• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk Membangun Mental Kemandirian Mahasiswa Fitri Labuda

Dalam dokumen PROSIDING RIEE 2016 VOL 2 (Halaman 161-168)

Program Studi Keguruan Seni Rupa Pascasarjana - Universitas Negeri Malang Email: fitrilabuda77@gmail.com

Abstrak : Menghadirkan pendidikan berbasis creative preneur untuk membangun mental kemandirian bagi mahasiswa sangatlah penting, mengingat kondisi bangsa yang sedang bergerak menuju ke suatu bentuk pengembangan perekonomian yang berbasis ekonomi kreatif, dimana salah satu faktor pendukungnya adalah dunia pendidikan yang diharapkan dapat mencetak sumber daya manusia yang dapat mendukung arah perubahan ini. Pendidikan berbasis creative preneur di perguruan tinggi dapat mendorong mahasiswa untuk terbuka wawasan dan pengetahuanya tentang pentingnya untuk terjun ke dunia kewirausahaan, mengingat realitas saat ini semakin sempitnya lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga mereka harus bisa membuka kesempatan dan peluang untuk menciptakan lapangan pekerjaan untuk diri mereka sendiri. Dengan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk memulai terjun ke dunia usaha sedini mungkin, melalui memberikan wawasan berwirausaha, kesempatan membangun usaha mandiri, memberi pelatihan, dan mendukung dari sisi permodalan, maka mental kemandirian berwirausaha akan dapat tercipta pada pribadi mahasiswa. Nilai-nilai utama dalam wirausaha kreatif adalah ketekunan, ulet, kejujuran, moral, tanggung jawab dan berani menghadapi resiko apapun juga. Kata Kunci: Creative Preneur, mental kemandirian

Peningkatan kemampuan dan keterampilan bagi generasi muda untuk bisa memasuki dunia kerja merupakan tanggung jawab dunia pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses penyiapan SDM yang berkualitas, tangguh dan terampil. Dengan kata lain, melalui pendidikan akan diperoleh calon tenaga kerja yang berkualitas sehingga lebih produktif dan mampu bersaing dengan rekan mereka dari negara lain. Senada dengan pendapat Tony Wagner, dari berbagai literatur menyebutkan bahwa di abad 21 ini, peserta didik sebagai produk pendidikan dituntut memiliki kompetensi: 1) Communication Skills, 2) Critical and Creative Thinking, 3

)Information/Digital Literacy,4)

Inquiry/Reasoning Skills, 5) Interpersonal Skills, 6) Multicultural/Multilingual Literacy, 7) Problem Solving, 8)Technological Skills.

Jika dicermati dari delapan kompetensi lulusan tersebut, kompetensi 1 sampai dengan 7 merupakan soft skills, sementara kompetensi 8 merupakan hard skills. Saat ini tuntutan di dunia kerja akan SDM berkualitas semakin tinggi, ditambah dengan adanya pasar bebas dan pakta kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) seperti dua sisi mata uang yang pilihannya menjadi cenderung tidak terduga. Hanya orang- orang yang mampu mengikuti perubahan dengan berbagai konsekuensinya akan bisa hidup di era seperti saat ini.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana agar kita bisa mempersiapkan diri, terutama generasi-generasi penerus kita agar siap menghadapi perubahan ini. Berbicara tentang langkah-langkah konkrit yang bisa kita lakukan adalah salah satunya membenahi dari sisi dunia pendidikan. Tentang bagaimana peran pendidikan untuk dapat mengahsilkan lulusan- lulusan yang memiliki keunggulan dan berdaya

565 PROSIDING

Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”

saing tinggi didunia kerja global. Mengingat adanya perubahan dari arah kebijakan

pemerintah dalam menetukan arah

pengembangan perekonomian bangsa menuju pada ekonomi berbasis kreatif, maka sumber daya manusia Indonesia harus dipersiapkan menjadi manusia-manusia, mandiri, produktif dan kreatif.

Seperti yang diungkapkan dalam RPJM (2015 -2019) Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, ekonomi kreatif adalah sumber pertumbuhan baru ekonomi Indonesia yang diperlukan untuk mencapai target pembangunan jangka panjang. Ketersedian sumber daya manusia dalam jumlah besar dapat ditransformasikan menjadi orang-orang kreatif yang akan menciptakan nilai tambah yang besar terhadap sumber daya alam dan budaya yang melimpah ketersediaannya. Penduduk yang besar, khususnya kelas menengah yang jumlahnya terus meningkat merupakan pasar karya kreatif yang besar di dalam negeri.

