• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA A.Kajian teori

1. Tinjauan Tentang Pengelolaan a.Pengertian Pengelolaan a.Pengertian Pengelolaan

Sudjana (2004: 16) mendefinisikan : “pengelolaan atau manajemen

adalah kemampuan dan keterampilan khusus untuk melakukan suatu kegiatan, baik bersama orang lain atau melalui orang lain dalam mencapai

tujuan organisasi”. Senada dengan hal tersebut, Hersey dan Blanchard

dalam Sudjana (2004: 16) memberi arti pengelolaan sebagai berikut :

management as working with through individuals and groups to accomplish organizational goals”. Lebih lengkapnya Sudjana

mengungkapkan bahwa manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Kata “pengelolaan” dapat disamakan dengan manajemen, hal ini

juga sesuai dengan yang diutarakan oleh Muljani A. Nurhadi dalam

Suharsimi Arikunto (2008:3) bahwa “manajemen adalah suatu kegiatan

atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencari tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar lebih

14

Arikunto (2008:3) menekankan adanya ciri-ciri atau pengertian yang terkandung dalam definsisi tersebut sebagai berikut.

1) Manajemen merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan dari, oleh dan bagi manusia.

2) Rangkaian kegiatan itu merupakan suatu proses pengelolaan dari suatu rangkaian kegiatan pendidikan yang sifatnya kompleks dan unik yang berbeda dengan tujuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya; tujuan kegiatan ini tidak terlepas dari tujuan pendidikan secara umum dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh suatu bangsa.

3) Proses pengelolaan itu dilakukan bersama oleh sekelompok manusia yang tergabung dalam suatu organisasi sehingga kegiatannya harus dijaga agar tercipta kondisi kerja yang harmonis tanpa mengorbankan unsur-unsur manusia yang terlibat dalam kegiatan pendidikan itu.

4) Proses itu dilakukan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, yang dalam hal ini meluuti tujuan yang bersifat umum (skala tujuan umum) dan yang diemban oleh tiap-tiap organisasi pendidikan (skala tujuan khusus).

5) Proses pengelolaan itu dilakukan agar tujuannya dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Tatang M. Amirin (2013:8) juga memberikan penjelasan bahwa manajemen bukan sekedar menyelenggarakan atau melaksanakan sesuatu, melainkan menyelenggarakan atau melaksanakannya dengan lebih baik, yaitu dengan ditata atau diatur. Penataan pengaturan itulah yang kemudian dalam bahasa Indonesia disebut dengan pengelolaan. Mengelola artinya menata atau mengatur penyelenggaraan atau pelaksanaan sesuatu dengan baik. Pendapat lain juga dikemukakan dalam jurnal Pengelolaan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Pada Era Otonomi Daerah oleh Fattah dalam Widodo (2015) yang memberikan arti manajemen sebagai berikut:

“Manajemen sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Manajemen sebagai ilmu

yaitu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama, menggerakkan orang agar berkemauan untuk melakukan sesuatu. Bidang ilmu tersebut

15

mempelajari dengan seksama sehingga menghasilkan teori, prinsip-prinsip maupun kaidah-kaidah dalam keilmuan. Adapun manajemen sebagai kiat yaitu cara-cara atau metode maupun strategi mengatur orang lain dalam menjalankan tugas dengan sukarela. Manajemen sebagai kiat merupakan wilayah praktis yang dilakukan oleh para manajer untuk mempengaruhi bawahan agar mau bekerja mencapai

tujuan tertentu … Sedangkan manajemen sebagai profesi menjelaskan adanya dasar keahlian yang secara khusus dimiliki oleh manajer untuk mencapai suatu prestasi pekerjaan yang mempunyai kode etik dalam melaksanakan tugas-tugasnya.”

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah suatu kegiatan yang mengatur secara sistematis baik itu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengendalian dan pengembangan atau bahkan hingga evaluasi pada seluruh komponen dalam organisasi untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya.

b. Fungsi Pengelolaan

Sudjana (1992: 38) memberikan penjelasan tentang fungsi manajemen pendidikan luar sekolah yang terdiri dari enam fungsi yang berurutan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pembinaan, penilaian dan pengembangan. Kaitan antara keenam fungsi itu dapat dilihat dalam gambar berikut.

