• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

2. Tinjauan tentang Baitul Maal Wattamwil (BMT)

BMT sebagaimana kita pahami adalah suatu bentuk lembaga keuangan yang berbadan hukum koperasi dan menggunakan sistem syari’ah. Menurut Ahmad Sumiyanto (2008), BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang berlandaskan syari’ah. Selain itu, BMT juga dapat dikatakan sebagai suatu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang keuangan dan secara operasional, BMT dapat didefinisikan sebagai lembaga keuangan syari’ah yang memadukan fungsi pengelolaan zakat, infak dan Sodaqoh (ZIS) dan penyadaran umat akan nilai-nilai Islam dengan fungsi bisnis (ekonomi).

Ahmad (2008) menyatakan, perbedaan BMT dengan Bank Umum Syari’ah (BUS) atau juga Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) adalah dalam bidang pendampingan dan dukungan. Berkaitan dengan dukungan, BUS dan BPRS terikat dengan peraturan pemerintah di bawah Departemen Keuangan atau juga peraturan Bank Indonesia (BI). Sedangkan BMT dengan badan hukum koperasi, secara otomatis dibawah pembinaan Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Dengan demikian, peraturan yang mengikat BMT juga dari departemen ini. Sampai saat ini, selain peraturan tentang koperasi dengan segala bentuk usahanya, BMT diatur secara khusus dengan Keputusan Menteri Negara

commit to user

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah.

Dengan hadirnya Kepmen KUKM No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 menurut Ahmad (2008), maka yang menjadi tujuan KJKS dalam wadah BMT harus diarahkan pada :

1) Meningkatkan program pemberdayaan ekonomi, khususnya di kalangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi melalui sistem syari’ah;

2) Pemberian dorongan bagi kehidupan ekonomi syari’ah dalam kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah khususnya dan ekonomi Indonesia pada umumnya; dan

3) Peningkatan semangat dan peran serta anggota masyarakat dalam kegiatan Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah.

Ahmad (2008) menyatakan, Dalam Kepmen KUKM No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 dijelaskan, koperasi BMT disebut sebagai Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah (KJKS). Dengan demikian BMT yang beroperasi dengan sah di Indonesia adalah BMT yang berbadan hukum koperasi yang izinnya dikeluarkan oleh Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Adapun pengertian KJKS dalam Kepmen KUKM No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syari’ah).

b. BMT Koperasi

Dilihat dari kesesuaian prinsip koperasi dalam Islam dan hukum kebolehan koperasi dalam Islam, maka koperasi adalah sebuah lembaga yang dapat diterapkan untuk BMT. Menurut Norvadewi (2009), Kebolehan ini juga didasarkan pada relevansi konsep antara koperasi dan BMT yang dapat dilihat dari :

1) Latar belakang dan sejarah kelahiran kedua lembaga ini adalah sama-sama dalam rangka memperjuangkan kepentingan rakyat golongan bawah sebagai reaksi terhadap sistem ekonomi yang berlaku pada waktu itu. Koperasi lahir sebagai sarana dan protes atas sistem ekonomi kapitalis yang menindas dan

commit to user

mengakibatkan penderitaan pada rakyat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka. Begitu juga BMT yang lahir karena keberadaan Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) yang belum dapat menjangkau masyarakat golongan ekonomi bawah. Hal ini disebabkan karena berbagai kendala, diantaranya peraturan perundang-undangan, perizinan yang rumit dan lama serta mobilisasi dana yang sulit. BMT lahir sebagai alternatif untuk mengatasi keadaan ini.

2) Dengan mengacu pada pengertian yang dikandung keduanya dapat disimpulkan bahwa kedua lembaga ini sama-sama mengandung dua unsur. Unsur tersebut adalah unsur ekonomi dan unsur sosial yang saling berkaitan. Ini merupakan bukti bahwa kedua lembaga ini tidak hanya bergerak di bidang bisnis namun aspek sosialnya juga tidak dilupakan.

