• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cara Kerja Pengambilan Sampel

Dalam dokumen PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI (Halaman 71-0)

BAB III METODE PENELITIAN

3.5 Cara Kerja Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan setelah pengambilan data morfologi daun, batang, bunga dan perawakan dimana masing-masing spesies yang diamati dipilih secara acak dan dilakukan pengamatan dengan tiga kali pengulangan. Pengambilan sampel dilakukan guna pengamatan morfologi rimpang dan selanjutnya diolah untuk proses uji skrining fitokimia. Pengambilan rimpang dilakukan dengan cara menggali tanah disekitar individu tanaman yang diamati data morfologinya sebelumnya. Kemudian rimpang tersebut diangkat dari tanah secara hati-hati agar didapat rimpang utuh. Selanjutnya, rimpang dicuci bersih dari tanah dan kotoran yang menempel agar mudah diamati morfologinya dan siap diolah untuk proses uji skrining fitokimia.

Setelah rimpang dicuci bersih, rimpang dirajang tipis dan dikering anginkan di atas nampan, dan diletakkan di tempat yang sejuk dan teduh (tidak terkena sinar matahari langsung). Pengeringan dilakukan selama kurang lebih 14 hari hingga didapatkan simplisia yang kering sempurna, untuk selanjutnya dihaluskan dengan mesin penghalus (blender) hingga simplisia berubah menjadi serbuk kasar.

Setelah didapatkan serbuk kasar, proses selanjutnya adalah maserasi. Proses ini adalah awalan untuk mendapatkan senyawa yang ada di bahan yang diteliti, yaitu serbuk rimpang. Proses maserasi memerlukan pelarut yaitu methanol dan n-heksana. Methanol berfungsi sebagai pelarut universal yang akan mengikat senyawa polar dan non-polar. Sedangkan n-heksana adalah pelarut yang mengikat senyawa non-polar. Proses maserasi memakan waktu sekitar 3-5 hari. Proses

maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk rimpang di dalam toples kaca hingga serbuk terendam sempurna oleh pelarut. Setelah waktu maserasi dirasa cukup, dilanjutkan dengan penyaringan filtrat menggunakan kertas saring kasar.

Filtrat disimpan didalam labu erlenmeyer sebelum dipekatkan dengan rotary evaporator. Setelah diproses dalam rotary evaporator, didapatkan ekstrak kental methanol/n-heksana yang akan diuji dengan skrining fitokimia sesuai metode yang ada pada sub-bab 3.4.2.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Pengamatan Faktor Lingkungan

Pada penelitian ini, faktor lingkungan dari habitat tumbuh spesies yang diamati juga diukur. Adapun faktor lingkungan yang diukur antara lain; temperatur udara, kelembapan udara kelembapan tanah dan pH tanah. Hasil pengukuran ini (Tabel 4.1) berguna sebagai data tambahan dan informasi bahwa pada kondisi (temperatur, kelembapan, dan pH tanah) tersebut tanaman Curcuma spp. dapat tumbuh dengan baik.

Tabel 4.1 Data pengamatan faktor lingkungan.

4.1.2 Analisis Hubungan Kekerabatan Curcuma spp Berdasarkan Karakter Morfologi dan Metabolit Sekunder dengan Deskripsi

Pada penelitian ini digunakan pendekatan morfologi dan metabolit sekunder terhadap 6 spesies yang berbeda, lima spesies dari genus Curcuma dan satu spesies sebagai outgrup berasal dari genus Zingiber. Dari ke enam spesies tersebut digunakan 52 karakter, mulai dari perawakan hingga bagian rimpang dan ditambah karakter keberadaan metabolit sekunder yang diuji menggunakan metode skrining fitokimia.

