• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5) Tokoh Zafran

(a) Konflik batin yang terjadi pada tokoh Zafran yaitu pertentangan untuk tetap berada dalam dunia yang telah dijalaninya selama ini, dalam komunitas dengan empat sahabatnya atau memilih untuk melihat dunia luar/ dunia di luar komunitas tersebut, keluar dari zona nyaman untuk sementara waktu.

Tokoh Zafran memiliki empat sahabat (Arial, Genta, Ian, dan Riani). Selama tujuh tahun mereka telah melakukan banyak hal bersama. Suatu hari, tokoh Zafran merasa bahwa mereka sudah terlalu sering bersama-sama sehingga merasa terlalu nyaman tetapi juga merasa bosan. Hal itu membuatnya berdialog dengan empat sahabatnya dan mengutip kata-kata Plato yang dianggap sesuai dengan keadaan mereka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Zafran tiba-tiba berkata lembut sambil memainkan daun-daun

cemara kecil basah di dekatnya, “Plato, seorang filsuf besar dunia

pernah bilang bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Karena mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka nggak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya...mereka nggak punya mimpi.”

Balade Pour Adeline-nya Richard Clayderman mengalir sekenanya dari jari-jari Ian yang mencoba berbicara mengisi bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka.

Semuanya diam lagi mendengar omongan Zafran yang dengan sensitifnya bercampur melodinya Balade Paur Adeline tadi. Cipratan-cipratan filsufis musikal sentimental yang baru saja mengalir menghasilkan beberapa helaan nafas berisi berjuta cerita. Semuanya mencoba berdialog dengan diri mereka sendiri. Mencoba berdialog dengan bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka.

“Mungkin sebaiknya kita nggak usah ketemuan dulu,” Genta mengalirkan kalimat pendek.

Semuanya jadi sensitif.

“Keluar dari gua kita untuk sementara...,” Zafran melanjutkan (5 cm, 2008:62-63)

Pada kutipan di atas, tokoh Zafran menyampaikan sebuah kata-kata dari Plato, bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka tidak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya dan mereka tidak memiliki mimpi. Tokoh Zafran menyadari bahwa dirinya dan empat temannya adalah manusia-manusia yang sedang berada dalam gua tersebut.

Tokoh Zafran bersama keempat temannya memiliki sebuah dunia sendiri, mereka terlalu asik dengan dunia mereka sendiri, terlalu nyaman dengan segala yang telah diperoleh sehingga melupakan bahwa di luar komunitas mereka ada sebuah dunia yang lebih luas. Mereka melupakan hakikat kebahagiaan yaitu ketika mereka mampu mengenal siapa diri mereka, ketika mereka mengetahui apa tujuan mereka sesungguhnya dalam hidup ini. Akhirnya tokoh Zafran mengalami pertentangan dalam dirinya apakah akan tetap berada di dalam dunia mereka sendiri atau mencoba sebuah dunia baru yang lebih luas, yang akan membawanya menjadi manusia yang mau berjuang, memiliki mimpi hingga menjadi manusia yang lebih baik, berjuang menemukan siapa dirinya. Masing-masing mencari jati diri dan berusaha mengejar mimpi mereka.

Adapun reaksi tokoh Zafran menyikapi konflik yang terjadi, ia menyetujui usul teman-temannya untuk tidak bertemu selama tiga bulan berjuang menemukan siapa diri mereka, masing-masing mencari jati diri, berusaha mengejar mimpi masing-masing. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Genta meneruskan sambil menatap keempat temannya, “Ya enggak ketemu dulu, nggak nongkrong dulu, nggak ke mana-mana bareng dulu, ilang aja dulu semuanya, ilang abis-abisan, nggak telponan, nggak SMS-an...”

“Keluar dari gua kita untuk sementara...,” Zafran melanjutkan. (5 cm, 2008:63)

Tokoh Zafran memahami bahwa manusia yang sudah terlalu nyaman dengan segala yang telah diperoleh seringkali melupakan hakikat hidup itu sendiri. Bahwa manusia harus terus berjuang, harus terus berusaha menjadi manusia yang lebih baik.

Hal tersebut akhirnya mendorong tokoh Zafran untuk menyetujui usul Genta yaitu berpisah selama tiga bulan dengan keempat sahabatnya. Ia berusaha mengejar mimpi-mimpinya, karena pada dasarnya manusia memiliki mimpinya masing-masing yang memang harus diperjuangkan.

(b) Tokoh Zafran memiliki konflik batin yaitu ketika berada dalam pilihan untuk mengungkapkan perasaan cinta terhadap seorang wanita atau memilih terus memendam perasaan tersebut.

