• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3. Estimasi Model Asimetris

5.3.3. Uji Model Asimetris

Pengujian asimetris dilakukan untuk melihat apakah transmisi harga GKP petani terhadap harga beras konsumen terjadi secara sempurna. Terdapat 2 (dua) model asimetris ECM (AECM) yang akan diestimasi dalam penelitian ini. Pertama, estimasi model asimetris dengan menggunakan metode Granger – Lee, yang merupakan model asimetris dinamis24 sederhana. Pada model ini, kondisi

asimetris hanya akan dilihat melalui koefisien dan .

Apabila kedua koefisien tersebut identik maka transmisi harga terjadi secara simetris.

ECT pada dasarnya menggambarkan kondisi saat pergerakan harga di salah satu level (GKP petani atau beras konsumen) tidak sesuai dengan kondisi keseimbangannya. Pergerakan harga dikatakan berada pada garis keseimbangan apabila kenaikan harga GKP di level petani diikuti dengan kenaikan harga di level konsumen, dan penurunan harga GKP di level petani diikuti dengan penurunan harga

beras di level konsumen. menggambarkan kondisi

penyimpangan harga saat berada di atas garis keseimbangan jangka panjang, yaitu pada saat penurunan harga GKP petani tidak diikuti dengan penurunan harga beras di level konsumen. Sebaliknya,

24

Dikatakan model dinamis karena ECM tidak hanya melihat proses transmisi harga jangka pendek (hanya melihat efek perubahan harga antara shock kenaikan harga dengan shock penurunan harga) tetapi juga mempertimbangkan proses penyesuaian harga terhadap keseimbangan jangka panjangnya.

menggambarkan kondisi penyimpangan harga saat berada di bawah garis keseimbangan jangka panjang, dimana kenaikan harga GKP di level petani tidak diikuti oleh kenaikan harga beras di level konsumen. Berikut adalah hasil estimasi model AECM Granger – Lee.

Tabel 5.12. Hasil Estimasi Model Asimetris Sederhana dengan Metode Granger-Lee

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -12.91937 12.42451 -1.039830 0.3003 DGKP 0.731472 0.062552 11.69381 0.0000 DGKP1 0.145235 0.080909 1.795045 0.0749 DKONS1 0.235152 0.065489 3.590721 0.0005 VPOS(-1) 0.026634 0.048602 0.547993 0.5846 VNEG(-1) -0.262690 0.050263 -5.226346 0.0000 R-squared 0.631849 Mean independent var 52.74648 Adjusted R-squared 0.618314 S.D. independent var 146.7760 S.E. of regression 90.67929 Akaike info criterion 11.89387 Sum squared resid 1118292. Schwarz criterion 12.01876 Log likelihood -838.4648 Hannan-Quinn criter. 11.94462 F-statistic 46.68271 Durbin-Watson stat 1.970050 Prob(F-statistic) 0.000000

Dari hasil estimasi model asimetris sederhana yang ditampilkan pada Tabel 5.12 di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan koefisien

antara dengan , dimana koefisien bernilai positif

dan bernilai negatif. Koefisien yang bernilai positif (0,026634) menunjukkan bahwa penyimpangan harga di jangka pendek tidak akan terkoreksi kembali ke garis keseimbangan jangka panjangnya. Dengan kata lain, pada saat penyimpangan berada di atas garis keseimbangan (saat penurunan harga GKP di level petani tidak diikuti dengan penurunan harga beras di level konsumen) maka

penyimpangan tersebut tidak akan kembali ke garis

keseimbangannya (harga beras di level konsumen tidak akan menyesuaikan turun).

Sementara koefisien yang bernilai negatif (-0,262690) menunjukkan bahwa penyimpangan yang terjadi saat berada di bawah garis keseimbangan (saat kenaikan harga GKP di level petani tidak diikuti dengan kenaikan harga beras di level konsumen) pada suatu periode pasti akan kembali ke garis keseimbangannya (harga beras di level konsumen pasti akan ikut menyesuaikan naik). Lamanya waktu penyesuaian dapat dilihat dari nilai koefisien. Dari nilai koefisien sebesar 0,262690 dapat disimpulkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke garis keseimbangan, saat kenaikan harga GKP di level petani tidak diikuti oleh kenaikan harga di level konsumen adalah kurang lebih 3 bulan. Dengan kata lain, terjadi penyimpangan akibat kenaikan harga GKP di level petani, harga beras di level konsumen akan menyesuaikan naik 3 bulan berikutnya.

