TAHUN 2003-2011
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial
oleh:
IYUL YANTI
NIM. 106083003761
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
TAHUN 2003-2011
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial
oleh:
IYUL YANTI
NIM. 106083003761
Menyetujui,
Pembimbing Penasehat Akademik
Kiky Rizky, M.Si Nazaruddin Nasution,SH, MA. NIP. 197303212008011002 NIP. 020001548
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Februari 2012
Japan Foundation Tahun 2003-2011 telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 20 Maret 2012. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.
Jakarta, 09 April2012
Sidang Munaqasyah
Ketua Jurusan, Sekertaris Jurusan,
Dina Afrianty, Ph.D Agus Nilmada Azmi, S.Ag, M.Si
NIP. 197304141999032002 NIP. 197808042009121002
Pembimbing,
Kiky Rizky, M.Si
NIP. 197303212008011002
Penguji I Penguji II
Dina Afrianty, Ph.D M.Adian Firnas, S.IP, M.Si
iv Melalui The Japan Foundation tahun 2003-2011”. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tujuan Jepang mendirikan The
Japan Foundation dan perannya di Indonesia sebagai diplomasi kebudayaan.
Dalam berbagai bentuk kerjasama yang dilakukan adalah eksebisi, pameran kebudayaan, pertukaran pelajar dan pertukaran intelektual. Peran the Japan
Foundation di Indonesia adalah sebagai media pertukaran organisasi antara
Jepang dan Indonesia. The Japan Foundation adalah sebuah lembaga yang didirikan oleh pemerintah Jepang sebagai organisasi mitra kerja yang didirikan pada tahun 1972 di bawah Kementrian Luar Negeri Jepang. Pada tahun 2003 the
Japan Foundation mengalami perubahan struktur menjadi lembaga administratif
independen yang diharapkan akan lebih mandiri dalam melaksanakan kegiatannya dan lebih mudah berkonsentrasi untuk tujuan pertukaran kebudayaan Jepang dengan negara-negara lain. Didirikannya the Japan Foundation di Indonesia dilatarbelakangi adanya peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) pada tahun 1974, yaitu Jepang dinilai sebagai negara yang telah mendominasi perekonomian Indonesia. Peristiwa tersebut menjadi puncak kemarahan mahasiswa terhadap roda pemerintahan Soeharto yang dinilai telah merugikan masyarakat karena banyaknya investasi asing khususnya Jepang yang masuk ke Indonesia, sehingga pasar Indonesia didominasi oleh produk-produk Jepang. Oleh karena itu, Jepang memperbaiki hubungan dengan Indonesia salah satunya dalam bidang sosial budaya melalui the Japan Foundation.
Keberhasilan Jepang dalam melakukan diplomasi kebudayaan di Indonesia dapat dilihat dari respon masyarakat yang ingin mengenal kebudayaan Jepang lebih jauh dan peminat bahasa Jepang yang terus meningkat, pada tahun 2006 di Indonesia tercatat sekitar 272.000 orang yang mempelajari bahasa Jepang, kemudian berbagai kegiatan eksebisi yang dilakukan Jepang melalui the Japan
Foundation Jakarta. Saat ini hubungan Jepang-Indonesia dinilai baik, dan
keberadaan the Japan Foundation Jakarta tidak menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat Indonesia hingga saat ini.
Skripsi ini menggunakan konsep diplomasi dalam bentuk second track
diplomacy, diplomasi kebudayaan menurut Martin Wight dan Winston Churchil,
politik luar negeri oleh J.R Childs dan kepentingan nasional menurut K.J Holsti dan Hans J. Morgenthau. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analisis yang menggunakan data berupa data primer seperti wawancara dengan narasumber pada the Japan Foundation Indonesia. Sementara data sekunder berupa studi kepustakaan, didapat melalui buku-buku, jurnal, majalah, dan jaringan internet.
v Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Diplomasi Kebudayaan Jepang Di Indonesia Melalui The Japan Foundation Tahun 2003-2011”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Kiky Rizky, M.Si. sebagai Pembimbing Skripsi penulis yang telah memberikan arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Terutama untuk Ayahanda Tercinta Suparman dan Ibunda Muniroh selaku orang tua penulis yang telah memberikan dorongan semangat, berdoa untuk kebaikan dan kesuksesan putra-putrinya, dukungan baik moral maupun material selama penulis menuntut ilmu. Terimakasih Mah, Pak... 3. Bapak Prof. Dr.Bahtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Agus Nilmada Azmi, S.Ag, MSi., sebagai Sekretaris Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Nazaruddin Nasution, SH, MA., sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis.
7. Bapak Badrus Sholeh, MA dan Bapak Armein Daulay M.Si. sebagai dosen Program Studi Hubungan Internasional yang telah memberikan masukan pada skripsi serta mengajarkan dan membimbing penulis sejak awal memasuki Program Studi Hubungan Internasional.
8. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam meyelesaikan tugasnya sebagai mahasiwi.
9. Terimakasih untuk perpustakaan The Japan Foundation Jakarta khususnya kepada Ibu Diana S. Nugroho dan Ibu Susanti Pogram Cultural Section
dan ketua perpustakaan The Japan Foundation Jakarta yang telah banyak membantu memberikan bahan-bahan skripsi ini, Perpustakaan BPPK Kementerian Luar Negeri Indonesia, PDHI UI, Miriam Budiardjo, PDII LIPI, Perpustakaan Nasional, Freedom Institute, Perpustakaan IISIP, Perpustakaan Budi Luhur, Perpustakaan Utama UIN, Perpustakaan Pasca Sarjana UIN, Perpustakaan Univ. Parahyangan Bandung, Perpurtakaan Univ. Muhamadiyah Yogyakarta.
vi memberikan motivasi pada penulis untuk selalu berpikir positif dan optimis.
12.Teruntuk sahabat-sahabat terbaik penulis di HI Puji Nia Rachmatika, Dwi Wahyuni, dan Umi Kulsum. Kalian semua telah memberikan pertemanan yang indah dengan segala suka duka dan canda tawa sejak awal perkuliahan hingga saat ini, serta telah memberikan dorongan semangat di saat penulis putus asa dalam pembuatan skripsi ini dan memberikan banyak masukan hingga sampai menyelasaikan skripsi ini. “we are not
number one but we are the best”
13.Sahabat Rosy Kamalia, Maya Damayanti, Astrid Ismulyati, Starlet Ralisya Injaya, Lilis Widya Sari, Yeyen Magreyeni S, dan Yeni Puspita Sari teman seperjuangan penulis selama di HI yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan segala saran, kritikan, dan tidak pernah lelah memberikan nasihat semangat. Jatuh bangun bersama mencari data skripsi. “temannnn...! akan indah pada waktunya....”
14.Sahabat kost Pondok Sakinah Teh Iyam, Ai, dan kak reni, dan Pegasus Kak Wiwin, Kak Kiki, dan Dilah kalian semua telah menjadi saksi dalam proses penulisan skripsi ini. ’Thanks alot my best friends’
15.Kepada kawan-kawan di PSM (Paduan Suara Mahasiswa) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan sahabat Herda, Zakia, Nurul, kak Tutto, kak Odoy, kak Secco, Kak Dilah, ka Ika, Kak Lily, dan kak jay kalian telah memberikan hari-hari selama penulisan skripsi ini terasa menyenangkan,
”Thank You...!!!
16.Teman-teman Program Studi Hubungan Internasional angkatan 2006, 2007, 2008, dan 2009 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
17.Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih.
Semoga dengan segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan dari Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan- perbaikan ke depan.
