• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Kusta di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Kusta di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan tahun 2009"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT KUSTA PULAU SICANANG

MEDAN BELAWAN TAHUN 2009

Oleh :

TITI DEWI MANURUNG 070100111

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT KUSTA PULAU SICANANG

MEDAN BELAWAN TAHUN 2009

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

TITI DEWI MANURUNG 070100111

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Karakteristik Penderita Kusta di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan tahun 2009

Nama : Titi Dewi Manurung NIM : 0701000111

Pembimbing Penguji I

(dr.Ramona Dumasari Lubis, Sp.KK) (dr. Yunilda Andriyani, MKT)

Penguji II

(4)

ABSTRAK

Latar Belakang: Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya ialah Mycobacterium Leprae yang intraselular obligat. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Karakteristik Penderita Kusta di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang tahun 2009.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif yang di lakukan dengan menggunakan rekam medis dari Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan. Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan tehnik total sampling. Responden dalam penelitian ini berjumlah 63 orang.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 30.2 % pasien kusta berada pada kelompok Umur 31-41 tahun, 69.8 % responden berjenis kelamin Laki-laki, 82.5 % responden beragama Islam, 66.7 % responden adalah etnis Aceh, 61.9% responden berasal dari Aceh dan 95.2 % adalah tipe Paubasiller.

Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah kusta banyak di derita pada Umur 31-40 tahun, paling banyak pada jenis kelamin Laki-laki, mayoritas agama Islam, mayoritas etnis Aceh, berasal dari Aceh dan tipe kusta yang terbanyak adalah tipe Pausibasiller (PB).

(5)

ABSTRACT

Introduction : Leprosy is a chronic infectious disease caused by

mycobacterium leprae that is obligat intracellular. Leprosy is one of the disease that caused a complex problem. The problem only in Medical ascept but also in social, economy, culture, national safety. The aim of this to know of characteristic of the leprosy patient that had health care in leprosy hospital Sicanang Island Medan below from January up to December 2009.

Methode: this is a descriptive study. This is done by using medical record

from medical record installation in leprosy hospital sicanang island medan belawan. The way of taking the sample was used total sampling technique. The responden of this research was 63 people.

Result: this study show that 40.2% leprosy patients were in the group of

31-40 years old, 69.8% were Men, 82.5% were Moslem, 66.7% were Aceh ethnic and 61.9% from Aceh and 95.2% is Pausibasiler type.

Conclusion: most of these patients were in 31-40 years old, most of them

were Men, the most religion was Moslem, the most ethnic was Aceh, they were from Aceh, the most type of leprosy was pausibasiler type.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul ”Karakteristik Penderita Kusta di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan tahun 2009”.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH selanku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ramona Dumasari Lubis Sp.KK selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.

3. Dr. Elmeida Effendi, Sp.Kj dan Dr.Yunilda Andriani,MKT. selaku dosen penguji Karya Tulis Ilmiah yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan dan saran kepada penulis.

4. Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas (IKK) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan.

6. Kedua Orang tua tercinta, Bapak B. Manurung dan Ibu N. Sianturi yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan KTI serta telah membesarkan, merawat, dan mendidik penulis dengan kasih sayang tulus tanpa mengenal lelah.

(7)

8. Vikson Gultom yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis.

9. Teman-teman penulis: I. Paulina Siahaan, Citra Vitriana, Trifenna Tarigan, Elfirayani saragih, Novrita Silalahi, Dini Arini H, Mega Sari Dewi, Ummi Dian Syafitri dan teman-teman satu dosen pembimbing KTI : Ira Nola Lingga, Eirene Simbolon, Ester Sibuea, dan teman-teman mahasiswa stambuk 2007 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

10. Adik dan Teman- teman kost penulis.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan yang membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Akhir kata, penulis berharap semoga kelak karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan pembaca sekalian.

Medan, 15 Desember 2010

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan……… i

Abstrak ……….. ii

Daftar Lampiran……… xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……….. 1

1.2. Rumusan Masalah………. 3

1.3. Tujuan Penelitian………... 3

1.3.1. Tujuan Umum………. 3

1.3.2. Tujuan Khusus……….... 3

1.4. Manfaat Penelitian………. 4

(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep………. 13

3.2. Definisi Operasional………. 13

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian………... 16

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian………. 16

4.2.1. Waktu Penelitian ……….. 16

4.2.2. Tempat Penelitian ………... 16

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian……… 16

4.3.1 Populasi ……… 16

4.3.2. Sampel Penelitian ……….. 16

4.4. Tehnik Pengumpulan Data………... 17

4.5. Pengolahan dan Analisis Data Data……….. 17

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian……….. 18

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 18

5.1.2. Karakteristik Individu………... 19

5.2. Pembahasan……… 22

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan……… 24

6.2. Saran……….. 25

DAFTAR PUSTAKA……… 26

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Zona Spektrum Kusta menurut Macam Klasifikasinya 8

