PENGERTIAN
Ulkus dekubitus adalah lesi yang disebabkan oleh tekanan yang menimbulkan kerusakan jaringan di bawahnya.
DIAGNOSIS
Biasanya terdapat faktor-faktor risiko: imobilisasi, inkontinensia, fraktur, defisiensi nutrisi (terutama vitamin C dan albumin), kulit kering, peningkatan suhu tubuh, berkurangnya tekanan darah, usia lanjut.
Stadium Klinis :
a. Stadium I: Respons inflamsi akut terbats pada epidermis, tampak sebagai daerah eritema indurasi dengan kulit masih utuh atau lecet.
b. Stadium II: Luka meluas ke dermis hingga lapisan lemakkk subkutan, tampak sebagai ulkus dangkal dengan tepi yang jelas dan perubahan warnna pigmen kulit, biasanya sembuh dalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu.
c. Stadium III: Ulkus lebih dalam, menggaung, berbatsan dengan fascia dan ototo-otot.
d. Stadium IV: Perluasan ulkus menembus otot hingga tampak tulang di dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang dan sendi.
Luka tekan biasa terjadi di daerah tulang yang menonjol seperti sakrum dan kalkaneus karena posisi terlentang, trokanter mayor dan maleolus karena posisi miring 90° dan tuberositas isiakal karena posisi duduk.
DIAGNOSIS BANDING
Pada ulkus dekubitus stadium IV, bila luka tidak membaik, foto tulang terdapat kelainan, hitung leukosit >15.000/µl, atau LED 120 mm/jam kemungkinan 70% sudah ada osteomielitis yang mendasari.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, kultur plus (MOR), kadar albumin serum, foto tulang di regio yang dengan ulkus dekubitus dalam.
TERAPI Umum
1. Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan mencegah terjadinya dekubitus dengan mengenal faktor-faktor risiko untuk terjadinya dekubitus serta eliminasi faktor-faktor risiko tersebut.
2. Perhatikan status nutrisi pada semua stadium ulkus dekubitus. Pemberian asam askorbat 500 mg 2 kali sehari dapat mengurangi luas permukaan luka sebesar 84%. Asupan protein juga merupakan prediktor terbaik untuk membaiknya luka dekubitus.
3. Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat bukti selulitis, sepsis, atau osteomielitis. Klindamisin dan gentamisin dapat berpenetrasi ke dalam jaringan di sekitar ulkus. Pemberian antibiotik spektrum luas untuk batang gram negatif dan positif, anaerob, dan kokus gram positif dilakukan pada pasien sepsis karena ulkus dekubitus.
4. Debridement semua jaringan nekrotik harus dilakukan untuk membuang sumber bakteremia pada pasien tersebut.
5. Tempat tidur khusus: Penggunaan kasur dekubitus yang berisi udara serta reposisi 4 kali sehari menurunkan angka kejadian ulkus dekubitus dibandingkan penggunaan tempat tidur biasa dengan reposisi setiap 2 jam.
6. Perawatan luka: tujuan perawatan luka adalah untuk mengurangi jumlah bakteri agar proses penyembuhan tidak terhambat. Hal ini dapat dilakukan dengan debridement jringan nekrotik secara pembedahan atau dengan menggunakan kompres kasa dengan NaCl dua hingga tiga kali sehari. Antiseptik seperti povidon iodine, asam asetat, hidrogen peroksida, dan sodium hipoklorit (larutan Dakin) bersifat sitotoksik terhadap fibroblas sehingga mengganggu proses penyembuhan. Antibiotik topikal seperti silver sulfadiazin dan gentamisin tidak menunjukkan sifat sitotoksik. Bila sangat diperlukan seperti
pada luka dengan pus atau sangat bau, antiseptik dapat digunakan dalam waktu singkat dan segera dihentikan begitu luka bersih. Zat-zat pembersih enzimatik seperti kolagenase, fibrinolisin, dan deoksiribonuklease serta streptokinase-streptodornase bisa membantu untuk debridement jaringan nekrotik namun zat-zat ini juga akan merusak proses penyembuhan bila digunakan setelah luka bersih. 7. Bila luka telah bersih, harus dipelihara suasana luka yang lembab untuk merangsang penyembuhan. Dari
penelitian diketahui bahwa kompres yang tertutup rapat dapat membantu penyembuhan pada luka superfisial tapi tidak pada luka yang dalam. Kompres ini harus dibiarkan selama beberapa hari untuk memfasilitasi migrasi epidermis (epitelisasi). Luka dalam yang bersih harus dikompres kasa steril yang dibasahi dengan larutan NaCl atau RL. Kasa lembab ini harus dijauhkan dari jaringan kulit sekitar luka agar jaringan normal tidak teriritasi.
