• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Ekonomi Atas Biaya dan Risiko Utang

Dalam dokumen H M MEEN NC CEEK KIIK KR RA AK KY YA AT T (Halaman 74-77)

Beberapa penelitian mutakhir mengenai utang pemerintah Indonesia menyoroti soal biaya utang. Diantaranya adalah dengan

■ Setelah cukup lama menggunakan ULN dalam pembangunan

ekonominya, ada negara debitur yang berhasil, namun lebih banyak yang gagal ataupun kurang berhasil.

■ Sekelompok penelitian menyimpulkan tentang tidak ada hubungan

yang signifikan antara ULN dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian lain membuktikan adanya pengaruh positif ULN atas pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara yang melakukan kebijakan penyesuaian. Belakangan, penelitian yang paling banyak diterima menemukan bahwa hubungan tersebut adalah bersifat spesifik suatu negara.

■ Beberapa penelitian menunjukkan kasus dimana ULN menjadi tidak

bermanfaat karena bersifat substitutif. Arus masuk ULN melemahkan kemampuan domestik dalam memobilisasi dana, dan membuat perekonomiannya rentan terhadap gejolak global.

■ Argumen ULN akan menambah modal mulai tidak bisa dipertahankan,

karena pada kenyataan empiris, NSB justeru mengekspor modal ke negara-negara maju.

■ Arus modal keluar dari NSB terdiri dari: pembayaran beban utang,

transfer keuntungan PMA, dan capital flightyang dimiliki elit di NSB.

Capital flight menjadi besar pada menjelang atau saat krisis terjadi, termasuk jika ada krisis politik di negara bersangkutan.

■ Beberapa penelitian meragukan adanya hubungan timbal balik

(kausalitas) antara ULN dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, baik untuk masa lalu maupun saat ini. Temuan mengenai pola hubungan yang dapat dikelola (manageable) antara ULN dan per- tumbuhan ekonomi di Indonesia, bersifat kurang tegas.

■ Di masa lampau, utang pemerintah Indonesia bertujuan me-

ngoptimalkan kesempatan memacu pertumbuhan ekonomi, dimana pemerintah dianggap siap menjadi pelaku ekonomi yang meng- gerakkan investasi. Pada saat ini, utang pemerintah terutama di- perlukan untuk menutupi defisit bagi kegiatan rutin. Pengeluaran Pemerintah tidak dibebani sebagai sumber pertumbuhan ekonomi (source of growth).

membandingkan antara biaya UDN dan ULN. Hasil estimasi salah satu penelitian (Ulfa, 2004)menunjukkan bahwa biaya UDN rata-rata sebesar 9,812 persen, sedangkan bunga ULN hanya 3,433 persen. Namun, ULN memiliki forward exchange risk premiumyang cukup besar (5,732 persen), sehingga biaya ULN dihitung menjadi 9,165 persen. Dari hasil estimasi tersebut, terlihat bahwa biaya ULN lebih kecil dibandingkan biaya UDN. Temuan ini didukung oleh beberapa perhitungan atau penelitian lain yang lebih belakangan. Ada ke- mungkinan selisih biaya itu makin membesar pada saat ini, me- ngingat stabilnya nilai rupiah selama beberapa tahun terakhir, yang tentu bisa memperkecil forward exchange risk premium.

Sekalipun berbagai perhitungan menunjukkan bahwa biaya ULN lebih kecil daripada biaya UDN pemerintah, ada biaya oportunitas ULN yang tidak bersifat kuantitatif. ULN hampir selalu disertai biaya kondisional (conditionalities), berupa prasyarat tertentu yang di- tetapkan oleh negara atau institusi kreditur yang harus dilakukan oleh negara debitur sebagai konsekuensi memperoleh pinjaman. Sebagai contoh adalah butir-butir kesepakatan yang dituangkan dalam Letter of Intent (LoI) yang harus dipenuhi oleh Indonesia karena menerima pinjaman dari IMF. Meskipun sebagian ekonom menganggap isi LoI menguntungkan perekonomian Indonesia jika dilaksanakan secara sungguh-sungguh, namun Pemerintah Indonesia menjadi kehilangan kesempatan untuk memilih kebijakan yang lain. Beberapa ekonom menganggap biaya opurtinitas semacam itu terlampau besar, apalagi kemudian sebagian isi LoI itu terbukti tidak tepat untuk menjadi arah kebijakan ekonomi Indonesia.

