• Tidak ada hasil yang ditemukan

tor,k"rr'hidup dan matinya demi keridhaan Allah, dan mempettajgn

Dalam dokumen l, Islan di Tengah Pertarungan Tladili (Halaman 63-68)

i*Sk""*

daya indera serta

intuisinya

hingga sanggup mengenal dan

'*"iy"f.ritan irakikat

eksistensi-Nya.

Aliran

tasawuf yang demikian

itu

membuat

pila

Penganutnya merasakan kebahagiaan

batin'

sekalipun

66 Al-Ghazali Meniawab

menumt

pandangan orang

lain

mereka

itu hidup

sengsara.

Di

antara grang;ol1ng

sufi

yang seperti

itu

ada yang mengatakan: "penjara

bagi-ku

adalah

hhalwah (pertapian),

pembuangan bagiku adalah tamasya dan mati dibunuh bagiku adalah mat: syahid."

Tasawuf y,ang demikian

itu

mengubah

makrifat

(mengenal Allah) yang semata-mata bersifat

teoritis

menjadi kesegaran perasazrn di dalam

hati.

semua kewajiban

ditunaikan

dengan

p.riru*r

riarru dan ikhlas,

tidak

dirasakan sebagai susah

payah dan derita;

sedangkan maksiat ditinggalkan

dan dihindari

berdasarkan perasaan

tidak butuh.

Itulah yang dilakukan oleh Nabi Yusuf a.s. ketika menghadapi rayuan wanita bang;sawan

Mesir dan

dayang-dayangnya

yang memberi

keleluasaan

lepada

beliau

untuk

berbuat maksiat s.pnas-pnasnya.

Ketika itu

Nabi Yusuf menghadapkan

diri

kepada Allah seraya berdoa:

wahai Tuhanku, penjara lebih kusukai daripada memenuhi ajakan mereka.

Jika diriku tidak Engkau hindarkan dari bujuk

riyu

mereka, tentu aku akan ter-gelinc.'

(q.*.ldt

q_"kan mereka), dan (dengan demikian) aku menjadi,orzrng y,rng . amat bodoh. (QS f 2:33)

Perubah'an

ilmu

dan

makrifat dari

gambaran

pikiran

yang kering menjadi perasaan batin yang lembut adatah

karunii Allah i'ang

Maha]

kuasa. Mengenai hal

itu Allah swr

terah berfirman di dalam

Aieuran,

yang tertuju kepada para sahabat Nabi:

. ._.-Hendaknya kalian mengetahui, bahwa Rasulullah berada di tengah-tengah kalian. Jika ia mau menuruti kemauan kalian dalam berbagai urusan, kilian teitu

akan-mendapat kesusahan. Akan.tetapi Allah membuat.kalian menciniai keimanan, _membuatnya sebagai keindahan di dalam hati kalian, dan membuat kalian merasa

benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan lurus sebagai karunia dan nikmat dari Allah. (es

+!:z-si

.

. sehubungan dengan persoalan

itu

Rasulullah saw. juga telah ber-sabda:

_ Barangsiapa yang ridha bertuhan kepada Allah, beragama Islani dan ridha untuk mengakui Muhammad sebagai Nabi dan Rasul; ia telah merasakan manisnya rman.

Para ahli ilmu

jiwa

mengatakan: "perasaan mempunyai tiga macam penampilan,

yaitu

p'engertian (tdrak),

intuisi

(wijdanj dan kecinderung-an (nuzu)."

^,,

.

Klu

mengatakan: "Orang yang dikehendaki

Allah

menjadi baik,

Allah

akan membuat pengertiannya bertumpu pada kebenaran, mem-buat intuisinya bertumpu pada

p.ruru*

yang rnendalam dan membuat kecenderungannya bertump u pada kerinduan lerhadap-Nya.,'

Di

saat

kita

membayangkan manusia-manusia besar-yang beriman, mereka

itu

tampak sebagai manusia-manusia yang dikaruniai perasaan mendalam sepadan dengan kebenaran

p.ng.itiun yang

dikaiuniakan kepada mereka,

dan dari

semua

itu

kerind--uan

mer.ki

kepada Allah menjadi semakin hangat dan semakin memuncak.