16

Gambar 1. Fungsi Manajemen Luar Sekolah

Lebih berfokus pada manajemen program, Umberto Sihombing (2000 : 58) menjelaskan bahwa fungsi yang akan digunakan sebagai acuan dalam manajeman strategi pendidikan luar sekolah adalah fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian dan pengontrolan. Fungsi tersebut dijabarkan sebagai berikut.

1) Perencanaan

Perencanaan pada pendidikan luar sekolah berarti menentukan tujuan yang harus dicapai, menentukan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mendukung tujuan, menentukan tenaga dan biaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah dibuat oleh penyelenggara pendidikan tersebut. Sondang P. Siagian (2011: 41) mengatakan bahwa perencanaan pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan. Ernie Tisnawati Sule dkk (2005: 96) mendefinisikan perencanaan dari tiga hal, yaitu :

“Dari sisi proses, fungsi perencanaan adalah proses dasar yang digunakan untuk memilih tujuan dan menentukan bagaimana

Perencanaan Pengorganisasian Penggerakan Pembinaan Penilaian pengembangan

17

tujuan tersebut akan dicapai. Dari sisi fungsi manajemen, perencanaan adalah fungsi di mana pimpinan menggunakan pengaruh atas wewenangnya untuk menentukan atau mengubah tujuan dan kegiatan organisasi. Dari sisi pengambilan keputusan, perencanaan merupakan pengambilan keputusan untuk jangka waktu yang panjang atau yang akan datang mengenai apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya, bilamana dan siapa yang akan melakukannya, dimana keputusan yang diambil belum tentu sesuai, hingga implementasi perencanaan tersebut dibuktikan

kemudian hari.”

2) Pengorganisasian

Longeecker mendefinisikan pengorganisasian secara umum, yaitu :

“Aktivitas menetapkan hubungan antara manusia dan

kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Pengertian ini menjelaskan bahwa kegiatan pengorganisasian berkaitan dengan uapaya melibatkan orang-orang ke dalam kelompok, dan upaya melakukan pembagian kerja diantara anggota kelompok untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan di dalam rangka mencapai tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya (Sudjana 1992: 77).”

Lebih lengkap Sudjana (1992 : 79) mengatakan bahwa

“pengorganisasisan pendidikan luar sekolah adalah usaha

mengintegrasikan sumber-sumber manusiawi dan non-manusiawi yang diperlukan ke dalam satu kesatuan dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana telah direncanakan untuk mecapai tujuan yang telah

ditetapkan terlebih dahulu.”

Pengorganisasian mengandung makna pengaturan atau penataan organisasi pendidikan luar sekolah mulai dari organisasi perencana sampai pada pelaksana, sehingga mampu membangkitkan partisipasi masyarakat. Pengorganisasian ini biasanya diwujudkan dalam bentuk struktur organisasi.

18

Organisasi pelaksanaan yang baik, teratur dan disiplin akan menunjang usaha pencapaian tujuan. Pengorganisasian pelaksanaan program pendidikan luar sekolah sebaiknnya dirancang secara dinamis dalam arti fleksibel dan berorientasi ke masadepan, dengan memperhatikan hasil analisis kekuatan, kelemahan, hambatan dan tantangan tentang organsiasi yang selama ini ada.

3) Pelaksanaan

Pelaksanaan sebagai salah satu fungsi manajemen bukan hanya mengelola pelaksanaan program namun mencakup bagian yang luas meliputi manusia, uang, material dan waktu. Dalam teori fungsi manajemen menurut GR Terry, pelaksanaan dapat diartikan sebagai penggerakan, senada dengan itu Didin Kurniadin (2012: 287) mendefinisikan penggerakan (actuating) sebagai “tindakan untuk

memulai, memprakarsai, memotivasi dan mengarahkan, serta mempengaruhi para pekerja mengerjakan tugas-tugas untuk mencaai

tujuan organisasi.”

