• Tidak ada hasil yang ditemukan

G. Sistematika Penulisan

1. Yayasan Sebagai Alat Hegemoni

5

Melalui filantropi akademik yang diberikan oleh Yayasan Ford inilah dilahirkan sekelompok teknokrat yang nantinya disebut sebagai “Mafia Berkeley,” lima orang teknokrat-ekonom dari FEUI tersebut bahkan hingga saat ini masih dipercaya oleh sejumlah pihak sebagai bagian dari strategi Amerika untuk melahirkan aliansi di Negara dunia ketiga yang mampu menjadi mitra dalam membendung pengaruh komunisme. (menarik untuk mencari acuan yang menceritakan mengenai ribuan orang Indonesia yang dikirim ke negara-negara sosialis dalam rangka menunjang gagasan Sukarno untuk masa depan Indonesia).sudah cerita counter-nya Juga perlu menceritakan paa yang di counter??

28

pengelola beasiswa. Contoh beasiswa kategoro yang pertama adalah beasiswa Fulbright. Sedangkan beasiswa kategori yang kedua meskipun tidak secara langsung dinerikan oleh pemerintah Amerika, melainkan melalui tangan yayasan pembangunan swasta, namun bukan berarti tidak mengandung misi politik ideologis Amerika. Contoh beasiswa kategori yang kedua adalah beasiswa dari Yayasan Ford dan Yayasan Rockefeller.

Joan Roellofs dalam bukunya Foundation and Public Policy: the Mask of Pluralism, menjelaskan bahwa yayasan merupakan pembangun utama hegemoni. Sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa yayasan dari Negara “dunia pertama” khususnya Amerika memiliki daya tarik besar bagi intektual di “dunia ketiga” karena yayasan menyediakan gengsi dan kekuasaan serta akses. Intelektual-intelektual tersebut sejak dini direkrut melalui beasiswa pendidikan di negara asal yayasan. Setelah selesai sekolah mereka dipekerjakan dalam proyek-proyek yayasan ataupun menjadi aliansi yang mendukung kepentingan negara asal yayasan (Roellofs: 2003: 198).

Dalam konteks Indonesia, pandangan Roellofs tersebut menemukan bukti sejarah. Pada akhir kepemimpinan Sukarno dan tahun-tahun awal Orde Baru, Yayasan Ford memberikan beasiswa bagi sejumlah intelektual Indonesia untuk bersekolah di Amerika (Roellofs, 2003: 25). Di tahun 1950-1960 kedua yayasan tersebut mengirimkan mahasiswa Indonesia untuk belajar di Universitas California, Berkeley. Sekembalinya dari bersekolah di Amerika, para intelektual tersebut berubah menjadi teknokrat yang secara gigih menyebarkan gagasan-gagasan liberalisasi ekonomi. Kebijakan yang diambil para teknokrat mengenai

29

pasar bebas bersejalan dengan kepentingan Amerika untuk memastikan Indonesia berada dalam jalur yang sama dengan Amerika. Salah satu kebijakan yang diambil oleh para teknokrat alumnus Universitas California, Berkeley adalah tentang penanaman modal asing (UU PMA) yang memudahkan investasi Amerika masuk ke Indonesia. Kebijakan tersebut merupakan pintu pertama yang memudahkan ekspansi modal Amerika ke Indonesia.

Tokoh terkemuka dibalik relasi yang penuh keberhasilan dengan Indonesia adalah Sumitro Djojohadikusumo dan Sudjatmoko. Mereka berdualah yang menangani manuver diplomatik dengan Amerika Serikat. Pada tahun 1949, Sumitro bahkan sempat menjanjikan kepada audiens Sekolah “Advanced International Studies” di Washington-yang dibiayai oleh Yayasan Ford. Investasi korporasi asing akan mendapatkan akses bebas ("free access") kapada sumber daya alam Indonesia dan insentif yang memadai.

Keberadaan teknokrat yang secara tidak langsung membuka ruang bagi pengaruh Amerika di Indonesia dan secara langsung membuka katub bagi ekspansi investasi perusahaan-perusahaan Amerika, oleh John Bresnan, Kepala Perwakilan Yayasan Ford di Indonesia tahun 1965-1973, disebut sebagai ”kondisi yang saling menguntungkan”.