Karakterisasi dari karakter morfologi dan metabolit sekunder yang digunakan dalam Jenis faktor fisik lingkungan Rerata hasil pengukuran

Kelembapan udara 81.67%

Kelembapan tanah 5%

pH tanah 5.6

penelitian ini, tertera di lampiran 1. Seluruh spesimen dari penelitian ini diambil dari satu area lokasi pengamatan, yaitu Taman Husada Graha Famili Surabaya. Untuk pengamatan karakter morfologi, untuk bagian bunga, hanya ada tiga spesies yang dapat diamati langsung di lapangan, sedangkan ketiga jenis lainnya hanya dilakukan pengamatan melalui foto dan literatur dikarenakan kondisi tanaman yang tidak memungkinkan. Karena tanaman genus Curcuma adalah tanaman jenis long day plant.

Tanaman jenis ini sulit berbunga jika tumbuh di negara tropis. Sehingga karakterisasi bunga pada penelitian, lebih ditekankan kepada karakteristik warna kaliks, warna ujung bractea, warna coma bractea, warna korola, warna labellum, dan warna pistillum.

Untuk karakter metabolit sekunder, pengamatan yang dilakukan adalah uji skrining fitokimia. Dimana hasil pengamatan didapat dari reaksi perubahan warna melalui serangkaian uji berdasar acuan literatur.

Pada ke enam spesies yang diamati, didapatkan 48 karakter morfologi, antara lain perawakan, batang, daun, bunga, rimpang dan 6 karakter metabolit sekunder, yaitu keberadaan alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, tanin, dan minyak atsiri. Secara lengkap data kualitatif dan kuantitatif dari ke enam spesies tertera di lampiran 1.

No Karakter No Karakter

1 Habitus 27 Bentuk rimpang

2 Kepadatan daun 28 Panjang rimpang (primer)

3 Tinggi 29 Ketebalan rimpang

4 Habitus pseudostem 30 Jumlah induk rimpang 5 Sudut letak daun 31 Ada/tidaknya rimpang tersier 6 Intensitas warna hijau pada

batang 32 Warna inner core

7 Panjang Batang 33 Warna daging rimpang 8 Diameter batang 34 Pola internodus

9 Pewarnaan anthocyanin di

pseudostem 35 Aroma rimpang

10 Bangun daun 36 Rasa rimpang

11 Ujung daun 37 Permukaan rimpang

12 Pangkal daun 38 Warna Permukaan rimpang

13 Tepi daun 39 Bentuk bunga

14 Lebar daun 40 Warna kaliks

15 Panjang daun 41 Panjang kuncup bunga 16 Permukaan daun 42 Warna ujung bractea 17 Daging daun 43 Warna coma bractea

18 Venasi 44 Warna korola

19 Pola venasi 45 Warna labellum

20 Warna permukaan atas 46 Warna pistillum 21 Warna permukaan bawah 47 Uji Flavonoid 22 Ada/tidak ada rambut daun 48 Uji Steroid 23 Panjang tangkai daun 49 Uji Terpenoid 24 ada/tidaknya Warna ibu

tangkai daun 50 Uji Minyak atsiri 25 Warna ibu tangkai daun 51 Uji alkaloid 26 Habitus rimpang 52 Uji tanin

Tabel 4.2 Daftar Karakter morfologi dan metabolit sekunder.

Secara umum, masing-masing karakter dari setiap spesimen mempunyai ciri khusus sebagai karakter pembeda yang menunjukkan keragaman dan karakter yang sama sebagai bukti kekerabatan. Dari perawakan, terlihat bahwa habitus pseudostemnya dapat digunakan sebagai karakter penanda. Secara umum, habitus, kepadatan daun, dan tinggi relatif sama antar spesies. Namun, pada beberapa spesies,

ada yang memiliki karakteristik pseudostem yang terbuka dan ada yang tertutup/padat (compact). Sudut letak daun juga menunjukkan perbedaan di beberapa spesies. Ada yang sudut letak daunnya lebar sekali ada yang ukuran sudutnya lebih sempit.

Sementara ditinjau dari bagian batang, hampir keseluruhan spesies tidak terdapat perbedaan terlalu besar. Perbedaan baru bisa terlihat pada bagian organ daun.