2.2. Gambaran Klinis Kusta Menurut WHO 9

5.1. Distribusi Umur Penderita Kusta 19

5.2. Distribusi Jenis Kelamin Penderita Kusta 19

5.3. Distribusi Agama Penderita Kusta 20

5.4. Distribusi Etnis Penderita Kusta 20

5.5. Distribusi Daerah Asal Penderita Kusta 21

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(12)

DAFTAR SINGKATAN

BB Mid Borderline

BL Borderline Lepramatous

BT Borderline Tuberculoid

DDS Diaminodifenil sulfon

IB Indeks Bakteri

LI Lepramatosa Indefinite

LL Lepromatosa Polar

MB Multibasiler

PB Pausibasiler

TI Tuberkuloid Indefinite

TT Tuberkuloid Polar

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Data Induk Penelitian

Lampiran 3 Output Data Penelitian

Lampiran 4 Persetujuan Komisi Etik (Ethical Clearence)

(14)

ABSTRAK

Latar Belakang: Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya ialah Mycobacterium Leprae yang intraselular obligat. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Karakteristik Penderita Kusta di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang tahun 2009.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif yang di lakukan dengan menggunakan rekam medis dari Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan. Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan tehnik total sampling. Responden dalam penelitian ini berjumlah 63 orang.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 30.2 % pasien kusta berada pada kelompok Umur 31-41 tahun, 69.8 % responden berjenis kelamin Laki-laki, 82.5 % responden beragama Islam, 66.7 % responden adalah etnis Aceh, 61.9% responden berasal dari Aceh dan 95.2 % adalah tipe Paubasiller.

Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah kusta banyak di derita pada Umur 31-40 tahun, paling banyak pada jenis kelamin Laki-laki, mayoritas agama Islam, mayoritas etnis Aceh, berasal dari Aceh dan tipe kusta yang terbanyak adalah tipe Pausibasiller (PB).

(15)

ABSTRACT

Introduction : Leprosy is a chronic infectious disease caused by

mycobacterium leprae that is obligat intracellular. Leprosy is one of the disease that caused a complex problem. The problem only in Medical ascept but also in social, economy, culture, national safety. The aim of this to know of characteristic of the leprosy patient that had health care in leprosy hospital Sicanang Island Medan below from January up to December 2009.

Methode: this is a descriptive study. This is done by using medical record

from medical record installation in leprosy hospital sicanang island medan belawan. The way of taking the sample was used total sampling technique. The responden of this research was 63 people.

Result: this study show that 40.2% leprosy patients were in the group of

31-40 years old, 69.8% were Men, 82.5% were Moslem, 66.7% were Aceh ethnic and 61.9% from Aceh and 95.2% is Pausibasiler type.

Conclusion: most of these patients were in 31-40 years old, most of them

were Men, the most religion was Moslem, the most ethnic was Aceh, they were from Aceh, the most type of leprosy was pausibasiler type.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya menuju masyarakat adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan pembangunan yang berkesinambungan di segala bidang, salah satunya pembangunan bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia melalui peningkatan kesehatan masyarakat (Promotif), pencegahan (Preventif), penyembuhan penyakit (Curatif), dan pemulihan kesehatan (Rehabilitative), yang bersifat menyeluruh dan berkesinambungan (Winslow, 1920).

Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya sering dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara-negara dalam pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada masyarakat (Laporan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat, 2001).

Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya (Winslow, 1920).

Upaya pencegahan (Preventif) diaplikasikan dalam bentuk program-program pemberantasan penyakit menular yang telah dilaksanakan sejak awal pembangunan jangka panjang di bidang kesehatan. Salah satu sasaran program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular adalah pemberantasan penyakit kusta. Hal ini disebabkan oleh karena pada dasarnya penyakit kusta dapat menimbulkan satu masalah yang sangat kompleks (Winslow, 1920).

(17)

menurunkan prevalensi sampai 1/10.000 penduduk pada tahun 2000 dan tercapainya Indonesia bebas kusta tahun 2020, hal ini sesuai dengan target global

World Health organization (WHO). Program ini di kenal sebagai Eliminasi kusta

tahun 2000 (EKT, 2000).

Berdasarkan laporan WHO tahun 2005 prevalensi kusta di dunia tertinggi terdapat di India (1,98/10.000), disusul Brazil (1,59/10.000) dan Indonesia (0,98/10.000). sedangkan di wilayah regional (ASEAN), Indonesia berada pada urutan pertama, yaitu (0,98/10.000), disusul Malaysia (0,5/10.000). Thailand (0,4/10.000) dan Brunai (0,2/10.000).

