• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Resiko Bencana Kebakaran Kawasan Padat Pemukiman Kecamatan Tanjung Balai Utara

ANALISIS KAWASAN PENELITIAN

4.6 Tingkat Resiko Bencana Kebakaran Kawasan Padat Pemukiman Kecamatan Tanjung Balai Utara

Untuk mengetahui besar kecilnya potensi bencana kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara, maka berdasarkan pengidentifikasian serta penilaian variabel dan tolok ukur sember datangnya api, kerentanan dan ketahanan terhadap api di kawasan pemukiman padatdilakukan perhitungan nilai relative resiko bencana kebakaran (R) dengan menggunakan model Crunch. Pada model Crunch (R=H+V-C), tingkat resiko bencana suatu kawasan dapat diketahui berdasarkan jumlah nilai potensi sumber bahaya yang ada (H), nilai kerentanan kawasan yang jika bertemu dengan bahaya dapat menimbulkan bencana (V), serta bagaimana tingkat ketahanan kawasan dalam menghadapi bahaya (C). Berdasarkan pengidentifikasian analisis yang telah dilakukan pada sub bab sebelumnya maka pada tabel 4.15 merupakan hasil penilaian relatif penentu tingkat resiko bencana kebakaran di kecamatan Tanjung Balai Utara.

Tabel 4.15 Hasil Penilaian Relatif Penentu Tingkat Resiko Bencana Kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara

VARIABEL TOLOK UKUR NILAI

KP (independen)

Kondisi instalasi yang buruk 0

Banyaknya sambungan listrik dalam satu tiang

pelayanan 0

Kondisi kabel listrik yang jauh dari keamanan 0

KRAPKA (dependen) Fisik tempat tinggal bermaterial tidak standar 0

DHB (independen)

Minimalisasi memakai penerangan non-listrik 1

Pembuangan puntung rokok sembarangan yang masih

menyala 0

Pemakaian peralatan listrik bersifat kebutuhan dasar

yang minim fasilitas keamanan barang 0

AE (dependen)

Rendahnya nilai pendapatan masyarakat setempat 0

Membuka lapangan usaha yang memicu terjadinya

kebakaran 0

Tabel 4.15 (Lanjutan)

KP (dependen) Kondisi fisik tempat tinggal terdiri dari material dibawah

standar 0

KRAPKA (dependen)

Masyarakat berpenghasilan rendah, pendidikan rendah

dan keahlian yang rendah 0

Lingkungan permukiman berderetan mempermudah

penyebaran api 0

Kapasitas pemukiman yang terlalu padat 0

DHB (dependen)

Terjadinya kebakaran dan cepat meluas disaat populasi masyarakat di lingkungan permukiman menurun karena berada di lokasi karya

0

AE (dependen)

Penghasilan yang didapat hanya mempu untuk kebutuhan

sehari-hari atau tidak memiliki keuangan cadangan 0

Jumlah Nilai Variabel Kerentanan Bahaya Kebakaran (V) 0

BSK

Operasional armada kebakaran daerah yang layak 1

Jumlah personil damkar yang memadai dan cakap

dibidangnya 1

Kapasitas rumah sakit yang mampu melayani jumlah

korban bencana kebakaran 1

Jumlah tenaga medis dan non-medis yang mampu menjawab permasalahan kesehatan korban bencana kebakaran

1

Fasilitas peralatan rumah sakit yang lengkap 1

Persediaan obat-obatan yang cukup 1

Sarana komunikasi yang tidak memadai 0

Sarana perhubungan dan infrastruktur yang tergolong

baik 1

Sumber air bukan hidran 0

Sumber air hidran yang tidak berfungsi 0

Peringatan dini konvensional yang dapat dimanfaatkan

dengan baik 1

Keberadaan nilai sosial budaya masyarakat yang baik 1

Jumlah Nilai Variabel Ketahanan Bahaya Kebakaran (C) 9

Sumber Analisis, 2011

Kemudian tabel 4.16 akan menunjukkan hasil penilaian tingkat resiko bencana kebakaran berdasarkan jumlah nilai sumber datangnya api, kerentanan, dan ketahanan terhadap bahaya kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara.

Tabel 4.16 Penilaian Relatif Tingkat Resiko Bencana Kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara

MODEL CRUNCH Jumlah Variabel Jumlah Nilai

Potensi sumber datangnya api (H) 9 1

Kerentanan terhadap bahaya kebakaran

(V) 6 0

Ketahanan terhadap bahaya kebakaran

(C) 12 9

Tingkat resiko bencana kebakaran

(R) = (H) + (V) – (C) 27 -8

Sumber Analisis, 2011

Nilai sumber bencana kebakaran (H+V) yang terendah (nyaris tidak memiliki sumber bencana kebakaran) menurut variabel bernilai 15 (sesuai standar bernilai 1 per variabel); nilai sumber bencana kebakaran (H+V) yang tertinggi (sangat rentan dengan sumber bencana kebakaran) menurut variabel bernilai 0 (tidak sesuai standar); dan nilai ketahanan bencana kebakaran (C) tertinggi (mampu meredam bencana kebakaran) menurut variabel bernilai 12; serta nilai ketahanan bencana kebakaran (C) terendah (tidak mampu meredam bencana kebakaran) menurut variabel bernilai -12. Ternyata, setelah adanya penjumlahan terhadap sumber bencana dan kerentanan kebakaran terhadap ketahanan bencana kebakaran menghasilkan resiko bencana -8.

