• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM DESA PERKEBUNAN RAMUNIA

2.6 Penduduk

Penduduk desa perkebunan Ramunia berasal dari daerah yang berbeda-beda.

Di desa ini, masyarakat yang bersuku Jawa adalah dominan. Hal iini mempengaruhi tradisi yang dilakukan seperti dalam hal mufakat, gotong royong dan kearifan lokal yang lain. Desa Perkebunan Ramunia mempunyai jumlah penduduk 2202 jiwa yang terdiri dari laki-laki 802 jiwa, perempuan 1400 jiwa dan terbagi dalam 6 (enam) wilayah dusun, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1

Sumber : Data Kantor Kepala Desa Perkebunan Ramunia tahun 2015 2.6.1. Tingkat Pendidikan Masyarakat

Pendidikan merupakan hal yang paling penting bagi setiap manusia. Dengan pendidikan, seseorang dapat memperoleh ilmu dan pengetahuan yang berkontribusi kepada diri seseorang tersebut dalam hal apa saja seperti karakter,

mental, keahlian, pergaulan, cara berpikir, dan lain sebagainya. Selain berkontribusi terhadap diri seseorang, pendidikan juga berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan sosial suatu daerah. Pendidikan juga berkontribusi terhadap pewarisan kebudayaan, karena budaya diwariskan melalui pendidikan.

Apabila semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan memberikan pengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap munculnya kebudayaan baru di dalam suatu masyarakat, sehingga selain sebagai tempat pewarisan kebudayaan, pendidikan juga merupakan tempat belajar sebuah kebudayaan baru.

Masyarakat desa Perkebunan Ramunia memiliki tingkat pendidikan yang beranekaragam, mulai dari SD (Sekolah Dasar) sampai lulusan dari perguruan Tinggi. Dalam hal ini, penduduk yang memiliki pendidikan SD (Sekolah Dasar) mendominasi. Sementara itu masih terdapat anak-anak yang putus sekolah. Anak-anak tersebut tidak sampai mengemban pendidikan wajib belajar 9 (sembilan) tahun.

Tabel 2

Tingkat Pendidikan Masyarakat

Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)

Prasekolah 450 Orang

SD 802 Orang

SMP 300 Orang

SMA 600 Orang

S1 50 Orang

Sumber : Data Kantor Kepala Desa Perkebunan Ramunia tahun 2015 Pendidikan merupakan hal penting dan memiliki peranan sentral bagi setiap individu di dalam masyarakat. hal ini juga berperan penting dalam proses kemajuan desa. Dalam penyelenggaraan pendidikan, fasilitas dari pendidikan itu

mempengaruhi semangat belajar bagi peserta didik dan pendidik atau guru dalam menyalurkan ilmu. Fasilitas pendidikan juga menjadi tolak ukur kemajuan suatu daerah.

Di desa Perkebunan Ramunia terdapat yaitu SD (Sekolah Dasar) Negeri yang hanya 1 unit, SD Negeri ini berada di dusun Anggrek Baru. Kemudian terdapat madrasah yang jumlahnya 1, sama seperti SD Negeri, madrasah ini juga terletak di dusun Anggrek Baru. Selanjutnya Desa ini juga memiliki 2 PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang berlokasi di dusun Anggrek Baru tepatnya berada satu pagar dengan kantor Kepala Desa, sedangkan PAUD yang lain berada di dusun Teratai.

Tabel 4

Sekolah yang ada di Desa Perkebunan Ramunia

Sarana dan Prasarana Jumlah Alamat

SD Negeri 1 Dusun Anggrek Baru

Madrasah 1 Dusun Anggrek Baru

PAUD 2 Dusun Anggrek Baru dan

Dusun Teratai Sumber : Data Kantor Kepala Desa Perkebunan Ramunia tahun 2015 2. 6. 2 Mata Pencaharian Penduduk

Sejarah, Keadaan atau kondisi desa Perkebunan Ramunia mempengaruhi apa yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat. Kehidupan desa berhubungan langsung dengan apa yang menjadi sistem produksi yaitu tanah.

