• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil penggunaan dan potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan poli penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Mei 2014 - Juli 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Profil penggunaan dan potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan poli penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Mei 2014 - Juli 2014"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL PENGGUNAAN DAN POTENSI INTERAKSI

OBAT ANALGETIKA PADA PASIEN RAWAT JALAN

POLI PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

PERIODE MEI 2014 - JULI 2014

SKRIPSI

OLEH:

SEPTIA ADRINA DALIMUNTHE NIM 121524145

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PROFIL PENGGUNAAN DAN POTENSI INTERAKSI

OBAT ANALGETIKA PADA PASIEN RAWAT JALAN

POLI PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

PERIODE MEI 2014 - JULI 2014

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SEPTIA ADRINA DALIMUNTHE NIM 121524145

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PROFIL PENGGUNAAN DAN POTENSI INTERAKSI

OBAT ANALGETIKA PADA PASIEN RAWAT JALAN

POLI PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

PERIODE MEI 2014 - JULI 2014

OLEH:

SEPTIA ADRINA DALIMUNTHE NIM 121524145

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 04 Februari 2015

Disetujui oleh,

Pembimbing I, Panitia Penguji:

Hari Ronaldo Tanjung, M.Sc., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 197803142005011002 NIP 195301011983031004

Pembimbing II, Hari Ronaldo Tanjung, M.Sc., Apt. NIP 197803142005011002

Dra.Yusmainita, SpFRS., Apt. Marianne, S.Si., M.Si., Apt. NIP 196205091992032002 NIP 198005202005012006

Dr. Poppy A.Z. Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Medan, Februari 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara a.n dekan,

Pembantu Dekan I,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah

memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis, sehingga dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Profil penggunaan dan potensi interaksi

obat analgetika pada pasien rawat jalan poli penyakit dalam di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Mei 2014 - Juli 2014“. Skripsi ini

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU dan

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU

Medan yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., selaku Ketua Jurusan Program Ekstensi

Sarjana Farmasi USU. Bapak Hari Ronaldo Tanjung, M.Sc., Apt., dan ibu Dra.

Yusmainita, SpFRS., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu,

bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi

ini. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Ibu Marianne, S.Si, M.Si., Apt., dan Ibu

Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan kritikan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi

ini. Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., sebagai penasehat akademik yang

telah membimbing penulis selama masa pendidikan di Fakultas Farmasi USU.

Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik dan

(5)

Pimpinan dan semua staf tata usaha Fakultas Farmasi USU yang telah membantu

penulis dalam semua proses administrasi.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya Bapak

Drs. M. Abdi Dalimunthe dan Ibu Lailan Syahfitri Batu Bara S.Pd.I., serta

adik-adik tercinta M. Fadlan Aprial Dalimunthe, Astri Widyani Dalimunthe dan Ivi

Briliansi Dalimunthe, juga kepada orang terdekat saya Rahmad Ritonga dan

teman-teman seperjuangan Zuhra Allaili Berutu, Dwi Ayu Septiati Hasanah,

Fenny Adlia Z, Dita Ayudhyas Canalovta, Puspita Dewi, Astria Kurnia, kemas

wahyudi serta semua orang yang tidak dapat dituliskan satu persatu untuk semua

doa, dorongan dan semangat baik moril maupun materil kepada penulis selama

masa perkuliahan hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Semoga Allah

Subhana Wata’ala memberikan balasan yang setimpal kepada semuanya, serta

mendapatkan kebahagiaan dan keridhoan-Nya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki

banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang

dapat menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita

semua.

Medan, Februari 2015

Penulis,

(6)

PROFIL PENGGUNAAN DAN POTENSI INTERAKSI OBAT ANALGETIKA PADA PASIEN RAWAT JALAN

POLI PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

PERIODE MEI 2014 - JULI 2014

ABSTRAK

Interaksi obat merupakan salah satu bagian dari delapan Drug Related Problem yang secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadap perkembangan pasien yang diinginkan dan berpengaruh menyebabkan kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit. Salah satu kelompok obat yang masuk dalam daftar formularium rumah sakit dan pemakaiannya harus diperhatikan karena tidak jarang menimbulkan interaksi obat adalah analgetika.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan analgetika, mengetahui ada tidaknya potensi interaksi obat analgetika, mengetahui persentase potensi interaksi obat analgetika, mengetahui obat analgetika yang sering berpotensi interaksi serta mengetahui apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat analgetika.

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada bulan Mei 2014 - Juli 2014. Jenis penelitian adalah survei deskriptif

cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari 721 lembar resep, yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan bertahap menggunakan uji Chi-Square pada program SPSS Advanced Statistics 20.0.

Hasil penelitian menunjukkan profil penggunaan analgetika pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dilihat dari obat yang paling banyak digunakan adalah natrium diklofenak 25 mg 36,33%, parasetamol tab 500 mg 25,84% dan meloksikam tab 15 mg 16,38%. Dilihat dari karakteristik berdasarkan usia, pasien berusia 46 – 55 tahun yang lebih banyak menggunakan analgetika dengan persentase 33,43% dan dari jenis kelamin, pasien berjenis kelamin perempuan yang lebih banyak menggunakan analgetika dengan persentase 62%. Dari 721 lembar resep ditemukan kejadian potensi interaksi obat analgetika dengan persentase potensi interaksi 20,25%. Obat analgetika yang sering mengalami potensi interaksi adalah natrium diklofenak 42,78%, meloksikam 22,22% dan asam mefenamat 12,22%. Faktor yang mempengaruhi potensi interaksi obat analgetika adalah jumlah obat (p=0,000) dan usia (p=0,026).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa telah terjadi potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dan diketahui dari hasil yang diperoleh bahwa terdapat hubungan antara usia dan jumlah obat dengan potensi interaksi obat analgetika.

(7)

PROFILE OF USE AND POTENTIAL DRUG INTERACTIONS OF ANALGESIC IN OUTPATIENT POLY OF INTERNAL DISEASE

GENERAL HOSPITAL HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIOD FROM MAY 2014 - JULY 2014

ABSTRACT

Drug interaction is a part of the eight-Drug Related Problems in real or potential effect on the patient's progress is desirable and influential lead to a lack of quality of hospital services. One group of drugs that enter the hospital formulary list and its use must be considered because there is rarely cause drug interactions are analgesic.

This study aims to determine the profile use of analgesic, determine presence or absence a potential interaction of analgesic drugs, knowing the percentage of the potential interaction of analgesic drugs, analgesic drugs are often aware potential interaction and and determine whether age and number of drugs affect the potential interaction of analgesic drugs.

The study was conducted at the General Hospital Haji Adam Malik Medan in May 2014 to July 2014. The study was a descriptive cross sectional survey. Data were collected retrospectively from 721 sheets of recipes, which met the inclusion criteria. Data were analyzed descriptively and gradually using Chi-Square the SPSS Advanced Statistics 20.0.

The results showed analgesic drugs that are widely used by outpatients Poly of Internal disease General Hospital Haji Adam Malik Medan visits of the most widely used drug is diclofenac sodium 25 mg 36.33%, paracetamol 500 mg tab 25.84% and meloxicam tab 15 mg 16.38%. Judging from the characteristics of the subjects, patients aged 46-55 years at most use of analgesics with the percentage 33.43%, view of gender the patients are women who more use of analgesics with a percentage of 62%.From the 721 sheets of recipes found the incidence potential interactions of analgesic drugs with the percentage of 20.25%. Analgesic drugs which often have the potential interaction is 42.78% sodium diclofenac, meloxicam 22.22% and 12.22% mefenamic acid. Factors affecting the potential interactions of analgesic drugs is the amount of drug (p = 0.000) and age (p = 0.026).

