• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial Pada Warga Binaan Di Yayasan Pendidikan Tunanettra Sumatera (YAPENTRA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial Pada Warga Binaan Di Yayasan Pendidikan Tunanettra Sumatera (YAPENTRA)"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI KESEJAHTERAAN SOSIAL

PADA WARGA BINAAN DI YAYASAN PENDIDIKAN

TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA)

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

THERESIA SULPADORA LUMBANGAOL 040902048

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Universitas Sumatera Utara

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

ABSTRAK

THERESIA SULPADORA LUMBANGAOL 040902048

Penerapan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial Pada Warga Binaan Di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA).

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial pada warga binaan di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial, perkembangan warga binaan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial terhadap warga binaan tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa sudah dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tunanetra.

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan warga binaan tunanetra yang ada di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa dan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 51 orang. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif untuk menggambarkan penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial pada tunanetra dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan secara optimal. Adapun instrumen yang digunakan adalah angket penelitian yang didukung dengan observasi dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan tehnik analisa yamg menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa menerapkan fungsi penyembuhan dan fungsi pengembangan kepada warga binaan tunanetra. Dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa penerapan fungsi penyembuhan dan fungsi pengembangan sudah baik begitu juga dengan tujuan penerapan fungsi penyembuhan dan fungsi pengembangan. Namun dalam hal pelaksanaan kegiatan masih belum terlaksana dengan baik begitu juga dengan penyediaan fasilitas medis yang belum memadai dan pemeriksaan kesehatan yang kurang bermanfaat serta tenaga didik/pegawai yang belum berkompeten.

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat dan syukur serta penyembahan penulis panjatkan kehadirat

Tuhan yang Maha Esa dengan segenap hati, sebab karena kasih dan sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah : “Penerapan Fungsi-fungsi Kesejahteraan

Sosial Pada Warga Binaan Di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA)”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari

para pembaca demi penyempurnaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain

kepada :

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, , selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Agus Suriadi S.sos, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang membimbing

penulis dalam menyusun skripsi ini sehingga mencapai hasil yang maksimal.

4. Bapak Pdt.Hutauruk selaku direktur Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera

(YAPENTRA), Bapak Jabes Silaban selaku Kepala Unit Vocational School Centre,

(4)

5. Teristimewa untuk orang tua yang kukasihi dan kubanggakan, Ayahanda

Drs.L.M.P.Lumbangaol dan Alm Ibunda H. br.Hutabarat/A.E.br.Hutabarat, yang

telah mengasuh, membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran dan

ketabahan serta banyak memberi semangat moril dan kasih sayang, materi dan juga

doa kepada penulis sampai saat ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan

perkuliahan dan skripsi ini.

6. Secara khusus kepada abang-abang (B’Ogie,B’Daniel dan B’David) dan adikku

(Cimot), dan semua anggota keluarga yang telah memberikan dukungan moril

selama perkuliahan.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial stambuk

’04 yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas doa dan semangat

yang diberikan kepada penulis.

8. Buat senior-seniorku di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial stambuk ’01.

(B’Yoan Yance ) stambuk ’02 (B’Trisno, B’Leo) dan stambuk ’03 (B’Gom,

B’Wadin, B’Jonggala, B’Tupa,B’Angga, B’Bambang, B’Darta, K’Henny), dan

seluruh senio-senior yang tidak dapat penulis sebutkan secara keseluruhan.

9. Buat junior-juniorku di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial stambuk ’05 dan

stambuk’06 yang caem-caerm serta stambuk’07 yang belum sempat penulis kenal

dekat.

10. Buat rekan-rekan kampus senasib sepenanggungan dari awal kuliah sampai akhir

kuliah di Base camp “ Siboto Lungun” (Juni, Elsa, Via, Butet, Rini, Robi, Kristin).

I Will Be Missing You All Guys, where ever you all.

11. Buat sahabat-sahabat baikku dari kecil sampai sekarang The Jasmine Girl Gank’s

(Linda, Juwita, dan Kristin), makasih ya atas doa dan dukungannya. Semoga kita

(5)

12. Buat Iren (Nande Biring) super cerewet, Sona br.Sihite di Lampung (kamu tetap

teman aku walau kisahnya sudah berbeda), dan seluruh teman-teman yang

mengenal aku yang tidak dapat kusebut satu persatu.

13. Buat Kakanda Mario Butar-butar yang selalu support dan doain, baik dari mulanya

aku jadi teman sampai jadi kekasihmu. Semoga sukses juga menyertaimu dalam

menyiapkan perkuliahan, yang pasti cepat nyusul wisudanya.

14. Terima kasih untuk semua pihak yang dengan sengaja atau tidak telah membantu

penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2007 Penulis,

NIM.040902048

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman.

1. Daftar Kurikulum Pendidikan SDLB-A ... 47

2. Daftar Kurikulum Pendidikan SMPLB-A ... 47

3. Daftar Kurikulum Pendidikan Sekolah Keterampilan Khusus... 48

4. Daftar Ekstrakurikuler Pendidikan Tahun Ajaran 2007/2008 ... 48

5. Jumlah Warga Binaan Di YAPENTRA Berdasarkan Jenjang Pendidikan Tahun Ajaran2007/2008 ... 49

6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan umur... 64

7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 66

9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 67

10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Orangtua ... 68

11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir Orangtua ... 69

12. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penerapan Peningkatan Gizi ... 70

13. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penerapan Pemeriksaan Kesehatan... 71

14. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penerapan Pendidikan Formal ... 72

15. Distribusi Frekuensi Responden Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penerapan Sekolah Keterampilan Khusus ... 72

16. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan... 73

17. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Tujuan Pemeriksaan Kesehatan ... 74

(7)

19. Distribusi Frekuensi Responden

Tentang Tujuan Program Pendidikan Formal ... 75

20. Distribusi Frekuensi Responden

Tujuan Sekolah Keterampilan Khusus... 76

21. Distribusi Frekuensi Responden Tentang

Fasilitas Medis Bagi Pemeriksaan Kesehatan ... 76

22. Distribusi Frekuensi Responden

Tentang Makanan Yang Diberikan Yayasan ... 77

23. Distribusi Frekuensi Responden

Tentang Fasilitas Pendidikan Formal ... 78

24. Distribusi Frekuensi Tentang

Fasilitas Sekolah Keterampilan Khusus ... 78

25. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penyusunan

Menu Makanan79

26. Distribusi Frekuensi Responden Tentang

Manfaat Pemeriksaan Mata ... 79

27. Distribusi Frekuensi Responden Tentang

Kemampuan Mengikuti Mata Pelajaran ... 80

28. Distribusi Frekuendi Responden Tentang

Kegiatan Pendidikan Formal ... 81

29. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pemberian

Kegiatan Pelatihan Keterampilan Khusus ... 81

30. Distribusi Frekuensi Responden Tentang

(8)

31. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pelaksanaan

Kegiatan Pelatihan Keterampilan ... 83

32. Distribusi Frekuensi Responden Tentang

Pelaksanaan Pelayanan Sosial ... 83

33. Distribusi Frekuensi Responden Tentang

Tingkat Perkembangan Dan Pengetahuan ... 84

34. Distribusi Frekuensi Responden Tentang

Perkembangan Tingkat Kemandirian ... 85

35. Distribusi Frekuensi Responden Tentang

Kemampuan Membaca Dan Menulis85

36. Distribusi Frekuensi Responden Tentang

Program Keterampilan Yang Dijalani ... 86

37. Distribusi Frekuensi Responden Tentang

Penerapan Keterampilan ... 87

38. Distribusi Frekuensi Responden Tentang

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Perumusan Masalah ... 6

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

4. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Kesejahteraan Sosial ... 9