Perkembangan sistem pengetahuan dan informasi di dalam kalangan masyarakat

petani mendukung dan didukung aktivitas pertanian mereka sebagai petani.

Masyarakat berhubungan langsung dengan berbagai aktivitas di luar rumah dengan peralatan-peralatan yang digunakan untuk mengolah tanah. Aktivitas ini menjadi hal yang paling dominan dan yang tampak di desa. Mata pencaharian ini sudah ada sejak lama, terutama di beberapa dusun seperti dusun, Mawar Baru, Melati, Teratai, Kenanga, dan Kantil. Masyarakat di dusun-dusun tersebut sudah sejak lama mengolah lahan pertanian, dusun-dusun ini pada dasarnya merupakan dusun pertanian. berbeda dengan Dusun Anggrek Baru yang sejarah masyarakatnya merupakan buruh di perkebunan.

Sebagai petani, mengelola tanaman padi semusim membuat proses pertanian yang mereka kerjakan melalui siklus yang singkat. Selesai panen, petani biasanya memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam tanaman lain, seperti kacang kedelai, kacang panjang, cabai, dan lain sebagainya. Kacang hijau merupakan tanaman dominan yang paling sering ditanami petani ketika selesai panen padi, tapi biasanya hal ini juga disesuaikan dengan kondisi cuaca. Seperti saat melakukan penelitian ini, masyarakat tidak menanami dengan tanaman apapun selesai panen padi. Petani mengatakan bahwa mereka tidak menanami lahan pasca panen padi dengan tanaman lain karena cuaca sekarang yang tidak menentu. Petani sempat menanami dengan kacang hijau, tapi setelah ditanam, beberapa hari berikutnya turun hujan terus menerus di desa ini yang menyebabkan lahan yang sudah ditanami kacang hijau terendam air dan kacang hijau tersebut tidak dapat tumbuh.

Oleh karena itu, hampir keseluruhan petani yang menanami kacang hijau gagal total, dan tidak menanam ulang kacang hijau. Padahal biasanya petani selalu

menanami kacang hijau pasca panen padi. Peneliti sendiri pun pernah melihat pada saat pasca panen padi tahun 2015 lalu dimana terdapat tanaman kacang hijau di lahan sawah yang telah dipanen.

Selain bermata pencaharian sebagai petani, terdapat berbagai profesi- profesi lain yang digeluti oleh masyarakat. Profesi ini ada yang sudah lama digeluti masyarakat dan ada pula yang baru digeluti masyarakat. Profesi yang telah lama digeluti oleh masyarakat yakni seperti Nelayan, Buruh, Dukun, Tentara dan lain sebagainya. Sedangkan profesi yang baru digeluti merupakan profesi yang baru dirintis oleh masyarakat sebagaimana melihat situasi dan kondisi sosial yang berkembang seperti pedagang, Tukang Jahit, montir atau mekanik, dan lain sebagainya. Melihat susahnya lapangan pekerjaan pada saat ini, pihak pemerintahan desa juga mengadakan pelatihan-pelatihan yang termasuk dalam program pembangunan desa seperti pelatihan jahit-menjahit. Profesi-profesi yang baru digeluti oleh masyarakat juga termasuk kalangan yang terdidik seperti Tentara, PNS (Pegawai Negeri Sipil) atau pekerja pemerintahan lainnya. Profesi-profesi ini merupakan Profesi-profesi yang dikagumi oleh masyarakat dan diinginkan ataupun dicita-citakan oleh kaum muda sekarang. Profesi-profesi ini dianggap membawa seseorang menuju taraf hidup yang lebih baik.

