• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

B. Penelitian Pengembangan dalam Teknologi Pendidikan

8. Video Editing

Video editing biasanya dikenal sebagai bidang untuk keperluan profesi, terutama kalangan entertainment. Tetapi dengan perkembangan pesat teknologi yang memicu perkembangan di berbagai bidang serta menuntut aplikasi-aplikasi yang multi disiplin, bidang video editing mulai merambah dunia pendidikan. Hal

commit to user

ini sebenarnya tidaklah mengherankan, karena antara misi hiburan dan misi pesan/

pendidikan dapat bersinergi di dalam dunia video editing. Software komputer yang dapat digunakan untuk video editing antara lain:, Adobe Premiere C3S, Pinnacle Sudio 9, Pinnacle Sudio Plus, Pinnacle Studio 11, Windows Movie Maker, Vegas, Ulead video studio. Hardware komputer dan perlengkapan yang dipakai dalam proses produksi video antara lain: komputer dengan spesifikasi video editing, fire wire card/ video capture card, kamera video digital/analog.

Di dalam video editing dikenal dua macam video, yaitu:

Tabel 2.1. Video analog dan video digital

Video Digital Video Analog

a. Tidak mengalami penurunan kualitas saat duplikasi

b. Video digital berupa file software (data) komputer, sehingga sangat fleksibel dalam pengolahannya c. Dapat disunting (edit) dengan lebih

leluasa menggunakan komputer keausan bila sering bergesekan dengan head pemutar (player) c. Penyuntingan video analog

memerlukan peralatan yang banyak dan memakan ruang

d. Contoh format kaset: D-VHS, Betamax SX, Digital Betacam, DV Video, Mini DV, DV CAM, DV PRO, DVCPRO-HD

Sumber: Wahana Komputer. 2005. Video Editing dengan Pinnacle Sudio 9. Yogyakarta. Penerbit Andi

Rangkaian proses produksi VCD secara umum terdiri dari:

a. Penentuan content (misi, materi, cerita/ sinopsis) b. Pembuatan story board (alur cerita)

c. Pengambilan gambar menggunakan kamera video digital/ analog

d. Proses capture (merekam hasil pengambilan gambar yang telah tersimpan dalam bentuk kaset video ke dalam harddisk komputer)

e. Proses editing video menggunakan software dan hardware komputer serta piranti pendukung lainnya

f. Proses finishing (memproduksi video dalam bentuk VCD)

Berikut ini adalah contoh-contoh persyaratan spesifikasi komputer yang harus dipenuhi dalam suatu program aplikasi video editing menggunakan Personal Computer, serta perbandingan spesifikasi antara VCD, SVCD dan DVD.

Tabel 2.2. Spesifikasi komputer untuk aplikasi video editing menggunakan program Pinnacle Studio 9

Komponen Spesifikasi Standar Spesifikasi Ideal Prosessor Intel Pentium IV (1 Ghz) Intel Pentium IV (3.3

GHz atau lebih) Monitor Resolusi minimal 1024 x

768 pixel

Resolusi minimal 1024 x 768 pixel atau gunakan system dual monitor

Sistem Operasi Windows XP Windows XP, Win.

Seven

VGA Card AGP 32 MB AGP 128 MB atau yang

lebih tinggi

Video Capture Card Perlu Perlu

CD Rom/ DVD Writer Optional Perlu

Sumber: Wahana Komputer. 2005. Video Editing dengan Pinnacle Sudio 9. Yogyakarta. Penerbit Andi

commit to user

Tabel 2.3. Spesifikasi komputer untuk aplikasi video editing menggunakan program Adobe Premiere Pro 1.5

Komponen Spesifikasi Standar Spesifikasi Ideal Prosesor Intel Pentium III (800 Mhz) Intel Pentium 4 (3 GHz atau

lebih) Mainboard Menyesuaikan spesifikasi

prossesor

Menyesuaikan spesifikasi prossesor, no on board VGA

Memory (RAM) DDR 256 MB DDR 512 MB atau lebih

Harddisk IDE 40 Gb 7200 RPM IDE 120 Gb 7200RPM atau harddisk tipe SCSI

Monitor Resolusi minimal 1024 x 768 pixel

Resolusi minimal 1024 x 768 pixel atau gunakan system

CD/ DVD Writer optional Perlu

Sumber: Wahana Komputer. 2005. Video Editing dengan Pinnacle Sudio 9. Yogyakarta. Penerbit Andi