Memang pada karakter lainnya, terdapat kemiripan antar spesies, tetapi ada tiga karakter yang dapat diamati ciri khasnya sebagai pembeda dari masing-masing spesies tersebut. Tiga karakter tersebut antara lain, tepi daun, pola venasi dan pewarnaan pada ibu tangkai daun. Ada beberapa spesies yang mempunyai tepi daun bergelombang, sementara spesies lainnya bertepi daun rata. Pola venasi yang dimiliki beberapa spesies ada yang jarakya lebih berjauhan daripada spesies lain. Pewarnaan ibu tangkai daun yang dimaksud adalah, adanya warna merah kecoklatan yang timbul pada sepanjang garis ibu tangkai daun. Beberapa spesies mempunyai karakteristik demikian pada daun yang telah dewasa.

Ciri khas dari tanaman family Zingiberaceae terutama genus Curcuma, adalah rimpang. Masyarakat umumnya menyebutnya sebagai ‘buah’ dari tanaman temu-temuan, karena memang pada praktiknya bagian tumbuhan ini yang banyak dimanfaatkan. Padahal sesungguhnya ‘buah’ tersebut adalah rimpang, yaitu penjelmaan batang beserta daunnya yang berada di dalam tanah, tumbuh bercabang dan mendatar. Rimpang ini selain sebagai cadangan makanan, juga bisa digunakan sebagai organ reproduksi vegetatif. Jika diamati, beberapa rimpang mempunyai

khas rimpang yang dapat digunakan sebagai karakter pembeda, antara lain: pola internodus, warna daging dan inner core rimpang, aroma dan rasa rimpang. Umumnya memang ke empat karakter di atas sudah sering digunakan untuk membedakan rimpang Curcuma, tetapi dengan bantuan pola internodus, rimpang Curcuma dapat dibedakan tanpa harus mengupas rimpangnya terlebih dahulu.

Selama ini, di Indonesia keunikan dan keindahan bunga Curcuma kurang diekspos karena memang kemungkinan tanaman jenis long day plant ini berbunga di negara tropis cukup sulit. Tetapi jika dari berbagai literatur yang ada, salah satunya Backer dan Van Den Brink (1965), dapat diamati bahwa ternyata bunga Curcuma memiliki karakter warna yang unik dan beragam. Bagian ujung dan coma bractea dari bunga Curcuma dalam penelitian memilki beragam warna, putih, ungu, rose, dan crimson. Begitupun warna korola dan staminodia, rata-rata warnanya adalah kuning, namun ada beberapa spesies yang mempunyai karakteristik korola/labellumnya berwarna ungu. Data lengkap mengenai karakter dan karakteristik dari spesies dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 1.

4.1.2.1 Deskripsi Analitik A. Curcuma xanthorrhiza

Herba berimpang, tinggi 99-124 cm. Habitus pseudostem padat dan tidak memiliki pewarnaan anthocyanin. Batang berwarna hijau muda, panjang 33-51 cm;

diameter 1,6-1,9 cm. Setiap batang memiliki ± 5-6 helai daun, dengan sudut letak daun

10-15⁰. Daun jorong dengan ujung dan pangkal meruncing dan bertepi rata. Panjang daun 33-42 cm; lebar daun 14-15 cm. Permukaan berlilin tanpa rambut daun, daging daun seperti kertas; warna permukaan atas dan bawah, hijau. Venasi menyirip dan pola venasi berjauhan. Ibu tangkai daun berwarna ungu muda kecoklatan, sehingga memiliki pewarnaan khas. Panjang tangkai daun 6-15 cm. Habitus rimpang padat dengan bentuk rimpang berkelok. Panjang rimpang primer 7-8 cm dan diameter 1-2 cm. Jumlah induk rimpang 2-4 tanpa rimpang tersier. Daging rimpang berwarna kuning; inner core berwarna lemon yellow. Pola internodus >1 cm. Permukaannya kasar dan berwarna merah kecoklatan. Aroma segar seperti buah mangga dengan rasa asam –manis. Bunga tandan dengan kaliks berwarna. Panjang kuncup 11-14 cm. Warna ujung bractea crimson; coma bractea berwarna rose. Warna korola dan labellum kuning, dan pistilum berwarna gold 2. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa temulawak mengandung flavonoid, steroid, terpenoid, minyak atsiri dan alkaloid.