Salah satu misi rencana pengembangan ekonomi kreatif bertujuan untuk menjamin adanya peningkatan kuantitas dan kualitas orang kreatif lokal yang didukung oleh lembaga pendidikan yang sesuai dan berkualitas, dengan menetapkan sasaran strategis yaitu, 1) meningkatnya kuantitas dan kualitas orang kreatif; dan 2) meningkatnya kuantitas dan kualitas tenaga kerja kreatif.

Saat ini kebutuhan lapangan kerja semakin tinggi, sementara ketersediaannya semakin sempit. Kita tidak boleh bergantung sepenuhnya pada pihak lain seperti pemerintah, pihak swasta maupun pihak asing untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Masyarakat sudah harus berpikir logis dan realistis untuk dapat mandiri menciptakan peluang dan lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri, atau bahkan untuk orang lain. Dengan demikian, ada kebutuhan yang sangat mendesak untuk mendorong masayarakat untuk melakukan revolusi mental yang statis sebagai masyarakat

kelas pekerja, menjadi masyarakat yang bermental pengusaha.

Saat ini isu tentang kompetensi kewirausahaan menjadi amat kuat untuk digembar-gemborkan oleh berbagai pihak. Pemerintah mencanangkan dan mendorong ekonomi kreatif yang berbasis kewirausahaan di berbagai sektor. Kurang lebih ada 15 sub sektor kreatif yang dikembangkan; 1) arsitektur, 2) desain, 3) film, video, dan fotografi, 4) kuliner, 5) kerajinan, 6) mode, 7) music, 8) penerbitan, 9) permainan interaktif, 10) periklanan, 11) penelitian dan pengembangan, 12) seni rupa, 13) seni pertunjukan,14) teknologi informasi, dan 15) televisi dan radio. Bagaimana menjadikan ekonomi kreatif sebagai sektor penggerak di setiap sektor ekonomi melalui pemanfaatan iptek, design thinking, berorientasi budaya lokal, dan pemanfaatan media secara optimal untuk meningkatkan literasi dan konsumsi pasar di dalam negeri (Kemenparekraf, 2014).

Dalam dunia pendidikan pemerintah telah menghimbau melalui kementrian Pendidikan Nasional, dan Dikti untuk memasukkan kewirausahaan sebagai aspek muatan dalam kurikulum pendidikan di berbagai jenjaang. Muatan kewirausahaan dapat disisipkan sebagai salah satu bahan ajar pada setiap materi pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi. Tujuannya adalah agar generasi anak bangsa sejak dini telah diajarkan dan ditanamkan kemandirian agar mampu berinovasi dan perpikir secara kreatif dengan segala potensi yang dimilikinya. Kewirausahaan melalui dunia pendidikan dapat memberi dampak terhadap perubahan pola fikir, bahkan mendorong pada prilaku yang menciptakan nuansa pendidikan yang memiliki nilai kebermanfaat yang cukup besar.

Pada jenjang perguruan tinggi terutama jenjang sarjana, memiliki tujuan untuk mencetak lulusan yang nantinya dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja di dunia kerja. Kondisi ini dapat juga berarti lulusan lembaga perguruan tinggi menjadi bergantung

566 PROSIDING

Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”

sepenuhnya pada ketersediaan lowongan pekerjaan dari pihak lain. Hal akan dapat kita rubah seiring dengan peran pendidikan kewirausahaan yang diberikan pada jenjang pendidikan ini. Rata-rata kurikulum perguruan tinggi masih belum banyak yang memiliki muatan wirausaha. Kecenderungan hanya untuk memperdalam ilmu teoritis dan konsep saja, sehingga secara praktisnya mahasiswa kurang mampu mengimplementasikan ilmu terhadap kehidupan nyata. Banyak jurusan dan program studi pada perguruan tinggi memang membekali mahasiswanya dengan keahlian dan kompetensi tertentu, akan tetapi sangat jarang yang memberikan arahan bagaimana pemanfaatan keahlian dan kompetensi itu dalam praktek nyata. Sebagai contoh diajarkannya mata kuliah aritmatika di jurusan S1 matematika, diharapkan mahasiswa dapat menguasai teori aritmatika tersebut melaluai penguasaan rumus dan teoritisnya, dan parameter keberhasilan dapat terlihat pada aspek assessment, yaitu perolehan skor atau nilai tertinggi dalam mata kuliah ini dianggap telah cukup menguasai aritmatika, akan tetapi pernahkah terfikirkan oleh para pendidik, atau pun dosen aritmatika yang sudah dipelajari ini, dapat diaplikasi untuk apa saja dalam kehidupan sehari-hari? Dan sejumlah nilai kebermanfaatan ilmu ini dalam hal apa saja?

