• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan ini menguraikan hasil penelitian mengenai tingkat sensitifitas gender dalam pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Gempol Sari Tangerang. Pada penelitian ini tingkat sensitifitas gender dilihat dari tingkat partisipasi anggota laki-laki dan perempuan, tingkat keseimbangan aktivitas domestik dan publik, serta tingkat akses dan kontrol pada pelaksanaan program PUAP.

Tingkat Partisipasi Anggota Poktan

Pelaksanaan Program PUAP melibatkan anggota poktan baik laki-laki maupun perempuan. Pada responden laki-laki terdapat 51 persen pada tingkat partisipasi yang tinggi, sedangkan perempuan sebesar 77 persen pada tingkat partisipasi yang rendah.

Tabel 6 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi anggota poktan Desa Gempol Sari, 2014

Tingkat partisipasi anggota poktan Laki-laki Perempuan

n % n %

Rendah (skor 15-19) 3 9 13 77

Sedang (skor 20-24) 13 40 0 0

Tinggi (skor 25-30) 17 51 4 23

Total 33 100 17 100

Tabel 6 menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam pelaksanaan Program PUAP lebih rendah dibandingkan laki-laki. Kegiatan dalam Program PUAP meliputi rapat atau pertemuan yang diadakan setiap bulan, peminjaman modal usaha, dan peminjaman alat pertanian. Selain itu, terkadang diadakan kegiatan pelatihan dan penyuluhan dari dinas pertanian Kabupaten Tangerang melalui kelompok tani. Laki-laki memiliki partisipasi yang tinggi karena laki-laki mengikuti setiap kegiatan yang diadakan. Partisipasi perempuan yang rendah karena terkadang kegiatan diadakan pada pagi hari ketika perempuan sedang sibuk dengan aktivitas domestik mereka. Perempuan lebih memilih mengerjakan aktivitas domestik seperti memasak dan mengurus rumah yang merupakan tanggung jawab perempuan sebagai istri. Akses untuk perempuan mengikuti kegiatan penyuluhan atau rapat bulanan memang mudah namun pelaksanaannya kurang memperhatikan aktivitas domestik perempuan, sehingga perempuan tidak dapat untuk mengikuti kegiatan tersebut.

Uji Beda Tingkat Partisipasi Laki-laki dan Perempuan

Perbedaan pada dua sampel yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan dapat dilakukan dengan menggunakan uji T Sample Independent. Pembahasan

kali ini ingin melihat perbedaan pada tingkat partisipasi antara laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan program PUAP. Data yang dibandingkan adalah skor dari tingkat partisipasi antara laki-laki dan perempuan.

Tabel 7 Nilai rataan tingkat partisipasi anggota poktan laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan Program PUAP

Group Statistics Jenis kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Tingkat partisipasi laki-laki 33 2,42 ,663 ,115 Perempuan 17 1,29 ,588 ,143

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa partisipasi laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan dalam pelaksanaan Program PUAP (2,42>1,29). Adanya perbedaan tingkat partisipasi laki-laki dan perempuan yang cukup cukup signifikan. Data tersebut menunjukkan bahwa laki-laki lebih berpartisipasi dibandingkan perempuan dalam pelaksanaan dalam pelaksanaan Program PUAP dengan selisih rata-rata skor laki-laki dan perempuan sebesar 1,13. Perbedaan tersebut dikarenakan waktu yang ditetapkan untuk melakukan kegiatan seperti rapat atau penyuluhan diadakan pagi hari. Pagi hari adalah waktu perempuan melakukan aktivitas domestik. Selain itu, kegiatan seperti meminjam modal atau meminjam alat pertanian dan membeli bibit dilakukan oleh laki-laki karena perempuan beranggapan bahwa itu adalah tugas laki-laki. Perbedaan tersebut diperkuat dengan hasil uji T Independen yang menunjukkan bahwa F=2,440 (sig=0,125) karena sig diatas 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan varians pada tingakat partisipasi laki-laki dan perempuan (data homogen). Namun demikian, jika dilihat pada t hitung memiliki nilai 5,926 (sig<0,05), artinya ada perbedaan yang signifikan antara partisipasi laki-laki dengan partisipasi perempuan dalam pelaksanaan Program PUAP.

