• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAWADDAH, WARROHMAH

B. Tinjauan Umum tentang keluarga. 1.Pengertian keluarga

Keluarga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan.Keluargamenjadi tempatpertama seseorang yang memulai kehidupannya. Keluarga membentuk suatu hubungan yang sangat erat antara ayah, ibu, maupun anak. Hubungan tersebut terjadi antar anggota keluarga sehingga saling berinteraksi. Dengan adanya interaksi maka akan terjadi hubungan yang akrab yang akan terjalin di dalam keluarga, dan dalam kehidupan yang normal maka lingkungan yang pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tua, saudara-saudaranya serta mungkin kerabat lain yang tinggal serumah. Melalui lingkungan itu anak mulai mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Melalui lingkungan keluarga itulah seorang anak akan mengalami proses sosiolisasi awal.

Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera menyebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Undang-Undang No. 10 Tahun 1992).

Dalam tinjauan sosiologis, keluarga tersebut merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri dari suami isteri dan anak-anak yang belum dewasa.

Keluarga ini merupakan community primer yang paling penting dalam masyarakat, karena hubungan antara para anggotanya sangat erat dan kekal. Oleh karena itu, keluarga tersebut mempunyai sifat-sifat dan ciri : a. Memiliki ikatan batin dan emosional.

Artinya di antara para anggota memiliki rasa kasih sayang dan kecintaan yang mendalam, termasuk kebanggaan terhadap eksistensinya.

b. Memiliki hubungan darah.

Artinya, setiap anggota keluarga tersebut berada dalam satu jalur keturunan kecuali suami dan isteri yang berasal dari garis keturunan yang berbeda.

c. Memiliki ikatan perkawinan.

Artinya, pasangan pria wanita yang membentuk keluarga diikat oleh perkawinan yang sah (menurut agama dan pemerintah), sehingga secara resmi mereka telah menjadi pasangan suami isteri. Perkawinan ini bisa indogami, yakni kawin dengan golongannya sendiri, atau eksogami, yaitu kawin di luar golongan sendiri.

d. Mempunyai kekayaan keluarga.

Artinya, keluarga pasti mempunyai harta benda untuk kelangsungan para anggotanya.

e. Memiliki tempat tinggal.

Artinya, setiap keluarga pasti memiliki domisili dan menempati rumah tertentu, baik itu milik sendiri maupun bukan.

f. Memiliki tujuan.

Artinya, setiap keluarga pasti memiliki tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai seperti meneruskan keturunan, menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota.Setiap anggota keluarga saling berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sendiri-sendiri (Wiwik Toyo Santoso Dipo, 2009 : 15-16)

Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah sebuah unit terkecil yang terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan, adopsi yang kemudian berinteraksi antara satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial yang mempunyai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota.

2. Bentuk-bentuk keluarga.

Keluargadi bagimenjadibeberapa bentuk berdasarkan jenis perkawinan, pemukiman, jenis anggota keluarga dan kekuasaan.

a. Berdasarkan jenis perkawinan.

1. Monogami adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dengan seorang istri.

2. Poligami adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dengan lebih dari satu istri.(suharmini,2007: 3)

b. Berdasarkan pemukiman.

1. Patrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan keluarga sedarah suami

2. Matrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan keluarga satu istri

3. Neolokal adalah pasangan suami istri, tinggal jauh dari keluarga suami maupun istri. (suharmini,2007: 3)

c. Berdasarkan jenis anggota keluarga.

1. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.

2. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti di tambahkan dengan sanak saudara, misalkan kakak, nenek, keponakan dan lain-lain.

3. Keluarga berantai (serial family) adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebuh dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.

4. Keluarga duda/janda (single family) adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.

5. Keluarga berkomposisi (composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.

6. Keluarga kabitas (cahabitation) adalah dua orang yang terjadi tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga. (suharmini.2007: 4)

d. Berdasarkan kekuasaan.

1. Patriakal adalah keluarga yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ayah.

2. Matrikal adalah keluarga yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ibu.

3. Equalitarium adalah keluarga yang memegang kekuasaan adalah ayah dan ibu. (suharmini, 2007 : 4)

C. Hak dan kewajiban suami istri.

Setelah berlangsung pernikahan, resmilah kedua mempelai itu menjadi suami - istri yang terikat oleh kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan. Apabila dibagi maka terdapat tiga jenis utama kewajiban suami-istri, yaitu: 1) Kewajiban suami terhadap istri. 2) Kewajiban istri terhadap suami. 3) Kewajiban suami-terhadap keluarga. Pembahasan ketiganya ini akan diuraikan secara umum yaitu : (Mangunso, frieda, 2009: 88)

1. Kewajiban Suami terhadap Istri

a. Suami berkewajiban mendidik dan mengajar istri untuk melaksanakan segala perintah Allah SWT .dan menjauhi semua larangan-Nya, serta mendidik untuk berprilaku mulia.

b. Memberi nafkah lahir (sandang, pangan dan perumahan) dan batin dengan halal serta sebaik-baiknya sesuai dengan kesanggupan suami. c. Bersikap kepada istri seperti yang ia inginkan, selama tidak

d. Bergaullah dengan istri secara baik.

e. Jangan bertindak sewenang-wenang. Ajaklah bermusyawarah, dan jika pendapat anda benar arahkan ia pada pendapat anda yang benar arahkan ia pada pendapat secara halus.