Kita akan sangat munafik jika berfikir bahwa ilmu itu hanya dipandang sebagai sebuah pengetahuan murni yang tidak boleh ditunggangi oleh berbagai kepentingan diluar ilmu, tetapi kita harus cukup cerdas bagaimana kita menggunakan ilmu itu untuk berbagai kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup. Lebih bijaksana apabila kita memikirkan nilai kebermanfaatan dari suatu ilmu pengetahuan yang terimplikasi dalam berbagai bidang kehidupan. Bagaimana cara kita mendidik agar peserta didik kita dapat meggunakan dan memanfaatkan ilmu yang sudah diperoleh pada jenjang pendidikan akademis sebagai bekal hidup? Dan ilmu pengetahuan seperti apa yang

dapat diberikan agar dapat digunakan peserta didik untuk kemandirian hidup? Maka tercetuslah sebuah pola pemikiran baru yaitu perlunya menyelenggarakan pendidikan berbasis kewirausahaan kreatif (creative preneur), baik secara formal maupun informal.

Pendidikan berbasis creative preneur memang bisa dijadikan sebagai salah satu pilihan untuk mencapai tujuan pendidikan yang mencetak generasi yang mandiri dan unggul ditengah persaingan dunia kerja global. Creativ preneur sendiri memiliki arti kewirausahaan yang didukung oleh kemampuan kreatif dari seseorang untuk dapat menghasilkan suatu bentuk inovasi baru dalam bidang usaha dengan

memanfaatkan segenap kemampuan,

pengetahuan, dan potensi yang ada.

Dengan memberikan pendidikan

berbasis creative preneur pada jenjang perguruan tinggi, maka dapat membuka wacana baru tentang tujuan pendidikan yang menciptakan pola berfikir kreatif dan kemandirian dalam upaya untuk menciptakan peluang dalam dalam berbagai bidang pekerjaan.

PEMBAHASAN

Bagaimana Pendidikan Berbasis Creativ Preneur Itu?

Sistem pendidikan di Indonesia saat ini masih belum mengutamakan kreativitias dan merangsang pertumbuhan jiwa wirausaha, sehingga pada jenjang perguruan tinggi pun mahasiswa masih belum terbiasa dengan pola pikir kreatif dan masih enggan untuk mulai

berwirausaha. Padahal untuk menuju

pengembangan ekonomi kreatif Indonesia sangat dibutuhkan pola piker kreatif dan kemauan untuk berwirausaha dari kalangan generasi mudanya.

Di Indonesia memiliki sumberdaya manusia dan sumber daya alam yang sangat banyak, ternyata masih belum semuanya termanfaatkan dengan baik. Sumber daya

567 PROSIDING

Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”

manusia yang banyak sebenarnya potensi besar untuk mengelola sumberdaya dan kekayaan alam Indonesia. Potensi untuk menjadikan bangsa ini maju sangatlah besar, apabila masyarakatnya mau bekerja keras berusaha untuk mandiri, tidak tergantung pada pihak lain apalagi asing. Kalau saja lulusan perguruan tinggi di Indonesia kurang lebihnya 50 % saja memilih untuk berwirausaha mandiri, maka pengangguran intelektual akan semakin berkurang, dan mengurangi beban Negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan.

Keberanian untuk menjadi seorang pengusaha (entrepreneur), apalagi diusia yang masih muda memang tidak dimiliki oleh semua orang. Adanya kebiasaan yang dibawa dari pola didik pada lingkungan keluarga dan masyarakat kita, yang memandang bahwa menjadi pegawai, apalagi pegawai negri dianggap sebagai posisi dan profesi yang paling prestisius dan menjanjikan masa depan cerah. Ini adalah

mental block yang harus segera dihancurkan, karena jangan sampai lulusan sarjana-sarjana kita hanya akan sibuk mengejar posisi sebagai pegawai negeri atau pegawai swasta saja. Sedangkan peluangnya semakin sempit karena begitu banyaknya orang yang berebut untuk posisi itu. Kalau ingin cepat kaya jangan jadi pegawai, maka jadilah bos. Untuk untuk bisa cepat jadi bos maka diri kita sendirilah yang harus menciptakan peluang itu.

