• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan tentang Pemberdayaan Perempuan a.Pengertian Pemberdayaan a.Pengertian Pemberdayaan

KAJIAN PUSTAKA A.Kajian Teori

2. Tinjauan tentang Pemberdayaan Perempuan a.Pengertian Pemberdayaan a.Pengertian Pemberdayaan

Secara etimologis, pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya atau proses untuk memperoleh daya/ kekuatan/ kemampuan, dan atau proses pemberian daya/ kekuatan/ kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya (Ambar T Sulistiyani, 2004 : 77). Pemberdayaan menurut Edi Suharto (2010: 59) adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Individu dalam masyarakat yang memiliki kebutuhan besar untuk mendapatkan treatment pemberdayaan adalah para kaum perempuan.

20

Winarni (dalam Ambar T Sulistiyani, 2004 : 79) mengungkapkan, bahwa inti dari pemberdayaan meliputi tiga hal, yakni pengembangan

(enabling), memperkuat potensi atau daya (empowerment) dan terciptanya kemandirian. Pemberdayaan terjadi pada pada individu yang memiliki kemampuan, dan atau individu yang memiliki daya yang masih terbatas.

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu ataupun masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Sedangkan kemandirian tersebut ditandai oleh suatu kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif dengan pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal individu tersebut (Ambar T Sulistiyani, 2004 : 80).

Secara konseptual, menurut Suharto (2009 : 57) pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Upaya meningkatkan suatu pemberdayaan dapat dilihat dari tiga sisi (Suharto, 2009 : 102), yaitu :

a. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah penegenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan, artinya tidak ada masyarakat yang sama

21

sekali tanpa daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri dengan mendorong, memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini juga meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat semakin berdaya.Dalam upaya pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah meningkatkan taraf pendidikan dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar. Masukan pemberdayaan ini menyangkut pembangunan sarana dan prasarana dasar baik fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, jembatan, maupun sekolah dan juga fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh msyarakat lapisan paling bawah, serta kesediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan dan pemasaran di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberadaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya karena program-program umum yang berlaku untuk semua tidak selalu menyentuh pada lapisan masyarakat ini.

22

c. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi, dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah. Oleh karena itu, kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Menurut Ambar T Sulistiyani (2004 : 83-84) terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam melaksanakan pemberdayaan, yaitu :

a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. Tahapan ini merupakan tahapan persiapan dalam proses pemberdayaan. Pihak pemberdaya/actor/pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan prakondisi supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif.

b. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan kecakapan-keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. Individu akan menjalani proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan-keterampilan yang memiliki relevansi dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan tersebut. keadaan ini akan mensimulasi terjadinya keterbukaan wawasan dan menguasai kecakapan-keterampilan dasar yang mereka butuhkan. Pada tahap ini, masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipasi pada tingkat yang rendah yaitu sekedar menjadi pengikut atau obyek pembangunan saja, belum mampu menjadi subjek dalam pembangunan. c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan- keterampilan

23

mengantarkan pada kemandirian. Tahap ketiga adalah merupakan tahap pengayaan atau peningkatan intelektualitas dalam kecakapan-keterampilan yang diperlukan, supaya mereka dapat membentuk kemampuan kemandirian. Kemandirian tersebut akan ditandai oleh kemampuan masyarakat di dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi dan melakukan inovasi-inovasi di dalam lingkungannya. Pada tahapan ini, masyarakat telah menjadi subyek pembangunan atau pemeran utama. Pemerintah tinggal menjadi innovator saja.

Menurut Kindervatter dalam buku Manajemen Pemberdayaan Perempuan (Anwar, 2007 : 77) “pemberdayaan sebagai proses pemberian kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan yang bertujuan membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepekaan warga belajar terhadap perkembangan social ekonomi dan politik sehingga kelak dapat meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat”. Dari beberapa pendapat di atas mengenai pemberdayaan dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses pengembangan kemampuan dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh individu atau kelompok agar menjadi berdaya. Pemberdayaan menjadi sangat penting jika diterapkan kepada para perempuan yang sedang menjalani masa pidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan, pemberdayaan yang dilakukan bertujuan agar tercipta kemandirian melalui pemberian pendidikan untuk meningkatkan kesadaran serta memberikan kecakapan-keterampilan agar dapat meningkatkan potensi yang dimiliki sehingga tidak

24

mengulangi kesalahan yang sama lagi dan dapat bersosialisasi dan berperan kembali di masyarakat

Ada beberapa tahap yang harus dilakukan dalam kegiatan pemberdayaan, yaitu Pertama, tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli. Pada tahap penyadaran ini adalah tahapan persiapan dalam proses pemberdayan dimana pihak yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan berusaha menciptakan proses pemberdayaan yang efektif. Kedua, tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-keterampilan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. Ketiga, tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan- keterampilan sehingga terbentuklah kemampuan kemandirian. Tahap ini merupakan tahap pengayaan atau peningkatan intelektualitas dalam kecakapan-keterampilan yang diperlukan, supaya mereka dapat membentuk kemampuan kemandirian.

b. Pengertian Pemberdayaan Perempuan

Di Indonesia jumlah populasi perempuan tergolong besar, atas dasar inilah perempuan menjadi salah satu komponen pembangun bangsa yang penting dan potensial sebagai agen perubahan maupun subyek pembangunan. Perempuan memiliki peran dalam segala bidang seperti bidang ekonomi, bidang pendidikan serta bidang social budaya selain berperan dalam keluarga. Oleh karena itu, perlu untuk dilakukan pemberdayaan agar para perempuan menjadi pribadi yang berkualitas atas kemampuan dan potensi yang dimiliki sehingga kaum perempuan tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang lemah.

