PERILAKU HIGINITAS IBU BALITA DALAM PENANGGULANGAN
RESIKO DIARE PADA KELUARGA DI BANTARAN SUNGAI DELI
PERILAKU HIGINITAS IBU BALITA DALAM PENANGGULANGAN
RESIKO DIARE PADA KELUARGA DI BANTARAN SUNGAI DELI
KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
BERTHA ULINA NABABAN
077033004/IKM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERILAKU HIGINITAS IBU BALITA DALAM
PENANGGULANGAN RESIKO DIARE PADA
KELUARGA DI BANTARAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Bertha Ulina Nababan
Nomor Pokok : 077033004
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ritha Dalimunthe, MSi) (Dra. Syarifah, MS)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Telah diuji pada
Tanggal 2 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ritha Dalimunthe, MSi
Anggota : 1. Dra. Syarifah, MS
2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM
PERNYATAAN
PERILAKU HIGINITAS IBU BALITA DALAM PENANGGULANGAN
RESIKO DIARE PADA KELUARGA DI BANTARAN SUNGAI DELI
KOTA MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2009
ABSTRAK
Hidup di negeri yang berlimpah kekayaan alam serta keanekaragaman flora dan fauna serta diberkahi banyak mata air, tidak serta merta membuat Indonesia terbebas dari masalah lingkungan. Berada dalam kondisi yang nyaman seperti itu, membuat masyarakat kurang peduli terhadap masalah lingkungan terutama isu kebersihan dan kesehatan. Hal ini terlihat dari tingginya kasus penyakit terkait kebersihan dan kesehatan, salah satunya adalah Diare. Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan sebanyak tiga kali atau lebih dalam waktu 24 jam, memang dianggap sepele tetapi kasus ini menjadi penyumbang kematian anak terbesar kedua di dunia setelah ISPA. Sekitar 2,2 juta nyawa hilang tiap tahunnya akibat diare. Sementara UNICEF memperkirakan setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia karena diare.
Penelitian ini dilakukan untuk menggali dan menganalisa pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan norma terkait perilaku higinitas ibu balita dalam penanggulangan resiko diare pada keluarga di bantaran Sungai Deli Kota Medan meliputi konsep higinitas, cuci tangan pakai sabun, penanganan makanan dan pengolahan minuman, penanganan kotoran manusia serta sampah. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam kepada tujuh informan yang tinggal di Kelurahan Kampung Baru, Sei Mati dan Aur di Kota Medan.
Hasil penelitian menunjukkan informan mempunyai cukup pengetahuan terkait perilaku higinitas dalam pencegahan resiko Diare. Sumber informasi berasal dari kader posyandu, bidan, dokter, orang-orang yang ada di sekitar informan serta media. Semua informan mempunyai sikap positif terhadap manfaat adopsi perilaku higinitas penanggulangan Diare. Nilai-nilai yang dianut informan mengenai apa yang baik dan buruk serta dirasakan manfaatnya memperkuat informan mengadopsi perilaku higinitas tersebut. Norma-norma yang lemah di lingkungan informan dalam hal buang sampah dan buang air besar ke sungai membuat informan menganggap biasa perilaku tersebut. Kepercayaan informan bersumber pada ilmu pengetahuan yang memiliki alasan pembenaran dan masuk akal daripada mitos-mitos. Pada diare tahap awal ibu balita memberikan pertolongan pertama dengan membeli obat di warung terdekat atau pengobatan tradisional seperti daun jambu atau teh basi. Pada tahap lanjut ibu membawa balitanya ke dokter, bidan atau puskesmas terdekat.
ABSTRACT
Living in a country with abundant of natural resources including flora and fauna biodiversity, does not necessarily mean communities in Indonesia are free of challenges related to environment. The roots of the problem could be various, but one of among them are ignorance of communities on environmental issues, especially
sanitation and health. The terminology “Diarrhea” refers to frequent defecation
(three times or more) within 24 hours. Often this disease underestimated, although it is the second killer for children after upper respiratory tract diseases. WHO reported at least 2.2 millions death annually due to Diarrhea meanwhile UNICEF reported one death every 30 second globally due to diarrhea.
This research was conducted to explore and analyze knowledge, attitude, belief, values and norms related to hygiene and diarrhea mitigation, among mothers with children under five. It was conducted along Deli River bank and focused on hygiene behavior of mothers with children under five to prevent Diarrhea Risk in family. The behavior consist of hygiene concept, hand washing with soap, proper preparation of food and water, sewage and solid waste. The methodology used qualitative research with in depth interview to seven informants from Kampung Baru, Sei Mati and Aur Villages, Medan City.
The result of research revealed that generally informants have sufficient knowledge on hygiene practices on diarrhea prevention. Sources of information are primary health care (Posyandu) cadres, midwives, medical doctors, neighbors, family members as well as media (electronic and print). All informants showed positive behavior on the benefit of hygiene behavior adoption toward diarrhea mitigation efforts. Lack of norms and law enforcement regarding dumping waste to the river, and defecation on the edge of the river lead to high tolerant among informants toward both negative attitude stated above. Informant tends to follow the messages on diarrhea prevention after understanding knowledge behind it rather than myths or misconception. Mothers with children under five tend to buy medicine in the small shops in their surroundings, traditional medicine or herbal (guava leaves and stale tea) when their children get diarrhea at initial stage of the disease. If the diarrhea continues, they will consult with doctors, nurse or midwives in Public Health Center (Puskesmas). This attitude helps the mitigation efforts of diarrhea at family level.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur hanya bagi-Mu Tuhan yang penuh limpahan kasih-karunia
serta mujizat sehingga memampukan penulis menyelesaikan tesis ini. Tesis berjudul
“Περιλακυ Ηιγινιτασ Ιβυ Βαλιτα δαλαm Πενανγγυλανγαν Ρεσικο Dιαρε παδα Κελυαργα
di Bantaran Sungai Deli Kota Medan” αδαλαη ωυϕυd persembahan penulis atas proses
belajar yang dijalani selama di Sekolah Pascasarjana USU.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas kehadiran
orang-orang yang ditempatkan Tuhan di dalam kehidupan penulis seperti:
1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU.
2. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, MSi dan Dra. Syarifah, MS yang telah
membimbing penulis dengan penuh kasih dan kesabaran, layaknya seorang ibu
kepada anaknya.
3. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM dan dr. Haslinda Lubis, MKKK yang telah
menguji penulis dengan masukan serta pemikiran yang kritis dan berguna bagi
penyempurnaan tesis sehingga menjadi lebih baik.
4. Dr. Russ Dilts sebagai Regional Advisor USAID ESP Sumut yang mengijinkan
penulis melanjutkan pendidikan S2, memberikan dukungan, nasihat serta teguran
yang berguna serta Patricia Poppe yang mengingatkan penulis untuk fokus pada
hal-hal penting.
5. M. Khairul Riza dan Dr. M. Hambal yang membantu dalam pemilihan lokasi
penelitian, pemetaan serta informasi terkait Sungai Deli.
6. dr. Ani dan staff Puskesmas Kampung Baru yang telah memberikan data-data
diare serta kader posyandu dalam pelaksanaan mini baseline selama ini.
7. Para Informan yang rela berbagi cerita dan pengalamannya kepada penulis serta
melakukan survei lapangan serta mendatangi rumah-rumah informan baik dalam
kondisi panas maupun hujan.
8. Seluruh teman-teman dan staf Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana USU
yang telah menolong, menjadi teman diskusi, mendukung dalam doa, tenaga dan
pemikiran, baik dari awal pengajuan proposal, kolokium, hasil penelitian sampai
penyelesaian tesis.
9. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah membantu
proses penyelesaian tesis ini serta memberikan dukungan kepada penulis.
