• Tidak ada hasil yang ditemukan

SPM Penyakit Dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SPM Penyakit Dalam"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

I.

METABOLIK

ENDOKRINOLOGI

(2)

PENGERTIAN

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada:

1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatic) dan di jaringan perifer (otot dan lemak).

2. Sekresi insulin oleh sel beta pancreas. 3. Atau keduanya.

Klasifikasi Diabetes Melitus (DM)

I. DM tipe 1 (destruksi sel β, umumnya diikuti defisiensi insulin absolute) :  Immune-mediated

 Idiopatik.

II. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi relative sampai predominan defek sekretorik dengan resistensi insulin).

III. Tipe spesifik lain :

 Defek genetik pada fungsi sel β.  Defek genetik pada kerja insulin.  Penyakit eksokrin pankreas.  Endokrinopati.

 Diinduksi obat atau zat kimia.  Infeksi.

Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM.

 Sindrom genetik lain, yang kadang berkaitan dengan DM. IV. DM gestasional.

DIAGNOSIS

Terdiri dari :  Diagnosis DM.

 Diagnosis komplikasi DM.  Diagnosis penyakit penyerta.  Pemantauan pengendalian DM. Anamnesis  Keluhan khas DM : 1. Poliuria. 2. Polidipsia. 3. Polifagia.

4. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.  Keluhan tidak khas DM :

1. Lemah. 2. Kesemutan. 3. Gatal. 4. Mata kabur.

5. Disfungsi ereksi pada pria. 6. Pruritus vulvae pada wanita.

Faktor risiko DM tipe 2

1. Usia > 45 tahun.

2. Berat badan lebih ; > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (MIT) > 23 kg/m2.

3. Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg). 4. Riwayat DM dalam garis keturunan.

(3)

5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4000 gram. 6. Riwayat DM gestasional.

7. Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). 8. Penderita penyakit jantung korener, tuberculosis, hipertiroidisme.

9. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL.

Pemeriksaan fisik lengkap, termasuk :

a. Tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar pinggang. b. Tanda neuropati.

c. Mata (visus, lensa mata dan retina). d. Gigi mulut.

e. Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki) kulit dan kuku.

Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa :

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dL, atau 2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dL, atau

3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO.

DIAGNOSIS BANDING

Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium :

1. Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah. 2. Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan. 3. Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur, kreatinin. 4. SGPT, Albumin/Globulin.

5. KolesterolTotal, Kolesterol LDL, Kolesterol HDL, trigliserida. 6. A, C.

7. Albuminuri mikro.

Pemeriksaan penunjang lain :

EKG, foto toraks, funduskopi.

TERAPI

Edukasi meliputi pemahaman tentang :

Penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM, intervensi farmakologis dan non farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus yang dihadapi, cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan ketrampilan, cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Perencanaan Makan

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengana komposisi : Karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-25%.

Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g/hr, diutamakan serat larut.

Jumlah kalori basal per hari :

 Laki-laki : 30 kal/kgBB idaman.  Wanita : 25 kal/kgBB idaman. Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari) :  Status gizi :

 BB gemuk -20%.  BB lebih -10%.

(4)

 BB kurang +20%.  Umur > 40 tahun -5%.

 Stres metabolik (infeksi, pasca operasi, dll) + 10 s/d 30%.  Aktivitas :  Ringan +10%.  Sedang +20%.  Berat +30%.  Hamil :  Trimester I, II +300 kal.  Trimester III/laktasi +500 kal. Rumus Broca:

Berat badan idaman = (tinggi badan-100) – 10%*

Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10% lagi. → BB kurang : < 90% BB idaman.

BB normal : 90-110% BB idaman. BB lebih : 110-120% BB idaman. Gemuk : >120% BB idaman.

Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Prinsip: Continuous-Rythmical-Interval-Progressive-Endurance.

Intervensi Farmakologis Obat Hipoglikemia Oral (OHO) :

1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonylurea, glinid. 2. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin,tiazolidindion. 3. Penghambat absorpsi glukosa : Penghambat glukosidase alfa.

Insulin

Indikasi :

1. Penurunan berat badan yang cepat. 2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis. 3. Ketoasidosis diabetik.

4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik. 5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat.

6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper maksimal. 7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke).

8. Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makanan. 9. Gangguan fungsi ginjal atau hati berat.

10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.

Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya.

Pengelolaan DM tipe 2 Gemuk ;

Non farmakologis → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai : Penekanan kembali tata laksana non farmakologis.

→ evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai : + 1 macam OHO

Biguanid/Penghambat glukosidase α/Glitazon → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

(5)

Sasaran tidak tercapai : kombinasi 2 macam OHO, antara :

Biguanid/Penghambat glukosidase α/Glitazon → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak tercapai : kombinasi 3 macam OHO :

Biguanid + Penghambat glukosidase α + Glitazon atau

Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai : kombinasi 4 macam OHO :

Biguanid + Penghambat glukosidase α + Glitazon + Secretagogue atau

Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai : Insulin

atau

Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai : Insulin

Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir.

Pengelolaan DM tipe 2 Tidak Gemuk : farmakologis

→ evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai : Non farmakologis + secretagogue.

→ evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak tercapai : kombinasi 2 macam OHO, antara :

Secretagogue + Penghambat glukosidase α + Biguanid/Glitazon

→ evaluasi 2-4 minggu (seauai keadaan klinis) Sasaran tidak tercapai : kombinasi 3 macam OHO :

Secretagogue + Penghambat glukosidase α + Biguanid/Glitazon, atau Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

→ evaluasi 2-4 minggu (seauai keadaan klinis) Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai : kombinasi 4 macam OHO

Secretagogue + Penghambat glukosidase α + Biguanid+Glitazon, atau

Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam → evaluasi 2-4 minggu (seauai keadaan klinis) Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai : Insulin, atau

Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam Sasaran Terapi Kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai : Insulin

Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir. Penilaian hasil terapi :

1. Pemeriksaan glukosa darah 2. Pemeriksaaan AIC

3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri 4. Pemeriksaan glukosa urin

5. Penentuan Benda Kriteria Keton pengendalian DM (Lihat tabel)

KOMPLIKASI

A. Akut :

 Ketoasidosis diabetik  Hiperosmolar non ketotik  Hipoglikemia

B. Kronik

 Makroangiopati : o Pembuluh koroner o Vaskular perifer

(6)

o Vaskular otak  Mikroangiopati : o Kapiler retina o Kapiler renal  Neuropati  Gabungan :

o Kardiopati : penyakit jantung koroner, kardiomiopati  Rentan infeksi  Kaki diabetik  Disfungsi ereksi PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT

Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

(7)

PENGERTIAN

Tirotoksikosis merupakan suatu keadaan dimana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.

Tirotoksikosis dibagi dalam 2 kategori :

1. Kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme. 2. Kelainan yang tidak behubungan dengan hipertiroidisme

Hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang merupakan akibat

dari fungsi tiroid yang berlebihan. Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena penyakit Garves, struma multinodosa toksik (Plummer), dan adenoma toksik. Penyebab lain ialah tiroidtis, penyakit trofoblastik, pemakaian yodium berlebihan, obat hormon tiroid, dll.

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan mengancam jiwa.

Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau strumamultinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus : infeksi, operasi, trauma, zat kontras beryodium, hipoglikemia, partus, stres emosi, penghentian obat anti tiroid, terapi I131, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit

serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat.