25

Menurut Hubeis (2010: 125), pember-dayaan perempuan adalah “upaya memper-baiki status dan peran perempuan dalam pembangunan bangsa, sama halnya dengan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan”. Daulay (2006: 7) menyam-paikan bahwa program pemberdayaan perempuan di Indonesia pada hakekatnya telah dimulai sejak tahun 1978. Dalam perkembangannya upaya dalam kerangka pemberdayaan perempuan ini secara kasat mata telah menghasilkan suatu proses pe-ningkatan dalam berbagai hal. Seperti pepe-ningkatan dalam kondisi, derajat, dan kualitas hidup kaum perempuan di berbagai sektor strategis seperti bidang pendidikan, ketenagakerjaan, ekonomi, kesehatan dan keikutsertaan ber-KB.

Menurut Karl M. (dalam Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka, 1996: 63) pemberdayaan perempuan dipandang sebagai suatu proses kesadaran dan pembentukan kapasitas (capacity building) terhadap partisipasi yang lebih besar, kekuasaan, dan pengawasan pembuatan keputusan yang lebih besar, dan tindakan transformasi agar menghasilkan persamaan derajat yang lebih besar antara perempuan dan laki-laki. Upaya pemberdayaan perempuan dapat dilakukan dengan usaha menyadarkan dan membantu mengembangkan potensi yang ada, sehingga menjadi manusia yang mandiri. Bahkan berarti bahwa perempuan mendominasi atau membuat kekuasaan dari laki-laki, akan tetapi dalam arti mengembnagkan diri dan menentukan nasib sendiri dengan kebersamaan. Konsep kesetaraan juga perlu dikembangkan agar tidak terjadi perselisihan.

26

Menurut Andi Hanindito, pemberdayaan perempuan merupakan upaya peningkatan kemampuan perempuan dalam memeperoleh akses dan control terhadap semua sumber daya dalam seluruh aspek kehidupan (Andi Hanindito, 2011 : 11). Sedangkan Menurut Onny S. Prijono menyatakan bahwa “proses pemberdayaan perempuan merupakan tindakan usaha perbaikan atau peningkatan ekonomi, social budaya, politik dan psikologi baik secara individual maupun kolektif yang berbeda menurut kelompok etnik dan kelas social.

Menurut Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan ada empat kelompok perempuan yang perlu menjadi perhatian yaitu kelompok perempuan yang sama sekali tidak mampu dan tidak memiliki sumber-sumber karena beban kemiskinan, perempuan yang memiliki sumber-sumber tetapi belum/ tidak berusaha untuk meningkatkan dirinya, perempuan yang telah melakukan usaha namun tidak memiliki sumber-sumber, dan perempuan yang telah memiliki kemampuan dan peran serta mampu memanfaatkan sumber-sumber. Kelompok yang terakhir merupakan kelompok yang sudah berdaya dan mungkin sudah terbuka pikirannya dan merdeka. Proses pemberdayaan diri pada perempuan akan menjadi lebih cepat jika perempuan ikut serta dalam proses pengambilan keputusan.

Winarni (dalam Ambar T. Sulistiyani, 2004 : 79) mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan meliputi tiga hal, yaitu sebagai berikut :

27 1) Pengembangan (enabling)

Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Logika ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tidak memiliki daya setiap masyarakat yang sama sekali tidak memiliki daya setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang mereka tidak menyadari, atau daya tersebut masih belum dapat diketahui secara eksplisit, sehingga daya harus digali dan kemudian dikembangkan.

2) Memperkuat potensi atau daya (empowering)

Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.

3) Terciptanya kemandirian

Pemberdayaan hendaknya jangan menjabak masyarakat dalam perangkap ketergantungan (chaity), pemberdayaan sebaiknya harus mengantarkan pada proses kemandirian.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pemberdayaan mencakup berbagai aspek yang nantinya akan mempengaruhi kehidupan individu atau kelompok. Pemberdayaan perempuan adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk menggali potensi yang dimiliki perempuan yang dapat digunakan sebagai bekal hidup, mengembangkan, memantapkan atau menguatkan potensi tersebut. Sehingga dengan adanya

28

pemberdayaan tersebut, kaum perempuan dapat menjadi mandiri dan mampu berpartisipasi dalam pembangunan dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki.