Jakarta, 20 Februari 2012
vii
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Kerangka Pemikiran ... 9
E. Metoda Penelitian ... 18
F. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II PASANG SURUT HUBUNGAN JEPANG-INDONESIA A. Hubungan Jepang-Indonesia ... 21
a. Masa Penjajahan Jepang di Indonesia ... 21
b. Hubungan Jepang-Indonesia pada Masa Orde Lama ... 24
c. Hubungan Jepang-Indonesia pada Masa Orde Baru ... 27
BAB III PERISTIWA MALARI DAN TERBENTUKNYA THE JAPAN FOUNDATION INDONESIA A. Krisis Politik dan Ekonomi Asia Tenggara ... 34
B. Peristiwa Malari Tahun 1974 ... 36
C. Tujuan Jepang dan Terbentuknya The Japan Foundation ... 39
BAB IV DIPLOMASI KEBUDAYAAN JEPANG DI INDONESIA MELALUI THE JAPAN FOUNDATION A. Peran The Japan Foundation di Indonesia ... 46
B. Program-Program The Japan Foundation Indonesia ... 49
C. Perkembangan The Japan Foundation di Indonesia 2003-2011 ... 57
BAB V Penutup ... 66
viii Tabel I.1 Hubungan Antara Situasi, Bentuk, Tujuan, dan Sarana
Diplomasi Kebudayaan ... 13
Gambar struktur III. 2 The Japan Foundation pada Kementerian luar negeri Jepang ... 40
Gambar II.2 The Japan FoundationWorldwide ... 44
Gambar Struktur IV. 2 The Japan Foundation Jepang ... 59
Tabel II.2 Kegiatan the Japan Foundation ... 60
Tabel IV.4 Perkembangan Perpustakaan the Japan Foundation Jakarta tahun 2003-2011 ... 65
x
AS Amerika Serikat
ASEAN Association of South East Asian Nations
CIA Central Inteligencie Agency
CRO Cumulative Reles of Origin
EPA Economic Partnership Agreement
GNP Gross National Product
GSP General Scheme of Preference
IMF International Monetary Fund
JENESYS Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youths
JICA Japan International Coorporation Agency
JLPT Japanese Language ProficiencyTest
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
Malari Malapetaka Lima Belas Januari
MTN Multilateral Trade and Tarif Negotiation
NGO Non Government Organization
ODA Official Development Assistance
PETA Pembela Tanah Air
PM Perdana Menteri
RUP Rencana Urgensi Perekonomian SLTA Sekolah Tingkat Atas
SSIA Society for the Study of Indonesian Art Japan
UUD Undang-Undang Dasar
US United State
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II pada tahun 1939 antara pihak
Sekutu Amerika Serikat, telah membuat Jepang membentuk format hubungan
kerjasama baru, yaitu meningkatkan hubungan ekonomi, politik, dan sosial
budaya dengan negara-negara di dunia yang salah satunya dengan Indonesia.
Jepang yang pernah hancur dibom oleh Amerika Serikat menjadikan Jepang
porak-poranda dalam berbagai aspek, kemudian untuk kembali bangkit
meneruskan pembangunan Jepang membutuhkan bantuan dan kerjasama dari
pihak luar. Pada saat yang bersamaan, Amerika Serikat memberi kesempatan
kepada Jepang untuk bekerjasama di berbagai bidang yaitu ekonomi, politik, dan
sosial budaya.1 Kondisi itulah yang melatarbelakangi kedekatan antara Jepang
dengan AS, kedekatan itu yang kemudian memberikan pengaruh bagi Jepang
untuk melakukan hubungan luar negeri dengan negara lain di dunia.
Perkembangan hubungan politik Jepang pada tahun 1948 terhadap
negara-negara lain tidak terlepas dari peranan Amerika Serikat, termasuk dengan
Indonesia. Amerika Serikat berhasil mengintervensi politik dalam negeri Jepang
melalui badan intelejen CIA (Central Intelligence Agency). Pada saat itu Jepang
dipimpin oleh PM Nobusuke Kishi sebagai ketua partai berkuasa, saat itu muncul
Yoshi Kodama yaitu seorang pemberontak di Jepang yang pernah melakukan aksi
melawan pemerintah, dan menjadi orang kepercayaan Amerika Serikat dalam
1
membantu keinginannya menjadi badan intelejen CIA, kemudian mereka
membentuk politik Jepang Pasca Perang Dunia II.2
Dalam upaya meredam pengaruh komunis, Jepang dan Amerika Serikat
menjadi salah satu yang melatarbelakangi hubungan politik antara Jepang dengan
Indonesia.3 Dengan melalui perundingan secara bilateral antara Jepang dan
Indonesia terkait dengan pampasan perang merupakan latarbelakang juga atas
hubungan politik Jepang-Indonesia, perundingan itu pun sekaligus menjadi
langkah awal bagi Jepang untuk membuka hubungan diplomatiknya. Dalam
melakukan hubungan politik tersebut, bagi masing-masing kedua negara
Jepang-Indonesia memiliki kepentingan nasionalnya sendiri. Jepang tidak terlepas dari
pengaruh Amerika Serikat untuk meredam pengaruh komunis di Indonesia. Bagi
Indonesia, perjanjian pampasan perang sangat penting untuk meningkatkan
politiknya.4 Agenda politik Indonesia ini merupakan awal hubungan dengan
agenda-agenda lain dalam kepentingan Indonesia terhadap Jepang terutama
dibidang ekonomi.
Hubungan Jepang-Indonesia dalam bidang diplomatik didasarkan pada
perjanjian perdamaian antara Republik Indonesia dan Jepang pada bulan Januari
1958, sejak itu hubungan bilateral antara kedua negara berlangsung baik dan terus
berkembang tanpa mengalami hambatan. Eratnya hubungan bilateral kedua
negara tersebut juga tercermin dalam berbagai persetujuan yang ditandatangani
maupun pertukaran nota oleh kedua pemerintahnya, yang dimaksudkan untuk
2
Tim Winer, Membongkar Kegagalan CIA, pionase Amatiran Sebuah Negara Adidaya, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2008, h. 147.
3
Ibid, h. 222.
4
memberikan landasan yang lebih kuat bagi kerjasama di berbagai bidang seperti
ekonomi, politik, dan sosial budaya.5
Pada tahun 1970-an Jepang telah tumbuh sebagai negara dengan
perekonomian yang modern didasari dengan ekspor impor yang dilakukan Jepang,
meskipun negara ini pada awalnya adalah negara miskin yang memiliki sumber
daya alam sangat terbatas, kekuatan ekonomi Jepang sebagian besar bertumpu
pada sektor industri manufaktur. Namun Jepang menyadari bahwa negaranya
memerlukan sumber daya alam, serta daerah pemasaran yang terdapat di
negara-negara berkembang. Oleh karena itu, Jepang meningkatkan kerjasama ekonomi
perdagangan dan pembangunan, hal ini terlihat dari bantuan ODA (Official
Development Assistance) pada tahun 1960. Disamping itu bantuan ekonomi yang
diberikan telah membantu Jepang mengembangkan perdagangan dan hubungan
politik dengan negara-negara Asia.6
Kekalahan perang Jepang pada tahun 1945, sebenarnya adalah
kebangkitan bagi Jepang setelah kekalahannya pada Perang Dunia II, Jepang lebih
meningkatkan kekayaan bangsa dan memperkuat negara dengan angkatan
persenjataannya untuk mampu bersaing dengan negara-negara Barat seperti
Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kemudian investasi negara diperluas untuk
mengembangkan produksi sehingga pertumbuhan ekonomi Jepang meningkat.
Berdasarkan ajaran semangat bushido (semangat budha) yang mengajarkan
5
Diakses dari http://www.deplu.go.id/Lists/BilateralCoorporation/DispForm.aspx?ID= 56, pada tanggal 31 Januari 2012, pukul 12.00.
6
kepatuhan kepada penguasa dan bermoral tinggi dengan menjunjung tinggi sikap
disiplin.7
Perdagangan Jepang meluas secara cepat sejak pertengahan 1960-an dan
bantuan ekonomi ke Asia Tenggara pun bertambah, berawal dari tujuan politik
yang kemudian membuka jalur bantuan keuangan dan investasi swasta pada tahun
1972. Sesuai dengan statistik Kementerian Perdagangan Internasional dan
Industri, investasi swasta yang disetujui mencapai $858 juta di tahun 1971,
sedangkan pada tahun 1972 mencapai $2338 juta.8
Kemampuan Jepang untuk melakukan perdagangan internasional dengan
pertumbuhan ekonomi yang besar, membuatnya dijuluki oleh negara Asia sebagai
“Kekuatan Ekonomi Raksasa”. Hal ini didasarkan GNP-nya yang besar didapat
dari ( Gross national product) Pendapatan Kotor Nasional industri-industri berat
serta kimia dan perdagangan yang meningkat per kapita pada tahun 1979 sebesar
$6.300.9
Namun hubungan perdagangan dengan Asia Tenggara khususnya
Indonesia hanya menguntungkan bagi Jepang. Tidak adanya mekanisme
perdagangan yang seimbang memunculkan kelompok anti-Jepang, misalnya
investasi, bayaran buruh murah, mobil dan produk-produk Jepang telah menguasai
pasar Asia Tenggara. Korporasi-korporasi Jepang telah bergerak dan masuk ke
Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan dalam mencari buruh murah. Kemudian
negara-negara menuntut, bahwa Jepang menggunakan skala-skala upah rendah
7
Nandang Rahmat, In International Seminar Proceedings, Latar Belakang Persepsi Orang Asing Terhadap Etos Kerja Bangsa Jepang, Surabaya: Research Center for Japanese Studies- Institute of Reseaches The States University of Surabaya, 2006, h. 3.
