• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTUR CERITA NOVEL DETIK TERAKHIR

2.1.2 Tokoh Tambahan

2.1.2.1 Tokoh Rajib

Rajib digambarkan sebagai seorang pengedar narkoba. Dia menjadi pengedar narkoba dengan alasan untuk bisa menghidupi keluarganya. Hal tersebut dalam kutipan berikut:

(63) Rajib tiba-tiba saja mendekatkan kepalanya ke wajah saya.”kalau kamu nggak keberatan, saya mau memberimu sesua tu. Nggak penting sih….menjejalkan selinting kertas kecil di telapak tangan saya dan menutupkannya kembali dengan gerakan cepat (hlm. 63). (64) Dia bukan pelajar di sini. Konon kabarnya dia hanya alumni. Dan dia

senang bertandang ke sekolah ini, setelah pulang kuliah. Entah dia kuliah di mana. Dia juga sering melatih basket. Para guru, beberapa sangat akrab dengannya. Kabarnya dulu dia siswa yang berprestasi.

Anak-anak sekolah ini memanggilnya Rajib. Beberapa teman saya sering bertemu dengannya (hlm. 62).

(65) Rajib mengangkat bahu. “Ibu saya mengidap penyakit asma yang parah, adik saya kelaparan. Ini bukan bahaya. Ini jalan keluar.” (hlm.77).

Secara fisiologis Rajib digambarkan sebagai orang yang tinggi, berhidung mancung, mata yang bulat, dan kulitnya gelap. Hal ini kutipannya:

(66) Tak sulit buat saya untuk mengingat dengan cepat sosoknya. Dia berperawakkan tinggi, dan mata yang bulat. Kulitnya gelap, dan banyak bulu. Seperti wajah orang timur tengah (hlm. 62).

(67) Rajib sempat tersenyum dipaksakan. Setelah itu tub uh jankung itu melesat cepat (hlm. 63).

Rajib adalah seorang pengedar narkoba yang sangat pandai. Berikut kutipannya:

(68) Rajib mengirimkan barang di sela-sela jam pelajaran sekolah. Kebanyakkan di area kantin. Dia menyelipkan putauw dalam buku pelajaran. Dalam kotak permen karet, dalam selipan plastik, kartu pulsa handphone (hlm.69).

Rajib adalah laki- laki yang sangat menyayangi wanita. Buktinya Rajib menyuruh temannya ke panti rehabilitasi untuk mencegah Arimbi bunuh diri. Kutipannya sebagai berikut:

(69) “Rajib mempercayai saya untuk datang ke sini,” akhirnya hanya itu yang meluncur dari bibir saya. “Kamu wartawan?”Saya mengangguk. “Tapi saya ke sini bukan dalam urusan peker jaan saya. Saya hanya ingin bertemu denganmu.” Arimbi tertawa pelan. Serak. Wajahnya dipenuhi semburat merah. Dia tertawa dengan penuh emosi. “Rajib selalu tepat menebak kapan saya akan bunuh diri!” Saya terperanjat (hlm. 19).

Akibat dari pengedar narkoba Rajib dimasukkan ke penjara. Hal ini kutipannya:

(70) Pengedar ya ng bertobat dan sedang mendekam dalam penjara, menghabiskan masa hukumannya yang tiga tahun. Rajib, pengedar

itu mau melayani wawancara saya untuk artikel mengenai sindikat narkoba (hlm. 8).

Rajib orang yang pernah membantu Arimbi dan Vela pada saat mereka melarikan diri dari pantai rehabilitas. Rajib juga mengizinkan mereka berdua untuk tinggal di rumah kontrakkannya. Hal ini dapat terlihat dalam kutipan berikut:

(71) Vela tahu, dia telah menjadi kekasih Rajib. Tapi dia tidak merasakan getar apa-apa. Yang dia tahu, semakin hari Rajib semakn melindunginya (hlm. 79).