Berbagai konsep pemberdayaan perempuan yang telah diuraikan di atas merujuk pada kemampuan individu, khususnya pada kelompok perempuan yang dipandang lemah dalam aspek tertentu. Salah satunya adalah kelompok perempuan yang bersatus sebagai warga binaan pemasyarakatan atau narapidana di Lapas Wirogunan. Oleh karena itu, Lapas Wirogunan menyelenggarakan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan yang dapat bermanfaat bagi para warga binaan pemasyarakatan perempuan setelah keluar nanti agar dapat turut serta dalam melaksanakan pembangunan bangsa melalui keterampilan yang dimilikinya.

c. Tujuan Pemberdayaan Perempuan

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan menurut Ambar T. Sulistiyani (2004 : 80) adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi menggunakan daya kemampuan yang meliputi kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif, dengan

29

pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut.

Sedangkan menurut Anindya Sulasikin dalam buku yang berjudul Jagad Wanita, pemberdayaan perempuan bertujuan untuk :

1) Meningkatkan keterjangkauan (akses) perempuan kepada sumber dan manfaat pembangunan (modal, tanah, pelayanan sosial, pendidikan, kesehatan,pekerjaan, dan informasi).

2) Meningkatkan kesadaran wanita tentang diskriminasi gender, bahwa situasi perempuan dan perlakuan diskriminatif yang mereka terima bukanlah disebabkan takdir ataupun karena kekurangan pada diri meraka, akan tetapi karena sistem sosial yang mendiskriminasikan mereka.

3) Meningkatkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dalam keluarga dan masyarakat.

4) Pemberdayaan perempuan bertujuan menjadikan perempuan mandiri dalam arti ekonomi, social budaya, dan psikologis (Bainar dkk, 1999 : 17).

Pemberdayaan yang dilakukan oleh karenanya harus tepat sasaran dan tujuannya. Sumodiningrat (2000 : 109) menjelaskan bahwa sasaran dan tujuan dari pemberdayaan adalah :

1) Meningkatnya peningkatan pendapatan perempuan di tingkat bawah dan menurunnya jumlah penduduk yang terdapat dibawah garis kemiskinan.

30

2) Berkembangnya kapasitas perempuan untuk meningkatkan kegiatan social ekonomi produktif keluarga.

3) Berkembangnya kemampuan perempuan dan meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat, baik aparatur maupun warga.

Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemberdayaan perempuan adalah untuk membangun kesadaran para kaum perempuan mengenai kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan agar mampu mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki. Sehingga pendapatan perempuan dapat meningkat dan dapat menjadi pribadi yang mandiri serta mampu mempertahankan diri dari diskriminasi dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan bangsa.

d.Tahap-tahap Pemberdayaan Perempuan

Menurut Friedman (Daman Huri 2008: 86) berpendapat bahwa ada dua tahapan pemberdayaan yaitu :

1) Pemberdayaan individu

Pemberdayaan individu dimulai dari membangkitkan keberdayaan setiap anggota keluarga hingga kemudian unit-unit keluarga berdaya yang selanjutnya mampu memperluas keberdayaan dan munculnya keberdayaan nasional.

2) Pemberdayaan Kelompok atau antar individu

Pemberdayaan ini merupakan spiral model. Pada hakikatnya individu satu dan lainnya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Dimulai dari unit keluarga lalu membentuk ikatan dengan keluarga lain yang disebut kelompok masyarakat, dan seterusnya sampai ikatan yang paling tinggi.

31

Sedangkan menurut Ambar T Sulistiyani, tahap-tahap yang harus dilalui dalam pemberdayaan ialah:

a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. b. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,

kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.

c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilan sehingga terbentuk inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian (Sulistiyani, Ambar Teguh: 83)

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap yang harus dilakukan dalam program pemberdayaan perempuan adalah dilakukannya penyadaran diri dan pembentukan perilaku individu agar menyadari bahwa dirinya membutuhkan peningkatan kualitas atas dirinya sendiri. Setelah dilakukan penyadaran diri, individu harus mentransformasikan kemampuan dalam hal wawasan pengetahuan dan kecakapan keterampilan agar dapat mendapatkan peran dan ikut ansdil dalam proses pembangunan. Kemudian meningkatkan kemampuan wawasan pengetahuan dan kecakapan keterampilan agar terbentuk inisiatif dan inovatif yang kemudian mengantarkan pada kemandirian. Dengan dilakukannya tahapan-tahapan pemberdayaan perempuan tersebut dapat dipastikan akan mengantarkan kaum perempuan pada kemandirian dengan wawasan pengetahuan dan kecakapan keterampilan yang dimiliki. Sehingga kaum perempuan akan memiliki peran dan mempunyai pengaruh dalam proses pembangunan. Selain itu, kaum perempuan juga sadar bahwa ia

32

memiliki kapasits dan potensi diri yang harus ditingkatkan guna kehidupan di masa yang akan datang.

3. Tinjauan tentang Lembaga Pemasyarakatan