Based on the results obtained it can be concluded that there has been a potential analgesic drug interactions in outpatients Poly of Internal General Hospital Haji Adam Malik and known from the results that there is a relationship between age and the number of drugs with potential interactions of analgesic drugs.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikiran ... 5

1.3 Perumusan Masalah ... 5

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Interaksi Obat ... 8

2.1.1 Mekanisme interaksi obat ... 10

2.2.1.1 Interaksi farmakokinetik ... 10

2.2.1.2 Interaksi farmakodinamik ... 15

(9)

2.2 Analgetika ... 17

2.2.1 Analgetika perifer ... 18

2.2.2 Analgetika Narkotik ... 19

2.2.3 Interaksi obat analgetika ... 19

2.3 Rumah Sakit ... 21

2.4 Resep ... 21

2.5.1 Pengertian Penulisan Resep ... 21

2.5.2 Tujuan Penulisan Resep ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Jenis Penelitian ... 24

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 24

3.2.1 Waktu ... 24

3.2.2 Lokasi Penelitian ... 24

3.3 Populasi dan Sampel ... 24

3.3.1 Populasi ... 24

3.3.2 Sampel ... 25

3.4 Defenisi Operasional ... 25

3.5 Instrumen Penelitian ... 27

3.5.1 Sumber Data ... 27

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 27

3.5.3 Seleksi Data ... 27

3.6 Pengolahan Data ... 27

3.7 Bagan Alur Penelitian ... 29

(10)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Hasil Penelitian ... 31

4.1.1 Profil Penggunaan Analgetika Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan periode Mei 2014 – Juli 2014. .. 31

4.1.2 Karakteristik Umum Subjek Penelitian ... 32

4.1.3 Gambaran Potensi Interaksi Obat Subjek Penelitian ... 32

4.1.4 Gambaran Kejadian Potensi Interaksi Obat Analgetika Subjek Penelitian ... 34

4.1.5 Analisis Bivariat ... 37

4.1.5.1 Faktor Usia ... 37

4.1.5.2 Faktor Jumlah Obat ... 38

4.2 Pembahasan ... 40

4.2.1 Profil Penggunaan Obat Analgetika pada Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan Periode Mei -Juli 2014 ... 40

4.2.2 Persentase Potensi Interaksi Obat Analgetika pada Subjek Penelitian ... 41

4.2.3 Obat Analgetika yang sering Mengalami Potensi Interaksi ... 42

4.2.4 Mekanisme Potensi Interaksi Obat Analgetika Subjek Penelitian ... 43

4.2.5 Tingkat Keparahan Potensi Interaksi Obat Analgetika Pada Subjek Penelitian ... 44

4.2.6 Hubungan Karakteristik Pasien dengan Potensi Interaksi Obat Analgetika ... 45

4.2.6.1 Faktor Usia ... 45

(11)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 48

DAFTARPUSTAKA ... 49

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Profil Penggunaan Obat Analgetika Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan

Periode Mei 2014 – Juli 2014 ... 31

Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Penelitian ... 32

Tabel 4.3 Gambaran Potensi Interaksi Obat Analgetika Subjek

Penelitian ... 33

Tabel 4.4 Diagnosa Penyakit yang Mengalami Interaksi Obat

Analgetika Subjek Penelitian ... 34

Tabel 4.5 Jenis Kejadian Potensi Interaksi Obat Analgetika

Subjek Penelitian ... 35

Tabel 4.6 Jumlah Obat Analgetika yang Mengalami Potensi

Interaksi ... 36

Tabel 4.7 Mekanisme Interaksi Obat Analgetika Subjek Penelitian 37

Tabel 4.8 Tingkat Keparahan Interaksi Obat Analgetika Subjek

Penelitian ... 37

Tabel 4.9 Kejadian Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Usia Pasien

Subjek Penelitian ... 38

Tabel 4.10 Kejadian Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Jumlah

Obat Subjek Penelitian ... 39

Tabel 4.11 Hubungan antara Beberapa Variabel dengan

Kejadian Potensi Interaksi Obat Subjek Penelitian ... 40

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Skema Profil Penggunaan Analgetika ... 5

Gambar 3.1 Gambaran Pelaksanaan Penelitian ... 29

Gambar 4.1 Grafik peningkatan rata-rata jumlah obat berdasarkan

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Analisis Bivariat Beberapa Variabel Bebas Terhadap Kejadian Potensi Interaksi Obat dengan Menggunakan Uji Chi-Square pada Program SPSS

Advanced Statistics 20.0 ... 52

Lampiran 2. Data Potensi Interaksi Obat Analgetika pada Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam RSUP H. Adam

Malik Medan ... 54

Lampiran 3. Lembar Resep ... 71

Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian/ Pengambilan Data 72

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian ... 73

Lampiran 6 Surat Izin Selesai Penelitian ... 74

(15)

PROFIL PENGGUNAAN DAN POTENSI INTERAKSI OBAT ANALGETIKA PADA PASIEN RAWAT JALAN

POLI PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

PERIODE MEI 2014 - JULI 2014

ABSTRAK

Interaksi obat merupakan salah satu bagian dari delapan Drug Related Problem yang secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadap perkembangan pasien yang diinginkan dan berpengaruh menyebabkan kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit. Salah satu kelompok obat yang masuk dalam daftar formularium rumah sakit dan pemakaiannya harus diperhatikan karena tidak jarang menimbulkan interaksi obat adalah analgetika.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan analgetika, mengetahui ada tidaknya potensi interaksi obat analgetika, mengetahui persentase potensi interaksi obat analgetika, mengetahui obat analgetika yang sering berpotensi interaksi serta mengetahui apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat analgetika.

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada bulan Mei 2014 - Juli 2014. Jenis penelitian adalah survei deskriptif

cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari 721 lembar resep, yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan bertahap menggunakan uji Chi-Square pada program SPSS Advanced Statistics 20.0.

Hasil penelitian menunjukkan profil penggunaan analgetika pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dilihat dari obat yang paling banyak digunakan adalah natrium diklofenak 25 mg 36,33%, parasetamol tab 500 mg 25,84% dan meloksikam tab 15 mg 16,38%. Dilihat dari karakteristik berdasarkan usia, pasien berusia 46 – 55 tahun yang lebih banyak menggunakan analgetika dengan persentase 33,43% dan dari jenis kelamin, pasien berjenis kelamin perempuan yang lebih banyak menggunakan analgetika dengan persentase 62%. Dari 721 lembar resep ditemukan kejadian potensi interaksi obat analgetika dengan persentase potensi interaksi 20,25%. Obat analgetika yang sering mengalami potensi interaksi adalah natrium diklofenak 42,78%, meloksikam 22,22% dan asam mefenamat 12,22%. Faktor yang mempengaruhi potensi interaksi obat analgetika adalah jumlah obat (p=0,000) dan usia (p=0,026).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa telah terjadi potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dan diketahui dari hasil yang diperoleh bahwa terdapat hubungan antara usia dan jumlah obat dengan potensi interaksi obat analgetika.

(16)

PROFILE OF USE AND POTENTIAL DRUG INTERACTIONS OF ANALGESIC IN OUTPATIENT POLY OF INTERNAL DISEASE

GENERAL HOSPITAL HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIOD FROM MAY 2014 - JULY 2014

ABSTRACT

Drug interaction is a part of the eight-Drug Related Problems in real or potential effect on the patient's progress is desirable and influential lead to a lack of quality of hospital services. One group of drugs that enter the hospital formulary list and its use must be considered because there is rarely cause drug interactions are analgesic.

