PERANAN BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT) BINA INSAN MANDIRI (BIM)
DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK USAHA KECIL MENENGAH DI KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR
TAHUN 2009
SKRIPSI
Oleh :
ROHMATUL AZIIZAH
K7404025
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SURAKARTA
2010
PERANAN BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT) BINA INSAN MANDIRI (BIM)
DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK USAHA KECIL MENENGAH DI KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR
TAHUN 2009
Oleh :
ROHMATUL AZIIZAH
NIM K7404025
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi
Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, 27 Januari 2011
Persetujuan Pembimbing,
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Sukirman, M.M Laili Faiza Ulfa, SE.M.M
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari : Kamis
Tanggal : 27 Januari 2011
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang
Ketua : Drs. Wahyu Adi, M.Pd
Sekretaris : Jaryanto, S.Pd., M.Si.
Anggota I : Drs. Sukirman, M.M
Anggota II : Laily Faiza Ulfa, S.E, M.M
Disahkan oleh
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
Skripsi ini telah direvisi sesuai dengan arahan dari Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Wahyu Adi, M.Pd ...
Sekretaris : Jaryanto, S.Pd., M.Si ...
Anggota II : Laili Faiza Ulfa, SE, M.M ...
ABSTRAK
Rohmatul Aziizah, K7404025. PERANAN BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT) BINA INSAN MANDIRI (BIM) DALAM PEMBIAYAAN
MUDHARABAH UNTUK USAHA KECIL MENENGAH (UKM) DI
KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2009. Skripsi. Surakarta. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober 2010.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui latar belakang BMT Bina
Insan Mandiri dalam mengadakan pembiayaan mudharabah, (2) Untuk mengetahui
prosedur permohonan pembiayaan mudharabah yang dilaksanakan di BMT Bina
Insan Mandiri, (3) Untuk mengetahui peranan pemberian pembiayaan mudharabah di
BMT Bina Insan Mandiri terhadap tingkat perkembangan usaha kecil menengah
(UKM) di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar tahun 2009, (4) Untuk
mengetahui hambatan yang dihadapi oleh BMT Bina Insan Mandiri dalam proses
penyaluran pembiayaan mudharabah kepada pengusaha kecil di Kecamatan
Gondangrejo serta solusi menangani tersebut.
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan
metode penelitian deskriptif kualitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah
pemahaman sampel pada permasalahan yang diteliti dan peneliti dapat
mengumpulkan data tanpa rencana, semakin lama semakin menemukan informan
yang paling mengetahui informasi pada akhirnya akan menggali informasi secara
lengkap dan mendalam. Sampel penelitian adalah sejumlah data tertentu sampai dapat
memberikan keterangan dalam pengambilan kesimpulan penelitian.Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah trianggulasi data. Teknik analisis data yang
digunakan adalah model analisis interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, (1) latar belakang
BMT Bina Insan Mandiri (BIM) dalam mengadakan pembiayaan mudharabah
kepada pengusaha kecil menengah adalah sesuai dengan misi BMT Bina Insan Mandiri (BIM) sebagai lembaga keuangan mikro syari‟ah yang membantu dan mendorong kemaslahatan usaha kecil menengah dengan memberikan pembiayaan
sesuai prinsip-prinsip syariah yang bebas dari riba. (2) prosedur permohonan
pembiayaan mudharabah yang dilaksanakan di BMT Bina Insan Mandiri (BIM)
meliputi: Solitisasi, analisis, penyerahan jaminan, persetujuan pembiayaan, perjanjian
dan akad, pencairan pembiayaan, perhitungan bagi hasil, pembayaran angsuran, dan
monitoring. (3) Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembiayaan
mudharabah yang diberikan oleh BMT Bina Insan Mandiri (BIM) dapat
meningkatkan perkembangan usaha kecil menengah di Kecamatan Gondangrejo
dilihat dari semakin bertambahnya nasabah pembiayaan di BMT Bina Insan Mandiri
(BIM) selain itu juga dapat dilihat dari semakin meningkatnya
pendapatan usaha kecil menengah yang mendapat pembiayaan dari BMT Bina Insan
Mandiri (BIM). (4) Hambatan yang dihadapi oleh BMT Bina Insan Mandiri (BIM)
dalam penyaluran pembiayaan mudharabah kepada usaha kecil menengah di
Kecamatan Gondangrejo yaitu: minimnya pengetahuan masyarakat tentang system
bagi hasil yang sesuai syariah. Untuk mengatasi hambatan tersebut pihak BMT Bina
Insan Mandiri (BIM) membina masyarakat dengan mengadakan sosialisasi mengenai
perbankan syariah. Kejujuran nasabah dalam melaporkan laporan keuangan kepada
mendatangi nasabah pembiayaan secara terjadwal untuk mengetahui keadaan usaha
yang sesungguhnya. Tidak adanya laporan keuangan dari nasabah yang tersusun rapi
dan jelas. Untuk mengatasi hal ini maka pihak BMT Bina Insan Mandiri (BIM)
meminta para nasabah untuk menyusun laporan keuangannya setiap periode.
Penyimpangan dana oleh nasabah. Untuk mengatasi hal ini dengan meminimalisir
pengeluaran dana pembiayaan untuk konsumsi rumah tangga. Beberapa nasabah
merantau ke luar Jawa. Untuk mengatasi hal tersebut BMT Bina Insan Mandiri (BIM)
membuat perjanjian yang sah dan kuat secara hukum dengan nasabah pembiayaan.
Pembayaran angsuran yang kurang lancar. Untuk mengatasi hambatan-hambatan
tersebut pihak BMT Bina Insan Mandiri (BIM) memberlakukan sanksi berupa denda
keterlambatan bagi nasabah yaitu sebesar 3% apabila nasabah terlambat membayar
angsuran minimal 5 hari setelah jatuh tempo.
MOTTO
... Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu
telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah urusan yang lain dengan
sungguh- sungguh. Dan hanya pada Tuhanmu-lah hendaknya kamu
berharap.
(Qs. Al-Insyirah, 5-8)
Keimanan yang paling utama adalah kesabaran dan sikap lapang dada.
Hidup adalah proses belajar. Belajar untuk selalu menjadi lebih baik
bukan menjadi sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud rasa sayang, cinta
kasih dan terima kasih penulis kepada :
Suamiku tercinta Abu Umar Saifullah dan permata hatiku
Muhammad Umar Saifullah yang selalu memberikan do‟a, cinta dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini dengan lancar.
Umi, umi, umi dan Abi yang telah memberikan do‟a restu dan
dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini dengan lancar.
Bapak Jiman dan Ibu Surati yang telah memberikan dukungan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.
Adik-adik ku yang manis Anis, Hanif, Sofi, gapailah cita-cita mu
setinggi langit.
Keluarga besar di Kragan, Matesih, dan Batang.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan
rahmat,hidayah, dan kemudahan dari-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan
dengan baik oleh penulis untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini dapat diatasi dengan baik karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
atas segala bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial yang telah memberikan ijin penulisan skripsi ini.
3. Drs. Wahyu Adi, M.Pd., selaku Ketua Bidang Keahlian Khusus Pendidikan
Akuntansi, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi.
4. Muhtar, Spd. Msi., selaku Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan
dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. Sukirman, M.M., selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan,
pengarahan, dorongan, semangat, dengan bijaksana sehingga skripsi ini dapat
selesai dengan lancar..
6. Laili Faiza Ulfa, SE.,M.M., selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dengan baik selama penyusunan skripsi ini.