Marilah

kita

renungkan

firman Allah swr

kepada Nabi Musa a.s.:

Mengapa engkau datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Musa

men-jawab: Mereka

itu

sedang menyusulku, dan aku .bersegera menghadap-Mu, wahai T\rhanku, agar Engkau ridha kepadaku. (QS 20:83-84)

Marilah

kita

perhatikan-pula betapa hangat kecintaan dan kerindu-an Rasulullah saw. kepada

Allah

SWT saat beliau menadahi hujan yang

baru turun

dengan baju beliau seraya berucap:

"Inilah

hujanrbaru saja diturunkan oleh Tuhannya!

"

Apakah kita melihat banyak

orang yang beragama mempunyai sifat seperti"itu? Ataukah semua ulama ahli agama meningkat sampai ke

taraf

setinggi

itu? Dari

berbagai

buku

yang saya baca dan dari penga-laman saya sendiri, saya melihat banyak orang yang bernasib baik dapat menguasai berbagai

ilmu

syariat dan hukum

fiqh.

Namun

hati

mereka masih kosong

dari

perasaan

lembut, dari

hasrat merindukan martabat tittggt

di

sisi

Allah,

dan dari rasa cinta kasih kepada orang lain. Sebalik-nya, saya m"elihat banyak orang yang mempunyai perasaan lembr;t dan menempuh

jalan hidup

yang

terpuji, tetapi

sayang mereka

tidak ber-ilmu

dan hanya sedikit sekali memahami syariat Islam.

Dua golongan tersebut

di

atas sama-sama mempunyai kekurangan

dan

keburukan. Sebab, seorang

ahli ilmu

yang

tidak "berhati"

sama dengan seorilng penyair yang

tidak

berperasaan. Kedua-duanya

merugi-kan Islam

dan menghambat kemanfaatannya. Agama adalah akal dan perasiuln, pengetahuan

dan akhlak,

pandangan

yang tepat

dan mata hati yang terang-benderang.

Masih

terdapat sementzua ahli

f;qh

sangat kurang pengetahuan-nya tentang ilmu

jiwa

dan metode pendidikan yang baik. Demikian pula ada sementara

kaum sufi

yang

tidak

mengetahui aturan-aturan syariat darr ketentuan-ketentuannya. Orang-orang yang menguasai

ilmu

agarna

secara mendalam

terhindar dari

kekurangan-kekurangan

ini.

Barang-siapa membaca

kitab-kitab

yang

ditulis oleh Ibn

Taimiyyah,

Ibn

Al-Qayyim, Al-Ghazali,

Ibn

Al-Jauziy, Al-Raziy, dan lain-lain, tentu alan mengetahi bahwa mergka

itu

adalah para ulama yang telah mencapai

tingkat

tingg, dalam memahami perasaan manusia dan dalam menjajaki akal pikirannya.

Saya mendengar Imam

Ibn

Al-Qayyim mengimbau manusia supaya merindukan negeri akhirat.

Ia

berkata kepada setiap orang:

"Hidup

di dalam surga

'Adn

adalah lebih

baik,

karena surga

itu

tempat kediaman-mu yang utama, dan

di

sanalah orang berteduh." Imam Abu Hamid

Al-Ghazali

setelah

mempelajari pemikiran Plato dan Aristoteles,

dan setelah mengetahui dengan

jelas

kelemahan-kelemahannya,

ia

meng-ungkapkan penyimpangan

yang

terdapat

di

dalamnya. Sekalipun ia

telah

mencapai

taraf

pengetahuan sedemikian tinggr, namun

ia

tetap

dan tidak

pernah

putus berzikir. Di

saat lidahnya berhenti, hatinya tetap berzikir.

Menurut hemat

saya, perbedaan pendapat

di

antara para ulama

puncak itu

semata-mata

hanya

disebabkan

oleh

perbedaan masalah yang ditanggulanginya masing-masing, dan karena perbedaan cata dalam

68 Al-Ghazali Meniauab

menentukan sebab-musabab

yang

menimbulkan.masalah,

di

samping adanya perbedaan rasa dan pandangan yang sudah lazim ada pada tabiat manubia.