This study aims to determine the profile use of analgesic, determine presence or absence a potential interaction of analgesic drugs, knowing the percentage of the potential interaction of analgesic drugs, analgesic drugs are often aware potential interaction and and determine whether age and number of drugs affect the potential interaction of analgesic drugs.

The study was conducted at the General Hospital Haji Adam Malik Medan in May 2014 to July 2014. The study was a descriptive cross sectional survey. Data were collected retrospectively from 721 sheets of recipes, which met the inclusion criteria. Data were analyzed descriptively and gradually using Chi-Square the SPSS Advanced Statistics 20.0.

The results showed analgesic drugs that are widely used by outpatients Poly of Internal disease General Hospital Haji Adam Malik Medan visits of the most widely used drug is diclofenac sodium 25 mg 36.33%, paracetamol 500 mg tab 25.84% and meloxicam tab 15 mg 16.38%. Judging from the characteristics of the subjects, patients aged 46-55 years at most use of analgesics with the percentage 33.43%, view of gender the patients are women who more use of analgesics with a percentage of 62%.From the 721 sheets of recipes found the incidence potential interactions of analgesic drugs with the percentage of 20.25%. Analgesic drugs which often have the potential interaction is 42.78% sodium diclofenac, meloxicam 22.22% and 12.22% mefenamic acid. Factors affecting the potential interactions of analgesic drugs is the amount of drug (p = 0.000) and age (p = 0.026).

Based on the results obtained it can be concluded that there has been a potential analgesic drug interactions in outpatients Poly of Internal General Hospital Haji Adam Malik and known from the results that there is a relationship between age and the number of drugs with potential interactions of analgesic drugs.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Sedangkan rumah sakit umum adalah

rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis

penyakit (Menkes RI, 2010).

Rumah sakit sebagai institusi kesehatan menggunakan obat-obatan sesuai

dengan daftar formularium rumah sakit, maka formularium rumah sakit harus

tersedia untuk semua penulis resep, pemberi obat, dan penyedia obat di rumah

sakit. Evaluasi terhadap formularium rumah sakit harus secara rutin dan dilakukan

revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit (Menkes RI, 2014).

Pada penyelenggaraannya, penggunaan obat yang tidak rasional sering

ditemukan dalam peresepan obat sehingga menimbulkan pemborosan dan

mengurangi kualitas pelayanan rumah sakit. Drug Related Problems (DRPs)

merupakan penyebab kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit yang

didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang menimpa pasien yang

berhubungan dengan terapi obat dan secara nyata maupun potensial berpengaruh

terhadap perkembangan pasien yang diinginkan. Peran seorang apoteker sangat

diperlukan dalam hal identifikasi untuk mencegah dan mengatasi kejadian

tersebut (Christina, dkk., 2014).

Salah satu klasifikasi dari DRPs yang sering ditemukan pada peresepan di

(18)

suatu interaksi yang bisa terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat

lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungan.

Definisi yang lebih relevan adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya,

atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya

(Stockley, 2008). Pasien yang menerima obat berpotensi interaksi banyak juga

tanpa bukti mengalami efek buruk. Hal ini tidak mungkin membedakan

karakteristik yang jelas untuk menentukan siapa yang akan atau tidak akan

mengalami interaksi obat yang merugikan (Tatro, 2009).

Laporan studi retrospektif dari Kroasia diperoleh 1.209 laporan yang

melibatkan setidaknya kombinasi dua obat, terdapat 468 (38,7%) dilaporkan

berpotensi interaksi obat, 94 diantaranya (7,8% dari total laporan) adalah interaksi

obat sebenarnya (Nikica, 2011).\

Legese (2013), dalam penelitiannya yang dilakukan pada pasien rawat

jalan poli kardiovaskular di Jimma University specialized hospital menunjukkan

sebanyak 1.249 obat dengan rata-rata 3,76 obat per resep yang diresepkan untuk

332 pasien. Frekwensi potensi interaksi obat ditemukan 241 kejadian (72,6%)

(Legese, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Hasanuddin

Damrah Manna Bengkulu Selatan pada pasien rawat inap poli penyakit dalam,

diperoleh gambaran frekwensi interaksi obat-obat (secara teoritik) pada pasien

rawat inap Jamkesmas di RSUD Hasanuddin Damrah Manna Bengkulu Selatan

rendah yaitu 21,67%. Pada pasien rawat jalan Jamkesmas cukup tinggi yaitu

(19)

Hasil penelitian Andriana (2012) di RSUD Prof. Dr.Margono Soekarjo

Purwokerto periode November 2009-Januari 2010 menunjukkan terjadi potensi

interaksi obat pada pasien rawat inap penyakit dalam RSUD Prof. Dr.Margono

Soekarjo Purwokerto sebesar 56,76% (Andriana, 2012).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, secara umum frekwensi

kejadian interaksi obat pada periode Oktober-Desember 2010 sebanyak 16 pasien

(53,33%) (Hidayah, 2012) dan pada penelitian Bakri (2011) terhadap 1019 lembar

resep pasien rawat jalan dari Poli Kardiovaskular Rumah Sakit Haji Adam Malik

Medan periode Januari sampai dengan Maret 2011, diperoleh gambaran umum

bahwa terjadi interaksi obat sebesar 28,85% dan yang tidak berinteraksi sebesar

71,05% (Bakri, 2011).

Salah satu kelompok obat yang masuk dalam daftar formularium rumah

sakit dan pemakaiannya harus diperhatikan karena tidak jarang menimbulkan

interaksi adalah analgetika. Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat

yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran,

(perbedaan dengan anestetika umum) (Tan dan Rahardja, 2008).

Obat analgetika obat yang paling banyak digunakan tidak hanya

menghilangkan rasa sakit dan demam tetapi juga untuk efek anti-inflamasi. Selain

penghalang rasa sakit ini banyak digunakan, obat ini juga sering disalahgunakan

diseluruh dunia, mungkin karena penggunaan obat ini tidak selalu menunjukkan

efek samping yang parah (Builders, 2011).

Obat analgetika tidak jarang ditemukan dalam peresepan di rumah sakit.

(20)

poli penyakit dalam di RSU Dr. Saiful Anwar Malang menggunakan golongan

analgetika Non steroid antiiflamation drug (NSAID). yaitu natrium diklofenak,

meloksikam dan Ibuprofen untuk terapi menangani penyakit Osteoarthritis

(Waranugraha, 2010).

Pola resep yang salah pada analgetika sering mengakibatkan efek samping

dan interaksi obat yang menyebabkan reaksi obat yang serius dan merugikan

(Builders, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien rawat jalan

medicine clinic di Mexico ditemukan potensi interaksi obat dalam resep

prevalensi yang sangat tinggi terjadi pada orang dewasa dan hampir 90,0% akibat

penggunaan NSAID. Interaksi yang paling sering melibatkan NSAID diresepkan

pada pasien dengan hipertensi dan atau gagal jantung kronis seperti NSAID dan

ACE inhibitor, meskipun temuan ini dipengaruhi oleh kriteria inklusi pasien, hal

ini menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan mengenai

interaksi ini (Dubova, dkk., 2007).

Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan di atas, penelitian ini difokuskan

terhadap profil penggunaan beserta potensi interaksi obat analgetika. Penelitian

dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP H.