8
Mochtar Lubis, Kekuatan yang Membisu: Kepribadian dan Peranan Jepang, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1981, h. 72.
9
untuk memetik keuntungan besar. Inilah yang menyebabkan Jepang disebut
sebagai kekuatan ekonomi raksasa karena telah dianggap memonopoli
perekonomian dunia.10
Pada tahun 1970-an Jepang juga disebut sebagai „hewan ekonomi’ oleh
negara Asia artinya negara yang serakah dan menguasai perekonomian Asia
bahwa Jepang telah menggantikan agresi militer dengan agresi ekonomi.11
Kemudian untuk memulihkan citra baik, Jepang menyadari perlu adanya
keterlibatan internasional dengan negara-negara yang telah menganggapnya tidak
baik, sehingga Jepang melakukan perdagangan internasional, selain ekonomi dan
politik pemerintah Jepang juga melakukan keterlibatan internasional mengenai
kebudayaan. Karena tidak hanya hubungan internasional dalam bentuk kerjasama
ekonami dan politik saja, hubungan internasional kebudayaan sangat penting
untuk rakyat dan ketahanan negaranya.12
Untuk itu Jepang mendirikan sebuah lembaga kebudayaan yang dikenal
dengan nama The Japan Foundation pada bulan Oktober 1972 di Tokyo.
Lembaga ini bertujuan sebagai pusat pertukaran kebudayaan Jepang.13 Hingga
saat ini, the Japan Foundation telah mendirikan 23 kantor yang tersebar di 21
negara di seluruh dunia. Hal ini juga termasuk empat institusi di Jepang, yaitu di
Tokyo sebagai pusat kota, Kyoto karena dianggap sebagai pusat budaya Jepang,
Kansai sebagai pengembangan bahasa Jepang, dan Urawa, serta tiga di antaranya
di Amerika Serikat, yaitu satu di Los Angeles dan dua di New York. Kantor
terakhir yang didirikan, adalah kantor cabang Vietnam yang baru beroperasi pada
10
Mochtar Lubis, Kekuatan yang Membisu: Kepribadian dan Peranan Jepang, h. 73.
11
Suryohadiprojo, Masyarakat Jepang Dewasa Ini, h. 201.
12
Mochtar Lubis, Kekuatan yang Membisu: Kepribadian dan Peranan Jepang, h. 91.
13
tahun 2007. Untuk kawasan Asia Tenggara, the Japan Foundation telah
memiliki lima kantor cabang, yaitu di Jakarta, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok,
dan Hanoi. Seiring dengan semakin pentingnya kawasan Asia Tenggara dalam
dunia internasional saat ini, maka the Japan Foundation meningkatkan
keterlibatannya di kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu pada tanggal 1 April
2007 the Japan Foundation membuka biro Asia Tenggara yang bertempat di
Thailand (Bangkok).14 Dana operasional berasal dari bunga modal awal yang
diberikan oleh pemerintah Jepang ditambah dengan subsidi tahunan dari
pemerintah serta dari sektor swasta atau perusahaan-perusahaan Jepang.
Salah satu alasan Jepang mendirikan the Japan Foundation, yaitu untuk
melakukan kerjasama internasional tidak hanya melalui ekonomi dan politik saja,
melainkan perlu adanya kerjasama internasional di bidang kebudayaan. Hal ini
disebabkan kerjasama kebudayaan sangat penting bagi kepentingan nasionalnya,
dan sebagai pemulihan citra bagi negara yang pernah dijajahnya, maka Jepang
banyak mendirikan pusat kebudayaan Jepang melalui the Japan Foundation di
negara-negara yang dianggapnya penting untuk memperkenalkan kebudayaannya
di mata dunia.15
Kemudian, yang melatarbelakangi berdirinya the Japan Foundation di
Asia Pasifik, khususnya Indonesia adalah terjadinya konflik pada tanggal 15
Januari 1974 yang dikenal dengan nama Malari. Peristiwa ini dilatarbelakangi
oleh ketidakpuasan mahasiswa Indonesia terhadap dominasi modal asing Jepang,
sehingga menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia. Dari sudut pandang
mahasiswa hal ini dipandang sebagai wujud konflik kepentingan antar-kelompok
14
Diakses dari http://www.jpf.or.id/id/index.php?option=comcontent&taks=blogcategory &id-19&Itemid=31 pada tanggal 05 April 2011, pukul 21.05.
15
yang mempunyai pengaruh besar dalam elit politik Indonesia saat itu. Kelompok
tersebut dapat diwakili oleh kelompok Jenderal Sumitro yang mewakili modal
Amerika Serikat melawan kelompok Jenderal Ali Murtopo yang mewakili modal
Jepang. Konflik ini kemudian dimenangi oleh kelompok Ali Murtopo, sehingga
konsekuensinya modal Jepang menjadi dominan dalam membantu perubahan
ekonomi Indonesia.16 Peristiwa Malari pada tahun 1974 itu memaksa Jepang
untuk introspeksi terhadap kebijakan yang selama ini dijalankannya jika Jepang
ingin tetap membina hubungan baik dengan negara-negara Asia Tenggara,
khususnya dengan Indonesia. Maksud baik Jepang kemudian dibuktikan dengan
kunjungan Perdana Menteri Fukuda ke negara-negara ASEAN (Association of
South East Asian Nation) pada tanggal 18 Agustus 1977 di Manila yang berakhir
dengan dikeluarkannya Doktrin Fukuda, yang salah satu isinya adalah Jepang
akan berusaha keras untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara
ASEAN.17 Hubungan ini ditekankan sebagai hubungan persahabatan, tidak hanya
di bidang ekonomi dan politik, melainkan juga di bidang sosial budaya. Salah
satunya dengan didirikan pusat kebudayaan untuk membangun citra baik bangsa
Jepang dan sebagai alat diplomasi Jepang.
Diplomasi kebudayaan Jepang di Indonesia yang dilakukan the Japan
Foundation melalui beberapa proses terlebih dahulu. Hal ini untuk melihat
respon masyarakat Indonesia terhadap Jepang mulai dari tahun 1974 setelah
peristiwa Malari sampai tahun 1979. Tujuannya untuk memberikan kontribusi
bagi lingkungan internasional yang lebih baik dan untuk memelihara serta
16
A, Yahya Muhaimin, Bisnis dan Politik Kebijaksanaan Ekonomi di Indonesia 1950-1980, Jakarta: LP3ES, 1989, h. 39.
17
mengembangkan keharmonisan hubungan luar negeri Jepang.18 Hal ini menjadi
keuntungan tersendiri bagi Jepang dalam mempertahankan hubungan baik dengan
Indonesia.19 Persahabatan dua negara dapat terjalin dengan baik dan saling
menguntungkan kedua belah pihak merupakan tantangan tersendiri bagi
pelaksanaan diplomasi kedua negara.
Jepang melakukan diplomasi kebudayaannya ke berbagai negara melalui
pertukaran kebudayaan, yang diharapkan dapat mempererat hubungan bilateral
Jepang, dalam berbagai bidang, yaitu diplomatik, ekonomi, dan juga aspek
kebudayaan.20 Hubungan kebudayaan dapat meningkatkan kemampuan manusia
untuk tidak melakukan kekerasan pada suatu persengketaan dan juga dapat
mempertinggi kesadaran manusia untuk saling ketergantungan bagi semua bangsa
dan negara.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan meneliti dan menganalisis
lebih dalam mengenai tujuan Jepang mendirikan the Japan Foundation terkait
masalah diplomasi kebudayaan Jepang di Indonesia dan program-program yang
telah dilaksanakan dengan mengacu pada fakta-fakta yang telah ada, batasan
waktu yang diambil dalam penelitian ini, yaitu pada tahun 2003-2011 karena pada
tahun tersebut the Japan Foundation mengalami perubahan struktur menjadi
lembaga administratif independen. Oleh karena itu penelitian ini dijadikan sebuah
skripsi dengan judul “Diplomasi Kebudayaan Jepang di Indonesia Melalui The
Japan Foundation Tahun 2003-2011”.