Secara deskriptif, dengan melihat nilai koefisien dan signifikansi

variabel dan , sebenarnya sudah dapat dilihat bahwa

transmisi harga GKP petani terhadap harga beras konsumen terjadi secara asimetris. Dimana penyimpangan yang disebabkan kenaikan harga GKP di level petani ( ) akan lebih cepat dikoreksi dibandingkan dengan penyimpangan akibat penurunan harga GKP di level petani. Bahkan saat penyimpangan harga berada di atas keseimbangan (penyimpangan akibat penurunan harga GKP di level petani), penyesuaian/koreksi menuju garis keseimbangan justru tidak akan pernah terjadi. Artinya, transmisi harga GKP petani terhadap harga beras konsumen antara penurunan dan kenaikan harga bersifat asimetri.

Untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih meyakinkan maka dilakukan pengujian keidentikan koefisien dengan menggunakan Wald Test, dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 5.13. Hasil Pengujian Koefisien Model Asimetris Sederhana Test Statistic Value df Probability

F-statistic 13.72690 (1, 136) 0.0003 Chi-square 13.72690 1 0.0002

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err. C(5) - C(6) 0.289324 0.078091 Restrictions are linear in coefficients.

Dari hasil pengujian koefisien dengan Wald test tersebut dapat dilihat

bahwa keofisien dan tidak edentik secara statistik.

Dengan kata lain, transmisi harga GKP petani terhadap harga beras konsumen terjadi secara asimetris.

Model dinamis kedua menggunakan metode yang dikembangkan Von Cramon-Taubadel dan Loy, dimana transmisi harga tidak simetris dipisahkan antara transmisi jangka pendek dengan transmisi jangka panjang. Pada model ini pengujian kondisi asimetris tidak

hanya dilakukan terhadap koefisien dan , melainkan

juga pada terhadap shock positif dan shock negatif. Shock positif merupakan kondisi pada saat variabel independent mengalami perubahan kenaikan harga (dalam model dinotasikan dengan variabel harga GKP petani periode t naik/GKPplus, harga GKP petani periode

t-1 naik/GKP1plus, dan harga konsumen periode t-1

naik/KONS1plus). Sementara shock negatif merupakan kondisi saat terjadi penurunan harga variabel independent (dinotasikan dengan variabel GKPmin, GKP1min, dan KONS1min). Berikut adalah hasil estimasi model asimetris dengan metode Von Cramon-Taubadel dan Loy.

Tabel 5.14. Hasil Estimasi Model Asimetris Kompleks dengan Metode Von Cramon-Taubadel dan Loy

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -14.00742 13.08139 -1.070790 0.2862 DGKPPLUS 0.781788 0.119026 6.568208 0.0000 DGKPMIN 0.675074 0.107597 6.274119 0.0000 DGKP1PLUS 0.099051 0.149631 0.661970 0.5091 DGKP1MIN 0.183061 0.120486 1.519353 0.1310 DKONS1PLUS 0.245930 0.082516 2.980407 0.0034 DKONS1MIN 0.178335 0.190277 0.937235 0.3503 VPOS(-1) 0.018979 0.060681 0.312764 0.7550 VNEG(-1) -0.255038 0.057098 -4.466669 0.0000 R-squared 0.633143 Mean independent var 52.74648 Adjusted R-squared 0.611077 S.D. independent var 146.7760 S.E. of regression 91.53496 Akaike info criterion 11.93260 Sum squared resid 1114360. Schwarz criterion 12.11994 Log likelihood -838.2147 Hannan-Quinn criter. 12.00873 F-statistic 28.69240 Durbin-Watson stat 1.972477 Prob(F-statistic) 0.000000