Adam Malik Medan) menggunakan sampel lembar resep dan data pendukung

Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) periode Mei - Juli 2014 dari pasien rawat

jalan poli penyakit dalam dengan mengetahui persentase potensi interaksi,

sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya interaksi obat serta meningkatkan

(21)

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang potensi interaksi obat analgetika, dengan

variabel bebas (independent variable) usia dan jumlah obat dan sebagai variabel

terikat (dependent variable) adalah potensi interaksi obat analgetika, untuk

melihat persentase potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan poli

penyakit dalam di RSUP H. Adam Malik Medan. Selengkapannya mengenai

gambaran kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana profil penggunaan obat analgetika?

b. Apakah terjadi potensi interaksi obat pada pemberian obat analgetika?

c. Berapakah persentase potensi interaksi obat yang terjadi pada pemberian obat

analgetika?

d. Apakah jenis obat analgetika yang sering berpotensi interaksi?

e. Apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat analgetika? Potensi interaksi obat analgetika:

Persentase potensi interaksi obat analgetika Usia

(22)

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

a. Profil penggunaan obat analgetika dilihat dari jenis obat yang paling banyak

digunakan adalah natrium diklofenak, parasetamol dan meloksikam.

b. Terjadi potensi interaksi obat analgetika pada peresepan.

c. Persentase potensi interaksi pada pemberian obat analgetika adalah 30%.

d. Obat analgetika yang sering mengalami potensi interaksi adalah natrium

diklofenak, meloksikam dan ibuprofen.

e. Usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat analgetika.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

a. mengetahui profil penggunaan obat analgetika.

b. mengetahui apakah terjadi potensi interaksi pada obat analgetika.

c. mengetahui persentase potensi interaksi yang terjadi pada obat analgetika.

d. mengidentifikasi obat analgetika yang sering berpotensi interaksi.

e. mengetahui apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat

analgetika.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. memberikan gambaran mengenai potensi interaksi obat analgetika pada pasien

(23)

b. memberikan gambaran mengenai persentase potensi interaksi obat analgetika

pada pasien rawat jalan poli penyakit dalam di RSUP H. Adam Malik Medan.

c. memberi informasi kepada pihak yang terkait penggunaan jenis obat

analgetika yang kemungkinan menyebabkan interaksi obat sehingga interaksi

obat akibat penggunaan analgetika dapat dicegah.

d. sebagai landasan bagi pemerintah terutama profesional kesehatan untuk

meningkatkan upaya pelayanan kesehatan dengan pemberian obat analgetika

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Interaksi Obat

Interaksi obat didefinisikan ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya,

atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya

(Stockley, 2008).

Interaksi obat-obat dapat didefinisikan sebagai respon farmakologis atau

klinis terhadap kombinasi obat berbeda ketika obat-obat tersebut diberikan

tunggal. Hasil klinis interaksi obat-obat dapat dikategorikan sebagai antagonisme

(yaitu, 1 + 1 < 2), sinergis (yaitu, 1 + 1 > 2) (Tatro, 2009).

Obat dapat berinteraksi dengan obat lain maupun dengan makanan atau

minuman yang dikonsumsi oleh pasien. Hal ini dapat terjadi karena dalam

kehidupan sehari-hari, tidak jarang seorang penderita mendapat obat lebih dari

satu macam obat, menggunakan obat ethical, obat bebas tertentu selain yang

diresepkan oleh dokter maupun mengkonsumsi makanan dan minuman tertentu

seperti alkohol dan kafein. Perubahan efek obat akibat interaksi obat dapat bersifat

membahayakan dengan meningkatnya toksisitas obat atau berkurangnya khasiat

obat. Namun, interaksi dari beberapa obat juga dapat bersifat menguntungkan

seperti efek hipotensif diuretik bila dikombinasikan dengan beta-bloker dalam

pengobatan hipertensi (Fradgley, 2003).

Dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam

pengobatan pada saat ini, dan berkembangnya polifarmasi maka kemungkinan

terjadinya interaksi obat makin besar. Interaksi obat perlu diperhatikan karena

(25)

Menurut Setiawati (2007), Interaksi obat dianggap berbahaya secara klinik

bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang

berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit

(indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan

obat-obat sitostatik (Setiawan, 2011).

Kesadaran yang tinggi dari profesional kesehatan tentang obat-obat yang

sering diberikan untuk terapi, serta pengetahuan dokter tentang mekanisme

interaksi obat akan sangat membantu untuk mengurangi/menghindari

kemungkinan terjadinya interaksi, ketika obat-obat tertentu diberikan secara

bersamaan atau diminum oleh penderita pada waktu yang bersamaan, karena hal

ini dapat mengakibatkan kerugian bagi penderita.

Faktor-faktor penderita yang berpengaruh terhadap Interaksi Obat:

1.Umur Penderita

a.Bayi dan balita

Proses metabolik belum sempurna, efek obat dapat lain.

b.Orang Lanjut usia

Orang lanjut usia relatif lebih sering berobat, lebih sering menderita penyakit

kronis seperti hipertensi, kardiovaskuler, diabetes, arthritis. Orang lanjut usia

sering kali fungsi ginjal menurun, sehingga ekskresi obat terganggu

kemungkinan fungsi hati juga terganggu, dan diet pada lanjut usia sering

tidak memadai.

2.Penyakit yang sedang diderita

(26)

3.Fungsi Hati Penderita

Fungsi hati yang terganggu akan menyebabkan metabolisme obat terganggu

karena biotransformasi obat sebagian besar terjadi di hati.

4.Fungsi ginjal penderita

Fungsi ginjal terganggu akan mengakibatkan ekskresi obat terganggu. Ini akan

mempengaruhi kadar obat dalam darah, juga dapat memperpanjang waktu

paruh biologik (t½) obat. Dalam hal ini ada 3 hal yang dapat dilakukan, yaitu:

a.Dosis obat dikurangi

b.Interval waktu antara pemberian obat diperpanjang, atau

c.Kombinasi dari kedua hal diatas.

5.Kadar protein dalam darah/serum penderita

Bila kadar protein dalam darah penderita dibawah normal, maka akan

berbahaya terhadap pemberian obat yang ikatan proteinnya tinggi.

6.pH urin penderita

pHurin dapat mempengaruhi ekskresi obat di dalam tubuh.

7.Diet penderita

Diet dapat mempengaruhi absorpsi dan efek obat. (Joenoes, 2002).

2.1.1 Mekanisme interaksi obat

Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat:

2.1.1.1 Interaksi farmakokinetik

Farmakokinetik adalah obat yang diberi bersamaan yang satu obat mengubah

tingkat absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat lain. Hal ini paling

(27)

konsentrasi serum puncak, area di bawah kurva, konsentrasi waktu paruh, jumlah

total obat diekskresikan dalam urin (Tatro, 2009).

Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe :

a. Interaksi pada absorbsi obat

i. Efek perubahan pH gastrointestinal

Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada apakah

obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan. Absorpsi

ditentukan oleh kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah

parameter yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai contoh adalah

absorpsi asam salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada pH rendah

daripada pada pH tinggi (Stockley, 2008).

ii. Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek

Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus

untuk pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun

lainnya, tetapi dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam

dosis terapetik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan.