Tingkat Keseimbangan Aktivitas Domestik dan Publik

Anggota rumahtangga baik laki-laki maupun perempuan memiliki aktivitas berbeda-beda. Aktivitas yang biasa dilakukan terdiri dari aktivitas domestik dan publik. Aktivitas domestik meliputi aktivitas mengurus rumah dan keluarga, sedangkan aktivitas publik meliputi kegiatan mencari nafkah dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Pada responden laki-laki sebanyak 18 orang dari 33 orang tingkat keseimbangannya sedang, sedangkan tidak ada yang memiliki tingkat keseimbangan yang tinggi. Pada responden perempuan sebanyak sembilan orang dari 17 orang yang memiliki tingkat keseimbangan aktivitas yang sedang dan hanya terdapat satu orang yang memiliki tingkat keseimbangan yang tinggi.

Tabel 8 Jumlah dan persentase tingkat keseimbangan aktivitas domestik dan publik Desa Gempol Sari, 2014

Tingkat keseimbangan aktivitas domestik dan publik

Laki-laki Perempuan n % n % Rendah (skor 30-49) 15 46 7 42 Sedang (skor 50-69) 18 54 9 53 Tinggi (skor 70-90) 0 0 1 5 Total 33 100 17 100

Tabel 8 menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan saling membantu pada kegiatan aktivitas domestik dan publik. Namun demikian, perempuan masih berfokus dengan aktivitas domestik dan laki-laki dengan aktivitas publik dalam hal ini kegiatan bertani. Perempuan tetap menjadi seseorang yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap rumahtangga dan laki-laki bertanggung jawab dalam mencarai nafkah. Pada penilitian kali ini juga dapat dijelaskan bahwa pada kegiatan sosial kemasyarakat perempuan yang memiliki peranan yang lebih dibandingkan laki-laki, sedangkan kegiatan mengikuti penyuluhan, rapat dan melakukan kegiatan usahatani hanya dilakukan oleh laki-laki. Penelitian Puspitawati dan Fahmi (2008) juga mengatakan bahwa dalam segala aktivitas yang berkaitan dengan usahatani lebih didominasi oleh laki-laki, sedangkan perempuan lebih mendominasi pada aktivitas domestik. Meskipun demikian, perempuan terlibat dalam beberapa kegiatan bertani, seperti memanen dan menyiangi sayuran (sebagai kuli cabut). Pembagian kerja tersebut terbentuk karena menanen dan menyiangi sayuran merupakan pekerjaan yang ringan dan cocok untuk dilakukan oleh perempuan. Pembagian peran tersebut seperti yang dikutip dari Khotimah (2009) yang menyatakan bahwa laki-laki dianggap lebih kuat dan cocok melakukan pekerjaan berat dan kasar, sedangkan perempuan lebih kepada hal-hal yang bersifat feminin dan pekerjaan yang ringan, lemah dan lembut. Hal tersebut merupakan suatu bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Perempuan masih termarginasilasasikan dalam pembagian kerja sehingga perempuan tidak dapat mengembangkan potensi yang dimiliki dalam pelaksanaan Program PUAP.

Uji Beda Tingkat Keseimbangan Aktivitas Domestik dan Publik

Perbedaan pada dua sampel yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan dapat dilakukan dengan menggunakan uji T Sample Independent. Pembahasan kali ini ingin melihat perbedaan pada tingkat keseimbangan aktivitas domestik dan publik. Data yang dibandingkan adalah skor dari tingkat aktivitas keseimbangan domestik dan publik antara laki-laki dan perempuan.

Tabel 9 Nilai Rataan tingkat keseimbangan aktivitas domestik dan publik Desa Gempol Sari, 2014 Group Statistics Jenis kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Tingkat keseimbangan aktivitas domestik dan publik laki-laki 33 1.55 .506 .088 Perempuan 17 1.65 .606 .147

Berdasarkan Tabel 9 maka tingkat keseimbangan aktivitas domestik dan publik lebih tinggi perempuan dibandingkan laki-laki (1,65>1,55). Meskipun adanya perbedaan, namun perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan (sig>0,05). Hasil uji T Independen, didapatkan hasil Levene’s Test untuk uji homogenitas (perbedaan varians). Hasil menunjukan bahwa F=0,657 (sig=0,422), karena sig diatas 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan varians pada tingakat partisipasi laki-laki dan perempuan (data homogen). Namun demikian, jika dilihat pada t hitung memiliki nilai -0,629 (sig>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan keseimbangan aktivitas laki-laki dengan aktivitas perempuan.