DIAGNOSIS

Gejala dan tanda tirotoksikosis : hiperaktivitas, palpitasi, berat badan turun, nafsu makan meningkat, tidak

tahan panas, banyak keringat, mudah lelah, sering buang air besar, oligomenore/amenore dan libido turun, takikardia, fibrilasi atrial, tremor halus, refleks meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok, bruit.

Gambaran klinis penyakit Graves : struma difus, tirotoksikosis, oftalmopati/eksoftalmus, dermopati lokal,

akropaki.

Laboratorium : TSHs rendah, T4 atau fT4 tinggi. Pada T3 toksikosis : T3 atau fT3 meningkat. Penderita yang dicurigai krisis tiroid

A. Anamnesis : Riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala khas, berat badan turun, perubahan suasana hati, bingung, diare, amenore.

B. Pemeriksaan fisik :

 Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena penyakit Graves atau penyakit lain.  Sistem saraf pusat terganggu : delirium, koma.

 Demam tinggi sampai 400C.

 Takikardia sampai 130-200x/menit

 Dapat terjadi gagal jantung kongestif, ikterus.

C. Laboratorium : TSHs sangat rendah, T4/fT4/T3 tinggi, anemia normositik normokrom, limfositosis relatif,

hiperglikemia, enzim transaminase hati meningkat,azotemia prerenal. D. EKG : sinus takikardia atau fibrilasi atrial dengan respons ventrikular cepat.

DIAGNOSIS BANDING

1. Hipertiroidisme primer : penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma toksis, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor TSH, obat ; kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow)

2. Tirotoksikosis tanpa hipetiroidisme : tirodisitis subakut, tirodisitis silent, destruksi tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia)

3. Hipertiroidisme sekunder ; adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional.

(8)

1. Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3, atau fT3, TSH RAb, kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal

pemakaian obat antitiroid)

2. Sidik tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan komponen nodosa.

3. EKG 4. Foto toraks.

TERAPI

Tata laksana Penyakit Graves : Obat Antitiroid

 Propiltiourasil (PTU) dosis awal 300-600 mg/hari, dosis maksimal 2000 mg/hari.  Metimazol dosis awal 20-30 mg/hari.

 Indikasi ;

o Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan-sedang dan tirotoksikosis

o Untuk mengendalikan toritoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif

o Persiapan tiroidektomi o Pasien hamil, lanjut usia o Krisis tiroid.

Penyekat adrenergik β pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah

6-12 minggu pemberian antitiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis.

Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali : memantau gejala dan tanda klinis, serta lab fT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat

antitiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps.

Tindakan bedah

Indikasi :

1. Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan antitiroid 2. Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi

3. Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium radioaktif 4. Adenoma toksik, struma multinodosa toksik

5. Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.

Radioablasi

Indikasi :

1. Pasien berusia ≥ 35 tahun

2. Hipertiroidisme yang kambuh setelah dioperasi

3. Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat anttiroid 4. Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antitiroid 5. Adenoma toksik, struma multinodosa toksik

Tatalaksana Krisis tiroid : (terapi segera mulai bila dicurigai krisis tiroid)

1. Perawatan suportif :

 Kompres dingin, antipiretik (asetaminofen)

 Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit ; infus dextrose 5% dan NaCl 0,9%  Mengatasi gagal jantung : O2, diuretik, digitalis.

2. Antagonis aktivitas hormon tiroid :

 Blokade produksi hormon tiroid : PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO. Alternatif : Metimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO.

Pada keadaan sangat berat : dapat diberikan melalui pipa nasogastrik (NGT) PTU 600-1000 mg atau metimazol 60-100 mg.

(9)

Blokade ekskresi hormon tiroid : Solutio Lugol (saturated solution of potassium iodida) 8 tetes tiap 6 jam.

 Penyekat β : propanolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan respons (target : frekuensi jantung < 90x/menit).

 Glokukortikoid : Hidrokortison 100-500 mg IV tiap 12 jam.

 Bila refrakter terhadap terapi di atas : plasmaferesis, dialisis peritoneal. 3. Pengobatan terhadap faktor presipitasi : antibiotik, dll.

KOMPLIKASI

 Penyakit Graves : penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.

 Krisis tiroid : mortalitas.

PROGNOSIS

 Dubia ad bonam.

 Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat 10-15%.

UNIT TERKAIT

Bagian Neurologi, Patologi Klinik, radiologi dan Bedah.

(10)

PENGERTIAN

Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius. Gambaran klinis utama ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia, ketosis, dan asidosis metabolik, faktor pencetus : infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin.

DIAGNOSIS

A. Klinis :

 Keluhan poliuri, polidipsi

 Riwayat berhenti menyuntik insulin  Demam/infeksi

 Muntah  Nyeri perut

 Kesadaran : kompos mentis, delirium, koma  Pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul)

 Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)  Dapat disertai syok hipovolemik

B. Kriteria diagnosis :

Kadar glukosa : > 250 mg/dL pH : < 7,35 HCO3- : rendah

Anion gap : tinggi

Keton serum : positif dan atau ketonuria

DIAGNOSIS BANDING

Ketosis diabetik, hiperglikemi hiperosmolar non ketotik/hyperglicemic hyperosmolar state, ensefalopati uremikum, asidosi uremikum, minum alkohol, ketosis alkoholik, ketosis hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosis laktat, asidosi hiperkloremik, kelebihan salisilat, drug-induced acidosis, ensefalopati karena infeksi, taraumja kapitis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan cito : gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin, analisis gas darah, EKG. Pemantauan :

 Gula darah : tiap jam.

 Na+, K+, Cl- : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan.

 Analisis gas darah : bila pH <7 saat masuk ---- diperiksa setiap 6 jam s/d pH >7,1. Selanjutnya setiap hari sampai stabil.

 Pemeriksaan lain (sesuai indikasi) : kultur darah, kultur urin, kultur pus.

TERAPI

Akses intravena (iv) 2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way :

I. Cairan :

 NaCl 0,9% diberikan ± 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu ± 1 L pada jam kedua, lalu ± 0,5 L pada jam ketiga dan keempat, dan ± 0,25 L pada jam kelima dan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.  Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L.

 Jika Na+ > 155 mEq/L --- ganti cairan dengan NaCl 0,45%.

 Jika GD < 200 mg/dL --- ganti cairan dengan Dextrose 5%. II. Insulin (regular insulin = RI)

 Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan.  RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan :  RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%

(11)

 Jika GD < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi --- RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%.

Jika GD stabil 200-300 mg/dL selama 12 jam --- RI drip 1-2 U/jam IV, disertai sliding scale setiap 6 jam : GD → RI (mg/dL) (Unit, subkutan) <200 0 200-250 5 250-300 10 300-350 15 >350 20

 Jika kadar GD ada yang <100 mg/dL : drip RI dihentikan.

Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari --- dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan).

III. Kalium

 Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq/6 jam. Syarat : tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat.

 Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :

<3,5 → drip KCl 75 mEq/6 jam 3,0-4,5 → drip KCl 50 mEq/6 jam 4,5-6,0 → drip KCl 25 mEq/6 jam >6,0 → drip dihentikan

 Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu. IV. Natrium bikarbonat

Drip 100 mEq bila pH <7,0 disertai KCl 26 mEq drip. 50 mEq bila pH 7,0-7,1 disertai KCl 13 mEq drip.

Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam.

V. Tata laksana Umum :

 Oksigen bila PO2 <80 mmHg

 Antibiotik adekuat

 Heparin : bila ada KID atau hiperosmolar (>380 mOsm/L). Terapi disesuaikan dengan pemantauan klinis :

 Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, temperatur setiap jam,  Kesadaran setiap jam,

 Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam,  Produksi urin setiap jam, balans cairan  Cairan infus yang masuk setiap jam.

Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang).

KOMPLIKASI

Syok hipovolemik, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia.

PROGNOSIS

Dubia ad malam, tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut, sepsis, syok.

UNIT TERKAIT

Bagian Patologi Klinik.

(12)

PENGERTIAN

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <60 mg/dL, atau kadar glukosa darah <80 mg/dL dengan gejala klinis. Hipoglikemia pada DM terjadi karena :

1. Kelebihan obat/dosis obat : terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral

2. Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun : gagal ginjal kronik, pasca persalinan 3. Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat

4. Kegiatan jasmani berlebihan.

DIAGNOSIS

A. Gejala dan tanda klinis ;

a. Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun.

b. Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sementara c. Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar

d. Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang B. Anamnesis :

1. Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral : dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis.

2. Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi. 3. Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya. 4. Lama menderita DM, komplikasi DM

5. Penyakit penyerta : ginjal, hati, dll

6. Penggunaan obat sistemik lainnya : penghambat adrenergik β, dll.

C. Pemeriksaan fisik : pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal transien.

Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum : 1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia. 2. Kadar glukosa plasma rendah

3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat.

DIAGNOSIS BANDING

Hipoglikemia karena 1. Obat

 (sering) : insulin, sulfonilurea, alkohol.  (kadang) : kinin, pentamidine

 (jarang) : salisilat, sulfonamid

2. Hiperinsulinisme endogen : insulinoma, kelainan sel β jenis lain, sekretagogue (sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik

3. Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis, starvasi dan inanisi 4. Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin

5. Tumor non-sel β : sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukemia, limfoma, melanoma 6. Pasca-prandial : reaktif (setelah operasi gater), diinduksi alkohol.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide.

TERAPI

(13)

1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat.

2. Hentikan obat hipoglikemik sementara 3. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam

4. Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar) 5. Cari penyebab.

B. Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia) :

1. Diberikan larutan Dextrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intra vena, 2. Diberikan cairan Dextrose 10% per infus, 6 jam per kolf,

3. Periksa GD sewaktu (GDS), kalau memungkinkan dengan glukometer :  Bika GDS <50 mg/dL --- + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV

 Bila GDS <100 mg/dL --- + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV 4. Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian Dextrosa 40% :

 Bila GDS <50 mg/dL --- + bolus Dekstrosa 40% 50 ml IV  Bila GDS <100 mg/dL --- + bolus Dekstrosa 40% 25 ml IV  Bila GDS 100-200 mg/dL --- tanpa bolus Dekstrosa 40%

 Bila GDS >200 mg/dL --- pertimbangkan menurunkan kecepatan drip dekstrosa 10%

5. Bila GDS >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan DGS setiap 2 jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDS >200 mg/dL --- pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.

6. Bila GDS >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS setiap 4 jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila GDS .200 mg/dL --- pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.

7. Bila GDS >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam : GD → RI (mg/dL) (Unit, subkutan) <200 0 200-250 5 250-300 10 300-350 15 >350 20

8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin, seperti : adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg IV/IM (bila penyebabnya insulin).

9. Bila pasien belum sadar, GDS sekitar 200 mg/dl : Hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain penurunan kesadaran menurun.

KOMPLIKASI

Kerusakan otak, koma, kematian.

PROGNOSIS

Dubia.

UNIT TERKAIT

Bagian Patologi Klinik, ICU.

(14)

PENGERTIAN

Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan (peningkatan atau penurunan) fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolesterol HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan, sehingga dikenal sebagai triad lipid. Secara klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : Hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, dan campuran hiperkolesterolemia.

DIAGNOSIS

Klasifikasi kadar kolesterol : Klasifikasi Kolesterol LDL : <100 mg/dL Optimal

100-129 mg/dL Hampir optimal 130-159 mg/dL Borderline tinggi 160-189 mg/dL Tinggi

>190 mg/dL Sangat tinggi Kolesterol total: <200 mg/dL Idaman

200-239 mg/dL Borderline tinggi >240 mg/dL Tinggi

Kolesterol HDL : <40 mg/dL Rendah ≥60 mg/dL Tinggi

Untuk mengevaluasi risiko penyakit jantung korener (PJK), perlu diperhatikan faktor-faktor risiko lainnya :  Faktor risiko positif :

 Merokok

 Umur (pria ≥45 tahun, wanita ≥55 tahun)  Kolesterol HDL rendah

 Hipertensi (TD ≥140/90 atau dalam terapi antihipertensi)

Riwayat penyakit jantung koroner dini dalam keluarga (fisrt degree : pria <55 tahun, wanita <65 tahun)  Faktor risiko negatif ;

 Kolesterol HDL tinggi : mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total.

ATP III menggunakan Framingham Risk Score (FRS) untuk menghitung besarnya rsisiko penyakit jantung koroner (PJK) pada pasien dengan ≥2 faktor risiko, meliputi : umur, kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kebiasaan merokok, dan hipertensi. Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko PJK dalam 10 tahun.

Ekivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding dengan kejadian PJK, yakni >20% dalam 10 tahun, terdiri dari ;

 Bentuk klinis lain dari aterosklerosis : penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdominalis, penyakit arteri karotis yang simptomatis,

 Diabetes

 Faktor risiko multipel yang mempunyai risiko PJK dalam 10 tahun >20%.

Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya PJK. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya trigliserida :

a. Obesitas, berat badan lebih b. Inaktivasi fisik

c. Merokok

d. Asupan alkohol berlebih

e. Diet tinggi karbohidrat (>60% asupan energi)

(15)

g. Obat : kortikosteroid, estrogen, retinoid, penghambat adrenergik-beta dosis tinggi h. Kelainan genetik (riwayat keluarga)

Klasifikasi derajat hipertrigliseridemia

Normal : <150 mg/dL Borderline-tinggi : 150-199 mg/dL Tinggi : 200-499 mg/dL Sangat tinggi : ≥500 mg/dL

DIAGNOSIS BANDING

1. Hiperkolesterolemia sekunder, karena hipotiroidisme, penyakit hti obstruktif, sindrom nefrotik, anoreksia nervosa, porfiria intermitten akut, obat (progestin, siklosporin, thiazide)

2. Hipertrigliseridemia sekunder, karena obesitas, DM, penyakit ginjal kronik, lipodistrofi, glicogen storage disease, alkohol, bedah bypass ileal, stres, sepsis, kehamilan, obat (estrogen, isotretinoin, penghambat beta, glukokortikoid, resin pengikat bile-acid, thiazide), hepatitis akut, lupus eritematosus sistemik, gammopati monoklonal : myeloma multipel, limfoma AIDS : inhibitor protease

3. HDL rendah sekunder, karena malnutrisi, obesitas, merokok, penghambat betasteroid anabolik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Skrining dianjurkan pada semua pasien berusia 20 tahun, setiap 5 tahun sekali : Kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida, glukosa darah, tes fungsi hati, urin lengkap, tes fungsi ginjal, TSH, EKG.

TERAPI

Untuk hiperkolesterolemia :

Penalaksanaan Non- farmakologis (Perubahan Gaya Hidup) : 1. Diet, dengan komposisi :

 Lemak jenuh <7% kalori total  PUFA hingga 10% kalori total  MUFA hingga 10% kalori total  Lemak total 25-35% kalori total  Karbohidrat 50-60% kalori total  Protein hingga 15% kalori total  Serat 20-30 g/hari

 Kolesterol <200 mg/hari 2. Latihan jasmani

3. Penurunan berat badan bagi yang gemuk

4. Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alkohol

Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di bawah ini), pemantauan setiap 4-6 bulan.

