• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas mahluk hidup, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati langsung oleh pihak lain. Perilaku juga didefinisikan sebagai respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar, karena perilaku terjadi melalui adanya stimulus terhadap organisme dan selanjutnya organisme tersebut merespon (Skinner, 1991).

Anjuran buang sampah

pada tempatnya Nilai Kepercayaan Norma Pengetahuan Ketrampilan Membuang sampah pada tempatnya STIMULUS RESPON ORGANISME

Prosedur pembentukan perilaku menurut Skinner (1991) adalah:

a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat disebut

reinforcer berupa hadiah atau rewards bagi perilaku baru yang terbentuk.

b. Melakukan analisa untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang

membentuk perilaku yang dikehendaki kemudian disusun dalam urutan yang tepat sehingga terbentuk perilaku yang dituju.

c. Secara urut komponen-komponen tersebut dijadikan tujuan sementara untuk diidentifikasi faktor penguat untuk masing-masing komponen.

d. Melakukan pembentukan dengan menggunakan urutan komponen yang telah

tersusun. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan dengan tujuan supaya komponen atau perilaku tersebut lebih sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen perilaku kedua, distimulus lagi dengan pemberian hadiah, demikian berulang-ulang. Dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat dan seterusnya.

2.2. Domain Perilaku

Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom membagi perilaku kedalam 3 domain yaitu: 1) Kognitif, 2) Afektif, 3) Psikomotor. Perkembangan selanjutnya domain tersebut dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan menjadi: 1) Pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap materi yang diberikan, 2) Sikap atau tanggapan peserta didik, 3) Praktek atau tindakan peserta didik (Bloom, 1994).

2.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif adalah domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang karena dari beberapa penelitian disebutkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia.

Menurut Notoadmodjo (2003) unsur-unsur pengetahuan pada diri manusia meliputi: a. Pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukan, b. Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat kebenaran dari apa yang dilakukan, c. Sarana yang diperlukan untuk melakukan, d. Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakan.

Rogers (2003) menyatakan bahwa sebelum orang mengadopi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan meliputi:

a. Kesadaran yaitu kesadaran akan adanya stimulus. b. Ketertarikan yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluasi yaitu adanya pertimbangan terhadap baik tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya.

d. Uji coba yaitu mulai melakukan sesuatu sesuai yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adopsi yaitu berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: a. Tahu

Merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu adalah apa yang telah dipelajari disebutkan, diuraikan, didefinisikan, dinyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami

Suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham obyek atau materi, dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, obyek yang dipelajari.

c. Aplikasi

Kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya, misalnya penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan sebagainya.

d. Analisis

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau subyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja yaitu menggambarkan, membedakan, memisahkan, atau mengelompokkan. e. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk keseluruhan yang baru dari formulasi yang ada. f. Evaluasi

Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek misalnya dengan membandingkan antara anak yang diare dengan yang tidak, menafsirkan sebab-sebab diare dan sebagainya.

2.2.2. Sikap

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu (Chave, 1928). Sementara Lapierre (1934) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial. Atau secara sederhana sikap didefinisikan sebagai respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

Sikap seseorang terhadap suatu obyek selalu berperan sebagai perantara antara responnya dan obyek yang bersangkutan. Respon diklasifikasikan tiga macam yaitu:

a. Respon Koginitif

Yaitu respon perseptual dan pernyataan mengenai apa yang diyakini. b. Respon Afektif

Adalah respon syaraf simpatetik dan pernyatan afeksi.

c. Respon Konatif

Yaitu respon berupa tindakan dan pernyataan mengenai perilaku.

Masing-masing klasifikasi respon berhubungan dengan ketiga komponen sikapnya. Bahkan dengan melihat salah satu saja diantara ketiga bentuk respon tersebut, sikap seseorang sudah dapat diketahui (Rosenberg dan Hovland dalam Fishbein dan Ajzen, 1975).

2.2.3. Praktek atau Tindakan

Suatu sikap belum tentu terwujud dalam tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata maka diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan hal itu terjadi. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan yaitu: a. Persepsi

Mengenal dan memilih berbagi obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktek tingkat pertama.

b. Respon Terpimpin

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar berdasarkan contoh merupakan indikator praktek tingkat kedua.

c. Mekanisme

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis sudah merupakan kebiasaan maka sudah mencapai praktek tingkat ketiga.

d. Adaptasi

Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Praktek atau tindakan yang sudah dilakukan dengan baik dalam kenyataannya bisa mengalami kemunduran atau bahkan terhenti dikarenakan kurangnya manfaat dari apa yang sudah dilakukan (benefit) ataupun karena keterbatasan akses.

Sedangkan praktek atau tindakan yang sudah berkembang baik dan menjadi suatu kebiasaan kemudian disebut dengan perilaku.

2.3. Perubahan Perilaku

Konsep perubahan perilaku merupakan suatu proses belajar yang memerlukan informasi, pemahaman dan pengalaman. Proses perubahan perilaku bukanlah proses yang terjadi sesaat, tidak berdiri sendiri, serta membutuhkan waktu dan tempat.