Berdasarkan hasil estimasi model di atas dapat dilihat bahwa untuk transmisi harga jangka pendek, secara deskriptif terjadi perbedaan respon harga beras konsumen terhadap shock positif dan shock negatif pada setiap variabel independent-nya. Untuk variabel harga GKP petani periode t, dengan melihat nilai koefisien GKPplus dan

GKPmin, menunjukkan bahwa perubahan kenaikan harga

ditransmisikan secara berbeda dengan perubahan penurunan harga. Untuk variabel GKP petani periode t-1, baik perubahan kenaikan harga maupun penurunan harga menunjukkan nilai yang tidak signifikan. Artinya, harga GKP di tingkat petani pada 1 periode sebelumnya tidak akan berpengaruh terhadap harga beras di level konsumen. Implikasi dari hasil ini adalah apabila Pemerintah akan melakukan intervensi harga beras di level konsumen melalui kebijakan HPP, maka intervensi tersebut harus dilakukan pada periode (bulan) yang sama.

Untuk variabel harga konsumen periode t-1, perubahan penurunan harga menujukkan nilai yang tidak signifikan sedangkan perubahan kenaikan harganya signifikan. Artinya, hanya kenaikan harga beras konsumen periode t-1 yang mempengaruhi harga beras konsumen periode t, sementara saat penurunan harga beras konsumen periode t-1 tidak akan berpengaruh terhadap harga beras konsumen periode t. Hal ini kemungkinan terjadi karena beras yang dijual pedagang perantara masih merupakan stok lama, dimana pedagang perantara membelinya pada harga yang masih tinggi. Sehingga pada saat terjadi penurunan harga, pedagang perantara akan terlebih dahulu melihat biaya penyimpanannya.

Guna memastikan apakah perbedaan koefisien variabel GKPplus, GKP1plus, dan KONS1plus dengan koefisien variabel GKPmin, GKP1min, dan KONS1min signifikan maka dilakukan pengujian dengan menggunakan Wald test. Hasil pengujian ini kemudian akan menjadi ukuran keidentikan antara koefisien shock positif dan shock negatif jangka pendek dari model asimetris dinamis. Berikut adalah hasil pengujian koefisien model asimetris dinamis jangka pendek.

Tabel 5.15. Hasil Pengujian Koefisien Variabel Harga GKP Petani Periode t pada Model Asimetris Kompleks

Test Statistic Value df Probability F-statistic 0.344854 (1, 133) 0.5580 Chi-square 0.344854 1 0.5570

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err. C(2) - C(3) 0.106714 0.181720 Restrictions are linear in coefficients.

Tabel 5.16. Hasil Pengujian Koefisien Variabel Harga GKP Petani Periode t-1 pada Model Asimetris Kompleks

Test Statistic Value df Probability F-statistic 0.158009 (1, 133) 0.6916 Chi-square 0.158009 1 0.6910

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err. C(4) - C(5) -0.084010 0.211344 Restrictions are linear in coefficients.

Tabel 5.17. Hasil Pengujian Koefisien Variabel Harga Beras Konsumen Periode t-1 pada Model Asimetris Kompleks

Test Statistic Value df Probability F-statistic 0.095240 (1, 133) 0.7581 Chi-square 0.095240 1 0.7576

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err. C(6) - C(7) 0.067596 0.219032 Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan Tabel 5.15, Tabel 5.16, dan Tabel 5.17. dapat dilihat bahwa dari hasil pengujian keofisien dengan Wald test menunjukkan bahwa shock positif dan shock negatif untuk seluruh variabel independent tidak signifikan. Artinya, meskipun secara deskriptif hasil estimasi model asimetri menunjukkan adanya respon yang berbeda antara shock positif dan shock negatif, namun secara statistik perbedaan respon tersebut menunjukkan tidak signifikan. Dengan demikian, transmisi harga dalam jangka pendek bersifat simetris.