 Bila setelah 6 minggu PGH, target belum tercapai : intensifikasi penurunan lemak jenuh dan kolesterol, tambahkan stenol/steroid nabati, tingkatkan konsumsi serat, dan kerjasama dengan dietisien.

 Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai diberikan, dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi Farmakologis : a. Golongan statin :  Simvastatin 5-40 mg  Lovastatin 10-80 mg  Pravastatin 10-40 mg  Fluvastatin 20-80 mg  Atorvastatin 10-80 mg b. Golongan bile acid sequestrant :

(16)

 Kolestiramin 4-16 g c. Golongan nicotinic acid :

Nicotinic acid (immediate release) 2x100 mg s/d 1,5-3 g Target Kolesterol LDL (mg/dL) : Kategori Risiko Target LDL Kadar LDL untuk memulai PGH Kadar LDL untuk mulai terapi farmakologis PJK atau Ekivalen PJK <100 ≥100(100-129: opsional) 130 (FRS >20%) Faktor risiko ≥2 <130 ≥130 ≥130 (FRS 10-20%) (160-189:opsional) (FRS ≤20%)

Faktor risiko 0-1 <160 ≥160 ≥190(160-189:opsional)

Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan statin atau bile acid sequestrant atau nicotinic acid.

Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di atas), pemantauan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi, target belum tercapai:intensifkan/naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain. Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis diintensifkan.

Pasien dengan PJK, kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner, diberi terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL .100 mg/dL

Pasien dengan hipertrigliseridemia :

a. Penatalaksanaan non farmakologis sesuai diatas. b. Penatalaksanaan farmakologis :

Target terapi :

Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi ; tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL.

 Pasien dengan trigliserida tinggi : target sekunder adalah kadar kolesterol non-HDL, yakni sebesar 30 mg/dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol LDL (lihat tabel diatas).

 Pendekatan terapi obat :

1. Obat penurun kadar kolesterol LDL, atau

2. Ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid. Golongan fibrat terdiri dari : o Gemfibrozil 2x600 mg atau 1x900 mg

o Fenofibrat 1x200 mg

Penyebab primer dari dislipidemia sekunder, juga harus ditatalaksana.

KOMPLIKASI

Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, stroke, pankreatitis akut.

PROGNOSIS

Dubia ad Bonam

UNIT TERKAIT

Bagian Patologi Klinik, Gizi.

(17)

PENGERTIAN

Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul, tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. Berdasarkan jumlah nodul, dibagi :

 Struma mononodosa non toksik  Struma multinodosa non toksik

Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif, nodul dibedakan menjadi : nodul dingin, nodul hangat, nodul panas.

Sedangkan berdasarkan konsistensinya, nodul dibedakan menjadi : nodul lunak, nodul kistik, nodul keras, nodul sangat keras.

DIAGNOSIS Anamnesis :

1. Sejak kapan benjolan timbul

2. Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap 3. Cara membesarnya : cepat, atau lambat

4. Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja.

5. Riwayat keluarga

6. Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda 7. Perubahan suara

8. Gangguan menelan, sesak nafas 9. Penurunan berat badan

10. Keluhan tirotoksikosis

Pemeriksaan fisik :

a. Umum b. Lokal :

 Nodul tunggal atau majemuk, atau difus  Nyeri tekan

 Konsistensi  Permukaan

 Perlengketan pada jaringan sekitarnya  Pendesakan atau pendorongan trakea  Pembesaran kelenjar getah bening regional  Pemberton's sign

Penilaian risiko keganasan :

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid :

 Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa jinak

 Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun.  Gejala hipo atau hipertiroidisme.

 Nyeri berhubungan dengan nodul.  Nodul lunak, mudah digerakkan.

 Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan tiroid : 1. Umur <20 tahun atau >70 tahun

(18)

3. Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan nafas 4. Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu-bulan)

5. Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa (juga meningkatkan insiden penyakit nodu; tiroid jinak)

6. Riwayat keluarga kanker tiroid meduler

7. Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkan 8. Paralisis pita suara

9. Temuan limfadenopati servikal 10. Metastasis jauh (paru-paru, dll)

Langkah diagnostik I : TSHs, FT4

Hasil : Non-toksik → Langkah diagnostik II :BAJAH nodul tiroid Hasil : A. Ganas

B. Curiga C. Jinak

D. Tak cukup/sediaan tak representatif (dilanjutkan di kolom Terapi)

DIAGNOSIS BANDING

1. Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan, menopause, infeksi, stres lain.

2. Tiroiditis akut 3. Tiroiditis subakut 4. Tiroiditis subakut

5. Tiroiditis kronis : limfositik (Hashimoto), fibrosa-invasif (Riedel) 6. Simple goiter

7. Struma endemik

8. Kista tiroid, kista degerasi 9. Adenoma

10. Karsinoma tiroid primer, metastatik 11. Limfoma

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium : T4 atau fT4, T3 dan TSHs b. Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) nodul tiroid :

 Bila hasil laboratorium : non-toksik

 Bila hasil lab (awal) toksik, tetapi hasil scan : cold nodul → syarat : sudah menjadi eutiroid. c. USG tiroid :

 Pemantau kasus nodul yang tidak dioperasi  Pemandu pada BAJAH

d. Sidik tiroid ;

 Bila klinis : ganas, tetapi hasil sitologi dengan BAJAH (2 kali) : jinak,  Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas

e. Petanda keganasan tiroid (bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid meduler, diperiksakan kalsitonin)

f. Pemeriksaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat, curiga penyakit Hashimoto.

TERAPI

Sesuai hasil BAJAH, maka terapi :

A. Ganas

→ Operasi Tiroidektomi near-total

B. Curiga

→ Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong beku (VC) : Bila hasil = ganas → Operasi Tiroidektomi near-total.

Bila hasil = jinak → Operasi Lobektomi , atau Tiroidektomi near-total. → Alternatif : Sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule → Operasi

(19)

C. Tak cukup/sediaan tak representatif

 Jika nodul Solid (saat BAJAH) : ulang BAJAH. Bila klinis curiga ganas tinggi → Operasi Lobektomi Bila klinis curiga ganas rendah → Observasi  Jika nodul Kistik (saat BAJAH) : aspirasi Bila kista regresi → Observasi

Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah → Observasi Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi → Operasi Lobektomi

D. Jinak

→ terapi dengan Levo-tiroksin (LT4) dosis subtoksis.

 Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug (3 hari),  dilanjutkan 3 x 25 ug (3-4 hari),

 bila tidak ada efek samping atau tanda toksis : dosis menjadi 2 x 100 ug sampai 4-6 minggu, kemudian evaluasi TSH (target 0,1-0,3 ulU/L)

 supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan

 evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil mengecil atau tidak (berhasil bila mengecil >50% dari volume awal)

o Bila nodul mengecil atau tetap → L-tiroksin dihentikan dan diobservasi :

o Bila setelah itu struma membesar lagi, maka L-tiroksin dimulai lagi (target TSH 0,1-0,3 uIU/L). o Bila setelah L-tiroksin dihentikan, struma tidak berubah, diobservasi saja .

o Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi → obat dihentikan dan operasi Tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi → hasil PA :

 Jinak : terapi dengan L-tiroksin : target TSH 0,5-3,0 uIU/L  Ganas : terapi dengan L-tiroksin

 Individu dengan risiko ganas tinggi : target TSH <0,01-0,05 uIU/L

 Individu dengan risiko ganas rendah : target TSH 0,05-0,1 uIU/L

KOMPLIKASI

Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut/subakut.