Gambaran morfologi temulawak selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Morfologi temulawak. Keterangan : A= Irisan rimpang dan rimpang utuh, B= Bentuk rimpang, C= Batang/Pseudostem, D= Permukaan daun bagian bawah, E=

Permukaan daun bagian atas, F= Bunga (Sumber: Dokumentasi Pribadi dan Versteegh, 1933).

B. Curcuma domestica

Herba berimpang dengan tinggi 74-82 cm. Habitus pseudostem terbuka tanpa pewarnaan anthocyanin. Batang berwarna hijau, dengan panjang 25-26 cm; diameter 0,8-0,9 cm. Setiap batang memiliki 6-7 helai daun dengan sudut letak daun 5-10⁰.

Daun berbentuk memanjang dengan ujung dan pangkal meruncing. Tepi bergelombang.

Panjang 21-25 cm; lebar 7-9 cm. Permukaan berlilin tanpa rambut daun, berdaging

seperti kertas. Warna permukaan atas hijau; warna permukaan bawah hijau muda.

Venasi menyirip dengan pola venasi dekat. Ibu tangkai daun berwarna hijau, sehingga tidak memiliki warna khas. Panjang tangkai daun 10-13 cm. Rimpang padat berbentuk lurus dengan panjang 4-6 cm; ketebalan 1,17-1,42 cm. Jumlah induk rimpang 3-5.

Daging rimpang dan inner core berwarna orange. Pola internodus <1 cm. Permukaan rimpang tidak terlalu kasar ataupun halus (sedang), berwarna kuning kemerahan.

Aroma tumeric dengan rasa tumeric yang khas. Bunga tandan dengan kaliks berwarna.

Panjang kuncup bunga 10-14 cm, warna ujung bractea putih; warna coma bractea hijau, warna corola dan labellum kuning, dan pistilum berwarna kuning. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa kunyit mengandung steroid, terpenoid, minyak atsiri alkaloid dan tanin. Gambaran morfologi kunyit selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Morfologi kunyit. Keterangan : A= pseudostem, B= bunga, C= tanaman kunyit, D= irisan rimpang dan rimpang utuh, E= bunga, F= Permukaan daun bagian atas, G= Permukaan daun bagian bawah (Sumber: Dokumentasi Pribadi).

C. Curcuma heyneana

Herba berimpang, tinggi 93-98 cm. Habitus pseudostem padat, tanpa ada pewarnaan anthocyanin. Batang berwarna hijau, panjang 35-36 cm; diameter 1,4-1,7 cm. Setiap batang memiliki 3-5 helai daun, dengan sudut letak daun 6-20⁰. Daun berbentuk lanset, dengan ujung dan pangkal meruncing. Tepi bergelombang, panjang daun 43-52 cm; lebar daun 14-15 cm. Permukan berlilin tanpa rambut daun dan berdaging daun seperti kertas, warna permukaan atas hijau tua, warna permukaan

bawah hijau. Venasi menyirip dengan pola venasi dekat. Ibu tangkai daun berwarna hijau, sehingga tidak memiliki pewarnaan khas. Panjang tangkai daun 1-15 cm. Habitus rimpang jarang dengan bentuk rimpang lurus. Panjang 5-6 cm; diameter 0,9-2 cm.

Jumlah induk rimpang 1 tanpa rimpang tersier. Daging rimpang berwarna lemon yellow; inner core berwarna kuning. Pola internodus <1 cm. Permukaan halus dan berwarna merah kecoklatan. Aroma gabungan antara tumeric, kamper dan aroma yang cenderung manis, tetapi memiliki rasa yang pahit. Bunga tandan dengan kaliks berwarna, panjang kuncup bunga 10-12 cm, ujung bractea berwarna ungu; coma bractea berwarna putih. Korola dan labellum berwarna kuning. Pistilum berwarna kuning. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa temu giring mengandung terpenoid, steroid, minyak atsiri dan alkaloid. Gambaran morfologi temu giring selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Morfologi temu giring. Keterangan: A= Irisan rimpang dan rimpang utuh, B= tanaman temu giring, C= bentuk rimpang, D= Permukaan daun bagian atas, E=

bunga (Sumber: Dokumentasi Pribadi dan Anonim, 2014).