18
The Japan Foundation, Nuansa, Jakarta: edisi Januari-Februari-Maret 2011, h. 1.
19
Ibid, h. 2- 3.
20
B. Rumusan Masalah
Pertanyaan mendasar yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah:
Apa tujuan Jepang mendirikan the Japan Foundation dan bagaimana perannya di
Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan menganalisis tujuan Jepang mendirikan the Japan Foundation sebagai
diplomasi kebudayaan Jepang di Indonesia dan program-program the Japan
Foundation yang menjadi bagian dari diplomasi kebudayaan di Indonesia.
D. Kerangka Pemikiran
Dalam skripsi ini, penulis menganalisis keberadaan the Japan Foundation
sebagai diplomasi kebudayaan Jepang di Indonesia. Untuk menganalisis hal
tersebut, penulis menggunakan konsep diplomasi, diplomasi kebudayaan, politik
luar negeri dan kepentingan nasional.
Konsep adalah kata yang menggambarkan suatu gagasan, klarifikasi, atau
memperkenalkan suatu sudut pandang dan mengamati suatu fenomena yang
empiris. Konsep dalam ilmu sosial adalah bersifat objek seperti orang, kelompok,
negara, atau organisasi internasional.21
Diplomasi Menurut the Oxford English Dictionary diplomasi adalah manajemen hubungan internasional melalui negosiasi yang erat kaitannya dengan
politik internasional, yaitu seni mengedepankan kepentingan suatu negara dalam
hubungannya dengan negara lain.22 Diplomasi menurut Geoff Berridge dan Alan
James adalah penyelenggaraan hubungan antara negara-negara yag berdaulat
21Mohtar Mas’oed,
Ilmu Hubungan Internasional, Jakarta: LP3ES, 1990, h. 94- 95.
22
melalui diplomat untuk mempromosikan negosiasi internasional.23 Dari dua
pengertian tersebut, dapat disimpulkan diplomasi adalah negosiasi yang dilakukan
aktor-aktor internasional untuk menyelesaikan permasalahan nasional atau
internasional dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri.
Terdapat dua bentuk diplomasi secara spesifik, yaitu first track diplomacy,
adalah sebuah komunikasi yang bersifat resmi dan rahasia dalam menyelesaikan
konflik dengan negara lain, yang dilakukan oleh pemerintah dengan pemerintah
(goverment to goverment).24 Kemudian second track diplomacy yaitu upaya
negosiasi dalam penyelesaian konflik antarnegara yang dilakukan oleh organisasi
non-pemerintah (non-govermental organozations/ NGOs) atau masyarakat dengan
masyarakat (people to people).25 Dalam tulisan ini penulis menggunakan second
track diplomacy, yaitu organisasi yang tidak melibatkan pemerintah yang bersifat
independen, untuk mencapai kepentingan dan tujuan berpengaruh terhadap
negara.
Tujuan utama diplomasi yang efektif adalah untuk menjamin keuntungan
negara sendiri, demi kepentingan nasionalnya untuk memelihara keamanan.
Selain itu, untuk memajukan ekonomi perdagangan dan kepentingan komersial
perlindungan warga negara sendiri di negara lain, mengembangkan kebudayaan
dan ideologi, meningkatkan prestasi nasional, dan mempererat persahabatan
dengan negara lain. Tujuan politik yang mendasar dari diplomasi adalah untuk
23
Geoff Berridge and Alan James, A Dictinory of Diplomacy, Second Edition, New York: Palgrave Macmillan, 2003, h. 69- 70.
24
Diakses dari http://www.beyondintractability.org/essay/track1_diplomacy/, pada 15 Maret 2010, pukul 18.00.
25
mencapai tujuan-tujuannya secara damai, tetapi apabila hal tersebut tidak
memungkinkan, maka tindakan-tindakan lain seperti perang, diperbolehkan.26
Diplomasi Kebudayaan
Diplomasi sangat erat kaitannya dengan hubungan internasional. Hal ini
disebabkan karena diplomasi merupakan instrumen yang digunakan oleh
negara-negara untuk melaksanakan politik luar negeri agar mencapai kepentingan
nasionalnya. Dengan kata lain, diplomasi merupakan alat untuk melaksanakan
hubungan internasional.
Secara konvensional, pengertian diplomasi adalah usaha suatu negara
untuk memperjuangkan kepentingan nasional di kalangan internasional.27 Dalam
hal ini diplomasi tidak hanya diartikan sebagai perundingan melainkan semua
upaya hubungan luar negeri. Begitu pula dengan diplomasi kebudayaan,
diplomasi kebudayaan dapat diartikan sebagai usaha suatu negara untuk
memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan, baik
secara mikro seperti pendidikan, ilmu pengetahuan, olahraga, dan kesenian.
Sedangkan secara makro sesuai dengan ciri khas utama. Misalnya propaganda.
Kegiatan diplomasi kebudayaan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah,
melainkan oleh lembaga-lembaga seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Diplomasi kebudayaan dapat dilakukan oleh kelompok, masyarakat,
individu-individu, termasuk warga negara. Dilihat pada skema berikut ini,
26
SL, Roy, Diplomacy, h. 9-10.
27
Gambar I.1
Skema Pelaku dan Sasaran Diplomasi Kebudayaan
Sumber: TulusWarsito& Wahyuni Kartikasari, Diplomasi Kebudayaan, Yogyakarta: Ombak,
2007.
Keterangan:
Diplomasi kebudayaan dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah, dan sasaran utamanya adalah masyarakat suatu negara bukan semata-mata langsung kepada pemerintah dengan tujuan kepentingan nasional.28
Diplomasi kebudayaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu diplomasi
kebudayaan makro dan diplomasi kebudayaan mikro.29 Diplomasi kebudayaan
makro, menurut pengertian umum adalah segala hasil dan upaya budidaya
manusia terhadap lingkungan dapat diartikan kebudayaan sebagai keseluruhan
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat
yang kemudian dapat dipelajari untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya
melalui dimensi kebudayaan.30 Sedangkan diplomasi kebudayaan mikro
merupakan hasil dari diplomasi kebudayaan makro, berupa pendidikan, ilmu
pengetahuan, olahraga dan kesenian.
Diplomasi kebudayaan, dapat dipakai oleh semua masyarakat resmi atau
tidak resmi, melalui pemerintah atau pun non pemerintah terhadap negara yang
dituju.31 Melalui sarana yang relatif mudah dan efektif dalam menciptakan opini
masyarakat dunia terhadap kepentingan nasional, seperti melalui propaganda yang
merupakan penyebaran informasi baik mengenai kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, maupun nilai-nilai sosial suatu bangsa kepada bangsa lain.
Ada beberapa konsep dalam diplomasi kebudayaan yang terdapat dalam
tabel sebagai berikut, diantaranya:
Tabel I.1
Hubungan antara Situasi, Bentuk, Tujuan, dan Sarana Diplomasi Kebudayaan32
SITUASI BENTUK TUJUAN SARANA
DAMAI
Sumber: Tulus Warsito & Wahyuni Kartikasari, Diplomasi Kebudayaan, Yogyakarta: Ombak, 2007.
Keterangan:
- Semakin negatif hubungan antara dua (atau lebih) negara-negara, maka akan semakin banyak intensif bentuk diplomasi kebudayaan yang dipakai.
- Dalam pengertian konvensional, diplomasi kebudayaan dilakukan pasca -perang dengan damai.
Salah satu bentuk diplomasi kebudayaan adalah eksebisi atau pameran
dapat dilakukan untuk menampilkan konsep-konsep atau karya kesenian, ilmu
pengetahuan, teknologi maupun nilai-nilai sosial atau ideologi dari suatu bangsa.
Eksebisionistik adalah bahwa setiap negara dianggap mempunyai keinginan untuk
32
memamerkan keunggulan yang dimilikinya, sehingga mempunyai citra bangsa
yang bernilai. Eksebisi dapat dilakukan di luar negeri maupun di dalam negeri.