8. Tindakan medik berdasarkan derajat ulkus :
a. Dekubitus derajat I: Kulit yang kemerahan dibersihkan dengan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimasase 2-3 kali/hari.
b. Dekubitus derajat II: Perawatan luka memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antispetik. Dapat diberikan salep topikal. Pergantian balut dan salep jangan terlalu sering karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang diharapkan.
c. Dekubitus derajat III: Usahakan luka selalu bersih dan eksudat dapat mengalir ke luar. Balutan jangan terlalu tebal dan sebaiknya transparan sehingga udara dapat masuk dan penguapan berjalan baik. Dengan menjaga luka agar tetap basah akan mempermudah regenerasi sel-sel kulit.
d. Semua langkah di atas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik harus dibersihkan karena akan menghalangi epitelisasi.
9. Penilaian tindak lanjut diulang minimal seminggu sekali. Evaluasi yang diperlukan adalah mengenai lokasi, stadium, ukuran, dan karakteristik lainnya yang perlu dicatat. Dalam waktu 2 hingga 4 minggu ulkus harus menunjukkan perbaikan. Berkurangnya ukuran ulkus dalam waktu 2 minggu memberi gambaran terjadinya penyembuhan sempurna.
KOMPLIKASI
Sepsis
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
UNIT TERKAIT
Bidang Keperawatan, SMF Kulit dan Kelamin.
PENGERTIAN
Malnutrisi energi-protein adalah keadaan yang disebabkan ketidakseimbangan antara asupan kalori dan protein dengan kebutuhan tubuh. Pada orang usia lanjut, malnutrisi sulit dikenali karena terjadi berbagai perubahan fisiologis seiring peningkatan usia, termasuk perubahan akan kebutuhan zat gizi, serta adanya berbagai penyakit kronik. Malnutrisi yang terjadi pada usia lanjut sering dipengaruhi berbagai hal seperti keadaan gigi-geligi, gangguan menelan, masalah neuropsikologis (depresi, demensia), keganasan, dan imobilisasi.
DIAGNOSIS
Komponen penilaian status gizi pada usia lanjut mencakup: anamnesis, pemeriksaan fisis dan antropometrik, serta laboratorium. Komponen-komponen tersebut tidak selalu dapat menentukan ada-tidaknya malnutrisi, namun setidaknya dapat menentukan apakah seorang usia lanjut berisiko atau diduga mengalami malnutrisi. 1. Anamnesis: Asupan zat gizi sehari-hari (food recall), penurunan berat badan, gangguan mengunyah,
gangguan menelan, status fungsional (aktivitas hidup sehari-hari terutama yang berhubungan dengan penyiapan dan proses makan), penyakit kronis yang diderita (termasuk ada-tidaknya diare kronik), adanya depresi atau demensia, serta penggunaan obat-obatan.
2. Pemeriksaan Fisis: Higiene rongga mulut, status gigi-geligi, status neurologis (gangguan menelan), kulit yang kering/bersisik, rambut kemerahan, massa otot, edema tungkai.
3. Antropometrik: Lingkar lengan atas, lingkar betis, tebal lipatan kulit triseps, indeks massa tubuh.
4. Laboratorium: Hemoglobin, jumlah limfosit, albumin, prealbumin, kolesterol darah, kadar vitamin/mineral dalam darah.
Saat ini tersedia beberapa instrumen pengkajian status nutrisi pada usia lanjut yang mengobyektifkan paduan komponen tersebut diatas, seperti The Mini Nutritional Assessment (MNA), Nutrition Screening Index (NSI), atau Subjective Global Assessment (SGA).