2. Masalah Kesejahteraan Sosial ... 12

3. Usaha Kesejahteraan Sosial 1. Konsep Usaha Kesejahteraan Sosial ... 13

2. Usaha Kesejahteraan Para Cacat ... 15

4. Tujuan Dan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial 1.Tujuan ... 16

2. Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial... 18

5. Penyandang Cacat ... 19

6. Tunanetra 1. Defenisi ... 21

(10)

3. Faktor-faktor Penyebab . ... 24

4. Karakteristik Tunanetra. ... 26

7. Masalah Yang Dihadapi Penyandang Tunanetra ... 30

8. Kerangka Pemikiran ... 30

9. Defenisi Konsep Dan Defenisi Operasional 1. Defenisi Konsep ... 33

2. Defenisi Operasional ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian ... 35

2. Lokasi Penelitian ... 35

3. Populasi Dan Sampel 1. Populasi ... 35

2. Sampel... 36

4. Tehnik Pengumpulan Data ... 37

5.Tehnik Analisa Data ... 37

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 1. Sejarah Berdirinya YAPENTRA ... 38

2. Visi Dan Misi YAPENTRA 1. Visi ... 41

2.Misi. ... 41

3. Maksud Dan Tujuan Didirikannya YAPENTRA 1. Maksud ... 41

2. Tujuan. ... 42

(11)

5. Struktur Organisasi YAPENTRA ... 52

6. Keadaan Guru Dan Pegawai Di YAPENTRA ... 54

7. Keadaan Prasarana Dan Sarana YAPENTRA ... 55

8. Sumber Dana ... 56

9. Program Pengasuhan Pada Warga Binaan Di Asrama ... 60

BAB V ANALISIS DATA 1. Identitas Responden... 64

2. Analisa Tanggapan Responden Terhadap Penerapan Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial ... 70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 89

2. Saran ... 93

(12)

Universitas Sumatera Utara

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

ABSTRAK

THERESIA SULPADORA LUMBANGAOL 040902048

Penerapan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial Pada Warga Binaan Di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA).

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial pada warga binaan di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial, perkembangan warga binaan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial terhadap warga binaan tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa sudah dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tunanetra.

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan warga binaan tunanetra yang ada di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa dan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 51 orang. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif untuk menggambarkan penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial pada tunanetra dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan secara optimal. Adapun instrumen yang digunakan adalah angket penelitian yang didukung dengan observasi dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan tehnik analisa yamg menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa menerapkan fungsi penyembuhan dan fungsi pengembangan kepada warga binaan tunanetra. Dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa penerapan fungsi penyembuhan dan fungsi pengembangan sudah baik begitu juga dengan tujuan penerapan fungsi penyembuhan dan fungsi pengembangan. Namun dalam hal pelaksanaan kegiatan masih belum terlaksana dengan baik begitu juga dengan penyediaan fasilitas medis yang belum memadai dan pemeriksaan kesehatan yang kurang bermanfaat serta tenaga didik/pegawai yang belum berkompeten.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Kehadiran seorang anak ditengah sebuah keluarga adalah merupakan anugerah yang

terindah bagi orang tua dari Tuhan Yang Maha Esa. Anak merupakan penerus garis

keturunan keluarga tetapi anak juga tititipan Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga

dan dirawat dengan sepenuh hati. Tumbuh dan berkembangnya kehidupan seorang

anak sangat ditentukan oleh peran serta keluarga dan lingkungan sosial.

Namun pada realitanya, tidak semua hal seperti di atas benar-benar terlaksana. Hal

ini kita lihat pada situasi dimana seorang ibu dihadapkan pada kondisi bayinya yang

tidak sempurna, maka tidak jarang terjadi penolakan akan pengakuan keberadaan anak

tersebut. Penolakan juga terjadi pada anak yang sudah beranjak tumbuh dan

berkembang, dimana hal tersebut akibat suatu kondisi kerusakan ataupun penyakit yang

melanda fisik/mental anak.

Apabila sudah berada dalam posisi demikian maka ada saja orang tua yang tega

membuang anaknya dari sejak bayi, melontarkannya di suatu tempat ataupun sengaja

menitipkan anaknya di sebuah organisasi sosial dengan dalih untuk sementara saja. Hal

inilah yang sering dijumpai pada anak penyandang cacat, seperti halnya yang terjadi

pada anak tunanetra. Namun ada juga yang menitipkannya di sebuah yayasan sosial

agar mendapat pendidikan dan pelatihan yang sesuai untuk tunanetra agar kelak mampu

mandiri.

Kita ketahui bahwa di negara-negara Asia nasib penyandang cacat kurang beruntung

termasuk di Indonesia. Perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap penyandang cacat

sangat rendah. Dari sekitar 20-25 juta penyandang cacat di Indonesia, sekitar 10 juta

(14)

Sedangkan menurut perkiraan Direktorat Pendidikan Luar Biasa (PLB) jumlah anak

cacat usia sekolah sekitar 1.500.000 anak, dari jumlah tersebut yang bersekolah di

Sekolah Luar Biasa (SLB) hanya sebanyak 55.836 anak atau setara dengan 3, 72 %

saja.(www.dradio1034fm.or.id)

Kini, 210 juta jiwa penduduk telah mendiami negara Indonesia. Mereka tersebar di

ribuan pulau dalam beragam etnis, budaya, dan agama. Sementara dari 210 juta jiwa

penduduk tersebut 5 % nya kalangan cacat. Mereka adalah penyandang cacat tunanetra,

tuna rungu, tuna daksa, dan cacat mental/tuna grahita.(www.wakatwarta.id.com)

Mata sebagai indera penglihatan dalam tubuh manusia menduduki peringkat utama,

sebab sepanjang waktu selama manusia terjaga mata akan membantu manusia untuk

beraktivitas, di samping indera sensoris lainnya seperti pendengaran, perabaan,

penciuman, dan perasa. Begitu besar peran mata sebagai salah satu dari pancaindera

yang sangat penting, maka dengan terganggunya indera penglihatan seseorang berarti ia

akan kehilangan fungsi kemampuan visualnya untuk merekam objek dan peristiwa fisik

yang ada di lingkungannya. (Efendi Mohammad, 2006:29)

WHO memperkirakan jumlah orang buta di seluruh dunia adalah 45 juta, sepertiga

di antaranya terdapat di Asia Tenggara. Organisasi kesehatan dunia itu juga

memperkirakan ada 12 orang menjadi buta setiap menit di dunia ini, 4 orang di

antaranya berada di Asia Tenggara. Sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menit

ada orang menjadi buta dengan berbagai sebab, dan sebagian besar dari mereka berada

di daerah miskin.

Bagi negara, anak-anak merupakan alat generasi penerus bangsa dalam menunjang

kegiatan pembangunan yang berbasis pada sumber daya manusia. Hal ini sesuai dengan

amanat negara Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945, dimana tujuan negara

(15)

Indonesia, memajukan kesejaheraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia.(Rukminto Adi, Isbandi. 2003:39)

Untuk mencapai tujuan tersebut maka negara telah membuat berbagai kebijakan

yang mengatur tentang hak dan kewajiban negara dalam menjamin kesejahteraan

warganya. Adapun salah satu bentuknya yaitu dengan dipeliharanya anak-anak terlantar

oleh negara ataupun anak-anak yang tidak berfungsi sosial dengan baik. Namun dewasa

ini tanggungjawab seperti itu tidak hanya lembaga pemerintah saja yang melakukannya

tetapi lembaga non pemerintah dan masyarakat pun ikut berpatisipasi.