Dalam model dinamis kompleks juga tetap dilakukan pengujian

terhadap proses transmisi harga jangka panjang, dengan

membandingkan nilai keofisien dan . Dari Tabel 5.14,

pada dasarnya variabel menunjukkan nilai yang tidak

signifikan. Artinya, saat penyimpangan harga berada di atas garis keseimbangan (saat penurunan harga GKP petani tidak diikuti dengan penurunan harga beras konsumen) maka penyimpangan tersebut tidak akan mempengaruhi harga beras di level konsumen. Dengan kata lain, harga beras di level konsumen tidak akan pernah turun menyesuaikan penurunan harga GKP yang terjadi di level petani. Sementara nilai koefisien sebesar -0,255038 dapat diartikan bahwa penyimpangan yang disebabkan kenaikan harga GKP petani akan terjadi dalam periode 3 bulan selanjutnya. Dengan kata lain, apabila terjadi penyimpangan (kenaikan harga GKP petani tidak menyebabkan kenaikan harga beras konsumen), maka setelah 3 bulan terjadi kenaikan harga GKP petani maka harga beras di level konsumen pun akan ikut mengalami kenaikan. Hasil ini konsisten dengan hasil estimasi model asimetri sederhana. Berikut adalah hasil pengujian koefisien transmisi harga jangka panjang menggunakan Wald test.

Tabel 5.18. Hasil Pengujian Koefisien Transmisi Harga Jangka Panjang pada Model Asimetris Kompleks

Test Statistic Value df Probability F-statistic 7.508488 (1, 133) 0.0070 Chi-square 7.508488 1 0.0061

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err. C(8) - C(9) 0.274016 0.100000 Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan hasil pengujian keofisien pada Tabel 5.18 di atas dapat dilihat bahwa keofisien 25 dan 26 tidak identik secara statistik. Artinya transmisi harga GKP petani terhadap harga beras konsumen dalam jangka panjang terjadi secara asimetris.

Secara keseluruhan, dari hasil pengujian koefisien dengan menggunakan Wald test pada model asimetris kompleks menunjukkan bahwa untuk koefisien transmisi harga jangka pendek fenomena transmisi harga tidak simetris ditolak. Sementara untuk jangka panjang, koefisien transmisinya menunjukkan asimetris. Hal ini menunjukkan bahwa proses transmisi harga GKP petani terhadap harga beras konsumen tidak simetris terjadi dalam jangka panjang, sementara dalam jangka pendek bersifat simetris. Dengan demikian, faktor penyebab transmisi harga tidak simetris pada harga GKP petani terhadap harga beras konsumen merupakan faktor jangka panjang, seperti adanya penyalahgunaan market power yang dilakukan pedagang perantara.

Fenomena transmisi harga asimetri jangka panjang dapat pula dijelaskan dengan melihat kondisi supply-demand yang terjadi di pasar GKP level petani dengan pasar beras level konsumen. Gambaran kondisi supply-demand saat terjadi transmisi harga yang tidak simetris dalam jangka panjang ditampilkan pada Gambar 5.2.

Fenomena penurunan harga GKP di level petani umumnya terjadi pada saat masa panen raya27, dimana jumlah supply GKP di pasar petani dan jumlah supply beras di pasar konsumen meningkat. Pada

25

Penyimpangan yang terjadi akibat penurunan harga GKP petani, dimana penurunan harga GKP petani tidak diikuti dengan penurunan harga beras konsumen.

26

Penyimpangan yang terjadi akibat kenaikan harga GKP petani, dimana kenaikan harga GKP petani tidak diikuti dengan kenaikan harga beras konsumen.

27 Untuk memudahkan ilustrasi, fenomena penyimpangan dianalogikan terjadi pada saat panen raya, dimana supply GKP di pasar petani meningkat sehingga harga GKP turun.

Gambar 5.2, kurva (a) menunjukkan kondisi supply-demand pada pasar GKP di level petani sementara kurva (b) menunjukkan kondisi supply-demand pada pasar beras di level konsumen. Pada pasar GKP petani, panen raya menyebabkan terjadinya pergeseran kurva supply ke arah kanan. Sehingga terjadi keseimbangan baru, dimana harga GKP petani menurun dari P0 ke P1 dan jumlah GKP di pasar meningkat dari Q0 ke Q1.