Pada kesempatan yang istimewa ini penulis juga mengucapkan syukur tak
terhingga atas keberadaan mami tercinta, kakakku Nona & Fatimah serta abangku
Ruy Nababan & Capt. Shadrach M. Nababan yang terus-menerus menyemangati,
mendukung dalam doa, memberikan perhatian serta nasehat yang berguna kepada
penulis.
Penulis berdoa semoga semua orang yang membaca tesis ini akan tertarik
kepada penelitian kualitatif, terinspirasi ide-ide baru, serta mendapatkan lebih banyak
pencerahan terkait promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Tuhan memberkati.
Medan, 2 Juli 2009
RIWAYAT HIDUP
Nama : Bertha Ulina Nababan
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/22 Januari 1974
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Menikah
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Villa Pamulang Mas Blok: E-5/15, Tangerang 10520
Email : bertha_ulina@yahoo.com
Riwayat Pendidikan : 1. SD Dewi Sartika Jakarta, Tahun 1980-1986.
2. SMPN 30 Jakarta, Tahun 1986-1989.
3. SMAN 13 Jakarta, Tahun 1989-1992.
4. Biologi Lingkungan UGM, Tahun 1992-1999.
Riwayat Pekerjaan : 1. World Vision International Indonesia (WVII) based
Jakarta, Tahun 2000-2003.
2. Focus on the Family (FOF) Harvest Ministry based
Jakarta, Tahun 2003-2004.
3. International Catholic Migration Commission
(ICMC) based Aceh, Tahun 2004-2005.
4. Environmental Service Program (USAID ESP) based
DAFTAR ISI
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 7
BAB III. METODE PENELITIAN………. 23
BAB IV. HASIL PENELITIAN……… 35
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Bahan Kimia yang Terdapat dalam Air Minum... 18
3.1. Definisi Operasional... 33
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Skema SOR (Stimulus Organisme Respon)... 7
2.2. Tahapan-tahapan Proses Difusi Inovasi... 15
2.3. Transmisi Kuman dari Kotoran Manusia Berpindah Kembali Ke dalam Tubuh Manusia... 20
2.4. Kerangka Pikir Perilaku Higinitas Ibu Balita dalam Penanggulangan Resiko Diare pada Keluarga di Bantaran Sungai Deli Kota Medan... 22
4.1. Seorang Ibu yang Sedang Menceboki Bayinya... 37
4.2. Gambar Timbunan Sampah di Sungai Kecil... 38
4.3. Warga yang Melakukan Aktivitas MCK di Sungai Deli... 39
4.4. Peta Lokasi Penelitian di 3 Kelurahan yang Berbeda... 40
4.5. Ibu Sri Rahayu Beserta Kedua Anaknya... 42
4.6. Bu Yunina Br Sitanggang dan Anak-Anaknya... 44
4.7. Ibu Nani Siswati Bersama Si Kembar Anaknya... 46
4.8. Bu Nurhalimah Bersama Kedua Orang Anaknya... 47
4.9. Ibu Yopa dan Bayinya... 49
4.10. Ibu Melda Bersama Bayinya yang Montok... 50
4.11. Ibu Nurhayati Bersama Dua Orang Anaknya... 52
5.1. Skema Stimulus Organisme Respon pada Ibu Balita... 53
5.3. Halaman Belakang Rumah yang Terawat Meskipun Tidak
Terlihat Orang Lain... 60
5.4. Tersedianya Air, Sabun, Gayung di Kamar Mandi untuk CTPS... 64
5.5. Orang Tua yang Mengajarkan Anaknya Cuci Tangan Pakai
Sabun... 65
5.6. WC Salah Seorang Informan... 66
5.7. Kotoran Anak yang Dibuang Ke Selokan Lalu Menuju
Ke Parit... 67
5.8. Tudung Saji atau Sangeh Sebagai Penutup Makanan... 70
5.9. Lemari Makan Salah Seorang Informan... 71
5.10. Membakar Sampah Menjadi Salah Satu Cara Penanganan
Sampah... 76
5.11. Sungai Menjadi Salah Satu Alternatif Pembuangan Sampah... 77
5.12. Suami Seorang Informan yang Mendukung Pentingnya CTPS
di Rumah... 80
5.13. Anak Informan yang Terbiasa Cuci Tangan Tanpa Disuruh Setelah Memegang Kotoran... 83
5.14. Kader Menunjukkan Sampah yang Tidak Ditangani Akibatnya
DAFTAR GRAFIK
Nomor Judul Halaman
1.1. Angka Kejadian Diare di Lokasi Monitoring Sepuluh Menit
(Februari 2007 – November 2008)... 4
2.1. Angka Kejadian Diare di Lokasi Monitoring Sepuluh Menit
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Jadwal Penelitian………. 111
2. Pedoman Wawancara Mendalam………. 112
3. Pernyataan Persetujuan... 118
4. Data Informan... 119
5. Peta Lokasi Penelitian di 3 Kelurahan Berbeda... 126
DAFTAR ISTILAH
1. Mengeksplorasi : Penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh
pengetahuan lebih banyak tentang keadaan sesuatu.
2. ESP : Environmental Service Program adalah sebuah
program jasa lingkungan yang didanai oleh USAID bertujuan mempromosikan kesehatan yang lebih baik lewat peningkatan manajemen sumber daya air dan akses air bersih serta pelayanan sanitasi.
3. Pencegahan : Proses, cara mencegah atau menangkal agar sesuatu
tidak terjadi.
4. Penanggulangan : Proses, cara menghadapi atau mengatasai sesuatu
yang sudah terjadi.
5. Eicherencia coli : Bakteri yang terdapat pada air yang tercemar sebagai
indikator pencemar air yang berasal dari kotoran manusia maupun hewan.
6. Balita : Bawah lima tahun.
7. Pedoman Wawancara : Kumpulan pertanyaan untuk wawancara.
8. Cuci tangan : Proses membuang kotoran dan debu secara mekanis
dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air.
9. Pengetahuan : Segala sesuatu yang diketahui oleh informan
mengenai perilaku higinitas terkait diare.
10. Sikap Perasaan seseorang tentang obyek, perilaku,
peristiwa dan orang lain. Perasaan ini menjadi konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif, negatif atau netral) seseorang pada sesuatu.
11. Nilai-nilai : Nilai yang dianut oleh masyarakat mengenai apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
12. Norma : Aturan atau ketentuan yang mengikat warga
kelompok dalam masyarakat yang dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah-laku.
13. Kepercayaan : Anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang
dipercayai itu benar atau nyata.
14. Focal Point : Seseorang yang dipandang mengetahui satu isu di
suatu wilayah.
15. Rapport : Membina hubungan.
16. Preview : Melihat ulang.
17. Tetirah : Pergi ke tempat lain dan tinggal sementara waktu
18. Heterogenitas : Keanekaragaman.
19. GIS : General Information System yaitu sistem informasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hidup di negeri yang berlimpah kekayaan alam serta keanekaragaman flora
dan fauna serta diberkahi banyak mata air, tidak serta merta membuat Indonesia
terbebas dari masalah lingkungan. Berada dalam kondisi yang nyaman seperti itu,
rupanya membuat masyarakat kurang punya kepedulian terhadap masalah
lingkungan, utamanya isu kebersihan dan kesehatan. Hal ini terlihat dari tingginya
kasus-kasus penyakit terkait kebersihan dan kesehatan, salah satunya adalah penyakit
diare.
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan sebanyak tiga kali atau lebih
dalam kurun waktu 24 jam. Sepele memang, tetapi kasus ini menjadi penyumbang
kematian anak terbesar kedua di dunia setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan
Atas). Sekitar 2,2 juta nyawa hilang tiap tahunnya akibat diare (WHO, 2005).