PROGNOSIS

Tergantung jenis nodul,tipe histopatologis.

UNIT TERKAIT

(20)

KISTA TIROID

PENGERTIAN

Kista tiroid adalah nodul kistik pada jaringan tiroid, merupakan 10-25% dari seluruh nodul tiroid. Insidens keganasan pada nodul kistik kurang dibandingkan nodul solid. Pada nodul kistik kompleks masih mungkin merupakan suatu keganasan. Sebagian nodul kistik mempunyai bagian yang solid.

DIAGNOSIS

Anamnesis

1. Sejak kapan benjolan timbul

2. Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap 3. Cara membesarnya : cepat atau lambat

4. Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja

5. Riwayat keluarga

6. Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda 7. Perubahan suara

8. Gangguan menelan 9. Sesak nafas

10. Penurunan berat badan 11. Keluhan tirotoksikosis Pemeriksaan fisik ; a. Umum

b. Lokal :

 Nodus tunggal atau majemuk, atau difus  Nyeri tekan

 Konsistensi : kistik  Permukaan

 Perlekatan pada jaringan sekitarnya  Pendesakan atau pendorongan trakea  Pembesaran kelenjar getah bening regional  Pemberton's sign

Penilaian risiko keganasan :

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kanker tiroid :

 Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa jinak

 Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun  Gejala hipotiroidisme atau hipertiroidisme

 Nyeri yang berhubungan dengan nodul  Nodul lunak, mudah digerakkan

 Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan tiroid : 1. Umur <20 tahun atau >70 tahun

2. Gender laki-laki

3. Nodul disertai disfagia, serak, atau obstruksi jalan nafas 4. Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu-bulan)

5. Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa (juga meningkatkan insidens penyakit nodul tiroid jinak)

6. Riwayat keluarga kanker tiroid medular

(21)

8. Temuan limfadenopati servikal 9. Metastasis jauh (paru-paru, dll)

Langkah diagnostik awal : TSHs, FT4

Bila hasil : Non toksik → Langkah diagnostik II :

→ Pungsi aspirasi kista dan BAJAH bagian solid dari kista tiroid

DIAGNOSIS BANDING

Kista tiroid, kista degenerasi, karsinoma tiroid

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. USG tiroid :

 dapat membedakan bagian padat dan cair,

 dapat untuk memandu BAJAH : menemukan bagian solid.

 gambaran USG kista = kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dinding tipis. 2. Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin.

3. Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) : pada bagian yang solid.

TERAPI

Pungsi aspirasi seluruh cairan kista :  Bila kista regresi → Observasi

 Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas rendah → pungsi aspirasi dan observasi  Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas tinggi → operasi lobektomi.

TERAPI

Tidak ada.

PROGNOSIS

Dubia ad bonam, tergantung tipe dan jenis histopatologinya.

UNIT TERKAIT

(22)

II

RHEUMATOLOGI

(23)

PENGERTIAN

Artritis Pirai adalah penyakit yang disebabkan oleh deposisi kristal-monosodium urat (MSU) yang terjadi akibat supersaturasi cairan ekstra selular dan mengakibatkan satu atau beberapa manifestasi klinik.

DIAGNOSIS

Kriteria ACR (1977) :

A. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam cairan sendi, atau B. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam tofus, atau C. Didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut :

1. Inflamasi maksimal pada hari pertama 2. Serangan artritis akut lebih dari 1 kali 3. Artritis monoartikular

4. Sendi yang terkena berwarna kemerahan 5. Pembengkakan dan sakit pada sendi MTP 1 6. Serangan pada sensi MTP unilateral 7. Serangan pada sensi tarsal unilateral 8. Tofus

9. Hiperurisemia

10. Pembengkakan sendi asimetris pada gambaran radiologik 11. Subkortikal tanpa erosi pada gambaran radiologik

12. Kultur bakteri cairan sendi negatif

DIAGNOSIS BANDING

Pseudogout, artritis septik, artritis reumatoid

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LED, CRP.

2. Analisis cairan sendi.

3. Asam urat darah dan urin 24 jam. 4. Ureum, kreatinin, CCT.

5. Radiologi sendi.

TERAPI

1. Penyuluhan

2. Pengobatan fase akut :

a. Kolkisin. Dosis 0,5 mg diberikan tiap jam sampai terjadi perbaikan inflamasi atau terdapat tanda-tanda toksik atau dosis tidak melebihi 8 mg/24 jam.

b. Obat antiinflamsi non-steroid.

c. Glukokortikoid dosis rendah bila ada kontraindikasi dan kolkisin dan obat antiinflamsi non-steroid. 3. Pengobatan hiperurisemia :

a. Diet rendah purin

b. Obat penghambat xantin oksidase (untuk tipe produksi berlebih), misalnya allopurinol

c. Obat urikosurik (untuk tipe sekresi rendah). Obat antihiperurisemik tidak boleh diberikan pada stadium akut.

KOMPLIKASI

1. Tofus

2. Deformitas sendi

3. Nefropati gout, gagal ginjal, batu saluran kencing.

PROGNOSIS

(24)

UNIT TERKAIT

(25)

PENGERTIAN

Artritis Reumatoid adalah penyakit inflamasi sestemik kronik yang terutama mengenai sendi di artrodial. Termasuk penyakit autoimun dengan etiologi yang tidak diketahui.

DIAGNOSIS

Kriteria Diagnosis (ACR, 1987)

1. Kaku pagi, sekurangnya 1 jam 2. Artritis pada sekurangnya 3 sendi

3. Artritis pada sendi pergelangan tangan, metacarpophalanx (MCP) dan Proximal Interphalanx (PIP) 4. Artritis simetris

5. Nodul reumatoid

6. Faktor reumatoid serum positif 7. Gambaran radiologik yang spesifik.

Untuk diagnosis AR, diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut di atas. Kriteria 1-4 harus minimal diderita selama 6 minggu.

DIAGNOSIS BANDING

Spondiloartropati seronegatif, Sindrom Sjogren.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LED, CRP.

2. Faktor reumatoid serum. Hasil positif dijumpai pada sebagian besar kasus (85%), sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan adanya AR.

3. Analisis cairan sendi. Dapat terlihat peningkatan jumlah leukosit di atas 2000/m3. Analisis ini sekaligus

digunakan untuk menyingkirkan adanya artropati kristal.

4. Radiologi tangan dan kaki. Gambaran dini berupa pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis juxta-articular dan erosi pada bare area tulang. Keadaan lanjut terlihat penyempitan celah sendi, osteoporosis difus, erosi meluas sampai daerah subkondral.

5. Biopsi sinovium/nodul reumatoid.

TERAPI

1. Penyuluhan

2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut 3. Obat antiinflamasi non-steroid

4. Obat remitif (DMARD), misalnya :  Klorokuin dengan dosis 1x250 mg/hari  Metotreksat dosis 7,5-20 mg sekali seminggu,  Salazopirin dosis 3-4x500 mg/hari,

 Garam emas per oral dosis 3-9 mg/hari, atau subkutan dosis awal 10 g, dilanjutkan seminggu kemudian dengan dosis 25 mg/minggu, dan dinaikkan menjadi 50 mg/minggu selama 20 minggu, selanjutnya diturunkan setiap 4 minggu sampai dosis kumulatif 2 g.

5. Glukokortikoid, dosis seminimal mungkin dan sesingkat mungkin, untuk mengatasi keadaan akut atau kekambuhan. Dapat diberikan prednison dengan dosis 20 mg dosis terbagi dan segera tappering off. 6. Bila terdapat peradangan yang terbatas hanya pada 1-2 sendi, dapat diberikan injeksi steroid intraartikular

seperti triamcinolon acetonide 10 mg atau metilprednisolon 20-40 mg. 7. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis.