Sebagai contoh, antibakteri tetrasiklin dengan dengan kalsium, bismut

aluminium, dan besi, membentuk kompleks yang kurang diserap sehingga

mengurangi efek antibakteri (Stockley, 2008).

iii.Perubahan motilitas gastrointestinal

Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus kecil,

obat-obatan yang mengubah laju pengosongan lambung dapat mempengaruhi

(28)

sehingga meningkatkan penyerapan parasetamol (asetaminofen) (Stockley,

2008).

iv.Malabsorbsi dikarenakan obat

Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat mengganggu

penyerapan sejumlah obat-obatan termasuk digoksin dan metotreksat

(Stockley, 2008).

b. Interaksi pada distribusi obat

i. Interaksi ikatan protein

setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh

sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak

yang lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan

sisanya terikat dengan protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan

protein plasma bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul

-molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya -molekul tidak terikat yang tetap

bebas dan aktif secara farmakologi (Stockley, 2008).

ii. Induksi dan inhibisi protein transport obat

Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis , dibatasi oleh

aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif

membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat

yang termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat

obat ke dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping Central Nervous

(29)

c. Interaksi pada metabolisme obat

i. Perubahan pada metabolisme fase pertama

Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah

dalam urin, banyak diantaranya secara kimia diubah menjadi yang lebih

mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian, banyak obat yang akan

bertahan dalam tubuh dan terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama.

Perubahan kimia ini disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi

biokimia, atau kadang-kadang detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat

terjadi di dalam serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar

dilakukan oleh enzim yang ditemukan di membran retikulum endoplasma

sel-sel hati. Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi

tahap I (melibatkan oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi

senyawa yang lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya

obat dengan zat lain (misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai

glukuronidasi) untuk membuat senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi

oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom P450 (Stockley, 2008).

ii. Induksi Enzim

Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus

dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik

yang sama, alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim

mikrosom sehingga meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya

(30)

iii.Inhibisi enzim

Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat

terakumulasi di dalam tubuh. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat

adalah fase oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari

banyak interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat

kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik

interaksi tidak penting secara klinis (Stockley, 2008).

iv.Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi

Parasetamol dimetabolisme oleh CYP2E1, metronidazole menghambatnya,

sehingga tidak mengherankan bahwa metronidazole meningkatkan efek

parasetamol (Medscape, 2014).

d. Interaksi pada ekskresi obat

i. Perubahan pH urin

Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5)

sebagian besar terdapat sebagai molekul terionisasi, yang tidak dapat

berdifusi ke dalam sel tubulus maka akan tetap dalam urin dan dikeluarkan

dari tubuh. Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5 sampai 10.5.

Dengan demikian, perubahan pH yang meningkatkan jumlah obat dalam

bentuk terionisasi, meningkatkan hilangnya obat (Stockley, 2008).

ii. Perubahan ekskresi aktif tubular renal

Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama ditubulus ginjal

dapat bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi. Sebagai contoh, probenesid

(31)

iii.Perubahan aliran darah renal

Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator

prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi

beberapa obat dari ginjal dapat berkurang (Stockley, 2008).

2.1.1.2 Interaksi farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang satu obat menginduksi perubahan

respon pasien terhadap obat tanpa mengubah farmakokinetik objek obat. Artinya,

orang dapat dilihat perubahan kerja obat tanpa perubahan konsentrasi plasma.

Interaksi farmakologis, yaitu, penggunaan bersamaan dari dua atau lebih obat

dengan tindakan farmakologis yang sama atau menentang (misalnya, penggunaan

alkohol dengan obat anti ansietas dan hipnotik atau antihistamin), adalah bentuk

interaksi farmakodinamik. Beberapa dokter mengatakan bahwa reaksi tersebut

tidak interaksi obat, dan memang sebagian besar tidak kecuali reaksi yang

dilaporkan merugikan (Tatro, 2009)

a. Interaksi aditif atau sinergis

Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan bersamaan

efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP, jika

diberikan dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah besar obat

(misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk

berlebihan. Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif

ototoksisitas, nefrotoksisitas dan depresi sumsum tulang (Stockley, 2008).

b. Interaksi antagonis atau berlawanan

Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan

(32)

antihipertensi dengan mekanisme farmakodinamik antagonisme. NSAID

menghambat sintesa prostaglandin untuk vasodilatasi ginjal (Mozayani dan

Raymond, 2012).

2.1.2 Tingkat keparahan interaksi obat

Potensi keparahan interaksi sangat penting dalam menilai risiko vs

manfaat terapi alternatif. Dengan penyesuaian dosis yang tepat atau modifikasi

jadwal penggunaan obat, efek negatif dari kebanyakan interaksi dapat dihindari.

Tiga derajat keparahan didefinisikan sebagai:

a.Keparahan minor

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika efek biasanya ringan;

konsekuensi mungkin mengganggu atau tidak terlalu mencolok tapi tidak

signifikan mempengaruhi hasil terapi. Pengobatan tambahan biasanya tidak

diperlukan (Tatro, 2009).

b.Keparahan moderate

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika efek yang terjadi

dapat menyebabkan penurunan status klinis pasien. Pengobatan tambahan,

rawat inap, atau diperpanjang dirawat di rumah sakit mungkin diperlukan

(Tatro, 2009).

c.Keparahan major

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat probabilitas

yang tinggi, berpotensi mengancam jiwa atau dapat menyebabkan kerusakan

permanen (Tatro, 2009).

Profesional perawatan kesehatan perlu menyadari sumber interaksi obat

(33)

menggambarkan hasil potensi interaksi dan menyarankan intervensi yang tepat.

Hal ini juga tugas pada profesional kesehatan untuk dapat menerapkan literatur

yang tersedia untuk setiap situasi. Profesional harus mampu untuk merekomendasi

secara individu berdasarkan parameter-pasien tertentu. Meskipun beberapa pihak

berwenang menyarankan efek samping yang dihasilkan dari interaksi obat

mungkin kurang sering daripada yang dipercaya, profesional perawatan kesehatan

harus melindungi pasien terhadap efek berbahaya dari obat-obatan, terutama

ketika interaksi tersebut dapat diantisipasi dan dicegah (Tatro, 2009).

2.2 Analgetika

Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi

atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tan dan Rahardja,

2008).

Nyeri adalah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang

berhubungan dengan adanya potensi kerusakan yang menggambarkan keadaan

tersebut (Sukandar, dkk., 2013). Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya

gangguan dijaringan, seperti peradangan (rema, encok), infeksi jasad renik atau

kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimia atau fisis

(kalor, listrik) dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Rangsangan tersebut

memicu pelepasan zat tertentu yang disebut mediator nyeri, a.l. histamin,

bradikinin, leukotrien dan prostaglandin. Semua mediator nyeri itu merangsang

reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas dari kulit, mukosa serta jaringan lain dan

demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-kejang (Tan dan

(34)

Ambang nyeri didefenisikan sebagai tingkat (level) pada mana nyeri

dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan kata lain intensitas rangsangan yang

terendah pada saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang

nyerinya adalah konstan.

Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetik dibagi dalam 2 kelompok yaitu:

a. Analgetika perifer (non-narkotik)

b. Analgetika narkotik (Tan dan Rahardja, 2008).

2.2.1 Analgetika perifer

Analgetika perifer yaitu analgetika yang merintangi terbentuknya

rangsangan pada reseptor nyeri perifer.

Penggolongan analgetika perifer dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yakni:

a. Parasetamol

b. Salisilat: asetosal, salisilamida dan bernorilat

c. Penghambat prostaglandin (NSAID); Ibuprofen, dll.

d. Derivat antranilat: mefenaminat, glafenin

e. Derivat pirazolinon: propifenazon, isopropilaminofenazon dan metamizol

f. Lainnya benzidamin (Tantum)

Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa

mempengaruhi ssp atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan

ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan/atau antiradang.