(72) Kami tinggal di rumah kontrakkan Rajib untuk sementara. Kami tidak keluar rumah, karena takut ditemukan orang-orang yang kami kenal. Rajib memberi kami ruang tidur yang tak lain adalah kamarnya send iri (hlm. 161).

(73) Rajib juga berbaik hati membelikan kami beberapa potong baju dan celana dalam (hlm. 161).

(74) Tentu saja dia menanggung makan kami. Tiga kali sehari. Pagi- pagi sekali dia berjalan kaki ke pasar Tibet dekat rumah, dan pulang dengan membawa tiga bungkus nasi lengkap dengan lauk- pauk (hlm.161).

Sesuai dengan kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa Rajib adalah pengedar narkoba (kutipan 63, 64, dan 65). Secara fisiologis Rajib digambarkan sebagai orang yang tinggi (kutipan 66 dan 67). Rajib seorang pengedar narkoba (kutipan 68). Rajib sangat menyayangi wanita (kutipan 69). Rajib dimasukkan ke penjara (kutipan 70). Rajib juga pernah membantu Vela dan Arimbi saat lari dari panti rehabilitas (kutipan 71, 72, 73, dan 74).

2.1.2.2 Tokoh Vela

Secara fisiologis Vela bertubuh kurus, cantik, dan keturunan Menado- Belanda. Vela teman dari Armbi dan Rajib. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut:

(75) Vela mahluk yang indah (hlm. 7).

(76) Ada delapan orang yang berkumpul dengan paras yang sama. Bolong dan tidak peduli. Satu diantaranya seorang gadis yang bertubuh sangat ceking. Rambutnya kemerahan dengan paras yang sangat manis. Dia berdarah Menado-Belanda. Namanya Vela. Entah kenapa saya langsung menyenanginya. Terlebih karena matanya yang sayu dan lemah. Dia menggenggam tangan saya dengan kencang ketika kami berkenalan (hlm. 70).

Vela adalah anak dari keluarga yang miskin. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut :

(77) Vela datang ke Jakarta setelah orang tuanya yang miskin di Menado merasa perlu menitip-nitipkan anak-anaknya untuk melegakan kesulitan ekonomi (hlm. 73).

(78) Tapi dia dihina dan disakiti. Bekerja melebihi tugas pembantu (hlm. 73).

(79) Vela sering berbicara dengan Rajib. Bercerita tentang kemiskinan mereka. Tentang ketertekanan mereka. Tentang ketakutan mereka memandang hidup. Tentang kenistaan mereka memandang hidup (hlm. 76).

Vela adalah teman Rajib. Bila ada masalah dia selalu menceritakan pada Rajib. Berikut kutipannya:

(80) Kedekatan dengan Rajib membuatnya merasa anak muda itu bagian dari hidupnya. Meskipun Vela tak merasakan getar apa-apa. Tapi dia tidak bisa tidak melihat Rajib barang sehari (hlm. 79).

Selain teman dekat Rajib Vela juga pacar Rajib. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:

(81) Baginya Rajib bukan lagi seorang teman. Dia pelindung, selimut, pemberi kekuatan (hlm.79).

(82) Vela tahu dia menjadi kekasih Rajib (hlm. 79). Vela teman lesbian Arimbi. Berikut kutipannya:

(83) Saya memeluknya. Cerita Vela sudah cukup bagi saya untuk menyerahkan segenap tenaga dan perhatian saya detik itu pada nya. Dia menangis dalam pelukkan saya (hlm. 83).

(84) Saya mencintainya. Dia mencintai saya. Apa bedanya kami sekarang. Detik itu juga saya telah memutuskan hidup dan mati saya untuk Vela (hlm. 83).

Akibat pergaulan dengan Rajib, Vela juga menjadi pemakai narkoba. Berikut kutipannya:

(85) “Kamu terlalu lama. Saya sudah sakaw….,” katanya dengan suara bergetar. Keringat di dahinya sebesar butiran jagung. Dia tidak menyalakan api.Tidak menyiapkan aluminium foil seperti layaknya orang yang siap menikmati sabu (hlm. 71).

