PROFIL PENGGUNAAN DAN POTENSI INTERAKSI
OBAT ANALGETIKA PADA PASIEN RAWAT JALAN
POLI PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE MEI 2014 - JULI 2014
SKRIPSI
OLEH:
SEPTIA ADRINA DALIMUNTHE NIM 121524145
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PROFIL PENGGUNAAN DAN POTENSI INTERAKSI
OBAT ANALGETIKA PADA PASIEN RAWAT JALAN
POLI PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE MEI 2014 - JULI 2014
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
SEPTIA ADRINA DALIMUNTHE NIM 121524145
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
PROFIL PENGGUNAAN DAN POTENSI INTERAKSI
OBAT ANALGETIKA PADA PASIEN RAWAT JALAN
POLI PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE MEI 2014 - JULI 2014
OLEH:
SEPTIA ADRINA DALIMUNTHE NIM 121524145
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 04 Februari 2015
Disetujui oleh,
Pembimbing I, Panitia Penguji:
Hari Ronaldo Tanjung, M.Sc., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 197803142005011002 NIP 195301011983031004
Pembimbing II, Hari Ronaldo Tanjung, M.Sc., Apt. NIP 197803142005011002
Dra.Yusmainita, SpFRS., Apt. Marianne, S.Si., M.Si., Apt. NIP 196205091992032002 NIP 198005202005012006
Dr. Poppy A.Z. Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003
Medan, Februari 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara a.n dekan,
Pembantu Dekan I,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Profil penggunaan dan potensi interaksi
obat analgetika pada pasien rawat jalan poli penyakit dalam di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Mei 2014 - Juli 2014“. Skripsi ini
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU dan
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU
Medan yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.
Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., selaku Ketua Jurusan Program Ekstensi
Sarjana Farmasi USU. Bapak Hari Ronaldo Tanjung, M.Sc., Apt., dan ibu Dra.
Yusmainita, SpFRS., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu,
bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi
ini. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Ibu Marianne, S.Si, M.Si., Apt., dan Ibu
Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan kritikan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi
ini. Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., sebagai penasehat akademik yang
telah membimbing penulis selama masa pendidikan di Fakultas Farmasi USU.
Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik dan
Pimpinan dan semua staf tata usaha Fakultas Farmasi USU yang telah membantu
penulis dalam semua proses administrasi.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya Bapak
Drs. M. Abdi Dalimunthe dan Ibu Lailan Syahfitri Batu Bara S.Pd.I., serta
adik-adik tercinta M. Fadlan Aprial Dalimunthe, Astri Widyani Dalimunthe dan Ivi
Briliansi Dalimunthe, juga kepada orang terdekat saya Rahmad Ritonga dan
teman-teman seperjuangan Zuhra Allaili Berutu, Dwi Ayu Septiati Hasanah,
Fenny Adlia Z, Dita Ayudhyas Canalovta, Puspita Dewi, Astria Kurnia, kemas
wahyudi serta semua orang yang tidak dapat dituliskan satu persatu untuk semua
doa, dorongan dan semangat baik moril maupun materil kepada penulis selama
masa perkuliahan hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Semoga Allah
Subhana Wata’ala memberikan balasan yang setimpal kepada semuanya, serta
mendapatkan kebahagiaan dan keridhoan-Nya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki
banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang
dapat menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita
semua.
Medan, Februari 2015
Penulis,
PROFIL PENGGUNAAN DAN POTENSI INTERAKSI OBAT ANALGETIKA PADA PASIEN RAWAT JALAN
POLI PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE MEI 2014 - JULI 2014
ABSTRAK
Interaksi obat merupakan salah satu bagian dari delapan Drug Related Problem yang secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadap perkembangan pasien yang diinginkan dan berpengaruh menyebabkan kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit. Salah satu kelompok obat yang masuk dalam daftar formularium rumah sakit dan pemakaiannya harus diperhatikan karena tidak jarang menimbulkan interaksi obat adalah analgetika.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan analgetika, mengetahui ada tidaknya potensi interaksi obat analgetika, mengetahui persentase potensi interaksi obat analgetika, mengetahui obat analgetika yang sering berpotensi interaksi serta mengetahui apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat analgetika.
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada bulan Mei 2014 - Juli 2014. Jenis penelitian adalah survei deskriptif
cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari 721 lembar resep, yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan bertahap menggunakan uji Chi-Square pada program SPSS Advanced Statistics 20.0.
Hasil penelitian menunjukkan profil penggunaan analgetika pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dilihat dari obat yang paling banyak digunakan adalah natrium diklofenak 25 mg 36,33%, parasetamol tab 500 mg 25,84% dan meloksikam tab 15 mg 16,38%. Dilihat dari karakteristik berdasarkan usia, pasien berusia 46 – 55 tahun yang lebih banyak menggunakan analgetika dengan persentase 33,43% dan dari jenis kelamin, pasien berjenis kelamin perempuan yang lebih banyak menggunakan analgetika dengan persentase 62%. Dari 721 lembar resep ditemukan kejadian potensi interaksi obat analgetika dengan persentase potensi interaksi 20,25%. Obat analgetika yang sering mengalami potensi interaksi adalah natrium diklofenak 42,78%, meloksikam 22,22% dan asam mefenamat 12,22%. Faktor yang mempengaruhi potensi interaksi obat analgetika adalah jumlah obat (p=0,000) dan usia (p=0,026).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa telah terjadi potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dan diketahui dari hasil yang diperoleh bahwa terdapat hubungan antara usia dan jumlah obat dengan potensi interaksi obat analgetika.
PROFILE OF USE AND POTENTIAL DRUG INTERACTIONS OF ANALGESIC IN OUTPATIENT POLY OF INTERNAL DISEASE
GENERAL HOSPITAL HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIOD FROM MAY 2014 - JULY 2014
ABSTRACT
Drug interaction is a part of the eight-Drug Related Problems in real or potential effect on the patient's progress is desirable and influential lead to a lack of quality of hospital services. One group of drugs that enter the hospital formulary list and its use must be considered because there is rarely cause drug interactions are analgesic.
This study aims to determine the profile use of analgesic, determine presence or absence a potential interaction of analgesic drugs, knowing the percentage of the potential interaction of analgesic drugs, analgesic drugs are often aware potential interaction and and determine whether age and number of drugs affect the potential interaction of analgesic drugs.
The study was conducted at the General Hospital Haji Adam Malik Medan in May 2014 to July 2014. The study was a descriptive cross sectional survey. Data were collected retrospectively from 721 sheets of recipes, which met the inclusion criteria. Data were analyzed descriptively and gradually using Chi-Square the SPSS Advanced Statistics 20.0.
The results showed analgesic drugs that are widely used by outpatients Poly of Internal disease General Hospital Haji Adam Malik Medan visits of the most widely used drug is diclofenac sodium 25 mg 36.33%, paracetamol 500 mg tab 25.84% and meloxicam tab 15 mg 16.38%. Judging from the characteristics of the subjects, patients aged 46-55 years at most use of analgesics with the percentage 33.43%, view of gender the patients are women who more use of analgesics with a percentage of 62%.From the 721 sheets of recipes found the incidence potential interactions of analgesic drugs with the percentage of 20.25%. Analgesic drugs which often have the potential interaction is 42.78% sodium diclofenac, meloxicam 22.22% and 12.22% mefenamic acid. Factors affecting the potential interactions of analgesic drugs is the amount of drug (p = 0.000) and age (p = 0.026).