f. Jangan berbuat kasar terhadap istri, apalagi sampai memukul dan mencaci. Sabda Rasulullah.

g. Berpakaianlah yang wajar untuk menyenangkan hati istri.

h. Membantu pekerjaan sehari-hari istri seperti dicontohkan oleh Rasulullah SAW. terhadap istrinya. Aisah ra.

i. Apabila suami tidak mampu atau tidak berkesempatan mengajarkan agama kepada istrinya untuk menuntut ilmu agama atau ilmu/ keterampilan lain yang berguna bagi pembinaan dirinya atau keluarganya; selama dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam serta tidak melalaikan tugasnya sebagai istri dan menjaga kehormatan dirinya.

j. Apabila suami mempunyai istri lebih dari satu maka ia harus berlaku adil secara lahir dan batin kepadaistri-istrinya.

k. Tidak membuka rahasia dan keburukan istri serta rahasia hubungan intim suami-istri kepada orang lain.

l. Bertutur kata yang baik, menasihati istri ketika berbuat yang tidak baik serta menghiburnya ketika berduka atau untuk menyenangkan hatinya. (mangunso, freida, 2009: 88)

2. Kewajiban Istri terhadap Suami

a. Taat dan patuh kepada suami selama suaminya menyturuh dalam hal kebenaran sesuai ajaran Islam.

b. Istri tidak boleh menolak ajakan suami untuk “berhubungan intim”.

c. Ridla dengan hasil jerih payah suami dalam bekerja/mencari nafkah dan tidak menuntut suami secara berlebihan atau di luar batas kemampuan suaminya.

d. Menjaga harta suami. Maksudnya istri tidka boleh membelanjakan atau menghadiahkan harta suami tanpa seizinnya.

e. Mengatur urusan rumah tangga dan turut serta mendidik anak-anaknya.

f. Menjaga dan memelihara kehormatan suami, anak dan seluruh isi rumahnya.

g. Menahan pandangan, merendahkan suara, tidak berbuat bruruk,

isannya tidak membicarakan yang munkar dan tidak berbuat bid’ah.

h. Bergaul dengan karib kerabat atau saudara dari pihak suami dan pihak istri dengan pergaulan yang baik serta berakhlak mulia.

i. Apabila suami beristri lebih dari satu maka istri harus bersedia diperlaukan secara adil dengan istri-istri yang lain, dan tidak boleh membujuk atau menyuruh suaminya untuk menceraikan istri yang lainnya. (mangunso, freida, 2009: 88)

3. Kewajiban Suami-Istri terhadap Keluarga

Kewajiban suami-istri yang harus dilakukan secara bersama-sama terhadap diri dan keluarganya adalah :

a. Mempunyai niat yang ikhlas dalam berkeluarga. Harus diniatkan bahwa berkeluarga itu adalah ibadah dan mengikuti sunah Rasulullah, sehingga apapun/kewajiban yang dilakukan senantiasa ikhlas, tidak merasa terpaksa apalagi dipaksa.

b. Menerima keadaan dan hasil usaha masing-masing secara jasmani dan rohani. Namun demikian harus tetap diupayakan (baik oleh masing-masing maupun secara bersama) agar kelebihannya itu bisa tetap dipertahankan, dan kelemahannya dikurangi.

c. Saling membantu dalam menunaikan tugas dan kewajiban. Misalnya apabila penghasilan suami dirasakan belum mencukupi, maka istri diperbolehkan untuk mencari penghasilan tambahan, selama dilaukan secara halal, ikhlas, tetap terhormat dan taat kepada suami, serta tidak mengabaikan kehormatan keluarga dan tugasnya sebagai istri. Lebih baik lagi apabila istri mencari/ mendapatkan penghasilan tambahannya itu dengan tetap berada di dalam rumah, misalnya menjahit, berdagang dan sebagainya. Begitu suami harus bersedia untuk membantu tugas-tugas istri, selama ada kesempatan dan berkemampuan melaksanakan d. Membiasakan berkomunikasi dengan baik. Bersikap jujur dan terbuka

terhadap suami/istri. Bicarakan dan selesaikan setiap permasalahan

wa jadda” (siapa bersungguh-sungguh, dia akan berhasil) begitu kata pepatah Arab. Biasakan pula untuk hidup sehat, hemat, cermat dan manfaat di keluarga.

e. Hidupkan suasana keagamaan dalam keluarga. Mulailah, didiklah, dan hidupkanlah ajaran Islam dalam keluarga kita, misalnya dengan

membiasakan shalat berjamaah, membaca Al Qur’an bersama, berkata

dan bersikap yang sopan, ramah dan berakhlak mulia. Menyantuni kaum duafa, saling menasihati dalam kebenaran dan takwa serta menegur/ mengingatkan apabila ada yang salah dan lain sebagainya. Apabila semua kewajiban itu; baik sebagai suami, istri ataupun bersama, dilakukan dengan baik dan ikhlas, ditambah dengan prilaku anak-anaknya yang shalih; maka akan terwujudlah keluarga yang tenteram, penuh cinta dan kasih-sayang , sehingga kita merasa betah di

dalamnya seperti kata Rasulullah, “Baiti jannati” rumahku adalah

surgaku.(mangunso, freida, 2009: 89)