Selain itu, posisi ULN yang terlampau besar jelas rentan terhadap goncangan eksternal, terutama atas volatilitas nilai tukar Rupiah yang ekstrim. Sekalipun nilai rupiah cukup stabil dalam beberapa tahun terakhir, tidak ada jaminan volatilitasnya akan tetap terkendali

seperti itu di masa yang akan datang. Ada pula kekhawatiran me- ngenai relasi kebalikannya, pada kondisi tertentu, pembayaran beban ULN bisa memicu krisis nilai tukar. Atau berpotensi mem- perparah krisis, jika sudah mulai terjadi.

Bagaimanapun juga, portofolio utang yang optimal bagi pe- merintah Indonesia sebenarnya adalah terdiri dari 100 persen ULN. Dilihat dari sudut pandang manajemen keuangan, biaya ekonominya adalah paling murah. Akan tetapi, karena pertimbangan biaya kondisionalitas dan risiko eksternal yang tinggi, membuat Pemerintah Indonesia disarankan untuk mendiversifikasi dan merestrukturisasi utangnya.

Entah karena pertimbangan semacam itu, yang direkomendasi- kan oleh banyak ekonom. Atau karena pertimbangan yang lain, UDN pemerintah saat ini telah melampaui ULNnya. ULN pemerintah yang sempat meningkat pada tahun-tahun awal krisis, secara perlahan bisa diturunkan, dan kemudian cenderung menjadi stagnan (terkendali). Dilihat dari sisi itu, langkah pemerintah Indonesia bersesuaian dengan rekomendasi hasil penelitian yang bersifat internasional me- ngenai ULN. Salah satu penelitian yang populer (Reinhart dkk)mem- buktikan bahwa batas aman rasio ULN terhadap PDB negara ber- kembang adalah 15-20 persen (Ulfa, 2004). ULN pemerintah Indonesia pada 2007 memiliki porsi sekitar 60 persen dari total ULN sekitar USD 140 miliar. Rasio total ULN terhadap PDB menurut harga berlaku masih berada pada angka diatas 30 persen, apalagi jika yang dipakai adalah PDB menurut harga konstan. Bagaimanapun, kecenderungan- nya rasionya adalah menurun, terutama karena pemerintah berhasil mengendalikan laju ULNnya, sementara PDB terus tumbuh.

Jika yang dihitung hanya ULN pemerintah maka angkanya ber- ada di kisaran 20 persen. Apabila portofolio utang pemerintah Indonesia seluruhnya dikonversi menjadi ULN, maka rasionya

kembali menjadi 35 persen. Pemerintah mentargetkan rasio ini untuk terus turun, dan mencapai 34 persen pada akhir tahun 2008. Jadi, apa- bila yang dipakai adalah ULN total atau Utang Pemerintah seluruh- nya (UDN dianggap ULN)maka rasionya terhadap PDB masih cukup tinggi. Masih belum mencapai ukuran batas aman rasio menurut Reinhart dkk. Rasionya sudah mendekati bila yang diperhitungkan hanya ULN pemerintah. Ini menjadi salah satu alasan pemerintah berupaya mengkonversi ULN menjadi UDN.

Langkah konversi yang sudah dilakukan memang mengurangi risiko krisis ULN, namun risiko gagal membayar utang (default)bagi pemerintah tetap tinggi. Semakin meningkatnya jumlah SUN yang beredar membuat pemerintah setiap tahun harus membayar bunga yang semakin besar pula. SUN yang jatuh tempo untuk dilunasi pun semakin bertambah.

K Koottaakk 22..33

D. Pandangan Mengenai Penyelesaian

Dalam dokumen H M MEEN NC CEEK KIIK KR RA AK KY YA AT T (Halaman 74-77)

Dokumen terkait