Based on the results obtained it can be concluded that there has been a potential analgesic drug interactions in outpatients Poly of Internal General Hospital Haji Adam Malik and known from the results that there is a relationship between age and the number of drugs with potential interactions of analgesic drugs.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pikiran ... 5
1.3 Perumusan Masalah ... 5
1.4 Hipotesis ... 6
1.5 Tujuan Penelitian ... 6
1.6 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Interaksi Obat ... 8
2.1.1 Mekanisme interaksi obat ... 10
2.2.1.1 Interaksi farmakokinetik ... 10
2.2.1.2 Interaksi farmakodinamik ... 15
2.2 Analgetika ... 17
2.2.1 Analgetika perifer ... 18
2.2.2 Analgetika Narkotik ... 19
2.2.3 Interaksi obat analgetika ... 19
2.3 Rumah Sakit ... 21
2.4 Resep ... 21
2.5.1 Pengertian Penulisan Resep ... 21
2.5.2 Tujuan Penulisan Resep ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 24
3.1 Jenis Penelitian ... 24
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 24
3.2.1 Waktu ... 24
3.2.2 Lokasi Penelitian ... 24
3.3 Populasi dan Sampel ... 24
3.3.1 Populasi ... 24
3.3.2 Sampel ... 25
3.4 Defenisi Operasional ... 25
3.5 Instrumen Penelitian ... 27
3.5.1 Sumber Data ... 27
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 27
3.5.3 Seleksi Data ... 27
3.6 Pengolahan Data ... 27
3.7 Bagan Alur Penelitian ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Hasil Penelitian ... 31
4.1.1 Profil Penggunaan Analgetika Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan periode Mei 2014 – Juli 2014. .. 31
4.1.2 Karakteristik Umum Subjek Penelitian ... 32
4.1.3 Gambaran Potensi Interaksi Obat Subjek Penelitian ... 32
4.1.4 Gambaran Kejadian Potensi Interaksi Obat Analgetika Subjek Penelitian ... 34
4.1.5 Analisis Bivariat ... 37
4.1.5.1 Faktor Usia ... 37
4.1.5.2 Faktor Jumlah Obat ... 38
4.2 Pembahasan ... 40
4.2.1 Profil Penggunaan Obat Analgetika pada Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan Periode Mei -Juli 2014 ... 40
4.2.2 Persentase Potensi Interaksi Obat Analgetika pada Subjek Penelitian ... 41
4.2.3 Obat Analgetika yang sering Mengalami Potensi Interaksi ... 42
4.2.4 Mekanisme Potensi Interaksi Obat Analgetika Subjek Penelitian ... 43
4.2.5 Tingkat Keparahan Potensi Interaksi Obat Analgetika Pada Subjek Penelitian ... 44
4.2.6 Hubungan Karakteristik Pasien dengan Potensi Interaksi Obat Analgetika ... 45
4.2.6.1 Faktor Usia ... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran ... 48
DAFTARPUSTAKA ... 49
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Profil Penggunaan Obat Analgetika Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan
Periode Mei 2014 – Juli 2014 ... 31
Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Penelitian ... 32
Tabel 4.3 Gambaran Potensi Interaksi Obat Analgetika Subjek
Penelitian ... 33
Tabel 4.4 Diagnosa Penyakit yang Mengalami Interaksi Obat
Analgetika Subjek Penelitian ... 34
Tabel 4.5 Jenis Kejadian Potensi Interaksi Obat Analgetika
Subjek Penelitian ... 35
Tabel 4.6 Jumlah Obat Analgetika yang Mengalami Potensi
Interaksi ... 36
Tabel 4.7 Mekanisme Interaksi Obat Analgetika Subjek Penelitian 37
Tabel 4.8 Tingkat Keparahan Interaksi Obat Analgetika Subjek
Penelitian ... 37
Tabel 4.9 Kejadian Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Usia Pasien
Subjek Penelitian ... 38
Tabel 4.10 Kejadian Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Jumlah
Obat Subjek Penelitian ... 39
Tabel 4.11 Hubungan antara Beberapa Variabel dengan
Kejadian Potensi Interaksi Obat Subjek Penelitian ... 40
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Skema Profil Penggunaan Analgetika ... 5
Gambar 3.1 Gambaran Pelaksanaan Penelitian ... 29
Gambar 4.1 Grafik peningkatan rata-rata jumlah obat berdasarkan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Analisis Bivariat Beberapa Variabel Bebas Terhadap Kejadian Potensi Interaksi Obat dengan Menggunakan Uji Chi-Square pada Program SPSS
Advanced Statistics 20.0 ... 52
Lampiran 2. Data Potensi Interaksi Obat Analgetika pada Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam RSUP H. Adam
Malik Medan ... 54
Lampiran 3. Lembar Resep ... 71
Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian/ Pengambilan Data 72
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian ... 73
Lampiran 6 Surat Izin Selesai Penelitian ... 74
PROFIL PENGGUNAAN DAN POTENSI INTERAKSI OBAT ANALGETIKA PADA PASIEN RAWAT JALAN
POLI PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE MEI 2014 - JULI 2014
ABSTRAK
Interaksi obat merupakan salah satu bagian dari delapan Drug Related Problem yang secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadap perkembangan pasien yang diinginkan dan berpengaruh menyebabkan kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit. Salah satu kelompok obat yang masuk dalam daftar formularium rumah sakit dan pemakaiannya harus diperhatikan karena tidak jarang menimbulkan interaksi obat adalah analgetika.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan analgetika, mengetahui ada tidaknya potensi interaksi obat analgetika, mengetahui persentase potensi interaksi obat analgetika, mengetahui obat analgetika yang sering berpotensi interaksi serta mengetahui apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat analgetika.
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada bulan Mei 2014 - Juli 2014. Jenis penelitian adalah survei deskriptif
cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari 721 lembar resep, yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan bertahap menggunakan uji Chi-Square pada program SPSS Advanced Statistics 20.0.
Hasil penelitian menunjukkan profil penggunaan analgetika pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dilihat dari obat yang paling banyak digunakan adalah natrium diklofenak 25 mg 36,33%, parasetamol tab 500 mg 25,84% dan meloksikam tab 15 mg 16,38%. Dilihat dari karakteristik berdasarkan usia, pasien berusia 46 – 55 tahun yang lebih banyak menggunakan analgetika dengan persentase 33,43% dan dari jenis kelamin, pasien berjenis kelamin perempuan yang lebih banyak menggunakan analgetika dengan persentase 62%. Dari 721 lembar resep ditemukan kejadian potensi interaksi obat analgetika dengan persentase potensi interaksi 20,25%. Obat analgetika yang sering mengalami potensi interaksi adalah natrium diklofenak 42,78%, meloksikam 22,22% dan asam mefenamat 12,22%. Faktor yang mempengaruhi potensi interaksi obat analgetika adalah jumlah obat (p=0,000) dan usia (p=0,026).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa telah terjadi potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dan diketahui dari hasil yang diperoleh bahwa terdapat hubungan antara usia dan jumlah obat dengan potensi interaksi obat analgetika.