Seperti halnya dengan para penyandang cacat yang memang sangat membutuhkan

perhatian dari negara. Pemerintah wajib mensejahterakannya walaupun dengan

keterbatasan fisik/psikis yang mereka derita. Sebab seringkali dalam realita kehidupan

mereka mengalami diskriminasi dan perlakuan yang tidak baik. Penyandang cacat

bukanlah sesuatu yang harus dihindari/disingkirkan, justru dengan kondisi mereka

seperti itu patut untuk dibantu agar mereka dapat berfungsi sosial kembali dengan

keterbatasan yang dimiliki sehingga mampu mandiri ditengah-tengah masyarakat luas.

Kehadiran anak tunanetra tidak mengenal sekat suku bangsa, agama, golongan, ras,

atau status. Mereka hadir tanpa harus memberikan tanda-tanda khusus sebagaimana

layaknya fenomena alam lainnya. Menyikapi keadaan tersebut, sebaiknya tidak perlu

mempersoalkan perihal ia hadir dengan keterbatasan fungsi penglihatannya, tetapi perlu

dipikirkan bantuan apa yang dapat kita berikan agar mereka dapat menerima

keadaannya. (Efendi Mohammad, 2006:29)

Jumlah penyandang cacat yang begitu besar tersebut perlu mendapatkan perhatian

yang memadai dari pemerintah agar mereka tidak selamanya terbelenggu dengan

kecacatannya, sehingga menjadi beban keluarganya, masyarakat maupun pemerintah.

(16)

pelatihan keterampilan yang memadai bagi mereka, sehingga mereka dapat melayani

dirinya sendiri dan tidak tergantung orang lain, baik secara ekonomi maupun social (

Jurnal PKS Vol III No.7, Maret 2004: 4)

Secara umum di Indonesia memang banyak terdapat lembaga sosial maupun

organisasi sosial, namun dalam operasionalnya tidak sesuai dengan tujuan yang hendak

dicapai. Hal Ini dikarenakan banyak lembaga sosial maupun organisasi sosial yang

masih bersifat penerimaan saja, sarana dan prasarana yang minim dan tidak memiliki

pengembangan untuk kedepannya.

YAPENTRA adalah salah satu bentuk yayasan yang bergerak dalam bidang

pendidikan dan juga pelatihan keterampilan bagi tunanetra. YAPENTRA lahir melalui

gagasan gereja yang merupakan bahagian daripada diakoni dan sosial yang termasuk di

dalamnya. Pada masa awal gereja-gereja secara oikumenis turut serta menjadi

penggagas sampai yayasan berdiri. Hari berdirinya ditetapkan tanggal 30 Oktober 1978

dan resmi terdaftar sebagai Lembaga Pendidikan Tunanetra dengan No. 006/I 05/A.88

dan Organisasi Sosial melalui Surat Tanda Pendaftaran No. 467.6/4169 dari pemerintah.

Sesuai dengan Akte Notaris No. 44 tanggal 20 April 1977 disebut pendirinya DR.

Andar Lumbantobing, Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), Ds. Karel Sianturi,

Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) dan Hildesheimer Blinden Mission (HBM)

Jerman. Selanjutnya, sebelum tahun 1994, Karel Sianturi meninggal dunia dan tahun

1997 DR. Lumbantobing meninggal dunia, sementara tahun 1994 Gereja Pentakosta di

Indonesia (GPdI) sudah menarik diri, maka badan pendiri sekarang hanya ada 2 yaitu

Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) dan Hildesheimer Blinden Mission (HBM)

(17)

Dalam pelaksanaannya yayasan ini mendukung penuh pelaksanaan daripada

fungsi-fungsi kesejahteraan sosial, yang diwujudkan melalui usaha rehabilitasi medik dan

pengembangan sumber daya manusia (dalam hal ini anak-anak tunanetra). Untuk

melindungi dan memenuhi kebutuhan warga binaan maka YAPENTRA melakukan

pelayanan kesejahteraan sosial bersifat secara langsung (direct services) yang

khususnya ditujukan bagi tunanetra, dimana seharusnya mereka dapatkan dari keluarga.

YAPENTRA merupakan organisasi sosial yang tidak hanya bergerak dalam bidang

pengasuhan saja tetapi juga dalam hal pemberdayaan institusi terutama pendidikan

formal dan keterampilan.

Adapun usaha kesejahteraan sosial yang diberikan YAPENTRA ini adalah

pelayanan sosial meliputi pengasuhan anak yang diwujudkan dalam bentuk asrama,

pendidikan formal, pembinaan rohani, kegiatan olahraga seperti tenis meja dan senam,

latihan musik, paduan suara, rekreasi, dan bermain sebagai kegiatan sosialisasi mereka.

Pada umumnya warga binaan yang ada di yayasan ini berasal dari berbagai latar

belakang masalah, antara lain: dibuang oleh orangtuanya, dititipkan oleh orangtua, dan

karena keluarganya yang miskin. Untuk memenuhi semua kebutuhan warga binaan di

yayasan maka YAPENTRA memperoleh dukungan dana dari para donator baik yang

tetap maupun yang tidak tetap, sumbangan dari organisasi-organisasi, gereja-gereja,

perkantoran, orang tua asuh, serta hasil usaha penjualan produk dan pemberdayaan

lahan milik yayasan, dan lain-lain.

Pada kenyataannya penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang diberikan

oleh yayasan memepunyai keterbatasan baik dari pelaksanaannya maupun warga binaan

itu sendiri. Masalah dan hambatan dalam usaha penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan

sosial tersebut adalah keadaan sarana dan prasarana klinik mata yang belum memadai

(18)

meningkatkan potensi dan kemampuan mereka, serta minimnya kesempatan kerja bagi

warga binaan lulusan YAPENTRA selain tukang pijat. Hal inilah yang menyebabkan

ketidakmaksimalan yayasan dalam menerapkan fungsi-fungsi kesejahteraan yang

mereka gunakan.

Berdasarkan penjabaran diatas maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui

tentang penerapan fungsi penyembuhan (curative) dan fungsi pengembangan

(development) di YAPENTRA.

I.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah langkah yang penting untuk membatasi masalah yang

akan diteliti. Masalah adalah bagian pokok dari kegiatan penelitian (Arikunto, 1992 :

47). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang diangkat

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Penerapan Konsep Fungsi-fungsi Kesejahteraan

Sosial Pada Warga Binaan Oleh Yapentra”.

I.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian I. 3. 1. Tujuan Penelitian

 Untuk mengetahui sejauh mana Penerapan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial

pada warga binaan oleh YAPENTRA.

 Untuk mengetahui bagaimana perkembangan warga binaan di YAPENTRA.  Untuk mengetahui tujuan yang ingin dicapai dalam Penerapan Fungsi-fungsi

(19)

I. 3. 2. Manfaat Penelitian

Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pihak-pihak

terkait, khususnya YAPENTRA agar kedepannya menjadi lebih baik dan

berbasis Ilmu Kesejahteraan Sosial sepenuhnya.

Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan melatih

diri serta mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir melalui

penulisan ilmiah dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama belajar

di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara.