(86) “Saya menyimpan sedikit,” katanya sambil menarik laci di meja rendahnya. Selipat kertas putih kecil. Dia membukanya dengan hati-hati. Menjaga isi dalamnya agar tak jatuh. Serbuk putih itu (hlm. 72).

Sebagai wanita lemah, Vela mudah terpengaruh dengan bujukkan dari Rajib untuk menjadi pengedar narkoba. Berikut kutipannya:

(87) Vela menurut. Petualangannya yang lebih dahsyat Vela lakukan bersama Rajib. Menyisir diskotek-diskotek di Kuta yang dipenuhi bule. Menyusuri tongkrongan anak-anak muda di Yogya dan rutin menelusuri pinggiran Dagon di Bandung. Berkali-kali mereka nyaris tertangkap polisi di bandara. Tapi akal Rajib begitu licin, sehingga mereka selalu saja bebas (hlm. 79).

Begitu banyak penderitaan yang dihadapi Vela dalam hidupnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(88) Tapi dia dihina dan disakiti. Bekerja melebihi tugas pembantu. Tidak leluasa menonton televis karena selalu disindir menghabiskan listrik orang tanpa membayar. Tidak bebas berdandan, karena satu-satunya bedak yang dia beli dari hasil menabung ditumpahkan dengan sengaja oleh sepupunya yang selalu siap menerkam. Dia tidur meringkuk di ranjang besi di bawah tangga dapur (hlm. 75).

(89) Semalam dia diperkosa. Dan sekarang dia merasa sengsara. Vela menangis. Dia merasa diludahi. Dia merasa lebih tak berharga dari sekedar bukan siapa-siapa. Dia lebih sengsara gadis malang yang tidur di bawah tangga (hlm. 82).

(90) Tiga hari setelah penyiksaan di bak mandi itu, Vela meringkuk di kamar karena demam tinggi. Suhu tubuhnya panas, dan dia terus- terusan mengigau (hlm. 151).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara fisiologis Vela bertubuh kurus, cantik, dan keturunan Menado-Belanda (kutipan 75 dan 76). Vela anak dari keluarga miskin (kutipan 77, 78, dan79). Vela teman Rajib (kutipan 80). Vela juga pacar Rajib (kutipan 81 dan 82). Vela juga teman lesbian Arimbi (kutipan 83 dan 84). Akibat pergaulan dengan Rajib Vela menjadi pemakai narkoba (kut ipan 85 dan 86). Vela juga sebagai pengedar narkoba (kutipan 87). Banyak penderitaan yang dihadapi Vela (kutipan 88, 89, dan 90).

2.2 Latar

Latar menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995 : 216). Latar berfungsi untuk mengekspresikan perwatakkan dan kemauan, memiliki hubungan yang erat dengan alam dan manusia (Wellek dan Warren dalam Sukada, 1985: 61).

Latar mencakup tiga unsur, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa dalam karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial menunjuk pada hal- hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan (Nurgiyantoro, 1995: 227-234).

2.2.1 Latar Tempat

Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa dalam karya fiksi. Dalam novel Detik Terakhir penggambaran latar tempat digambarkan secara menarik yaitu menceritakan tentang gaya hidup bebas orang-orang Jakarta dan sekitarnya. Oleh karena itu, latar yang diceritakan terfokus pada tempat-tempat di Jakarta dan sekitarnya. Untuk menguraikan latar tempat dalam novel Detik Terakhir akan dilanjutkan dalam berbagai kutipan di bawah ini:

Cisarua dalam cerita mempunyai fungsi sebagai tempat Arimbi di rehabilitasi. Hai ini terdapat dalam kutipan berikut:

(91) Rajib menyebut nama sebuah panti. ”Saya yakin dia ada di sana, ”Katanya. Panti Selaras Damai di Cisarua. Seorang gadis kaya raya, tercampak dalam lembah narkoba, atas kehendak sendiri, merasa asing dengan kehidupan yang diberikan orang tuanya, merana dalam pengenalannya yang tanpa arah pada orang tua (hlm.10-11).