Menurut laporan Program Pemberantasan Penyakit Kusta Dinas

Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 1994 prevalensi penyakit kusta sudah

berada di bawah 1/10.000 penduduk (prevalensi 0,8/10.000) dan pada tahun 1996 prevalensinya 0,5/10.000 penduduk berarti Propinsi Sumatera Utara sudah eliminasi kusta sejak tahun 1994. Walaupun demikian penanganan penderita kusta harus tetap dilakukan dengan baik dan benar. Bila ditinjau menurut Kabupaten/Kota di propinsi Sumatera Utara, penderita kusta tertinggi terdapat di Kota Medan yang pada tahun 2001 di temukan penderita baru sebanyak 60 orang, pada tahun 2002 penderita baru di temukan sebanyak 76 orang, tahun 2003 sebanyak 67 oarang, tahun 2004 sebanyak 51 orang dan pada tahun 2005 di temukan 36 orang.

Meskipun Indonesia sudah mencapai eliminasi kusta pada pertengahan tahun 2000, sampai saat ini penyakit kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Hal ini terbukti dari masih tingginya jumlah penderita kusta di Indonesia. Masalah ini diperberat dengan masih tingginya stigma di kalangan masyarakat dan sebagian petugas kesehatan. Akibat dari kondisi ini sebagian besar penderita dan mantan penderita kusta dikucilkan sehingga tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan serta pekerjaan yang berakibat pada meningkatnya angka kemiskianan (EKT, 2000).

(18)

secara Nasional angka prevalensi kusta di Indonesia lebih kecil dari 1 per 10.000 penduduk. Tetapi kenyataannya sampai saat ini masih cukup banyak penderita kusta dengan berbagai permasalahannya. Ada beberapa Provinsi yang angka prevalensinya di atas 1/10.000 penduduk yaitu Maluku Utara (9,05/10.000), Papua (4,67/10.000) dan Gorontalo (3,54/10.000).

Menurut WHO pada tahun 2005, Jumlah penderita kusta di Indonesia yang tercatat sebanyak 21.537 kasus dengan 18.742 kasus (87,02%) diantaranya merupakan penderita tipe Multi Basiler (MB) yang diketahui merupakan tipe yang menular.

Di Sumatera Utara, dari hasil penelitian Posmaria L.K.Naibaho (1999-2000) di Rumah Sakit Kusta Sicanang Medan Belawan terdapat 108 orang penderita kusta dengan proporsi penderita tipe MB (69,4%) dan tipe PB (30,6%).

1.2. Rumusan Masalah

Dari pembahasan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Bagaimana karakteristik penderita kusta yang dirawat di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan tahun 2009?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita kusta yang dirawat di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan mulai dari Januari-Desember 2009.

1.3.2. Tujuan Khusus

(19)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan peneliti tentang kusta dan sebagai bahan untuk menambah pengalaman.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kusta 2.1.1. Definisi

Istilah kusta berasal dari bahasa India, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen (Kosasih,2003).

Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya ialah

Mycobacterium Leprae yang intraselular obligat (Kosasih, 2003).

2.1.2. Epidemiologi

Penyebaran penyakit kusta dari suatu Benua, Negeri dan tempat, ke Benua Neegri dan tempat lain sampai tersebar ke seluruh dunia tampaknya disebabkan oleh perpindahan orang yang telah terkena penyakit tersebut. Masukknya kusta ke pulau-pulau Melanesia termasuk Indonesia diperkirakan terbawa oleh orang-orang Cina (Kosasih,2003).

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenitas kuman penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan-perubahan imunitas, dan kemungkinan-kemungkinan adanya Reservoir diluar manusia. (Sri Linuwih, 2003).

(21)

klinis (spektrum dan lain-lain) di berbagai suku bangsa, rupanya disebabkan oleh faktor genetik yang berbeda (Hiswani,2000).

Kusta terdapat dimana-mana, terutama di Asia, Afrika, Amerika Latin, daerah trpopis dan subtropis, serta masyarakat yang sosial ekonominya rendah. Pada tahun 1991 World Health Assembly membuat resolusi tentang eliminasi kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000 dengan menurunkan prevalensi kusta menjadi di bawah 1 kasus per 10.000 penduduk. Di Indonesia hal ini dikenal sebagai Eliminasi Kusta tahun 2000 (EKT, 2000).

Jumlah kasus kusta di seluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini telah menurun 85% di sebagian besar Negara Wilayah yang endemis. Kasus yang terdaftar pada permulaan tahun 1997 kurang lebih 890.000 penderita. Walaupun penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di 55 Negara atau Wilayah, 91% dari jumlah kasus berbeda di 16 Negara, dan 82%-nya di 5 Negara (Brazil, India, Indonesia, Myanmar dan Nigeria). Di Indonesia jumlah kasus kusta yang tercatat pada akhir Maret 1997 adalah 31.699 orang, distribusi juga tidak merata, yang tertinggi antara lain di Jawa Timur, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Prevalensi di Indonesia per 10.000 penduduk adalah 1.57 (EKT,2000).

Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan Mycobacterium leprae dan daya tahan tubuh penderita. Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah :

1. Usia

2. Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa 3. Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti 4. Ras

5. Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti 6. Kesadaran social

(22)

2.1.3. Gejala klinis

1. Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia,

2. Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama- kelamaan semakin melebar dan banyak,

3. Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus,

4. Adanya bintil-bintil kemerahan (Leproma, Nodul) yang tersebar pada kulit, 5. Alis rambut rontok,

6. Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut Facies Leomina (muka singa) (Zulkipli,2002).

2.1.4. Patogenesis

Timbulnya penyakit kusta pada seseorang tidak mudah sehingga tidak perlu ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, antara lain sumber penularan, kuman kusta, daya tahan tubuh, sosial ekonomi, dan iklim (Arif mansjoer,2000).

Sumber penularan adalah kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari pasien kusta tipe MB (Multi Basiler) yang belum diobati atau tidak teratur berobat (Arif mansjoer, 2000).

Bila seseorang terinfeksi Mycobacterium Leprae, sebagian besar (95%) akan sembuh sendiri dan 5% akan menjadi indeterminate. Dari 5% interminate, 30% bermanifestasi klinis menjadi determinate dan 70% sembuh (Arif mansjoer,2000).

Setelah Mycobacterium Leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas di lampaui tergantung pada system imunitas selular (cellular

mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas selular tinggi, penyakit

berkembang ke arah Tuberkuloid dan bila rendah berkembang kearah

(23)

2.1.5. Klasifikasi

Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum Determinate pada penyakit kusta yang terdiri atas berbagai tipe atau bentuk, yaitu:

TT : Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil T I : Tuberkuloid Indefinite

BT : Borderlines Tuberculoid BB: Mid Borderline

BL : Borderline Lepramatous L I : Lepromatosa Indefinite

LL: Lepramatosa polar, bentuk yang stabil.

Tabel 2.1. Zona Spektrum Kusta menurut Macam Klasifikasinya KLASIFIKASI ZONA SPEKTRUM KUSTA

Ridley & Jopling TT BT BB BL LL Madrid Tuberkuloid Borderline Lepromatosa W.H.O Pausibasiler

(PB)

Multibasiler (MB)

Puskesmas PB MB

Sumber : (Kosasih, 2003).

Tipe I (Indeterminate) tidak termasuk dalam spektrum. TT adalah tipe

Tuberkuloid Polar, yakni Tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil jadi

berarti tidak mungkin berubah tipe. Begitu juga LL adalah tipe Lepromatosa

Polar, yakni Lepromatosa 100%, juga merupakan tipe yang stabil yang tidak

(24)

Multibasiler berarti mengandung banyak basil yaitu tipe LL, BL, dan BB.

Sedangkan Pausibasiler berarti mengandung sedikit basil, yakni tipe TT, BT dan I (Sulistyowaty, 2005).

Menurut WHO pada tahun 1981, kusta dibagi menjadi Multibasiler dan

Pausibasiler. Yang termasuk dalam Multibasiler adalah tipe LL, BL, dan BB

pada klasifikasi Ridley-Jopling dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+, sedangkan Pausibasiler adalah tipe I, TT dan BT dengan IB kurang dari 2+.

Tabel 2.2. Gambaran Klinis menurut WHO

Tipe PB Tipe MB

Lesi >5, distribusi lebih simetris, hilanya sensasi.

2. Kerusakan cabang saraf

Hanya satu cabang saraf. Banyak cabang saraf.

Sumber: (WHO,1995).

(25)

2.1.6. Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Bakterioskopik

Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan kulit atau mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain dengan Ziehl Neelsen. Bakterioskopik negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung Mycobacterium Leprae (Hiswani,2000).

2. Pemeriksaan Histopatologik

Gambaran histopatologik bagi tipe Tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata tidak ada basil atau hanya sedikit dan Nonsolid. Bagi Lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal (subepidermal clear zone), ialah suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jaringannya tidak patologik, ada sel Virchow (sel lepra) dengan banyak basil. Bagi tip borderline, terdapat campuran unsur-unsur tersebut (Hiswani, 2000).

2.1.7. Pengobatan

Obat anti kusta yang paling banyak dipakai saat ini adalah DDS

(Diaminodifenil Sulfon) lalu Klofazimin, dan Rifampisin. DDS mulai dipakai

sejak 1948 dan pada tahun 1952 di Indonesia. Kolfazimin dipakai sejak 1962 oleh Brown dan Hoogerzeil dan rifampisin sejak tahun 1970. pada tahun 1998

WHO menambahkan 3 obat antibiotika lain untuk pengobatan alternatif, yaitu

Ofkloksasin, Minisiklin dan Klartromisin (Kosasih,2003).