Efek samping paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah,

kerusakan hati dan ginjal, dan juga reaksi alergi kulit. Efek samping terjadi

terutama pada pengguna lama atau dalam dosis tinggi. Sehingga penggunaan

(35)

Interaksi kebanyakan analgetika memperkuat efek antikoagulansia, kecuali

parasetamol. Obat ini pada dosis biasa dapat dikombinasikan dengan aman untuk

waktu maksimal dua minggu (Tan dan Rahardja, 2008).

2.2.2 Analgetika narkotik

Analgetik narkotik disebut juga opioid adalah obat-obat yang daya kerjanya

meniru opiod endogen dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor

opioid. Zat-zat ini bekerja terhadap reseptor khas di SSP, hingga persepsi nyeri

dan respon emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi) (Tan dan Rahardja,

2008).

Atas dasar cara kerjanya, obat-obat ini dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yakni:

a. Agonis Opiat yang dapat dibagi dalam:

i. Alkaloid candu: morfin kodein, heroin, nikomorfin.

ii.Zat-zat sintetis: metadon dan derivatnya, petidin, tramadol dan derivatnya.

b. Antagonis Opiat: Nalokson, nalorfin, pentazosin dan buprenofrin.

c. Campuran: nalorfin, nalbufin (Tan dan Rahardja, 2008).

2.2.3 Interaksi obat analgetika

a. Interaksi obat analgetika non-narkotik

Salah satu analgetika non narkotik yang banyak terlibat dalam interaksi

obat adalah NSAID. NSAID berinteraksi dengan beberapa obat dan dengan

NSAID sendiri. Interaksi obat paling penting melibatkan NSAID adalah interaksi

dengan heparin dan antikoagulan oral. Pemberian bersamaan diketahui

meningkatkan risiko perdarahan. Hal ini disebabkan karena kemampuan NSAID

untuk menghambat agregasi platelet dan memindahkan senyawa antikoagulan dari

(36)

pemberian bersaamaan NSAID apa pun dengan probenesid menyebabkan

peningkatan efek NSAID. Interaksi obat lain yang melibatkan NSAID adalah

interaksi dengan diuretik loop dan antihipertensi. Pemberian bersamaan NSAID

dan senyawa diuretik atau antihipertensi menyebabkan penurunan efikasi senyawa

tersebut (Mozayani dan Raymond, 2012).

Interaksi yang melibatkan parasetamol yaitu interaksi dengan obat/kelas

obat meliputi, kotrasepsi oral diketahui dapat menurunkan efikasi dari

parasetamol, sedangkan untuk probenesid dan propanolol diketahui dapat

meningkatkan keefektifan parasetamol (Mozayani dan Raymond, 2012).

b. Interkasi obat analgetika narkotik

Analgesik opioid dan obat lain berinteraksi melalui beberapa mekanisme.

Banyak interaksi hasil dari induksi atau inhibitor sitokrom P450 sistem

mono-oksigenase hati. Eliminasi opioid sebagian besar tergantung pada metabolisme

hati, sehingga dapat menjadi signifikan secara klinis. Carbamazepine, phenytoin

dan barbiturat dapat meningkatkan metabolisme opioid berkaitan dengan

metabolisme hati. Interaksi yang melibatkan mekanisme farmakodinamik lebih

umum daripada yang farmakokinetik. Interaksi tersebut diwujudkan secara klinis

sebagai sebagai adiktif/sinergis atau antagonis, efek farmakologis yang sama atau

(37)

2.3 Rumah sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Tujuan penyelenggaraan Rumah Sakit:

a.mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit

c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit

d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit dan rumah sakit

Pada hakikatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan

penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna

tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam

meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat (DPR RI, 2009).

2.4 Resep

2.4.1 Pengertian penulisan resep

Secara definisi dan teknis, resep artinya pemberian obat secara tidak

langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien,

format dan kaidah penulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi atau apoteker

di apotek agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai

(38)

Demi keamanan penggunaan, obat dibagi dalam beberapa golongan.

Secara garis besar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebas Over the

counter (OTC) dan Ethical, harus dilayani dengan resep dokter. Jadi sebagian

obat tidak bisa diserahkan langsung pada pasien atau masyarakat tetapi harus

melalui resep dokter. Dalam sistem distribusi obat nasional, peran dokter sebagai

medical care dan alat kesehatan ikut mengawasi penggunaan obat oleh

masyarakat, apotek sebagai organ distributor terdepan berhadapan langsung

dengan masyarakat atau pasien, dan apoteker berperan sebagai pharmaceutical

care dan informan obat, serta melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek. Di

dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, kedua profesi ini harus berada

dalam satu tim yang solid dengan tujuan yang sama yaitu melayani kesehatan dan

menyembuhkan pasien (Jas, 2009).

2.4.2 Tujuan penulisan resep

Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan

kesehatan di bidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian

obat. Umumnya, rentang waktu buka instalasi farmasi/ apotek dalam pelayanan

farmasi jauh lebih panjang daripada praktik dokter, sehingga dengan penulisan

resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses obat-obatan yang

diperlukan sesuai dengan penyakitnya. Melalui penulisan resep pula, peran, dan

tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat

dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada

masyarakat secara bebas. Selain itu, dengan adanya penulisan resep, pemberian

obat lebih rasional dibandingkan dispensing (obat diberikan sendiri oleh dokter),

(39)

dapat membentuk pelayanan berorientasi kepada pasien (patient oriented). Resep

itu sendiri dapat menjadi medical record yang dapat dipertanggungjawabkan,

sifatnya rahasia (Jas, 2009). Selain peran dokter dan farmasis, tenaga perawat dan

tenaga kesehatan laimnya juga harus mampu untuk merekomendasi secara

individu berdasarkan parameter-pasien tertentu. Terutama berkaitan dengan

peresepan yang berpotensi interaksi obat, karena profesional perawatan kesehatan

harus melindungi pasien terhadap efek berbahaya dari obat-obatan yang diberikan,

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif cross sectional, yaitu

jenis survei yang menggambarkan situasi atau keadaan tertentu. Pengambilan data

pasien secara retrospektif adalah penelitian yang berusaha melihat kebelakang,

artinya pengambilan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi

(Notoatmodjo, 2010).

Metode deskriptif cross sectional yang disebut metode ecological studies

adalah suatu penelitian yang menggambarkan kondisi suatu populasi,

mengambarkan suatu penyakit dan permasalahan penggunaan obat dan hal-hal

yang mempengaruhinya (Waning dan Montagne, 2007).

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

3.2.1 Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2014 – Juli 2014

3.2.2 Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh pasien rawat jalan dari Poli Penyakit dalam di RSUP H.

(41)

3.3.2. Sampel

Sampel yang dipilih pada penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi

dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Kriteria inklusi adalah:

a. Lembar resep pasien rawat jalan dari Poli Penyakit Dalam dan atau

menggunakan analgetika dari poli lain di apotek RSUP H. Adam Malik

Medan.

b. mendapat terapi ≥ 2 obat

c. Kategori semua gender

Kriteria eksklusi adalah:

a. Lembar resep yang tidak lengkap (tidak memuat informasi yang dibutuhkan

dalam penelitian).

3.4 Defenisi Operasional

a. Profil penggunaan adalah garis besar tentang penggunaan obat analgetika

dilihat dari jenis obat, jenis kelamin dan usia pasien.

b. Potensi interaksi obat adalah potensi aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi

oleh obat lain yang diberikan bersamaan.

c. Persentase kejadian potensi interaksi analgetika adalah persentase kejadian

potensi interaksi obat analgetika yang terjadi.

d. Usia subjek dihitung sejak tahun lahir sampai dengan ulang tahun terakhir,

kelompok usia ditentukan menjadi 18 – 25 tahun, 26 – 35 tahun, 36 – 45

tahun, 46 – 55 tahun, 56 – 65 tahun dan >65 tahun.

(42)

f. Jumlah obat berapa banyak obat yang diberikan dalam resep, jumlah obat

ditentukan menjadi < 5 obat dan ≥ 5 obat.

g. Mekanisme interaksi adalah bagaimana interaksi obat terjadi apakah secara

farmakokinetik, farmakodinamik atau unknown.

h. Tingkat keparahan interaksi obat adalah minor, moderate, dan major.

i. Interaksi farmakokinetik adalah salah satu obat mengubah tingkat absorpsi,

distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain yang diberi secara bersamaan.

j. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang satu obat menginduksi

perubahan respon pasien terhadap obat tanpa mengubah farmakokinetik obat

lain.

k. Unknown adalah kejadian interaksi obat yang telah tercatat dalam literatur

tetapi mekanisme interaksinya belum diketahui secara jelas.

l. Tingkat keparahan minor efek biasanya ringan, kemungkinan dapat

mengganggu tetapi seharusnya tidak secara signifikan mempengaruhi hasil

terapi. Pengobatan tambahan biasanya tidak diperlukan.

m. Tingkat keparahan moderate menyebabkan penurunan status klinis pasien.

Pengobatan tambahan, rawat inap, atau diperpanjang dirawat di rumah sakit

mungkin diperlukan.

n. Tingkat keparahan major terdapat probabilitas yang tinggi yang

membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan

(43)

3.5 Instrumen Penelitian

3.5.1 Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu data sekunder berupa lembar resep

pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam dan data pendukung dari SIRS.

3.5.2 Teknik pengumpulan data

Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan lembar resep pasien

rawat jalan Poli Penyakit Dalam di apotek, dan melengkapi data dengan

menggunakan data pendukung dari SIRS. Adapun data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini adalah:

a. mengelompokkan data lembar resep pasien dan data pendukung SIRS yang

menggunakan obat analgetika berdasarkan kriteria inklusi.

b. mengelompokkan data penggunaan obat analgetika pasien meliputi nama obat,

jumlah obat, jenis obat, diagnosa dan aturan pakai.

c. menyeleksi data berdasarkan ada tidaknya potensi interaksi obat analgetika

pada peresepan obat pasien rawat jalan dari Poli Penyakit Dalam berdasarkan

studi literatur.

3.5.3 Seleksi data

Memilah data yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria

eksklusi.

3.6 Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif.

Bentuk dan kuantitas akan disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data kualitatif

(44)

dan berurutan berdasarkan studi literatur Drug Interaction Fact, Stockley’s Drug

Interaction, serta digunakan juga situs internet terpercaya (http://www.medscape

com/druginf

.php). Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif. Ditentukan

persentase potensi interaksi obat-obat secara keseluruhan, dihitung apakah ada

pengaruh usia dan jumlah obat terhadap kejadian potensi interaksi obat analgetika

menggunakan program SPSS versi 20.0. Selain itu, dihitung juga persentase

mekanisme interaksi obat baik yang mengikuti mekanisme interaksi

farmakokinetik, farmakodinamik, dan unknown, ditentukan jenis-jenis obat yang

sering berpotensi interaksi dan tingkat keparahannya serta dihitung rata- rata

jumlah obat yang digunakan dilihat dari peningkatan usia. Data yang diperoleh

diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007, kemudian disajikan

dalam bentuk tabel.

(45)

3.7 Bagan Alur Penelitian

Selengkapannya mengenai gambaran pelaksanaan penelitian dapat dilihat

pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Gambaran pelaksanaan penelitian

3.8 Langkah Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan

penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan.

b. menghubungi Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan untuk mendapat

izin penelitian dan pengambilan data, dengan membawa surat rekomendasi

dari fakultas.

Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam

Pengambilan data : - Lembar Resep - Data dari SIRS Pasien yang mendapat obat analgetika

Potensi interaksi obat analgetika

Terjadi potensi interaksi

Persentase potensi interaksi

Obat yang sering berpotensi

interaksi

Penarikan Kesimpulan Tidak terjadi

potensi interaksi

Profil Penggunaan obat analgetika

Analisa Data

Tingkat Keparahan

Interaksi Mekanisme

Interaksi

(46)

c. mengumpulkan data berupa lembar resep dan data pendukung SIRS yang

tersedia di RSUP H. Adam Malik Medan.

d. menganalisis data yang diperoleh sehingga didapatkan kesimpulan dari

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan lembar resep, data pendukung dari SIRS

pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan

periode Mei – Juli 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi

kriteria eksklusi diperoleh sampel 721 lembar resep.

4.1.1 Profil penggunaan analgetika pasien rawat jalan poli penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan periode Mei 2014 – Juli 2014.

Berdasarkan hasil pengamatan pada 721 lembar resep pasien, obat

analgetika yang paling banyak digunakan adalah natrium diklofenak 25 mg

36,33%, parasetamol tab 500 mg 25,84% dan meloksikam tab 15 mg 16,38%

yang ditunjukkan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Profil penggunaan obat analgetika pasien rawat jalan poli penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan periode Mei 2014 – Juli 2014

No Nama Obat Tingkat penggunaan

obat %

Asam mefenamat Ibuprofen tab 200 mg Ibuprofen tab 400 mg Kaltrofen supp 15 mg Kodein tab 10 mg Kodein tab 20 mg Meloksikam 7,5 mg Meloksikam 15 mg Meloksikam supp 15 mg Mst continus tab 10 mg Natrium diklofenak 25 mg Parasetamol tab 500 mg Piroxicam tab 10 mg

30

(48)

4.1.2 Karakteristik umum subjek penelitian

Berdasarkan sampel yang diambil dari 721 lembar resep pasien yang

menggunakan analgetika dalam lembar resepnya, diperoleh gambaran umum

karakteristik subjek yang dominan antara lain 62% perempuan; 33,43% usia 46 –

55 tahun; 92,20% jumlah obat dalam resep <5 obat. Karakteristik umum subjek

yang diteliti secara garis besar ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian

No Karakteristik subjek Jumlah resep (n=721)

% (Jumlah resep)

1

2

3

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

Kelompok Usia 18 – 25 tahun

Jumlah Obat < 5 obat

4.1.3 Gambaran potensi interaksi obat analgetika subjek penelitian

Berdasarkan analisis terhadap 721 resep pasien, ditemukan adanya potensi

interaksi obat analgetika di dalam resep 20,25% dengan diagnosa dominan yang

mengalami potensi interaksi obat analgetika adalah Hipertensi 41,09% (Tabel

4.4). Gambaran umum kejadian potensi interaksi obat secara keseluruhan

(49)

Tabel 4.3 Gambaran potensi interaksi obat analgetika subjek penelitian

No Kriteria Subjek

Total Pasien (n=721)

Berinteraksi % Tidak

Berinteraksi %

1

Kelompok Usia 18 – 25 tahun

Jumlah Obat < 5 obat

Penelitian terhadap 721 lembar resep pasien mengenai kejadian potensi

interaksi obat dan faktor yang mempengaruhinya menggambarkan bahwa:

a. Potensi interaksi obat terjadi pada pasien dengan kelompok umur 46 - 55 tahun

tahun persentasenya paling tinggi yaitu 5,83%

b. Potensi interaksi obat terjadi pada pasien yang menerima < 5 obat memiliki

persentase lebih tinggi yaitu 16,50% sedangkan pada pasien yang menerima ≥

(50)

Tabel 4.4 Diagnosa penyakit yang mengalami potensi interaksi obat analgetika subjek penelitian

4.1.4 Gambaran kejadian potensi interaksi obat analgetika subjek penelitian

Berdasarkan analisis terhadap 721 resep pasien, diperoleh persentase

potensi interaksi obat analgetika yaitu 20,25%, ditemukan 180 kasus potensi

interaksi, terdiri dari 45 jenis kejadian potensi interaksi obat analgetika (Tabel

4.5). Obat yang paling sering mengalami potensi interaksi adalah natrium

diklofenak dengan persentase 42,78%, meloksikam 22,22% dan asam mefenamat

12,22% (Tabel 4.6), dengan mekanisme interaksi farmakodinamik 83,89%,

farmakokinetik 12,22%, dan unknown 3,89% (Tabel 4.7). Tingkat keparahan

potensi interaksi obat antara lain minor 13,89%, moderate 84,44%, dan major

1,67% (Tabel 4.8). Kejadian potensi interaksi obat analgetika pada subjek

penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.5.

No Diagnosa penyakit Jumlah resep

berinteraksi (n=146) %

1

Abscess of liver Arthrosis Ca cervix

Congestive heart failure Dyspepsia

End-stage renal disease Essential thrombocytosis Gastritis

Hypertension Idiopathic gout Low back pain

Mild depressive episode

Other specified disorders of bone density and structure

Other spondylosis

Personal history of diseases of the circulatory system

(51)

Tabel 4.5 Jenis kejadian potensi interaksi obat analgetika subjek penelitian

No Nama obat Pola mekanisme interaksi obat

Tingkat keparahan interaksi obat

Jumlah

Natrium diklofenak– Furosemida

Natrium diklofenak– Cotrimoxazole Natrium diklofenak– Telmisartan

Natrium diklofenak– Terazosin

Natrium diklofenak– Irbesartan

Natrium diklofenak– Captopril

Natrium diklofenak– Metil prednisolon Natrium diklofenak– Valsartan

Natrium diklofenak– Probenesid

Natrium diklofenak– Hidroklortiazid Natrium diklofenak– Kandesartan

Natrium diklofenak– Aspirin

Natrium diklofenak– Gliquidone

Natrium diklofenak– Ramipril prednisolon

(52)

Tabel 4.5 (Lanjutan) Asam mefenamat–Metil prednisolon

Asam mefenamat– Telmisartan Asam mefenamat– Gliquidone Asam mefenamat– Irbesartan

Asam mefenamat– Aspirin

Asam mefenamat– Captopril

Asam mefenamat– Probenesid Parasetamol– Propranolol

Parasetamol–Diazepam Parasetamol–Penytoin Kodein–Quetiapine Kodein–Diazepam Mst continus– Amitriptylin

Tabel 4.6 Jumlah obat analgetika yang mengalami potensi interaksi pada subjek penelitian

Asam mefenamat Kodein

(53)

Tabel 4.7 Mekanisme interaksi obat analgetika subjek penelitian

Tabel 4.8 Tingkat Keparahan Potensi Interaksi Obat Analgetika Pada Subjek Penelitian

4.1.5 Analisis bivariat 4.1.5.1 Faktor usia

Subjek yang memiliki persentase tertinggi adalah pasien dengan usia 46 – 55

tahun yaitu 33,43%. Begitu pula kejadian potensi interaksi obat juga lebih banyak

terjadi pada pasien berusia 46 – 55 tahun yaitu 28,77%. Kejadian potensi interaksi

obat berdasarkan usia dapat ditunjukkan pada Tabel 4.9.

No Mekanisme interaksi obat Jumlah kejadian % 1 Interaksi farmakokinetik 22 12,22 2 Interaksi farmakodinamik 151 83,89 3 Interaksi unknown 7 3,89

Total 180

No Tingkat keparahan potensi interaksi

Jumlah kasus %

1 Minor 25 13,89

2 Moderate 152 84,44

3 Major 3 1,67

(54)

Tabel 4.9 Kejadian potensi interaksi obat berdasarkan usia subjek penelitian

Usia

Potensi Interaksi Obat

Total Terjadi potensi interaksi Tidak terjadi potensi

interaksi total usia

Jumlah

Hasil analisis bivariat dengan Chi-Square Test antara variabel usia dengan

kejadian potensi interaksi obat menunjukkan keduanya bermakna secara statistik

(nilai p < 0,05 ), sehingga dalam penelitian ini faktor usia berhubungan dengan

kejadian potensi interaksi obat.

4.1.5.2 Faktor jumlah obat

Secara umum subjek adalah pasien yang mendapatkan resep dengan jumlah obat

< 5 yaitu 89,34%. Begitu pula kejadian potensi interaksi obat juga lebih banyak

terjadi pada pasien yang mendapatkan resep dengan jumlah obat < 5 yaitu

81,51%. Kejadian potensi interaksi obat berdasarkan jumlah obat dapat

(55)

Tabel 4.10 Kejadian potensi interaksi obat berdasarkan jumlah obat subjek penelitian

Hasil analisis bivariat dengan Chi-Square Test antara variabel jumlah obat dengan

kejadian potensi interaksi obat menunjukkan keduanya bermakna secara statistik

(nilai p < 0,05), sehingga dalam penelitian ini jumlah obat berhubungan dengan

kejadian potensi interaksi obat.

Dari data yang diperoleh diketahui terjadi peningkatan rata-rata jumlah

obat seiring dengan peningkatan usia, lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar

4.1

Gambar 4.1 Grafik peningkatan rata-rata jumlah obat berdasarkan peningkatan usia.

rata-rata jumlah obat

Jumlah obat

Potensi interaksi Obat

Total terjadi potensi interaksi Tidak terjadi potensi interaksi

Gambar

Gambar 3.1 Gambaran pelaksanaan penelitian
Tabel 4.1 Profil penggunaan obat analgetika pasien rawat jalan poli penyakit dalam RSUP H
Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian
Tabel 4.3 Gambaran potensi interaksi obat analgetika subjek penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan telah dilaksanakan Evaluasi Penawaran dari perusahaan yang saudara pimpin, maka dengan ini kami mengundang saudara dalam kegiatan Pembuktian

DINAS KEBERSIHAN, PERTAMANAN, DAN TATA KOTA KOTA MAGELANG Jl. Lamtoro no.71 Tidar Baru

DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

memberikan hasil lebih kecil dari nilai table, pada tingkat kepercayaan 5% (0,05) dimana nilai t tabel pada tingkat kepercayaan 5% sebesar 1,64 dengan demikian

Tempat : Pokja Pengadaan Jasa Konsultasi dan Jasa Lainnya Kantor Bappeda Kabupaten Klaten Jalan Pemuda No 294 Gedung Pemda II Lantai 2 Klaten Persyaratan.. Bagi Penyedia

Pelajaran Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar  Membaca teks tentang. berbagai profesi, misal- nya pengrajin kayu dan

The produced 3D point clouds are gridded to 6 mm resolution from which topographic parameters such as slope, aspect and roughness are derived.. At a later project stage these

Berikut kami bagikan contoh Soal Ulangan Tematik Kelas 1 SD Tema 5 : Pengalamanku.. Subtema 2 : Pengalaman Bersama Teman