Sementara Data Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak atau
UNICEF memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia
karena diare. Tak heran bila diare dinyatakan sebagai penyebab nomor satu kematian
balita di seluruh dunia sebagai monster pencabut nyawa paling menakutkan pada
balita (UNICEF, 2005).
Indonesia lewat program Indonesia Sehat 2010 merencanakan untuk
lingkungan yang bebas polusi, air bersih yang tersedia, sanitasi yang memadai,
pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta
masyarakat yang saling tolong-menolong. Semua ini akan terwujud, bila masyarakat
mampu bersikap proaktif dalam memelihara serta meningkatkan kesehatan,
mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit dan
berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2001).
Data nasional yang dikeluarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
menyebutkan setiap tahunnya di Indonesia 100.000 balita meninggal dunia karena
diare. Itu artinya setiap hari ada 273 balita yang meninggal dunia dengan sia-sia,
sama dengan 11 jiwa meninggal setiap jamnya atau 1 jiwa meninggal setiap 5,5 menit
akibat diare (Depkes RI, 2007).
Sumatera Utara sendiri berada di lima propinsi besar kematian balita akibat
diare. Menurut Data Dinas Kesehatan Sumatera Utara tercatat 11 kabupaten/kota
pernah mengalami kejadian luar biasa (KLB) diare pada tahun 2005 dengan 926
kasus dan kematian 6 orang. Total keseluruhan kejadian adalah 168.072 orang dengan
kematian akibat diare 25 orang. Penderita terbanyak berada di Kota Medan dengan
jumlah 38.012 orang, kedua adalah Kabupaten Simalungun 22.438 orang, selanjutnya
Kabupaten Labuhan Batu 14.913 orang (Dinkespropsu, 2006).
Pemukiman kumuh terdapat di setiap kota di Indonesia yang sering disebut
slum area. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan masalah perkotaan
karena sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang seperti kejahatan dan
kaum pendatang yang berpendidikan rendah, berpenghasilan rendah, tidak memiliki
ketrampilan, serta tempat tinggal seadanya termasuk tinggal di bantaran sungai yang
tidak memenuhi syarat kesehatan. Perhatian utama masyarakat bantaran sungai
adalah bekerja keras mencari nafkah atau sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pemerintah Daerah Kota Medan dalam hal ini pihak kecamatan, kelurahan
bekerjasama dengan puskesmas, posyandu, tokoh masyarakat, serta tokoh agama
telah melakukan berbagai kegiatan dan penyuluhan pada masyarakat bantaran sungai
untuk aktif terlibat menjaga kebersihan lingkungan termasuk bantaran sungai.
Fenomena di lapangan menunjukkan hingga akhir tahun 2008 setiap kali
terjadi hujan deras maupun pasang dari hulu, masyarakat bantaran sungai mengalami
rutin banjir minimal 2 kali seminggu karena air sungai meluap. Fenomena lainnya
menunjukkan adanya penyakit-penyakit berbasis lingkungan seperti diare, kulit,
demam, flu, batuk, dan pilek di musim penghujan akibat buruknya kondisi
lingkungan.
Hasil monitoring sepuluh menit atau disebut minibaseline yang dilakukan
Environmental Service Program (ESP) di Kota Medan sejak Desember 2006 sampai
November 2008 di Kelurahan Aur, Sei Mati dan Kampung Baru dengan melibatkan
kader posyandu, untuk memantau terjadinya perubahan perilaku higinitas serta
kejadian diare di tingkat rumah tangga menunjukkan adanya penurunan angka diare
Grafik 1.1. Angka Kejadian Diare di Lokasi Monitoring Sepuluh Menit (Februari 2007 – November 2008)
Monitoring tentang perilaku higinitas ini dilakukan dengan singkat dan cepat
dalam bentuk wawancara langsung kepada ibu rumah tangga pemilik balita setiap
enam bulan. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada ibu balita seputar
lima perilaku higinitas yang terkait pencegahan diare yaitu: kebiasaan cuci tangan
pakai sabun, pengelolaan sampah, pengelolaan air minum dan penyimpanan
makanan, pembuangan kotoran anak atau tinja, serta kejadian diare pada anak.
Secara umum dari hasil monitoring menunjukkan adanya penurunan angka
diare akibat dampak intervensi kegiatan ESP terhadap perubahan perilaku higinitas
ibu balita. Tetapi data ESP kurang menjelaskan karakteristik psikososial ibu balita
Feb 08 4,6 7 4 3
Kota Mdn Aur Kp. Baru Sei Mati
terkait kepercayaan, nilai-nilai, serta norma tentang penting atau tidak pentingnya
perilaku higinitas, sehingga menimbulkan sikap tertentu terhadap penting atau
tidaknya perilaku tersebut, yang memotivasi mereka mampu atau tidak mampu
melakukannya.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, diperlukan penggalian lebih jauh
melalui penelitian kualitatif yang mampu menggali dan menganalisa perilaku
higinitas ibu balita dalam penanggulangan resiko diare pada keluarga di bantaran
Sungai Deli Kota Medan.
1.2. Permasalahan
Seberapa besar perilaku higinitas ibu balita dalam penanggulangan resiko
diare pada keluarga di bantaran Sungai Deli Kota Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
Menggali dan menganalisa perilaku higinitas ibu balita dalam
penanggulangan resiko diare pada keluarga di bantaran Sungai Deli Kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah:
1. Digunakan sebagai masukan untuk mendesain ulang model intervensi perilaku
higinitas ibu balita dalam penanggulangan resiko diare pada keluarga
2. Menjadi bahan pembelajaran bagi peminatan Promosi Kesehatan dan Ilmu
Perilaku (PKIP-USU) dalam membuat model promosi kesehatan yang
bermanfaat bagi masyarakat umumnya, serta tingkat rumah tangga khususnya.
3. Bagi peneliti sendiri adalah pengalaman yang sangat berharga melakukan
penelitian perilaku higinitas ibu balita yang realistis dan aplikatif langsung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas mahluk hidup, baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati langsung oleh pihak lain. Perilaku
juga didefinisikan sebagai respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar, karena perilaku terjadi melalui adanya stimulus terhadap
organisme dan selanjutnya organisme tersebut merespon (Skinner, 1991).
Anjuran buang sampah pada tempatnya
Nilai
Kepercayaan Norma
Pengetahuan Ketrampilan
Membuang sampah pada tempatnya
STIMULUS
RESPON
Prosedur pembentukan perilaku menurut Skinner (1991) adalah:
a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat disebut
reinforcer berupa hadiah atau rewards bagi perilaku baru yang terbentuk.
b. Melakukan analisa untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang
membentuk perilaku yang dikehendaki kemudian disusun dalam urutan yang
tepat sehingga terbentuk perilaku yang dituju.
c. Secara urut komponen-komponen tersebut dijadikan tujuan sementara untuk
diidentifikasi faktor penguat untuk masing-masing komponen.
d. Melakukan pembentukan dengan menggunakan urutan komponen yang telah
tersusun. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan
dengan tujuan supaya komponen atau perilaku tersebut lebih sering dilakukan.
Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen perilaku
kedua, distimulus lagi dengan pemberian hadiah, demikian berulang-ulang.
Dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat dan seterusnya.
2.2. Domain Perilaku
Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas. Bloom membagi perilaku kedalam 3 domain yaitu: 1) Kognitif,
2) Afektif, 3) Psikomotor. Perkembangan selanjutnya domain tersebut dimodifikasi
untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan menjadi: 1) Pengetahuan dan
pemahaman peserta didik terhadap materi yang diberikan, 2) Sikap atau tanggapan
2.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif adalah domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang karena dari beberapa penelitian disebutkan bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan
untuk menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya dan digunakan untuk
menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia.
