan karena penurunan motivasi seseorang dalam memperoleh hasil dari pekerjaannya. Hal ini diperkuat oleh pendapat responden Lansia di Desa Situ Udik, bahwa idealnya masa tua adalah masa menikmati hasil kerja keras semasa mereka muda. Investasi dimasa tua yang mereka nikmati tidak hanya diperoleh dari tabungan namun juga dari anak mereka. Pendapatan disini merupakan jumlah uang yang diperoleh setiap bulannya baik yang didapat individu maupun rumah tangga, karena beberapa responden merupakan

pasangan suami istri. Sumber atau asal pendapatan yang diperoleh oleh responden Lansia setiap bulannya, dapat dilihat dari Tabel 13.

Tabel 13. Sumber pendapatan responden setiap bulan, Desa Situ Udik tahun 2006

Asal Pendapatan Frekuensi (orang) Persentase Total (Laki-laki+Perempuan) (%) Laki-laki Perempuan Uang Pensiun 1 4 5,4 Dana BLT BBM 10 19 39,2 Anak 5 8 17,6 Bekerja 14 7 28,4 Sumbangan/Santunan 2 5 9,5 Total 100,0

Tabel tersebut memberikan gambaran bahwa hampir 40 persen responden menerima dana BLT BBM sebagai sumber pendapatannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa sebanyak 40 persen responden Lansia tersebut berasal dari keluarga miskin. Namun, menurut keterangan ketua RT 02, Kampung Al Barokah memiliki kebijakan mengenai pembagian dana BLT BBM ini. Dana yang diperoleh setiap rumah tangga miskin dipotong RP 50.000 setiap triwulan penerimaan dana tersebut. Potongan tersebut kemudian dibagikan kepada warga yang tidak mendapatkan dana BLT-BBM ini. Hal ini bertujuan untuk mencegah kecemburuan, konflik dan pemerataan bagi semua warga Kampung Al Barokah yang menghendaki mendapatkan dana tersebut. Namun, di kampung lain tidak memiliki kebijakan seperti itu maka banyak Lansia yang seharusnya mendapatkan dana tersebut tidak memperolehnya tapi justru anak atau cucunya yan memperoleh.

Tabel 13 juga menunjukkan terdapat 21 orang atau 28,4 persen Lansia masih bekerja. Umumnya, Lansia ini masih bekerja di sektor pertanian, kebanyakan dari mereka bekerja sebagai buruh tani. Perempuan Lansia biasanya menjadi buruh tani untuk pekerjaan-pekerjaan seperti ngababut, nandur, ngarambet. Sedangkan panen, nyangkul dan ngagaru merupakan pekerjaan-pekerjaan dimana Lansia laki- laki menjadi

buruh tani. Ada beberapa faktor yang menyebabkan banyaknya Lansia ini bekerja sebagai buruh tani, yakni: mereka tidak berlahan lagi karena proses pewarisan kepada anak-anak mereka dan fragmentasi lahan, selain itu beruh tani merupakan satu-satunya pekerjaan yang dapat diakses oleh para Lansia dan mendapatkan upah yang setara dengan buruh tani ‘muda’.

Data mengenai sumber pendapatan pada tabel di atas memberikan gambaran bahwa ketiadaan jaminan sosial di hari tua yakni berupa pensiun (hanya empat responden mempunyai dana pensiun) menyebabkan para Lansia ini harus tetap bekerja baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri maupun kebutuhan anak maupun cucu. Ibu Ali (66 tahun) misalnya, beliau masih bekerja dengan berdagang makanan keliling disekitar kampung tempatnya tinggal untuk menghidupi empat orang cucunya yang ditinggalkan orangtua yang bercerai.