8. Operasi untuk memperbaiki deformitas.

KOMPLIKASI

1. Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar). 2. Sindrom terowongan karpal

PROGNOSIS

(26)

UNIT TERKAIT

Bagian Bedah.

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

(27)

Lupus eritematosus sistemik adalah penyakit autoimun yang ditandai produksi antibodi terhadap komponen-komponen inti sel yang mengakibatkan manifestasi klinis yang luas.

DIAGNOSIS

Kriteria Diagnosis ACR 1982. Diagnosis ditegakkan bila didapatkan 4 dari 11 kriteria di bawah ini : 1. Ruam malar

2. Ruam diskoid 3. Fotosensitivitas

4. Ulserasi di mulut atau nasofaring 5. Artritis

6. Serositis (pleuritis atau perikarditis)

7. Kelainan ginjal (proteinuria >0,5 g/hari, atau silinder sel) 8. Kelainan neurologi, kejang-kejang atau psikosis.

9. Kelainan hematologi, anemia hemolitik, atau leukopenia, atau limfopenia, atau trombopenia.

10. Kelainan imunologik, sel LE positif atau anti DNA positif, atau anti Sm positif, tes serologi untuk sifilis positif palsu.

11. Antibodi antinuklear (ANA) positif.

DIAGNOSIS BANDING

Mixed connective tissue disease, sindrome vaskulitis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LED, CRP 2. C3 dan C4

3. ANA, ENA (anti dsDNA dsb) 4. Coomb test,bila ada AIHA 5. Biopsi kulit

TERAPI

1. Penyuluhan

2. Proteksi terhadap sinar matahari, sinar ultraviolet, dan sinar fluoresein

3. Pada manifestasi non-organ vital (kulit, sendi, fatigue) dapat diberikan klorokuin 4 mg/kgBB/hari.

4. Bila mengenai organ vital, berikan prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu, kemudian tappering off.

5. Bila terdapat peradangan terbatas pada 1-2 sendi, dapat diberikan injeksi steroid intraartikular.

6. Pada kasus berat atau mengancam nyawa dapat diberikan metilprednison 1 gr/hari IV selama 3 hari berturut-turut, lalu prednison 40-60 mg/hari per oral.

7. Bila pemberian glukokortikoid selama 4 minggu tidak memuaskan, maka dimulai pemberian imunosupresif lain, misal siklofosfamid 500-1000 mg/m2 sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian tiap 3 bulan sampai 2 tahun.

8. Imunosupresan lain yang dapat diberikan adalah azatioprin, siklosporin-A.

KOMPLIKASI

Anemia hemolitik, trombosis, lupus serebral, nefritis lupus, infeksi sekunder, asteonekrosis.

PROGNOSIS

Dubia.

UNIT TERKAIT

Bagian Kulit Kelamin.

ARTRITIS SEPTIK

(28)

Artritis septik adalah artritis yang disebabkan oleh adanya infeksi berbagai mikroorganisme (bakteri, non-gonokokal).

DIAGNOSIS

 Nyeri sendi akut, umumnya monoartikular  Umumnya terdapat penyakit lain yang mendasari  Ditemukan bakteri dari kultur cairan sendi.

DIAGNOSIS BANDING

Artritis gonokokal, bursitis septic.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Analisis cairan sendi

2. Pewarnaan Gram dan kultur cairan sendi 3. Radiografi sendi yang terserang

4. LED, CRP, leukosit darah

5. Kultur darah, bila ada tanda-tanda sepsis.

TERAPI

1. Aspirasi cairan sendi

2. Antibiotik berspektrum luas sebelum ada hasil kultur dan diubah setelah hasil kultur diperoleh. 3. Drainase sendi yang terinfeksi.

4. Indikasi tindakan bedah adalah infeksi koksa pada anak-anak, infeksi mengenai sendi yang sulit dilakukan drainase secara adekuat, terdapat bukti osteomielitis, infeksi berkembang ke jaringan lunak sekitarnya.

KOMPLIKASI Osteomielitis, sepsis. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT Bagian Bedah

OSTEOARTRITIS

PENGERTIAN

(29)

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan sendi. Penyakit ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi progresif dan terbentuknya tulang baru pada trabekula subkondral dan tepi tulang (osteofit).

DIAGNOSIS

Osteoartritis sendi lutut :

1. Nyeri lutut, dan

2. Salah satu dari 3 kriteria berikut : a. Usia >50 tahun

b. Kaku sendi <30 menit c. Krepitasi+osteofit

Osteoartritis sendi tangan :

1. Nyeri tangan atau kaku, dan 2. Tiga dari 4 kriteria berikut :

a. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi tangan tertentu (DIP II dan III kiri dan kanan, CMC 1 kiridan kanan)

b. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP c. Pembengkakan pada <3 sendi MCP

d. Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu.

Osteoartritis sendi pinggul :

1. Nyeri pinggul, dan

2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut : a. LED <20 mm/jam

b. Radiologi : terdapat osteofit pada femur atau asetabulum

c. Radiologi : terdapat penyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau medial)

DIAGNOSIS BANDING

Artritis rematoid, artritis gout, artritis septik, spondilitis ankilosa

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LED (pada OA inflamatif, LED akan meningkat) 2. Analisis cairan sendi

3. Radiografi sendi yang terserang 4. Artroskopi.

TERAPI

1. Penyuluhan

2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut

3. Obat antiinflamasi non-steroid, diantaranya : sodium diklofenak 50 mg t.i.d, piroksikam 20 mg o.d meloksikam 7,5 mg o.d, dan sebagainya

4. Steroid intraartikular untuk OA inflamasi

5. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu diberikan ortosis 6. Operasi untuk memperbaiki : deformitas.

KOMPLIKASI Deformitas sendi. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT Bagian Bedah.

(30)

SKLEROSIS SISTEMIK

PENGERTIAN

Sklerosis sistemik merupakan penyakit kronik yang mengenai berbagai sistem organ dan terutama ditandai dengan penebalan kulit. Penyakit ini dapat difus, terbatas, atau berupa sindrom tumpang tindih.

(31)

A. Kriteria mayor

Skleroderma proksimal B. Kriteria minor

1. Sklerodaktil

2. Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari 3. Fibrosis basal di kedua paru.

Diagnosis ditegakkan bila didapat 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor atau lebih.

DIAGNOSIS BANDING

Mixed Connective Tissue Disease.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LED, CRP, Peningkatan hasil menunjukkan proses inflamasi aktif

2. ANA, anti topo-1 (Scl-70), antobody antisentromer, anti SS-S, anti SS-B, anti RNP. Diharapkan hasil tersebut positif, terutama anti-topoisomerase 1, RNA polymerase I, III dan U3 rnp.

3. Radiologi tangan, toraks. 4. Uji fungsi paru

5. Ureum dan kreatinin 6. Biopsi kulit

TERAPI

Penyuluhan dan dukungan psikososial

 Proteksi terhadap suhu dingin untuk mengatasi fenomena Raynaud.

 Bila terdapat ulkus atau gangren, harus dirawat dengan baik dan diberikan antibiotik yang adekuat.  Dapat dicoba D-penisilamin 3x250 mg. Bila gagal dapat dicoba DMARD lain seperti metotreksat.

 Bila didapatkan gangguan gastrointestinal, dapat diberikan H2 antagonis, omeprazol, dan obat-obat

prokinetik.