Tabel 2.4. Perbandingan VCD, SVCD dan DVD

VCD SVCD DVD

kualitas baik kualitas sangat baik

Kelemahan resolusi rendah kompatibilitas lebih sedikit Format audio Stereo/ Dobly Stereo/ Dobly Dobly Digital,

multi channel Surround Surround, 4

Sumber: Wahana Komputer. 2005. Video Editing dengan Pinnacle Sudio 9. Yogyakarta. Penerbit Andi

D. Teori Belajar yang mendasari Media Video Pembelajaran 1. Psikologi Belajar

Psikologi Belajar Behaviorisme dari Skinner yang dikenal dengan psikologi stimulus–respon yang berdasarkan pada premis bahwa belajar sebagai hasil pasangan stimulus dan respon. Kunci dari konsep teori ini adalah pada penguatan (reinforcement). (Winkel, 2009:105).

Prinsip-prinsip psikologi belajar menurut Aliran conectionist dan configurationist yang mendasari media video pembelajaran.

a. Aliran Connectionist

Aliran ini didukung oleh Skinner yang menghasilkan program dengan ditandai adanya frame (bingkai) sebagai langkah kecil. Menurut Hawkridge

commit to user

dalam AECT (1977:49) Prinsip yang mendasari mesin belajarnya Skinner adalah:

1) Perkuat respon siswa secepatnya dan sesering mungkin.

2) Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengontrol laju kecepatan belajarnya sendiri.

3) Perhatikan bahwa siswa mengikuti suatu urutan yang koheren dan terkendalikan.

4) Diperlukan adanya partisipasi dari siswa dengan memberikan jawaban.

b. Aliran Configurationist

Aliran ini seperti kelompok program yang dikembangkan oleh Crowder.

Program jenis ini ditandai dengan langkah-langkah yang menyajikan informasi kepada siswa, dan mengharuskan siswa menggunakan informasi untuk menjawab soal. atas dasar jawaban itu, siswa diarahkan ke informasi baru atau perbaikan jika jawaban salah.

Menurut Thorndike (dalam Elliot, Kratochwill, Cook, & Travers, 2000:206-207) mengidentifikasi hubungan S-R untuk meningkatkan motivasi belajar dan mengemukakan beberapa prinsip, yaitu:

1) Law of Effect

Tercapainya keadaan yang memuaskan akan memperkuat hubungan antara stimulus dan respon. Maksudnya, bila respon terhadap stimulus menimbulkan sesuatu yang memuaskan maka bila stimulus seperti itu muncul lagi subjek akan memberikan respon yang lebih tepat dan cepat.

2) Law of exercise

Respon terhadap stimulus dapat diperkuat denga seringnya respon itu dipergunakan. Hal ini menghasilkan implikasi bahwa praktik, khususnya pengulangan dalam pengajaran adalah penting dilakukan.

3) Law of readines

Dalam memberikan respon subjek harus siap dan disiapkan.

Menurut Toeti Soekamto, IGAK Wardani, Udin Saripudin W. (1992:15-32), proses belajar yang dialami oleh peserta didik secara teori dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Behaviorisme, belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (Stimulus-Respon), yaitu suatu proses yang memberikan respon tertentu terhadap yang datang dari luar. Behaviorisme menekankan pada apa yang dapat dilihat yaitu tingkah laku, serta tidak (kurang) memperhatikan apa yang terjadi di dalam pikiran yang tidak dapat dilihat. Contoh penerapan prinsip behaviorisme di dunia pendidikan adalah Pengajaran Terprogram (Programmed Learning), Belajar Tuntas (Mastery Learning). Tokoh-tokoh teori ini antara lain: Thorndike (Stimulus-Respon), Skinner (Operant Conditioning).

b. Kognitivisme, belajar menurut Galloway merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain. Menurut teori ini perubahan persepsi dan pemahaman dalam diri peserta didik dalam proses belajar tidak selalu dapat dilihat. Teori ini menekankan

commit to user

pada belajar yang kontektual dan bermakna yang dapat membentuk struktur kognitif di dalam pikiran peserta didik. Tokoh-tokoh teori ini antara lain:

Piaget (proses belajar berjenjang menurut umur), Bruner (enaktif, ikonik, simbolik), Ausubel (Meaningfull Learning). Prinsip kognitivisme banyak dipakai pada perancangan suatu sistem instruksional.

c. Teori Belajar berdasarkan Psikologi Sosial, belajar merupakan proses alami karena pada dasarnya setiap orang mempunyai rasa ingin tahu, ingin menyerap informasi, ingin mengambil keputusan serta ingin memecahkan masalah.

Menurut teori ini belajar proses belajar jarang sekali terjadi dalam keadaan menyendiri, tetapi melalui interaksi-interaksi yang menyebabkan adanya perubahan tingkah laku.

d. Teori Belajar Gagne, belajar adalah meningkatkan ketrampilan intelektual (materi di sekolah), strategi kognitif (kemampuan memecahkan masalah), informasi verbal (mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata), ketrampilan motorik (melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan otot), sikap (tingkah laku, emosi). Menurut teori ini belajar tidak terjadi secara alamiah, tetapi hanya terjadi dengan adanya kondisi-kondisi tertentu. Teori belajar Gagne merupakan perpaduan antara Behaviorisme dan Kognitivisme.

Elliot, Kratochwill, Cook, & Travers (2000:333) mengemukakan bahwa motivasi merupakan faktor penting dalam psikologi yang berpengaruh pada belajar dan penampilan dalam empat cara:

1). Motivation increases an individual’s energy and activity level; 2).

Motivation direct an individual toward certain goals. Motivation affects

choices people make and result they find rewarding; 3). Motivation promotes initiation of certain activities and persistence in those activities.

Increases the likehood that people will begin something on their own, persist in the face of difficulty, and resume a task after a temporary interruption; 4). Motivation affects the learning strategies and cognitive processes an individual employs. It increases the likehood that people will pay attention to something, study and practice it, and try to learn it in a meaningfull fashion. It also increases the likehood that they will seek help when they encounter difficulty.

(1) motivasi meningkatkan energi individu dan tingkat aktifitas; 2) motivasi menunjukkan individu menuju tujuan tertentu/pasti, efeknya membuat orang untuk memilih dan menemukan hasil yang mereka inginkan: 3) motivasi membangkitkan aktifitas-aktifitas tertentu dan ketekunan pada aktifias tersebut, termasuk diantaranya bahwa orang akan memulai sesuati pada dirinya sendiri, tetap melakukan walaupun dihadapkan pada kesulitan dan memulai lagi tugas setelah terganggu sementara; 4) motivasi berpengaruh pada strategi belajar dan proses kerja kognitif individu, termasuk diantaranya bahwa orang akan mengambil perhatian sesuatu, belajar dan mempraktekkannya, dan berusaha mempelajari akan meminta pertolongan ketika mereka menemukan kesulitan).

Ada empat pandangan dasar motivasi dari rangkuman literatur profesional, seperti yang diungkapkan Winkel (2009: 152-165), yaitu meliputi 1) Pandangan behavioris, 2) Pandangan Humanistik, 3) Pandangan Kognitifis dan, 4) Pandangan

commit to user

Belajar Sosial. Pandangan behavioris yang menerapkan pengertian kontingitas, peneguhan atau penguatan, serta hukuman pada masalah motivasi. Rangkaian kejadian yang berlangsung adalah perangsang (stimulus) yang diikuti oleh suatu reaksi (response), yang berakibat tertentu. Pandangan behavioris adalah peneguhan atau peneguhan positif, yang dapat sangat bervariasi dalam bentuknya, dari makanan, barang, uang, kegiatan yang disukai, nilai yang bagus dan pujian, sampai pada penghargaan pada diri sendiri. Namun, unsur yang sama dalam semua bentuk itu adalah “memuaskan dan menyenangkan”. Motivasi dalam pandangan behavioris lalu menjadi daya penggerak pada seseorang untuk berperilaku tertentu guna memperoleh efek yang diinginkan; daya penggerak itu dapat menjadi sesuatu yang stabil pada seseorang sebagai akibat dari suatu proses belajar selama jangka waktu yang lama. Misalnya, siswa tertentu yang biasanya mendapat nilai bagus disertai pujian dan penghargaan dari orang tua serta guru akan bermotivasi untuk belajar lebih lanjut, siswa lain yang tidak mendapat itu akan kurang bermotivasi untuk belajar selanjutnya.

Pandangan humanistik yang menekankkan kebebasan pribadi, hak untuk memilih sendiri, pengaturan diri dan penentuan diri, kecenderungan untuk pengembangan diri dan optimal, serta dorongan untuk memperkaya diri. Daya penggerak yang menimbulkan kegiatan dan aktifitas bersumber pada unsur-unsur internal dan mental ini, misalnya seorang seniman lukis yang berdaya upaya selama bertahun-tahun untuk mengekpresikan penghayatannya tentang makna kehidupan manusia dalam lukisannya dengan cara yang makin sempurna. Dalam kaitan dengan motivasi, pandangan humanistik kerap menonjolkan peranan dari

berbagai kebutuhan yang melandasi unsur-unsur internal seperti yang disebutkan di atas.

Pandangan kognitifitas yang menonjolkan peranan dari keyakinan, tujuan, penafsiran, harapan, minat, kemampuan, dan lain sebagainya. Berlawanan dengan pandangan behavioris yang menekankan pengaruh dari unsur-unsur eksternal seperti rangsangan dan peneguhan, pandangan ini menggaris bawahi apa yang berlangsung dalam diri subyek yang berhadapan dengan berbagai kejadian dan pengalaman. Orang tidak bereaksi terhadap rangsangan secara otomatis seolah-olah mereka sebuah mesin, tetapi bereaksi atas interprestasi mereka terhadap rangsangan itu. Di dalam interprestasi itu terkandung unsur kognitif seperti penafsiran, keyakinan, penentuan tujuan, perkiraan tentang kemungkinan mencapai sukses, serta penilaian tentang kemampuan sendiri untuk mengejar suatu sasaran. Misalnya seorang siswa SMA tidak harus baru mulai membaca suatu buku setelah diberi tugas oleh guru, tetapi dia dapat mempelajarinya atas inisiatif sendiri, karena beranggapan bahwa mata pelajaran tertentu patut diperdalam dan dia mampu untuk itu. Maka, pada dasarnya isi interprestasi yang diberikan terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam itulah yang mengandung daya motivasional. Sesuai dengan pandangan kognitif, orang terutama dilihat sebagai sumber motivasinya sendiri berdasarkan kegiatan mental dalam alam pikirannya, sehingga tergerak untuk memulai aktifitas tertentu, bertahan dalam aktifitas itu dan mengarahkan untuk mencapai suatu tujuan.

Pandangan belajar sosial (social learning) yang memperhatikan baik pengaruh dari efek maupun peranan dari interprestasi individual; jadi

commit to user

mengusahakan intergrasi dari pandangan di atas. Pandangan ini mengenal beberapa variasi, tetapi semua variasi itu dapat dicirikan sebagai konsep kualisasi

“pengharapan dan penghargaan”. Ini berarti bahwa motivasi pada seseorang di lihat sebagai produk dari pengharapan untuk memperoleh suatu efek dan penafsiran terhadap makna efek itu untuk dirinya sendiri; jika salah satu dari dua hal itu tidak ada, maka tidak ada motivasi. Misalnya, bila seorang siswa tidak akan memperoleh efek dari nilai-nilai bagus dalam buku rapor, yaitu pujian dari orang tua, atau pujian itu bagi dia dinilai tidak ada artinya, maka tidak akan ada motivasi untuk memperoleh nilai-nilai bagus. Pengharapan itu bersumber pada perkiraan untuk berhasil, sehingga efek dari keberhasilan itu juga akan diperoleh (probability of success). Salah satu contoh dari konsep dualisasi “pengharapan dan penghargaan” ialah teori Bandura yang dikenal sebagai “social cognitive theory”.

Motivasi manusia lahir dari beberapa sumber, yaitu proyeksi/perkiraan tentang kemungkinan akan berhasil atau gagal; pengetahuan tentang akibat/efek dari keberhasilan atau kegagalan, berdasarkan pengalaman sendiri atau observasi terhadap pengalaman orang lain; dan berdasarkan penafsiran mengenai kemampuan sendiri dalam bidang tertentu.

Keempat pandangan yang dikemukakan di atas tentang motivasi dapat di tarik kesimpulan dengan melihat persamaan dan perbedaannya. Persamaan keempat pandangan di atas melihat motivasi sebagai sesuatu yang berasal dari dalam individu yang masing-masing individu mempunyai perbedaan besar kecilnya tergantung apa yang mereka harapkan. Perbedaan pandangan behavioris menerapkan pengertian kontingitas, peneguhan atau penguatan, serta hukuman.

Pandangan humanistik lebih menekankkan kebebasan pribadi. Pandangan kognitif menonjolkan peranan dari keyakinan, tujuan dan lain-lain yang berasal dari dalam. Pandangan belajar sosial lebih mengusahakan integrasi dari pandang behavioristik dan kognitif yaitu bahwa motivasi pada seseorang dilihat sebagai produk dari pengharapan untuk memperoleh suatu efek dan penafsiran terhadap makna efek itu untuk dirinya sendiri. Keempat pandangan ini memepunyai persamaan dan perbedaan tetapi pada hakikatnya menunjukkan indikasi yang sama tentang motivasi bahwa motivasi memberikan kontribusi yang besar pada seseorang dalam melakukan usaha belajar dan berprestasi.

Di dalam suatu kegiatan pembelajaran, motivasi belajar peserta didik memegang peran yang sangat vital. Salah satu model untuk membangkitkan motivasi peserta didik adalah yang diungkapkan oleh Keller yang dikutip oleh Driscoll (1994:314), yaitu ARCS. ARCS adalah akronim dari

A

ttention-R

elevance-

C

onvidence-

S

atisfaction. Dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran, maka model motivasi ARCS secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Attention: Pembelajaran harus mampu membangkitkan serta memelihara rasa keingintahuan dan perhatian peserta didik.

b. Relevance: Pembelajaran harus mempunyai daya tarik “Nilai dan Manfaat”

sehingga peserta didik dapat menyadari bahwa pembelajaran yang diikutinya adalah bermanfaat.

commit to user

c. Convidence: Pembelajaran harus disusun seefektif mungkin dan disesuaikan dengan kemampuan peserta didik, sehinga peserta didik mempunyai keyakinan yang cukup untuk dapat berhasil mencapai tujuan pembelajaran.

d. Satisfaction: Pembelajaran harus dapat memberikan umpan balik (reinforcement) kepada peserta didik selama pembelajaran, sehingga timbul rasa puas dalam diri peserta didik selama proses pembelajaran hingga akhir pembelajaran.

Menurut Haris Mudjiman (2006:43), sekurang-kurangnya ada 8 faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap motivasi belajar, yaitu:

a. Faktor pengetahuan tentang kegunaan belajar.

b. Faktor kebutuhan untuk belajar.

c. Faktor kemampuan melakukan kegiatan belajar.

d. Faktor kesenangan terhadap ide melakukan kegiatan belajar.

e. Faktor pelaksanaan kegiatan belajar.

f. Faktor hasil belajar.

g. Faktor kepuasan terhadap hasil belajar.

h. Faktor karakteristik pribadi dan lingkungan terhadap proses pembuatan keputusan.

commit to user

Hubungan ke delapan faktor itu disajikan secara skematis pada gambar 2.1.:

Gambar 2.1. Model Pengembangan Motivasi Belajar (Haris Mudjiman, 2006:44)

Keterangan:

T : Pengetahuan B : Kebutuhan M : Kemampuan S : Kesenangan

Pb : Pelaksanaan kegiatan belajar Hb : Hasil belajar

P : Kepuasan

K : Karakteristik pribadi dan lingkungan

2. Teori Komunikasi dalam Interaksi Belajar Mengajar

Dokumen terkait