Bekerja dalam hal ini merupakan suatu strategi responden Lansia untuk ‘produktif’, dimana bekerja dinilai oleh para Lansia ini sebagai kegiatan untuk mengisi hari tua. Artinya bekerja merupakan suatu kegiatan sampingan yang tidak memiliki target tertentu kecuali untuk mengisi waktu luang. Tidak sedikit dari para responden masih melakukan aktivitas dalam keluarga meski dalam kontribusi yang kecil. Sehingga hasil yang dicapai dengan bekerja sendiri dianggap sebagai hasil tambahan atau minimal pendapatan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Tingkat pendapatan dalam penelitian ini digolongkan dalam tiga kategori berdasarkan besarnya uang yang diterima setiap bulannya yakni tinggi, rendah dan sedang. Batasan rendah yakni dibawah Rp 100.000 ditentukan berdasarkan jumlah uang yang diterima jika Lansia hanya memperoleh pendapatan dari dana BLT BBM.

Sedangkan batasan lebih dari Rp 500.000 untuk mengkategorikan tingkat pendapatan rendah didasarkan pada besarnya nilai uang pensiun PNS.

Informasi yang diperoleh dari kuesioner bahwa lebih dari 52 persen responden berpendapatan sedang dan 30 persen diantaranya berpendapatan dibawah Rp 100.000. Responden yang berpendapatan dibawah Rp100.000 ini mayoritas adalah perempuan Lansia. Tingkat pendapatan berdasarkan jenis kelamin, ditunjukkan dalam Tabel 14. Tabel 14. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan besar

pendapatan, Desa Situ Udik tahun 2006

Jenis kelamin Besar Pendapatan Total

< Rp 100.000 Rp 100.000-Rp 500.000 Lebih dari Rp 500.000 Laki-laki 3 (7,5%) 9 (22,5%) 5 (12,5%) 17 (42,5%) Perempuan 9 (22,5%) 12 (30,0%) 2 (5,0%) 23 (57,5%) Total 12 21 7 40 30,0% 52,5% 17,5% 100,0%

Informasi yang ditunjukkan dalam Tabel 14 membawa pada kesimpulan bahwa sebagian dari responden merupakan perempuan dari rumah tangga miskin. Sebanyak sembilan orang perempuan berpendapatan dibawah Rp 100.000 menyatakan bahwa pendapatan itupun diperoleh dari dana BLT-BBM maupun dana anak yatim dan janda yang dikumpulkan warga dalam paguyuban dan perelek. Dana yatim, jompo dan janda ini dibagikan setiap satu tahun sekali menjelang hari raya Iedul Fitri. Setiap bulannya warga masyarakat memberikan sumbangan berupa 1 liter beras atau dalam bentuk uang sebesar RP 2.500. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat desa ini memiliki suatu sistem yang dapat menunjang kesejahteraan Lansia khususnya bagi Lansia janda dan jompo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan puasa ramadhan dan bertepatan dengan diturunkannya dana BLT BBM tahap keempat serta pembagian zakat bagi orang yang membutuhkan (mustahiq).

Masa tua merupakan masa kemunduran, baik fisik maupun finansial seseorang. Data hasil kuisioner menunjukkan bahwa tidak terdapat responden di atas usia 67 tahun yang memperoleh pendapatan di atas Rp 500.000. Terdapat satu orang perempuan berusia 90 tahun, Ibu Hal, memperoleh pendapatan antara Rp 100.000-Rp 500.000, yang mana diperoleh dari pensiun suaminya. Namun, uang tersebut dipergunakan juga untuk menopang kehidupan anak serta cucunya, seperti yang dikemukakannya sebagai berikut:

“Uang dari pensiunan suami mah habis buat makan, sama berobat saya. Berobat juga ke Puskesmas aja. Gak mau ah ngebebanin anak.”

Hal ini juga menunjukkan bahwa masih memiliki penghasilan merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi Lansia, karena dengan demikian masih merasa dibutuhkan atau diperlukan bagi keluarganya bukan dipandang sebagai beban. Hal ini tentunya akan berdampak positif bagi perkembangan diri para Lansia ini, mereka akan merasa diperhatikan kehadirannya sehingga secara psikologis ini dapat memenuhi kebutuhan bereksistensi mereka dan mereka tidak merasa memperoleh perlakuan yang ‘berbeda’ yang dapat menimbulkan mereka merasa tersisih dari lingkungan sosialnya.

Dokumen terkait