• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

6. Usaha Kecil Menengah

Dalam perekonomian Indonesia, sektor usaha kecil menengah memegang peranan yang sangat penting terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap olehnya. Usaha kecil memiliki nilai strategis bagi pembangunan bangsa, juga sebagai upaya meratakan hasil pembangunan yang telah dicapai. Usaha kecil mendominasi kegiatan usaha, misalnya sektor pertanian lebih dari 99% kegiatan usaha dilakukan oleh pengusaha kecil. Di sektor perdagangan lebih dari 98%, di sektor transportasi lebih dari 97% dan di sektor pengolahan jasa-jasa lain masing-masing lebih dari 98%.

Usaha kecil menengah (UKM) menurut surat edaran Bank Indonesia No.26/1/UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal Kredit Usaha Kecil (KUK) adalah usaha yang memiliki total asset minimum Rp 600 juta (enam ratus juta rupiah)

tidak temasuk tanah dan rumah yang ditempati. Pengertian usaha kecil menengah ini meliputi perseorangan, badan usaha swasta dan koperasi, sepanjang asset yang dimiliki tidak melebihi nilai Rp 600 juta.

Berdasarkan UU No 9/1995 tentang Usaha Kecil Menengah, yang dimaksud usaha kecil menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan seperti kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Pandji Anoraga dan Djoko Sudantoko (2002: 225), menyatakan bahwa ”Usaha kecil menengah yang dimaksud disini meliputi usaha kecil informal dan usaha kecil tradisional. Adapun usaha kecil informal adalah berbagai usaha yang belum terdaftar, belum tercatat, dan belum berbadan hukum, antara lain petani penggarap, industri rumah tangga, pedagang asongan, pedagang keliling, pedagang kaki lima, dan pemulung. Sedangkan usaha kecil tradisional adalah usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan secara turun temurun, dan atau berkaitan dengan seni dan budaya.”

b. Karakteristik Usaha Kecil Menengah

Kriteria usaha kecil menengah sangat berbeda-beda, tergantung pada fokus permasalahan yang dituju dan instansi yang berkaitan dengan sektor ini. Secara umum karakteristik usaha kecil menengah menurut pendapat Pandji Anoraga & Djoko Sudantoko (2002: 25) dapat peneliti kemukakan sebagai berikut:

1) Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah dan administrasi pembukuan standar. Kadangkala pembukuan tidak di-up to date, sehingga sulit untuk menilai kerja usahanya.

2) Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat tinggi.

3) Modal terbatas.

4) Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih sangat

terbatas.

5) Skala ekonomi yang terlalu kecil, sehingga sulit mengharapkan untuk mampu menekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.

6) Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas.

7) Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal sangat

rendah, mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya. Untuk mendapatkan dana di pasar modal, sebuah perusahaan harus mengikuti sistem administrasi standard dan harus transparan.

Sedangkan kriteria usaha kecil menurut Undang-Undang No 9 Tahun 1995 sebagai berikut :

1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (Dua ratus juta

rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau ;

2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah);

3) Milik Warga Negara Indonesia;

4) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar;

5) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Menurut Undang-Undang No 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, disebutkan bahwa “Usaha Menengah dan Usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan Usaha Kecil”. Sedangkan menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia No 10 tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah, disebutkan bahwa “Usaha Menengah adalah usaha produktif yang berskala menengah dan memenuhi kriteria kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,00 (Dua ratus juta rupiah) diluar tanah dan bangunan tempat usaha atau yang memiliki penjualan maksimum Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.

Dari pengertian diatas dapat diketahui unsur-unsur usaha menengah yaitu:

1) Usaha menengah merupakan usaha produktif yang berskala menengah.

3) Kriteria usaha menengah adalah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penualan tahunan usaha kecil

c. Modal Usaha Kecil Menengah (UKM)

Beberapa alternatif yang dapat dilakukan usaha kecil untuk mendapatkan pembiayaan atau modal dasar maupun untuk langkah-langkah pengembangan usahanya menurut Pandji Anoraga dan Djoko Sudantoko (2002, 228), yaitu ”Melalui kredit perbankan, pinjaman lembaga keuangan bukan bank, modal ventura, pinjaman dari dana penyisihan sebagai laba Badan Hukum Milik Negara (BUMN), hibah, dan jenis-jenis pembiayaan lainnya”.

Usaha Kecil dan Menengah dalam perkembangannya memiliki sasaran utama, antara lain :

1) Meningkatkan pendapatan rakyat

2) Meningkatkan produksi pangan, barang, dan jasa. Khusus untuk pangan dengan cara membentuk stock pangan nasional yang ditunjang dengan sistem distribusi modern.

3) Membangun skenario ekonomi berbasis IPTEK, dengan prioritas industri maju ditunjang industri ikutan lainnya.