 Pada keadaan krisis renal, dapat diberikan kaptopril. Bila fungsi ginjal memburuk, dapat dilakukan dialisis.  Pada pneumonitis, dapat diberikan glukokortikoid atau siklofosfamid.

KOMPLIKASI

Hipertensi yang tidak terkontrol, krisis renal, pneumonitis, refluks esofagitis, divertikulosis.

PROGNOSIS

Dubia

UNIT TERKAIT

(32)

III

TROPIK INFEKSI

DEMAM BERDARAH DENGUE

PENGERTIAN

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk demam berdarah dengue (DBD).

DIAGNOSIS

(33)

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik 2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :

Uji torniquet positif (>20 petekie dalam 2,54 cm2)

 Petekie, ekimosis, atau purpura

 Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain  Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia (<100.000/mm3)

4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage :

 Hematokrit meningkat >20% dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis kelamin, dan populasi yang sama

 Hematokrit turun hingga >20% dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan  Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites, dan hipoproteinemia.

Derajat

I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya berupa uji tourniquet positif dan/atau mudah memar.

II : Derajat I disertai perdarahan spontan

III : Terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah.

IV : Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak teratur DBD derajat III dan IV digolongkan dalam sindrom renjatan dengue.

DIAGNOSIS BANDING

Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hb, Ht, leukosit, trombosit, serologi dengue.

TERAPI

A. Non farmakologis : tirah baring, makanan lunak B. Farmakologis :

1. Simptomatis : antipiretik parasetamol bila demam

2. Tatalaksana terinci dapat dilihat pada lampiran protokol tatalaksana DBD  Cairan intravena : Ringer Laktat atau Ringer Asetat 4-6 jam/kolf Koloid plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan

 Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi

 Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III atau IV dengan koagulasi intravaskular diseminata (KID)

KOMPLIKASI

Renjatan, perdarahan, KID.

PROGNOSIS

Bonam.

UNIT TERKAIT

(34)

-DEMAM TIFOID

PENGERTIAN

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonell typhi atau Salmonella paratyphi.

DIAGNOSIS

a. Anamnesis : demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau remitten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.

(35)

b. Pemeriksaan Fisis : febris, kesadaran berkabut, bradikardi relatif (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyutnadi 8x/menit), hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia).

c. Laboratorium : dapat ditemukan leukopeni, leukositosis, atau leukosit normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.

Hepatitis Tifosa

Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla (1990) : hepatomegali, ikterik, kelainan laboratorium (antara lain : bilirubin >30,6 umol/l, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan indeks PT), kelainan histopatologi.

Tifoid Karier

Ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca-demam tifoid.

DIAGNOSIS BANDING

Infeksi virus, malaria.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu).

TERAPI

A. Non farmakologis : tirah baring, makanan lunak rendah serat. B. Farmakologis :

1. Simptomatis 2. Antimikroba :

a. Pilihan utama : Kloramfenikol 4x500mg sampai dengan 7 hari bebas demam. b. Alternatif lain ;

 Tiamfenikol 4x500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan Kloramfenikol)  Kotrimoksazol 2x2 tablet selama 2 minggu

 Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu

 Sefalosporin generasi III : terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari.

 Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3x1 gram, sefoperazon 2x1 gram.  Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV) :

o Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari. o Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari. o Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari. o Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari. o Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.

3. Pada kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.

4. Kombinasi antibiotik hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, renjatan septik. 5. Steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami renjatan septik

dengan dosis 3 x 5 mg.

Kasus tifoid karier :

a. Tanpa kolelitiasis → pilihan rejimenn terapi selama 3 bulan :  Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari  Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari  Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari.

(36)

b. Dengan kolelitiasis → kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama 28 hari atau kolesistektomi + salah satu rejimen berikut :

 Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari  Norfloksasin 2 x 400 mg/hari

c. Dengan infeksi Schistosoma haematobium pada traktus urinarius → eradikasi Schistosoma haematobium:

 Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau

 Metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu. Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti di atas.

Perhatian : Pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidak boleh digunakan. Kloramfenikol tidak

dianjurkan pada trimester III. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester I. Obat yang dianjurkan golongan beta laktam : ampisilin, amoksisilin, dan sefalosporin generasi III (seftriakson).

KOMPLIKASI

1. Intestinal : perdarahan intyestinal, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis.

2. Ekstra-intestinal : kardiovaskular (kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis, tromboflebitis), hematologik (anemia hemolitik, trombositopenia, KID), paru (pneumonia, empiema, pleuritis), hepatobilier (hepatitis, kolesistitis), ginjal (glomerulonefritis, peilonefritis, perinefritis), tulang (osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis), neuropsikiatrik (toksik tifoid).

PROGNOSIS

Baik. Bila penyakit berat, pengobatan terlambat/tidak adekuat atau ada komplikasi berat, prognosis meragukan/buruk.

UNIT TERKAIT

Bagian Bedah.

LEPTOSPIROSIS

PENGERTIAN

Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta pathogen dari family Leptospiraceae.

DIAGNOSIS

a. Anamnesis : demam tinggi, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah, diare.

b. Pemeriksaan Fisis : injeksi konjunctiva, ikterik, fotofobia, hepatomegali, splenomegali, penurunan

(37)

c. Laboratorium : dapat ditemukan leukositosis, peningkatan amylase, lipase, dan CK, gangguan fungsi

hati, gangguan fungsi ginjal. Serologi leptospira positif (titer .1/100 atau terdapat peningkatan >4 kali pada titer ulangan).

DIAGNOSIS BANDING

Hepatitis tifosa, ikterus obstruktif, malaria, kolangitis, hepatitis fulminan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, elektrolit, amylase, lipase, serologi leptospira MAT (mikoaglutinasi test).

TERAPI

A. Nonfarmakologis

Tirah baring, makanan/cairan tergantung pada komplikasi organ yang terlibat.

B. Farmakologis

1. Simptomatis

2. Antimikroba pilihan adalah pilihan utama : Penisilin G 4 x 1,5 juta unit selama 5-7 hari, alternative tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, sefalosporin generasi III, flurokuinolon

KOMPLIKASI

Gagal ginjal, pancreatitis, miokarditis, perdarahan massif, meningitis aseptic.

PROGNOSIS

Bonam

UNIT TERKAIT

-SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK

PENGERTIAN

Sepsis merupakan sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi.

Renjatan (syok) septik : sepsis dengan hipotensi, ditandai dengan penurunan TDS <90 mmHg atau

penurunan >40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obat-obatan yang dapat menurunkan TD.

 Sepsis berat : gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan kesadaran, gangguan fungsi hati, ginjal, paru-paru, dan asidosis metabolik.

(38)

DIAGNOSIS SEPSIS

1. SIRS ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut :  Suhu badan >38ºC atau <36ºC

 Frekuensi denyut jantung >90x/menit

 Frekuensi pernafasan >24x/menit atau PaCO2 <32

 Hitung leukosit >12.000/mm3 atau <400.000/mm3, atau adanya >10% sel batang

2. Ada fokus infeksi yang bermakna.

DIAGNOSIS BANDING

Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah dan infeksi fokal (urin, pus, sputum, dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti mikroba, fototoraks.

TERAPI

1. Eradikasi fokus infeksi.

2. Antimikroba empiric diberikan sesuai dengan tempat infeksi, dugaan kuman penyebab, profil antimikroba (farmakokinetik dan farmakodinamik), keadaan fungsi ginjal dan fungsi hati.