PROFILE OF USE AND POTENTIAL DRUG INTERACTIONS OF ANALGESIC IN OUTPATIENT POLY OF INTERNAL DISEASE
GENERAL HOSPITAL HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIOD FROM MAY 2014 - JULY 2014
ABSTRACT
Drug interaction is a part of the eight-Drug Related Problems in real or potential effect on the patient's progress is desirable and influential lead to a lack of quality of hospital services. One group of drugs that enter the hospital formulary list and its use must be considered because there is rarely cause drug interactions are analgesic.
This study aims to determine the profile use of analgesic, determine presence or absence a potential interaction of analgesic drugs, knowing the percentage of the potential interaction of analgesic drugs, analgesic drugs are often aware potential interaction and and determine whether age and number of drugs affect the potential interaction of analgesic drugs.
The study was conducted at the General Hospital Haji Adam Malik Medan in May 2014 to July 2014. The study was a descriptive cross sectional survey. Data were collected retrospectively from 721 sheets of recipes, which met the inclusion criteria. Data were analyzed descriptively and gradually using Chi-Square the SPSS Advanced Statistics 20.0.
The results showed analgesic drugs that are widely used by outpatients Poly of Internal disease General Hospital Haji Adam Malik Medan visits of the most widely used drug is diclofenac sodium 25 mg 36.33%, paracetamol 500 mg tab 25.84% and meloxicam tab 15 mg 16.38%. Judging from the characteristics of the subjects, patients aged 46-55 years at most use of analgesics with the percentage 33.43%, view of gender the patients are women who more use of analgesics with a percentage of 62%.From the 721 sheets of recipes found the incidence potential interactions of analgesic drugs with the percentage of 20.25%. Analgesic drugs which often have the potential interaction is 42.78% sodium diclofenac, meloxicam 22.22% and 12.22% mefenamic acid. Factors affecting the potential interactions of analgesic drugs is the amount of drug (p = 0.000) and age (p = 0.026).
Based on the results obtained it can be concluded that there has been a potential analgesic drug interactions in outpatients Poly of Internal General Hospital Haji Adam Malik and known from the results that there is a relationship between age and the number of drugs with potential interactions of analgesic drugs.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Sedangkan rumah sakit umum adalah
rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis
penyakit (Menkes RI, 2010).
Rumah sakit sebagai institusi kesehatan menggunakan obat-obatan sesuai
dengan daftar formularium rumah sakit, maka formularium rumah sakit harus
tersedia untuk semua penulis resep, pemberi obat, dan penyedia obat di rumah
sakit. Evaluasi terhadap formularium rumah sakit harus secara rutin dan dilakukan
revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit (Menkes RI, 2014).
Pada penyelenggaraannya, penggunaan obat yang tidak rasional sering
ditemukan dalam peresepan obat sehingga menimbulkan pemborosan dan
mengurangi kualitas pelayanan rumah sakit. Drug Related Problems (DRPs)
merupakan penyebab kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit yang
didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang menimpa pasien yang
berhubungan dengan terapi obat dan secara nyata maupun potensial berpengaruh
terhadap perkembangan pasien yang diinginkan. Peran seorang apoteker sangat
diperlukan dalam hal identifikasi untuk mencegah dan mengatasi kejadian
tersebut (Christina, dkk., 2014).
Salah satu klasifikasi dari DRPs yang sering ditemukan pada peresepan di
suatu interaksi yang bisa terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat
lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungan.
Definisi yang lebih relevan adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya,
atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya
(Stockley, 2008). Pasien yang menerima obat berpotensi interaksi banyak juga
tanpa bukti mengalami efek buruk. Hal ini tidak mungkin membedakan
karakteristik yang jelas untuk menentukan siapa yang akan atau tidak akan
mengalami interaksi obat yang merugikan (Tatro, 2009).
Laporan studi retrospektif dari Kroasia diperoleh 1.209 laporan yang
melibatkan setidaknya kombinasi dua obat, terdapat 468 (38,7%) dilaporkan
berpotensi interaksi obat, 94 diantaranya (7,8% dari total laporan) adalah interaksi
obat sebenarnya (Nikica, 2011).\
Legese (2013), dalam penelitiannya yang dilakukan pada pasien rawat
jalan poli kardiovaskular di Jimma University specialized hospital menunjukkan
sebanyak 1.249 obat dengan rata-rata 3,76 obat per resep yang diresepkan untuk
332 pasien. Frekwensi potensi interaksi obat ditemukan 241 kejadian (72,6%)
(Legese, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Hasanuddin
Damrah Manna Bengkulu Selatan pada pasien rawat inap poli penyakit dalam,
diperoleh gambaran frekwensi interaksi obat-obat (secara teoritik) pada pasien
rawat inap Jamkesmas di RSUD Hasanuddin Damrah Manna Bengkulu Selatan
rendah yaitu 21,67%. Pada pasien rawat jalan Jamkesmas cukup tinggi yaitu
Hasil penelitian Andriana (2012) di RSUD Prof. Dr.Margono Soekarjo
Purwokerto periode November 2009-Januari 2010 menunjukkan terjadi potensi
interaksi obat pada pasien rawat inap penyakit dalam RSUD Prof. Dr.Margono
Soekarjo Purwokerto sebesar 56,76% (Andriana, 2012).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, secara umum frekwensi
kejadian interaksi obat pada periode Oktober-Desember 2010 sebanyak 16 pasien
(53,33%) (Hidayah, 2012) dan pada penelitian Bakri (2011) terhadap 1019 lembar
resep pasien rawat jalan dari Poli Kardiovaskular Rumah Sakit Haji Adam Malik
Medan periode Januari sampai dengan Maret 2011, diperoleh gambaran umum
bahwa terjadi interaksi obat sebesar 28,85% dan yang tidak berinteraksi sebesar
71,05% (Bakri, 2011).
Salah satu kelompok obat yang masuk dalam daftar formularium rumah
sakit dan pemakaiannya harus diperhatikan karena tidak jarang menimbulkan
interaksi adalah analgetika. Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat
yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran,
(perbedaan dengan anestetika umum) (Tan dan Rahardja, 2008).
Obat analgetika obat yang paling banyak digunakan tidak hanya
menghilangkan rasa sakit dan demam tetapi juga untuk efek anti-inflamasi. Selain
penghalang rasa sakit ini banyak digunakan, obat ini juga sering disalahgunakan
diseluruh dunia, mungkin karena penggunaan obat ini tidak selalu menunjukkan
efek samping yang parah (Builders, 2011).
Obat analgetika tidak jarang ditemukan dalam peresepan di rumah sakit.
poli penyakit dalam di RSU Dr. Saiful Anwar Malang menggunakan golongan
analgetika Non steroid antiiflamation drug (NSAID). yaitu natrium diklofenak,
meloksikam dan Ibuprofen untuk terapi menangani penyakit Osteoarthritis
(Waranugraha, 2010).