Ada tiga hal yang membuat orang mempertahankan perilaku baru yaitu: komitmen pribadi untuk melakukan serta mempertahankan perilaku baru, ketrampilan yang diperoleh untuk mempraktekkan perilaku baru, serta penciptaan lingkungan yang mendukung ke arah dukungan terhadap perilaku baru.

Rogers (1983) membagi tahapan model individu dalam proses melakukan sesuatu, sebagai berikut:

1. Pengetahuan

Yaitu tahap menerima informasi dan pengetahuan yang berkaitan dengan perilaku baru.

2. Persuasi

Yaitu tahap mengenal lebih jauh tentang obyek atau perilaku baru. Tahapan ini digunakan petugas kesehatan untuk membujuk atau meningkatkan motivasi.

3. Keputusan

Yaitu tahap mengambil keputusan terhadap perilaku baru yang ditawarkan.

4. Implementasi

Yaitu tahap di mana perilaku baru mulai dilakukan atau diimplementasikan.

5. Konfirmasi

Yaitu tahap penguatan di mana individu meminta dukungan dari lingkungan atas keputusan yang telah diambilnya.

Tahapan individu melakukan sesuatu secara garis besar menurut Rogers (1983), sebagai berikut:

Individu yang sudah melakukan perilaku baru yang ditawarkan, dalam perjalanannya bisa terus-menerus mengadopsi perilaku tersebut (tetap adopsi) tetapi bisa saja berhenti (diskontiu) melakukannya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi, mulai dari keterbatasan akses sampai kurangnya dukungan sosial dari lingkungannya.

2.4. Perilaku Higinitas

Higinitas berasal dari kata hygiene dari bahasa Yunani yang artinya bersih. Kebersihan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Perilaku higinitas dalam pencegah

Konfirmasi

Persuasi Keputusan Implementasi

Pengetahuan Adopsi Penolakan Tetap adopsi Dis- kontinu Adopsi Menolak terus

diare adalah perilaku kebersihan dan kesehatan meliputi: cuci tangan pakai sabun, pengelolaan sampah, sanitasi, pengolahan makanan serta minuman.

2.5. Perilaku Higinitas dalam Pencegahan Diare

2.5.1. Cuci Tangan Pakai Sabun

Tangan merupakan pembawa utama mikroorganisme yang berasal dari tinja. Peran tangan terhadap penyebaran kuman bisa mencapai 47%, sehingga bila peran tangan dapat dikendalikan, otomatis dapat mencegah terjadinya penyakit diare sampai 47%. Tujuan Cuci tangan pakai sabun adalah menghilangkan kotoran dan debu yang melekat di permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Perilaku cuci tangan pakai sabun dengan cara yang benar dan di waktu-waktu yang tepat sangatlah berperan dalam pengendalian kejadian diare pada balita.

2.5.2. Penanganan Makanan

Penanganan makanan meliputi pengolahan dan penyimpanan makanan yang bertujuan menjaga makanan agar tetap bersih, sehat dan nilai gizinya tetap dengan menghilangkan atau mengurangi kontaminasi baik dari debu atau kotoran, kuman, maupun lalat dan serangga yang hinggap pada makanan. Perilaku mencuci bahan-bahan makanan sebelum diolah atau dikomsumsi serta menutup dan menyimpan makanan, merupakan salah satu pencegah kejadian diare.

2.5.3. Sanitasi

Bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman menyebabkan permasalah terkait pembuangan kotoran manusia. Berdasarkan hasil penelitian, seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari 330 gram dan menghasilkan air seni 970 gram. Bila penduduk Indonesia saat ini berjumlah 200 juta jiwa maka setiap hari tinja yang dikeluarkan sekitar 194.000 ton. Selain itu perilaku buang air besar sembarangan atau tidak pada tempatnya seperti di sungai, ladang, kebun, ataupun dibungkus plastik biasa yang biasa disebut WC terbang menjadi potensi sumber penyakit ke manusia.

2.5.4. Pengolahan Sampah

Sampah bagi sebagian besar masyarakat kita adalah benda yang semestinya segera dienyahkan dari pandangan, tidak dipakai lagi serta tidak disenangi. Celakanya, sampah dibuang tidak pada tempat yang benar sehingga menimbulkan masalah baru yaitu potensi terjadinya penyakit. Pengaruh sampah sendiri terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung adalah karena kontak langsung, misalnya dengan jenis sampah beracun. Pengaruh tidak langsung dapat ditimbulkan akibat proses pembusukan ataupun pembakaran. Perilaku buang sampah sembarangan adalah refleksi perilaku masyarakat, khususnya perlakuan terhadap sampah yang masih tidak baik.

2.5.5. Penanganan Air Minum

Kebutuhan manusia akan air sangatlah kompleks antara lain untuk masak, mandi, mencuci, minum, dan lain-lain. Menurut perhitungan WHO di negara-negara

maju tiap orang memerlukan air sekitar 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara berkembang termasuk Indonesia tiap orang memerlukan 30-60 liter per hari.