Menciptakan peluang kita sendiri dengan berwirausaha sebenarnya kesempatannya lebih luas dan masih terbuka lebar, tinggal kita cukup punya keberanian atau tidak untuk memulainya. Jangan pula berfikir bahwa menjadi pengusaha itu setelah mengunggu lulus kuliah atau setelah mentok tidak mendapatkan pekerjaan, karena berwirausaha itu bisa dimulai kapan saja, semakin cepat semakin baik.

Biasanya orang yang mau mengambil resiko berwirausaha adalah orang-orang yang kreatif, orang yang selalu mampu menghadapi kondisi dan berubahan apapun, pantang

menyerah, memiliki ketekunan serta

kedisiplinan. Seperti yang diungkapkan Heller & Fernandes, (2010:322), bahwa menjadi intrepreneur berarti menjadi kreator independen, supplier, atau distributor yang menjadi pendiri

bisnis atau pengembang produk,

mengidentifikasi pasar, dan memasarkan hasil produksinya ke masyarakat.

Makna kreativitas dapat dilihat sebagai suatu kapasitas atau daya upaya untuk menciptakan sesuatu yang unik, baru untuk solusi dari masalah. Dapat juga berarti melakukan sesuatu yang berbada dari kebiasaan pada umumnya (thinking outside the box).

Untuk menciptakan sesuatu yang baru berarti melakukan Inovasi dan penemuan (invention) yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

kreativitas. Kreativitas merupakan faktor pendorong munculnya inovasi atau penciptaan karya kreatif dengan memanfaatkan penemuan (invention) yang sudah ada. Kreatifitas dalam kewirausahaan adalah terciptanya suatu peluang yang baru yang bersumber dari komponen yang sudah ada, atau merekonstruksi bentuk yang

sudah ada sebelunya. kewirausahaan

didefinisikan sebagai "perilaku yang dipandu dalam bentuk posisi formal atau kelompok proyek, yang didirikan untuk menghadirkan ide-ide baru atau untuk mengembangkan ide-ide yang ada. (Kandola, 2002).

Istilah pendiddikan berbasis

kewirausahaan telah lama digunakan, dan saat ini terdengar lebih gencar lagi. Tren dan tantangan pendidikan kewirausahaan muncul di abad 21 (Kuratko, 2003). Selain itu,kemunculan tren ini adalah untuk mulai beralih dari dominasi paradigma learning by doing. Yaitu sekolah mengajarkan apa dan bagaimana bukannya mengapa pada konten yang sama pentingnya (Kirby, 2006).

Kita melihat bahwa kunci sukses berwirausaha terletak pada akuisisi "Pengetahuan" melalui representasi akurat dari pengajar. Pendekatan pembelajaran ini tetap berlatih metode pembelajaran kewirausahaan,

568 PROSIDING

Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”

oleh karena itu dalam metode pembelajaran kewirausahaan yang diselenggarakan di perguruan tinggi harus meliputi empat kategori keterampilan kewirausahaan; yaitu: teknis, manajemen, kewirausahaan dan pribadi yang dewasa dianggap sebagai prioritas untuk keberhasilan pendidikan kewirausahaan siswa di lembaga pendidikan (Lyons & Lyons, 2002; Smith, Schallenkamp, & Eichholz, 2007).

Kelompok-kelompok keterampilan ini lebih dikategorikan ke dalam subdivisi dari kompetensi dan baru-baru ini digunakan untuk

menilai pengembangan kompetensi

kewirausahaan mahasiswa (Chang & Rieple, 2013).

Beberapa hal yang dapat menghambat wirausaha kreatif tumbuh dikalangan mahasiswa perguruan tinggi adalah, masih relatif rendahnya tingkat profesionalisme, baik dari segi keterampilan maupun keahlian (skill), pengetahuan (knowledge) maupun sikap dan perilaku (attitude), serta akses terhadap kesempatan bekerjasama dan berjejaring dengan pelaku kreatif lainnya di luar kampus, baik di tingkat lokal, nasional, dan global; 2) Pentingnya dilakukan studi banding dan magang diluar kampus untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat karya dan produk, dari usaha yang akan mereka rintis.