Pola resep yang salah pada analgetika sering mengakibatkan efek samping
dan interaksi obat yang menyebabkan reaksi obat yang serius dan merugikan
(Builders, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien rawat jalan
medicine clinic di Mexico ditemukan potensi interaksi obat dalam resep
prevalensi yang sangat tinggi terjadi pada orang dewasa dan hampir 90,0% akibat
penggunaan NSAID. Interaksi yang paling sering melibatkan NSAID diresepkan
pada pasien dengan hipertensi dan atau gagal jantung kronis seperti NSAID dan
ACE inhibitor, meskipun temuan ini dipengaruhi oleh kriteria inklusi pasien, hal
ini menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan mengenai
interaksi ini (Dubova, dkk., 2007).
Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan di atas, penelitian ini difokuskan
terhadap profil penggunaan beserta potensi interaksi obat analgetika. Penelitian
dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP H.
Adam Malik Medan) menggunakan sampel lembar resep dan data pendukung
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) periode Mei - Juli 2014 dari pasien rawat
jalan poli penyakit dalam dengan mengetahui persentase potensi interaksi,
sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya interaksi obat serta meningkatkan
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang potensi interaksi obat analgetika, dengan
variabel bebas (independent variable) usia dan jumlah obat dan sebagai variabel
terikat (dependent variable) adalah potensi interaksi obat analgetika, untuk
melihat persentase potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan poli
penyakit dalam di RSUP H. Adam Malik Medan. Selengkapannya mengenai
gambaran kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1.
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana profil penggunaan obat analgetika?
b. Apakah terjadi potensi interaksi obat pada pemberian obat analgetika?
c. Berapakah persentase potensi interaksi obat yang terjadi pada pemberian obat
analgetika?
d. Apakah jenis obat analgetika yang sering berpotensi interaksi?
e. Apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat analgetika? Potensi interaksi obat analgetika:
Persentase potensi interaksi obat analgetika Usia
1.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah:
a. Profil penggunaan obat analgetika dilihat dari jenis obat yang paling banyak
digunakan adalah natrium diklofenak, parasetamol dan meloksikam.
b. Terjadi potensi interaksi obat analgetika pada peresepan.
c. Persentase potensi interaksi pada pemberian obat analgetika adalah 30%.
d. Obat analgetika yang sering mengalami potensi interaksi adalah natrium
diklofenak, meloksikam dan ibuprofen.
e. Usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat analgetika.
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
a. mengetahui profil penggunaan obat analgetika.
b. mengetahui apakah terjadi potensi interaksi pada obat analgetika.
c. mengetahui persentase potensi interaksi yang terjadi pada obat analgetika.
d. mengidentifikasi obat analgetika yang sering berpotensi interaksi.
e. mengetahui apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat
analgetika.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. memberikan gambaran mengenai potensi interaksi obat analgetika pada pasien
b. memberikan gambaran mengenai persentase potensi interaksi obat analgetika
pada pasien rawat jalan poli penyakit dalam di RSUP H. Adam Malik Medan.
c. memberi informasi kepada pihak yang terkait penggunaan jenis obat
analgetika yang kemungkinan menyebabkan interaksi obat sehingga interaksi
obat akibat penggunaan analgetika dapat dicegah.
d. sebagai landasan bagi pemerintah terutama profesional kesehatan untuk
meningkatkan upaya pelayanan kesehatan dengan pemberian obat analgetika
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Interaksi Obat
Interaksi obat didefinisikan ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya,
atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya
(Stockley, 2008).
Interaksi obat-obat dapat didefinisikan sebagai respon farmakologis atau
klinis terhadap kombinasi obat berbeda ketika obat-obat tersebut diberikan
tunggal. Hasil klinis interaksi obat-obat dapat dikategorikan sebagai antagonisme
(yaitu, 1 + 1 < 2), sinergis (yaitu, 1 + 1 > 2) (Tatro, 2009).
Obat dapat berinteraksi dengan obat lain maupun dengan makanan atau
minuman yang dikonsumsi oleh pasien. Hal ini dapat terjadi karena dalam
kehidupan sehari-hari, tidak jarang seorang penderita mendapat obat lebih dari
satu macam obat, menggunakan obat ethical, obat bebas tertentu selain yang
diresepkan oleh dokter maupun mengkonsumsi makanan dan minuman tertentu
seperti alkohol dan kafein. Perubahan efek obat akibat interaksi obat dapat bersifat
membahayakan dengan meningkatnya toksisitas obat atau berkurangnya khasiat
obat. Namun, interaksi dari beberapa obat juga dapat bersifat menguntungkan
seperti efek hipotensif diuretik bila dikombinasikan dengan beta-bloker dalam
pengobatan hipertensi (Fradgley, 2003).
Dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam
pengobatan pada saat ini, dan berkembangnya polifarmasi maka kemungkinan
terjadinya interaksi obat makin besar. Interaksi obat perlu diperhatikan karena
Menurut Setiawati (2007), Interaksi obat dianggap berbahaya secara klinik
bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang
berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit
(indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan
obat-obat sitostatik (Setiawan, 2011).
Kesadaran yang tinggi dari profesional kesehatan tentang obat-obat yang
sering diberikan untuk terapi, serta pengetahuan dokter tentang mekanisme
interaksi obat akan sangat membantu untuk mengurangi/menghindari
kemungkinan terjadinya interaksi, ketika obat-obat tertentu diberikan secara
bersamaan atau diminum oleh penderita pada waktu yang bersamaan, karena hal
ini dapat mengakibatkan kerugian bagi penderita.
Faktor-faktor penderita yang berpengaruh terhadap Interaksi Obat:
1.Umur Penderita
a.Bayi dan balita
Proses metabolik belum sempurna, efek obat dapat lain.
b.Orang Lanjut usia
Orang lanjut usia relatif lebih sering berobat, lebih sering menderita penyakit
kronis seperti hipertensi, kardiovaskuler, diabetes, arthritis. Orang lanjut usia
sering kali fungsi ginjal menurun, sehingga ekskresi obat terganggu
kemungkinan fungsi hati juga terganggu, dan diet pada lanjut usia sering
tidak memadai.
2.Penyakit yang sedang diderita
3.Fungsi Hati Penderita
Fungsi hati yang terganggu akan menyebabkan metabolisme obat terganggu
karena biotransformasi obat sebagian besar terjadi di hati.
4.Fungsi ginjal penderita
Fungsi ginjal terganggu akan mengakibatkan ekskresi obat terganggu. Ini akan
mempengaruhi kadar obat dalam darah, juga dapat memperpanjang waktu
paruh biologik (t½) obat. Dalam hal ini ada 3 hal yang dapat dilakukan, yaitu:
a.Dosis obat dikurangi
b.Interval waktu antara pemberian obat diperpanjang, atau
c.Kombinasi dari kedua hal diatas.
5.Kadar protein dalam darah/serum penderita
Bila kadar protein dalam darah penderita dibawah normal, maka akan
berbahaya terhadap pemberian obat yang ikatan proteinnya tinggi.
6.pH urin penderita
pHurin dapat mempengaruhi ekskresi obat di dalam tubuh.
7.Diet penderita
Diet dapat mempengaruhi absorpsi dan efek obat. (Joenoes, 2002).
2.1.1 Mekanisme interaksi obat
Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat:
2.1.1.1 Interaksi farmakokinetik
Farmakokinetik adalah obat yang diberi bersamaan yang satu obat mengubah
tingkat absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat lain. Hal ini paling
konsentrasi serum puncak, area di bawah kurva, konsentrasi waktu paruh, jumlah
total obat diekskresikan dalam urin (Tatro, 2009).
Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe :
a. Interaksi pada absorbsi obat
i. Efek perubahan pH gastrointestinal
Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada apakah
obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan. Absorpsi
ditentukan oleh kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah
parameter yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai contoh adalah
absorpsi asam salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada pH rendah
daripada pada pH tinggi (Stockley, 2008).
ii. Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek
Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus
untuk pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun
lainnya, tetapi dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam
dosis terapetik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan.
Sebagai contoh, antibakteri tetrasiklin dengan dengan kalsium, bismut
aluminium, dan besi, membentuk kompleks yang kurang diserap sehingga
mengurangi efek antibakteri (Stockley, 2008).
iii.Perubahan motilitas gastrointestinal
Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus kecil,
obat-obatan yang mengubah laju pengosongan lambung dapat mempengaruhi
sehingga meningkatkan penyerapan parasetamol (asetaminofen) (Stockley,
2008).
iv.Malabsorbsi dikarenakan obat
Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat mengganggu
penyerapan sejumlah obat-obatan termasuk digoksin dan metotreksat
(Stockley, 2008).
b. Interaksi pada distribusi obat
i. Interaksi ikatan protein
setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh
sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak
yang lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan
sisanya terikat dengan protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan
protein plasma bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul
-molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya -molekul tidak terikat yang tetap
bebas dan aktif secara farmakologi (Stockley, 2008).
ii. Induksi dan inhibisi protein transport obat
Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis , dibatasi oleh
aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif
membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat
yang termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat
obat ke dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping Central Nervous
c. Interaksi pada metabolisme obat
i. Perubahan pada metabolisme fase pertama
Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah
dalam urin, banyak diantaranya secara kimia diubah menjadi yang lebih
mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian, banyak obat yang akan
bertahan dalam tubuh dan terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama.
Perubahan kimia ini disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi
biokimia, atau kadang-kadang detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat
terjadi di dalam serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar
dilakukan oleh enzim yang ditemukan di membran retikulum endoplasma
sel-sel hati. Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi
tahap I (melibatkan oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi
senyawa yang lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya
obat dengan zat lain (misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai
glukuronidasi) untuk membuat senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi
oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom P450 (Stockley, 2008).
ii. Induksi Enzim
Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus
dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik
yang sama, alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim
mikrosom sehingga meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya
iii.Inhibisi enzim
Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat
terakumulasi di dalam tubuh. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat
adalah fase oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari
banyak interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat
kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik
interaksi tidak penting secara klinis (Stockley, 2008).
iv.Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi
Parasetamol dimetabolisme oleh CYP2E1, metronidazole menghambatnya,
sehingga tidak mengherankan bahwa metronidazole meningkatkan efek
parasetamol (Medscape, 2014).
d. Interaksi pada ekskresi obat
i. Perubahan pH urin
Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5)
sebagian besar terdapat sebagai molekul terionisasi, yang tidak dapat
berdifusi ke dalam sel tubulus maka akan tetap dalam urin dan dikeluarkan
dari tubuh. Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5 sampai 10.5.
Dengan demikian, perubahan pH yang meningkatkan jumlah obat dalam
bentuk terionisasi, meningkatkan hilangnya obat (Stockley, 2008).
ii. Perubahan ekskresi aktif tubular renal
Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama ditubulus ginjal
dapat bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi. Sebagai contoh, probenesid
iii.Perubahan aliran darah renal
Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator
prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi
beberapa obat dari ginjal dapat berkurang (Stockley, 2008).
2.1.1.2 Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang satu obat menginduksi perubahan
respon pasien terhadap obat tanpa mengubah farmakokinetik objek obat. Artinya,
orang dapat dilihat perubahan kerja obat tanpa perubahan konsentrasi plasma.
Interaksi farmakologis, yaitu, penggunaan bersamaan dari dua atau lebih obat
dengan tindakan farmakologis yang sama atau menentang (misalnya, penggunaan
alkohol dengan obat anti ansietas dan hipnotik atau antihistamin), adalah bentuk
interaksi farmakodinamik. Beberapa dokter mengatakan bahwa reaksi tersebut
tidak interaksi obat, dan memang sebagian besar tidak kecuali reaksi yang
dilaporkan merugikan (Tatro, 2009)
a. Interaksi aditif atau sinergis
Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan bersamaan
efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP, jika
diberikan dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah besar obat
(misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk
berlebihan. Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif
ototoksisitas, nefrotoksisitas dan depresi sumsum tulang (Stockley, 2008).
b. Interaksi antagonis atau berlawanan
Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan
antihipertensi dengan mekanisme farmakodinamik antagonisme. NSAID
menghambat sintesa prostaglandin untuk vasodilatasi ginjal (Mozayani dan
Raymond, 2012).
2.1.2 Tingkat keparahan interaksi obat
Potensi keparahan interaksi sangat penting dalam menilai risiko vs
manfaat terapi alternatif. Dengan penyesuaian dosis yang tepat atau modifikasi
jadwal penggunaan obat, efek negatif dari kebanyakan interaksi dapat dihindari.
Tiga derajat keparahan didefinisikan sebagai:
a.Keparahan minor
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika efek biasanya ringan;
konsekuensi mungkin mengganggu atau tidak terlalu mencolok tapi tidak
signifikan mempengaruhi hasil terapi. Pengobatan tambahan biasanya tidak
diperlukan (Tatro, 2009).
b.Keparahan moderate
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika efek yang terjadi
dapat menyebabkan penurunan status klinis pasien. Pengobatan tambahan,
rawat inap, atau diperpanjang dirawat di rumah sakit mungkin diperlukan
(Tatro, 2009).
c.Keparahan major
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat probabilitas
yang tinggi, berpotensi mengancam jiwa atau dapat menyebabkan kerusakan
permanen (Tatro, 2009).
Profesional perawatan kesehatan perlu menyadari sumber interaksi obat
menggambarkan hasil potensi interaksi dan menyarankan intervensi yang tepat.
Hal ini juga tugas pada profesional kesehatan untuk dapat menerapkan literatur
yang tersedia untuk setiap situasi. Profesional harus mampu untuk merekomendasi
secara individu berdasarkan parameter-pasien tertentu. Meskipun beberapa pihak
berwenang menyarankan efek samping yang dihasilkan dari interaksi obat
mungkin kurang sering daripada yang dipercaya, profesional perawatan kesehatan
harus melindungi pasien terhadap efek berbahaya dari obat-obatan, terutama
ketika interaksi tersebut dapat diantisipasi dan dicegah (Tatro, 2009).
2.2 Analgetika
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi
atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tan dan Rahardja,
2008).
Nyeri adalah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan adanya potensi kerusakan yang menggambarkan keadaan
tersebut (Sukandar, dkk., 2013). Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya
merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya
gangguan dijaringan, seperti peradangan (rema, encok), infeksi jasad renik atau
kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimia atau fisis
(kalor, listrik) dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Rangsangan tersebut
memicu pelepasan zat tertentu yang disebut mediator nyeri, a.l. histamin,
bradikinin, leukotrien dan prostaglandin. Semua mediator nyeri itu merangsang
reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas dari kulit, mukosa serta jaringan lain dan
demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-kejang (Tan dan
Ambang nyeri didefenisikan sebagai tingkat (level) pada mana nyeri
dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan kata lain intensitas rangsangan yang
terendah pada saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang
nyerinya adalah konstan.
Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetik dibagi dalam 2 kelompok yaitu:
a. Analgetika perifer (non-narkotik)
b. Analgetika narkotik (Tan dan Rahardja, 2008).
2.2.1 Analgetika perifer
Analgetika perifer yaitu analgetika yang merintangi terbentuknya
rangsangan pada reseptor nyeri perifer.
Penggolongan analgetika perifer dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yakni:
a. Parasetamol
b. Salisilat: asetosal, salisilamida dan bernorilat
c. Penghambat prostaglandin (NSAID); Ibuprofen, dll.
d. Derivat antranilat: mefenaminat, glafenin
e. Derivat pirazolinon: propifenazon, isopropilaminofenazon dan metamizol
f. Lainnya benzidamin (Tantum)
Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa
mempengaruhi ssp atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan
ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan/atau antiradang.
Efek samping paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah,
kerusakan hati dan ginjal, dan juga reaksi alergi kulit. Efek samping terjadi
terutama pada pengguna lama atau dalam dosis tinggi. Sehingga penggunaan
Interaksi kebanyakan analgetika memperkuat efek antikoagulansia, kecuali
parasetamol. Obat ini pada dosis biasa dapat dikombinasikan dengan aman untuk
waktu maksimal dua minggu (Tan dan Rahardja, 2008).
2.2.2 Analgetika narkotik
Analgetik narkotik disebut juga opioid adalah obat-obat yang daya kerjanya
meniru opiod endogen dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor
opioid. Zat-zat ini bekerja terhadap reseptor khas di SSP, hingga persepsi nyeri
dan respon emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi) (Tan dan Rahardja,
2008).
Atas dasar cara kerjanya, obat-obat ini dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yakni:
a. Agonis Opiat yang dapat dibagi dalam:
i. Alkaloid candu: morfin kodein, heroin, nikomorfin.
ii.Zat-zat sintetis: metadon dan derivatnya, petidin, tramadol dan derivatnya.
b. Antagonis Opiat: Nalokson, nalorfin, pentazosin dan buprenofrin.
c. Campuran: nalorfin, nalbufin (Tan dan Rahardja, 2008).
2.2.3 Interaksi obat analgetika
a. Interaksi obat analgetika non-narkotik
Salah satu analgetika non narkotik yang banyak terlibat dalam interaksi
obat adalah NSAID. NSAID berinteraksi dengan beberapa obat dan dengan
NSAID sendiri. Interaksi obat paling penting melibatkan NSAID adalah interaksi
dengan heparin dan antikoagulan oral. Pemberian bersamaan diketahui
meningkatkan risiko perdarahan. Hal ini disebabkan karena kemampuan NSAID
untuk menghambat agregasi platelet dan memindahkan senyawa antikoagulan dari
pemberian bersaamaan NSAID apa pun dengan probenesid menyebabkan
peningkatan efek NSAID. Interaksi obat lain yang melibatkan NSAID adalah
interaksi dengan diuretik loop dan antihipertensi. Pemberian bersamaan NSAID
dan senyawa diuretik atau antihipertensi menyebabkan penurunan efikasi senyawa
tersebut (Mozayani dan Raymond, 2012).
Interaksi yang melibatkan parasetamol yaitu interaksi dengan obat/kelas
obat meliputi, kotrasepsi oral diketahui dapat menurunkan efikasi dari
parasetamol, sedangkan untuk probenesid dan propanolol diketahui dapat
meningkatkan keefektifan parasetamol (Mozayani dan Raymond, 2012).
b. Interkasi obat analgetika narkotik
Analgesik opioid dan obat lain berinteraksi melalui beberapa mekanisme.
Banyak interaksi hasil dari induksi atau inhibitor sitokrom P450 sistem
mono-oksigenase hati. Eliminasi opioid sebagian besar tergantung pada metabolisme
hati, sehingga dapat menjadi signifikan secara klinis. Carbamazepine, phenytoin
dan barbiturat dapat meningkatkan metabolisme opioid berkaitan dengan
metabolisme hati. Interaksi yang melibatkan mekanisme farmakodinamik lebih
umum daripada yang farmakokinetik. Interaksi tersebut diwujudkan secara klinis
sebagai sebagai adiktif/sinergis atau antagonis, efek farmakologis yang sama atau
2.3 Rumah sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Tujuan penyelenggaraan Rumah Sakit:
a.mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit
d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit dan rumah sakit
Pada hakikatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna
tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam
meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat (DPR RI, 2009).
2.4 Resep
2.4.1 Pengertian penulisan resep
Secara definisi dan teknis, resep artinya pemberian obat secara tidak
langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien,
format dan kaidah penulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi atau apoteker
di apotek agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai
Demi keamanan penggunaan, obat dibagi dalam beberapa golongan.
Secara garis besar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebas Over the
counter (OTC) dan Ethical, harus dilayani dengan resep dokter. Jadi sebagian
obat tidak bisa diserahkan langsung pada pasien atau masyarakat tetapi harus
melalui resep dokter. Dalam sistem distribusi obat nasional, peran dokter sebagai
medical care dan alat kesehatan ikut mengawasi penggunaan obat oleh
masyarakat, apotek sebagai organ distributor terdepan berhadapan langsung
dengan masyarakat atau pasien, dan apoteker berperan sebagai pharmaceutical
care dan informan obat, serta melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek. Di
dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, kedua profesi ini harus berada
dalam satu tim yang solid dengan tujuan yang sama yaitu melayani kesehatan dan
menyembuhkan pasien (Jas, 2009).
2.4.2 Tujuan penulisan resep
Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan
kesehatan di bidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian
obat. Umumnya, rentang waktu buka instalasi farmasi/ apotek dalam pelayanan
farmasi jauh lebih panjang daripada praktik dokter, sehingga dengan penulisan
resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses obat-obatan yang
diperlukan sesuai dengan penyakitnya. Melalui penulisan resep pula, peran, dan
tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat
dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada
masyarakat secara bebas. Selain itu, dengan adanya penulisan resep, pemberian
obat lebih rasional dibandingkan dispensing (obat diberikan sendiri oleh dokter),
dapat membentuk pelayanan berorientasi kepada pasien (patient oriented). Resep
itu sendiri dapat menjadi medical record yang dapat dipertanggungjawabkan,
sifatnya rahasia (Jas, 2009). Selain peran dokter dan farmasis, tenaga perawat dan
tenaga kesehatan laimnya juga harus mampu untuk merekomendasi secara
individu berdasarkan parameter-pasien tertentu. Terutama berkaitan dengan
peresepan yang berpotensi interaksi obat, karena profesional perawatan kesehatan
harus melindungi pasien terhadap efek berbahaya dari obat-obatan yang diberikan,
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif cross sectional, yaitu
jenis survei yang menggambarkan situasi atau keadaan tertentu. Pengambilan data
pasien secara retrospektif adalah penelitian yang berusaha melihat kebelakang,
artinya pengambilan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi
(Notoatmodjo, 2010).