D. Curcuma aeruginosa

Herba berimpang dengan tiggi 102-137 cm, dengan habitus pseudostem yang padat dan terdapat pewarnaan anthocyanin. Batang berwana hijau dengan panjang 42-50 cm; diameter ±1,6 cm. Setiap batang memiliki kepadatan daun 3-5 helai dengan

sudut letak daun 4-10⁰. Daun lanset dengan ujung dan pangkal meruncing. Bertepi rata, panjang daun 43-47 cm; lebar daun 12-14 cm. Permukaan berlilin dan tidak memilki rambut daun, permukaan atas berwarna hiijau tua; permukaan bawah berwarna hijau tua, memiliki daging daun seperti kertas. Venasi menyirip dengan pola venasi berjauhan. Ibu tangkai daun berwarna ungu muda kecoklatan, sehingga ibu tangkai daun memiliki pewarnaan khas. Panjang tangkai daun 12-16 cm. Habitus rimpang jarang dengan bentuk rimpang berkelok. Panjang rimpang (primer) 6-7 cm; ketebalan 1,5-1,7 cm. Jumlah induk rimpang 2, tidak memiliki rimpang tersier. Daging rimpang dan inner core berwarna biru keabu-abuan. Pola internodus >1 cm. Permukaan kasar berwarna merah kecoklatan. Tidak memiliki aroma khas dan rasa rimpang pahit. Bunga tandan dengan kaliks berwarna putih. Panjang kuncup bunga 11-13 cm. Ujung bractea berwarna ungu; coma bractea berwarna hijau. Korola, labellum, dan pistilum berwarna kuning. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa temu ireng mengandung steroid, terpenoid, minyak atsiri, alkaloid, dan tanin. Gambaran morfologi temu ireng selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Morfologi temu ireng. Keterangan: A= Batang/Pseudostem, B=

Permukaan daun bagian bawah, C= Irisan rimpang dan rimpang utuh, D= Permukaan daun bagian atas, E= bunga (Sumber: Dokumentasi Pribadi).

E. Curcuma mangga

Herba berimpang dengan tinggi antara 111 – 118 cm, habitus pseudostem padat dan tidak memiliki pewarnaan anthocyanin. Batangnya memiliki panjang sekitar 37 – 47 cm dengan diameter 1,5 – 1,6 cm; warna hijau tua. Daun 6-7 helai setiap pseudostem, dengan sudut letak daun 10-13⁰. Daun memanjang, ujung dan pangkal meruncing, bertepi rata. Panjang 41-44 cm; lebar 13-15 cm. Permukaan berlilin dan tidak berambut daun, daging daun seperti kertas, venasi menyirip dengan pola venasi berjauhan. Warna permukaan atas dan permukaan bawah adalah hijau tua. Tangkai daun panjang 7-8 cm,

ibu tangkai daun berwarna hijau, sehingga ibu tangkai daun tidak memiliki warna khas.

Habitus rimpang jarang, rimpang berbentuk lurus dengan panjang 4.5-7 cm dan ketebalan ± 1 cm. Induk rimpang hanya 1, tidak memiliki rimpang tersier. Inner core berwarna lemon yellow, dan daging rimpang berwarna kuning muda keabu-abuan. Pola internodus < 1 cm. Memiliki aroma dan rasa seperti buah mangga. Permukaan rimpang halus dan berwarna merah kecoklatan. Bunga berbentuk tandan dengan kaliks berwarna. Panjang kuncul bunga 12-14 cm. Bractea dengan ujung berwarna rose dan coma bractea berwarna ungu. Memiliki korola dan labellum berwarna ungu dan pistilum berwarna putih. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa temu mangga mengandung terpenoid, steroid, minyak atsiri dan alkaloid. Gambaran morfologi temu mangga selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Morfologi temu mangga. Keterangan: A= Permukaan daun bagian atas, B= Batang/Pseudostem, C= Bentuk rimpang, D= Irisan rimpang dan rimpang utuh, E=

induk rimpang, F= bunga (Sumber: Dokumentasi Pribadi dan Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi, 2016).