Untuk menjamin pelaksanaan yang tepat dari suatu rencana tentu perlu dukungan baik itu secara administrative maupun secara teknis. Hal penting yang terdapat dalam proses pelaksanaan program pendidikan luar sekolah adalah sebagai berikut.

a) Keberhasilan pelaksanaan dapat ditentukan oleh komitmen dan keterampilan para pelaksana di samping efisiensi dan efektivitas penggunaan aspek yang bersifat administratif. Komitmen dapat

19

diartikan sebagai kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tujuan dan prosedur kerja yang sudah ditentukan serta budaya kerja yang dianut dan diterapkan oleh organisasi.

b) Metode atau pendekatan yang digunakan dalam proses pelaksanaan program harus sesuai. Pada umumnya sasaran program pendidikan luar sekolah adalah berasal dari latar belakang yang beragam, oleh karena itu untuk memberikan pelayanan harus sesuaikan dengan keadaan warga belajar atau masyarakat.

c) Pada tahap pelaksanaan diperlukan satu prosedur yang tidak kaku, hal ini bertujuan untuk menjamin tercapainya tujuan program pendidikan luar sekolah sesuai dengan visi dan misinya.

d) Pengelolaan aspek-aspek dalam pelaksanaan yang meliputi pelaksanaan program, manusia, uang, maerial dan waktu memerlukan sikap terbuka, jujur dan bersedia memberikan pelayanan yang terbaik bagi sasaran program.

4) Koordinasi

Koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk menciptakan suatu jaringan kerja di antara beberapa orang, unsur, organisasi dengan maksud untuk saling memperkuat melalui pertukaran informasi, ataupun bekerjasama dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau memecahkan berbagai kesulitan yang sedang dan mungkin dihadapi di masa depan, sebagai usaha untuk mencapai suatu tujuan.

20

Selama ini koordinasi hanya diwujudkan dengan mengungkapkan atau mengemukakan kepentingan sector-sektor masing masing dalam pengambilan keputusan ataupun rapat. Dalam program pendidikan luar sekolah, koordinasi atau jaringan kerja harus menjadi dasar. Jaringan kerja bukan hanya di antara kelompok tertentu, tetapi benar-benar antar lintas. Keberhasilan program pendidikan luar sekolah akan sangat dipengaruhi dan tergantung dari keberhasilan menciptakan jaringan kerja dan memberdayakannya.

5) Pengawasan

Didin Kurniadin dkk (2012:367) menyatakan bahwa “pengawasan

adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan kepastian tentang pelaksanaan program atau pekerjaan/kegiatan yang sedang atau telah dilakukan sesuai

dengan rencana yang ditentukan.”

Pengawasan yang ketat dimaksudkan, bahwa tujuan harus dicapai secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana yang telah disusun. Pengawasan ada dua jenis yang masing-masing mempunyai otoritas sendiri dalam bidang yang berbeda-beda pula. Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh Didin Kurniadin dkk (2012:369). Pengawasan itu antara lain :

(1) Pengawasan internal yang dilakukan oleh struktur organisasi pemerintah, misalnya institusi inspektorat jenderal atau institusi badan pengawas keuangan Negara. Manfaat pengawasan internal menurut Didin Kurniadin antara lain sebagai berikut.

21

(a) Menjembatani hubungan pimpinan dengan para manajer dan staf untuk memperkecil ketimpangan informasi.

(b) Mendapat informasi keuangan dan penggunaan yang tepat. (c) Menghindari atau mengurangi resiko organisasi.

(d) Memenuhi standar yang memuaskan.

(e) Mengetahui penerimaan/ketaatan terhadap kebijakan dan prosedur internal.

(f) Mengetahui efisiensi penggunaan sumber daya organsasi. (g) Efektifitas pencapaian organisasi.