Petani-petani di Desa Perkebunan Ramunia juga tidak sepenuhnya bekerja sebagai petani, hal ini dikarenakan lahan yang dimiliki oleh petani tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan beras saja. Ini membuat petani harus bekerja mencari penghasilan tambahan seperti kebutuhan rumah, biaya pendidikan anak dan lain sebagainya.

Biasanya petani bekerja menjadi buruh tani di lahan orang lain seperti menanam padi, memanen dan lain sebagainya. selain itu petani juga bekerja pada sektor lain seperti menjadi buruh bangunan, bekerja di tambak milik pengusaha dan lain sebagainya.

Tabel 3 Mata Pencaharian

Profesi Jumlah

Petani 216 KK

Pedagang 50 KK

PNS 20 KK

Buruh 125 KK

Nelayan 51 KK

Lain-lain 89 KK

Sumber : Data Kantor Kepala Desa Perkebunan Ramunia tahun 2015 2.7. Sarana dan Prasarana

Seperti yang terdapat di daerah-daerah lain, dalam kehidupan sehari-hari tidak akan lepas dari kebutuhan dan juga membutuhkan sarana dan prasarana.

Sarana dan prasarana bisa berbeda lingkupnya maupun penggunaannya seperti sarana dan prasarana pendidikan, ibadah, perkantoran dan lain sebagainya.

Menurut ketentuan umum Permendiknas (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional) No. 24 tahun 2007 sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah, sedangkan prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah. Pengertian ini mencakup sarana dan prasarana dalam bidang pendidikan. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pengertian sarana dan prasarana secara umum bahwa sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai atau digunakan sebagai alat dan bahan untuk mencapai maksud dan tujuan dari suatu proses produksi contohnya, komputer, alat tulis, kursi, cangkul, sabit dan

lain sebagainya. sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yag merupakan penunjang utama terselenggaranya produksi atau berbagai aktivitas contohnya lahan, jalan, kantor, sekolah, lapangan dan lain sebagainya serta dalam hal transportasi darat seperti mobil, angkutan umum, sepeda motor, dan lain sebagainya.

Desa Perkebunan Ramunia memiliki berbagai sarana dan prasarana mulai dari pertanian, pendidikan, kesehatan, jalan, olahraga, ibadah, dan administrasi.

2.7.1. Sarana dan Prasarana Kesehatan

Kesehatan merupakan hal penting bagi masyarakat. Dengan jiwa dan tubuh yang sehat maka masyarakat akan dapat menjalankan aktivitas sebagaimana biasanya. Kesehatan berpengaruh pada hal-hal lain seperti aktivitas, baik itu aktivitas pendidikan, pertanian, dan lain sebagainya. setiap orang berhak untuk hidup sehat dan setiap orang berhak terhadap akses kesehatan sehingga sarana dan prasarana disediakan untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan masyarakat.

Sarana dan prasarana kesehatan yang terdapat di Desa Perkebunan Ramunia terdiri dari Poskesdes (Pos Kesehatan Desa), Sumber air bersih dari sumur bor masyarakat yang terdapat di masing-masing rumah tangga

2.7.2. Sarana dan Prasarana Olahraga

Olahraga menjadi bagian dari aktivitas masyarakat di Desa Perkebunan Ramunia. Aktivitas ini dapat dilihat pada sore hari, pemuda-pemuda desa mulai berdatangan ke lapangan untuk bermain bola kaki. Selain bermain bola kaki, terdapat juga pemuda-pemuda yang bermain sepak takraw. Jarak lapangan bola kaki dengan lapangan sepak takraw hanya berseberangan dengan jalan. Sementara

lapangan bola kaki sendiri berada di sebelah kantor kepala desa, dan berada di jalan utama Pantai Labu- Lubuk Pakam. Suasana sore di sekitar arena olahraga ini sangat ramai, selain pemuda-pemuda yang berolahraga, banyak orang tua, anak-anak, ibu-ibu, dan bahkan pemudi-pemudi desa yang menyaksikan permainan bola kaki dan sepak takraw. Keramaian sore ditambah lagi dengan pedagang jajanan seperti es dan makanan ringan lainnya. Lapangan bola kaki dan sepak takraw ini berada di dusun Anggrek Baru. Selain di Dusun Anggrek, terdapat juga lapangan bola kaki di dusun Melati. Dusun Melati juga memiliki lapangan Badminton.