Secara Akademis

Sebagai bahan masukan bagi penulis dalam pengembangan Ilmu Kesejahteraan

Sosial, khususnya yang berhubungan dengan Fungsi-fungsi Kesejahteraan

(20)

I.4. Sistematika Penulisan

Untuk mendapakan gambaran yang terperinci dan untuk mempermudah

pemahaman isi, maka penulis membagi penelitian ini ke dalam enam 6 yaitu :

BAB I : Pendahuluan

Menguraikan bagian pendahuluan yang meliputi latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta

sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Menguraikan tinjauan pustaka yang terdiri dari konsep-konsep

penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi

operasional.

BAB III : Metode Penelitian

Menguraikan meode penelitian yang terdiri dari alasan memilih lokasi

penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik

analisa data.

BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian

Menggambarkan dimana lokasi penelitian dilakukan.

BAB V : Analisa Data

Menguraikan proses pengumpulan, pengolahan, yang diperoleh dari

hasil penelitian beserta analisa data.

BAB VI : Penutup

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Konsep Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial kalau diartikan secara harfiah mengandung makna yang luas

dan mencakup berbagai segi pandangan atau ukuran-ukuran tertentu tentang suatu hal

yang menjadi ciri-ciri utama dari pengertian tersebut. Kesejahteraan bermula dari kata

sejahtera yang berarti aman sentosa, makmur, atau selamat, artinya terlepas dari segala

macam gangguan dan kesukaran. Istilah ‘sosial’ berasal dari kata bahasa Latin; socius

yang berarti kawan atau teman.

Kesejahteraan sosial di dalam berbagai bentuk kegiatannya meliputi semua bentuk

intervensi sosial, terutama ditujukan untuk meningkatkan kebahagiaan atau

kesejahteraan individu, kelompok, maupun masyarakat sebagai keseluruhan.

Kesejahteraan sosial dewasa ini lebih ditujukan guna mencapai produktivitas yang

maksimum, setiap masyarakat perlu mengembangkan cara-cara meningkatkan

kemampuan, melindungi masyarakat dari gangguan-gangguan dan masalah-masalah

yang dapat mengurangi dan merusak kemampuan yang telah dimiliki.

Berdasarkan konsep kesejahteraan sosial maka ada beberapa defenisi tentang

kesejahteraan sosial (Sumarnonugroho T, 1987:28-33)

Arthur Dunham :

(22)

Harold L. Wilensky dan Charles N. Lebeaux :

“Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi daripada usaha-usaha pelayanan sosial dan lembaga-lembaga sosial, untuk membantu idividu-individu dan kelompok-kelompok dalam mencapai tingkat hidup serta kesehatan yang memuaskan. Maksudnya agar individu dan relasi-relasi sosialnya memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuannya seta meningkatkan atau menyempurnakan kesejahteraannya sebagai manusia sesuai dengan kebutuhan masyarakat”.

Walter A. Friedlander :

“Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi daripada pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga, yang bermaksud untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar mencapai standar-standar kehidupan dan kesehatan yang memuaskan, serta hubungan perorangan dan sosial yang memungkinkan mereka memperkembangkan segenap kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga maupun masyarakat”.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) :

“Kesejahteraan sosial adalah suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara-antara individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud agar supaya memungkinkan individu-individu, kelompok-kelompok maupun komunitas-komunitas memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat, serta melalui tindakan kerjasama untuk memperbaiki kondisi-kondisi ekonomi dan sosial”.

UU NO. 6 TAHUN 1974 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial,

Pasal 2 (1) :

(23)

Semua kegiatan di bidang kesejaheraan sosial memiliki ciri-ciri tertentu yang

membedakannya dengan kegiatan-kegiatan yang lain. Adapun ciri-cirinya antara lain :

 Organisasi Formal

Kegiatan di bidang kesejahteraan sosial terorganisasi secara formal. Pertolongan dan

pelayanan modern merupakan bentuk pertolongan yang sifatnya berbeda dengan

kegiatan pertolongan tradisional. Kegiatan kesejahteraan sosial modern adalah

kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi sosial yang telah diakui masyarakat,

memberikan layanan sosial secara teratur, dan pelayanan sosial tersebut merupakan

fungsi utamanya.

 Sumber Dana Sosial

Tanggung jawab sosial merupakan unsur pokok dari pelayanan sosial kesejahteraan

sosial. Mobilisasi sumber-sumber merupakan tanggung jawab masyarakat sebagai

keseluruhan dalam arti dapat disediakan oleh pemerintah atau masyarakat atau

secara bersama-sama. Mekanisme yang dapat dilaksanakan menurut keinginan

masyarakat merupakan bagian penting bagi usaha kesejahteraan sosial. Bagi

lembaga-lembaga pelayanan sosial pemerintah, mekanismenya harus mencerminkan

keinginan pemerintah, karena lembaga-lembaga tersebut merupakan perwakilan

pemerintah. Yang paling penting dalam tujuan program usaha kesejaheraan sosial

adalah tidak mengejar keuntungan.

 Untuk Kebutuhan Manusia Secara Fungsional

Tujuan kebutuhan kesejahteraan sosial itu harus memandang kebutuhan-kebutuhan

manusia secara keseluruhan, dan tidak hanya memandang manusia dari satu aspek

(24)

II.2. Masalah Kesejahteraan Sosial

Pada dasarnya masalah kesejahteraan sosial tidak berbeda dengan masalah sosial.

Namun dalam penekanannya, masalah-masalah kesejahteraan sosial lebih berhubungan

dengan segenap permasalahan sosial sebagai kesulitan dalam menjalankan fungsi-fungsi

sosial, baik yang dialami individu, kelompok maupun masyarakat. Permasalahan yang

disebabakan ketidakmampuan menjalankan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial karena

adanya rintangan maupun hambatan-hambatan dalam mewujudkan nilai-nilai, aspirasi,

serta pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia.

Secara umum ada 2 faktor penyebab timbulnya masalah-masalah kesejahteraan

sosial, yaitu :

1. Faktor dari dalam individu (intern), misalnya karena cacat fisik sehingga tidak

mampu menjalankan fungsi sosial.

2. Faktor dari luar individu (ekstern), misalnya dari lingkungan fisik maupun

lingkungan sosial.(Rustandi, 1989:57)

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dapat diartikan sebagi berikut, yakni :

perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang sedang mengalami hambatan

sosial, moral dan material baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya

sehingga tidak dapat melaksanakan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan minimum

baik jasmani, rohani maupun sosial, oleh karenanya memerlukan bantuan orang lain

atau pemerintah untuk memulihkan dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Adapun jenis-jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, adalah sebagai

berikut :

- Anak Balita Terlantar

- Anak Terlantar

(25)

- Lanjut usia Terlantar

- Penyandang Cacat

- Korban penyalahgunaan Narkoba

- Tunawisma dan Tunakarya

- Wanita Tunasusila

- Orang Terlantar

- Korban musibah Sosial lainnya.

II.3. Usaha Kesejahteraan Sosial

II.3.1. Konsep Usaha Kesejahteraan Sosial

Usaha kesejahteraan sosial mengacu pada program, pelayanan dan berbagai kegiatan

yang secara konkret (nyata) berusaha menjawab kebutuhan ataupun masalah yang

dihadapi anggota masyarakat. Usaha kesejahteraan sosial itu sendiri dapat diarahkan

pada individu; keluarga; kelompok; ataupun komunitas. Berdasarkan hal di atas dapat

dirasakan bahwa kesejaheraan sosial tidaklah bermakna bila tidak diterapkan dalam

bentuk usaha kesejahteraan sosial yang nyata menyangkut kesejahteraan masyarakat.