(92) Kami berkendaraan jauh. Melewati tol Jagowari. Menembus Cisarua. Mencapai puncak. Berkelok, menikung, dan berhenti di depan pagar besar dari kayu. Ada di tengah perkampungan. Rumah yang sangat besar. Besar sekali. Beberapa menit kemudian, saya tahu di dalamnya ada begit u banyak orang. Dengan sorot mata yang sama dengan saya. Saya tahu sekarang. Saya berada di dalam panti rehabilitasi (hlm.14).

(93) Dan sekarang, hari ini saya ada di panti ini. Panti dengan penampilan tak ubahnya vila- vila milik orang super kaya (hlm.13). (94) Bangunan mentereng bercat putih dengan pilar-pilar khas rumah

Spanyol (hlm.14).

Rumah dalam cerita ini berfungsi sebagai tempat Arimbi tinggal bersama orang tuanya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(95) Tak adakah karakter menarik di rumah saya? Mungkin ada (hlm.29).

(96) Saya bagian dari rutinitas orang tua. Papa sibuk, dan bukan orang yang senang berbicara di rumah, papa jarang sarapan di rumah (hlm.29).

(97) Sebab di rumah saya ada pertunjukkan lenong (hlm. 32).

(98) Di kamar ini, kesendirian adalah hal yang paling menyenga t. Saya tak pernah betah (hlm.31).

Bali dalam cerita ini berfungsi sebagai tempat pariwisata yang menarik bagi Arimbi bersama orang tuanya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(99) Ketika kami bertiga berada di Bali untuk merayakan Tahun Baru kami tidak tinggal di Hotel. Tapi di Vila mewah milik seorang kolega papa (hlm.36).

(100) Seharusnya sore itu kami habiskan di pantai, atau di mana pun di kawasan Kuta, sesuai janji papa. Tapi mama mendadak mengeluh sakit perut. Dia minta diantar kembali ke Vila. Papa memandang mama dengan mimik tak suka (hlm.37).

(101) Saya menjadi was-was, sepanjang jalan, menyusuri kawasan perbelanjaan di Kuta, kami bertiga diam (hlm.38).

Sekolah dalam cerita ini berfungsi sebagai tempat Arimbi belajar. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(102) Saya pergi ke sekolah tanpa berpamitan (hlm.45).

(103) Saya sadari bahwa diam-diam saya merasakan getaran aneh setiap kali berdekatan dengan taman-teman wanita di kelas (hlm.55). Kamar kos Vela dalam cerita ini, berfungsi sebagai tempat Arimbi dan Vela bercinta. Berikut kutipannya:

(104) Saya mendatangi kamar kosnya yang tak seberapa luas di daerah karbela. “Kemarilah ….”panggilnya sayup. Saya mendekat. Dia bukan lagi perempuan kurus dengan keringat sebesar butiran jagung yang rebah di depan saya. Sebab saya bukan lagi hanya mendekat. Saya menempel di tubuhnya. Mata saya sudah terantuk pada kulitnya (hlm. 72).

Rumah sakit di selatan Jakarta dalam cerita ini berfungsi sebagai tempat Arimbi berobat. Berikut kutipannya:

(105) Saya diturunkan di sebuah rumah sakit di selatan Jakarta. Tangan saya dimulai dicangkeram ketika kaki saya menjejak tanah. Saya terus digiring. Melewati lorong panjang dengan ruangan-ruangan berkaca di painggirnya (hlm.99).

Bar dan Diskotik dalam cerita ini berfungsi sebagai tempat Arimbi dan teman-temannya berkumpul untuk memakai narkoba. Berikut kutipannya:

(106) Kelompok itu memang baik. Menerima saya dengan sikap yang baik. Kami lantas sering berpergian bersama. Ke berbagai bar dan diskotik (hlm.70).

Dokumen terkait