DIAGNOSIS BANDING
-PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah perifer lengkap dengan hitung jenis leukosit, serum albumin, prealbumin, kadar kolesterol, kadar vitamin/mineral, elektrolit, bioelectrical impendance analysis.
TERAPI
1. Evaluasi umum dan kebutuhan nutrisi
Evaluasi penyebab dan faktor risiko timbulnya malnutrisi yang pada usia lanjut umumnya merupakan kombinasi dari berbagai penyebab, mulai dari faktor sosial, ekonomi (kemiskinan, pengetahuan rendah), neuropsikologis (adanya demensia atau depresi), dan kondisi fisikk-medik (gangguan fungsi organ pencernaan serta adanya penyakit-penyakit akut dan kronis).
Evaluasi status fungsional, terutama yang berhubungan dengan penyiapan dan proses makan. Menentukan jumlah energi dan komposisi zat gizi yang akan diberikan. Jumlah kebutuhan energi
dapat ditentukan dengan menghitung total energy expenditure (TEE). Selain jumlah kalori, kebutuhan cairan, protein/asam amino, serta mineral dan vitamin perlu juga ditentukan. Penentuan kebutuhan dan komposisi nutrisi dan cairan ini juga memerlukan evaluasi kondisi medik termasuk penurunan fungsi organ yang terjadi (adanya gagal jantung, penyakit ginjal kronik, hepatitis kronis dan sirosis hati, diabetes melitus, keganasan, dan fungsi absorpsi saluran cerna).
2. Terapi/dukungan nutrisi
Secara umum, dukungan nutrisi pada usia lanjut yang mengalami malnutrisi dapat dilakukan melalui cara enteral atau parenteral.
Dukungan nutrisi enteral harus menjadi pilihan utama, mengingat hal ini merupakan cara fisiologis. Pemberian nutrisi secara enteral akan mempertahankan fungsi mencerna, absorbsi, dan barier
imunologis saluran cerna. Bila berbagai risiko dan kondisi medik dapat diatasi, umumnya pasien diharapkan dapat makan secara normal. Pada usia lanjut yang dapat makan secara normal, jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi setiap hari penting untuk dipantau karena mereka cenderung untuk mengurangi makannya. Pada beberapa keadaan, nutrisi enteral dapat diberikan melalui pipa nasogastrik, pipa nasoduodenum, pipa nasoileum, maupun dengan gastronomi. Dukungan nutrisi enteral semacam ini umumnya berupa makanan cair, sehingga overload cairan harus menjadi pertimbangan (misalnya dengan mengentalkan).
Dukungan nutrisi parenteral dipilih bila secara enteral nutrisi tidak mungkin dilakukan. Umumnya digunakan pada pasien usia lanjut di rumah sakit yang dalam keadaan akut atau sakit berat (critically ill), dimana fungsi saluran cerana terganggu atau terdapat kontraindikasi pemberian nutrisi enteral (seperti adanya perdarahan saluran cerna, pankreatitis, atau ileus). Namun tidak tertutup kemungkinan dukungan nutrisi parenteral dilakukan untuk jangka panjang dan dilakukan di rumah atau fasilitas perawatan jangka-panjang lain. Saat ini telah banyak tersedia berbagai jenis dan komposisi zat nutrisi (kalori, asam amino, lipid, mineral/vitamin) dalam bentuk cairan parenteral. Penggunaan dukungan nutrisi parenteral memerlukan tehnik khusus dan pemantauan yang ketat.
3. Terapi lain
Pada pasien-pasien keganasan atau keadaan lain dimana terdapat anoreksia, dapat diberikan peningkat nafsu makan (appetite stimulant) seperti megesterol asetat.
KOMPLIKASI
Status imunitas menurun, pemulihan dari penyakit menjadi lambat.
PROGNOSIS
Dubia
UNIT TERKAIT
Bagian Gizi, Bidang Keperawatan.