Tokoh Zafran digambarkan menyukai seorang gadis bernama Arinda yang merupakan adik kembar Arial, salah satu dari keempat sahabatnya.... Zafran pun mulai berlayar dengan kata-kata puitis dalam leaves of grass. Bayangan dan senyum Arinda memenuhi kalimat-kalimat indah dalam molekul-molekul luar biasa kata per kata yang didendangkan puitis dalam rangkaian kata-kata leaves of grass berirama dengan indah dengan suara angin malam dan kereta. Kekaguman tokoh Zafran terhadap Arinda membuatnya selalu membayangkan gadis tersebut, juga ketika ia sedang mendengarkan lirik puitis dalam lagu leaves of grass.

Meskipun tokoh Zafran menyukai Arinda, tetapi ia tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan isi hatinya. Perasaan tersebut berujung pada konflik batin tokoh Zafran ketika berada dalam pilihan untuk mengungkapkan semua isi hatinya atau memilih terus memendam perasaan tersebut. Di sisi lain timbul pula kebimbangan dalam diri tokoh Zafran, sebab Arial sebagai kakak kemungkinan tidak akan menyetujui bila Zafran mendekati adiknya. Hal ini dapat pula dilihat pada kutipan berikut.

Zafran diem. Dia tau kalo Arial nggak pernah serius mengizinkan dia mengajukan surat izin memacari saudara.

“Kalo lo serius, gue sih setuju aja,” kata Arial lagi Zafran diem lagi.

“Tuh kakaknya udah setuju, lo kok malah diem?” Genta nyambung. Zafran males. Salah dia juga sih, dari dulu udah gila bareng Arial. Jadi, udah saling tahu deh busuk-busuknya dan gila-gilanya Arial sama Zafran.

“Ah Hercules generik mana yang mau gue jadi cowok adiknya….”

“Kalo lo sayang sama adik gue, gue mau gimana lagi? Tapi ada

syaratnya.”

“Apa?” Zafran penasaran.

“Lo pindah planet dulu…,” jawab Arial sambil ngelempar bantal

sofa ke Zafran. Semuanya ngakak.

……….

Sekali lagi Zafran ngelirik sebentar (takut ketauan) ke pintu kamar Arinda. (5 cm, 2008:26)

Pada kutipan di atas, muncul kekhawatiran dan kebimbangan dalam diri tokoh Zafran. Jika ia mengungkapkan perasaan pada Arinda, hal itu kemungkinan tidak akan disetujui oleh Arial (kakak Arianda). Hal tersebut dikarenakan Arial sebagai sahabat Zafran tentu sudah memahami semua kekurangan/ sifat- sifat tidak baik yang dimiliki Zafran.

Selain itu kebimbangan dalam diri tokoh Zafran juga terjadi karena Riani salah seorang sahabatnya ternyata menyimpan perasaan untuknya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Mata Zafran terpejam, tapi ia masih mendengar degup di dadanya memukul-mukul semakin cepat. Semua percakapan tadi dia dengar, bagaimana Riani dengan lembut menyebut namanya, ia memejamkan matanya menarik nafas panjang, melihat wajah Arinda yang lembut tertidur di bahu Arial. Hati Zafran masih di situ, di antara senyum lembut Arinda yang selalu mengisi hari- harinya selama ini. Zafran menggeleng-gelengkan kepalanya, menyesal telah berkelakuan terlalu terus terang, tentang perasaannya di depan Riani. (5 cm, 2008:368)

Tokoh Zafran pada kutipan di atas mendengar semua percakapan antara Genta dan Riani. Akhirnya ia mengetahui bahwa selama ini tokoh Riani memendam perasaan cinta pada dirinya. Timbul perasaan bersalah dalam diri Zafran, ia semakin mengalami kebimbangan mengenai keputusan apa yang harus dipilih. Adapun reaksi tokoh Zafran menghadapi konflik batin yang dialaminya dapat dilihat pada kutipan berikut.

Zafran tak lepas melihat sosok Dinda di depannya. Entah kenapa sesuatu tiba-tiba muncul di kepalanya. Sesuatu yang sangat indah, yang konsekuensinya harus membuat seorang laki-laki pada akhirnya harus memutuskan, harus bertanya, harus bilang, apa pun yang terjadi harus bilang, setiap laki-laki memang punya saat-saat

seperti ini…selanjutnya? Belum ada yang tahu. Zafran tersenyum mantap melihat Arinda di depannya tersenyum manis sekali mengagumi bunga edelweis.