Untuk merumuskan tingkat resiko yang terjadi, akan digunakan rumus Sturges yaitu k=1+3,322 log n (k=jumlah tingkat penerimaan; n=jumlah tolok ukur) sebagai alat dalam melahirkan nilai relatif resiko bencana kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara dengan penjabaran sebagai berikut:

k = 1 + 3,322 log n k = 1 + 3,322 log 27

k = 1 + (3,322 x 1, 431)

k = 1 + 4,7 (dibulatkan menjadi 5) k = 6 (jumlah interval)

Karena terdapat 27 tolok ukur, dengan nilai tertinggi 27 dan nilai terendah -12, maka berdasarkan rumus Sturges, pada studi ini terdapat enam kelas dengan nilai interval 9 (sembilan) yang dapat diketahui melalui pengurangan nilai tertinggi dengan nilai terendah yang diperoleh dari hasil bagi jumlah kelas interval. Ke-enam kelas interval tersebut adalah:

28 s/d 19 = tinggi (nyaris tidak memiliki potensi bahaya kebakaran) 18 s/d 10 = sedang (sedikit memiliki potensi bahaya kebakaran) 9 s/d 0 = rendah (memiliki potensi bahaya kebakaran)

-1 s/d -10 = cukup rendah (berpotensi bahaya kebakaran)

-11 s/d -20 = sangat rendah (sangat berpotensi terjadinya bahaya kebakaran) -21 s/d -28 = paling rendah (paling berpotensi terjadinya bahaya kebakaran)

Tingkat potensi bencana kebakaran wilayah pemukiman pada di Kecamatan Tanjung Balai Utara mendapat nilai -8, maka wilayah tersebut berstatus cukup rendah (berpotensi bahaya kebakaran).

4.7 Kesimpulan

Kota Tanjung Balai merupakan satu wilayah perkotaan di Sumatera Utara dengan tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Hal ini mempengaruhi tingkat resiko terhadap bahaya kebakaran, sebagaimana yang ditunjukan dari data

hasil survey yang telah dilakukan. Kota Tanjung Balai memiliki 6 wilayah kecamatan. Dipilihnya Kecamatan Tanjung Balai Utara sebagai kawasan studi didasari oleh rasio perbandingan luas wilayah dengan kepadatan penduduk yang ada. Dari rasio ini Kecamatan Tanjung Balai Utara memiliki luas wilayah yang terkecil dengan tingkat kepadatan penduduk yang paling padat.

Untuk mengetahui besar kecilnya tingkat resiko bahaya kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara, digunakan model Crunch: R=H+V-C, dimana R adalah tingkat resiko kebakaran, H adalah potensi sumber datangnya api, V adalah kerentanan terhadap bahaya kebakaran dan C adalah ketahanan terhadap bahaya kebakaran. Tingkat resiko bencana suatu kawasan dapat diketahui berdasarkan jumlah nilai potensi sumber bahaya yang ada (H), nilai kerentanan kawasan yang jika bertemu dengan bahaya dapat menimbulkan bencana (V), serta bagaimana tingkat ketahanan kawasan dalam menghadapi bahaya (C).

Berdasarkan pengidentifikasian analisis yang telah dilakukan, tingkat resiko terjadinya bencana kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara menghasilkan resiko bencana dengan nilai -8. Karena terdapat 27 tolok ukur, dengan nilai tertinggi 27 dan nilai terendah -12, maka berdasarkan rumus Sturges, pada studi ini terdapat enam kelas dengan nilai interval 9 (sembilan) yang dapat diketahui melalui pengurangan nilai tertinggi dengan nilai terendah yang diperoleh dari hasil bagi jumlah kelas interval. Nilai -8 berada pada interval -1 hingga -10 yang bermakna Kecamatan Tanjung Balai Utara berpotensi terhadap bahaya kebakaran.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dari Model Crunch serta interval penilaian potensi bencana kebakaran dari rumus Sturges bahwa wilayah pemukiman padat Kecamatan Tanjung Balai Utara memiliki potensi dengan tingkat cukup rendah yang diterjemahakan sebagai suatu daerah yang cukup berpotensi terjadinya bahaya kebakaran. Sebagai pendekatan dalam dasar sistem yang layak digunakan saat ini pada lingkungan pemukiman mereka diawali dengan merumuskan tingkat bahaya dan kerentanan bahaya kebakaran yang berasal dari urut-urutan tolok ukur melalui variabel yang telah dianalisis pada bab sebelumnya.