DDS

Dosis DDS ialah 1-2mg/kg berat badan setiap hari. Efek samping yang mungkin timbul antara lain nyeri kepala, Erupsi obat, Anemia Hemolitik,

Leukopenia, Insomnia, Neuropatia Perifer, sindrom DDS, Nekrolisis Epidermal

(26)

Rifampisin

Rifampisin adalah obat yang menjadi salah satu komponen kombinasi dengan DDS dengan dosisi 10mg/kg berat badan; diberikan setiap hari atau setiap bulan. Rifampisin tidak boleh diberikan sebagai monoterapi, oleh karena memperbesar kemungkinan terjadinya resistensi, tetapi pada pengobatan kombinasi selalu ditakutkan, tidak boleh diberikan setiap minggu atau setiap 2 minggu mengingat efek sampingnya (Kosasih,2003).

Efek samping yang harus diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, flu-like syndrom dan erupsi kulit (Zalbawi,2005).

Klofazimin (lamprene)

Obat ini mulai dipakai sebagai obat kusta pada tahun 1962 oleh Brown dan Hoogerzeil. Dosis sebagai antikusta ialah 50 mg setiap hari, satau 100 mg selang hari, atau 3 x 100 mg setiap minggu. Juga bersifat anti-inflamasi sehingga dapat dipakai pada penanggulangan E.N.L. dengan dosis lebih tinggi. Resistensi pertama pada satu kasus dibuktikan pada tahun 1982 (Kosasih,2003).

Efek sampingnya ialah warna kecoklatan pada kulit, dan warna kekuningan pada sklera, sehingga mirip ikterus. Hal tersebut disebabkan karena Klofazimin ialah zat warna dan tertimbun ditempat tersebut. Obat ini menyebabkan pigmentasi kulit yang sering merupakan masalah dalam ketaatan berobat penderita. Efek sampingnya hanya terjadi dalam dosis tinggi, berupa gangguan gastrointestinal (Nyeri Abdomen, Nausea, Diare, Anoreksi, dan

Vomitus). Selain itu dapat terjadi penurunan berat badan. Dapat juga tertimbun

dihati. Perubahan warna tersebut akan menghilang setelah obat dihentikan (Zalbawi, 2005).

Protionamid/etionamid

(27)

Obat alternatif Ofloksasin

Ofloksasin merupakan turunan fluorokuinolon yang paling aktif terhadap

Mycobacterium Leprae in vitro. Dosis optimal harian adalah 400 mg. Dosis

tunggal yang diberikan dalam 22 dosis akan membunuh kuman Mycobacterium

Leprae hidup sebesar 99.99% (Kosasih,2003).

Efek sampingnya adalah mual, diare, dan gangguan saluran cerna lainnya, berbagai gangguan susunan saraf pusat termasuk Insomnia, nyeri kepala,

Dizziness, Nercousness dan halusinasi. Walaupun demikian hal ini jarang

ditemukan dan biasanya tidak membutuhkan penghentian pemakaian obat (Zalbawi, 2005).

Minosiklin

Termasuk dalam kelompok tetrasiklin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi daripada klaritromisin, tetapi lebih rendah daripada rifampisin. Dosis stsandar harian 100mg. efek sampingnya adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang-kadang mengenai kulit dan membran mukosa, berbagai simtom saluran cerna dan susunan saraf pusat, termasuk dizziness dan unsteadiness. Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk anak-anak atau selama kehamilan (Zalbawi, 2005).

Klaritromisin

(28)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

KARAKTERISTIK KUSTA

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian.

3.2.Definisi Operasional

a. Umur adalah Usia penderita pada saat pertama kali datang berobat di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan, yang dinyatakan dalam tahun dengan pengelompokan sebagai berikut:

1. 10- 20 tahun 2. 21-30 tahun 3. 31-40 tahun 4. 41-50 tahun 5. 51-60 tahun 6. 61-70 tahun

b. Jenis Kelamin adalah Jenis Kelamin penderita Kusta sebagaimana yang tercatat dalam kartu status, yang dibedakan sebagai berikut:

(29)

c. Agama adalah Kepercayaan yang dianut oleh penderita kusta yang dirawat di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan sebagaimana tercatat dalam kartu status yang dikelompokkan sebagai berikut:

1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik

d. Suku adalah Etnis yang dimiliki oleh penderita kusta yang dirawat di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan sebagaimana tercatat dalam kartu status, yang dikelompokkan sebagai berikut:

1. Aceh 2. Padang 3. Batak 4. Jawa 5. Melayu

e. Daerah Asal adalah Daerah asal penderita kusta sebelum dirawat di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan sebagaimana yang tercatat dalam kartu status, yang di kelompokkan sebagai berikut:

1. Aceh

2. Tapanuli Selatan 3. Tapanuli Utara 4. Padang

5. Tobasa 6. Belawan

(30)

1. Tipe Pausi Basiler (PB) 2. Tipe Multi Basiler (MB)

g. Kusta : Penyakit menular yang menahun dan penularan kepada orang lain memerlukan waktu yang cukup lama tidak seperti penyakit lainnya.

