• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA KONSUMEN APABILA

B. Wanprestasi Developer Apabila Tidak Menyediakan Fasilitas Umum dan

3. Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan Konsumen Jika Developer

Terlaksananya dengan baik apa yang diperjanjikan bersama merupakan harapan dari semua pihak yang terikat dalam perjanjian.97Namun dalam kenyataannya tidak jarang bahwa dalam pelaksanaan perjanjian terjadi perselisihan baik yang bersumber dari perbedaan persepsi/penafsiran terhadap term-term dalam perjanjian maupun yang bersumber dari tindakan yang dapat dikategorikan wanperstasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad).98

Tidak dibangunya sarana fasilitas umum seringkali dilakukan oleh pihak developer pada proses pembangunan perumahan dan hal itu sangatlah merugikan

97 Djoko Imbawani Atmdjaja, Hukum Dagang Indonesia Sejarah, Pengertian dan Prinsip-prinsip Hukum Dagang, (Malang: Setara Press, 2012), hal.123.

98 Ibid

pihak konsumen perumahan. Sebagai pihak yang dirugikan, konsumen perumahan dapat melakukan berbagai upaya hukum untuk memperjuangkan haknya. Dalam pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Tahun 1999 terdapat aturan mengenai hak-hak konsumen yang diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dimana salah satu hak tersebut adalah hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut jika pelaku usaha melakukan pelanggaran.

Oleh karena itu, konsumen yang telah dirugikan mempunyai hak untuk menuntut ganti rugi dari developer perumahan melalui upaya hukum penyelesaian sengketa baik lewat jalur pengadilan maupun di luar pengadilan. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, mengatur mengenai Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan yang diatur di dalam Pasal 47 yaitu:

“Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen”.

Pasal 49 Ayat (1) menyatakan Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di setiap daerah untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Maksud dari ketentuan dalam Pasal ini menyatakan bahwa setiap sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha (developer perumahan) melalui jalur di luar pengadilan di tangani oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Terhadap penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK, dapat dilakukan dengan cara :

a. Konsiliasi

Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan dalam suasana kekeluargaan (friendly).99 Terhadap tatacara persidangan dengan cara Konsiliasi diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 350/Mpp/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pasal 29, menjelaskan tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Konsiliasi adalah:

1) Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;

2) Majelis bertindak pasif sebagai Konsiliator;

3) Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan keputusan.

b. Mediasi

Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang fleksibel dan tidak mengikat serta melibatkan pihak netral, yaitu mediator, yang memudahkan negosiasi antara para pihak/membantu mereka dalam mencapai kompromi/kesepakatan. Mediasi merupakan proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (impartial) bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk membantu memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Mediator tidak berwenang untuk memutuskan perkara atau sengketa, tapi tergantung pada para pihak yang bersengketa. Hasil dari suatu mediasi dapat dirumuskan dengan cara lisan ataupun tertulis, yang tidak secara mutlak mengakiri sengketa secara final, karena dapat dianggap sebagai suatu perjanjian baru atau dapat juga dijadikan sebagai suatu perdamaian.100

Adapun tatacara persidangan dengan cara mediasi diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor :

99 B.F. Saragih, “Fungsionalisasi ADR dan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup”, Jurnal Hukum, 2000, Vol.7, No. 3 , hal .140- 142.

100 Niniek Wahyuni, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Melalui Penyelesaian Sengketa Akibat Janji Iklan Perumahan”, Jurnal Transparansi Hukum, Vol. 1, No. 1, 2018, hal 32

350/Mpp/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pasal 31, menyatakan tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :

1) Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;

2) Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upaya-upaya lain dalam menyelesaikan sengketa;

3) Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.

c. Arbitrase

Menurut Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 350/Mpp/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Pasal 1 Angka 11 menyatakan Arbitrase adalah “proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa kepada BPSK”. Sedangkan menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan Arbitrase adalah “cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”.

Jika upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak membuahkan hasil. Maka konsumen perumahan dapat menempuh jalur hukum dengan jalan mengajukan gugatan ke pengadilan. Menurut ketentuan Pasal 45 ayat (1)

Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 bahwa “setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum”.

Berdasarkan Pasal 46 ayat (2), penyelesaian sengketa melalui pengadilan tetap dapat diupayakan walaupun telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, dengan hanya berdasarkan alasan bahwa upaya penyelesaian tersebut tidak berhasil oleh salah satu pihak. Berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen penyelesaian sengketa ditempuh melalui Pengadilan Negeri karena:

1) Sengaja dipilih oleh para pihak. Dalam hal ini, konsumen yang merasa dirugikan dengan pelaku usaha sejak awal ingin sengketa diselesaikan melalui pengadila;

2) Upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui BPSK dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak yang bersengketa;

3) Ada salah satu pihak yang merasa keberatan dengan keputusan Majelis BPSK, bahwa antara konsumen atau pelaku usaha merasa keberatan dengan keputusan Majelsi BPSK.

UUPK memberikan jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari untuk proses tingkat Pengadilan Negeri dan 30 (tiga puluh) hari untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Tinggi maupun kasasi ke Mahkamah Agung. Secara umum, kelemahan penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan adalah penyelesaian sengketa melalui pengadilan sangat lambat, biaya perkara yang mahal, pengadilan pada umumnya tidak responsif, putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah, kemampuan para hakim yang bersifat generalis.

Diantara sekian banyak kelemahan penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan tersebut, yang banyak dikeluhkan oleh para pihak adalah penyelesaian sengketa yang lama. Karena pada umumnya para pihak yang bersengketa dapat lebih memilih penyelesaian sengketa melalui jalur di luar pengadilan.101

101 Gavin Samir, “Tanggung Gugat Pengembang Kepada Pembeli Akibat Wanprestasi Terhadap Prasarana , Sarana, dan Utilitas Umum Dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun”, Jurnal Perspektif, 2019, Vol. 24, No. 1, hal 53-54

C. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Apabila PT Abadi Jaya