3) Relevansi ini juga dilihat melalui prinsip-prinsip dasar yang dikandung oleh kedua konsep ini. Dalam prinsip-prinsip dasar keduanya ditemukan bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak bertentangan. Pada intinya kedua lembaga ini berusaha untuk mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya melalui pengelolaan yang sarat dengan nilai-nilai etik dan moral yang tinggi. Yang ini juga akan membedakan kedua lembaga ini dengan bentuk-bentuk usaha ekonomi lainnya.

4) Adanya kesamaan tujuan pada kedua lembaga tersebut. Tujuan yang terkandung adalah sama-sama berusaha untuk mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya terutama bagi golongan masyarakat kecil dalam rangka mengentaskan kemiskinan bagi perbaikan ekonomi rakyat.

5) Berdasarkan pada fungsi dan peranan dari koperasi dan BMT terlihat bahwa keduanya mempunyai dua fungsi. Fungsi tersebut adalah fungsi sosial dan fungsi ekonomi yang saling berkaitan. Sedangkan peranan kedua lembaga tersebut adalah sebagai motor penggerak perekonomian dengan mengembangkan dan membangun potensi serta kemampuan masyarakat lapisan bawah untuk mencapai perekonomian yang lebih baik. Bahkan koperasi dijadikan soko guru bagi perekonomian nasional.

commit to user

6) Jika mengacu pada konsep mekanisme kerja antara koperasi dan BMT, akan ditemukan bahwa kedua lembaga ini diusahakan untuk bergerak pada tiga sektor, yaitu sektor jasa keuangan melalui simpan pinjam, sektor sosial dan sektor riil.

Selain itu dalam alat kelengkapan organisasi koperasi dan BMT ditemukan adanya Dewan Pengawas. Dewan pengawas itu bertugas untuk mengendalikan dan mengawasi kedua lembaga itu. Tujuan pengendalian dan pengawasan ini adalah agar dalam kegiatannya sesuai dengan tujuan yang diharapkan serta dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan dan penyelewengan oleh pengurus di dalam pengelolaannya.

c. Perbedaan BMT dengan Koperasi

Perbedaan antara koperasi konvensional dan koperasi syariah (BMT) dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti yang diperoleh dari Dwi Listiani Ningrum (2009) adalah sebagai berikut :

1) Pembiayaan

Koperasi konvensional memberikan bunga pada setiap naabah sebagai keuntungan koperasi. Sedangkan pada koperasi syariah, bagi hasil adalah cara yang diambil untuk melayani para nasabahnya.

2) Aspek pengawasan

Aspek pengawasan yang diterapkan pada koperasi konvensional adalah pengawasan kinerja, ini berarti koperasi hanya diawasi kinerja para pengurus dalam mengelola koperasi. Berbeda dengan koperasi syariah, selain diawasi pada pengawasan kinerjanya, tetapi juga pengawasan syariah. Prinsip-prinsip syariah sangat dijunjung tinggi, maka dari itu kejujuran para intern koperasi sangat diperhatikan pada pengawasan ini, bukan hanya pengurus, tetapi aliran dana serta pembagian hasil tidak luput dari pengawasan.

3) Penyaluran produk

Koperasi konvensinal memberlakukan sistem kredit barang atau uang pada penyaluran produknya, maksudnya adalah koperasi konvensional tidak tahu menahu apakah uang (barang) yang digunakan para nasabah untuk melakukan

commit to user

usaha mengalami rugi atau tidak, nasabah harus tetap mengembalikan uang sebesar yang dipinjam ditambah bunga yang telah ditetapkan pada RAT. Aktivitas ini berbeda di koperasi syariah, koperasi ini tidak mengkreditkan barang-barangnya, melainkan menjualnya secara tunai maka transaksi jual beli atau yang dikenal dengan murabahah terjadi pada koperasi syariah, uang/barang yang dipinjamkan kepada para nasabahpun tidak dikenakan bunga, melainkan bagi hasil, artinya jika nasabah mengalami kerugian, koperasipun mendapatkan pengurangan pengembalian uang, dan sebaliknya. Ini merupakan salah satu bagi hasil yang diterapkan pada koperasi syariah 4) Fungsi sebagai lembaga zakat