Menurut Notoadmodjo (2003) unsur-unsur pengetahuan pada diri manusia
meliputi: a. Pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukan, b. Keyakinan
dan kepercayaan tentang manfaat kebenaran dari apa yang dilakukan, c. Sarana yang
diperlukan untuk melakukan, d. Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi
oleh kebutuhan yang dirasakan.
Rogers (2003) menyatakan bahwa sebelum orang mengadopi perilaku baru,
di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan meliputi:
a. Kesadaran yaitu kesadaran akan adanya stimulus.
c. Evaluasi yaitu adanya pertimbangan terhadap baik tidaknya stimulus tersebut
terhadap dirinya.
d. Uji coba yaitu mulai melakukan sesuatu sesuai yang dikehendaki oleh
stimulus.
e. Adopsi yaitu berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikap terhadap stimulus.
Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan:
a. Tahu
Merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu adalah apa yang telah dipelajari disebutkan,
diuraikan, didefinisikan, dinyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami
Suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan
dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham
obyek atau materi, dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, obyek yang dipelajari.
c. Aplikasi
Kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi
sebenarnya, misalnya penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan
d. Analisis
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau subyek ke dalam
komponen-komponen tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya
satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja
yaitu menggambarkan, membedakan, memisahkan, atau mengelompokkan.
e. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam bentuk keseluruhan yang baru dari formulasi yang ada.
f. Evaluasi
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi
atau obyek misalnya dengan membandingkan antara anak yang diare dengan yang
tidak, menafsirkan sebab-sebab diare dan sebagainya.
2.2.2. Sikap
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan
cara-cara tertentu (Chave, 1928). Sementara Lapierre (1934) mendefinisikan sikap sebagai
suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan diri dalam situasi sosial. Atau secara sederhana sikap didefinisikan
sebagai respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
Sikap seseorang terhadap suatu obyek selalu berperan sebagai perantara antara
a. Respon Koginitif
Yaitu respon perseptual dan pernyataan mengenai apa yang diyakini.
b. Respon Afektif
Adalah respon syaraf simpatetik dan pernyatan afeksi.
c. Respon Konatif
Yaitu respon berupa tindakan dan pernyataan mengenai perilaku.
Masing-masing klasifikasi respon berhubungan dengan ketiga komponen
sikapnya. Bahkan dengan melihat salah satu saja diantara ketiga bentuk respon
tersebut, sikap seseorang sudah dapat diketahui (Rosenberg dan Hovland dalam
Fishbein dan Ajzen, 1975).
2.2.3. Praktek atau Tindakan
Suatu sikap belum tentu terwujud dalam tindakan. Untuk terwujudnya sikap
menjadi suatu perbuatan nyata maka diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang
memungkinkan hal itu terjadi. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan yaitu:
a. Persepsi
Mengenal dan memilih berbagi obyek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil merupakan praktek tingkat pertama.
b. Respon Terpimpin
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar berdasarkan contoh
c. Mekanisme
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis
sudah merupakan kebiasaan maka sudah mencapai praktek tingkat ketiga.
d. Adaptasi
Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya
tindakan sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
Praktek atau tindakan yang sudah dilakukan dengan baik dalam kenyataannya
bisa mengalami kemunduran atau bahkan terhenti dikarenakan kurangnya manfaat
dari apa yang sudah dilakukan (benefit) ataupun karena keterbatasan akses.
Sedangkan praktek atau tindakan yang sudah berkembang baik dan menjadi suatu
kebiasaan kemudian disebut dengan perilaku.
2.3. Perubahan Perilaku
Konsep perubahan perilaku merupakan suatu proses belajar yang memerlukan
informasi, pemahaman dan pengalaman. Proses perubahan perilaku bukanlah proses
yang terjadi sesaat, tidak berdiri sendiri, serta membutuhkan waktu dan tempat.
Ada tiga hal yang membuat orang mempertahankan perilaku baru yaitu:
komitmen pribadi untuk melakukan serta mempertahankan perilaku baru, ketrampilan
yang diperoleh untuk mempraktekkan perilaku baru, serta penciptaan lingkungan
Rogers (1983) membagi tahapan model individu dalam proses melakukan
sesuatu, sebagai berikut:
1. Pengetahuan
Yaitu tahap menerima informasi dan pengetahuan yang berkaitan dengan perilaku
baru.
2. Persuasi
Yaitu tahap mengenal lebih jauh tentang obyek atau perilaku baru. Tahapan ini
digunakan petugas kesehatan untuk membujuk atau meningkatkan motivasi.
3. Keputusan
Yaitu tahap mengambil keputusan terhadap perilaku baru yang ditawarkan.
4. Implementasi
Yaitu tahap di mana perilaku baru mulai dilakukan atau diimplementasikan.
5. Konfirmasi
Yaitu tahap penguatan di mana individu meminta dukungan dari lingkungan atas
keputusan yang telah diambilnya.
Tahapan individu melakukan sesuatu secara garis besar menurut Rogers (1983),
Individu yang sudah melakukan perilaku baru yang ditawarkan, dalam
perjalanannya bisa terus-menerus mengadopsi perilaku tersebut (tetap adopsi) tetapi
bisa saja berhenti (diskontiu) melakukannya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi,
mulai dari keterbatasan akses sampai kurangnya dukungan sosial dari lingkungannya.
2.4. Perilaku Higinitas
Higinitas berasal dari kata hygiene dari bahasa Yunani yang artinya bersih.
Kebersihan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Perilaku higinitas dalam pencegah
Konfirmasi
diare adalah perilaku kebersihan dan kesehatan meliputi: cuci tangan pakai sabun,
pengelolaan sampah, sanitasi, pengolahan makanan serta minuman.
2.5. Perilaku Higinitas dalam Pencegahan Diare
2.5.1. Cuci Tangan Pakai Sabun
Tangan merupakan pembawa utama mikroorganisme yang berasal dari tinja.
Peran tangan terhadap penyebaran kuman bisa mencapai 47%, sehingga bila peran
tangan dapat dikendalikan, otomatis dapat mencegah terjadinya penyakit diare sampai
47%. Tujuan Cuci tangan pakai sabun adalah menghilangkan kotoran dan debu yang
melekat di permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara.
Perilaku cuci tangan pakai sabun dengan cara yang benar dan di waktu-waktu yang
tepat sangatlah berperan dalam pengendalian kejadian diare pada balita.
2.5.2. Penanganan Makanan
Penanganan makanan meliputi pengolahan dan penyimpanan makanan yang
bertujuan menjaga makanan agar tetap bersih, sehat dan nilai gizinya tetap dengan
menghilangkan atau mengurangi kontaminasi baik dari debu atau kotoran, kuman,
maupun lalat dan serangga yang hinggap pada makanan. Perilaku mencuci
bahan-bahan makanan sebelum diolah atau dikomsumsi serta menutup dan menyimpan
2.5.3. Sanitasi
Bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman
menyebabkan permasalah terkait pembuangan kotoran manusia. Berdasarkan hasil
penelitian, seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari 330
gram dan menghasilkan air seni 970 gram. Bila penduduk Indonesia saat ini
berjumlah 200 juta jiwa maka setiap hari tinja yang dikeluarkan sekitar 194.000 ton.
Selain itu perilaku buang air besar sembarangan atau tidak pada tempatnya seperti
di sungai, ladang, kebun, ataupun dibungkus plastik biasa yang biasa disebut WC
terbang menjadi potensi sumber penyakit ke manusia.
2.5.4. Pengolahan Sampah
Sampah bagi sebagian besar masyarakat kita adalah benda yang semestinya
segera dienyahkan dari pandangan, tidak dipakai lagi serta tidak disenangi.