F. Zingiber americana

Herba berimpang dengan tinggi 68-73 cm, habitus pseudostem padat dan memiliki pewarnaan anthocyanin. Batang berwarna hijau, panjang 50-60 cm, diameter 0,6-0,7 cm. Setiap batang memiliki 9-19 helai daun dengan sudut 50-65⁰. Daun berbentuk lanset dengan ujung dan pangkal runcing. Bertepi rata, panjang 11-13 cm;

lebar 3-4 cm. Permukaan berlilin dan tidak berambut daun, berdaging daun seperti

kertas. Venasi sejajar dan pola venasi dekat. Ibu tangkai daun berwarna hijau sehingga tidak memiliki warna khas di ibu tangkai daun. Permukaan atas berwarna hijau;

permukaan bawah berwarna hijau tua. Panjang tangkai daun 0.3-1.7 cm. Habitus rimpang padat dengan bentuk rimpang yang lurus. Panjang rimpang (primer) 6-6,5 cm;

ketebalan 1,14-1,78 cm. Tidak memiliki induk rimpang dan rimpang tersier. Daging rimpang berwarna kuning keabu-abuan; inner core berwarna coklat krem. Pola internodus <1 cm. Permukaan rimpang halus dan berwarna merah kecoklatan.

Memiliki aroma kamper dengan rasa pahit. Bunga tandan dan kaliks berwarna. Panjang kuncup bunga 5,7-9,2 cm. Ujung bractea berwarna crimson; coma bractea berwarna crimson. Korola, labellum dan pistilum berwarna kuning. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa lempuyang emprit mengandung steroid, terpenoid, minyak atsiri dan alkaloid. Gambaran morfologi lempuyang emprit selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Morfologi lempuyang emprit. Keterangan: A= rimpang utuh, B=

Batang/Pseudostem, C, D, dan E= bunga, F= tanaman lempuyang emprit, G= Irisan rimpang (Sumber: Dokumentasi Pribadi).

4.1.2.2 Deskripsi Diagnostik Differensial

A. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dengan Kunyit (Curcuma domestica) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) berbeda dengan Kunyit (Curcuma domestica). Temulawak memiliki habitus pseudostem padat, sedangkan kunyit memiliki habitus pseudostem terbuka. Intensitas warna hijau pada batangnya pun juga

C

D E

10 mm

kunyit, warnanya adalah green. Temulawak dan kunyit memiliki bangun daun yang berbeda. Temulawak memiliki bangun daun jorong, dan kunyit bangun daunnya memanjang. Tepi daun rata dimiliki oleh temulawak dan tepian daun bergelombang dimiliki oleh kunyit. Pola venasi temulawak lebih berjauhan daripada kunyit yang memiliki pola venasi berdekatan. Warna permukaan daun bagian bawah pada temulawak, berwarna green, sedangkan kunyit berwarna light green. Pada ibu tangkai daun temulawak terdapat pewarnaan yang khas, sedangkan pada kunyit tidak terdapat pewarnaan khas. Bentuk rimpang temulawak berkelok, tetapi bentuk rimpang kunyit lurus. Warna inner core rimpang temulawak berwarna lemon yellow, sedangkan inner core kunyit berwana orange. Pola internodus pada temulawak lebih besar daripada pola internodus pada kunyit. Aroma rimpang pada temulawak dan kunyit juga berbeda, temulawak beraroma mirip seperti mangga, sedangkan kunyit beraroma khas turmeric.

Rasa rimpang temulawak dan kunyit pun berbeda. Pada temulawak, rasa rimpangnya manis cenderung asam, sedangkan pada kunyit rasa rimpangya khas turmeric.