Koperasi konvesional tidak menjadikan usahanya sebagai penerima dan penyalur zakat, sedangkan koperasi syariah, zakat dianjurkan bagi para nasabahnya, karena kopersai ini juga berfungsi sebagai institusi Ziswaf .

d. Hak dan Kewajiban Anggota BMT

Anggota BMT memiliki peran ganda, sebagai pemilik sekaligus pengguna pelayanan koperasi dalam hal ini yang berbentuk BMT. Sebagai pemilik, anggota berpartisipasi dalam memodali, mengambil keputusan, mengawasi, dan menanggung resiko. Sebagai pengguna, anggota berpartisipasi dalam memanfaatkan pelayanan koperasi.

Selain itu, anggota juga memiliki beberapa hak dan kewajiban. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dan bila dilanggar, maka akan dikenakan sanksi. Sedangkan hak adalah sesuatu yang seharusnya diperoleh. Bila hak ini tidak terpenuhi, maka yang bersangkutan dapat menuntut. Tetapi bila hak tersebut tidak digunakan, maka tidak ada sanksi untuk itu. Hak dan kewajiban anggota BMT yang diperoleh dari Akbar Ariansyah (2010) adalah :

1) Setiap anggota berhak :

a) Memperoleh pelayanan dari koperasi;

b) Menghadiri dan berbicara dalam Rapat Anggota; c) Memiliki hak suara yang sama;

commit to user

e) Mengajukan pendapat, saran dan usul untuk kebaikan dan kemajuan Koperasi;

f) Memperoleh bagian Sisa Hasil Usaha. 2) Setiap anggota mempunyai kewajiban :

a) Membayar simpanan wajib sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga atau diputuskan Rapat Anggota.

b) Berpartisipasi dalam kegiatan usaha Koperasi.

c) Mentaati ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Rapat Anggota dan ketentuan lainnya yang berlaku dalam Koperasi.

d) Memelihara serta menjaga nama baik dan kebersamaan dalam Koperasi. e. Sistem Penetapan Bagi Hasil

Sistem penetapan bagi hasil dalam BMT adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 : Perbandingan Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil

Hal Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil Penentuan

besarnya hasil

Sebelumya Sesudah berusaha, sesudah ada untungnya

Yang ditentukan sebelumnya

Bunga, besarnya nilai rupiah

Menyepakati proporsi pembagian untung untuk masing-masing pihak, misalnya 50 : 50, 60 : 40, 35 : 65,dll Jika terjadi

kerugian

Ditanggung nasabah saja Ditanggung kedua belah pihak Dihitung dari

mana

Dari dana yang

dipinjamkan, fixed, tetap

Dari untung yang bakal diperoleh belum tentu besarnya

Titik perhatian proyek usaha

Besarnya bunga yang harus dibayar nasabah pasti diterima bank

Keberhasilan proyek / usaha yang jadi perhatian bersama : Nasabah dan BMT Tahukah kita

besar jumlahnya

Pasti : (%) kali jumlah pinjaman yang telah pasti diketahui

Proporsi : (%) kali jumlah untung yang belum diketahui

Status hukum Berlawanan dengan Q.S Lukman : 34

Melaksanakan Q.S Lukman : 34 Sumber : Amin Aziz (2008 : 28)

f. Kelebihan dan Kekurangan BMT

Ismul Azhari (2010), menjelaskan bahwa : 1) Kelebihan BMT adalah:

commit to user

a) BMT Islam memiliki dasar hukum operasional yakni Al Qur’an dan Al Hadist. Sehingga dalam operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar seperti diperintahkan oleh Allah SWT, juga nilai dasar seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW.

b) BMT Islam mendasarkan semua produk dan operasinya pada prinsip-prinsip efisiensi, keadilan, dan kebersamaan.