(31)

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif dengan desain cross sectional.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan mulai dari Agustus-Desember 2010. 4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang dengan pertimbangan belum pernah dilakukan penelitian yang sama di daerah Pulau Sicanang Medan Belawan tersebut dan Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang merupakan daerah yang memiliki jumlah pasien kusta terbesar dibandingkan dengan kabupaten/kota lain karena Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang merupakan tempat rujukan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita kusta di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Dimulai dari Januari-Desember 2009.

4.3.2. Sampel

(32)

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang di peroleh adalah dari hasil rekam medis Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan Dimulai dari Januari-Desember 2009.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

(33)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah sakit kusta pulau sicanang merupakan satu dari empat unit pelayanan terpadu rumah sakit (UPT RS) yang ada diwilayah propinsi sumatera utara diantaranya:

- UPT RS. Kusta pulau sicanang (Kodya Medan) - UPT RS. Kusta Belidahan (Kabupaten Deli Serdang) - UPT RS. Kusta Losimomo (Kabupaten Tanah Karo) - UPT RS. Kusta Hutasalem (Kabupaten Tapanuli Utara)

Rumah Sakit ini didirikan pada tahun 1914 diprakarsai oleh missi keagamaan kristen protestan Gereja Bala Keselamatan (The Salvation Army) dibantu oleh seorang pengusaha di Provinsi Sumatera Utara. Pada mulanya Rumah Sakit ini fungsinya hanya merupakan perkampungan penderita kusta untuk memudahkan pengobatan dan terisolasi dari masyarakat umum.

Rumah Sakit Kusta Sicanang berada di Kelurahan Belawan Sicanang Kecamatan Medan Belawan, Kotamadya Medan Belawan, Provinsi Sumatera Utara ini merupakan UPT RS milik pemerintah dan organik dilingkungan Dapartemen Kesehatan RI Tingkat I Provinsi Sumatera Utara yang dipimpin oleh seorang Direktur.

(34)

5.1.2. Karakteristik Individu

Jumlah responden yang terlibat dalam studi ini adalah 63 responden yang seluruhnya diambil dari data sekunder (rekam medis) penderita kusta di RS Kusta Pulau Sicanang Medan Belawaan tahun 2009.

5.1.2.1. Deskripsi Sampel Berdasarkan Umur Tabel 5.1. Distribusi Umur Penderita Kusta

Umur N %

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 63 responden penderita penyakit kusta di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan tahun 2009, yang paling banyak ditemukan adalah pasien berusia antara 31-40 tahun yaitu sebanyak 19 orang (30.2%)

5.1.2.2. Deskripsi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.2. Distribusi Jenis Kelamin Penderita Kusta

Jenis Kelamin n (%)

Laki-laki 44 69.8

Perempuan 19 30.2

Jumlah 63 100.00%

(35)

yang paling banyak adalah respoden jenis kelamin laki laki yaitu sebanyak 44 orang (69.8%)

5.1.2.3. Deskripsi Sampel Berdasarkan Agama Tabel 5.3. Distribusi Agama Penderita Kusta

Agama n %

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 63 responden penderita penyakit kusta di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan tahun 2009, yang paling banyak ditemukan adalah pasien agama Islam yaitu sebanyak 52 orang (82.5%).

5.1.2.4. Deskripsi Sampel Berdasarkan Etnis Tabel 5.4. Distribusi Etnis Penderita Kusta

Etnis n %

(36)

5.1.2.5. Deskripsi Sampel Berdasarkan Daerah Asal Tabel 5.5. Distribusi Daerah Asal Penderita Kusta

Daerah Asal n %

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 63 responden penderita penyakit kusta di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan tahun 2009, yang paling banyak ditemukan adalah pasien dengan daerah asal Aceh yaitu sebanyak 39 orang (61.9%)

5.1.2.6. Deskripsi Sampel Berdasarkan Tipe Kusta Tabel 5.6. Distribusi Tipe Penderita Kusta

Tipe Kusta n %

Tipe PB 60 95.2

Tipe MB 3 4.8

Jumlah 63 100.00%

(37)

5.2. Pembahasan 5.2.1. Faktor Umur

Dari hasil penelitian kami, diperoleh bahwa mayoritas pasien adalah umur antara 31-40 tahun sebanyak 19 ((30.2%). Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tauchid, Imam Tauchid (2006) Faktor-Faktor Yang Berkaitan Dengan Tingkat Kecacatan Kusta Di Kabupaten Brebes dimana ditemukan bahwa mayoritas pasien yang menderita kusta adalah umur 30-42 tahun dan sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Prasti Adhi Dharmasanti (januari 2003-Desember 2005) di instalasi rawat inap penyakit kulit dan kelamin RSU Dr.Soetomo Surabaya bahwa umur penderita kusta terbanyak adalah umur 25-44 tahun (39,3%).

5.2.2. Faktor Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian kami, diperoleh bahwa mayoritas pasien adalah jenis kelamin laki laki yaitu sebanyak 44 (69.8%). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Atmaja berjudul Gambaran Karakteristik Penderita Kusta (2007) Semarang dimana ditemukan bahwa mayoritas pasien yang menderita kusta adalah jenis kelamin laki-laki dan sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Adhi Dharmasanti ( januari 2003–desember 2005) di instalasi rawat inap penyakit kulit kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya yaitu terdapat 392 penderita laki-laki (64,5%) dan 216 penderita perempuan (35,5%).

5.2.3. Faktor Agama

Dari hasil penelitian kami, diperoleh bahwa mayoritas pasien adalah beragama Islam sebanyak 52 orang (82.5%). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prawoto, Prawoto (2008) Faktor – Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Terjadinya Reaksi Kusta (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Brebes) dimana ditemukan bahwa mayoritas pasien yang menderita kusta adalah beragama Islam.

(38)

5.2.4. Faktor Etnis

Dari hasil penelitian kami, diperoleh bahwa mayoritas pasien adalah etnis Aceh sebanyak 42 (82.5%). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prawoto, Prawoto (2008) Faktor – Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Terjadinya Reaksi Kusta (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Brebes) dimana ditemukan bahwa mayoritas pasien yang menderita kusta adalah etnis Jawa.

5.2.5. Faktor Daerah Asal

Dari hasil penelitian kami, diperoleh bahwa mayoritas pasien adalah berasal dari Aceh yaitu sebanyak 39 (61.9%). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prawoto, Prawoto (2008) Faktor – Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Terjadinya Reaksi Kusta (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Brebes) dimana ditemukan bahwa mayoritas pasien yang menderita kusta berasal dari daerah Jawa

5.2.6. Faktor Tipe Kusta

Dari hasil penelitian kami, diperoleh bahwa mayoritas pasien adalah menderita penyakit kusta tipe PB sebanyak 60 (95.2%). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muh. Isa Tauda, Hari Purnomo Kushadiwidjaya, 2009 dalam penelitiannya berjudul Faktor faktor Yang Berhubungan

Dengan Kejadian Penyakit Kusta di Kota Ternate dimana ditemukan bahwa mayoritas pasien menderita penyakit kusta adalah tipe PB tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2000) di kabupaten daerah tingkat II Aceh utara propinsi daerah istimewa aceh yang mendapatkan bahwa penderita kusta tipe MB lebih banyak yaitu (59,6%) dan tipe PB yaitu (40,4%)

(39)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis deskriptif yang telah dilakukan terhadap karakteristik penderita kusta dari segi umur, jenis kelamin, agama, etnis, daerah asal dan tipe kusta dalam kaitannya dengan penyakit kusta di daerah Pulau Sicanang Medan Belawan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Mayoritas responden penderita penyakit kusta di daerah Pulau Sicanang Medan Belawan adalah berumur antara 31-40 tahun yaitu sebanyak 19 orang (30.2%).

2. Mayoritas responden penderita penyakit kusta di daerah Pulau Sicanang Medan Belawan adalah jenis kelamin laki laki yaitu sebanyak 44 orang (69.8%)

3. Mayoritas responden penderita penyakit kusta di daerah Pulau Sicanang Medan Belawan adalah beragama Islam yaitu sebanyak 52 orang (82.5%).

4. Mayoritas responden penderita penyakit kusta di daerah Pulau Sicanang Medan Belawan adalah etnis Aceh yaitu sebanyak 42 orang (66.7%) 5. Mayoritas responden penderita penyakit kusta di daerah Pulau Sicanang

Medan Belawan adalah berasal dari daerah Aceh yaitu sebanyak 39 orang (61.9%).

(40)

6.2. S a r a n

1. Melihat masih banyaknya masyarakat yang belum mengenal dan takut terhadap penderita kusta maka perlu dilaksanakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit kusta terutama kepada keluarga penderita dan masyarakat yang tinggal di sekitar Rumah sakit.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005. The Journal, Vol 76, International Federation Of Anti Leprosy

Associations.

Atmajaya, 2007. Gambaran Karakteristik Penderita Kusta. Diperoleh dari: http://www.Depkes.com

, 2005. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta, Dit.Jen PPM dan PL, Cetakan XVII.

. (Diakses 15 Oktober 2010).

Depkes RI, 2002. Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.