Pentingnya Pendidikan kewirausahaan diberikan di perguruan tinggi adalah untuk memperkenalkan minat kewirausahaan mandiri di kalangan mahasiswa. Yang Nampak pada pengetahuan ini adalah menanamkan hal positif sikap ke arah kewirausahaan pada para mahasiswa.

Pendidikan berbasis entrepreneurial telah menjadi suatu komponen penting dari

banyak kurikulum pada pembelajaran

dilembaga-lembaga pendidikan. Karena masa depan seorang entrepreneur akan dapat ditemukan diantar mereka yang saat ini masih dalam masa studi di universitas. Pendidikan entrepreneurial telah digunakan sebagai salah satu cara efektif untuk memperkenalkan masa

transisi ke dalam dunia usaha ( Ismail et al. 2009).

Bagaimana Membangun Mental Kemandirian Wirausaha?

Yang harus kita pahami adalah membangun mental kemandirian pada diri seseorang itu tidaklah mudah, tergantung dari

the self individu itu sendiri. Hal yang terpenting adalah dengan memberikan stimulus, dengan disertai contoh dan langkah konkret agar mahasiswa terlepas dari mental bloknya. Stikma tentang kita sebagai makhluk sosial pasti membutuhkan orang lain harus dibelokkan menjadi, kita hidup dibutuhkan orang lain. Hal ini berarti tidak boleh sepenuhnya bergantung pada orang lain, akan tetapi harus bisa menghadapi segalanya sendiri.

Oleh karena itu mental harus terlatih untuk mandiri. Bagaimana caranya? Bisa kita lakukan dengan belajar dan pengalaman, belajar dan pengalaman keduanya dapat merubah perilaku, sikap, dan pengetahuan. Akan tetapi belajar dan memperoleh pengalaman adalah berbeda. Seperti yang dikemukakan Purwanto, (2014) bahwa mengalami sesuatu belum tentu merupakan belajar dalam arti pedagogis; tetapi sebaliknya; tiap-tiap belajar berarti mengalami.

Sebisa mungkin dalam metode

pembelajaran kewirausahaan di perguruan tinggi dilakukan dengan cara bagaimana membuat mahasiswa dapat belajar sekaligus memperoleh pengalaman secara nyata, tidak hanya memberikan teori saja. Langkah-langkah yang bisa ditempuh antara lain dengan menghadirkan suasana kewirausahaan dilingkungan kampus, memberi mereka tugas untuk mengelola suatu unit usaha tertentu, mendorong untuk berkompetisi dalam projek kreatifitas mahasiswa dibidang kewirausahaan, dan memberi dukungan berupa bantuan pada aspek permodalan.

Dan untuk melatih mental kemandirian mahasiswa dalam hal berwirausaha, dapat dilakukan dengan memasukkan rumusan

569 PROSIDING

Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”

kompetensi kewirausahaan dalam materi perkuliahan, dengan penilaian tidak sebatas pada kemunculan nilai akhir di kartu hasil studi, akan tetapi memperhatikan aspek perubahan perilaku yang terjadi sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.

Mental kemandirian dapat terbentuk dalam diri mahasiswa yang sudah terbiasa menghadapi permasalahan, dimana mereka akan berjuang keras untuk menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu mahasiswa harus dilatih untuk menghadapi segala persoalan

dibidang kewirausahaan dengan cara

mendorong mereka untuk berani terjun langsung kedunia usaha.

Dunia usaha sering kali disebut dengan bisnis. Bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisir untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (Alma, 2008). Lebih lanjut Alma, menyatakan orang yang berusaha menggunakan uang dan waktunya dengan menanggung resiko, dalam menjalankan kegiatan bisnis disebut

entrepreneur. Untuk menjalankan bisnis

entrepreneur harus mengkombinasikan empat macam sumber yaitu: material, human, financial dan informasi.

Mengingat resiko yang akan dihadapi maka seorang entrepreneur harus memiliki mental yang tangguh, karena kondisi yang akan dihadapi sangatlah tidak terduga, dan hal itu harus disadari sejak awal, apabila seseorang akan terjun ke dunia wirausaha.