c) Adanya kesamaan ikatan emosional keagamaan yang kuat antara pemegang saham, pengelola, dan nasabah, sehingga dapat dikembangkan kebersamaan dalam menghadapi resiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil.

d) Adanya keterikatan secara religi, maka semua pihak yang terlibat dalam BMT Islam akan berusaha sebaik-baiknya sebagai pengamalan ajaran agamanya sehingga berapa pun hasil yang diperoleh diyakini membawa berkah.

e) Adanya fasilitas pembiayaan (Al Mudharabah dan Al Musyarakah) yang tidak membebani nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar biaya secara tetap, hal ini memberikan kelonggaran physichologis yang diperlukan nasabah untuk dapat berusaha secara tenang dan bersungguh-sungguh.

f) Adanya fasilitas pembiayaan (Al Murabahah dan Al Ba’i Bitsaman Ajil) yang lebih mengutamakan kelayakan usaha dari pada jaminan (kolateral) sehingga siapa pun baik pengusaha ataupun bukan mempunyai jaminan kesempatan yang luas untuk berusaha.

g) Tersedia pembiayaan (Qardu Hasan) yang tidak membebani nasabah dengan biaya apapun, kecuali biaya yang dipergunakan sendiri:seperti bea materai, biaya notaris, dan sebagainya. Dana fasilitas ini diperoleh dari pengumpulan zakat, infak dan sadaqah, para amil zakat yang masih mengendap.

h) Dengan diterapkannya sistem bagi hasil sebagai pengganti bunga, maka tidak ada diskriminasi terhadap nasabah yang didasarkan atas kemampuan ekonominya sehingga akseptabilitas BMT Islam menjadi luas.

commit to user

i) Dengan adanya sistem bagi hasil, maka untuk kesehatan BMT yang bisa diketahui dari naik turunnya jumlah bagi hasil yang diterima.

j) Dengan diterapkannya sistem bagi hasil, maka persaingan antar BMT Islam berlaku wajar yang diperuntukkan oleh keberhasilan dalam membina nasabah dengan profesionalisme dan pelayanan yang baik. 2) Kelemahan BMT adalah :

a) Dalam operasional BMT Islam, pihak-pihak yang terlibat didasarkan pada ikatan emosional keagamaan yang sama, sehingga antara pihak-pihak khususnya pengelola BMT dan BMT harus saling percaya, bahwa mereka sama-sama beritikad baik dan jujur dalam bekerjasama. BMT dengan sistem ini terlalu berprasangka baik kepada semua nasabah dan berasumsi bahwa semua orang yang terlibat adalah jujur. Dengan demikian, BMT Islam rawan terhadap mereka yang beritikad tidak baik sehingga diperlukan usaha tambahan untuk mengawasi nasabah yang menerima pembiayaan dari BMT Islam karena tidak dikenal bunga, denda keterlambatan dan sebagainya.

b) Sistem bagi hasil yang adil memerlukan tingkat profesionalisme yang tinggi bagi pengelola BMT untuk membuat penghitungan yang cermat dan terus-menerus.

c) Motivasi masyarakat muslim untuk terlibat dalam aktivitas BMT Islam adalah emosi keagamaan, ini berarti tingkat efektifitas keterlibatan masyarakat muslim dalam BMT Islam tergantung pada pola pikir dan sikap masyarakat itus sendiri.

d) Semakin banyak umat Islam memanfaatkan fasilitas yang disediakn BMT Islam, sementara belum tersedia proyek-proyek yang bisa di biayai sebagai akibat kurangnya tenaga-tenaga profesional yang siap pakai, maka BMT Islam akan menghadapi ”kelebihan likuiditas”.

e) Salah satu misi BMT Islam yakni mengentaskan kemiskinan yang sebagian besar kantong-kantong kemiskinan terdapat di pedesaan.

commit to user

3. Tinjauan tentang Budaya Organisasi

Dokumen terkait