Melalui pameran, dapat memperoleh pengakuan yang kemudian dikaitkan dengan
kepentingan nasional, baik melalui perdagangan maupun pameran kebudayaan.33
Selain eksebisi, bentuk dari diplomasi kebudayaan adalah kompetisi yang
merupakan perlombaan dalam arti positif, seperti pertandingan dalam suatu
cabang olah raga.
Diplomasi kebudayaan dalam bentuk pertukaran pelajar merupakan salah
satu jenis hasil dari negosiasi yang telah dilakukan. Pertukaran pelajar ini,
mencakup masalah kerjasama beasiswa antar-negara. Hal ini memberikan
gambaran bahwa negara-negara yang bersangkutan mempunyai kepentingan
timbal-balik dalam aspek kebudayaan, khususnya dibidang pendidikan. Dalam
hubungannya antara nagara maju dengan negara sedang berkembang, dikenal
adanya “expert-export”. Expert adalah negara penerima, sedangkan export adalah
negara pengirim. Export merupakan pakar atau ahli yang dikirim melalui
lembaga-lembaga pendidikan tinggi di negara. Selama belajar di negeri tuan
rumah, calon expert diharapkan mempelajari disiplin ilmu yang ditekuninya dan
dapat memberikan informasi sosial, ekonomi, serta politik pada masyarakat di
negara asalnya.34
Menurut Martin Wight, diplomasi kebudayaan dibagi menjadi tiga
bagian.35 Pertama, setelah Perang Dingin, adanya peraturan pola kekuasaan
internasional terbagi oleh dua negara yang berkuasa, yaitu Amerika Serikat dan
33
Ibid, h. 21.
34
Ibid, h. 59.
35
Uni Soviet. adanya kekuatan besar di antara negara yang kecil yang memiliki
kekuasaan di bidang politik. Ke dua, suatu bangsa harus membangun
pertumbuhan jaringan keamanan di seluruh dunia untuk tujuan ilmiah, pendidikan,
dan teknologi. Ke tiga, diplomasi kebudayaan dapat dijadikan kekuatan utama
dalam membentuk suatu sistem internasional yang baru dan subsistem regional.
Beberapa tujuan dari diplomasi kebudayaan yaitu:36 pertama tujuan
diplomasi kebudayaan lebih luas dari pada pertukaran kebudayaan, hal tersebut
mencakup mengirim utusan ke luar negeri untuk memperkenalkan kebudayaan
satu negara ke negara lain. Seperti yang digambarkan oleh The Marshall Plan37
pada Winston Churchil, yaitu tindakan suatu bangsa yang tidak menggunakan
kekerasan merupakan bentuk dari diplomasi kebudayaan. Ke dua, tujuan
diplomasi kebudayaan adalah membangun pengetahuan baru dan kepekaan
terhadap negara lain untuk mewujudkan hubungan yang lebih baik antara
masyarakat dengan bangsanya. Ke tiga, diplomasi kebudayaan adalah untuk
mempengaruhi pendapat umum (masyarakat negara lain) guna mendukung suatu
kebijakan luar negeri tertentu. Biasanya, terjadi dalam hubungan diplomasi
kebudayaan antara masyarakat dengan masyarakat lain. Diplomasi Kebudayaan
dilakukan sebagai upaya untuk mencapai kepentingan bangsa dalam memahami,
menginformasikan, dan mempengaruhi atau membangun citra bangsa melalui
kebudayaan. Sebenarnya, tindakan yang paling efektif untuk memulihkan citra
bangsa dengan cara mengubah realitas. Dengan dilakukannya diplomasi
kebudayaan tersebut, dapat meningkatkan aspiriasi dan pemahaman untuk
36
Ibid, h. 406.
37
peningkatan citra positif, membangun saling pengertian serta memperbaiki citra
bangsa.38 Menyangkut politik luar negeri dan kepentingan nasional.
Politik luar negeri setiap negara yang memiliki hubungan dengan negara lain harus memisahkan politik dalam negerinya dengan politik luar negeri, definisi
dari politik luar negeri adalah kepentingan suatu negara terhadap negara lain.
Menurut Gibson dalam bukunya the Road to Foreign Policy politik luar negeri
adalah rencana komprehensif yang dibentuk baik didasarkan pada pengetahuan
dan pengalaman, untuk menjalankan bisnis pemerintahan dengan negara lain dan
politik luar negeri ditunjukan pada peningkatan dan perlindungan kepentingan
bangsa.39
Politik luar negeri dalam aspek yang dinamis adalah sebuah sistem
tindakan suatu pemerintahan terhadap negara lain, termasuk dalam jumlah
keseluruhan hubungan luar negeri suatu bangsa, bentuk, dan tujuan
kepentingannya. Diplomasi dan politik luar negeri menurut J. R Childs adalah
substansi hubungan luar negeri suatu negara, sedangkan diplomasi adalah proses
kebijakan yang dilaksanakan, artinya politik luar negeri mengambil keputusan
mengenai hubungan luar negeri sedangkan diplomasi sebagai pelaksana.40 Politik
luar negeri suatu bangsa ditunjukan untuk memajukan dan melindungi
kepentingan negara, begitupun dengan diplomasi yang mempunyai kepentingan
dan fungsinya sama.
Potilik luar negeri Jepang sesudah Perang Dunia II lebih mengarah pada
cinta damai, hal ini didasarkan pada perekonomiannya yang tergantung pada
impor sumber daya alam dan ekspor barang kemudian dapat menjamin jalur lalu
38
Tulus Warsito & Wahyuni Kartikasari, Diplomasi Kebudayaan, h. 4.
39
SL, Roy, Diplomacy, h. 31.
40
lintas perdagangan agar tidak terganggu.41 Karena jalur perdagangan yang aman
dapat menjamin dan memelihara hubungan damai dengan semua negara di dunia.
Kepentingan Nasional (national interest) adalah suatu konsep analisa hubungan luar negeri, sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku hubungan luar
negeri suatu negara.42 Konsep kepentingan nasional menjelaskan bahwa demi
kelangsungan hidup suatu negara maka negara harus memenuhi kebutuhan
negaranya yaitu mencapai kepentingan nasional. Tercapainya kepentingan
nasional negara akan berjalan dengan stabil, baik dari segi politik, ekonomi,
sosial, maupun pertahanan keamanan dan negara akan tetap mendapatkan
kelangsungan hidup (survival).43
Kepentingan menurut K.J. Holsti merupakan konsep untuk menentukan
masa depan suatu negara melalui para pembuat keputusan dalam merumuskan
kebijakan luar negeri.44 Sementara menurut Hans J. Morgenthau, kepentingan
nasional setiap negara adalah mengejar kekuasaan untuk mendapatkan pertahanan
suatu negara di atas negara lain.45 Demikian halnya dengan Jepang yang telah
memberikan bantuan keuangan kepada Indonesia karena kepentingan nasionalnya,
yaitu menjamin kelancaran pasokan bahan dasar untuk industrinya. Hal serupa
dengan the Japan Foundation yang dapat dilihat dari berbagai jenis program yang
dijalankannya semata-mata tidak hanya ingin mengenalkan budaya Jepang saja,
didalamnya juga terdapat unsur kepentingan nasional, diplomasi, politik luar
negeri dan pencitraan baik setelah terjadinya konflik Malari 1974. Seperti yang
Jackson Robet and Sorensen Georg, Pengantar studi hubungan Internasional, pustaka pelajar, Yogyakarta, 2005, h. 88.
44
K.J. Holsti, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987, h. 206.
45
dikatakan oleh Hans J. Morgentau strategi diplomasi harus didasarkan pada
kepentingan nasional, ia juga mengatakan bahwa kepentingan nasional adalah
setiap negara mengejar kekuasaan yaitu dapat membentuk pengendalian diri dan
mempertahankan suatu negara dari negara lain.46
Dari definisi dan tujuan diplomasi, diplomasi kebudayaan, politik luar
negeri dan kepentingan nasional di atas dapat dilihat pada negara Jepang. Jepang
yang telah melakukan diplomasi kebudayaan pada negara-negara lain melalui the
Japan Foundation karena Jepang sebagai negara maju dengan perekonomiannya
yang begitu besar, maka Jepang dianggap telah mendominasi perekonomian
negara-negara yang sedang berkembang untuk kepentingan nasionalnya, sehingga
menimbulkan rasa kurang suka terhadap Jepang. Untuk itu Jepang melakukan
diplomasi sebagai cara membangun citra bangsanya, disamping itu Jepang ingin
budayanya diakui oleh seluruh masyarakat di dunia, salah satunya dengan
melakukan diplomasi kebudayaan melalui lembaga the Japan Foundation.