Celakanya, sampah dibuang tidak pada tempat yang benar sehingga menimbulkan
masalah baru yaitu potensi terjadinya penyakit. Pengaruh sampah sendiri terhadap
kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung adalah
karena kontak langsung, misalnya dengan jenis sampah beracun. Pengaruh tidak
langsung dapat ditimbulkan akibat proses pembusukan ataupun pembakaran. Perilaku
buang sampah sembarangan adalah refleksi perilaku masyarakat, khususnya
perlakuan terhadap sampah yang masih tidak baik.
2.5.5. Penanganan Air Minum
Kebutuhan manusia akan air sangatlah kompleks antara lain untuk masak,
maju tiap orang memerlukan air sekitar 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara
berkembang termasuk Indonesia tiap orang memerlukan 30-60 liter per hari.
Salah satu yang sangat penting adalah kebutuhan untuk air minum yang
diperlukan adanya persyaratan khusus agar tidak menimbulkan penyakit bagi
manusia. Syarat-syarat air minum yang sehat yaitu:
a) Secara Fisik
Persyaratan fisik adalah bening (tak berwarna), tidak berasa dan biasanya suhu air
berada di bawah suhu udara di luarnya.
b) Secara Bakteriologis
Air minum yang sehat adalah air yag bebas dari segala bakteri terutama bakteri
patogen.
c) Secara Kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di dalam jumlah yang
tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air minum
akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia. Bahan kimia yang terdapat
dalam air antara lain:
Tabel 2.1. Bahan Kimia yang Terdapat dalam Air Minum
Jenis Bahan Kadar yang Dibenarkan (mg/liter)
Air minum yang berasal dari mata air, sumur, dan PDAM adalah sumber air
yang dapat diterima sebagai air yang sehat dan memenuhi ketiga persyaratan tersebut
diatas, asalkan tidak tercemar oleh kotoran baik yang berasal dari manusia maupun
hewan.
Ada berbagai macam cara pengolahan air minum secara sederhana, yaitu:
merebus air sampai mendidih, pemanasan matahari (sodis), menggunakan filter
keramik (cheramics filter) dan pemberian klorin (chlorinase). Perilaku terkait
pengolahan air minum serta penyimpanannya menjadi salah satu perilaku kunci
pencegah penyebaran Eicherencia coli ke dalam tubuh manusia.
2.6. Faktor Lingkungan dalam Pencegahan Diare
Diare juga tidak bisa terlepas dari faktor lingkungan yang memungkinkan
berkembang-biaknya bakteria Eicherencia coli hingga sampai ke manusia. Faktor
lingkungan ini meliputi persoalan sanitasi yang tidak tertata dengan baik, rendahnya
aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas jamban, terutama di daerah kumuh
bantaran sungai serta minimnya ketersediaan air bersih. Kondisi ini membuat
masyarakat sangat rentan terkena diare terutama anak-anak dan balita. Secara garis
Gambar 3.3. Transmisi Kuman dari Kotoran Manusia Berpindah Kembali Ke dalam Tubuh Manusia
Ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat
misalnya air bersih, tempat sampah, MCK termasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit juga menjadi faktor pendukung praktek
atau tindakan perilaku higinitas di dalam masyarakat.
Hasil monitoring sepuluh menit atau disebut minibaseline yang dilakukan
Environmental Service Program (ESP) di Kota Medan sejak Februari 2007 sampai
November 2008 di Kelurahan Aur, Sei Mati dan Kampung Baru dengan melibatkan
P
Peenncceeggaahh ppeennyyeebbaarraann
kader posyandu, untuk memantau terjadinya perubahan perilaku higinitas serta
kejadian diare di tingkat rumah tangga menunjukkan adanya penurunan angka diare
seperti pada Grafik 2.1 di bawah ini.
Grafik 2.1. Angka Kejadian Diare di Lokasi Monitoring Sepuluh Menit (Februari 2007 – November 2008)
Secara umum dari hasil monitoring menunjukkan adanya penurunan angka
diare akibat dampak intervensi kegiatan ESP terhadap perubahan perilaku higinitas
ibu balita. Tetapi data ESP kurang menjelakan karakteristik psikososial ibu balita
terkait nilai-nilai, norma serta kepercayaan tentang penting atau tidak pentingnya
perilaku higinitas, sehingga menimbulkan sikap tertentu terhadap penting atau
tidaknya perilaku tersebut, yang memotivasi mereka mampu atau tidak mampu
melakukannya.
Kota Mdn Aur Kp. Baru Sei Mati
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, diperlukan penggalian lebih jauh
melalui penelitian kualitatif yang mampu mengeksplorasi perilaku higinitas ibu balita
dalam penanggulangan resiko diare pada keluarga di bantaran Sungai Deli Kota
Medan.
2.7. Kerangka Pikir
Kerangka pikir penelitian yang disusun adalah sebagai berikut:
Gambar 2.4. Kerangka Pikir Perilaku Higinitas Ibu Balita dalam Penanggulangan Resiko Diare pada Keluarga di Bantaran Sungai Deli Kota Medan
Pengetahuan Sikap
Nilai Norma Kepercayaan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
eksploratif yang berupaya mengkaji sedalam mungkin fenomena yang terjadi
di masyarakat. Fenomena yang akan digali dalam penelitian ini adalah fenomena
terkait perilaku higinitas ibu balita dalam penanggulangan resiko diare pada keluarga
di bantaran Sungai Deli, Kota Medan.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di pemukiman kumuh bantaran Sungai Deli Kota Medan
pada Kecamatan Medan Maimun berdasarkan pertimbangan bahwa pada kecamatan
ini terdapat tiga kelurahan dengan penduduk miskin kota yang tinggi yaitu Aur, Sei
Mati dan Kampung Baru, berada di sepanjang hilir Sungai Deli, adanya permasalahan
kebersihan dan kesehatan, heterogenitas kesukuan, jumlah balita, serta kasus diare.
Wilayah ini sangatlah unik karena meskipun berada di pusat Kota Medan
dengan waktu tempuh 10 – 15 menit dari Bandara Polonia sebagai pintu masuk Kota
Medan tetapi merupakan kantong-kantong pemukiman miskin kota dengan
Adapun pelaksanaan penelitian pengumpulan data lewat observasi dan
wawancara mendalam dilakukan sejak Januari sampai Mei 2009.
Pada saat survey lokasi dan mengunjungi rumah informan peneliti merasa
perlu didampingi oleh kader yang memang tinggal di wilayah tersebut yang mengenal
kondisi lapangan serta mengenal informan. Hal ini dilakukan supaya peneliti tidak
salah memilih lingkungan yang benar-benar berada di bantaran Sungai Deli, selain itu
kader juga mengenal informan yang selama ini adalah responden monitoring 10 menit
yang sudah beberapa kali mereka datangi sehingga menjadi focal point1 untuk
memulai pembicaraan dan wawancara mendalam.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada minggu I Januari 2009 sampai minggu ke IV
Mei 2009, jauh lebih lama dari jadwal yang direncanakan sebelumnya.
3.3. Proses Pemilihan Informan
Informan adalah ibu-ibu balita yang menjadi responden monitoring 10 menit
(mini baseline) yang tinggal di Kelurahan Aur, Sei Mati dan Kampung Baru. Setelah
itu dipilih beberapa informan berdasarkan hasil diskusi antara peneliti dengan kader
posyandu yang selama ini melakukan monitoring 10 menit, setelah itu dilakukan
kunjungan awal ke rumah-rumah informan (screening) oleh peneliti.
Pertimbangan memilih ibu pemilik balita sebagai informan adalah:
1. Ibu pemilik balita itu adalah responden monitoring 10 menit (mini baseline)
yang dilakukan oleh Program Jasa Lingkungan ESP.