Gambar 5.2. Kondisi Supply-Demand saat

Pada saat terjadi penyimpangan , penurunan harga GKP di level petani tidak diikuti dengan penurunan harga beras di level konsumen. Sehingga pada pasar beras konsumen (kurva (b)), harga beras tetap berada di level P0. Beras di level konsumen dapat tetap berada pada tingkat harga P0 kemungkinan disebabkan adanya penahanan jumlah supply beras yang dilakukan pedagang perantara. Masa simpan beras yang cukup lama (kurang lebih 3 bulan28) dan didukung dengan fasilitas penyimpanan yang dimiliki oleh pedagang perantara, memungkinkan pedagang perantara untuk mengendalikan jumlah supply beras di pasaran. Supply beras yang disimpan tersebut

28 Hasil wawancara dengan pedagang beras di Pasar Induk Cipinang D S0 S1 Q0 P0 P1 Q1 D S0 S1 Q0 P0 P1 Q1 (a) (b)

akan sedikit demi sedikit dilepas ke pasar pada saat harga beras di pasar sudah mulai naik.

Pada saat terjadi penyimpangan keseimbangan jangka panjang akibat kenaikan harga GKP petani ( ), hasil estimasi model asimetri sederhana maupun kompleks menunjukan bahwa penyimpangan

tersebut dalam jangka panjang akan kembali ke garis

keseimbangannya. Dengan kata lain, kenaikan harga GKP petani dalam jangka panjang akan diikuti dengan kenaikan harga beras di level konsumen, meskipun terdapat lag waktu selama 3 periode. Hasil ini pada dasarnya sesuai dengan masa penyimpanan beras yang hanya akan tahan selama 3 bulan. Untuk lebih jelasnya berikut adalah ilustrasi kondisi supply-demand pada saat terjadi

penyimpangan .

Gambar 5.3. Kondisi Supply-Demand saat

Pada saat musim tanam atau musim paceklik, supply GKP di pasar petani mengalami penurunan sehingga terjadi pergeseran kurva supply ke arah kanan (Gambar 5.3 (a)). Akibatnya harga GKP di level petani mengalami kenaikan dari P0 ke P1.

(a) (b) D S0 S1 Q0 P0 P1 Q1 D S0 S1 Q0 P0 P3 Q3 S2 S3 P1 P2 Q1 Q2

Penyimpangan terjadi pada saat kenaikan harga GKP petani tidak langsung disertai dengan kenaikan harga beras di level

konsumen. Berbeda dengan penyimpangan yang tidak akan

kembali ke garis keseimbangan, dari hasil estimasi model asimetri

diketahui bahwa penyimpangan akan kembali ke garis

keseimbangan dengan lag waktu penyesuaian selama 3 bulan. Dengan demikian, meskipun terjadi penyimpangan namun kenaikan harga GKP petani pasti akan disertai dengan kenaikan harga beras di level konsumen pada 3 bulan berikutnya.

Apabila dikaitkan dengan kondisi perdagangan beras di Indonesia, penundaan penyesuaian kenaikan GKP di pasar petani dapat dikaitkan dengan persediaan beras di pedagang perantara. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa pada saat panen raya pedagang perantara melakukan penyimpanan beras sehingga harga beras di level konsumen tidak ikut turun (sebagaimana yang terjadi di pasar GKP petani). Beras tersebut kemudian akan dilepas di pasar beras konsumen sedikit demi sedikit pada masa tanam atau masa paceklik. Sehingga pada saat harga GKP di level petani mengalami kenaikan di musim tanam dari P0 ke P1 (Gambar 5.4 (a)), penyesuaian harga beras di level konsumen tidak akan terjadi secara sekaligus dalam periode yang sama. Harga beras di pasar konsumen baru akan mengalami penyesuaian yang sempurna29 setelah 3 bulan berikutnya, seiring dengan habisnya persediaan beras di gudang pedagang perantara (Gambar 5.4 (b)).

29

Dalam Gambar 5.4 (b), penyesuaian harga beras di pasar konsumen sempurna saat terjadi kenaikan harga dari P0 ke P3.

5.4. Analisa Faktor Penyebab Transmisi Harga Asimetris

Dokumen terkait