Ukuran

yang dapat diterima

-

bahkan yang

dituntut -

dari

setiap penganut aliran-tasiwuf dapat dilihat dari bidang-bidang tersebut di bawah

ini:

Pertama, dalam mempelajari gejolak nafsu'dan melakukan penga-wasan

ketat

terhadap

hal:hal

yang mendorong suatu perbuatan; niat

harui

tetap

jernih

dan ikhlas semata-mata demi Allah SWT. Orang harus selalu sadar bahwa nafsu manusia pandai menipu dengan berbagai cara.

Banyak - kenyataan

membuktikan bahwa nafsu

sering melaksanakan keinginannya dalam

bentuk

perbuatan'yang'pada lahirnya menunjuk-kan ketaatan kepada

Allah,

tetaPi dalam batin hanya bermaksud

untuk

meriruaskan hawa nafsu

Kedua,

orang haruS membiasakan diri.

untuk

selalu menghayati

kebajikan dan

senantiasa mengindahkan

petunjuk Niibi:

"I/endaknya engkau menyembah

Allah

seolah-olah enghau melihat'Nya.

lika

engkau

tah

rnelthat-Nya,

Allah

senant-iasa

melihatmu."

Namun,

hal itu

tidak irkan sempurna.dengan cara menjernihkan

pikiran di

dalam hhalwah .saja, tetapi harus dikongkretkan dalam praktek kehidupan,

baik

dalam menghadapi

kesulitan

ataupun kemudahan,

di waktu

sehat ataupun sakit dan di saat meraih kemeirangan ataupun mehderita kekalahan, dst.

Ketigti,

orang harus selalu memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Atlah yang ada pada

diri

marfusia dan yang ada cli cakrawala. Selain

itu ia pun

harus banyak belajar dari pengalaman mursa

lalu

dan rhasa kini, berusaha meningkatkan.

diri

ke taraf yang dikehendaki'oleh Kitabullah,

Al-Quran

Al-Karim,

dan

Sunnah Rasul. Sebab semua

pintu

tertutup rapat bagi orang yang tidak menghiraukan Muhammad Rasulullah saw., karena beliau adalah Imam para ahli takwa dan penghulu para'Nabi dan Rasul.

Sehubungan dengan

itu

. saya

ingat,

bahwa saya sendiri merasa memperoleh

banyak manfaat dari Ibn 'Atha'illah

Al-Iskandari- Be-berapa

hikmah dari

ajaran-ajarannya telah saya uraikan dalam sebuah buku yang be;judul AI-Jan,ib

Al-'Athifiy

min Al-Islam.

Sa'ad. Zaghlul

-

pelopor gerakan kebangkitan nasional

di

Mesir

-menyebut ajaran

]'Al-Rafi'iyl',

seorhng

ahli

tasawuf kenamaan, sebagai

"tarlzil min al-tanzil"

atau t'sadapan sinar cahaya Al-Quran

Al-Karim".

Namun saya berpendapat

-

tanpa mengurangi. penghormatan saya ke-pada

Al-Rafi'iy

dan ajaran hikmahnya

-

bahwa kata-kata Sa'ad Zaghlul

itu lebih tepat

dikenakan pada ajaran

hikmah

almarhum 'Atha'illah.

Saya sadar, orang tentu akan mengatakan bahwa saya mencampur aduk ajaran Islam dan perangai para ahli takwa, di satu pihak, dengan pusaka tasawuf

dan

ajaran

tokoh-tokohnya di pihak lain.

Kalau mereka

itu

benar, maka perbedaan sesungguhnya soal "nama" belaka, bukan pada soal

"yang diberi

nama". Jadi persoalannya adalah mudah. Va13

f9l-ting

ialah bahwa ruhani m.anusia dapat memancar dari celah-celah

eksis-t niittyu

sebagai

materi,

sedangkan kelembutan Perasaannya dapat

menengadah ke

langit

karena

tidak

rnenginginkan

hidup

abadi di muka bumi!

Hendaknya orang mau menelazh apa yang pernah disaksikan dan didengar

oleh

orang-orang

yang meTperoleh

kemuliaan

dari Allah' tidakierkecoh

oleh

"bujukiayu

keduniaan dan merasa tenteram menuju ke alam kelanggenganlo

BAB XI

Dalam dokumen l, Islan di Tengah Pertarungan Tladili (Halaman 63-68)