2. Ibu pemilik balita itu setidaknya mewakili suku dominan yang ada
di 3 kelurahan yaitu Kelurahan Kampung Baru, Sei Mati dan Aur, mau
berbagi cerita dan terbuka (aktif), serta secara sukarela mau diwawancara
secara mendalam oleh peneliti.
Peneliti langsung mendatangi informan ke lingkungannya untuk melihat
secara langsung kondisi rumah serta keadaan ibu pemilik balita sesungguhnya, lalu
meminta kesediaan ibu pemilik balita menjadi informan. Ketika awal diminta untuk
menjadi informan dan membuat janjian pertemuan, para informan bersedia dengan
senang hati meskipun awalnya informan kaget karena terpilih.
Rencana wawancara mendalam disambut para informan dengan tangan
terbuka dan informan bersedia memberikan informasi terkait perilaku informan yang
ditanyakan sesuai dengan keadaan tanpa dibuat-buat. Hal ini perlu ditanyakan
di tahap awal supaya proses wawancara mendalam tidak mengalami kesulitan untuk
menggali sangat dalam kondisi perilaku higinitas informan.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui data sekunder dengan mengumpulkan
informasi dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera (Dinkespropsu), Dinas Kesehatan
dengan cara observasi ke lokasi, pemilihan informan, membuat jadwal, setelah itu
melakukan wawancara mendalam berdasarkan pedoman wawancara yang telah
disusun, dengan tatap muka langsung kepada informan.
Peneliti memilih memulai penelusuran lokasi dari Kelurahan Kampung Baru
dulu yaitu Lingkungan XVI dilanjutkan Lingkungan VIII Kelurahan Sei Mati dan
terakhir Lingkungan III dan IV Kelurahan Aur. Lokasi jalan yang sempit, kadang
becek dan menurun, melewati jalan-jalan tikus serta rumah yang berdempetan
membuat perjalanan menjadi mengasyikkan. Kadang kami berjumpa tiga, empat
orang ibu yang saling mencari kutu dan ngerumpi. Kadang berjumpa para lansia yang
duduk di depan rumah dan menanyakan maksud kedatangan peneliti ke lokasi
mereka.
Keakraban kader dengan masyarakat membuat peneliti tidak canggung dan
was-was memasuki pemukiman yang berada di bantaran sungai. Ternyata sangat
mengasyikkan melintasi lokasi pemukiman yang padat penduduk dan berdempetan,
di sepanjang bantaran Sungai Deli tetapi masih berada di pusat Kota Medan serta
mudah diakses dengan angkutan umum berupa angkot maupun becak.
Ketika peneliti masuk ke rumah informan untuk berkenalan dan membina
rapport2 kebanyakan informan menerima dengan tangan terbuka meskipun peneliti
datang pada saat mereka masak, membersihkan rumah, menggendong bayi ataupun
pekerjaan lain yang mereka lakukan. Biasanya peneliti hanya berkenalan dan
membuat janjian pertemuan pada hari yang disepakati bersama.
Pada waktu yang sudah disepakati peneliti kembali datang lalu masuk ke
rumah informan untuk memulai wawancara mendalam, menanyakan bagaimana
keadaannya saat itu serta keadaan keluarganya. Ketika informan sudah siap barulah
peneliti memulai wawancara mendalam dengan terlebih dulu meminta izin untuk
merekam pembicaraan selama diskusi berlangsung dan umumnya informan tidak
keberatan. Alasan yang disampaikan peneliti mengapa perlu direkam adalah
keterbatasan peneliti untuk mengingat semua percakapan selama wawancara dan
untuk keperluan penelitian, bukan komersil.
Ada banyak hal menarik selama wawancara mendalam berlangsung misalnya
saat informan pertama, kedua orang anaknya penasaran dengan alat perekam dan
berusaha menjangkau dan memencetnya. Pada informan kedua, peneliti terpaksa
berkali-kali mematikan rekaman karena anak balitanya menangis, kemudian anaknya
yang besar minta makan, lalu yang balita menangis lagi. Pada saat wawancara kereta
lewat berkali-kali, kemudian anak informan yang paling besar pulang sekolah
sehingga praktis wawancara mendalam saat itu kurang efektif. Pada informan ketiga
terlihat kalau suami informan kurang suka dengan kedatangan peneliti dan kader
entah karena takut istrinya salah bicara atau memang tidak suka peneliti terlalu
banyak tahu tentang keadaan keluarga serta ekonominya. Semua terlihat dari
gerak-gerik suaminya yang mondar mandir dan menunjukkan bahasa tubuh yang tidak
Pada informan keempat justru tetangga-tetangganya penasaran dan ingin tahu
apa maksud kedatangan peneliti sehingga mereka mengintip lewat jendela tanpa
malu-malu, malah ada yang ikutan masuk kedalam rumah dan ikutan menjawab
pertanyaan. Mereka malah berharap rumahnya didatangi dan ditanyai. Saat peneliti
dan kader mendatangi informan kelima, ternyata informan tidak ada di tempat tetapi
berada di rumah orang tuanya yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Pada saat itu
anak-anak kecil yang adalah tetangga informan ikutan membantu mencari informan
dan menemani menunggu kedatangan informan. Pada informan keenam, peneliti
berfikir akan lebih efektif bila wawancara mendalam dilakukan di luar rumah karena
informan tinggal di rumah mertuanya yang kecil tetapi jumlah anggota keluarganya
banyak yaitu cucu, anak, mantu, kakek, nenek sehingga kurang efektif bila
wawancara diadakan di sana. Terakhir untuk informan yang ketujuh wawancara
pertama di rumah kader yang tak jauh dari rumahnya setelah itu dilanjutkan di sebuah
madrasah yang lokasinya berada tidak jauh dari rumah informan yang siang itu
kosong karena murid-murid sudah pulang.
Penelitian ini merupakan rangkaian kegiatan yang tidak terpisahkan dari
seluruh peristiwa yang dijalani peneliti dalam melakukan penelitian kualitatif. Hal ini
dilakukan agar informasi yang diperoleh lebih lengkap dan mendalam.
Hambatan-hambatan yang Dialami Selama Penelitian
Proses penelitian secara keseluruhan berlangsung lebih lama dari jadwal yang
diharapkan yaitu sekitar 5 bulanan tetapi tetap saja dirasakan adanya
yang sempurna. Dalam kunjungan ke lapangan dan rumah, peneliti merasa perlu
ditemani oleh kader mini baseline yang memang berdomisili di Kelurahan Kampung
Baru, Sei Mati dan Aur. Hal ini bertujuan untuk menggali informasi lebih dalam
terkait kondisi lingkungan, perumahan, masyarakat serta karakteristik sosial budaya
setempat.
Ketika peneliti berjalan bersama kader di lingkungan yang telah dipilih, warga
yang kebetulan sedang duduk-duduk di depan rumahnya ataupun yang berpapasan
di sepanjang jalan, menyapa sambil menanyakan maksud tujuan kedatangan peneliti.
Kebetulan peneliti juga sering berkeliling di lingkungan tersebut dan mengenal
beberapa warga dalam kegiatan baik di posyandu, puskesmas maupun kelurahan
sehingga tidak sulit bagi peneliti untuk terlibat dalam percakapan. Pada saat yang
bersamaan, kesempatan tersebut juga dipakai oleh kader untuk menyampaikan
informasi terbaru terkait kesehatan, kerohanian, ekonomi dan lainnya.
Saat masuk ke rumah informan, maka tetangga informan ada yang penasaran
dan ingin tahu maksud kedatangan peneliti sehingga mereka pun segera berdatangan
dan ikut berdiskusi dengan peneliti dan informan. Tetapi dengan sigap kader
menghalangi tetangga yang penasaran dengan berdiri di luar rumah sambil
mengalihkan perhatian tetangga sehingga peneliti bisa lebih konsentrasi untuk
berkenalan, berbincang-bincang, selanjutnya wawancara mendalam dengan informan.