2.7.3. Sarana dan Prasarana Ibadah

Ibadah merupakan hubungan spiritual antara manusia dengan pencipta yang menurut pandangan setiap penganut suatu agama memiliki arti penting masing-masing. Bagi masyarakat desa, ibadah masih erat dengan nilai-nilai kultural dan spiritual tersebut sehingga terdapat fasilitas berupa prasarana ibadah yang untuk mendukung terbentuknya hubungan intim antara pencipta dan yang diciptakan.

Prasarana ibadah memiliki peranan yang sangat penting bagi setiap individu dalam menuangkan perasaan spiritualnya terhadap suatu kepercayaan yang dianut.

Prasarana ibadah berupa bangunan setiap agama, seperti Mesjid sebagai prasarana ibadah untuk masyarakat yang beragama Islam, selain Mesjid juga terdapat Mushola dan Gereja sebagai prasarana ibadah untuk masyarakat yang beragama Kristen. Untuk di Desa Perkebunan Ramunia, terdapat 2 (dua) Mesjid, 2 (dua) Mushola, dan 1 (satu) Gereja. Dari jumlah prasarana ini, menunjukkan

bahwa mayoritas masyarakat di desa Perkebunan Ramunia adalah beragama Islam.

Untuk di Dusun Anggrek Baru sendiri, keseluruhan masyarakat beragama Islam. Mesjid menunjukkan bahwa desa tersebut berpenghuni oleh masyarakat yang beragama Islam. Fungsinya tentu sebagai tempat ibadah, dan sebagai tempat pertemuan lain seperti kenduri Punggahan menjelang Ramadhan, memang tidak berbeda dengan dusun dan desa-desa tetangga lainnya.

2.7.4. Sarana dan Prasarana Administrasi

Keperluan administrasi menjadi bagian penting dan yang tidak terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Keperluan administrasi biasanya mencakup pencatatan sipil seperti KTP (Kartu Penduduk), KK (Kartu Keluarga) dan lain sebagainya. Berbagai keperluan pencatatan sipil ini dilakukan di Kantor kepala desa sebagai prasarana administrasi pemerintahan desa yang melayani kebutuhan dan berbagai keperluan administrasi masyarakat. Kantor kepala desa sebagai sarana administrasi terdapat di dusun Anggrek Baru. Kantor ini memiliki sarana lain yang mendukung seperti peralatan perkantoran, selain itu terdapat juga ruang pertemuan desa yang digunakan untuk musyawarah desa dan berbagai kegiatan desa lainnya. Di kantor kepala desa, terdapat berbagai fasilitas yang mendukung seperti ruang baca dengan beragam buku, ruang kepala desa, komputer dan internet.

2.8. Pola Pemukiman

Pola pemukiman di desa Perkebunan Ramunia sama seperti halnya desa-desa pada umumnya dimana jarak antar rumah tidak terlalu dekat. Tidak terlalu

dekat dalam hal ini yaitu berjarak kira-kira 10-50 meter antar rumah. Hanya beberapa rumah saja yang jaraknya berdekatan. Jarak rumah yang berdekatan ini dapat dilihat di lokasi desa yang dilalui jalan utama atau jalan lintas. Sedangkan rumah yang berada di jalan-jalan desa saling berjauhan satu sama lain. Jarak yang berjauhan ini berdampingan dengan lahan sawah. Di desa ini, jarak antar dusun yang satu dengan dusun yang lainnya juga tidak berjauhan. Perumahan penduduk di desa ini berada di pinggir jalan, baik jalan utama atau jalan lintas maupun jalan desa.

Pemukiman masyarakat di dusun Anggrek sangat erat kaitannya dengan sejarah pendudukan lahan yang pernah dilakukan oleh masyarakat. Apabila dilihat dari pandangan mata saja, sama seperti desa-desa lain dan desa pada umumnya di Indonesia. tetapi jika menulusuri bagaimana sejarah desa tersebut tentu sangat berkaitan dengan perjuangan yang dilakukan pada masa lalu, yang meliputi proses pendudukan lahan itu sendiri sampai pembagian tanah kepada masing-masing keluarga yang memperjuangkan lahan. Bangunan rumah yang secara umum permanen mendominasi, dan hampir tidak ditemukan bagunan rumah yang semi permanen. Bagaimana sebuah dusun yang lahir dengan pemukiman yang mulai dibangun sejak hampir 20 tahun yang lalu berubah. Terdapat keterkaitan antara pemukiman dengan pendudukan dan pembagian lahan kepada masyarakat dusun Anggrek baru yang berhasil diduduki dan digarap oleh masyarakat.

BAB III

PERJUANGAN LAHAN

3.1. Sejarah Lahan di Perkebunan Ramunia

Secara khusus, Perkebunan Ramunia (Ramoenia Cultuur) berdiri pada tahun 1896 di wilayah Kesultanan Serdang. Sebelum tahun 1870-an, tanah di Perkebunan Ramunia merupakan lahan dari kesultanan Serdang. Belanda yang melihat potensi tanah yang subur, sedangkan lahan masih banyak yang tidak dikelola oleh kesultanan dan masyarakat, maka sejak 1870 pengusaha-pengusaha datang untuk menyewa perkebunan melalui kontrak kepada pihak kesultanan yang ada di Sumatera Timur. Pada masa ini mulai memasuki era yang disebutkan oleh Wiradi (2002; 169) bahwa hal ini merupakan tonggak penting sejarah agraria di Indonesia. Sejak tahun-tahun ini, mulailah masuk modal swasta Eropa mencengkram bumi Indonesia. Masa ini antara tahun 1870-1900 yang disebut jaman liberal9.

Menjelang tahun 1900, Pelzer (1985; 90-126) menuliskan bahwa terdapat permasalahan yang sedang berkembang yaitu aspek hukum konsesi. Konsesi yang diatur antara para penguasa onderneming (penguasa perkebunan) dan para pangeran dari kerajaan-kerajaan yang diperintah secara tidak langsung di

9 Pengelolaan administrasi secara modern oleh perkebunan-perkebunan besar diharapkan dapat ditiru oleh petani dalam mengelola usaha taninya, Gelderen dalam Wiradi

mengomentari bahwa perkembangan perusahaan asing telah menjadikan rakyat pribumi suatu bangsa buruh, dan dengan demikian Hindia Belanda (yaitu Indonesia) menjadi buruh diantara bangsa-bangsa. Gunawan Wiradi, et al, Reformasi Pertanian, Pemberdayaan Hak-hak atas Tanah ditinjau dari aspek Hukum, Sosial, Politik, Ekonomi, Hankam, Teknis, Agama dan budaya. (Bandung: Mandar Maju, 2002), 169.

Sumatera Timur. Permasalahan ini selalu menghindari penyelesaian yang memenangkan pengalihan semua konsesi menjadi sewa menyewa jangka panjang yang banyak mempunyai keuntungan hukum bagi para penguasa perkebunan. Hal ini berakibat pada penduduk pribumi yang menjadi korban dari suatu komplek persekutuan golongan golongan yang berkepentingan termasuk raja. Selama perang dan setelah kemerdekaan, terdapat tipe-tipe penduduk setempat dan imigran baru berasal dari Tanah Karo dan Tapanuli yang datang ke Sumatera Timur. Dalam hal ini, buruh perkebunan memperoleh hak sementara untuk mengolah lahan. Sementara itu imigran dari Tanah Karo dan Tapanuli juga melakukan pengolahan terhadap lahan. Sementara penduduk setempat juga mengolah lahan perkebunan yang dekat dengan desa.