Dari terminologi tersebut terlihat bahwa usaha kesejahteraan sosial seharusnya

merupakan upaya yang konkret (nyata) baik ia bersifat langsung (direct service) ataupun

tidak langsung (indirect service), sehingga apa yang dilakukan dapat dirasakan sebagai

upaya yang benar-benar ditujukan untuk menangani masalah ataupun kebutuhan yang

dihadapi warga masyarakat, dan bukan sekedar program, pelayanan ataupun kegiatan

yang lebih dititikberatkan pada upaya menghidupi organisasinya sendiri ataupun

menjadikan sebagai “panggung” untuk sekedar mengekspresikan penampilan diri

(26)

Menurut Thelma Lee Mendoza, ada tiga tujuan utama yang terkait dengan

kesejahteraan sosial (yang pada umumnya berhubungan dengan upaya memperoleh

sumber dana yang sangat tebatas.), yaitu :

1. Tujuan yang bersifat Kemanusiaan dan Keadilan Sosial (Humanitorian and

Social Justice Goals). Berdasarkan tujuan ini, usaha kesejahteraan sosial banyak

diarahkan pada upaya pengidentifikasian kelompok yang paling tidak mendapat

perhatian; kelompok yang paling mempunyai ketergantungan; kelompok yang

paling ditelantarkan; ataupun kelompok yang tidak mampu untuk menolong

dirinya sendiri, dan menjadikan mereka kelompok sasaran dalam kaitan dengan

upaya menjembatani sumber daya yang langka.

2. Tujuan yang terkait dengan Pengendalian Sosial (Social Control Goal). Tujuan

ini berdasarkan pemahaman bahwa kelompok yang tidak diuntungkan;

kekurangan; ataupun tidak terpenuhinya kebutuhannya dapat melakukan

“serangan” (baik secara individu maupun kelompok) terhadap masyarakat

(terutama yang sudah mapan).

3. Tujuan yang terkait dengan Pembangunan Ekonomi (Economic Development

Goal). Tujuan pembangunan ekonomi memprioritaskan pada program-program

yang dirancang untuk meningkatkan produksi barang dan pelayanan yang dapat

diberikan, ataupun berbagai sumber daya yang lain yang dapat memberikan

sumbangan terhadap pembangunan ekonomi (Rukminto Adi, Isbandi, 1994:6-9)

Usaha Kesejahteraan Sosial yang baik dan bermanfaat mengandung ciri-ciri khas :

(a). Relevan: pelayanan atau bantuan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan

warga masyarakat yang menjadi sasaran/penyandang masalah.

(b). Konsisten: dilaksanakan secara terus menerus sampai terpecahkan masalah yang

(27)

(c). Aksesibel: pelayanan atau bantuan yang disediakan dapat dijangkau dan

digunakan oleh sasaran.

(d).Partisipasif: ketertiban semua terkait, termasuk sasaran, dalam pelaksanaan

pelayanan atau bantua

Adapun bidang praktek pekerjaan sosial, yaitu :

1. Usaha Kesejahteraan Anak.

2. Usaha Bimbingan Kesejahteraan Keluarga.

3. Usaha Kesejahteraan Orang Lanjut Usia.

4. Usaha Kesejahteraan Para Cacat.

5. Usaha Kesejahteraan Umum ( Sumarnonugroho T, 1987: 103)

II.3.2. Usaha Kesejahteraan Para Cacat.

Tahun 1981 dinyatakan sebagai International Year for Disable Persons (Tahun

Internasional Orang Cacat). Hal ini merupakan perhatian khusus terhadap penderita

cacat sebagai suatu tindakan atau langkah untuk mewujudkan partisipasi secara penuh

para penderita cacat di lingkungan masyarakat. (Sumarnonugroho T, 1987: 113)

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 Tentang Upaya Peningkatan

Kesejahteraan Sosial Penyandang cacat, disebutkan bahwa rehabilitasi pelatihan

dimaksudkan agar penyandang cacat dapat memiliki keterampilan kerja sesuai dengan

bakat dan kemampuannya. Berdasarkan ketentuan tersebut perlu dilakukan berbagai

upaya, untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri penyandang cacat sebagai

pemenuhan hak dan kewajiban penyandang cacat. Salah satunya adalah program

rehabilitasi sosial dan vokasional. Rehabilitasi sosial dan vokasional yang dalam

kegiatannya mempergunakan pendekatan pekerjaan sosial yaitu menekankan bahwa

(28)

pemanfaatan poensi yang ada pada diri penyandang cacat dan menghubungkan sumber

di sekitarnya (Jurnal Media Informasi Penelitian No.179, Th. Ke 28 Juli-September

2004: 6)

II.4. Tujuan Dan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial II.4.1. Tujuan

Leonard Scheneiderman berdasarkan rumusan atau pendapat dari PBB dan beberapa

ahli bidang kesejahteraan sosial, secara terperinci menguraikan tujuan utama dari sistem

kesejahteraan sosial, yakni:

a. System Maintenance

Tujuan sistem ini mencakup pemeliharaan dan menjaga kesinambungan atau

kelangsungan keberadaan serta tatanan nilai-nilai sosial, yang dalam hal ini

berhubungan dengan :

1. Pengertian dasar dan tentang arti dan tujuan kehidupan.

2. Motivasi untuk mempertahankan kelangsungan hidup individu dan

kelompok.

3. Norma-norma unuk menampilkan peranan berdasarkan umur dan jenis

kelamin.

4. Norma-norma yang berhubungan dengan produksi dan distribusi barang

serta pelayanan.

5. Norma-norma tentang pemecahan konflik, dan semacamnya.

b. System Control

Tujuannya adalah mengadakan kontrol secara efektif terhadap perilaku yang

tidak sesuai atau menyimpang dari nilai-nilai sosial yang ada. Untuk mencapai

(29)

1. Intensifikasi fungsi-fungsi pemeliharaan yang berupa kompensasi,

resosialisasi, dan penyadaran terhadap kelompok-kelompok penduduk

yang berperilaku menyimpang agar supaya dapat mengembangkan

pengawasan diri (self conrol).

2. Menggunakan prosedur-prosedur hukum dan peraturan-peraturan untuk

meningkatkan pengawasan eksternal dari perilaku yang meyimpang

(umpama kerusakan dan kemunduran mental, kelalaian dan kekejaman

orangtua, pencegahan tindakan bunuh diri, kriminalitas serta delikuensi

dan semacamnya).

3. Merupakan kombinasi dari nomor (1) dengan nomor (2).

c. System Change

Tujuan sistem ini adalah mengadakan perubahan kearah berkembangnya suatu

sistem yang lebih efektif bagi anggota masyarakat. Dalam hal ini usaha sistem

kesejahteraan sosial merupakan suatu alat (instrument) unuk menghilangkan

hambatan-hambatan terhadap terwujudnya :

1. Partisipasi dalam pengambilan keputtusan (decision making) secara

penuh dan lebih adil.

2. Distribusi sumber-sumber yang lebih adil dan merata.

3. Penggunaan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam struktur sistem

(30)

II.4.2. Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial

Fungsi kesejahteraan sosial adalah mengorganisasi dari adanya disorganisasi.