Begitulah suasana di pemukiman kumuh dengan kondisi rumah yang padat dan rapat
yang bukan warga setempat. Seperti biasanya, ceritapun segera tersebar dengan cepat
dan meluas ke tetangga yang lain.
Keingintahuan dan keinginan untuk ikut berdiskusi bukan saja datang dari
tetangga peneliti yang dewasa maupun yang masih anak-anak, tetapi juga datang dari
anak-anak informan yang cukup banyak. Kalau tetangga sudah pulang, maka
sekarang giliran anak-anak informan yang mengambil bagian untuk ikut bergabung.
Jika anak informan masih kecil, maka mereka pun akan bermain di sekitar informan
dan peneliti. Ada yang bolak-balik bertanya, ada yang merengek minta jajan, ada
yang berkelahi berebutan makanan, ada yang menangis dan bahkan ada yang selalu
berusaha menarik perhatian peneliti. Sehingga penelitipun harus juga menanggapi
anak-anak informan bahkan sampai membujuknya bila menangis dengan cemilan dan
permen yang sudah dipersiapkan lebih dulu oleh peneliti.
Kehadiran alat perekam dan kamera sebagai alat bantu dalam penelitian ini
juga menarik perhatian informan, anak-anak informan, serta tetangga. Untuk
informan dan tetangga dewasa dapat segera diatasi dengan menjelaskan manfaat alat
perekam tersebut bagi peneliti. Selain itu kamera yang digunakan untuk
mendokumentasikan informan, keluarganya, kondisi dalam rumah, maupun sekitar
rumah, membuat anak-anak informan tertarik dan mengikuti kemana saja peneliti
pergi. Anak-anak selalu ingin difoto dan penasaran melihat hasil pemotretan yang
telah dilakukan oleh peneliti sehingga lewat preview3 foto, peneliti memperlihatkan
kepada anak-anak hasil foto yang ada. Biasanya anak-anak itu akan tertawa gembira
bila mendapati wajahnya ataupun wajah anggota keluarga lain terdapat dalam kamera
tersebut.
Setelah anak-anak puas melihat foto maka peneliti memohon kepada mereka
untuk memberikan waktu kepada peneliti berbicara dengan ibu mereka lalu peneliti
akan memberikan kode kepada kader untuk mengambil-alih tugas mengurusi
anak-anak. Selanjutnya kader akan memberikan kertas gambar dan pensil warna untuk
diwarnai ataupun memberikan permen-permen yang memang sudah disiapkan
peneliti sebelum kunjungan.
Suasana pemukiman yang ribut dengan suara pedagang yang
sebentar-sebentar lewat, suasana gaduh dari sekitar rumah informan ataupun suara anak-anak
yang bermain sambil teriak-teriak, jelas terdengar karena dinding rumah yang
menyatu membuat konsentrasi peneliti maupun informan terpecah sehingga peneliti
harus benar-benar mematikan alat perekam dan memberhentikan sementara waktu
proses wawancara.
Ada beberapa pertanyaan yang harus diulang apalagi diawal-awal wawancara
mendalam karena informan kurang memahami sehingga peneliti harus mencari
alternatif pertanyaan lain supaya mudah dipahami. Perasaan takut, grogi dan minder
di sepuluh sampai lima belas menit pertama juga membuat peneliti harus
menenangkan informan terlebih dulu dengan membuat lelucon, menanyakan kabar
keluarganya ataupun memasak apa hari itu. Begitu juga dengan keterbatasan peneliti
dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan pengertian dan
ketika informan balik bertanya atas ketidakmengertiannya. Bahkan kadang informan
diam saja sambil menatap peneliti dan tidak segera menjawab pertanyaan yang
diajukan. Biasanya peneliti akan memberikan contoh-contoh atau fakta-fakta yang
terjadi di sekitarnya supaya informan memahami pertanyaan tersebut. Ada juga
informan yang menjawab dengan ketus dan sepotong-sepotong meskipun sudah
digali berulang-ulang.
Wawancara dilakukan peneliti berdasarkan Pedoman Wawancara dan dalam
pelaksanaannya peneliti menggunakan alat bantu tulis dan alat perekam. Proses
penelitian berjalan lancar didahului dengan membangun relasi dengan informan
di pertemuan pertama, dilanjutkan wawancara mendalam di hari-hari berikutnya, lalu
cek ulang bila ada informasi yang belum lengkap atau jelas.
Selama wawancara peneliti membawa kelengkapan wawancara seperti
pedoman wawancara, alat perekam, kamera dan alat bantu tulis. Setelah melakukan
wawancara mendalam kepada beberapa informan sampai tidak didapatkan lagi
informasi yang baru, peneliti merasa informasi yang diperoleh sudah memadai
3.5. Definisi Operasional
Variabel penelitian yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No Variabel Materi
1 Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui oleh informan mengenai
perilaku higinitas terkait diare.
2 Sikap Perasaan seseorang tentang obyek, perilaku, peristiwa
dan orang lain. Perasaan ini menjadi konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif, negatif atau netral) seseorang pada sesuatu.
3 Nilai-nilai Nilai yang dianut oleh masyarakat mengenai apa yang
dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
4 Norma Aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok
dalam masyarakat yang dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah-laku.
5 Kepercayaan Anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai
itu benar atau nyata.
3.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan membuat catatan lapangan (field notes)
serta temuan terbanyak (top line finding) untuk memudahkan peneliti merekam serta
menganalisa jawaban-jawaban yang diberikan informan.
Penganalisisan data dilakukan dengan analisa kualitatif berdasarkan data-data
yang telah diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap informan dan kemudian
Analisis akan dilakukan setiap kali wawancara diperoleh dan dibandingkan
dengan hasil wawancara sebelumnya untuk mengkaji tingkat kematangan data
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum
4.1.1. Sungai Deli
Sungai Deli menyimpan legenda yang mengakar kuat dalam budaya
masyarakat Sumatera Utara. Konon, sungai ini merupakan tempat para keluarga dan
putri Sultan Deli tetirah4, bercengkrama di tengah jernih dan segarnya air sungai,
jauh di Selatan Kota Medan dinaungi hamparan Bukit Barisan yang berjajar tak
putus-putusnya dari Aceh hingga ke ujung Selatan Pulau Sumatera.
Sampai sekarang pun, bila kita menelusuri kawasan hilir Sungai Deli yang
dulunya merupakan hutan rimba dan wilayah Kesultanan Deli, kita akan dapatkan
mitos dan sejarah rakyat berbaur. Di sini ada dongeng Putri Hijau, masyur
di kalangan masyarakat Deli bahkan juga dalam masyarakat Melayu Malaysia. Putri
Hijau adalah seorang anak Sultan Deli yang sangat cantik sehingga memikat hati
Sultan Aceh. Sayang, lamaran Sultan Aceh ditolak oleh saudara laki-laki Puteri
Hijau. Penolakan itu dianggap sebagai penghinaan sehingga pecahlah perang antara
Kesultanan Aceh dan Kesultanan Deli. Kesultanan Deli mengalami kekalahan, karena
kecewa pangeran menjelma menjadi meriam lalu meledak sebagian. Sisa meriam
penjelmaan sang Pangeran dapat dilihat di halaman Istana Maimun sampai sekarang.
Maimun sendiri berasal dari nama Istana yang dibangun oleh Sultan Deli
Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah yang menjadi salah satu ikon Kota Medan.