Masyarakat Sumatera Timur dan buruh yang didatangkan dari Jawa merupakan bagian dari integral dari tatanan sosial Sumatera Timur. Hal ini menunjukkan bahwa Sumatera Timur merupakan area dimana daerah yang masyarakatnya beragam yaitu Melayu, Karo, dan sebagian kecil Simalungun.

Terdapat juga masyarakat Jawa yang tinggal di pondok-pondok dan hidup menetap di Sumatera Timur. Maka itu jika melihat kondisi sekarang, tidak sulit untuk menemukan orang Jawa atau bahkan perkampungan yang dihuni oleh orang Jawa di wilayah Sumatera Timur yang masuk dalam Provinsi Sumatera Utara.

3.2. Kronologi Perubahan Kepemilikan Lahan

Cerita dari Pak Tukiran mengawali kisah perjuangan warga masyarakat penunggu perkebunan Ramunia.

“Dulu Belanda itu meninggalkan perkebunan sekitar tahun 1952 atau 1953 gitulah, pada saat itu orang-orang tua kita

merupakan buruh perkebunan, ya kerja sama Belanda, tapi kebutuhan orang-orang tua kita dipenuhi sama Belanda itu, mulai dari beras, pakaian, rumah, dan kebutuhan lain. Waktu Belanda pigi dari sini, orang itu menawarkan kepada kita untuk kembali pulang ke Jawa tapi hanya sebagian saja yang pulang, orang tua kita banyak juga yang gak mau pulang, namanya uda berpuluh-puluh tahun di sini sejak tahun 1917 didatangkan dari Jawa.”

Keterikatan terhadap sebuah wilayah yang sudah menjadi tempat tinggalnya, walaupun bukan kampung halamannya. Masyarakat belum mengetahui bagaimana nasibnya ke depan, apakah mereka masih menjadi buruh di perkebunan tersebut, atau apakah mereka mendapatkan lahan. Hal ini dikarenakan tidak ada jaminan dari pihak Belanda bahwa tanah perkebunan dapat diolah oleh masyarakat. Tentu ini menjadi dilema di kalangan masyarakat sendiri.

Kondisi ini tidak memungkinkan bagi masyarakat untuk bertahan di perkebunan tersebut, tidak bertahan dalam hal ini yaitu hubungan mereka dengan pemilik perkebunan atau tuan tanah yang pergi meninggalkan mereka sehingga berdampak pada pekerjaan dan kebutuhan sehari-hari.

Pandangan yang dipahami oleh Pak Tukiran berbeda dengan kondisi keluarnya perusahaan Belanda yang keluar dari Indonesia secara umum dan secara khusus di Sumatera Timur. Semua Perkebunan milik pengusaha dari Belanda dinasionalisasikan sesuai UU No. 86 Tahun 1958 yang langsung ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada tanggal 27 Desember 1958. Catatan-catatan penjelasan Mengungkapkan tujuan Undang-undang yakni, untuk menjamin kesejahteraan rakyat Indonesia, memperkuat kemampuan nasional, dan menghapus diskriminasi ekonomi dan penaklukan ekonomi kolonial (Pelzer, 1985; 215). Sejak ini, Perusahaan Belanda resmi keluar dari Indonesia dimana

kemudian beralih kepada pengusaha-pengusaha peribumi. Dalam hal ini, sangat jelas perbedaan pemahaman dari seorang informan, Pak Tukiran memahami Belanda keluar dari perkebunan pada tahun 1952. Menurut informasi dari Pak Tukiran, pada tahun 1952 Belanda sudah tidak lagi mengolah perkebunan sehingga masyarakat buruh di perkebunan Ramunia bercocok tanam di Perkebunan. Sementara itu, pada masa ini Perusahaan Belanda masih mengupayakan perkebunan tersebut kepada pemerintah.