Metode deskriptif cross sectional yang disebut metode ecological studies
adalah suatu penelitian yang menggambarkan kondisi suatu populasi,
mengambarkan suatu penyakit dan permasalahan penggunaan obat dan hal-hal
yang mempengaruhinya (Waning dan Montagne, 2007).
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
3.2.1 Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2014 – Juli 2014
3.2.2 Lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh pasien rawat jalan dari Poli Penyakit dalam di RSUP H.
3.3.2. Sampel
Sampel yang dipilih pada penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi
dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
Kriteria inklusi adalah:
a. Lembar resep pasien rawat jalan dari Poli Penyakit Dalam dan atau
menggunakan analgetika dari poli lain di apotek RSUP H. Adam Malik
Medan.
b. mendapat terapi ≥ 2 obat
c. Kategori semua gender
Kriteria eksklusi adalah:
a. Lembar resep yang tidak lengkap (tidak memuat informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian).
3.4 Defenisi Operasional
a. Profil penggunaan adalah garis besar tentang penggunaan obat analgetika
dilihat dari jenis obat, jenis kelamin dan usia pasien.
b. Potensi interaksi obat adalah potensi aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi
oleh obat lain yang diberikan bersamaan.
c. Persentase kejadian potensi interaksi analgetika adalah persentase kejadian
potensi interaksi obat analgetika yang terjadi.
d. Usia subjek dihitung sejak tahun lahir sampai dengan ulang tahun terakhir,
kelompok usia ditentukan menjadi 18 – 25 tahun, 26 – 35 tahun, 36 – 45
tahun, 46 – 55 tahun, 56 – 65 tahun dan >65 tahun.
f. Jumlah obat berapa banyak obat yang diberikan dalam resep, jumlah obat
ditentukan menjadi < 5 obat dan ≥ 5 obat.
g. Mekanisme interaksi adalah bagaimana interaksi obat terjadi apakah secara
farmakokinetik, farmakodinamik atau unknown.
h. Tingkat keparahan interaksi obat adalah minor, moderate, dan major.
i. Interaksi farmakokinetik adalah salah satu obat mengubah tingkat absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain yang diberi secara bersamaan.
j. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang satu obat menginduksi
perubahan respon pasien terhadap obat tanpa mengubah farmakokinetik obat
lain.
k. Unknown adalah kejadian interaksi obat yang telah tercatat dalam literatur
tetapi mekanisme interaksinya belum diketahui secara jelas.
l. Tingkat keparahan minor efek biasanya ringan, kemungkinan dapat
mengganggu tetapi seharusnya tidak secara signifikan mempengaruhi hasil
terapi. Pengobatan tambahan biasanya tidak diperlukan.
m. Tingkat keparahan moderate menyebabkan penurunan status klinis pasien.
Pengobatan tambahan, rawat inap, atau diperpanjang dirawat di rumah sakit
mungkin diperlukan.
n. Tingkat keparahan major terdapat probabilitas yang tinggi yang
membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan
3.5 Instrumen Penelitian
3.5.1 Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini yaitu data sekunder berupa lembar resep
pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam dan data pendukung dari SIRS.
3.5.2 Teknik pengumpulan data
Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan lembar resep pasien
rawat jalan Poli Penyakit Dalam di apotek, dan melengkapi data dengan
menggunakan data pendukung dari SIRS. Adapun data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah:
a. mengelompokkan data lembar resep pasien dan data pendukung SIRS yang
menggunakan obat analgetika berdasarkan kriteria inklusi.
b. mengelompokkan data penggunaan obat analgetika pasien meliputi nama obat,
jumlah obat, jenis obat, diagnosa dan aturan pakai.
c. menyeleksi data berdasarkan ada tidaknya potensi interaksi obat analgetika
pada peresepan obat pasien rawat jalan dari Poli Penyakit Dalam berdasarkan
studi literatur.
3.5.3 Seleksi data
Memilah data yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria
eksklusi.
3.6 Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif.
Bentuk dan kuantitas akan disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data kualitatif
dan berurutan berdasarkan studi literatur Drug Interaction Fact, Stockley’s Drug
Interaction, serta digunakan juga situs internet terpercaya (http://www.medscape
com/druginf
.php). Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif. Ditentukan
persentase potensi interaksi obat-obat secara keseluruhan, dihitung apakah ada
pengaruh usia dan jumlah obat terhadap kejadian potensi interaksi obat analgetika
menggunakan program SPSS versi 20.0. Selain itu, dihitung juga persentase
mekanisme interaksi obat baik yang mengikuti mekanisme interaksi
farmakokinetik, farmakodinamik, dan unknown, ditentukan jenis-jenis obat yang
sering berpotensi interaksi dan tingkat keparahannya serta dihitung rata- rata
jumlah obat yang digunakan dilihat dari peningkatan usia. Data yang diperoleh
diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007, kemudian disajikan
dalam bentuk tabel.
3.7 Bagan Alur Penelitian
Selengkapannya mengenai gambaran pelaksanaan penelitian dapat dilihat
pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Gambaran pelaksanaan penelitian
3.8 Langkah Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan
penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan.
b. menghubungi Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan untuk mendapat
izin penelitian dan pengambilan data, dengan membawa surat rekomendasi
dari fakultas.
Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam
Pengambilan data : - Lembar Resep - Data dari SIRS Pasien yang mendapat obat analgetika
Potensi interaksi obat analgetika
Terjadi potensi interaksi
Persentase potensi interaksi
Obat yang sering berpotensi
interaksi
Penarikan Kesimpulan Tidak terjadi
potensi interaksi
Profil Penggunaan obat analgetika
Analisa Data
Tingkat Keparahan
Interaksi Mekanisme
Interaksi
c. mengumpulkan data berupa lembar resep dan data pendukung SIRS yang
tersedia di RSUP H. Adam Malik Medan.
d. menganalisis data yang diperoleh sehingga didapatkan kesimpulan dari
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan lembar resep, data pendukung dari SIRS
pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan
periode Mei – Juli 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi
kriteria eksklusi diperoleh sampel 721 lembar resep.
4.1.1 Profil penggunaan analgetika pasien rawat jalan poli penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan periode Mei 2014 – Juli 2014.
