• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sawar Darah Otak Tikus pascacedera Kepala ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cedera Kepala

2.1.6 Vascular Endothelial Growth Factor

Vascular endothelial growth factor (VEGF) atau disebut juga dengan

vascular permeability factor (VPF) adalah suatu polipeptida pleotropik yang disekresi berbagai sel jaringan pada manusia dimana dapat memediasi sel endotel untuk menginduksi angiogenesis dan vaskulogenesis. Angiogenesis adalah pertumbuhan pembuluh darah baru yang berasal dari pembuluh darah yang sudah ada sedangkan vaskulogenesis adalah pembentukan pembuluh darah yang berasal dari jaringan avaskular sebelumnya. Proses angiogenesis terdiri dari 4 tahap yaitu: Digesti (pencernaan) membran basemen disekeliling pembuluh

darah oleh sekresi protease sel endothel. 2. Migrasi sel endothelial

ketempat pembentukan pembuluh darah dimana sel akan berproliferasi membentuk cikal bakal pembuluh darah baru. 3. Selanjutnya terjadi proliferasi dan diferensiasi membentuk lumen pada pembuluh darah baru. 4. Sekresi faktor pertumbuhan (growth factor) oleh sel endotel yang menarik sel pendukung seperti perisit dan sel otot polos serta membentuk membran besemen. Sel pendukung dan membran besemen penting sebagai fungsi dan stabilitas pembuluh darah baru. Pada tahap akhir ini, pembuluh juga berkembang secara khusus sesuai dengan jaringan atau organ yang disuplai (Jain, 2003).

Kontribusi VEGF terhadap angiogenesis dapat terjadi secara normal maupun patologis. VEGF dan platelet-derived growth factor (PDGF) merupakan faktor angiogenik poten yang mempunyai aktivitas sebagai sitokin proinflamasi dengan meningkatkan permebialitas sel endotel dan menaikkan regulasi molekul adhesi sel endotel (Ferrara, Geber, LeCouter, 2004: Matsune et al., 2008). Faktor utama yang menstimulasi terjadinya angiogenesis adalah kekurangan oksigen (hipoksia), disamping itu endotoksin bakteri dan sitokin inflamatori. Tekanan oksigen yang rendah memicu sekresi faktor proangiogenik terutama VEGF menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru untuk mensuplai kebutuhan. Bila tekanan oksigen telah normal, produksi faktor proangiogenik dihambat, pembuluh darah matur akan bertahan dan beberapa sisa pembuluh darah immatur akan mengalami regresi. VEGF adalah glikoprotein hemodimerik

34-46kDa yang dihasilkan oleh berbagai jenis sel dalam merespon berbagai rangsangan. VEGF bekerja pada sel endothel vaskuler dengan mengikat rangsangan transmembran yang spesifik. Pengikatan pada

signaling pathway menghasilkan proliferasi dan migrasi sel endotel vaskuler, mempertahankan sel endotel immatur dan meningkatkan permebilitas vaskular (Ferrara, Gerber, LeCouter, 20004).

Vascular endothelial growth factor adalah faktor permeabilitas vaskular yang berfungsi sebagai regulator angiogenesis dan permeabilitas vaskular (Senger et al., 1983). Molekul ini berikatan dengan sel endotel melalui interaksi dengan high-affinity tyrosine kinase receptor. Reseptor ini diproduksi predominan di sel endotel SDO (de Vries et al., 1992; Millauer

et al., 1993). Vascular endothelial growth factor memiliki aktivitas permeabilitas vaskular yang sangat kuat (beberapa ribu kali lebih kuat dari histamin) dan memiliki efek langsung pada tight junction endotel SDO (Connolly, 1991; Criscuolo, 1993). Selain itu, VEGF memicu terjadinya edema serebri melalui sintesis dan pelepasan NO, yaitu suatu aktivator

cyclic GMP- dependent (Mayhan, 1999). Salah satu metabolit VEGF, yaitu

VEGF phosphorylates occludin dapat mengganggu fungsi okludin dan mengakibatkan terbukanya tight junction serta terbentuknya edema (Papadopoulos, 2001).

Gambar 2.4 Hif1 adalah regulator utama homeostasis oksigen. Sedangkan normoxia menginduksi Hif1α degradasi proteosomal, di bawah hipoksia stabil dan translokasi ke inti di mana ia membentuk kompleks dengan phospho-STAT3 dan CBP / p300 untuk meningkatkan ekspresi VEGF, dan dengan demikian hipoksia menginduksi angiogenesis (Tocharus, et al., 2014).

Studi lain mendapatkan VEGF dapat menginduksi fenestrasi endotel dan meningkatkan permeabilitas kapiler melalui mekanisme ini (Roberts dan Palade, 1997). Peran VEGF dalam memediasi edema vasogenik tampak pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Mekanisme VEGF dalam memediasi Edema Vasogenik (Kaal dan Vecht, 2004)

Selain seluruh faktor di atas, SDO atau tepatnya endothelial astrocytic foot process juga memproduksi AQP yang berperan pada pembentukan edema serebri. Belum diketahui pasti, apakah peningkatan regulasi AQP dapat meningkatkan kejadian edema atau justru sebaliknya (Kaal dan Vecht, 2004).

2.1.7 Aquaporin-4

Aquaporin (AQP) adalah protein membran integral kecil dengan berat molekul kurang dari 30.000 kDa, memiliki permeabilitas tinggi, berperan dalam transportasi cairan di membran plasma sel, dan ditemukan secara luas di berbagai jaringan tubuh yang berbeda (Verkman, 2005). Sebuah molekul AQP terdiri atas enam protein helix transmembran yang membentuk satu bagian selektif terhadap cairan berupa tetramer pada bagian tengah molekul. Secara keseluruhan terdapat 11 anggota keluarga AQP, dua jenis AQP yaitu AQP1 dan AQP4 adalah jenis terutama yang terdapat di ventrikel serebral dan ruang

subarachnoid. Kedua AQP ini terutama berperan dalam homeostasis cairan di susunan saraf pusat (SSP) (Rash et al., 1998). Namun, pada tulisan ini akan lebih ditekankan pada pembahasan AQP4.

Secara struktural bagian terpenting dan unik dari AQP4 adalah bentuk dan ukuran tetramernya yang besar (100 nm) yang disebut

orthogonal array particle (OAP) dan tampak oleh mikroskop elektron (Rash et al., 1998). Aquaporin-4 (AQP4) berperan dalam transportasi cairan di berbagai kompartemen jaringan otak yaitu ruang cairan cerebrospinal atau ventrikel serebral dengan ruang subarachnoid, parenkim otak yang terdiri atas ruang intrasellular dan ekstrasellular, serta kompartemen intravaskular (Zador et al., 2007). Aquaporin AQP4 tersebar secara luas di berbagai kompartemen dan berpartisipasi pada regulasi homeostasis cairan otak di sistem saraf pusat. Ekspresi AQP terbatas pada astrosit yang tersebar luas di jaringan otak dan sumsum tulang belakang, serta sel ependimal yang membatasi ventrikel serebral.

Gambar 2.6 Struktur organisasi dari AQP4 dalam membran astrosit. (A) Skema gambar dari AQP4 homo-tetramer (B) Dalam otak normal, hubungan antara isoform AQP4-m1 (lingkaran merah) dan AQP4-m23 (lingkaran biru) berkontribusi untuk membentuk susunan orthogonal partikel (OAPs). (C) Dalam cedera kepala, peningkatan AQP4-m1 memberikan kontribusi pada gangguan OAPs dengan terjadinya perubahan dalam ukuran OAP dapat menurunkan jumlah pori sentral dan mungkin tidak hanya mempengaruhi pergerakan air, tetapi juga gerakan ion dan gas (Pallab, et al., 2014).

Ekspresi AQP4 diketahui berperan dalam berlanjutnya cedera otak. Penelitian pada hewan coba mendapatkan bahwa ekspresi AQP4 meningkat pada lokasi cedera otak (Sun et al., 2003) dan regulasinya meningkat pada cedera kepala non-trauma, seperti stroke dan intoksikasi

cairan (Taniguchi et al., 2000). Supresi gen AQP4 menunjukkan penurunan gejala edema pada 24 jam setelah iskemia serebri. Hemisfer serebri membesar karena edema menurun 35 % pada 24 jam pertama setelah iskemia (Manley et al., 2000). Studi dengan autopsi pada jaringan otak manusia mendapatkan bahwa immunoreaktivitas AQP4 meningkat pascainfark serebri (Aoki et al., 2003). Hu et al mendapatkan kadar AQP4 meningkat 15 jam sampai dengan delapan hari pascacedera kepala (Hu et al., 2004). Ada korelasi yang signifikan antara peningkatan ekspresi AQP4 dengan kerusakan SDO (Aoki et al., 2003; Saadoun et al., 2002). Aquaporin 4 terdapat di sekitar pembuluh darah mikro jaringan otak. Hua

et al., mendapatkan bahwa ekspresi AQP4 meningkat secara rutin pascacedera kepala. Peningkatan ini berlanjut terus sampai dengan 15 jam pasca perlukaan, dengan peningkatan tertinggi pada delapan jam pasca perlukaan (Hua et al., 2005). Hasil ini konsisten dengan uji pada hewan coba, di mana terjadi peningkatan ekspresi mRNA AQP4 pada 4 jam pascacedera dan peningkatan ini mulai berkurang pada 24 jam pascacedera (Sun et al., 2003). Hasil sedikit berbeda didapatkan oleh Tourdias et al., di mana studi pada hewan coba dengan inflamasi jaringan otak menunjukkan dua fase perkembangan edema yaitu fase awal edema dan fase resolusi edema. Fase awal edema terjadi pada masa inflamasi aktif yang mencapai puncak setelah 7 hari inflamasi. Setelah itu terjadi fase resolusi edema, yaitu pada hari kedelapan sampai keduapuluh pasca inflamasi. Pada fase resolusi edema ini terjadi pembentukan jaringan parut

sel glia dan peningkatan regulasi AQP4. Sejatinya AQP4 meningkat pada kedua fase edema, namun tingkat transkripsi dan translasi ekspresi AQP4 jauh lebih tinggi pada fase resolusi (Tourdias et al., 2011). Regulasi ekspresi AQP4 adalah penentu utama jumlah cairan otak secara keseluruhan dan resolusi edema. Beratnya cedera berhubungan dengan peningkatan regulasi AQP4 dan edema interstitial (Tourdias et al., 2009).

Penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa AQP inhibitor

memiliki indikasi klinis sebagai diuretik dan penatalaksanaan edema serebri (Verkman, 2002). Sejalan dengan ini, pengurangan AQP4 diketahui bersifat protektif terhadap edema serebri vasogenik (Manley et al., 2000; Vajda et al., 2002). Hasil berbeda didapatkan pada edema sitotoksik, di mana ekspresi berlebih AQP diketahui dapat mengurangi gejala edema sitotoksik (Meng et al., 2004). Studi lain menyatakan bahwa AQP4 memberikan efek bidirectional transport pada cairan otak yaitu regulasi masuk dan keluar (Amiry-Moghaddam et al., 2003). Meskipun didapatkan hasil berbeda untuk kedua jenis edema namun beberapa studi menyatakan bahwa AQP4 dapat digunakan sebagai sasaran penatalaksanaan edema serebri (Fu et al., 2007). Papadopoulos et al.,

mendapatkan, AQP4 tidak hanya berperan pada terjadinya edema namun juga absorpsi cairan yang berlebih. Ketika cairan interstitial berlebih dan mencapai barrier antara parenkim otak dan kompartemen cairan pada keadaan edema vasogenik, cairan ini harus dieliminasi melalui jalur

mengurangi edema sitotoksik jika diberikan awal untuk memperlambat masuknya cairan edema ke parenkim otak. Pemberian AQP4 inhibitor

yang terlambat pada edema sitotoksik diduga dapat meningkatkan edema serebri. (Papadopoulos et al., 2004). Sejalan dengan ini dan mengacu pada peran AQP4 dalam memodulasi cairan serebri, beberapa penelitian juga mendapatkan bahwa penurunan ekspresi AQP4 dapat digunakan sebagai pilihan baru terapi edema serebri (Manley et al., 2000; Papadopoulos dan Verkman, 2007; Kleffner et al., 2008).

2.2 Melatonin

Melatonin (5-metoksi-N-asetiltriptamin) adalah hormon derivat asam amino triptofan yang diproduksi oleh kelenjar pineal dan bersifat sebagai antioksidan (Brzezinski, 1997). Berdasarkan strukturnya Melatonin bersifat ampifilik, dan berbeda dengan antioksidan lain yang bersifat hidrofilik atau lipofilik. Dengan kata lain, Melatonin dapat larut dalam air dan lemak sehingga ia dapat melewati sawar atau barrier fisiologis berupa lemak dan cairan tubuh (Reiter, 2004).

Dokumen terkait