Sistem kesejahteraan sosial merupakan subsistem dari masyarakat yang lebih besar

yang memberikan sanksi-sanksi dan dukungan terhadapnya. Sebagai subsistem,

kesejahteraan sosial mempunyai fungsi khusus yakni mengatasi masalah yang ada

kaitannya dengan penyesuaian-penyesuaian sosial dan relasi-relasi sosial.

Dalam penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial berbeda antara satu negara

dengan negara lainnya. Misalnya, di negara-negara maju (industrialisasi) fungsi

kesejahteraan sosial lazimnya berhubungan dengan perubahan-perubahan yang dialami

perorangan. Di negara-negara yang sedang berkembang atau sedang membangun,

fungsi kesejahteraan sosial lebih ditujukan kepada penanggulangan masalah-masalah

sosial yang urgen dan dirasakan oleh sebagian besar masyarakat, dan memenuhi

kebutuhan langsung yang dapat dinikmati masyarakat.

Pada dasarnya fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan

atau mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan perubahan-perubahan sosial

ekonomi, menghindarkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial yang negatif

terhadap pembangunan serta mencipakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

 Fungsi Penyembuhan dan Pemulihan (Curative/remedial dan rehabilitatif).

Bertujuan untuk meniadakan hambatan-hambatan atau masalah sosial yang ada.

Disamping fungsi penyembuhan ada fungsi pemulihan (rehabilitatif) terutama

untuk menanamkan dan menumbuhkan fungsionalitas kembali dari dalam diri

orang maupun anggota masyarakat. Fungsi penyembuhan dapat bersifat

reperesif artinya bersifat menekan agar masalah sosial yang timbul tidak makin

(31)

 Fungsi Pencegahan (Preventive)

Dalam hal ini meliputi langkah-langkah unuk mencegah agar jangan sampai

timbul masalah sosial yang baru, juga langkah-langkah untuk memelihara

fungsionalitas seseorang maupun masyarakat.

 Fungsi Pengembangan (promotif, development)

Untuk mengembangakan kemampuan orang maupun masyarakat agar dapat

lebih meningkatkan fungsionalitas mereka sehingga dapat hidup secara konkret.

 Fungsi Penunjang (Suportif). Fungsi ini menopang usaha lain agar dapat lebih

berkembang meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat memperlancar keberhasilan,

program-progarm lainnya seperti bidang kesehatan, kependudukan, dan keluarga

berencana, pendidikan, pertanian dan sebagainya.(Sumarnonugroho T,

1987:41-43)

II.5. Penyandang Cacat

Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat adalah

“Setiap orang yang mempunai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu

atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara

selayaknya”.

Adapun pembagian penyandang cacat terdiri dari :

a. Penyandang cacat fisik terdiri dari cacat tubuh (tuna daksa), cacat rungu (tuna

rungu), dan cacat mata (tunanetra).

b. Penyandang cacat mental terdiri dari penyandang cacat mental (tuna grahita),

dan penyandang cacat Eks psikotik (tuna laras).

c. Penyandang cacat fisik dan mental (tuna ganda) adalah seseorang yang

(32)

lain gerak tubuh , penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berbicara serta

memiliki kelainan mental/tingkah laku. (Depsos, 1999 : 52-59 dikutip dari

Jurnal PKS Vol. III No.7)

Mengenai hak dan kewajiban penyandang cacat disebutkan bahwa seiap

penyandang cacat mempunyai kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan

dan penghidupan. Sedangkan kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam

aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesbilitas.

Selanjutnya yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan adalah meliputi

antara lain aspek agama, kesehatan, politik, pertahanan keamanan, olahraga, rekreasi

dan informasi yang layak sesuai dengan derajat kecacatan, pendidikan dan

kemampuannya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997 (tentang

penyandang cacat) Bab II Pasal 6 menyatakan “Setiap penyandang cacat berhak

memperoleh :

1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan

2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat

kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.

3. Perlakuannya yang sama untuk bergerak dalam pembangunan dan menikmati

hasil-hasilnya.

4. Aksesbilitas dalam rangka kemandirian.

5. Rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial dan

6. Hak yang sama untuk menumbuhkankembangkan, kemampuan dan kehidupan

sosialnya, terutama penandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan

(33)

II.6. Tunanetra II.6.1. Defenisi 1. Tunanetra

Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan/tidak

berfungsinya indera penglihatan. Tunanetra memiliki keterbatasan dalam

penglihatan antara lain :

a. Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 (satu) meter.

b. Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu

benda pada jarak 20 kaki.

c. Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20º.(Heward & Orlansky,

1988:p.296 dalam http:/www.dtplb.or.id)

2. Low Vision

Berdasarkan definisi World Health Organization (WHO), seseorang dikatakan

Low Vision apabila:

a. Memiliki kelainan fungsi penglihatan meskipun telah dilakukan pengobatan,

misalnya operasi dan atau koreksi refraksi standart (kacamata atau lensa).

b. Mempunyai ketajaman penglihatan kurang dari 6/18 sampai dapat menerima

persepsi cahaya.

c. Luas penglihatan kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi.

d. Secara potensial masih dapat menggunakan penglihatannya untuk perencanaan

(34)

II.6.2. Klasifikasi Tunanetra

Klasifikasi tunanetra secara garis besar dibagi empat yaitu:

1. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan.

a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak

memiliki pengalaman penglihatan.

b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki

kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.

c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki

kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap

proses perkembangan pribadi.

d. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala

kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.

e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti

latihan-latihan penyesuaian diri.

2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan.

a.Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki

hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti

program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang

menggunakan fungsi penglihatan.

b.Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan

sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar

mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang

bercetak tebal.

c.Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat

(35)

3. Berdasarkan pemeriksaan klinisa.

a.Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau

memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.

b.Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai

dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.

4. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata

a.Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di

belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk

membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata

koreksi dengan lensa negatif.

b. Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di

depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk

membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata

koreksi dengan lensa positif.

c.Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan

karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola

mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak

terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita

(36)

II.6.3. Faktor-faktor Penyebab

Faktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara lain:

A. Pre-natal

Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya

dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara

lain:

a. Keturunan

Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil

perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra.

Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit

pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit

menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar

melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit

saja penglihatan pusat yang tertinggal.

b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan

Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan

dapat disebabkan oleh:

1) Gangguan waktu ibu hamil.

2) Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama

pertumbuhan janin dalam kandungan.

3) Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar

air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem

(37)

4) Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat

terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola

mata itu sendiri.

5) Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga

hilangnya fungsi penglihatan.

B. Post-natal

Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak

atau setelah bayi lahir antara lain:

a) Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan

alat-alat atau benda keras.

b) Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil

gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami

sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.

c) Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:

1. Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.

2. Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.

3. Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata

menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.

4. Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata,

sehingga tekanan pada bola mata meningkat.

5. Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena

diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi

oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.

6. Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah

(38)

masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk

melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.

7. Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya

terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang

normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator

yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan

dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan

pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam

bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan

pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.

d) Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda

keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll.

II.6.4. Karakteristik Tunanetra

1. Tunanetra

a. Fisik

Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya.

Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya.

Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik diantaranya:

1) Mata Juling

2) Sering berkedip

3) Menyipitkan mata

4) (kelopak) mata merah

5) Mata infeksi

(39)

7) Mata selalu berair (mengeluarkan air mata)

8) Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

b. Perilaku

1) Ada beberapa gejala tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam

mengenal anak yang mengalami gangguan penglihatan secara dini: menggosok

mata secara berlebihan.

a. Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau

mencondongkan kepala ke depan.

b. Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat

memerlukan penggunaan mata.

c. Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila

mengerjakan suatu pekerjaan.

d. Membawa bukunya ke dekat mata.

e. Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.

f. Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi.

g. Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas

yang memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca.

h. Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata.

i. Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau

memerlukan penglihatan jarak jauh.