E. Metoda Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu suatu cara untuk membuat
gambaran dan situasi yang menjadi bagian permasalahan yang akan diteliti.47
Jenis penelitian ini menggunakan metoda analisis kualitatif.48 Penelitian tersebut
didukung dengan berbagai sumber seperti buku, jurnal, majalah, dan internet.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan narasumber
46Mas’oed,
Ilmu Hubungan Internasional, h. 140.
47
John W Creswell, Qualitative and Quantitative Approach, (California: Sage Publication), 1994, h. 148.
48
pada The Japan Foundation Indonesia yang dapat dipercaya sebagai sumber
utama dan menggali informasi yang akan menyempurnakan skipsi ini.49
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang ingin dibahas oleh penulis dalam skripsi ini,
dibagi dalam lima bab, dengan perincian sebagai berikut:
BAB IPendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kerangka Pemikiran
E. Metoda Penelitian
F. Sistematika Penulisan
BAB II Pasang Surut Hubungan Jepang-Indonesia
A. Hubungan Jepang-Indonesia
a. Masa Penjajahan Jepang di Indonesia
b. Hubungan Jepang-Indonesia pada Masa Orde Lama
c. Hubungan Jepang-Indonesia pada Masa Orde Baru
BAB III Peristiwa Malari dan Terbentuknya The Japan Foundation Indonesia
A. Krisis Politik dan Ekonomi Asia Tenggara
B. Peristiwa Malari Tahun 1974
C. Tujuan Jepang dan Terbentuknya The Japan Foundation
49
BAB IV Diplomasi Kebudayaan Jepang di Indonesia Melalui The Japan Foundation
A. Peran The Japan Foundation di Indonesia
B. Program-Program The Japan Foundation Indonesia
C. Perkembangan The Japan Foundation di Indonesia 2003-2011
BAB V
BAB II
Pasang Surut Hubungan Jepang-Indonesia
A. Hubungan Jepang-Indonesia
Dalam bab II skripsi ini, penulis akan membahas mengenai pasang surut
hubungan Jepang-Indonesia pada masa penjajahan, masa Orde lama, dan masa
Orde baru. Penjelasan tersebut disajikan untuk memberi gambaran kepada
pembaca mengenai perkembangan hubungan Jepang dan Indonesia dalam bidang
ekonomi, politik, dan sosial budaya.
Munculnya Jepang sebagai kekuatan ekonomi dunia pada tahun 1970-an,
mempunyai arti yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia pada era
pembangunan seperti yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Hubungan
Jepang-Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang, baik pada masa
sebelum Indonesia merdeka maupun setelah merdeka. Meskipun demikian, untuk
menekankan perkembangan hubungan Jepang-Indonesia.
A. 1. Masa Penjajahan Jepang di Indonesia
Masa pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942-1945, tujuan Jepang
menyerang dan menduduki Hndia-Belanda (Indonesia) adalah untuk menguasai
sumber-sumber alam, terutama minyak bumi guna mendukung potensi perang
Jepang serta mendukung industrinya. Pulau Jawa dirancang sebagai pusat
penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan di Sumatera
sebagai sumber minyak utama.50
50
Kebijakan Jepang ternyata tidak berjalan lama, Jenderal Imamura mengubah
semua kebijakannya yang kemudian kegiatan politik dilarang dan semua
organisasi politik yang ada dibubarkan. Sebagai gantinya Jepang membentuk
organisasi-organisasi baru bertujuan untuk kepentingan Jepang itu sendiri.
Organisasi-organisasi yang didirikan Jepang antara lain, Gerakan Tiga A adalah
Gerakan Tiga A dibentuk pada bulan Maret 1942. Gerakan Tiga A terdiri dari
Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia.
Tujuan gerakan ini adalah untuk menghimpun potensi bangsa guna kemakmuran
bersama. Putera, bertujuan untuk memusatkan segala potensi masyarakat
Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya. Putera lebih bermanfaat bagi
bangsa Indonesia dari pada bagi Jepang. Putera lebih mengarahkan perhatian
rakyat kepada kemerdekaan dari pada kepada usaha perang pihak Jepang. Oleh
karena itu kemudian Jepang membentuk Jawa Hokokai (Himpunan Kebangkitan
Jawa) pada bulan Maret 1944 Hokokai dinyatakan sebagai organisasi resmi
pemerintah sehingga kepemimpinan langsung dipegang oleh Gunseikan.
Himpunan ini mempunyai tiga dasar yaitu mengorbankan diri, mempertebal
persaudaraan, dan melaksanakan kegiatan dengan bukti yang nyata.
Jawa Hokokai mempunyai tugas antara lain mengerahkan rakyat untuk
mengumpulkan padi, besi tua, pajak, dan menanam jarak sebagai bahan baku
pelumas untuk Jepang. Pada tanggal 5 September 1943 membentuk Cuo Sangi In
(Badan Pertimbangan) atas anjuran Perdana Menteri Hideki Tojo. Ketua Cuo
pemerintah serta menjawab pertanyaan pemerintah mengenai tindakan yang perlu
dilakukan oleh pemerintah militer.51
Dampak negatif kependudukan Jepang di antaranya,
- Ekonomi Sama dengan negara imperialis yang lain Jepang datang dengan
masalah ekonomi yaitu untuk mencari daerah sebagai penghasil bahan mentah
dan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industrinya dan mencari
pemasaran untuk hasil-hasil industrinya.
- Aktivitas ekonomi zaman Jepang sepenuhnya di pegang oleh Jepang.
Politik atau pemerintahan Meskipun ada organisasi politik yang masih terus
berjuang menentang Jepang.
- Organisasi politik di Indonesia tidak berkembang bahkan dihapuskan oleh
Jepang
- Didirikan/dibentuknya berbagai organisasi Jepang
- Kehidupan politik rakyat diatur oleh pemerintah Jepang
- Rakyat kerja paksa yang disebut dengan kerja Romusha. Dari kerja paksa
tersebut menyebabkan jatuh banyak korban akibat kelaparan dan terkena
penyakit.
- Banyak wanita Indonesia yang dijadikan wanita penghibur “Jugun Ianfu” pada
masa itu.
Dampak positif kependudukan Jepang di antaranya,
- Jepang memperkenalkan sistem Tonorigumi (Rukun Tetangga/RT) yang
tergabung dalam Ku (desa)
51
- Bangsa Indonesia mengalami berbagai pembaharuan akibat pendidikkan Jepang
yang menumbuhkan kesadaran dan keyakinan yang tinggi akan harga dirinya.
- Orang-orang Indonesia mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang
lebih penting dari sebelumnya yang hanya dipegang oleh orang Belanda, dengan
masih dalam pengawasan Jepang.
- Bangsa Indonesia diberi kesempatan untuk sekolah di sekolah yang dibangun
pemerintah
- Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar pada sekolah-sekolah
- Para pemuda Indonesia diberi pendidikan militer melalui organisasi PETA
(Pembela Tanah Air).
A. 2. Hubungan Jepang-Indonesia Masa Orde Lama
Masa Kabinet Natsir pada tahun 1945-1947 di Indonesia adanya program
yang dinamakan Program Benteng, ini merupakan bagian integral dari RUP.