“Saya sangat menikmati kepercayaan yang saling menguntungkan di mana saya dan staff menikmati berelasi dengan lingkaran yang sangat bermanfaat yang memungkinkan kami untuk berdiskusi secara terbuka mengenai sejumlah masalah dan solusi yang mungkin dalam sebuah rasa percaya diri bahwa apa yang kami diskusikan bersama dengan orang-orang bertalenta itu akan tetap berhasil” (Bresnan, 2006:93-94).

30

Relasi yang erat antara Yayasan Ford dengan ekonom Orde Baru memberi Yayasan Ford profil yang lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Relasi yang erat antara Amerika beserta yayasan-yayasan-nya dengan teknokrat ekonom Orde Baru alumnus Universitas California, Berkeley mengakibatkan kelompok ini dikemudian hari dijuluki “Mafia Berkeley” (Ransom, 1975: 93).

Pada sisi yang lain, “Mafia Berkeley” juga mendapat sejumlah keuntungan dari yayasan-yayasan asing tersebut. Keuntungan pertama adalah dibiayai pendidikan di Amerika. Bantuan pendidikan dalam jumlah besar yang diberikan oleh badan-badan pemerintah Amerika termasuk di dalamnya yayasan-yayasan besar seperti Yayasan Ford dan Yayasan Rockefeller,6

Hal ini menjelaskan apa yang dideskripsikan David Ransom sebagai “Mafia Berkeley” sebagai bagian plot yang lebih rumit yang didesain oleh Yayasan Ford, Dewan Hubungan Internasional, Rand Corporation, MIT, Cornell, Harvard, dan menurut Nasir Tamara (1997) menjadi satu dari tujuh alasan intelektual Indonesia memilih belajar di Amerika. Keuntungan selanjutnya yang diperoleh ”Mafia berkeley” adalah dipercaya oleh Amerika bekerjasama dan bekerja untuk yayasan-yayasan tersebut sepulang mereka ke Indonesia.

6

Enam alasan lainnya mengapa intelektual Indonesia memilih untuk belajar di Amerika: (1). Kemudahan bahasa karena bahasa Inggris diajarkan sejak SLTP, (2). Mayoritas studi-studi tentang Indonesia setelah kemerdekaan adalah tulisan ahli-ahli Amerika, (3). Amerika merupakan negara superpower –militer, ekonomi dan politik – dan karenanya diperkirakan merupakan tempat pendidikan terbaik didunia di mana dapat ditimba ilmu pengetahuan, dipelajari berbagai teori dan metodologi riset yang baik. (4). Setelah kemerdekaan hampir sebagian besar tokoh-tokoh dari lingkungan universitas, lembaga penelitian serta dari militer pernah mengenyam pendidikan di Amerika, (5). Perkiraan besarnya jumlah beasiswa di Amerika akan lebih besar daripada negara-negara lainnya dan system pendidikan Amerika menuntun mahasiswa di mana mahasiswa tidak membiarkan mencari sendiri seperti yang terjadi di Eropa “barat”, (6). Pengalaman sejumlah teknokrat lulusan pendidikan Amerika yang mendapat prestise selama Orde Baru besar pengaruhnya bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan di Amerika

31

C.I.A (Ransom, 1970:27-28, 40-49; Bresnan, 94-96). Ekonom Orde Baru yang merupakan alumnus pendidikan Amerika tidak dilepaskan begitu saja dari kontrol ideologi agen pembiayaan seperti Yayasan Ford (Ford Foundation) dan Yayasan Rockefeller (Rockefeller Foundation).

Keberadaan sekutu Amerika di Indonesia tersebut menjadi catatan serius bahwa dalam banyak atau sedikit, arah dan perkembangan pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia tidak lepas dari campur tangan yayasan pembangunan dan lembaga pendidikan Amerika. Pengaruh tersebut selain diciptakan melalui beasiswa pendidikan dan pelatihan bagi para perwira ABRI, serta memberi beasiswa pada para intelektual-teknokrat. Persekutun antara militer dan teknokrat ini merupakan pendukung utama Orde Baru. Selain itu pengaruh yang dibangun Amerika juga dilakukan melalui pemberian dana bagi ilmuwan sosial agar mengembangkan kajian dan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia sebagaimana tempat mereka belajar di Amerika. (Tamara, 1997 ).