2) Penjelasan lainnya berdasarkan adanya beberapa keluhan seperti:

a. Mata gatal, panas atau merasa ingin menggaruk karena gatal.

b. Banyak mengeluh tentang ketidakmampuan dalam melihat.

c. Merasa pusing atau sakit kepala.

(40)

c. Psikhis

Secara psikhis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Mental/intelektual

Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh

dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas

atas sampai batas bawah, jadi ada anak yang sangat pintar, cukup pintar dan

ada yang kurang pintar. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki

kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya

emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa,

gelisah, bahagia dan sebagainya.

2) Sosial

a. Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan dengan

ibu, ayah, dan anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga.

Kadang kala ada orang tua dan anggota keluarga yang tidak siap menerima

kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul ketegangan, gelisah di antara

keluarga. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk menerima

perlakuan orang lain terhadap dirinya.

b. Tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian dengan

timbulnya beberapa masalah antara lain:

a. Curiga terhadap orang lain

Akibat dari keterbatasan rangsangan visual, anak tunanetra kurang

mampu berorientasi dengan llingkungan, sehingga kemampuan

mobilitaspun akan terganggu. Sikap berhati-hati yang berlebihan dapat

(41)

Untuk mengurangi rasa kecewa akibat keterbatasan kemampuan

bergerak dan berbuat, maka latihan-latihan orientasi dan mobilitas, upaya

mempertajam fungsi indera lainnya akan membantu anak tunanetra

dalam menumbuhkan sikap disiplin dan rasa percaya diri.

b. Perasaan mudah tersinggung

Perasaan mudah tersinggung dapat disebabkan oleh terbatasnya

rangsangan visual yang diterima. Pengalaman sehari-hari yang selalu

menumbuhkan kecewa menjadikan seorang tunanetra yang emosional.

c. Ketergantungan yang berlebihan

Ketergantungan ialah suatu sikap tidak mau mengatasi kesulitan diri

sendiri, cenderung mengharapkan pertolongan orang lain. Anak

tunanetra harus diberi kesempatan untuk menolong diri sendiri, berbuat

dan bertanggung jawab. Kegiatan sederhana seperti makan, minum,

mandi, berpakaian, dibiasakan dilakukan sendiri sejak kecil.

2. Low Vision

Beberapa ciri yang tampak pada anak low vision antara lain:

a. Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat.

b. Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar.

c. Mata tampak lain; terlihat putih di tengah mata (katarak) atau kornea (bagian

bening di depan mata) terlihat berkabut.

d. Terlihat tidak menatap lurus ke depan.

e. Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau

saat mencoba melihat sesuatu.

(42)

g. Pernah menjalani operasi mata dan atau memakai kacamata yang sangat tebal

tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas (http:/www.dtplb.or.id)

II.7. Masalah Yang Dihadapi Penyandang Tunanetra

Sebagai warga masyarakat yang dianggap tidak normal, berkelainan, atau

menyimpang, para penyandang cacat mempunyai berbagai kendala dan masalah dalam

kehidupannya sehari-hari. Demikian juga bagi penyandang tunanetra. Secara garis besar

masalah tersebut menurut Sunardi (1993) dapat dbagi menjadi tiga,yaitu :

1. Masalah yang disebabkan kecacatannya

2. Masalah yang disebabkan oleh sikap dan penerimaan masyarakat.

3. Masalah yang disebabkan oleh belum adanya fasilitas di masyarakat yang

memungkinkan mereka hidup mandiri (Yusuf Munawir, 200:36)

II.8. Kerangka Pemikiran

Kesejahteraan sosial yang menyeluruh merupakan salah satu tujuan yang ingin

dicapai oleh negara bagi tiap-tiap warga negaranya tanpa memandang perbedaan yang

ada. Dimana dalam pelaksanaannya mengatasi masalah-masalah sosial yang terjadi di

masyarakat maka terdapat kegiatan-kegiatan pelayanan sosial yang menganut

fungsi-fungsi kesejahteraan sosial. Fungsi –fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan

mengorganisasi dari adanya disorganisasi sosial yang terjadi di masyarakat. Adapun

fungsi-fungsi kesejahteraan sosial tersebut antara lain fungsi penyembuhan (curative),

fungsi pencegahan (preventive), fungsi pengembangan (development), dan fungsi

(43)

Terkait dengan usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat khususnya

tunanetra maka YAPENTRA sebagai salah satu organisasi sosial berbentuk yayasan

memberikan pelayanan sosial yang secara langsung (direct services) pada warga

binaannya. Bentuk-bentuk pelayanan sosial yang diberikan merupakan penerapan

daripada fungsi-fungsi kesejahteraan sosial itu sendiri. Adapun fungsi-fungsi

kesejahteraan sosial yang diterapkan oleh YAPENTRA pada warga binaan yakni

pertama fungsi penyembuhan (curative) dengan penyedian klinik mata dan kesehatan,

kedua fungsi pengembangan (development) dimana terbagi atas 2 bidang yaitu

pendidikan formal meliputi SDLB, SMPLB. SMU, Perguruan Tinggi dan Vocational

School Centre.

Penerapan kedua fungsi kesejahteraan sosial tersebut merupakan upaya yayasan

dalam memelihara dan mengembangkan warga binaan. Dimana tujuan dari penerapan

kedua fungsi tersebut yakni mengarah kepada peningkatan kesehatan dan gizi warga

(44)

Bagan Kerangka Pemikiran

II.9. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional Penerapan

Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial Oleh YAPENTRA

1. Fungsi Penyembuhan (Curative) : Tersedia klinik mata dan kesehatan. 2. Fungsi Pengembangan (Development)

a. Pendidikan Formal :

- SDLB

- SMPLB

- SMU

- Perguruan Tinggi b. Sekolah Keterampilan Khusus/

Vocational School Center (VSC) :

- Massage (Pijat)

- Pertanian

- Budidaya bunga

- Kerajinan tangan

Tujuan Yang Ingin Dicapai

1. Peningkatan kesehatan dan gizi warga binaan

2. Warga binaan yang mandiri.

3. Warga binaan yang berpendidikan. 4. Warga binaan yang terampil.

Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial 1. Fungsi Penyembuhan (Curative) 2. Fungsi Pencegahan (Preventif)

(45)

II.9.1. Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara

abstrak suatu kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian.

Konsep penelitian sangat dibutuhkan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang

dapat menggambarkan tujuan penelitian (Singarimbun, 1989 : 33).

Adapun konsep-konsep yang digunakan meliputi :

1. Fungsi adalah sekelompok kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha yang satu dan

yang lain mempunyai hubungan yang erat untuk menyelenggarakan segi-segi

tugas pokok.

2. Kesejahteraan Sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi dari usaha-usaha

pelayanan sosial yang bertujuan membantu individu, kelompok, ataupun

masyarakat unuk mencapai taraf hidup yang lebih baik dan mampu berfungsi

sosial.

3. Fungsi Kesejahteraan Sosial adalah mengorganisasi dari adanya disorganisasi

system. Dimana fungsi-fungsi kesejahteraan sosial tersebut meliputi fungsi

penyembuhan (curative), fungsi pencegahan (preventif), fungsi pengembangan

(development) dan fungsi penunjang (supportif).