Program Benteng adalah salah satu upaya untuk membentuk suatu kelas
menengah nasional dengan jalan membatasi alokasi impor, gagasan utama
program Benteng ini adalah untuk mendorong para importir nasional agar mampu
bersaing dengan perusahaaan-perusahaan asing. Program ini juga memberikan
bantuan dalam bentuk keuangan kepada indonesia memiliki modal besar untuk
mengimpor.52
Setelah pelaksanaan Program Benteng, sistem perekonomian diarahkan
pada Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama antara tahun
1955/1956-1960/1961, yang kemudian menjadi Rencana Nasional pada kabinet Ali
Sastroamidjyo tahun 1956. Tujuan utama dari Rencana Lima Tahun adalah untuk
52
mendorong industri dan pembangunan perusahaan-perusahaan pelayanan umum,
dan jasa dalam sektor publik yang diharapkan akan merangsang penanaman
modal sektor swasta.53 Pola perdagangan sebelum dan sesudah perang,
menunjukkan Jepang lebih menguntungkan dari pada Asia selama periode perang
antara 48%-68% dari ekspor dan 41%-43% dari impornya, dibandingkan selama
periode setelah perang antara 28%-52% dari ekspor dan 26%-37% dari impor
Jepang.54 Dari semua negara Asia, Indonesia merupakan negara yang paling
menarik perhatian bagi Jepang karena kekayaan alam dan letak geografisnya yang
begitu stategis untuk jalannya perdagangan Jepang.55 Diplomasi Jepang setelah
Perang Dunia II adalah meningkatkan kerjasama ekonomi, politik, dan
kebudayaan.
Nobukuse Kishi adalah seorang perdana menteri yang pertama
mengunjungi Asia Tenggara pada tahun 1957, telah menyusun tiga prinsip
kebijakan luar negeri Jepang, yaitu kerjasama dengan dunia bebas, mendukung
Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi pemelihara perdamaian, dan
melindungi kepentingan Asia dengan menekankan bahwa “Jepang adalah
masyarakat Asia”.56
Pada kunjungan tersebut, Kishi membawa proposal mengenai
dana untuk pengembangan Asia dengan Jepang, namun rencana ini tidak pernah
terwujud karena hampir semua negara di Asia mencurigai dana tersebut akan
digunakan kepentingan Jepang sendiri untuk menguasai perekonomian Asia.
Meskipun demikian, secara bertahap Jepang menjalin hubungan dengan Indonesia
53
Ibid, h. 39.
54
Masashi Nishisara, Soekarno, Ratna Sari Dewi dan Pampasan Perang: Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993, h. 12.
55
LEKNAS LIPI, Sekitar Kerjasama Ekonomi dan Ilmiah, Jakarta, 1974, h. 17.
56
menggunakan berbagai cara yang dianggap dapat menguntungkan kedua belah
pihak, salah satunya dengan bantuan ekonomi.
Bantuan ekonomi yang diberikan Jepang mengalami perubahan pada
pertengahan tahun 1950-1965, bantuan ekonomi diberikan dalam bentuk
pembayaran rugi perang kepada Indonesia yang pernah di jajah oleh Jepang pada
Perang Dunia II. Kebijakan bantuan ekonomi Jepang difokuskan pada
kepentingan nasional Jepang, dan dalam kerjasama ekonomi dapat
mempromosikan ekspor untuk penanaman investasinya di luar negeri.57 Bantuan
ekonomi Jepang pada masa sebelum Orde Baru selain bertujuan untuk
mempererat hubungan diplomatik, kerjasama ekonomi juga sebagai pembayaran
pampasan perang. Pembayaran pampasan perang sedikitnya telah menimbulkan
beban bagi Jepang namun menguntungkan perkembangan industrinya karena
pembayaran pampasan perang dalam bentuk jasa, barang modal, yang pada
kenyataannya memaksa Indonesia untuk menggunakan produk-produk Jepang.
Pembayaran dua puluh juta dollar AS pertahun merupakan 30% dari keseluruhan
ekspor Jepang ke Indonesia, pada masa pembayaran pampasan ini, ekspor barang
Jepang telah mendominasi produk Indonesia.
Hubungan diplomatik Jepang dengan Indonesia dimulai sejak tahun 1958
belum intensif, oleh karena politik luar negeri Indonesia cenderung
anti-kolonialisme/imperialisme. Sebagai negara yang pernah dijajah Jepang, Indonesia
selalu waspada terhadap bantuan ekonomi yang diberikan Jepang, pampasan
perang sendiri sebenarnya merupakan hak bagi Indonesia yang harus dibayar
untuk pembangunan nasionalnya.
57
B. 3. Hubungan Jepang Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru muncul, usaha pembangunan ekonomi sangat
memegang peranan dalam setiap pengambilan keputusan dan politik luar negeri.
Arti dari pembangunan ekonomi adalah untuk menaikkan pendapatan perkapita
dan menaikkan produksi perkapita dengan menambah modal dan kemampuan.58
Politik luar negeri adalah salah satu peranan yang sangat besar sebagai
pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia, terutama dalam menjalin
hubungan yang lebih baik dengan negara-negara industri. Salah satu misi politik
luar negeri Indonesia yaitu untuk pembangunan ekonominya sebagai penarik
modal asing agar dapat menanamkan modalnya di Indonesia serta memperluas
pemasaran hasil dari produksinya ke luar negeri, sesuai dengan kebijakan
ekonomi Indonesia yang mengarah pada dukungan para kreditor, yaitu negara
Barat dan Jepang.59
Hubungan bilateral Jepang-Indonesia, khususnya dalam kerjasama
ekonomi pada awal pemerintahan Orde Baru telah meningkat, hal ini dapat dilihat
bahwa Indonesia telah berhasil mengembangkan perkapita dan menaikan produksi
perkapitanya dengan modal dan kemampuan. Di lain pihak, Jepang sebagai
negara industri yang maju pun membutuhkan tempat pemasaran dari hasil
produksinya, jadi hubungan ekonomi kedua negara adalah saling meningkatkan
kesejahteraan anggota masyarakat di masing-masing negaranya tersebut.
Kebijakan pemerintah Orde Baru telah melaksanakan politik pintu terbuka yang
artinya bebas membuka hubungan ekonomi dengan negara lain, melalui Peraturan
58
Sumitro Djojohadikusumo, Ekonomi Pembangunan, Jakarta: PT. Pembangunan, 1995, h. 39.
59 Mochtar Mas’oed,
Penanaman Modal Asing tahun 1967. Kemudian memberikan peluang bagi
Jepang untuk melakukan investasi dalam bidang infastruktur dan industri
manufaktur, seperti jalan, jembatan, listrik, untuk mendorong sektor swasta agar
menginvestasikan industri-industri manufaktur.60 Bantuan ekonomi Jepang
memiliki peranan yang penting dalam memperlancar masuknya investasi sektor
swasta, salah satu contoh proyek Jepang yang besar yaitu bekerjasama dengan
sektor swasta adalah proyek Asahan.
Indonesia sebagai negara yang sedang malaksanakan pembangunan,
banyak memanfaatkan hubungan bilateral, untuk menunjang pembangunan
ekonominya. Tindakan ini diambil pemerintah karena menyadari akan
kekurangannya terutama dalam masalah pendanaan. Karena perekonomian
sebelum Orde Baru mengalami perkembangan yang kurang baik, hal ini dapat
terlihat dari pertumbuhan ekonomi lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
penduduknya yang mengakibatkan pendapatan perkapita dan kesejahteraan rakyat
secara keseluruhan sangat rendah. Untuk mengejar ketinggalan dari
negara-negara yang sedang berkembang, maka pemerintah meningkatkan hubungan
ekonomi yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi bangsa secara
keseluruhan, kemudian pemerintah Indonesia berusaha menarik negara-negara
asing untuk menanamkan modalnya melalui sebuah keputusan yang telah
disepakati. Kemudian ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru mengalami
peningkatan, ini adalah sebagian dari dampak positif masuknya modal asing,
hubungan Jepang-Indonesia dalam bidang ekonomi merupakan salah satu faktor
kemajuan pembangunan ekonomi Indonesia.
60
Dampak negatif dari bantuan asing yaitu ekonomi telah didominasi oleh pasar
luar negeri seperti Jepang, kemudian pada 15 Januari 1974, muncul gejala
anti-Jepang yang dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mahasiswa terhadap dominasi
modal asing dan anti modal asing. Konflik ini tidak hanya terjadi di Indonesia
melainkan di negara-negara Asia Tenggara yaitu Thailand, Filipina, dan Malaysia.