(2) Pengawasan eksternal, yaitu pengawasan yang dilakukan untuk meningkatkan kredibilitas keberhasilan dan kemajuan organisasi. Pelaksana pengawasan eksternal dilakukan dengan prinsip kemitraan (partnership). Pengawasan dalam program pendidikan luar sekolah dilakukan oleh masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. 2. Tinjauan Tentang Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Depkes RI (1998), menyatakan bahwa Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Dalam masyarakat keluarga dipandang sebagai satuan lembaga terkecil yang memiliki hubungan kekerabatan. Senada dengan pendapat tersebut, Kusdwiratri Setiono (2011:24) mendefinisikan keluarga sebagai kelompok orang yang ada

22

hubungan darah atau perkawinan. Sudardja Adiwikarta dalam Syamsu Yusuf (2007:36) mendefinisikan keluarga sebagau unit sosial terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia (universe) atau suatu sistem sosial yang terpancang (terbentuk) dalam sistem sosial yang lebih besar.

Dari sudut pandang psikologi, keluarga selain mempertanyakan sejauhmana interaksi antar anggota keluarga dapat terlaksana tanpa hambatan, juga sejauh mana suatu keluarga mampu menyesuaikan diri dengan perubahan struktur keluarga dan perubahan lingkungan yang berpengaruh pada keberadaan dan fungsi keluarga, hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukaan oleh Kusdwiratri Setiono (2011:24).

Pembentukan keluarga oleh individu dapat dilakukan melalui perkawinan yang sah baik itu secara agama maupun Negara. Serupa dengan gagasan tersebut Pujosuwarno dalam Sutirna (2013:125) keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian atau tanpa anak-anak baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.

Keluarga merupakan salah satu kelompok yang berada ditengah-tengah masyarakat yang menjalankan fungsi dan perannya sebagai lembaga sosial. Hal ini juga disampaikan oleh hartomo dkk (2001:79)

bahwa “keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting dalam

23

perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banya berlangsung lama untuk mencptakan dan membesarkan anak-anak.”

Munandar Soelaeman (2005: 115) mengartikan keluarga sebagai satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai adanya kerjasama ekonomi.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam lingkup masyarakat yang dibentuk oleh pernikahan yang sah dan saling berinteraksi serta menjalankan fungsi dan perannya sebagai bagian dari suatu masyarakat.

b. Sifat-Sifat Keluarga

Seperti pendapat yang dikutip oleh Hartomo dkk (2001:79), terdapat 5 sifat penting keluarga, yaitu :

1) Hubungan Suami-Isteri

Hubungan ini mungkin berlangsung seumur hidup dan mungki dalam waktu yang singkat saja. Ada yang berbentuk monogami, ada pula

yang poligami. Bahkan masyarakat yang sederhana terdapat “group married”, yaitu sekelompok wanita kawin dengan sekelompok laki -laki.

2) Bentuk perkawinan

Dalam pemilihan jodoh, calon suami isteri tak jarang dipilihkan oleh orang-orang tua mereka. Sedang pada masyarakat lainnya diserahkan pada orang-orang yang bersangkutan. Selanjutnya perkawinan ini ada

24

yang berbentuk indogami (didalam golongan sendiri), adapula yang berbentuk exogami (diluar golongannya sendiri).

3) Susunan nama dan istilah termasuk cara menghitung keturunan.

Dalam beberapa masyarakat keturunan dihitung melalui garis laki-laki misalnya di Batak. Ini disebut Patrilineal. Ada yang melalui garis wanita, misalnya di Minangkabau, ini disebut matrilineal. Di Minangkabau laki-laki tidak mempunyai hak apa-apa bahkan hartanya pun tidak diurusi oleh laki-laki itu, melainkan diurus oleh adik atau saudara perempuannya, sistem ini disebut Avonculat.

4) Milik atau harta benda keluarga.

Di manapun keluarga itu pasti mempunyai milik untuk kelangsungan hidup para anggota-anggotanya.

5) Pada umumnya keluarga itu mempunyai tempat tinggal bersama/rumah bersama.

Apabila keluarga suami meningkuti isteri disebut sistem matrilokal. Sedangkan jika isteri mengikuti ke dalam keluarga suami, sistem ini disebut patrilokal.

Sutirna (2013: 125) juga memberikan penjelasan tentang sifat-sifat keluarga yang kemudian dikategorikan kedalam unsure-unsur dalam keluarga, yaitu sebagai berikut.

1) Keluarga merupakan perserikatan hidup antarmanusia yang paling dasar dan kecil.