Tingkat keseimbangan aktivitas perempuan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki karena perempuan tidak hanya melakukan aktivitas domestik, melainkan juga aktivitas publik. Aktivitas publik yang dilakukan perempuan terutama pada aktivitas sosial kemasyarakatan seperti menghadiri undangan pernikahan dan syukuran. Pada aktvitas publik yang berkaitan dengan kegiatan usahatani, perempuan hanya dilibatkan dalam kegiatan yang ringan, seperti memanen dan menyiangi sayuran. Meskipun demikian, beberapa aktivitas dilakukan bersama, seperti mengasuh anak dan mengikuti pengajian. Kegiatan usahatani sebagai aktivitas produktif masih didominasi laki-laki dan urusan rumahtangga didominasi perempuan. Hal tersebut seperti yang diungkapan Mosser (1993) bahwa sebagian besar masyarakat dunia ketiga memiliki stererotipe seorang laki-laki adalah pencari nafkah dan perempuan mengurus rumah tangga. Selain itu, marginalisasi dalam pembagian kerja juga terjadi dalam bentuk proses feminisasi yaitu pemusatan perempuan pada jenis pekerjaan tertentu dalam hal ini pekerjaan domestik (Khotimah 2009).

Tingkat Akses dan Kontrol

Pembahasan akses dan kontrol untuk melihat kemudahan anggota poktan untuk dapat merasakan dan menikmati serta terlibat dalam pelaksanaan Program PUAP. Selain itu, juga untuk melihat tingkat kontrol atau pengawasan anggota poktan dalam pelaksanaan program. Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat 82 persen responden perempuan memiliki akses dan kontrol yang rendah

dibandingkan laki-laki. Pada responden laki-laki terdapat 54 persen pada tingkat akses dan kontrol yang sedang.

Tabel 10 Jumlah dan persentase tingkat akses dan kontrol anggota poktan Desa Gempol Sari, 2014

Tingkat akses dan kontrol Laki-laki Perempuan

n % n %

Rendah (skor 20-26) 10 30 14 82

Sedang (skor 27-33) 18 54 3 18

Tinggi (skor 34-40) 5 16 0 0

Total 33 100 17 100

Tabel 10 menunjukkan bahwa perempuan memiliki akses dan kontrol yang rendah dibandingkan laki-laki dalam pelaksanaan Program PUAP. Hal tersebut terjadi karena adanya anggapan bahwa bertani adalah pekerjaan laki-laki bukan pekerjaan perempuan. Perempuan hanya mendapatkan kemudahan dalam mengikuti kegiatan pelatihan.

“Kalau buat pinjem modal ama ikut penyuluhan rapat begitu mah bapak

neng, itu mah urusan bapak soalnya. Tapi kalo ikut pelatihan mah ibu pernah tuh diajak sama kelompok. Pelatihan bikin segala macam keripik

lah neng, kayak keripik pisang sama bayem” (AMN, Anggota Poktan) Laki-laki sendiri juga tidak memiliki akses dan kontrol yang tinggi dalam pelaksanaan program.Akses dan kontrol laki-laki hanya pada tingkatan sedang. Hal tersebut terjadi karena karena tidak semua anggota laki-laki yang dilibatkan dalam proses perencanaan pelaksanaan program, seperti menentukan alat-alat pertanian yang akan dibeli.

“Enggak tau saya mah neng kalau mau ada beli-belian alat-alat pertanian. Saya mah taunya udah ada barangnya, terus saya bisa sewa

traktor dari kelompok” (DY, Anggota Poktan)

Perbedaan akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa perempuan tersubordinasi dalam pelaksanaan program PUAP. Adanya stereotipe yang menyatakan bahwa itu merupakan urusan laki-laki, perempuan hanya mengurus rumah tangga dan stereotipe itu memunculkan sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang kurang penting (Fakih 1996). Hal tersebut seperti penelitian Koesoemaningtyas et al. (2009) yang menunjukkan bahwa akses sumberdaya pertanian leih didominasi oleh laki-laki. Akses yang dimaksud seperti, akses kredit, teknologi pertanian, pelatihan, penentuan harga produksi, hingga pemasaran produksi. Rendahnya akses perempuan terhadap peminjaman modal usaha, membuat perempuan tidak dapat mengembangkan usahatani mereka sehingga pendapatan mereka pun tetap rendah. pendapatan yang rendah hanya cukup untuk jajan anak sehari-hari. Berikut kutipan pernyataan dari salah satu anggota poktan:

“Bayaran jadi kuli cabut mah nggak seberapa neng, cuma cukup buat jajan anak-anak, minjem modal usaha juga nggak bisa neng saya mah kan gak

punya lahan”(AMN, Anggota Poktan).

Hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan praktis gender perempuan pun masih rendah. Selain itu, stereotipe yang terbentuk membuat posisi perempuan tersubordinasikan sehingga kebutuhan strategis perempuan kurang terpenuhi. Uji Beda Tingkat Akses dan Kontrol Anggota Poktan

Perbedaan akses dan kontrol antara laki-laki dengan perempuan dapat dilihat lebih jauh lagi dengan melakukan uji beda antara laki-laki dan perempuan. Uji beda dapat dilakukan dengan menggunakan uji T Independen.

Tabel 11 Nilai rataan tingkat akses dan kontrol anggota poktan Desa Gempol Sari, 2014

Group Statistics

Jenis kelamin N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean Tingkat akses dan

kontrol

laki-laki 33 1,85 ,667 ,116

Perempuan 17 1,18 ,393 ,095

Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa akses dan kontrol laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan (1,85>1,18) meskipun selisihnya kecil. Hasil uji T Independen, didapatkan hasil Levene’s Test untuk uji homogenitas (perbedaan varians). Hasil menunjukkan bahwa F=4,110 (sig=0,048) karena sig di bawah 0,05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan varians pada tingkat akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan. Terlihat juga pada t hitung memiliki nilai 3,815 (sig<0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada akses dan kontrol dalam pelaksanaan Program PUAP.

Hal tersebut karena akses laki-laki tidak tinggi hanya berada pada tingkatan sedang, sedangkan perempuan pada tingkatan rendah. Laki-laki lebih memiliki akses dan kontrol dalam pelaksanaan Program PUAP dibandingkan perempuan dengan selisih skor rata-rata laki-laki dan perempuan sebesar 0,67. Perbedaan tersebut karena perempuan hanya mendapatkan kemudahan untuk mengikuti pelatihan sedangkan untuk meminjam modal usaha atau peralatan pertanian adalah laki-laki. Selain itu, juga karena adanya anggapan bahwa hal tersebut merupakan urusan laki-laki bukan perempuan. Stereotipe yang terbentuk membuat posisi perempuan tersubordinasikan dalam akses dan kontrol terhadap pelaksanaan program. Posisi perempuan yang tersubordinasikan membuat kebutuhan strategis gender perempuan tidak terpenuhi (Mosser 1993). Penelitian Widodo (2009) juga menunjukkan bahwa perempuan ikut membantu dalam kegiatan usahatani berladang namun akses terhadap informasi penyuluhan dan kredit dari koperasi maupun perbankan masih rendah.

Ikhtisar

Pelaksanaan Program PUAP di Desa Gempol Sari kurang melibatkan laki- laki dan perempuan secara seimbang. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat partisipasi laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan dan perbedaan. Pada tingkat keseimbangan aktivitas domestik dan publik laki-laki dan perempuan berada pada tingkatan sedang yang artinya masih terdapat aktivitas domestik yang hanya dikerjakan oleh perempuan dan aktivitas publik hanya dikerjakan oleh laki- laki. Kesibukan dan tanggung jawab perempuan pada aktivitas domestik kurang diperhatikan dalam pelaksanaan program, sehingga partisipasi perempuanpun tidak optimal. Kegiatan penyuluhan dan pelatihan sering diadakan pagi hari dan waktu itu bersamaan dengan kesibukan perempuan pada aktivitas domestik. Pada tingkat akses dan kontrol, laki-laki lebih memiliki akses dan kontrol dalam pelaksanaan Program PUAP dibandingkan perempuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih dipegangnya stereotipe yang menyatakan bahwa itu merupakan urusan laki-laki dan perempuan hanya mengurus rumah tangga. Stereotipe itu memunculkan sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang kurang penting sehingga perempuan berada pada posisi yang tersubordinasikan dalam pelaksanaan program PUAP (Fakih 1996). Posisi perempuan yang masih tersubordinasikan membuat kebutuhan strategis gender perempuan tidak terpenuhi. Selain itu marginalisasi peran gender masih terjadi dalam pembagian kerja, seperti penelitian sebelumnya Leimona et al. (2013) di Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa masih terjadinya marginalisasi peran gender pada pembagian kerja yang dalam pelaksanaanya belum berdasarkan pembagian gender yang adil dan setara.

TINGKAT PARTISIPASI ANGGOTA POKTAN DALAM