Kemudian Jepang mencoba menjalin hubungan yang lebih baik dengan Asia
Tenggara upaya memperbaiki citra Jepang terhadap nagara-negara di Asia
Tenggara.61 Bagi Jepang mempertahankan hubungan dengan Asia Tenggara,
khususnya Indonesia sangat penting karena Indonesia memiliki ideologi non
komunis bersistem ekonomi terbuka dan mempunyai kemauan untuk
meningkatkan hubungan Indonesia dengan Jepang. Mengingat Jepang dengan
Indonesia saling membutuhkan, maka pada tahun 1977 Perdana Menteri Takeo
Fukuda mengeluarkan Doktrin Fukuda. Isi dari Doktrin Fukuda terhadap kawasan
Asia Tenggara (khususnya kepada ASEAN) yaitu,62
1. Jepang sebagai negara yang terikat pada perdagangan menolak peranan
sebagai kekuatan militer dan atas dasar itu bertekad bulat akan
memberikan andil bagi perdamaian dan kemakmuran di kawasan Asia
Tenggara serta masyarakat dunia.
2. Jepang sebagai teman sejati negara-negara Asia Tenggara akan berusaha
sebaik-baiknya untuk memperoleh hubungan saling percaya, yang
didasarkan pada pengertian dari hati kehati dengan negara-negara Asia
61
Bambang, Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 184-185.
62
Tenggara, khususnya ASEAN dan dengan berbagai bidang yang luas yang
tidak hanya mencakup area politik ekonomi tetapi juga sosial.
3. Jepang akan menjadi mitra sama derajat dengan ASEAN dan
negara-negara anggotanya, akan bekerjasama secara positif dalam usaha-usaha
mereka sendiri untuk memperkuat solidaritas dan ketahanan mereka
bersama-sama dengan bangsaa lain yang berjiwa sama di luar kawasan,
sementara membina tujuan menunjang hubungan yang didasarkan atas
saling pengertian dengan bangsa-bangsa Indonesia. Dengan demikian
akan memberikan andil bagi perdamaian dan kemakmuran di kawasan
Asia Tenggara.
Dari pernyataan doktrin tersebut, dapat dikemukakan bahwa usaha Jepang
untuk meningkatkan perdamaian dan kemakmuran tanpa mempergunakan peranan
militer benar-benar merupakan sikap yang baik. Di samping itu Jepang tidak
ingin dipandang sebagai negara militer yang berambisi perang, namun Jepang
lebih senang jika disebut sebagai kekuatan ekonomi dunia yang akan
mensejahterakan masyarakat di dunia.
Doktrin Fukuda kemudian diterapkan dalam Japan ASEAN Joint
Statement yaitu,63
1. Jepang bersedia membantu keuangan kelima proyek ASEAN sebesar 1
milyar US $ (akan diberikan setelah kelayakan studi disetujui) dan
diberikan berdasarkan syarat lunak dan bertahap sesuai kondisi dan
kebutuhan masing-masing.
63
2. Jepang akan mempertimbangkan program stabilitas penghasil ekspor
negara-negara ASEAN Staber (Stabilization exsport earing) yang akan
mencakup dana ratusan dollar Amerika Serikat.
3. Kerjasama bilateral antara Jepang dengan setiap negara-negara ASEAN
tidak akan terpengaruh oleh keputusan Jepang diatas.
4. Secara teknis Jepang bersedia membantu penyelesaian projek bersama
ASEAN.
5. Perdagangan antara Jepang dengan ASEAN harus terus diperluas demi
keuntungan kedua belah pihak.
6. Jepang akan bekerjasama dengan negara-negara ASEAN untuk
memperbaiki masuknya produk-produk ke pasar Jepang, baik berupa
barang-barang ekspor jadi maupun barang setengah jadi.
7. Dalam konteks perundingan multilateral (MTN) Multilateral Trade and
Tarif Negotiation, Jepang bersedia menanggapi usaha-usaha ASEAN untuk
meningkatkat ekspor melalui berbagai cara termasuk mempelajari lebih
lanjut permintaan ASEAN yang mendesak agar perdagangan bersifat tarif
maupun non tarif dihapuskan.
8. Jepang bersedia memperbaiki sistem preferensi umum (GSP) General
Scheme of Preference, serta memasukkan persetujuan ASEAN mengenai
peraturan-peraturan asal barang yang kumulatif (CRO) Cumulative Rales of
Origin kedalam preferensi umum/GSP Jepang.
9. Jepang bersedia menggalakanekspor ASEAN.
10.ASEAN tetap menghendaki agar penanaman modal swasta Jepang
Japan ASEAN Statement merupakan upaya meningkatkan hubungan secara
bilateral dalam kerangka penerapan Doktrin Fukuda terhadap Indonesia, untuk
meningkatkan hubungan kedua belah pihak antara Jepang-Indonesia dalam segala
bidang. Peningkatan hubungan tersebut tertulis dalam “Joint message
Soeharto-Fukuda” yaitu,64
1. Membantu stabilitas dan perdamaian di Asia dan dunia lainnya sesuai
dengan semangat kerjasama dan solidaritas.
2. Kerjasama yang erat di segala bidang.
3. Kerjasama yang luas di bidang ekonomi, sosial budaya, akademi untuk
mencapai “heart to heart contact” yang harus ditingkatkan dalam segala
bidang.
4. Saling mempercayai dan equal partnership.
Dari pernyataan diatas, dapat dikemukakan bahwa hubungan
Jepang-Indonesia memberikan pengaruh yang cukup besar bagi perekonomian Jepang-Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya produk-produk Jepang yang dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia, ini dapat memperoleh keuntungan bagi Indonesia sendiri
karena dapat memenuhi kebutuhan barang-barang yang dibutuhkan, namun telah
menyebabkan pula ketergantungan Indonesia terhadap modal asing. Maka dapat
dilihat dari uraian diatas hubungan Jepang-Indonesia dari masa Orde Lama
sampai Orde Baru mengalami kemajuan, karena pada masa Orde Lama hubungan
Jepang-Indonesia belum begitu intensif dikarenakan kebijakan luar negerinya
lebih menekankan pada kekuatan mandiri dan rasa nasionalisme yang tinggi saja
dan rasa saling mencurugai satu sama lain. Sedangkan pada masa Orde Baru
64
lebih menekankan pada pembangunan ekonominya sehingga membutuhkan dana
yang besar untuk itu Indonesia menjalin hubungan dengan Jepang. Meskipun
Jepang memberikan bantuan untuk menstabilkan perekonomian Indonesia,
disamping itu Jepang mempunyai kepentingan nasionalnya yaitu agar Indonesia
BAB III
Peristiwa Malari dan Terbentuknya The Japan Foudation Indonesia
A. Krisis Politik dan Ekonomi Asia Tenggara
Pada tahun 1970 Jepang bangkit menjadi kekuatan ekonomi kedua di
dunia menyusul Amerika Serikat, kebangkitan ini terjadi skarena ekspor impor
yang dilakukan terhadap negara-negara menjadikan industrinya meningkat,
Jepang sangat tergantung pada Asia Tenggara khususnya pada wilayah ASEAN.
ASEAN merupakan partner dagang penting bagi Jepang, 30% ekspor ASEAN
yang dikirim ke Jepang termasuk seluruh ekspor LNG (gas alam cair), dan 25%
impor ASEAN dari Jepang.65
Pada awal tahun 1974 terjadi peristiwa anti-Jepang di Thailand, Malaysia,
Vietnam, Filipina, dan Indonesia selama kunjungan Perdana Menteri Tanaka
kelima negara ASEAN (Perhimpunan negara-negara Asia Tenggara). Pada saat
itu nama-nama perusahaan Jepang telah bermunculan menguasai Indonesia,
Thailand, Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Perusahaan tersebut telah berkuasa
dan menggali sumber-sumber alam yang tidak dapat diganti oleh Jepang, berawal
dari janji dan ingin membantu perekonomian Asia Tenggara secara tidak langsung
telah menyusahkan rakyat di kawasan ini.66
Globalisasi telah menyatukan ekonomi nasional, terutama sektor keuangan
dalam sebuah unit tunggal yang beroperasi secara global.67 Pengaruh investasi
dan industri Jepang di Asia Tenggara khususnya Indonesia telah mengakibatkan
Jepang menjadi negara maju dan membantu perekonomian Jepang, sehingga
65
Robert A, Scalapino & Jusuf Wanandi, Asia Tenggara dalam Tahun 1980-an, Jakarta: Yayasan Proklamasi, Center for Strategic and International Studies, 1985, h. 76.
66
Mochtar Lubis,Kekuatan yang Membisu: Kepribadian dan Peranan Jepang, h. 63.
67