Kecamatan Medan Maimun terdiri dari 6 kelurahan meliputi Kampung Baru,
Sukaraja, Sei Mati, Jati, Hamdan, dan Aur. 3 kelurahan yang dilalui Sungai Deli
adalah Kampung Baru, Sei Mati dan Aur. Bila kita berjalan-jalan di pagi hari
melintasi pemukiman penduduk di kecamatan tersebut akan kita dapati heterogenitas5
kesukuan mulai dari Melayu, Batak, Karo, Jawa, Padang, Cina, sampai keturunan
India (Tamil) dengan total populasi sekitar 50.000 jiwa. Luasnya adalah 2,98 km″ δαν
kepadatan penduduknya adalah 16.441,28 jiwa/km″. Πεκερϕααν ωαργανψα σενδιρι
bervariasi mulai dari tukang becak sampai anggota dewan yang terhormat berdomisili
di sana. Tak heran wilayah ini jadi incaran empuk makelar tanah serta developer
kelas kakap karena letaknya yang strategis di pusat kota serta nilai sejarahnya.
Peneliti menelusuri Sungai Deli sejak pukul 10.30 WIB dimulai dari
Lingkungan XVI Kelurahan Kampung Baru didampingi kader dan ibu kepling.
Di dalam perjalanan peneliti dihadapkan dengan sejumlah pemandangan tak sedap
berupa tebaran sampah menumpuk yang bisa diketahui dari pendangkalan pada
beberapa titik bagian pinggir sampai ke aliran sungai. Seorang ibu menceboki
bayinya yang baru saja buang air besar dengan air sungai yang kotor serta lima
pemuda berkulit gelap berkaos oblong dan ada yang bertelanjang dada sedang
berkumpul dekat pinggiran sungai, mengira peneliti seorang wartawan yang meliput
berita. Secara visual pencemaran Sungai Deli sudah bisa dirasakan melalui airnya
yang kecoklatan. Sungguh ironis memang dengan kondisi air yang jernih dan segar
tempo dulu.
Gambar 4.1. Seorang Ibu yang Sedang Menceboki Bayinya
Perjalanan dilanjutkan ke Lingkungan VIII Kelurahan Sei Mati, kali ini
didampingi oleh kader yang memang tinggal di sana. Saat itu waktu menunjukkan
pukul 13.00 WIB sehingga cuaca terasa sangat panas karena matahari tepat di atas
kepala. Peneliti menyusuri Sungai Deli yang bercabang menjadi anak sungai yang
disebut Sungai Kecil. Kerap perjalanan terhenti karena kerumunan warga yang
membicarakan mayat seorang bayi yang sehari sebelumnya dibuang begitu saja tak
jauh dari tepi sungai. Mungkin hasil hubungan gelap ataupun perselingkuhan
sampah di pinggiran Sungai Deli. Ketika memasuki lokasi pembuangan sedikit aroma
tidak sedap muncul meskipun mayat bayi itu sudah tidak ada lagi di sana.
Gambar 4.2. Gambar Timbunan Sampah di Sungai Kecil
Memasuki perjalanan terakhir peneliti menuju Lingkungan III di Gang Mantri
dilanjutkan ke Lingkungan IV Kelurahan Aur. Cuaca kali ini cukup mendukung
karena sudah sore. Di tepian sejumlah warga melakukan aktivitas seperti mencuci
pakaian, buang hajat dan mandi. Sebagian tak peduli dengan kedatangan peneliti
tetapi sebagian menyambut dengan mempertanyakan perjalanan peneliti. Saat
melintasi jembatan Jalan Mangkubumi, tumpukan sampah terlihat menggantung
di tengah langit-langitnya, terbawa banjir beberapa hari sebelumnya. Anak-anak
orang mendekati peneliti dengan ramah bertanya maksud dan tujuan peneliti datang,
malah sudah ada yang kenal dan memanggil-manggil nama peneliti.
Gambar 4.3. Warga yang Melakukan Aktivitas MCK di Sungai Deli
4.1.2. Peta Lokasi Penelitian
Setelah peneliti memahami jalur-jalur Sungai Deli serta distribusi rumah
tempat tinggal informan maka peneliti dibantu oleh seorang ahli GIS (General
Information System) mengukur titik kordinat masing-masing kelurahan. Lokasi
penelitian condong ke pemukiman kumuh bantaran Sungai Deli yang memang
memiliki permasalahan kebersihan dan kesehatan serta kasus diare.
Lokasi penelitian sangatlah unik karena merupakan kantong-kantong
kesehatan yang kompleks meskipun berada di pusat Kota Medan dengan waktu
tempuh 10 – 15 menit dari Bandara Polonia sebagai pintu masuk Kota Medan.
Gambar 4.4. Peta Lokasi Penelitian di 3 Kelurahan yang Berbeda
4.2. Gambaran Umum Informan
4.2.1. Karakteristik Informan
Dari pengumpulan data primer terhadap tujuh informan diperoleh
Tabel 4.1. Karakteristik Informan
Tabel 4.1 menunjukkan umur informan berkisar antara 25 – 37 tahun dengan
lokasi tempat tinggal di Kelurahan Kampung Baru tiga orang, Sei Mati dua orang dan
Aur dua orang. Informan yang masih mengontrak rumah sebanyak lima orang dan
tinggal di rumah mertua atau keluarga ada dua orang. Informan beragama Islam enam
orang dan satu Kristen. Representasi suku terdiri atas dua Jawa, dua Mandailing, dua
Padang dan satu Batak. Tingkat pendidikan informan, empat orang tamat SLTP dan
tiga orang tamat SLTA. Jumlah anak yang dimiliki informan berkisar antara dua
4.2.2. Profil Informan
Profil Informan 1
Seorang perempuan tinggi, berbadan tegap dengan raut muka yang manis dan
berambut pendek menyambut kedatangan peneliti di rumahnya dengan ramah. Ia
adalah ibu Sri Rahayu biasa dipanggil Ayu, perempuan berkulit sawo matang
kelahiran Medan tiga puluh tujuh tahun silam, seorang ibu rumah tangga yang telah
dikaruniai dua orang anak.
Gambar 4.5. Ibu Sri Rahayu Beserta Kedua Anaknya
Anak-anak Ibu Sri yang lucu sangat gembira melihat peneliti dan kader,
pertama, perempuan mungil bernama Nazwa berumur 4 tahun bersekolah di TK A,
sedangkan adiknya laki-laki bernama Fazrul berumur 2,5 tahun belum sekolah. Hari
itu di rumah hanya ada mereka bertiga karena sang ayah sedang bekerja di satu
instansi pemerintah sebagai pegawai negeri, sehingga praktis peneliti bisa leluasa
melakukan wawancara mendalam.
Diceritakannya bahwa pada awal pernikahan mereka, ibu Sri dan suaminya
tinggal di rumah mertua yang serba terbatas dan tidak bebas melakukan banyak hal,
di samping itu mertuanya juga cerewet. Sejak 3,5 tahun silam mereka memutuskan
tinggal di sebuah rumah kontrakan sederhana di Gang Lampu 1 No. 22 Kelurahan
Kampung Baru, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan. Sebuah rumah mungil
yang meskipun nampak sederhana tetapi kelihatan bersih serta ditata rapi oleh
penghuninya.
Ibu Sri tampak senang ketika peneliti menyampaikan niat untuk melakukan
wawancara mendalam dengannya dan membutuhkan waktu panjang serta
kemungkinan akan dikunjungi beberapa kali. Ibu Sri yang berpendidikan SLTA tidak
keberatan berapa kalipun peneliti mengunjungi rumahnya asalkan tidak hari Sabtu
dan Minggu karena suaminya berada di rumah. Kebetulan siang itu tugas utamanya
beres-beres rumah serta memasak sudah selesai dilakukan sehingga kami bisa