Antimikroba definitif diberikan bila hasi kultur mikroorganisme telah diketahui, antimikroba dapat diberikan sesuai hasi uji kepekaan mikroorganisme.

 Suportif : resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan tranfusi (sesuai indikasi) pada renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan respon secepatnya.

 Resusitasi cairan. Hipovolemia pada sepsis segera diatasi dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid. Volume cairan yang diberikan mengacu kepada respon klinis (respons terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan perbaikan kesadaran) dan perlu diperhatikan ada tidaknya tanda kelebihan cairan (peningkatan tekanan vena jugularis, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen). Sebaiknya dievaluasi dengan CVP (dipertahankan 8-12 mmHg), dengan mempertimbangkan kebutuhan kalori per hari.

 Oksigenasi sesuai kebutuhan. Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang progresif, hiperkapnia, gangguan neurologis, atau kegagalan otot pernafasan.

 Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan vasoaktif untuk mencapai tekanan darah sistolik >90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin dipertahankan >30 ml/jam. Dapat digunakan vasopresor seperti dopamine dengan dosis >8 µg/kgBB/menit, norepinefrin 0,03-1,5 µg/kgBB/menit, fenilefrin 0,5-8 µg/kgBB/menit, atau epinefrin 0,1-0,5 µg/kgBB/menit. Bila terdapat disfungsi miokard, dapat digunakan inotropik seperti dobutamin dengan dosis 2-28 µg/kgBB/menit, dopamine 3-8 mcg/kgBB/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kgBB/menit, atau fosfodiesterase inhibitor (amrinon dan milrinon).

 Transfusi komponen darah sesuai indikasi.

 Koreksi gangguan metabolic : elektrolit, gula darah, dan asidosis metabolic (secara empiris dapat diberikan bila pH <7,2 atau bikarbonat serum <9 mEq/l, dengan disertai upaya perbaikan hemodinamik).

 Nutrisi yang adekuat.

 Terapi suportif terhadap gangguan fungsi ginjal.  Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal.

 Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat diberikan heparin dengan dosis 100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25 IU/kgBB/jam dengan infuse kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk mencapai target aPTT 1,5-2 kali control atau antikoagulan lainnya.

KOMPLIKASI

Gagal nafas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik irreversible.

(39)

Dubia ad malam

UNIT TERKAIT

ICU

FEVER OF UNKNOWN ORIGIN

PENGERTIAN

Fever of Unknown Origin (FUO) klasik adalah demam >38,3ºC selama lebih dari 3 minggu, sudah dilakukan pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan tetapi belum dapat ditentukan penyebab demam. Penyebab : infeksi, neoplasma, penyakit kolagen dan vaskular.

(40)

 FUO pada pasien HIV adalah demam >38,3ºC selama 4 minggu atau lebih pada pasien rawat jalan atau minimal 4 hari pada pasien yang dirawat dengan hasil pertumbuhan mikroorganisme negative dari dugaan fokus infeksi. Penyebab : infeksi, obat, sarcoma, limfoma.

 FUO pada pasien netropenia (jumlah leukosit PMN <500/mm3) adalah demam >38,3ºC, dalam 3 hari

perawatan pertumbuhan mikroorganisme masih negatif dari dugaan fokus infeksi. Penyebab : infeksi.  FUO pada geriatri adalah demam >38,3ºC, dalam 3 hari perawatan atau minimal 3 kali kunjungan pasien

rawat jalan belum dapat ditentukan penyebab dari demam. Penyebab : neoplasma, penyakit kolagen, infeksi.

 FUO pada pasien pediatri (usia <18 tahun) adalah demam >38,3ºC selama lebih dari 8 hari, sudah dilakukan pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan tetapi belum dapat ditentukan penyebab demam. Penyebab : infeksi, penyakit kolagen, neoplasma.

 FUO pada pasien nosokomial demam >38,3ºC timbul pada pasien yang dirawat di RS dan pada saat mulai dirawat serta pada masa permulaan perawatan tidak terjangkit infeksi, penyebab demam tak diketahui dalam waktu 3 hari termasuk hasil pertumbuhan mikroorganisme negative dari dugaan fokus infeksi. Penyebab : infeksi.

 FUO iatrogenik adalah demam >38,3ºC akibat penggunaan obat : penisilin, sefalosporin, sulfonamida, atropine, fenitoin, prokainamida, amfoterisin, interferon, interleukin, rifampisin, INH, makrolida, klindamisin, vankomisin, aminoglikosida, alopurinol.

DIAGNOSIS

A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis :

 Riwayat penyakit secara terperinci : pola demam, ada tidaknya infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran nafas bawah, kaku leher, nyeri perut, disuria atau sakit pinggang, diare, abses atau radang tonsil dan otot, nyeri dan pembengkakan sendi, atau tanpa kelainan spesifik.

 Riwayat pekerjaan, perjalanan, kontak dengan orang sakit atau hewan, trauma fisik atau bedah, obat-obatan (termasuk rokok, alcohol, narkoba), keadaan kulit pasien, kelenjar getah bening, lubang orifices pasien.

B. Laboratorium : sesuai mikroorganisme dan organ terkait. DIAGNOSIS BANDING

Infeksi, penyakit kolagen, neoplasma, efek samping obat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan hematologi, kimia darah, UL, mikrobiologi, imunologi, radiologi, EKG, biopsy jaringan tubuh, pencitraan, sidikan (scanning), endoskopi/peritoneoskopi, angiografi, imfografi, tindakan bedah (laparatomi percobaan), uji pengobatan.

TERAPI

1. Simptomatis

2. Uji terapeutik dengan antibiotika, kortikosteroid, atau obat antiinflamasi non-steroid tidak dianjurkan kecuali bila penyakit progresif dan potensial fatal sehingga terapi empirik diperlukan.

KOMPLIKASI

Sepsis, renjatan sepsis.

PROGNOSIS

Dubia

UNIT TERKAIT

Gambar

Tabel 10. MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)
Tabel 18. Penatalaksanaan terhadap Faktor Risiko Timbulnya Gangguan Kognitif pada Usia  Lanjut
Gambar 1. Algoritme Evaluasi dan Penatalaksanaan Pasien Usia Lanjut dengan Penurunan Fungsi kognitif KOMPLIKASI

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pemeriksaan NS1 antigen dapat dideteksi di sirkulasi pasien yang telah terinfeksi dengue pada hari pertama demam dan bertahan hingga hari kesembilan dengan

Rata-rata lama rawat inap pada pasien tersangka demam tifoid yang dirawat inap Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dengan Rata-rata lama rawat inap 5,95 hari untuk

Populasi penelitian adalah seluruh data sekunder pasien demam berdarah dengue yang dirawat di bagian Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau tahun 2013

1 Pada anak yang menderita demam ≥6 hari dengan gejala ke arah demam tifoid, untuk pengobatan pasien segera dapat digunakan pemeriksaan serologis antibodi terhadap antibody

1 Pada anak yang menderita demam ≥6 hari dengan gejala ke arah demam tifoid, untuk pengobatan pasien segera dapat digunakan pemeriksaan serologis antibodi terhadap antibody

Data dikumpulkan dari catatan rekam medis pasien demam berdarah dengue yang dirawat di RS Al-Islam Bandung periode 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2014 untuk

Menurut World Health Organization tahun 2003, ada tiga definisi kasus dari demam tifoid yaitu pasien yang benar-benar penderita demam tifoid (pasien dengan demam

Kesalahan Diagnosis Kesalahan diagnosis merupakan kesalahan medis yang terjadi selepas prosedur diagnosis dan pemeriksaan intensif yang di lakukan terhadap pasien oleh seorang