Memberikan gambaran awal kepada mahasiswa tentang segala sisi positif dan negative terjun ke dunia usaha, akan membuka wawasan mereka untuk tidak takut lagi dalam memilih jalan ini. Mendorong mahasiswa untuk senantiasa mencari peluang-peluang dibidang usaha, dengan melakukan pengamatan, dan observasi langsung ke lapangan.

Memberikan sejumlah pelatihan, dibidang kewirausahaan baik yang bersifat teoritis maupun praktis denganh cara

mendatangkan pakar dan pelaku dunia bisnis, sehingga mereka bisa bertukar pikiran akan

lebih memperluas wawasan guna

mempersiapkan mental mahasiswa dalam merintis wirausaha mandiri.

Dengan tetap menyadarkan mereka, akan tanggung jawab yang cukup besar pada saat mereka menekuni dunia bisnis. Besaran dan

kepada siapa saja mereka akan

bertanggungjawab, yaitu yang utama adalah mereka bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dengan segala keputusan yang dibuat, kemudian tanggung jawab terhadap lingkungan masyarakat dimana usaha itu dijalankan, dan tanggung jawab terhadap beberapa pihak yang terkait dengan kepentingan bisnis yang dijalankan seperti, konsumen, investor, dan karyawan.

Dalam berwirausaha mahasiswa juga senantiasa diingatkan, bahwa dunia usaha juga memiliki etika (etika bisnis). Berbicara etika bisnis maka yang termasuk di dalamnya antara lain tentang permasalahan sikap dan perilaku, seperti kejujuran, moralitas, solidaritas, interaksi sosial, dan tanggung jawab sosial.

SIMPULAN

Pentingnya Pendidikan kewirausahaan

diberikan di perguruan tinggi adalah untuk memperkenalkan minat kewirausahaan mandiri di kalangan mahasiswa. Yang Nampak pada pengetahuan ini adalah menanamkan hal positif sikap ke arah kewirausahaan pada para mahasiswa.

Pendidikan berbasis entrepreneurial telah menjadi suatu komponen penting dari

banyak kurikulum pada pembelajaran

dilembaga-lembaga pendidikan. Karena masa depan seorang entrepreneur akan dapat ditemukan diantar mereka yang saat ini masih dalam masa studi di universitas.

Memberikan gambaran awal kepada mahasiswa tentang segala sisi positif dan negative terjun ke dunia usaha, akan membuka

570 PROSIDING

Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”

wawasan mereka untuk tidak takut lagi dalam memilih jalan ini.

Dunia usaha sering kali disebut dengan bisnis. Untuk menjalankan bisnis entrepreneur

harus mengkombinasikan empat macam sumber yaitu: material, human, financial dan informasi.

Mengingat resiko yang akan dihadapi maka seorang entrepreneur harus memiliki mental yang tangguh, karena kondisi yang akan dihadapi sangatlah tidak terduga, dan hal itu

harus disadari sejak awal, apabila seseorang akan terjun ke dunia wirausaha.

Mahasiswa juga senantiasa diingatkan, bahwa dunia usaha juga memiliki etika (etika bisnis). Berbicara etika bisnis maka yang termasuk di dalamnya antara lain tentang permasalahan sikap dan perilaku, seperti kejujuran, moralitas, solidaritas, interaksi sosial, dan tanggung jawab sosial.

DAFTAR RUJUKAN

Alma, Bichari. 2008. Pengantar Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Chang, J., & Rieple, A. (2013). Menilai

pengembangan keterampilan

students'entrepreneurial dalam proyek hidup. Majalah Usaha Kecil dan Pengembangan Usaha, 20 (1), 225-241. Heller, Steven & Fernandes, Teresa. 2010.

Becoming a graphic Designer, a Guide to Careers in Design. USA: John Wiley & Sons, INC.

Ismail, M.Z .. (2009). Mengembangkan Kewirausahaan Kurikulum pada Pendidikan Ketiga : studi Politeknik, Departemen Pendidikan, Malaysia. Makalah disampaikan pada USASBE 2009.

Kirby, D. A. (2006). Membuat universitas kewirausahaan di Inggris:Menerapkan dari Teori Sampai dengan Praktek kewirausahaan. The Journal of Technology Transfer, 31 (5), 599-603. Kuratko, (2003). Pendidikan Kewirausahaan:

Muncul tren dan tantangan untuk abad ke-21.Coleman White Paper Series,

www.usasbe.org.

Dalam dokumen PROSIDING RIEE 2016 VOL 2 (Halaman 161-168)