Permukaan rimpang temulawak lebih kasar jika dibandingkan permukaan rimpang kunyit yang sedang tingkat kekasarannya dan kehalusannya. Jika pada temulawak warna permukaan rimpang adalah merah kecoklatan, lain halnya pada kunyit yang berwarna merah kekuningan. Ujung bractea pada temulawak berwarna crimson, berbeda dengan kunyit yang berwarna putih. Melalui uji skrining fitokimia, di dalam rimpang temulawak terdapat senyawa flavonoid dan tidak ada senyawa tannin, tetapi kunyit tidak mengandung senyawa flavonoid, namun memiliki senyawa tannin.

B. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dengan temu giring (Curcuma heyneana)

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) berbeda dengan temu giring (Curcuma heyneana). Temulawak memiliki intensitas warna hijau pada batang, yaitu light green.

Sedangkan pada temu giring intensitasnya adalah green. Bangun daun temulawak adalah jorong, berbeda dengan temu giring yang bangun daunnya adalah lanset. Tepi daun temulawak rata, tetapi tepi daun temu giring bergelombang. Pola venasi temulawak lebih berjauhan dibandingkan pola venasi temu giring. Warna permukaan daun bagian atas pada temulawak adalah hijau, sedangkan pada temu giring warnanya adalah hijau tua. Jika ibu tangkai daun temulawak memiliki pewarnaan yang khas, pada temu giring tidak ditemukan adanya pewarnaan khas di ibu tangkai daunnya. Bentuk rimpang temulawak cenderung berkelok, sementara bentuk rimpang temu giring adalah lurus. Jumlah induk rimpang temulawak lebih banyak dibandingkan temu giring. Pola internodus temulawak lebih besar daripada temu giring. Aroma rimpang temulawak seperti mangga, berbeda dengan aroma rimpang temu giring yang seperti kamper. Rasa rimpang temulawak manis, berbeda dengan rasa rimpan temu giring yang pahit.

Permukaan rimpang temulawak lebih kasar jika dibandingkan permukaan rimpang temu giring yang halus. Warna ujung bractea temulawak adalah crimson, sedangkan pada temu giring berwarna ungu. Pada temulawak, coma bractea memiliki warna rose, lain halnya pada temu giring yang coma bracteanya berwarna putih.

C. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dengan temu ireng (Curcuma aeruginosa)

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) berbeda dengan temu ireng (Curcuma aeruginosa). Pada temulawak intensitas warna hijau pada batang adalah light green, sedangkan pada temu ireng adalah green. Temulawak tidak mempunyai pewarnaan anthocyanin pada batang, sedangkan pada batang temu ireng terdapat pewarnaan anthocyanin. Bangun daun temulawak berbeda dengan temu ireng. Pada temulawak, bangun daunnya berbentuk jorong, sedangkanya pada temu ireng bangun daunnya lanset. Warna permukaan daun bagian atas dan bawah pada temulawak adalah hijau, pada temu ireng warnanya lebih gelap, yaitu hijau tua. Habitus rimpang temulawak adalah padat, berbeda dengan habitus rimpang temu ireng yang jarang/longgar.

Temulawak memiliki rimpang yang lebih tebal daripada temu ireng. Inner core temulawak berwarna lemon yellow, sementara inner core temu ireng berwarna biru ke abu-abuan. Warna daging rimpang temulawak adalah kuning, berbeda dengan temu ireng yang berwarna biru ke abu-abuan. Aroma rimpang temulawak mirip seperti mangga, sementara temu ireng cenderung tidak memliki aroma. Rasa rimpang temulawak manis, tetapi rasa rimpang temu ireng pahit. Kaliks temulawak berwarna

Temulawak memiliki rimpang yang lebih tebal daripada temu ireng. Inner core temulawak berwarna lemon yellow, sementara inner core temu ireng berwarna biru ke abu-abuan. Warna daging rimpang temulawak adalah kuning, berbeda dengan temu ireng yang berwarna biru ke abu-abuan. Aroma rimpang temulawak mirip seperti mangga, sementara temu ireng cenderung tidak memliki aroma. Rasa rimpang temulawak manis, tetapi rasa rimpang temu ireng pahit. Kaliks temulawak berwarna

Dalam dokumen PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI (Halaman 71-0)

Dokumen terkait