Secara umum, perkebunan yang ditinggalkan oleh Belanda banyak memunculkan masalah-masalah baru, terutama masalah kepemilikan lahan, apakah sebagian diberikan kepada masyarakat penunggu yang merupakan bekas buruh perkebunan tersebut. Hal ini memicu timbulnya konflik lahan di Indonesia, terutama di Sumatera Timur. Masyarakat memilih untuk tetap tinggal dan bertahan di lingkungan yang telah lama mereka diami dengan arah kehidupan yang akan berubah dan belum jelas. Apabila masyarakat pulang ke Pulau Jawa, maka mereka tinggal di kampung halamannya yang asli dan bahkan menurut informan bahwa apabila mereka kembali ke Jawa pada masa itu, mereka tidak tahu harus ke mana dan tinggal di mana. Ini sama-sama menimbulkan suasana yang berbeda dan tidak mengetahui bagaimana nasib mereka ke depannya. Hidup menjadi perjuangan baru yang harus benar-benar diperjuangkan, menghidupi anak cucu yang membutuhkan asupan gizi untuk bertahan. Pak Tukiran berkata,

”Selesai Belanda pigi dari sini, kira-kira tahun 1959 itu ada pengusaha orang Tionghoa, kalo ga salah namanya Huat Tseng, itulah dia yang mengolah perkebunan kelapa ini, dia mempekerjakan orang-orang tua kami dan kami yang sudah bisa kerja, tapi kalo Wawak dulu Yan masih sekolah SR (Sekolah Rakyat), tapi ini Cuma 2 tahun aja, baru setelah itu

masuklah PT Karya Bumi.” Itu pun sekitar tahun 60-an gitulah, namanya uda ganti jadi PT Gelorata. Barulah sejak PT ini yang mengolah perkebunan, yang tinggal di pondok dapat jatah tanah 15 rante per kepala keluarga.”

Buruh-buruh perkebunan Ramunia dapat mengolah lahan di bawah perkebunan kelapa. Berbagai tanaman seperti padi darat, sayuran dan lainnya ditanam. Dalam hal ini, buruh mempunyai pendapatan sampingan yang dapat menambah perekonomian. Perubahan status dalam masyarakat berlaku, yaitu dari yang berprofesi sebagai buruh menjadi petani. Bagi mereka sebagai petani akan mengolah lahan dan menikmati hasilnya dengan sendiri merupakan hal yang mempunyai kenikmatan tersendiri. Walaupun latar belakang masyarakat bukan dari keluarga petani, tetapi masyarakat dusun Anggrek di sini merupakan petani yang masih bekerja di tempat lain, karena jika mengharapkan dari hasil pertanian, kebutuhan masih tidak cukup. Hal ini membuat masyarakat masih tetap bekerja di perkebunan kelapa. Kebijakan yang dibuat oleh perusahaan perkebunan tersebut mempunyai latar belakang kenapa hal ini dilakukan.

Terkait dengan hal di atas, perkebunan yang semula merupakan bekas hak konsesi NV Sinembah Mattscapaaj diberikan oleh Menteri Pertanian dan Agraria berdasarkan surat keputusan Nomor SK.II/26/Ka/63 pada tanggal 30 September 1963 kepada PT. Karya Bumi dengan HGU (Hak Guna Usaha) seluas 738 hektar

Terkait dengan hal di atas, perkebunan yang semula merupakan bekas hak konsesi NV Sinembah Mattscapaaj diberikan oleh Menteri Pertanian dan Agraria berdasarkan surat keputusan Nomor SK.II/26/Ka/63 pada tanggal 30 September 1963 kepada PT. Karya Bumi dengan HGU (Hak Guna Usaha) seluas 738 hektar