Edelweisku…, batin Zafran dalam hati. (5 cm, 2008:297)

Kutipan di atas menggambarkan keinginan tokoh Zafran untuk mengungkapkan perasannya pada Arinda. Sebagai seorang lelaki, ia harus mampu memutuskan, menentukan sikap, dan harus menerima segala konsekuensi dari keputusan tersebut. Ia tetap pada keputusannya untuk mengungkapkan semua perasannya pada Arinda.

b. Konflik Manusia dengan Manusia

Konflik manusia dengan manusia yang terdapat dalam novel 5 cm yaitu konflik yang terjadi antar tokoh (Arial, Genta, Ian, Riani, Zafran). Kelima tokoh mengalami konflik akibat salah satu tokoh yaitu Ian bersikap mengadu domba tokoh Arial dan Zafran. Hal tersebut akhirnya menimbulkan kesalahpahaman di antara mereka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

“Waktu itu gue jalan sama Ian nyari film baru, trus... sambil lalu gue cuma ngomong ke dia kalo si Arial reseh nih. Udah dua bulan lebih si Arial belum balikin film Relity bites gue. Gue ngomong gitu gara-gara ngeliat ada film Reality Bites.”

...

“Ian langsung dukung gue, muji-muji gue...., trus ngomongin segala macam yang jelek-jelek tentang Arial. Arial ini- lah, Arial itu-lah.“

Sepi

“...mudah-mudahan gue salah,” Zafran mengambil sepenggal nafas

sebelum melanjutkan, “...kayaknya semuanya dicari-cari doang. Dia kayaknya pengen jadi penting doang di mata gue. Gue kan jadi kaget sendiri, nggak penting banget.” (5 cm, 2008:43)

Tokoh Zafran pada kutipan di atas mengalami konflik dengan tokoh Ian. Zafran tidak menyukai sikap Ian yang tidak menjadi dirinya sendiri, membicarakan hal- hal yang tidak perlu bahkan sering menjelek-jelekkan sahabatnya dihadapan sahabat yang lain. Pada kutipan di atas dapat dilihat sikap Ian yang mengadu domba antara Arial dan Zafran. Tokoh Ian memuji-muji Zafran dan menjelek- jelekkan Arial, tetapi ketika bersama dengan Arial maka Ian akan bersikap sebaliknya.

Sikap Ian yang mengadu domba antara tokoh Arial dan Zafran dapat pula dilihat pada kutipan berikut.

....Ian juga ngelakuin yang sama ke gue.” Arial menoleh ke ketiga temannya.

“Maksudnya?” Riani coba memperjelas.

“Iya... Ian waktu itu muji-muji gue yang nggak penting dan jelek- jelekin Zafran... cerita gue nggak usah detail. Pokoknya nggak penting banget,...

“Jadi...,” Riani, Genta, Zafran, Arial saling menatap.

“Ian jadi... uler... dong. Ngomong di sana lain di sini lain, yang

penting dirinya jadi penting,” kata Genta sedih. (5 cm, 2008:42)

Pada kutipan di atas, tokoh Arial juga mengakui sikap Ian yang mengadu domba dirinya dan Zafran. Arial merasa terganggu dengan sikap Ian yang bersikap

menjelek-jelekkan orang lain dengan maksud mencari perhatian. Ian memuji tokoh Arial, namun dihadapan Zafran justru menjelek-jelekkan Arial. Hal tersebut tidak hanya membuat kesal, sedih, dan kecewa tokoh Arial dan Zafran tetapi juga Genta dan Riani. Tokoh Genta dan Riani sebenarnya juga telah merasakan adanya sikap Ian yang tidak baik terhadap mereka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

“Kenapa lo? ”

“Enggak! ” kata Zafran sambil ngeberesin rambut Damon Albarn- nya.

Lo ada kasus ya sama Ian?” Riani menengok sebentar ke belakang.

“Enggak!” jawab Zafran sambil matanya menjelajah setiap sudut malam. Ada yang Zafran mau ceritain, Arial juga tahu.

……….

Zafran akhirnya cerita, “Gini deh intinya. Lo perhatiin nggak sih kalo si Ian gabung sama kita kadang-kadang dia bingung sendiri sama dirinya. Suka berisik sendiri dan kadang omongannya ngelantur. Terus kadang-kadang dia juga ada rasa takut nggak diterima sama kita, nggak mau jadi dirinya sendiri. Gue sih pertamanya biasa aja, tapi lama-lama Ian ngelakuin sesuatu yang kayaknya ngeganggu banget buat gue.”

Riani dan Genta menarik nafas panjang. Mereka juga ngerasain hal yang sama tapi mereka simpan aja. (5 cm, 2008:41)

Pada kutipan di atas, bukan hanya tokoh Zafran yang terganggu dengan sikap Ian, tetapi tokoh Genta dan Riani pun merasakan hal yang sama. Sikap Ian yang bingung dengan dirinya, suka membicarakan hal-hal yang tidak penting, sampai akhirnya bersikap mengadu domba sahabatnya.