25

2) Perserikatan itu paling sedikit terdiri dari dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin.

3) Perserikatan itu berdasar atas ikatan darah, perkawinan atau adopsi. 4) Adakalanya keluarga hanya terdiri dari seorang laki-laki saja atau

perempuan saja dengan atau tanpa anak-anak. c. Peranan dan Fungsi Keluarga

Syamsu Yusuf (2007:38) membagi fungsi keluarga dari perspektif psikososiologis dan perspektif sosiologis. Dari sudut pandang psikososiologis, keluarga memiliki fungsi sebagai :

1) Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya 2) Sumber pemenuhan kebutuhan, baik fisik maupun psikis 3) Sumber kasih sayang dan penerimaan

4) Model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat

5) Pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku secara sosial yang tepat

6) Pembentuk anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan

7) Pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan sosial yang dibutuhkan untuk penyeuaian diri

8) Stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat

26

10) Sumber persahabatan/teman bermain bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah.

Sedangkan dari sudut pandang sosiologis, fungsi keluarga dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi berikut.

1) Fungsi biologis

Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi (a) pangan, sandang, dan papan, (b) hubungan seksual suami-istri, dan (c) reproduksi atau pengembangan keturunan (keluarga yang dibangun melalui

pernikkahan merupakan tempat “penyemaian” bibit-bibit insane yang fitrah).

2) Fungsi ekonomis

Keluarga (dalam hal ini ayah) mempunyai kewajiban untuk menafkahi anggota keluarganya (istri dan anak). Dalam Al-Qur’an (Surat Al -Baqarah: 223) dikemukakan bahwa kewajiban suami member makan dan pakaian kepada para istri dengan cara yang ma’ruf (baik). Seseorang (suami) tidak dibebani (dalam memberi nafkah), melainkan menurut kadar kesanggupannya.

3) Fungsi pendidikan (edukatif)

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi

anak. Keluarga berfungsi sebagai “transmitter budaya atau mediator”

27

Undang-Undang No.2 Tahun 1989 Bab IV Pasal 10 Ayat 4: “Pendidikan

keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama,

nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan”. Syamsu Yusuf merangkum

fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut penanaman, pembimbingan, atau pembiasaan nilai-nilai agama, budaya, dan keterampilan-keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak.

4) Fungsi sosialisasi

Keluarga merupakan buaian atau penyemaian bagi masyarakat masa depan, dan lingkungan keluarga merupakan faktor penentu (determinant factor) yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Keluarga berfungsi sebagai miniature masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang memperngaruhi perkambangan kemampuan anak untuk mentaati peraturan (disiplin), mau bekerja sama dengan orang lain, bersikap toleran, menghargai pendapat gagasan orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan yang heterogen (etnis, ras, budaya dan agama).

5) Fungsi perlindungan (protektif)

Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para angora keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik-psikologis) para anggotanya.

28 6) Fungsi rekreatif

Untuk melaksanakan fungsi ini, keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi anggotanya. Sehubungan dengan hal itu, maka keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasi interior rumah, hubungan komunikasi yang tidak kaku (kesempatan berdialog bersama sambil santai), makan bersama, bercengkrama dengan penuh suasana humor dan sebagainya.

7) Fungsi agama (religious)

Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-niai agama keapda anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing atau membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Para anggota keluarga yang memiliki mental yang sehat, yakni mereka akan terhindar dari beban-beban psikologis dan mempu menyesuaikan dirinya secara harmonis dengan orang lain, serta berpartisipasi aktif dalam memberikan kontribusi secara konstruktif terhadap kemajuan atau kesejahteraan masyarakat.

Benokraitis dalam Fatchiah E. Kertamuda (2009:53) mengemukakan lima fungsi keluarga yaitu:

1) Mengatur aktivitas seksual, setiap masyarakat mempunyai norma atau aturan dalam hubungan seksual. Terdapat banyak hubungan seksual

29

yang melanggar hukum dan norma yang berlaku di masyarakat tertentu.