7. Bapak & ibu dosen pendidikan Akuntansi yang telah memberikan ilmunya selama
menempuh pendidikan di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Staf karyawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
9. Mulyoto, Amd., selaku Manajer Umum BMT Bina Insan Mandiri (BIM)
Gondangrejo Karanganyar yang telah memberikan ijin penelitian di BMT Bina
Insan Mandiri dan telah membantu kelancaran penelitian penulis.
10.Seluruh staf karyawan BMT Bina Insan Mandiri Gondangrejo Karanganyar yang
telah membantu kelancaran penulis selama mengadakan penelitian di BMT Bina
Insan Mandiri Gondangrejo Karanganyar.
11.Para pengusaha kecil menengah di Kecamatan Gondangrejo yang telah bersedia
memberikan informasi kepada penulis.
12.Suamiku tercinta dan permata hatiku, kalian adalah anugerah terindah dari Allah
untukku. Senyuman dan cinta dari kalian yang memberi kekuatan bagiku.
13.Umi & Abi atas doa yang tak henti mengalir dan semangat yang tak pernah
padam, karya kecil ini sebagian dari wujud baktiku kepada kalian berdua.
14.Bapak & ibu atas dukungan dan bantuannya mengasuh si kecil selama penulis
menyelesaikan kuliah.
15.Keluarga besar di Batang, Matesih, dan Kauman yang selalu mendoakan penulis, “kupenuhi janjiku pada kalian”.
16.Teman-teman yang selalu memberikan dorongan, „My Best Prend‟ Ukh Ipuk &
Dek Atong, teman-teman kos Inabah, terutama kamar 11 Dek Asih (terimakasih
sudah jadi basecamp ku).
17.Teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari
Allah SWT. Amin.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,
namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
Surakarta, 05 Desember 2010
DAFTAR ISI
a. Sejarah Perbankan Syariah... 9
2. Koperasi Jasa Keuangan Syariah... 26
a. Sejarah Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Indonesia... 26
b. Pengertian Koperasi Jasa Keuangan Syariah... 26
c. Badan Hukum dan Struktur Organisasi BMT... 29
d. Tujuan dan Ciri-ciri BMT... 32
4. Pembiayaan Al-Mudharabah... 43
a. Pengertian Al-Mudharabah... 43
b. Rukun Al-Mudharabah... 44
c. Landasan Syariah... 45
d. Jenis-jenis Al-Mudharabah... 48
e. Manfaat dan Resiko Al-Mudharabah... 48
5. Kredit... 49
a. Pengertian Kredit... 49
b. Tujuan dan Fungsi Kredit... 50
c. Jenis-jenis Kredit... 52
6. Usaha Kecil Menengah... 55
a. Pengertian Usaha Kecil Menengah... 55
b. Karakteristik Usaha Kecil Menengah... 56
c. Modal Usaha Kecil Menengah... 58
d. Keunggulan dan Kelemahan Usaha Kecil Menengah... 58
e. Hambatan Perkembangan Usaha Kecil Menengah... 59
B. Hasil Penelitian Yang Relevan... 60
A. Tempat dan Waktu Penelitian... 65
1. Tempat Penelitian... 65
2. Waktu Penelitian... 65
B. Bentuk dan Strategi Penelitian... 66
1. Bentuk Penelitian... 66
2. Strategi Penelitian... 68
C. Sumber Data... 68
E. Teknik Pengumpulan Data... 73
1. Wawancara... 73
2. Observasi... 75
3. Dokumentasi... 76
4. Foto... 77
F. Validitas Data... 77
G. Teknik Analisis Data... 78
H. Prosedur Penelitian... 81
BAB IV HASIL PENELITIAN... 83
A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 83
1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Bina Insan Mandiri. 83 a. Identitas Kelembagaan... 83
b. Sejarah Berdirinya BMT Bina Insan Mandiri... 84
c. Visi dan Misi BMT Bina Insan Mandiri... 85
d. Ciri-ciri BMT Bina Insan Mandiri... 85
f. Struktur BMT Bina Insan Mandiri... 86
g. Tugas Masing-masing Bagian... 88
2. Keanggotaan BMT Bina Insan Mandiri... 92
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian... 93
1. Latar Belakang BMT Bina Insan Mandiri dalam Memberikan Produk Pembiayaan Mudharabah... 93
2. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan Mudharabah kepada Nasabah BMT Bina Insan Mandiri... 96
a. Produk-produk Usaha BMT Bina Insan Mandiri... 96
b. Prosedur Pembiayaan di BMT Bina Insan Mandiri... 100
3. Peranan BMT Bina Insan Mandiri (BIM) Terhadap Tingkat Perkembangan Usaha Kecil Menengah di Kecamatan Gondangrejo... 111
4. Hambatan-hambatan yang Dihadapi oleh BMT Bina Insan Mandiri dalam Proses Penyaluran Pembiayaan Mudharabah serta Solusinya... 116
C. Temuan Studi yang Dihubungkan dengan Kajian Teori... 120
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN... 129
A. Kesimpulan... 129
B. Implikasi... 134
1. Implikasi Teoritis... 134
2. Implikasi Praktis... 135
C. Saran... 135
DAFTAR PUSTAKA... 137
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil 25
Tabel 2. Produk-produk Perbankan Syariah 37
Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian 66
Tabel 4. Jenis-jenis Simpanan BMT Bina Insan Mandiri 98
Tabel 5. Peningkatan Modal Usaha Kecil Menengah 113
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Evaluasi Kegiatan Perbankan Dalam Masyarakat Islam 11
Gambar 2. Struktur Organisasi BMT Standar PINBUK 31
Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran 64
Gambar 4. Skema Model Analisis Data Interaktif 80
Gambar 5. Prosedur Penelitian 82
Gambar 6. Struktur Organisasi BMT Bina Insan Mandiri 87
Gambar 7. Prosedur Pembiayaan BMT Bina Insan Mandiri 104
Gambar 8. Grafik Perkembangan Usaha Kecil Menengah yang Mendapat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan perbankan Islam merupakan fenomena yang sangat menarik
bagi kalangan akademisi maupun praktisi dalam 20 tahun terakhir. IMF juga telah
melakukan kajian-kajian atas praktek perbankan Islam sebagai salah satu
alternatif sistem keuangan Internasional yang memberikan peluang sebagai
upaya penyempurnaan sistem keuangan Internasional yang belakangan dirasakan
banyak sekali mengalami goncangan dan ketidakstabilan yang menyebabkan
krisis dan keterpurukan ekonomi akibat lebih dominannya sektor finansial
dibanding sektor riil dalam hubungan perekonomian dunia.
Perkembangan perbankan dengan menggunakan prinsip syari'ah atau lebih
dikenal dengan nama bank syari'ah di Indonesia bukan merupakan hal yang asing
lagi. Mulai awal tahun 1990 telah terealisasi ide tentang adanya bank Islam di
Indonesia, yang merupakan bentuk penolakan terhadap sistem bunga bank atau
dalam Islam dikenal dengan sistem riba. Apalagi dengan dikeluarkannya fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai haramnya bunga bank, maka banyak
masyarakat yang mengalihkan perhatiannya untuk menabung maupun meminjam di bank syari‟ah, dan meninggalkan bank konvensional. Keputusan masyarakat ini didasarkan karena adanya sistem yang tidak sesuai syariat Islam yaitu sistem riba
yang diterapkan oleh bank–bank konvensional yang pada dasarnya merugikan para
nasabah, terutama para peminjam dengan adanya pembebanan suku bunga bank
yang tinggi saat pengembalian pinjaman yang sebenarnya memberatkan nasabah
Dalam perkembangannya, nasabah bank–bank syari‟ah tidak hanya berasal
dari kalangan umat Islam saja, tetapi umat agama selain Islam pun mulai ikut
menginvestasikan dananya ke bank–bank syariah. Elyn menyatakan sebagaimana
telah dikutip oleh Edy Wibowo dan Untung Hendy (89: 2005) “Nasabah bank syari‟ah tidak hanya eksklusif masyarakat beragama Islam saja. Namun, juga mereka yang beragama lain”. Achmad Baraba (2009: 8) dalam jurnal penelitiannya menyatakan bahwa “Sampai saat ini jumlah lembaga-lembaga
keuangan Islam diseluruh dunia telah mendekati jumlah 200 lembaga
keuangan syariah (LKS), tersebar baik dinegara berpenduduk muslim
maupun dinegara barat seperti di Inggris, Swiss, Denmark, Perancis dan
lain-lain, juga di Amerika dan Australia dalam bentuk koperasi-koperasi”.
Antusiasme masyarakat terhadap lembaga-lembaga jasa keuangan syari‟ah
semakin meningkat dari tahun ketahun, hal ini dikarenakan bank syari'ah dalam
kegiatan operasionalnya tidak menggunakan sistem bunga seperti yang diterapkan
di bank-bank konvensional, tetapi dalam kegiatan operasionalnya bank syari‟ah
menerapkan sistem anti riba, yaitu tidak menggunakan adanya bunga melainkan
sistem profit sharing and loss sharing atau bagi hasil. Sistem bagi hasil yang
dilaksanakan oleh bank syari‟ah dirasakan lebih adil dan jujur dibandingkan
dengan sistem bunga di bank konvensional.
Minat masyarakat terhadap lembaga–lembaga keuangan syari‟ah ini,
disambut baik oleh berbagai pihak dengan mendirikan berbagai lembaga keuangan syari‟ah baik yang berskala makro seperti Bank Syariah Mandiri, Bank Rakyat Indonesia Syariah maupun BNI Syariah, juga yang berskala mikro seperti
Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Pemerintah juga menyambut baik, hal ini
dibuktikan dengan keluarnya undang – undang khusus yang mengatur perbankan syari‟ah di Indonesia yaitu UU RI No 10 tahun 1998 tentang undang –undang perbankan syari‟ah sebagai perubahan dari UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan. Dengan keluarnya undang –undang ini semakin mendorong berdirinya
Salah satu lembaga keuangan syari‟ah yang diminati oleh masyarakat adalah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). BMT berdiri dengan latar belakang adanya kenyataan bahwa lembaga keuangan syari‟ah Indonesia yang ada saat ini belum dapat diakses masyarakat secara luas. BMT merupakan lembaga keuangan mikro
syariah berbentuk koperasi. Saat ini perkembangan BMT selalu meningkat dari
tahun ketahun. Menurut Asosiasi BMT se Indonesia (Absindo, 2008) pada tahun
2002-2004 jumlah BMT ada 879. Tahun 2005-2006 meningkat menjadi 4200
BMT, tahun 2007-2009 mengalami peningkatan yang signifikan menjadi sekitar
8800 BMT.
Peningkatan jumlah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) ini tidak terlepas dari
adanya kepercayaan masyarakat terhadap sistem pembiayaan yang dijalankan oleh
BMT dan juga produk – produk jasa yang ditawarkan oleh BMT. Selain itu, BMT
lebih fleksibel dalam menjangkau masyarakat kalangan bawah menengah, yaitu
lembaga ekonomi rakyat kecil. Produk yang dimiliki oleh Baitul Maal Wa Tamwil
(BMT) merupakan sarana dalam menjalankan tujuannya, yaitu tujuan di bidang
bisnis dan juga tujuan di bidang sosial. Produk yang ditawarkan di bidang bisnis
tersebut misalkan simpanan dan pembiayaan, selain kedua produk tersebut BMT
juga memiliki produk yang berfungsi dalam bidang sosial, yaitu zakat, infak,
sodaqoh dan wakaf.
Pembiayaan yang diterapkan dalam suatu Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
berdasarkan pada dua prinsip utama yang pertama prinsip syariah yaitu dengan
sistem bagi hasil (profit sharing) dan juga berbasis pada prinsip kebebasan. Zainul Arifin (2000: 29) menyatakan bahwa “Meskipun mekanisme bagi hasil saat ini telah menjadi metode unggulan bagi perbankan syariah, namun perlu ditegaskan
bahwa posisi syariah juga berbasis pada prinsip kebebasan berkontrak adalah fleksibel”. Hal utama yang membedakan antara BMT dengan bank konvensional adalah cara menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat, yaitu
harus sesuai dengan prinsip- prinsip syariah. Skema produk Koperasi Jasa
dan distribusi. Kegiatan pertama dilaksanakan dengan sistem profit sharing
(mudharabah), sedangkan kegiatan distribusi pemanfaatan hasil–hasil produk
dilakukan melalui sistem jual beli (murabahah) dan juga sewa menyewa (ijarah).
Produk Koperasi Jasa Keuangan Syariah yang dapat digunakan oleh
pengusaha kecil adalah mudharabah, yaitu BMT memberikan dana 100% untuk
kepentingan pengusaha kecil dalam menjalankan usaha atau proyek. Sedangkan
pengusaha memberikan modalnya yaitu berupa tenaga serta keahliannya dalam
menjalankan usaha, laba usaha yang diperoleh akan dibagi berdasarkan rasio atau
nisbah sesuai dengan perjanjian. Sedangkan apabila usaha mengalami kerugian
yang timbul akibat dari hal-hal yang bukan karena kelalaian atau penyelewengan pengusaha, akan ditanggung oleh Koperasi Jasa Keuangan Syari‟ah, tetapi apabila kerugian disebabkan oleh kelalaian pengusaha, akan ditanggung oleh pengusaha
sendiri. Dengan pinjaman mudharabah ini, pengusaha kecil tidak disusahkan
dengan bunga dari pinjaman tersebut, karena dalam sistem pembiayaan ini,
diterapkan sistem bagi hasil yaitu pengusaha kecil berkonsentrasi menjalankan
usahanya, supaya tetap berjalan lancar dan laba terus meningkat, sedangkan BMT
akan menerima bagian dari hasil usaha yang dijalankan oleh pengusaha sesuai
dengan perjanjian.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan peneliti diatas,
dan dengan melihat berbagai anggapan masyarakat yang timbul terhadap
pemahaman perbankan syari'ah, dimana dalam hal ini lebih khususnya pada
perihal pembiayaan mudharabah, maka peneliti ingin mengkaji lebih dalam
tentang peranan pembiayaan mudharabah terhadap perkembangan usaha kecil
menengah (UKM) di kecamatan Gondangrejo. BMT Bina Insan Mandiri (BIM)
merupakan salah satu lembaga keuangan syari'ah yang menawarkan pembiayaan
mudharabah tersebut. Untuk lebih mendalami pembiayaan mudharabah di BMT
Bina Insan Mandiri di Gondangrejo tahun 2009, maka peneliti ingin melakukan
PERANAN BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT) BINA INSAN
MANDIRI (BIM) DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK
USAHA KECIL MENENGAH (UKM) DI KECAMATAN
GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2009.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah yang menjadi latar belakang bagi BMT Bina Insan Mandiri dalam
mengadakan pembiayaan mudharabah?
2. Bagaimana tata cara/prosedur permohonan pembiayaan mudharabah yang
dilaksanakan di BMT Bina Insan Mandiri ?
3. Bagaimana peranan pembiayaan mudharabah di BMT Bina Insan Mandiri
terhadap perkembangan usaha kecil menengah (UKM) di kecamatan
Gondangrejo tahun 2008?
4. Hambatan –hambatan apa saja yang dihadapi oleh BMT Bina Insan Mandiri
dalam proses penyaluran pembiayaan mudharabah kepada pengusaha kecil di
Kecamatan Gondangrejo serta solusi apa saja untuk mengatasi hal tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Menurut Lexy J.Moleong ( 2002:62 ) “Tujuan penelitian adalah memecahkan masalah”. Maka secara umum tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui latar belakang BMT Bina Insan Mandiri dalam mengadakan
pembiayaan mudharabah.
2. Untuk mengetahui tata cara/prosedur permohonan pembiayaan mudharabah
3. Untuk mengetahui peranan pemberian pembiayaan mudharabah di BMT Bina
Insan Mandiri terhadap tingkat perkembangan usaha kecil menengah (UKM) di
Kecamatan Gondangrejo.
4. Untuk mengetahui hambatan –hambatan apa saja yang dihadapi oleh BMT Bina
Insan Mandiri dalam proses penyaluran pembiayaan mudharabah kepada
pengusaha kecil di Kecamatan Gondangrejo serta untuk mengetahui solusi
menangani hal tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis merupakan manfaat yang berhubungan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan secara konsep maupun teori. Manfaat yang ingin
diperoleh dalam penelitian ini adalah :
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
tentang akuntansi perbankan syariah.
b. Untuk lebih mendukung teori –teori yang sudah ada sehubungan dengan
masalah pembiayaan mudharabah.
2. Manfaat Praktis
Selain manfaat secara teoritis, penelitian ini juga diharapkan memberikan
manfaat secara praktis, yaitu manfaat yang berkaitan dengan pihak –pihak yang
terkait. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
a. Bagi Koperasi Jasa Keuangan Syariah Bina Insan Mandiri
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
Penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk praktisi lain yang berkeinginan
memperdalam pengetahuan di bidang akuntansi syariah.
c. Bagi peneliti
Dengan melakukan penelitian ini, peneliti dapat menambah pengetahuan
mengenai pembiayaan mudharabah yang dilaksanakan oleh Koperasi Jasa
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Untuk memberikan gambaran dasar teoritis yang digunakan dalam
pembentukan kerangka pemikiran, maka peneliti mengajukan beberapa teori yang
relevan dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Marx dan
Goodson dalam Lexy J. Moleong (2000: 35) menyatakan bahwa :
Teori ialah aturan yang menjelaskan proporsi atau seperangkat proporsi yang berkaitan dengan fenomena alamiah dan terdiri atas representasi simbolik dari (1) hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian (yang diukur), (2) mekanisme atau struktur yang diduga mendasari
hubungan-hubungan demikian, dan (3) hubungan-hubungan yang
disimpulkan serta mekanisme dasar yang dimaksudkan untuk data dan yang diamati tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apapun secara langsung.
Sedangkan Snelbecker (1974) dalam Lexy J. Moleong (2000: 34) menjelaskan bahwa “Teori sebagai seperangkat proporsi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan yang lainnya dengan data dasar yang dapat diamati”.
Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan para ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa teori adalah seperangkat aturan untuk menerangkan proporsi
yang berkaitan dengan fenomena-fenomena yang terjadi yaitu kejadian yang ada
dapat dihubungkan secara logis dengan data dasar yang diamati.
8
1. Bank Islam
a. Sejarah Perbankan Syariah
Asal mula terjadinya praktek syariah adalah dimulai semenjak Allah SWT
mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai rosul ke dunia, dengan membawa
syariat bagi ummat Islam. Berikut ini akan diterangkan uraian mengenai
berdirinya perbankan syariah.
1) Praktek Perbankan di Zaman Nabi SAW dan Sahabat
Pada zaman Rosulullah Muhammad SAW, praktek-praktek seperti
menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan bisnis dan
konsumsi, serta melakukan pengiriman uang telah lazim digunakan.
Dengan demikian, fungsi –fungsi utama perbankan modern yaitu menerima
deposito, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi
kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, bahkan sejak
zaman Rosulullah SAW. Adiwarman Karim (2004: 19) menyatakan, “Fungsi-fungsi bank sudah dipraktikan oleh para sahabat di zaman Nabi SAW : Menerima simpanan uang, memberikan pembiayaan, dan jasa transfer uang. Fungsi ini biasanya hanya dilakukan satu orang”.
2) Praktek Perbankan di Zaman Bani Ummayah dan Abbasiyah
Pada zaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu
individu. Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis
mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk
membedakan satu mata uang dengan mata uang yang lain. Hal ini
diperlukan karena setiap jenis mata uang mempunyai kandungan logam
mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai yang berbeda pula. Orang
yang mempunyai keahlian khusus tersebut disebut naqid, sarraf, dan Jihbiz.
Adiwarman Karim (2004: 20) “Persamaan antara jihbiz dan bank adalah sama-sama melakukan fungsi-fungsi berikut ini : to accept deposits, to
channel financing, to transfer money. Perbedaan : Jihbiz dilakukan oleh individu, sedangkan bank di kelola individu”. Kemajuan praktek perbankan di zaman ini ditandai dengan adanya saq (cek) yang beredar luas sebagai
media pembayaran. Dalam hal ini uang dapat di transfer dari satu negara ke
negara lainnya tanpa memindahkan secara fisik uang tersebut. Dalam
sejarah perbankan Islam, Sayf Al-Dawlan Al-Hamdani yang tercatat sebagai
orang pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring antar Baghdad
(Irak) dan Aleppo (Spanyol sekarang).
3) Praktek Perbankan di Eropa
Perkembangan selanjutnya, kegiatan Jihbiz yang dilakukan secara individu
kemudian dilakukan oleh suatu institusi yaitu bank. Ketika bangsa Eropa
mulai menjalankan praktek perbankan, persoalan yang timbul adalah
transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen bunga yang dalam
pandangan fiqih adalah riba, dan oleh karenanya haram. Transaksi ini mulai
merebak pada masa kepemimpinan Raja Henry VIII. Tahun 1545 Raja
Henry VIII memperbolehkan bunga meskipun tetap mengharamkan riba
dengan syarat bunga tidak boleh berlipat ganda.
4) Perbankan Syariah Modern
Mengingat bahwa dalam Islam bunga bank adalah riba dan hukumnya
haram, maka mulai timbul gagasan dari negara-negara Islam untuk
mendirikan lembaga keuangan alternatif yang sesuai dengan syariat Islam.
Malaysia merupakan negara pertama yang berupaya mendirikan bank tanpa
sistem bunga. Tetapi pada pertengahan tahun 40-an usaha ini mengalami
kegagalan. Pada tahun 50-an, Pakistan juga mendirikan suatu lembaga
perkreditan tanpa bunga, di suatu wilayah pedesaan di negara
Pendirian bank yang paling sukses dan inovatif adalah yang dilakukan
oleh Mesir pada tahun 1963, dengan berdirinya Mid Ghamr Local Saving
Bank. Pada tahun 1967 Mesir mengalami kekacauan politik sehingga tidak
menguntungkan perekonomian pada saat itu dan pada akhirnya Mid Ghamr
mengalani kemunduran, dan operasionalnya diambil alih oleh National of
Egypt dan Bank Sentral Mesir. Akibatnya bank ini melakukan
operasionalnya berdasarkan bunga juga. Pada tahun 1971, masa rezim Sadat,
konsep nirbunga dibangkitkan kembali dengan mendirikan Nasser Social
Bank yang bertujuan untuk menjalankan kembali bisnis perbankan tanpa
bunga, berdasarkan konsep yang telah dilakukan Mid Ghamr.
Perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan
menyebar ke banyak negara, bahkan negara-negara barat. The Islamic Bank
International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang
beroperasi di Eropa, yakni pada tahun 1983 di Denmark. Saat ini, bank-bank
besar dari Negara-negara Barat seperti Citibank, ANZ Bank, Chase
Manhattan Bank dan Jardine Fleming telah pula membuka Islamic window
agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan syariat
Islam.
Sebuah institusi melakukan ketiga fungsi perbankan (diadopsi oleh masyarakat Eropa abad pertengahan, namun kegiatannya mulai dengan
Gambar 1. Evaluasi Kegiatan Perbankan Dalam Masyarakat Islam
(Sumber Adiwarman Karim, 2004: 22)
b. Pengertian Bank Islam
Bank Islam sering disebut juga Bank Syariah. Bank Syariah adalah bank
yang beroperasi berdasarkan pada prinsip-prinsip syariat Islam, yaitu Al-Qur‟an
dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Bank Islam adalah lembaga keuangan dimana
operasional dan produk-produknya terbebas dari sistem bunga atau riba. Bank
Syariah merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa perbankan lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang operasionalnya disesuaikan dengan syariat Islam. Pengertian
Bank Syariah menurut M. Syafi‟i Antonio dan Kernaen Perwataatmadja (1997: 1)
menyatakan bahwa ada dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang
beroperasi dengan prinsip-prinsip syariat Islam
Bank Islam adalah (1) bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, (2) bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur‟an dan Al Hadist. Sementara bank yang beroperasi sesuai prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Dalam tata cara bermuamalah itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.
c. Peranan Bank Syariah
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang
merupakan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, semakin
memperkokoh landasan bagi perkembangan Bank Syariah di Indonesia.
Undang-Undang No 10 Tahun 1998 mengakui keberadaan dan berfungsinya Bank Syariah
dimana prinsip bermuamalah berdasarkan syariah Islam.
Dengan adanya Bank syariah diharapkan dapat memberikan sumbangan
terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui produk-produk jasa yang
ditawarkan oleh Bank Syariah. Diharapkan melalui produk-produk jasa Bank
Syariah, hubungan antara bank syariah dengan para nasabahnya tidak lagi sebagai
kreditor dan debitor melainkan terbangun suatu hubungan kemitraan.
Berdasarkan pada pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad (2002:
16-17) secara khusus peranan Bank Syariah dapat terwujud melalui aspek-aspek
sebagai berikut :
1) Menjadi perekat nasionalisme baru
2) Memberdayakan ekonomi ummat dan beroperasi secara transparan
3) Memberikan return yang lebih baik
4) Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan
5) Mendorong pemerataan pendapatan
6) Peningkatan efisiensi mobilisasi dana
7) Uswatun hasanah implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha
bank.
Peranan –peranan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Menjadi perekat nasionalisme baru
Bank syari‟ah menjadi fasilitator aktif bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan. Sehingga tidak terjadi kesenjangan antara golongan
ekonomi bawah dan golongan ekonomi atas.
2) Memberdayakan ekonomi ummat dan beroperasi secara transparan
Pengelolaan bank syari‟ah didasarkan pada visi ekonomi kerakyatan, dan
upaya ini terwujud jika ada mekanisme operasi yang transparan.
3) Memberikan return yang lebih baik
Bank syari‟ah harus dapat memberikan return (keuntungan) yang lebih baik
kepada investor, dibandingkan return yang diberikan oleh bank konvensional.
dengan keuntungan yang diperolehnya. Oleh karena itu, pengusaha harus
bersedia memberikan keuntungan yang tinggi kepada bank syari'ah.
4) Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan
Bank syari'ah mendorong terjadinya transaksi-transaksi produktif dari dana
masyarakat. Dengan demikian, spekulasi dapat ditekan.
5) Mendorong pemerataan pendapatan
Dengan penyaluran dana Zakat, Infak dan Shadaqah (ZIS) yang dikumpulkan
oleh bank syari'ah melalui pembiayaan Qordhul Hasan, dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi, sehingga terjadi pemerataan pendapatan di
masyarakat.
6) Peningkatan efisiensi mobilisasi dana
Dengan adanya produk-produk bank syari'ah seperti mudharabah
al-muqayyadah, berarti terjadi kebebasan bank melakukan investasi atas dana
yang diserahkan oleh investor. Maka, bank syari'ah sebagai financial
arranger, bank memperoleh komisi atau bagi hasil, bukan karena spread
bunga.
7) Uswatun hasanah implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha bank.
Karena prinsip beroperasinya berdasarkan prinsip syari'ah, maka bank-bank
syari'ah hendaknya memposisikan diri sebagai uswatun hasanah (contoh yang
baik) dalam implementasi moral dan etika bisnis yang benar atau
melaksanakan etika dan moral agama dalam aktivitas ekonomi.
d. Alasan Adanya Bank Syariah
Perbankan syariah didirikan berdasarkan pada alasan filosofi maupun
pengambilan riba dalam hukum Islam, baik dalam transaksi keuangan maupun non
keuangan. Secara praktik, karena sistem perbankan berbasis bunga atau perbankan
konvensional mengandung beberapa kelemahan. Menurut pendapat Muhammad
(2002: 7), kelemahan-kelemahan tersebut sebagai berikut:
1) Transaksi berbasis bunga melanggar keadilan atau kewajaran bisnis
2) Tidak fleksibelnya sistem transaksi berbasis bunga, menyebabkan
kebangkrutan;
3) Komitmen bank untuk menjaga keamanan uang deposan berikut bunganya membuat kecemasan bagi bank untuk mengembalikan pokok dan bunga nasabah;
4) Sistem transaksi berbasis bunga menghalangi munculnya inovasi oleh usaha
kecil;
5) Dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecuali bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan bunga mereka.
Dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Transaksi berbasis bunga melanggar keadilan atau kewajaran bisnis;
Dalam bisnis, hasil perusahaan tidak dapat dipastikan selalu untung.
Terkadang perusahaan mengalami kerugian, padahal disisi lain perusahaan
berkewajiban membayar bunga atas pinjaman kepada bank sesuai dengan
kesepakatan awal. Meskipun perusahaan untung, bisa jadi bunga yang harus
dibayarkan melebihi keuntungannya. Hal ini jelas bertentangan dengan
norma keadilan dalam Islam.
2) Tidak fleksibelnya sistem berbasis bunga, menyebabkan kebangkrutan;
Hal ini menyebabkan hilangnya potensi produktif masyarakat secara
keseluruhan, selain itu pengangguran juga semakin meningkat. Lebih dari
itu, beban hutang yang harus ditanggung debitor menyulitkan upaya
3) Komitmen bank untuk menjaga keamanan uang deposan berikut bunganya
membuat kecemasan bagi bank untuk mengembalikan pokok dan bunga
nasabah;
Demi menjamin keamanan , bank konvensional hanya mau memberikan
pinjaman modal kepada pengusaha-pengusaha yang benar-benar sudah
mapan atau mereka yang sanggup menjamin keamanan pinjamannya. Sisa
uangnya disimpan dalam bentuk surat berharga pemerintah. Sementara bagi
usaha-usaha kecil atau orang yang tidak dapat memberikan jaminan atas
pinjamannya akan kesulitan mendapatkan pinjaman bagi modal usahanya.
Hal ini menyebabkan tidak seimbangnya pendapatan dan kesejahteraan, dan
bertentangan dengan prinsip Islam.
4) Sistem transaksi berbasis bunga menghalangi munculnya inovasi oleh usaha
kecil;
Bagi usaha yang sudah mapan, dapat mengambil resiko untuk mencoba
teknik dan produk baru karena mereka mempunyai cadangan dana sebagai
sandaran apabila ternyata ide baru tersebut tidak berhasil. Sebaliknya, usaha
kecil tidak berani mencoba berinovasi bagi usahanya, karena itu berarti
mereka harus menambah modal usaha, sedangkan untuk meminjam modal
ke bank mereka harus memberikan jaminan dan membayar bunga atas
pinjaman tersebut. Apabila gagal, tidak ada jalan lain mereka harus tetap
membayar pinjaman berikut bunganya, meskipun usaha mereka mengalami
kerugian. Jadi, bunga merupakan rintangan bagi pertumbuhan ekonomi dan
memperburuk keseimbangan pendapatan.
5) Dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha
kecuali bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan
Setiap rencana bisnis yang diajukan kepada bank konvensional selalu diukur
dengan kriteria ini. Sehingga, bank tidak mempunyai insentif untuk
membantu suatu usaha yang tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman
modalnya.
e. Dasar Falsafah Bank Syariah
Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah dari
Allah kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi, yang dipergunakan
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat manusia. Untuk mencapai tujuan yang suci ini,
Allah tidak meninggalkan manusia sendirian tetapi diberikannya petunjuk melalui
para rasul-Nya. Dalam petunjuk ini Allah memberikan segala sesuatu yang
dibutuhkan manusia, baik aqidah, akhlak, maupun syari'ah.
Syari'ah Islam sebagai suatu syari'ah yang dibawa Rosul terakhir mempunyai
keunikan tersendiri, Islam bukan hanya komprehensif (merangkum seluruh aspek
kehidupan baik ibadah maupun muamalah) tetapi juga universal (dapat diterapkan
dalam setiap waktu dan tempat sampai hari kiamat). Sifat-sifat istimewa ini
mutlak diperlukan sebab tidak akan ada syari'ah lain untuk menyempurnakannya (M. Syafi‟I Antonio, 2000: 5).
Setiap lembaga keuangan syari'ah memiliki falsafah berbuat kebajikan di
dunia maupun di akhirat untuk memperoleh keridhoan Allah. Oleh karena itu, agar
kegiatan lembaga keuangan syari'ah tidak menyimpang dari tuntunan agama ada
beberapa aspek yang harus dihindari. Muhammad (2002: 75) mengemukakan
aspek-aspek yang harus dihindari tersebut diantaranya:
a. Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya:
1) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka secara pasti keberhasilan suatu usaha (QS.Luqman: 34)
2) Menghindari penggunaan sistem prosentase untuk pembebanan biaya
3) Menghindari penggunaan sistem perdagangan/ penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR. Muslim Bab Riba N0 1551 s/d 1567)
4) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan
terhadap hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (HR.Muslim Bab Riba 1569 s/d 1572).
b. Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada Al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 275 dan An-Nisa ayat 29, bahwa setiap transaksi kelembagaan syari'ah harus dilandasi dengan sistem bagi hasil dan perdagangan.
1) QS. Al-Baqarah 275 :
Artinya;
2) QS. An-Nisa‟ :29
Artinya ;
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.”
Dari kedua ayat diatas dapat disimpulkan bahwa pada kegiatan muamalah
harus berlaku prinsip ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan
mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa,
sehingga dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi.
f. Ciri-ciri Bank Syari'ah
Bank syari'ah memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan bank konvensional,
adapun ciri-ciri bank syari'ah antara lain(Warkum Sumitro, 2004:19) :
a) Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan
dalam bentuk jumlah nominal, bersifat fleksibel, dan hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dalam kesepakatan
b) Penggunaan prosentase dalam hal kewajiban untuk melakukan
pembayaran selalu dihindari, karena prosentase bersifat melekat pada sisa hutang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir
c) Didalam kontrak –kontrak pembiayaan proyek, bank syari'ah tidak
menerapkan perhitungan pinjaman berdasarkan keuntungan yang pasti ditetapkan dimuka
bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syari'ah sehingga pada penyimpanan tidak dijanjikan imbalan yang pasti
e) Dewan Pengawas Syari'ah (DPS) bertugas untuk mengawasi operasional bank
dari sudut syari'ah
f) Bank Islam tidak menerapkan jual beli atau sewa menyewa uang dari mata uang yang sama
g) Adanya pos pendapatan berupa “Rekening Pendapatan Non Halal” sebagai hasil transaksi dengan bank konvensional
h) Produk-produk bank Islam selalu menngunakan istilah bahasa arab, misalnya
al-murabahah, al-mudharabah dan sebagainya
i) Adanya produk khusus yang tidak terdapat di bank konvensionl yaitu kredit tanpa beban yang murni bersifat sosial, dimana nasabah tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya
j) Fungsi kelembagaan bank syari'ah selain menjembatani antara pihak pemilik modal (kreditor) dengan pihak yang membutuhkan modal (debitor), juga mempunyai fungsi khusus yaitu fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga dan bertanggungjawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil pemiliknya.
g. Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil
Secara leksikal bunga adalah terjemahan dari kata interest. Secara istilah, bunga diartikan bahwa : ”interest is a change for a financial loan, usually a
percentage of the amount loaned”. Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dalam prosentase dari uang yang dipinjamkan.
Unsur utama yang diharamkan dalam Islam ialah bunga atau riba. Kata riba
berasal dari kata ziyadah yang berarti tumbuh, menambah, atau berlebih. Menurut
Imam Sarakhzi, memperjelas bahwa riba adalah tanbahan yang disyaratkan dalam
transaksi bisnis tanpa adanya padanan (iwad) yang dibenarkan atas penambahan
tersebut. Adapun pengertian riba menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah yang
tidak dibenarkan syari‟at, baik tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam.
Larangan riba telah ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-qur‟an dan
dijelaskan oleh nabi Muhammad SAW dalam hadist-hadistnya. Keharaman riba
dijelaskan dalam Al-Qur‟an Qs. Al-Baqarah (2) : 275-279, Qs. Ali Imran (3) :
103, Qs. An-Nisa‟ (4) : 161 dan Qs. Ar-Ruum (30) : 39 dan beberapa hadits ysng
diriwayatkan secara shohih.
Arti Qs. Al-Baqarah : 275
“Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran penyakit gila . Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata , sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti , maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu ; dan urusannya kepada Allah. Orang yang kembali , maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Arti Qs. Al-Baqarah : 276
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah . Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa
.”
Arti Qs. Al-Baqarah :277
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak mereka
bersedih hati.”
Arti Qs. Al-Baqarah : 278
Arti Qs. Al-Baqarah :279
“Maka jika kamu tidak mengerjakan , maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat , maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya.”
Qs. Ar-Rum (30) : 39
Artinya :
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak akan bertambah disisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan(pahala).”
Qs. An-Nisaa‟ (4) : 161
Artinya :
“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah
dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang
kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
Sedangkan hadist yang menerangkan tentang hukum riba sebagaimana yang
ditulis oleh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, yaitu :
a. Diriwayatkan oleh semua penulis. Sunan At-Tirmidzi mensahihkannya, yaitu : “Allah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, dua orang saksinya, dan penulisnya (sekretarisnya).”
b. Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad shahih :
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang dengan sepengetahuannya, itu lebih berat dosanya daripada tiga puluh enam berbuat zina.”
Sedangkan jenis-jenis riba menurut Ibnu Hajar Al-Haitsami dibedakan
menjadi ( Az-Zawajir ’ala Iqtiraaf Al-Kabaair :205)
1. Riba Qardh
Riba Qardh yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berhutang (mudharib)
2. Riba Jahiliyah
Riba Jahiliyah yaitu hutang dibayar lebih dahulu dari pokoknya karena si
peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
3. Riba Fadhl
Riba Fadhl adalah pertukaran barang antar barang sejenis dengan kadar atau
takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk
dalam jenis barang ribawi.
Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
Mengacu pada banyaknya ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadist tentang larangan riba, maka dalam operasionalnya bank syari‟ah maupun BMT tidak menerapkan bunga atas pinjaman, karena bunga pinjaman tersebut disamakan dengan riba yaitu
tambahan atas pokok pinjaman yang harus dibayarkan kepada bank. Dalam operasionalnya bank syari‟ah maupun Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) untuk memperoleh keuntungan menggunakan sistem bagi hasil dengan nasabah yang
mengajukan permohonan pembiayaan kepada bank. Bagi hasil ini disesuaikan
dengan keuntungan yang diperoleh nasabah selama menjalankan usahanya, yaitu
pihak bank selaku pemilik modal (shohibul maal) dan nasabah sebagai pelaku atau
pengelola usaha (mudharib). Menurut Jannes Situmorang (2009: 3) dalam jurnal
penelitiannya yang berjudul Kaji Tindak Peran Koperasi dan UKM Sebagai Lembaga Keuangan Alternatif menyatakan bahwa, ”Sistem bagi hasil adalah pola pembiayaan keuntungan maupun kerugian BMT dengan anggota
penyimpan berdasarkan perhitungan yang disepakati bersama.”
Hal yang membedakan antara lembaga keuangan syari'ah dengan lembaga
keuangan non-syari'ah adalah terletak pada pengembalian dan pembagian
keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuangan dan atau yang
diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah, hal tersebut memunculkan
adanya bunga dan bagi hasil. Dalam sistem operasional lembaga keuangan non-syari‟ah, ketika nasabah membayar angsuran kepada bank, nasabah harus membayar bunga bank sebesar yang telah ditentukan oleh bank sebelumnya,
sedangkan pihak bank tidak memperhatikan apakah usaha yang dijalankan
nasabahnya mengalami keuntungan atau kerugian, yang terpenting nasabah
membayar angsuran secara rutin sesuai dengan jangka waktu yang telah
diterapkan dalam perbankan Islam, secara mendasar persoalan tersebut dapat
dikaji dari berbagai sisi, sebagaimana tertera dalam tabel.
Tabel 1. Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil
Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil
Penentuan besarnya hasil
Sebelumnya Sesudah berusaha, sesudah ada untungnya
Ditanggung nasabah saja Ditanggung kedua pihak, nasabah dan lembaga
Dihitung dari mana? Dari dana yang
dipinjamkan, fixed, tetap Berapa besarnya? Pasti (%) kali jumlah
pinjaman yang telah pasti
Pendirian lembaga keuangan yang berbasis syari'ah tidak terlepas dari
keprihatinan para ulama pada praktek riba yang dilakukan oleh perbankan
konvensional dengan menerapkan sistem bunga, selain itu juga minimnya
pengetahuan masyarakat terutama masyarakat muslim terhadap hukum bunga bank
konvensional. Usaha pendirian bank syari'ah tidak dapat dilepaskan dari Paket
Kebijaksanaan Oktober atau lebih dikenal dengan sebutan Pakto yang dikeluarkan
pemerintah tentang liberisasi perbankan.
Pada tanggal 19-22 Agustus 1990 di Cisarua Bogor diadakan lokakarya para
ulama untuk membahas pendirian bank Islam. Pada pertemuan itu dibahas
mengenai hukum bunga bank, apakah termasuk riba atau tidak, dari pertemuan
tersebut dihasilkan rekomendasi pendirian bank Islam. Pada tanggal 22-25
Agustus 1990 diselenggaarakan Munas MUI IV di Jakarta, sebagai tindak lanjut
dari lokakarya di Cisarua Bogor. Hasil Munas tersebut adalah rekomendasi
pendirian bank Islam. Kemudian pada tanggal 27 Agustus 1991 tim pembentukan
perbankan MUI bertemu dengan Presiden Soeharto di Bina Graha Jakarta.
Dari hasil pertemuan-pertemuan tersebut, maka Ikatan Cendikiawan Muslim
Indonesia (ICMI) berinisatif mendirikan lembaga keuangan berbasis syari'ah
dengan skala yang kecil dan dengan modal yang kecil pula. Lembaga ini kemudian
disebut dengan Baitul Maal Wa Tamwil.
b. Pengertian Koperasi Jasa Keuangan Syari'ah
Dalam perkembangannya koperasi jasa keuangan syari'ah lazim disebut
dengan nama Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
adalah lembaga keuangan yang operasionalnya menggunakan prinsip syari'ah atau
berdasarkan aturan yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadist. Secara prinsip
BMT memiliki sistem operasional yang tidak jauh berbeda dengan sistem
operasional BPR Syari'ah, hanya ruang lingkup dan produk yang dihasilkan
Undang-undang No 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang membuka kesempatan
bagi siapa saja yang akan mendirikan bank atau lembaga keuangan syari'ah
maupun yang ingin mengkonversi dari sistem konvensional menjadi sistem
syari'ah yang sekaligus menghapus pasal 6 PP No 72/1992 yang melarang dual
system.
Seiring dengan itu, maka berbagai lembaga keuangan syari'ah baik bank
amupun non bank mulai berkembang di Indonesia, baik yang dikelola secara
formal maupun informal. Berkaitan dengan bentuk dan struktur lembaga keuangan
non bank, maka berdirilah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) yang mendasarkan
prinsip kerjanya pada syari'ah Islam. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) berdiri
sebagai salah satu alternatif terhadap persoalan pertentangan antara bunga bank
dengan riba. BMT adalah lembaga keuangan syari'ah informalyang didirikan
sebagai pendukung dalam meningkatkan kualitas usaha ekonomi usaha mikro atau
usaha kecil menengah berlandaskan sistem syari'ah Islam.
Menurut Syaikh Mahmud Syalthut dalam Adiwarman Karim (2004: 7) “Syari'ah adalah kata bahasa Arab yang secara harfiah berarti jalan yang ditempuh atau garis yang mestinya dilalui”. Sedangkan secara terminologi definisi syari'ah adalah “Peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah, atau telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kepada kaum muslimin
supaya mematuhinya, supaya syari'ah ini diambil oleh orang Islam sebagai
penghubung diantaranya dengan Allah dan diantaranya dengan manusia”.
Menurut Heri Sudarsono (2003: 84), menyatakan bahwa:
Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas, maka
dapat peneliti simpulkan bahwa BMT merupakan lembaga keuangan ekonomi
rakyat yang pengelolaannya berdasarkan prinsip-prinsip syari'ah atau aturan-aturan
yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadist, yang berupaya mengembangkan
usaha-usaha produktif dan investasi untuk mendukung kegiatan ekonomi
masyarakat kecil dengan sistem bagi hasil sebagai usaha mengentaskan
kemiskinan.
BMT merupakan suatu lembaga terpadu yang memadukan antara Baitul
Maal sebagai lembaga sosial dan Baitul Tamwil sebagai lembaga bisnis. Menurut
pendapat Jannes Situmorang dalam jurnal penelitian yang berjudul Kaji Tindak
Peningkatan Peran Koperasi dan UKM Sebagai Lembaga Keuangan Alternatif menyatakan, ”BMT memiliki dua fungsi yaitu : Pertama, Baitul Maal menjalankan fungsi untuk memberi santunan kepada kaum miskin dengan
menyalurkan dana ZIS (Zakat, Infaq, Shodaqoh) kepada yang berhak; Kedua,
Baitul Tamwil menjalankan fungsi menghimpun simpanan dan membiayai
kegiatan ekonomi rakyat dengan menggunakan Sistem Syariah”. BMT
menerapkan fungsi utama koperasi sebagai badan usaha ekonomi kerakyatan dan
sosial dengan landasan syari'ah atau aturan-aturan agama Islam. M. Dawam
Rahardjo dalam Heri Sudarsono (2003: 84, “Secara kelembagaan BMT
didampingi oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). PINBUK sebagai
lembaga primer karena mengemban misi yang lebih luas, yaitu menumbuhkan usaha kecil”.
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) merupakan lembaga hasil prakarsa
masyarakat yang telah berkembang menjadi bank syari'ah berskala mikro. Sebagai
lembaga keuangan syari'ah mikro yang bersentuhan langsung dengan kehidupan
masyarakat kecil, maka BMT mempunyai tugas penting dalam mengemban misi
ke-Islaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Keberhasilan Baitul Maal
Wa Tamwil tidak hanya sekedar keberhasilan dalam bidang bisnis, akan tetapi
perhatiaannya terhadap pengelolaan masalah zakat, infaq dan shadaqah.
Kebanyakan strategi yang diterapkan oleh Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) untuk
mempertahankan eksistensinya adalah peningkatan sumber daya manusia melalui
pendidikan formal maupun non formal, tidak menggunakan strategi pemasaran
yang bersifat local oriented, melakukan berbagai inovasi pengembangan produk,
meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat pengguna jasa, pengembangan
aspek paradikmatik, menganggap sesama BMT sebagai partner dalam rangka
mengentaskan ekonomi masyarakat serta mengadakan evaluasi bersama guna
memberikan peluang bagi BMT untuk lebih kompetitif.
c. Badan Hukum dan Struktur Organisasi BMT
Adapun bentuk badan hukum Baitul Maal Wa Tamwil diakui sebagai
koperasi jasa keuangan syari'ah melalui Keputusan Menteri Koperasi dan UKM
tahun 2004. Dalam prakteknya BMT dapat didirikan dalam bentuk Kelompok
Swadaya Masyarakat atau Koperasi (Heri Sudarsono, 2003: 93), yaitu:
1) KSM adalah Kelompok Swadaya Masyarakat dengan mendapat Surat
Keterangan Operasional dari PINBUK
2) Koperasi Serba Usaha atau Koperasi Simpan pinjam Syari'ah (KSP-S)
3) Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang diberikan
wewengan oleh BI untuk membina KSM dan memberikan sertifikat kepada KSM
4) MUI, ICMI, BMI, telah menyiapkan LPSM yang bernama PINBUK yang
dalam kepengurusannya mengikutsertakan DMI, IPHI, Pejabat Tinggi Negara yang terkait, BUMN dan lain-lain.
BMT didirikan dengan modal awal sebesar Rp 20.000.000,00 atau lebih.
Akan tetapi jika terdapat kekurangan modal, dapat dimulai dengan modal awal
sebesar Rp 10.000.000,00 bahkan bisa juga dengan menggunakan modal hanya
orang, hal ini diperlukan supaya masyarakat setempat merasa memiliki BMT
tersebut.
Dalam rangka memperlancar tugas BMT, maka dalam sebuah BMT harus
mempunyai struktur organisasi yang mendeskripsikan alur kerja yang harus
dilakukan oleh semua personil yang ada didalam BMT tersebut. Struktur
organisasi yang terdapat dalam BMT antara lain mencakup Musyawarah Anggota
Pemegang Simpanan Pokok, Dewan Syari'ah, Pembina Manajemen, Manajer,
Pemasaran, Kasir, dan Pembukuan. Adapun tugas dari masing-masing struktur
diatas adalah sebagai berikut: Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok
memegang kekuasaan tertinggi didalam memutuskan kebijakan-kebijakan makro
BMT. Dewan Syari'ah, bertugas mengawasi dan menilai operasional BMT.
Pembina Manajemen, bertugas membina jalannya BMT dalam merealisasikan
programnya. Manajer bertugas menjalankan amanat musyawarah anggota BMT
dan memimpin BMT dalam merealisir program-programnya. Sedangkan
pemasaran bertugas untuk mensosialisasikan dan mengelola produk-produk BMT.
Kasir bertugas melayani nasabah dan pembukuan bertugas untuk melakukan
pembukuan atas asset dan omset BMT.
Dalam struktur organisasi standar PINBUK, Musyawarah Anggota
Pemegang Simpanan Pokok melakukan koordinasi dengan Dewan Syari'ah dan
Pembina Manajemen dalam mengambil kebijakan-kebujakan yang akan
dilaksanakan oleh manajer. Manajer memimpin keberlangsungan maal dan tamwil.
Tamwil terdiri dari pemasaran, kasir dan pembukuan. Bentuk struktur organisasi
BMT berdasarkan standar dari PINBUK dapat diilustrasikan dalam gambar berikut
---
---
Keterangan : --- Garis Koordinasi
Garis Komando
Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok
Dewan Syari'ah Dewan Syari'ah Dewan Pengurus
Manajer
Maal Tamwil
Pemasaran Kasir Pembukuan
Sumber : PINBUK (Heri Sudarsono, 2003: 87-88)
d. Tujuan dan Ciri-ciri BMT
Koperasi Jasa Keuangan syari'ah merupakan lembaga yang tepat untuk
menampung dana umat Islam dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah dan untuk
membantu umat Islam untuk berinvestasi. Adapun tujuan dibentuknya koperasi
jasa keuangan syari'ah adalah (http://myquran,org/Arsip/bmt.ppt, 30 November
2009) :
1) Mewujudkan ekonomi umat yang produktif dan berkesinambungan.
2)Menciptakan peluang lapangan pekerjaan dalam rangka pencapaian
sasaran pembangunan ekonomi.
3)Memperluas kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha yang mandiri
4)Membangun lembaga mikro yang kuat tatanan kelembagaannya dengan menciptakan sumber daya manusia yang handal, terdidik dan terampil.
Achmad Baraba (2009: 4) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul Prinsip Dasar Operasional Perbankan Syari‟ah menyatakan bahwa fungsi bank syari‟ah adalah :
Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/ deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank.
Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik dana/ shahibul maal sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai manajer investasi).
Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa keuangan lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Sebagai pengelola fungsi sosial seperti pengelolaan dana zakat, infaq, shadaqah dan penerimaan serta penyaluran dana kebajikan.
Secara umum sasaran yang dilaksanakan oleh koperasi jasa keuangan