4) Membina dan mengembangkan UKM kabupaten atau kota untuk

mewujudkan pengusaha lapisan menengah baru. d. Keunggulan dan Kelemahan Usaha Kecil Menengah

Setiap usaha bisnis mengandung potensi benefit dan biaya, sedangkan usaha kecil memiliki beberapa potensi dan keunggulan kompetitif. Mengacu pada pendapat dari Pandji Anogara & Djoko Sudantoko (2002: 229) bahwa :

2) Usaha kecil beroperasi dengan investasi modal untuk aktiva tetap pada tingkat yang rendah.

3) Sebagian besar usaha kecil dapat dikatakan padat karya (labor intensive) yang disebabkan penggunaan teknologi sederhana.

Kebanyakan usaha kecil menengah untuk memenuhi permintaan (aggregate demand) yang terjadi di daerah regionalnya. Bisa jadi orientasi produksi usaha kecil menengah tidak terbatas pada orientasi produk melainkan sudah mencapai taraf orientasi konsumen. Untuk itu diperlukan suatu keputusan manajerial yang menuntut kejelian tinggi. Dengan penyebaran usaha kecil menengah, minimal dapat menekan kesenjangan desa-kota dan mengatasi masalah urbanisasi. Sebagian besar modal usaha kecil menengah terserap pada kebutuhan modal kerja. Karena yang dipertaruhkan kecil, implikasinya usaha kecil menengah memiliki kebebasan yang tinggi untuk masuk atau keluar dari pasar. Dengan demikian, kegiatan produksi dapat dihentikan sewaktu-waktu jika kondisi perekonomian yang dihadapi kurang menguntungkan. Konsekuensi lain dari rendahnya nilai aktiva tetap adalah mudah meng-up to date-kan produknya. Sebagai akibatnya akan memiliki derajat imunitas yang tinggi terhadap gejolak perekonomian internasional.

Prosentase nilai tambah pada tenaga kerja usaha kecil menengah relatif tinggi. Dengan demikian, distribusi pendapatan dapat tercapai. Selain itu, keunggulan lain dari usaha kecil menengah terdapat pada hubungan yang erat antara pemilik dengan karyawannya, sehingga jarang terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Keadaan ini menunjukkan bahwa usaha kecil menengah memiliki fungsi sosial ekonomi.

Kelemahan usaha kecil menengah adalah investasi awal dapat saja mengalami kerugian. Beberapa resiko diluar kendali pemilik, seperti perubahan mode, peraturan pemerintah, persaingan, dan masalah tenaga kerja dapat menghambat kelancaran usaha. Beberapa usaha kecil menengah juga

menghasilkan pendapatan yang tidak teratur, pemilik bahkan terkadang tidak mendapatkan profit.

e. Hambatan Perkembangan Usaha Kecil Menengah

Menurut pendapat Pandji Anoraga & Djoko Sudantoko (2002: 231), menyatakan bahwa hambatan-hambatan yang sering dialami oleh usaha kecil menengah antara lain :

1) Keterbatasan dana dan kemampuan yang mengakibatkan peluang ekspor

tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh industri kecil.

2) Hambatan perkembangan industri kecil adalah modal kerja yang terbatas dan barang yang diproduksi kurang laku.

3) Kendala usaha kecil menengah dalam mengembangkan potensinya.

4) Pengetahuan dan kemampuan manajemen yang sangat lemah

5) Ketidakmampuan mengelola usaha dan kekurangan modal

6) Ketidakmampuan manajemen

7) Kendala pengembangan usaha kecil menengah dapat disebabkan faktor

kemampuan yang bersifat alamiah (mental dan budaya kerja), tingkat pendidikan SDM, keterbatasan keterampilan dan keahlian, keterbatasan modal dan informasi pasar.

Sampai saat ini industri kecil belum memiliki bentuk organisasi yang mampu untuk menghadapi perubahan dengan cepat karena stuktur organisasi internalnya masih sederhana dan masih dominannya keterlibatan pemilik dalam segala kegiatan usaha. Untuk memperbaiki situasi tersebut diperlukan peningkatan kemampuan personil yaitu komunikasi, kerja kelompok, inovasi leadership dan kemampuan manajerial yaitu kepemimpinan dan penerapan manajemen fungsional serta gaya kerja, baik secara mutlak maupun tambahan dalam mencapai kompetitas secara spesifik maupun global. Kendala mendapatkan pendanaan disebabkan oleh tidak dimilikinya pembukuan dan catatan-catatan rugi atau laba serta penjualan dan kelengkapan administrasi secara umum, sehingga pihak pemberi dana mengalami kesulitan dalam menilai kekayaan usaha kecil menengah tersebut.

Dokumen terkait