2) Sebagai tempat untuk anak bersosialisasi (bermasyarakat). Keluarga merupakan tempat pertama anak belajar bersosialisasi. Anak menyerap banyak hal dari keluarga seperti sikap, keyakinan, serta nilai-nilai dalam keluarga, dan anak juga belajar kemampuan dalam berinteraksi yang kelak dapat bermanfaat dalam kehidupannya dimasa mendatang.

3) Sebagai jaminan dan keamanan serta ekonomi. Keluarga sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan baik itu keamanan dan stabilitas financial seperti makanan, perlindungan, pakaian dan sumber-sumber materi untuk kelangsungan hidup.

4) Sebagai pemberi dukungan emosional. Keluarga merupakan kelompok utama yang penting karena keluarga memberikan dukungan, cinta dan kebutuhan emosional yang membuat keluarga terpenuhi kebutuhannya.

5) Sebagai tempat status sosial. Kelas sosial dapat dikategorikan sama dengan tingkat dalam kemasyarakatan yang terkait dengan kekayaan, pendidikan, kekuatan, prestise, dan sumber-sumber nilai.

Munandar Soelaeman (2005 : 115) juga mendefinisikan fungsi keluarga secara umum yang meliputi :

1) Pengaturan seksual 2) Reproduksi

30 3) Sosialisasi

4) Pemeliharaan

5) Penempatan anak dalam masyarakat 6) Pemuas kebutuhan perseorangan, dan 7) Kontrol sosial

Lutfi Wibawa (2016: 27) mengemukakan bahwa keluarga sering dipandang sebagai sumber kekuatan, memberikan pengasuhan dan dukungan untuk anggota individu serta menjamin stabilitas dan kontinuitas generasi untuk masyarakat dan budaya. Setidaknya ada 4 (empat) pandangan konseptual tentang keluarga yang dirangkum dari beberapa ahli yaitu :

1) Keluarga dilihat sebagai tempat yang tepat untuk melindungi dan mempertahankan seluruh anggota, membantu mereka untuk mengatasi stress dan patologi yang biasa mendera dan dialami oleh anggota keluarga.

2) Keluarga dapat menjadi sumber penyelesai dan benteng pertahanan dari ketegangan.

3) Keluarga dapat dilihat sebagai mekanisme untuk anggota keluarga dalam berinteraksi dengan kelompok-kelompok sosial dan masyarakat yang lebih luas.

4) Keluarga dapat dilihat sebagai titik penting dari intervnsi dari unit organisasi salami untuk mentransfer dan membangun nilai-nilai sosial dan masyarakat.

31 d. Keluarga yang ideal

Menurut Alexander A. Schneiders dalam Syamsu Yusuf (2007:43) mengemukakan bahwa keluarga yang ideal ditandai oleh ciri-ciri :

1) Minimnya perselisihan antar orangtua atau orangtua dengan anak 2) Ada kesempatan untuk menyatakan keinginan

3) Penuh kasih sayang

4) Penerapan disiplin yang tidak keras

5) Ada kesempatan unruk bersikap mandiri dalam berfikir, merasa dan berperilaku

6) Saling menghormati, menghargai (mutual respect) di anatar orangtua dengan anak

7) Menjalin kebersamaan (kerjasama antara orang tua dan anak) 8) Orangtua memiliki emosi yang stabil

9) Berkecukupan dalam bidang ekonomi

10) Mengamalkan nilai-nilai moral dan agama

Senada dengan hal tersebut, Syamsu Yusuf (2007:42) juga mengungkapakan bawa keluarga yang fungsional atau normal merupakan keluaraga yang mampu melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya. Keluarga fungsional ditandai oleh karakteristik sebagai berikut.

1) Saling memperhatikan dan mencintai 2) Bersikap terbuka dan jujur

3) Orang tua mau mendengarkan anak, menerima perasaannya dan menghargai pendapatnya

32

4) Ada “sharing” masalah aatau pendapat di antara anggota keluarga

5) Mampu berjuang mengatasi masalah hidupnya 6) Saling menyesuaikan diri dan mengakomodasi 7) Orangtua melindungi (mengayomi) anak

8) Komunikasi antar anggota keluarga berlangsung dengan baik