, 2002. Modul I Epidemiologi dan Program P2 Kusta, Pusat Latihan kusta Nasional, Makasar.

, 2007. Penderita Kusta yang Terlambat Ditemukan Menimbulkan

Masalah Kesehatan Sosial. Diperoleh dari:

, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010, Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2006. Modul Pelatihan Program P2

Kusta Bagi UPK, Sub Dit Kusta dan Frambusia.

Dharmasanti, P.A, et al, 2006. Profil Penderita Kusta. Diperoleh dari: (Diakses 13 maret 2010).

http:// Depkes.com.

Hiswani. 2000. Kusta Salah Satu Penyakit Menular yang Dijumpai di Indonesia. Diperoleh dari :

(Diakses 15 oktober 2010).

(42)

Kosasih, A, et al. 2003. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Menaldi, L.S. 2003. Kusta. Diperoleh dari: (Diakses 5 maret 2010).

Naibaho, P.L.K, 2000. Karakteristik Penderita kusta. Diperoleh dari:

Notoatmodjo,S., 2007. Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.

Prawoto, 2008. Faktor-faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya reaksi

kusta. Diperoleh dari:

November 2010).

Sulistyowaty, T.I. 2005. Pemberantasan Penyakit Kusta. Diperoleh dari :

Tauda, I.M,et al. 2009. Faktor-faktot yang berhubungan dengan kejadian penyakit

Kusta. Diperoleh dari: http://www. Depkes.com

Tauchid, I. 2006. Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Tingkat Kecacatan Kusta. Diperoleh dari:

. (Diakses 20 November 2010).

Upadhyay, P. O. 2005. Evolution of Kusta. Diperoleh dari:

(43)

WHO, 2005. Leprosy Elimination, Prevalence of Leprosy. Diperoleh dari:

WHO, 2006. Leprosy-India. Diperoleh dari: (Diakses 13 maret 2010).

WHO, 2005. The Leprosy Mission Organization. Diperoleh dari: http//www.Leprosymission.org/what.htm

Zalbawi, S.S, et al., 2005. Penanggulangan Penyakit Kusta di Daerah Endemis. Diperoleh dari :

(Diakses 13 maret 2010).

World Health Organitation, 2002. Pedoman Eliminasi Kusta, Dit.Jen PPM dan PL Depkes RI.

Zulkipli. 2002. Penyakit kusta dan masalah yang di timbulkannya. Diperoleh dari

(44)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Titi Dewi Manurung

Tempat/Tanggal Lahir : Aek Bontar, 28 Agustus 1989 Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jln. Djamin Ginting Simpang Kampus Medan Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri Aek Bontar (1995-2001)

2. SMP RK. Cinta Rakyat 1 P. Siantar (2001-2004) 3. SMA Methodist Medan (2004-2007)

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2007- )

(45)
(46)
(47)

5. Melayu

Asal : 1. Aceh

2. Tapanuli Utara 3. Tapanuli Selatan 4. Padang

5. Tobasa 6. Tanah Karo

(48)

Lampiran 3

kelamin Agama Etnis Daerah_As al Tipe_Kusta

Umur

Frequency Percent Valid P ercent

(49)

Gambar

Tabel 2.1. Zona Spektrum Kusta menurut  Macam Klasifikasinya
Tabel 2.2. Gambaran Klinis menurut WHO
Tabel 5.2. Distribusi Jenis Kelamin  Penderita Kusta
Tabel 5.3. Distribusi Agama  Penderita Kusta
+2

Referensi

Dokumen terkait

Diagram Bar Lama Rawatan Rata-Rata Lansia Penderita Fraktur Rawat Inap Berdasarkan Tindakan Medik di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2005-2009. Hasil analisa statistik dengan uji t-test

Diagram Bar Distribusi Proporsi Derajat Bronkopneumonia Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Universitas Kristen Maranatha penderita penyakit kusta yang self-acceptance rendah penderita merasa tidak puas. dengan kondisinya, merasa kecewa dengan masa lalu yang tidak

Hasil : Dari 345 penderita penyakit hernia inguinalis di RSUP Haji Adam Malik Medan dari tahun 2005-2015, hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang menderita

Apa yang saudara lakukan pada penderita kusta terhadap persepsi masyarakat bahwa penyakit kusta merupakan penyakit kutukan dan tidak dapat disembuhkan?. Menyakinkan penderita

Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelumnya Yang Tercatat di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... Diagram Pie Distribusi

Profil Penderita Penyakit Kusta Di Rumah Sakit Kusta Kediri Periode Januari 2010 Sampai Desember 2010, Karya Tulis Akhir, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah

Informasi tentang kualitas hidup penderita kusta dapat dijadikan masukan pada masyarakat umum bahwa dengan menyandang penyakit kusta menimbulkan dampak yang besar pada penderita