Salah satu yang sangat penting adalah kebutuhan untuk air minum yang diperlukan adanya persyaratan khusus agar tidak menimbulkan penyakit bagi manusia. Syarat-syarat air minum yang sehat yaitu:

a) Secara Fisik

Persyaratan fisik adalah bening (tak berwarna), tidak berasa dan biasanya suhu air berada di bawah suhu udara di luarnya.

b) Secara Bakteriologis

Air minum yang sehat adalah air yag bebas dari segala bakteri terutama bakteri patogen.

c) Secara Kimia

Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air minum akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia. Bahan kimia yang terdapat dalam air antara lain:

Tabel 2.1. Bahan Kimia yang Terdapat dalam Air Minum

Jenis Bahan Kadar yang Dibenarkan (mg/liter)

Fluor (F) 1 – 1,5 Chlor (Cl) 250 Arsen (As) 0,05 Tembaga (Cu) 1,0 Besi (Fe) 0,3 Zat Organik 10 Ph (Keasaman) 6,5 – 9,0

Air minum yang berasal dari mata air, sumur, dan PDAM adalah sumber air yang dapat diterima sebagai air yang sehat dan memenuhi ketiga persyaratan tersebut diatas, asalkan tidak tercemar oleh kotoran baik yang berasal dari manusia maupun hewan.

Ada berbagai macam cara pengolahan air minum secara sederhana, yaitu: merebus air sampai mendidih, pemanasan matahari (sodis), menggunakan filter keramik (cheramics filter) dan pemberian klorin (chlorinase). Perilaku terkait pengolahan air minum serta penyimpanannya menjadi salah satu perilaku kunci pencegah penyebaran Eicherencia coli ke dalam tubuh manusia.

2.6. Faktor Lingkungan dalam Pencegahan Diare

Diare juga tidak bisa terlepas dari faktor lingkungan yang memungkinkan berkembang-biaknya bakteria Eicherencia coli hingga sampai ke manusia. Faktor lingkungan ini meliputi persoalan sanitasi yang tidak tertata dengan baik, rendahnya aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas jamban, terutama di daerah kumuh bantaran sungai serta minimnya ketersediaan air bersih. Kondisi ini membuat masyarakat sangat rentan terkena diare terutama anak-anak dan balita. Secara garis besar pencegah penyebaran kuman diare seperti dalam Gambar 3.3, di bawah ini:

Gambar 3.3. Transmisi Kuman dari Kotoran Manusia Berpindah Kembali Ke dalam Tubuh Manusia

Ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat misalnya air bersih, tempat sampah, MCK termasuk juga fasilitas pelayanan

kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit juga menjadi faktor pendukung praktek atau tindakan perilaku higinitas di dalam masyarakat.

Hasil monitoring sepuluh menit atau disebut minibaseline yang dilakukan Environmental Service Program (ESP) di Kota Medan sejak Februari 2007 sampai November 2008 di Kelurahan Aur, Sei Mati dan Kampung Baru dengan melibatkan

P

Peenncceeggaahh ppeennyyeebbaarraann

Source: EHP, 1999. Preventing Child Diarrhea Disease: Options for Action M Meennccuuccii ddaann mmeennuuttuupp P Peennyyeeddiiaaaann aaiirr bbeerrssiihh C Cuuccii ttaannggaann P Peennggoollahahaann ddaann p peennyyiimmppaannaann W WCC ttrraaddiissiioonnaall W WCC lleehheerr aannggssaa

kader posyandu, untuk memantau terjadinya perubahan perilaku higinitas serta kejadian diare di tingkat rumah tangga menunjukkan adanya penurunan angka diare seperti pada Grafik 2.1 di bawah ini.

Grafik 2.1. Angka Kejadian Diare di Lokasi Monitoring Sepuluh Menit (Februari 2007 – November 2008)

Secara umum dari hasil monitoring menunjukkan adanya penurunan angka diare akibat dampak intervensi kegiatan ESP terhadap perubahan perilaku higinitas ibu balita. Tetapi data ESP kurang menjelakan karakteristik psikososial ibu balita terkait nilai-nilai, norma serta kepercayaan tentang penting atau tidak pentingnya perilaku higinitas, sehingga menimbulkan sikap tertentu terhadap penting atau tidaknya perilaku tersebut, yang memotivasi mereka mampu atau tidak mampu melakukannya. Feb 08 4,6 7 4 3 Nov 08 3,3 4 1 5 24 28 3 40 14 17 10 15 4,6 7 4 3 3,3 4 1 5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Kota Mdn Aur Kp. Baru Sei Mati

Feb 07 Nov 07 Feb 08 Nov 08

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, diperlukan penggalian lebih jauh melalui penelitian kualitatif yang mampu mengeksplorasi perilaku higinitas ibu balita dalam penanggulangan resiko diare pada keluarga di bantaran Sungai Deli Kota Medan.

2.7. Kerangka Pikir

Kerangka pikir penelitian yang disusun adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4. Kerangka Pikir Perilaku Higinitas Ibu Balita dalam Penanggulangan Resiko Diare pada Keluarga di Bantaran Sungai Deli Kota Medan

Pengetahuan Sikap

Nilai Norma Kepercayaan

Perilaku Higinitas Ibu Balita dalam Penanggulangan Resiko Diare pada keluarga

BAB III

Dokumen terkait