Kelima tokoh akhirnya sepakat untuk membicarakan masalah yang sedang terjadi di antara mereka, tidak dengan menggunakan kata-kata kasar atau berkelahi. Mereka memilih menyelesaikan masalah di sekolah sebab tempat itulah yang mempertemukan mereka melewati usia tujuh belas. Dunia seabu-abu seragam

mereka yang tidak bisa dibilang hitam karena mereka baru saja melihat dan mengenal sesuatu yang menentukan akan ke mana mereka dibawa. Bukan oleh orang lain tapi oleh diri mereka sendiri.

Adapun reaksi tokoh Ian terhadap kesalahan yang telah dilakukannya pada sahabat-sahabatnya yaitu dengan mengakui segala kesalahan yang telah dilakukan dan meminta maaf. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

“Bukan maksud gue jelek-jelekin lo bedua,” Ian bicara pelan lagi sambil menatap Arial dan Zafran.

Zafran masih tertunduk, memainkan rokok di jarinya. Arial melihat dalam ke Ian sambil memainkan jarinya membentuk lingkaran kecil di semen lapangan basket.

Gue minta maaf... Lo pada marah sama gue... ya,” Ian berkata pelan.

………...

“Tapi gue harap kalian percaya sama yang satu ini. Kalo yang gue omongin itu cuma dari mulut gue, bukan dari hati gue, dan berhenti di mulut gue, nggak terus ke hati gue, nggak sampai ke hati gue.” (5 cm, 2008:49-50)

Keempat tokoh lainnya akhirnya memaafkan kesalahan yang telah diperbuat Ian. Mereka yakin bahwa mulai saat itu Ian memahami bahwa yang terpenting dalam sebuah persahabatan adalah kejujuran serta mampu menjadi diri sendiri. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

“Ian nggak salah juga lagi. Ian cuma belum ngerti,” Riani berkata pelan dan lembut... semuanya menatap kelembutan Riani dan setuju dengan Riani.

...

“Iya gue sibuk sendiri, sibuk jadi Genta, sibuk jadi Zafran, sibuk jadi Arial, sibuk suka semua yang kalian suka. Padahal kan sebenarnya ada yang gue nggak suka dan ada yang gue suka sendiri, yang elo pada nggak suka.”

“Tapi kan ada yang lebih penting dari sekadar selera...,” Genta ngomong pelan dan melanjutkan, “yang penting kita bareng-bareng terus berlima...menghargai pendapat semuanya, selera semuanya, ketawa buat semuanya, sedih buat semuanya

...

Di remangnya sekolah, malam seakan tersenyum buat mereka.

“Ini semua bukan tentang selera, tentang musik, tentang bola, atau apa pun. Itu semua kecil banget dibanding kalo kita bisa menjadi orang yang membuat orang lain bisa bernafas lebih lega karena

keberadaan kita di situ,” Riani berkata bijak.

“Yang penting kita jangan pernah ngomongin kejelekan orang kalo orangnya nggak ada. Kita nggak akan bantu dia, soalnya dia nggak ada di situ, dan emang kalo ada kejelekan orang, langsung aja bilang ke orangnya. Dengan begitu kita bantu dia mengerti akan

dirinya...,” Genta ikutan ngomong. (5 cm, 2008:50-51)

Pada kutipan di atas konflik yang terjadi antar tokoh akhirnya dapat diselesaikan. Mereka menyadari bahwa dalam sebuah persahabatan yang terpenting bukanlah tentang selera, tentang musik kesukaan, tentang bola atau apa pun. Tetapi ada hal yang lebih penting dari semua itu dalam sebuah persahabatan, yaitu bagaimana mereka dapat saling memahami, menghargai pendapat masing-masing, dan selera masing-masing

c. Konflik Manusia dengan Masyarakat

Pada novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro tidak ditemukan adanya konflik manusia dengan masyarakat. Novel 5 cm hanya berkisah mengenai konflik dalam sebuah komunitas kecil antara lima tokoh yang menjalin persahabatan.

d. Konflik Manusia dengan Alam

Konflik manusia dengan alam yang terdapat dalam novel 5 cm adalah konflik lima tokoh (Arial, Genta, Ian, Riani, dan Zafran) saat mendaki Gunung Mahameru. Konflik yang dialami yaitu melawan cuaca panas saat pendakian, melawan hutan Mahameru dengan pepohonan lebat, konflik melawan udara yang amat dingin

yang menyebabkan kondisi fisik para tokoh melemah, dan konflik melawan jalur pendakian yang semakin terjal menyebabkan para tokoh terluka.