Berdasarkan hasil pengamatan pada 721 lembar resep pasien, obat
analgetika yang paling banyak digunakan adalah natrium diklofenak 25 mg
36,33%, parasetamol tab 500 mg 25,84% dan meloksikam tab 15 mg 16,38%
yang ditunjukkan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Profil penggunaan obat analgetika pasien rawat jalan poli penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan periode Mei 2014 – Juli 2014
No Nama Obat Tingkat penggunaan
obat %
Asam mefenamat Ibuprofen tab 200 mg Ibuprofen tab 400 mg Kaltrofen supp 15 mg Kodein tab 10 mg Kodein tab 20 mg Meloksikam 7,5 mg Meloksikam 15 mg Meloksikam supp 15 mg Mst continus tab 10 mg Natrium diklofenak 25 mg Parasetamol tab 500 mg Piroxicam tab 10 mg
30
4.1.2 Karakteristik umum subjek penelitian
Berdasarkan sampel yang diambil dari 721 lembar resep pasien yang
menggunakan analgetika dalam lembar resepnya, diperoleh gambaran umum
karakteristik subjek yang dominan antara lain 62% perempuan; 33,43% usia 46 –
55 tahun; 92,20% jumlah obat dalam resep <5 obat. Karakteristik umum subjek
yang diteliti secara garis besar ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian
No Karakteristik subjek Jumlah resep (n=721)
% (Jumlah resep)
1
2
3
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Kelompok Usia 18 – 25 tahun
Jumlah Obat < 5 obat
4.1.3 Gambaran potensi interaksi obat analgetika subjek penelitian
Berdasarkan analisis terhadap 721 resep pasien, ditemukan adanya potensi
interaksi obat analgetika di dalam resep 20,25% dengan diagnosa dominan yang
mengalami potensi interaksi obat analgetika adalah Hipertensi 41,09% (Tabel
4.4). Gambaran umum kejadian potensi interaksi obat secara keseluruhan
Tabel 4.3 Gambaran potensi interaksi obat analgetika subjek penelitian
No Kriteria Subjek
Total Pasien (n=721)
Berinteraksi % Tidak
Berinteraksi %
1
Kelompok Usia 18 – 25 tahun
Jumlah Obat < 5 obat
Penelitian terhadap 721 lembar resep pasien mengenai kejadian potensi
interaksi obat dan faktor yang mempengaruhinya menggambarkan bahwa:
a. Potensi interaksi obat terjadi pada pasien dengan kelompok umur 46 - 55 tahun
tahun persentasenya paling tinggi yaitu 5,83%
b. Potensi interaksi obat terjadi pada pasien yang menerima < 5 obat memiliki
persentase lebih tinggi yaitu 16,50% sedangkan pada pasien yang menerima ≥
Tabel 4.4 Diagnosa penyakit yang mengalami potensi interaksi obat analgetika subjek penelitian
4.1.4 Gambaran kejadian potensi interaksi obat analgetika subjek penelitian
Berdasarkan analisis terhadap 721 resep pasien, diperoleh persentase
potensi interaksi obat analgetika yaitu 20,25%, ditemukan 180 kasus potensi
interaksi, terdiri dari 45 jenis kejadian potensi interaksi obat analgetika (Tabel
4.5). Obat yang paling sering mengalami potensi interaksi adalah natrium
diklofenak dengan persentase 42,78%, meloksikam 22,22% dan asam mefenamat
12,22% (Tabel 4.6), dengan mekanisme interaksi farmakodinamik 83,89%,
farmakokinetik 12,22%, dan unknown 3,89% (Tabel 4.7). Tingkat keparahan
potensi interaksi obat antara lain minor 13,89%, moderate 84,44%, dan major
1,67% (Tabel 4.8). Kejadian potensi interaksi obat analgetika pada subjek
penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.5.
No Diagnosa penyakit Jumlah resep
berinteraksi (n=146) %
1
Abscess of liver Arthrosis Ca cervix
Congestive heart failure Dyspepsia
End-stage renal disease Essential thrombocytosis Gastritis
Hypertension Idiopathic gout Low back pain
Mild depressive episode
Other specified disorders of bone density and structure
Other spondylosis
Personal history of diseases of the circulatory system
Tabel 4.5 Jenis kejadian potensi interaksi obat analgetika subjek penelitian
No Nama obat Pola mekanisme interaksi obat
Tingkat keparahan interaksi obat
Jumlah
Natrium diklofenak– Furosemida
Natrium diklofenak– Cotrimoxazole Natrium diklofenak– Telmisartan
Natrium diklofenak– Terazosin
Natrium diklofenak– Irbesartan
Natrium diklofenak– Captopril
Natrium diklofenak– Metil prednisolon Natrium diklofenak– Valsartan
Natrium diklofenak– Probenesid
Natrium diklofenak– Hidroklortiazid Natrium diklofenak– Kandesartan
Natrium diklofenak– Aspirin
Natrium diklofenak– Gliquidone
Natrium diklofenak– Ramipril prednisolon
Tabel 4.5 (Lanjutan) Asam mefenamat–Metil prednisolon
Asam mefenamat– Telmisartan Asam mefenamat– Gliquidone Asam mefenamat– Irbesartan
Asam mefenamat– Aspirin
Asam mefenamat– Captopril
Asam mefenamat– Probenesid Parasetamol– Propranolol
Parasetamol–Diazepam Parasetamol–Penytoin Kodein–Quetiapine Kodein–Diazepam Mst continus– Amitriptylin
Tabel 4.6 Jumlah obat analgetika yang mengalami potensi interaksi pada subjek penelitian
Asam mefenamat Kodein
Tabel 4.7 Mekanisme interaksi obat analgetika subjek penelitian
Tabel 4.8 Tingkat Keparahan Potensi Interaksi Obat Analgetika Pada Subjek Penelitian
4.1.5 Analisis bivariat 4.1.5.1 Faktor usia
Subjek yang memiliki persentase tertinggi adalah pasien dengan usia 46 – 55
tahun yaitu 33,43%. Begitu pula kejadian potensi interaksi obat juga lebih banyak
terjadi pada pasien berusia 46 – 55 tahun yaitu 28,77%. Kejadian potensi interaksi
obat berdasarkan usia dapat ditunjukkan pada Tabel 4.9.
No Mekanisme interaksi obat Jumlah kejadian % 1 Interaksi farmakokinetik 22 12,22 2 Interaksi farmakodinamik 151 83,89 3 Interaksi unknown 7 3,89
Total 180
No Tingkat keparahan potensi interaksi
Jumlah kasus %
1 Minor 25 13,89
2 Moderate 152 84,44
3 Major 3 1,67
Tabel 4.9 Kejadian potensi interaksi obat berdasarkan usia subjek penelitian
Usia
Potensi Interaksi Obat
Total Terjadi potensi interaksi Tidak terjadi potensi
interaksi total usia
Jumlah
Hasil analisis bivariat dengan Chi-Square Test antara variabel usia dengan
kejadian potensi interaksi obat menunjukkan keduanya bermakna secara statistik
(nilai p < 0,05 ), sehingga dalam penelitian ini faktor usia berhubungan dengan
kejadian potensi interaksi obat.
4.1.5.2 Faktor jumlah obat
Secara umum subjek adalah pasien yang mendapatkan resep dengan jumlah obat
< 5 yaitu 89,34%. Begitu pula kejadian potensi interaksi obat juga lebih banyak
terjadi pada pasien yang mendapatkan resep dengan jumlah obat < 5 yaitu
81,51%. Kejadian potensi interaksi obat berdasarkan jumlah obat dapat
Tabel 4.10 Kejadian potensi interaksi obat berdasarkan jumlah obat subjek penelitian
Hasil analisis bivariat dengan Chi-Square Test antara variabel jumlah obat dengan
kejadian potensi interaksi obat menunjukkan keduanya bermakna secara statistik
(nilai p < 0,05), sehingga dalam penelitian ini jumlah obat berhubungan dengan
kejadian potensi interaksi obat.
Dari data yang diperoleh diketahui terjadi peningkatan rata-rata jumlah
obat seiring dengan peningkatan usia, lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar
4.1
Gambar 4.1 Grafik peningkatan rata-rata jumlah obat berdasarkan peningkatan usia.
rata-rata jumlah obat
Jumlah obat
Potensi interaksi Obat
Total terjadi potensi interaksi Tidak terjadi potensi interaksi