4. Warga binaan

Warga binaan adalah sekumpulan orang-orang yang memperoleh kegiatan

pembinaan berupa pendidikan formal maupun keterampilan khusus yang

diadakan oleh organisasi sosial yang bertujuan untuk membantu orang-orang

yang bermasalah sosial menjadi berfungsi sosial kembali.

(46)

Defenisi Operasional adalah unsur penelitian yang memberikan bagaimana

mengukur suatu variable (Singarimbun, 1991 : 49). Bertujuan untuk memudahkan

peneliti dalam melaksanakan penelitian dilapangan. Oleh karena itu diperlukan

operasionalisasi dari konsep-konsep yang digunakan untuk bertujuan menggambarkan

pelaksanaan atau jalannya kegiatan dari fungsi-fungsi kesejahteraan sosial di

YAPENTRA.

Penerapan konsep Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial yang dilakukan oleh

YAPENTRA pada warga binaan, dapat dilihat melalui :

1. Fungsi Penyembuhan (Curative)

1. Penyediaan klinik mata dan kesehatan

- Pemeriksaan mata rutin sekali tiga bulan.

- Operasi mata

- Memberikan pengobatan kesehatan

b. Peningkatan gizi warga binaan

- Penyusunan draft menu makanan sehari-hari warga binaan

2. Fungsi Pengembangan (Development)

a. Pendidikan Formal

menyelenggarakan pendidikan inklusi bagi warga binaan, yakni :

SDLB, SMPLB, SMU, Perguruan Tinggi.

b. Sekolah Keterampilan Khusus/Vocational School Centre (VSC)

- Warga binaan yang mandiri

- Warga binaan yang terampil

(47)

METODE PENELITIAN III.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian deskiptif, dimana

metode ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan secara mendalam terhadap objek

yang akan diteliti melalui pencarian data dan suimber-sumber informasi yang berkenaan

dengan objek yang akan diteliti, menganalisa data serta menginterpretasikan

kondisi-kondisi yang terjadi pada objek penelitian berdasarkan analisa data yang ada.

III.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di YAPENTRA, yang beralamat di Jl. Medan Km. 21,5

Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan penulis untuk memilih

melakukan penelitian di YAPENTRA Tanjung Morawa adalah karena YAPENTRA

dipromosikan sebagai organisasi sosial (bergerak dalam bidang pengasuhan dan

pemberdayaan institusi) terbaik untuk tahun ajaran 2006/2007 dan mendapat peringkat

pertama (I) untuk akreditasi PLB (Pendidikan Luar Biasa).

III.3. Populasi dan Sampel III.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia,

benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai, atau peristiwa sebagai

sumber data yang dimiliki karakter tertentu dalan suatu penelitian (Nawawi, 1998:141).

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan warga binaan yang ada di

YAPENTRA Tanjung Morawa yaitu sebanyak 82 orang, yang terdiri dari SDLB = 24

orang, SMPLB = 19 orang, SMU = 12 orang, Perguruan Tinggi = 9 orang, VSC = 14

(48)

III.3.2. Sampel

Menurut Prof.Dr.Suharsimi Arikunto, sampel adalah sebagian atau wakil populasi

yang diteliti (Arikunto,1997:109). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Purposive Sampling. Dalam Teknik ini, siapa yang akan diambil sebagai anggota

sampel diserahkan pada pertimbangan – pertimbangan pengumpul data yang menurut

dia sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian (Soehartono, 2004:63)

Maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dimiliki peneliti terhadap

kondisi warga binaan yang tidak sama, adapun yang menjadi sampel penelitian ini

adalah sebanyak 51 orang. Dimana warga binaan yang berpendidikan SMPLB = 13

orang, SLTP integrasi = 6 orang, SMU integrasi = 12 orang, Perguruan Tinggi = 4

orang, VSC = 14 orang, dan Rehabilitasi = 2 orang. Mereka inilah yang menurut

peneliti dapat dijadikan sampel penelitian untuk mencapai tujuan penelitian karena

mereka dianggap mampu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaaan yang akan diajukan

peneliti.

Untuk warga binaan yang berpendidikan SDLB dan 2 orang pada tahap rehabilitasi

tidak diikutsertakan dalam pengambilan sampel penelitian, dikarenakan kondisi

psikologis mereka yang belum mampu untuk berkomunikasi dengan baik dan tingkat

pemahaman yang masih kurang. Sedangkan 5 orang dari perguruan tinggi sudah ada

yang tamat kuliah, keluar dari perkuliahan dan berada di luar kota.

III.4. Tehnik Pengumpulan Data

(49)

a. Studi kepustakaan, yaitu suatu cara yang dipergunakan untuk mendapatkan

data-data yang diperlukan melalui buku-buku, majalah-majalah, serta tulisan-tulisan

lain yang ada hubungannya dengan penelitian.

b. Studi lapangan, yaitu dengan mengumpulkan data-data langsung dari objek yang

diteliti melalui :

1. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan menggunakan angket

yang ditujukan kepada responden dalam hal ini warga binaan.

2. Observasi, yaitu mengumpulkan data tentang segala hal yang dapat

dijadikan bahan penelitian dan dilakukan dengan mengamati, mendengar

dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran penelitian.

III.5. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini teknik analisa yang digunakan ialah teknik analisa dengan

pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Dimana teknik analisa dengan pendekatan

kualitatif adalah metode analisa yang dilakukan dengan mengolah, menyajikan dan

menginterpretasikan data sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah

yang diteliti, kemudian data tersebut diberi komentar sesuai dengan data, fakta dan

informasi yang telah dikumpulkan melalui pemahaman empiris. (Sugiono, 1993 : 62).

Dengan kata lain analisis yang akan disajikan adalah berupa kata-kata dan bukan berupa

angka-angka.

Sedangkan teknik analisa dengan pendekatan kuantitatif adalah metode analisa

yang dilakukan dengan menganalisis variabel-variabel yang dinyatakan dengan sebaran

frekuensi, baik secara angka-angka mutlak maupun secara persentase

BAB IV

Gambar

Tabel 4. Daftar Ekstrakurikuler Pendidikan
Tabel 5. Jumlah Warga Binaan di YAPENTRA Berdasarkan Jenjang
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan fungsi laten (fungsi yang tidak dikehendaki, fungsi sampingan) dari Wali Pemasyarakatan tersebut antara lain: fungsi kasih sayang terhadap Warga Binaan

Iya sebenernya ginikan yayasan inikan didasari dari surat Al-Maun (dibacakan suratnya dan artinya), nah itu dasarnya jadi dulu sebelum tunanetra ini memang

Perumusan masalah dalam penelitian ini mengenai bagaimana proses bimbingan rohani Islam dalam menumbuhkan etos kerja pada Warga Binaan Sosial (WBS), metode apa

Dan Bagaimana hubungan komitmen yayasan dan efektivitas pengelolaan wakaf yayasan secara bersama sama dengan kesejahteraan pegawai yayasan Nurul Ulum Kutamandala

Sebagai pelayanan publik, Yayasan Amal Sosial Al- Washliyah Gedung Johor Medan juga harus menerapkan standar pelayanan minimal lembaga kesejahteraan sosial anak agar warga

Pada kenyataannya penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang diberikan oleh yayasan memepunyai keterbatasan baik dari pelaksanaannya maupun warga binaan itu sendiri..

“Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Respon Warga Binaan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas