PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI KESEJAHTERAAN SOSIAL
PADA WARGA BINAAN DI YAYASAN PENDIDIKAN
TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA)
SKRIPSI
Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
THERESIA SULPADORA LUMBANGAOL 040902048
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
ABSTRAK
THERESIA SULPADORA LUMBANGAOL 040902048
Penerapan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial Pada Warga Binaan Di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA).
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial pada warga binaan di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial, perkembangan warga binaan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial terhadap warga binaan tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa sudah dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tunanetra.
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan warga binaan tunanetra yang ada di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa dan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 51 orang. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif untuk menggambarkan penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial pada tunanetra dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan secara optimal. Adapun instrumen yang digunakan adalah angket penelitian yang didukung dengan observasi dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan tehnik analisa yamg menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa menerapkan fungsi penyembuhan dan fungsi pengembangan kepada warga binaan tunanetra. Dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa penerapan fungsi penyembuhan dan fungsi pengembangan sudah baik begitu juga dengan tujuan penerapan fungsi penyembuhan dan fungsi pengembangan. Namun dalam hal pelaksanaan kegiatan masih belum terlaksana dengan baik begitu juga dengan penyediaan fasilitas medis yang belum memadai dan pemeriksaan kesehatan yang kurang bermanfaat serta tenaga didik/pegawai yang belum berkompeten.
KATA PENGANTAR
Segala puji, hormat dan syukur serta penyembahan penulis panjatkan kehadirat
Tuhan yang Maha Esa dengan segenap hati, sebab karena kasih dan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul skripsi ini adalah : “Penerapan Fungsi-fungsi Kesejahteraan
Sosial Pada Warga Binaan Di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA)”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
para pembaca demi penyempurnaan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain
kepada :
1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Matias Siagian, , selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Agus Suriadi S.sos, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang membimbing
penulis dalam menyusun skripsi ini sehingga mencapai hasil yang maksimal.
4. Bapak Pdt.Hutauruk selaku direktur Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera
(YAPENTRA), Bapak Jabes Silaban selaku Kepala Unit Vocational School Centre,
5. Teristimewa untuk orang tua yang kukasihi dan kubanggakan, Ayahanda
Drs.L.M.P.Lumbangaol dan Alm Ibunda H. br.Hutabarat/A.E.br.Hutabarat, yang
telah mengasuh, membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran dan
ketabahan serta banyak memberi semangat moril dan kasih sayang, materi dan juga
doa kepada penulis sampai saat ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan
perkuliahan dan skripsi ini.
6. Secara khusus kepada abang-abang (B’Ogie,B’Daniel dan B’David) dan adikku
(Cimot), dan semua anggota keluarga yang telah memberikan dukungan moril
selama perkuliahan.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial stambuk
’04 yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas doa dan semangat
yang diberikan kepada penulis.
8. Buat senior-seniorku di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial stambuk ’01.
(B’Yoan Yance ) stambuk ’02 (B’Trisno, B’Leo) dan stambuk ’03 (B’Gom,
B’Wadin, B’Jonggala, B’Tupa,B’Angga, B’Bambang, B’Darta, K’Henny), dan
seluruh senio-senior yang tidak dapat penulis sebutkan secara keseluruhan.
9. Buat junior-juniorku di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial stambuk ’05 dan
stambuk’06 yang caem-caerm serta stambuk’07 yang belum sempat penulis kenal
dekat.
10. Buat rekan-rekan kampus senasib sepenanggungan dari awal kuliah sampai akhir
kuliah di Base camp “ Siboto Lungun” (Juni, Elsa, Via, Butet, Rini, Robi, Kristin).
I Will Be Missing You All Guys, where ever you all.
11. Buat sahabat-sahabat baikku dari kecil sampai sekarang The Jasmine Girl Gank’s
(Linda, Juwita, dan Kristin), makasih ya atas doa dan dukungannya. Semoga kita
12. Buat Iren (Nande Biring) super cerewet, Sona br.Sihite di Lampung (kamu tetap
teman aku walau kisahnya sudah berbeda), dan seluruh teman-teman yang
mengenal aku yang tidak dapat kusebut satu persatu.
13. Buat Kakanda Mario Butar-butar yang selalu support dan doain, baik dari mulanya
aku jadi teman sampai jadi kekasihmu. Semoga sukses juga menyertaimu dalam
menyiapkan perkuliahan, yang pasti cepat nyusul wisudanya.
14. Terima kasih untuk semua pihak yang dengan sengaja atau tidak telah membantu
penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2007 Penulis,
NIM.040902048
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman.
1. Daftar Kurikulum Pendidikan SDLB-A ... 47
2. Daftar Kurikulum Pendidikan SMPLB-A ... 47
3. Daftar Kurikulum Pendidikan Sekolah Keterampilan Khusus... 48
4. Daftar Ekstrakurikuler Pendidikan Tahun Ajaran 2007/2008 ... 48
5. Jumlah Warga Binaan Di YAPENTRA Berdasarkan Jenjang Pendidikan Tahun Ajaran2007/2008 ... 49
6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan umur... 64
7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65
8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 66
9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 67
10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Orangtua ... 68
11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir Orangtua ... 69
12. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penerapan Peningkatan Gizi ... 70
13. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penerapan Pemeriksaan Kesehatan... 71
14. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penerapan Pendidikan Formal ... 72
15. Distribusi Frekuensi Responden Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penerapan Sekolah Keterampilan Khusus ... 72
16. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan... 73
17. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Tujuan Pemeriksaan Kesehatan ... 74
19. Distribusi Frekuensi Responden
Tentang Tujuan Program Pendidikan Formal ... 75
20. Distribusi Frekuensi Responden
Tujuan Sekolah Keterampilan Khusus... 76
21. Distribusi Frekuensi Responden Tentang
Fasilitas Medis Bagi Pemeriksaan Kesehatan ... 76
22. Distribusi Frekuensi Responden
Tentang Makanan Yang Diberikan Yayasan ... 77
23. Distribusi Frekuensi Responden
Tentang Fasilitas Pendidikan Formal ... 78
24. Distribusi Frekuensi Tentang
Fasilitas Sekolah Keterampilan Khusus ... 78
25. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penyusunan
Menu Makanan79
26. Distribusi Frekuensi Responden Tentang
Manfaat Pemeriksaan Mata ... 79
27. Distribusi Frekuensi Responden Tentang
Kemampuan Mengikuti Mata Pelajaran ... 80
28. Distribusi Frekuendi Responden Tentang
Kegiatan Pendidikan Formal ... 81
29. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pemberian
Kegiatan Pelatihan Keterampilan Khusus ... 81
30. Distribusi Frekuensi Responden Tentang
31. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Pelatihan Keterampilan ... 83
32. Distribusi Frekuensi Responden Tentang
Pelaksanaan Pelayanan Sosial ... 83
33. Distribusi Frekuensi Responden Tentang
Tingkat Perkembangan Dan Pengetahuan ... 84
34. Distribusi Frekuensi Responden Tentang
Perkembangan Tingkat Kemandirian ... 85
35. Distribusi Frekuensi Responden Tentang
Kemampuan Membaca Dan Menulis85
36. Distribusi Frekuensi Responden Tentang
Program Keterampilan Yang Dijalani ... 86
37. Distribusi Frekuensi Responden Tentang
Penerapan Keterampilan ... 87
38. Distribusi Frekuensi Responden Tentang
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN... viii
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ... 1
2. Perumusan Masalah ... 6
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
4. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Kesejahteraan Sosial ... 9
2. Masalah Kesejahteraan Sosial ... 12
3. Usaha Kesejahteraan Sosial 1. Konsep Usaha Kesejahteraan Sosial ... 13
2. Usaha Kesejahteraan Para Cacat ... 15
4. Tujuan Dan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial 1.Tujuan ... 16
2. Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial... 18
5. Penyandang Cacat ... 19
6. Tunanetra 1. Defenisi ... 21
3. Faktor-faktor Penyebab . ... 24
4. Karakteristik Tunanetra. ... 26
7. Masalah Yang Dihadapi Penyandang Tunanetra ... 30
8. Kerangka Pemikiran ... 30
9. Defenisi Konsep Dan Defenisi Operasional 1. Defenisi Konsep ... 33
2. Defenisi Operasional ... 34
BAB III METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian ... 35
2. Lokasi Penelitian ... 35
3. Populasi Dan Sampel 1. Populasi ... 35
2. Sampel... 36
4. Tehnik Pengumpulan Data ... 37
5.Tehnik Analisa Data ... 37
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 1. Sejarah Berdirinya YAPENTRA ... 38
2. Visi Dan Misi YAPENTRA 1. Visi ... 41
2.Misi. ... 41
3. Maksud Dan Tujuan Didirikannya YAPENTRA 1. Maksud ... 41
2. Tujuan. ... 42
5. Struktur Organisasi YAPENTRA ... 52
6. Keadaan Guru Dan Pegawai Di YAPENTRA ... 54
7. Keadaan Prasarana Dan Sarana YAPENTRA ... 55
8. Sumber Dana ... 56
9. Program Pengasuhan Pada Warga Binaan Di Asrama ... 60
BAB V ANALISIS DATA 1. Identitas Responden... 64
2. Analisa Tanggapan Responden Terhadap Penerapan Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial ... 70
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 89
2. Saran ... 93
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
ABSTRAK
THERESIA SULPADORA LUMBANGAOL 040902048
Penerapan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial Pada Warga Binaan Di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA).
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial pada warga binaan di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial, perkembangan warga binaan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial terhadap warga binaan tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa sudah dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tunanetra.
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan warga binaan tunanetra yang ada di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa dan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 51 orang. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif untuk menggambarkan penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial pada tunanetra dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan secara optimal. Adapun instrumen yang digunakan adalah angket penelitian yang didukung dengan observasi dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan tehnik analisa yamg menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa menerapkan fungsi penyembuhan dan fungsi pengembangan kepada warga binaan tunanetra. Dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa penerapan fungsi penyembuhan dan fungsi pengembangan sudah baik begitu juga dengan tujuan penerapan fungsi penyembuhan dan fungsi pengembangan. Namun dalam hal pelaksanaan kegiatan masih belum terlaksana dengan baik begitu juga dengan penyediaan fasilitas medis yang belum memadai dan pemeriksaan kesehatan yang kurang bermanfaat serta tenaga didik/pegawai yang belum berkompeten.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Kehadiran seorang anak ditengah sebuah keluarga adalah merupakan anugerah yang
terindah bagi orang tua dari Tuhan Yang Maha Esa. Anak merupakan penerus garis
keturunan keluarga tetapi anak juga tititipan Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga
dan dirawat dengan sepenuh hati. Tumbuh dan berkembangnya kehidupan seorang
anak sangat ditentukan oleh peran serta keluarga dan lingkungan sosial.
Namun pada realitanya, tidak semua hal seperti di atas benar-benar terlaksana. Hal
ini kita lihat pada situasi dimana seorang ibu dihadapkan pada kondisi bayinya yang
tidak sempurna, maka tidak jarang terjadi penolakan akan pengakuan keberadaan anak
tersebut. Penolakan juga terjadi pada anak yang sudah beranjak tumbuh dan
berkembang, dimana hal tersebut akibat suatu kondisi kerusakan ataupun penyakit yang
melanda fisik/mental anak.
Apabila sudah berada dalam posisi demikian maka ada saja orang tua yang tega
membuang anaknya dari sejak bayi, melontarkannya di suatu tempat ataupun sengaja
menitipkan anaknya di sebuah organisasi sosial dengan dalih untuk sementara saja. Hal
inilah yang sering dijumpai pada anak penyandang cacat, seperti halnya yang terjadi
pada anak tunanetra. Namun ada juga yang menitipkannya di sebuah yayasan sosial
agar mendapat pendidikan dan pelatihan yang sesuai untuk tunanetra agar kelak mampu
mandiri.
Kita ketahui bahwa di negara-negara Asia nasib penyandang cacat kurang beruntung
termasuk di Indonesia. Perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap penyandang cacat
sangat rendah. Dari sekitar 20-25 juta penyandang cacat di Indonesia, sekitar 10 juta
Sedangkan menurut perkiraan Direktorat Pendidikan Luar Biasa (PLB) jumlah anak
cacat usia sekolah sekitar 1.500.000 anak, dari jumlah tersebut yang bersekolah di
Sekolah Luar Biasa (SLB) hanya sebanyak 55.836 anak atau setara dengan 3, 72 %
saja.(www.dradio1034fm.or.id)
Kini, 210 juta jiwa penduduk telah mendiami negara Indonesia. Mereka tersebar di
ribuan pulau dalam beragam etnis, budaya, dan agama. Sementara dari 210 juta jiwa
penduduk tersebut 5 % nya kalangan cacat. Mereka adalah penyandang cacat tunanetra,
tuna rungu, tuna daksa, dan cacat mental/tuna grahita.(www.wakatwarta.id.com)
Mata sebagai indera penglihatan dalam tubuh manusia menduduki peringkat utama,
sebab sepanjang waktu selama manusia terjaga mata akan membantu manusia untuk
beraktivitas, di samping indera sensoris lainnya seperti pendengaran, perabaan,
penciuman, dan perasa. Begitu besar peran mata sebagai salah satu dari pancaindera
yang sangat penting, maka dengan terganggunya indera penglihatan seseorang berarti ia
akan kehilangan fungsi kemampuan visualnya untuk merekam objek dan peristiwa fisik
yang ada di lingkungannya. (Efendi Mohammad, 2006:29)
WHO memperkirakan jumlah orang buta di seluruh dunia adalah 45 juta, sepertiga
di antaranya terdapat di Asia Tenggara. Organisasi kesehatan dunia itu juga
memperkirakan ada 12 orang menjadi buta setiap menit di dunia ini, 4 orang di
antaranya berada di Asia Tenggara. Sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menit
ada orang menjadi buta dengan berbagai sebab, dan sebagian besar dari mereka berada
di daerah miskin.
Bagi negara, anak-anak merupakan alat generasi penerus bangsa dalam menunjang
kegiatan pembangunan yang berbasis pada sumber daya manusia. Hal ini sesuai dengan
amanat negara Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945, dimana tujuan negara
Indonesia, memajukan kesejaheraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia.(Rukminto Adi, Isbandi. 2003:39)
Untuk mencapai tujuan tersebut maka negara telah membuat berbagai kebijakan
yang mengatur tentang hak dan kewajiban negara dalam menjamin kesejahteraan
warganya. Adapun salah satu bentuknya yaitu dengan dipeliharanya anak-anak terlantar
oleh negara ataupun anak-anak yang tidak berfungsi sosial dengan baik. Namun dewasa
ini tanggungjawab seperti itu tidak hanya lembaga pemerintah saja yang melakukannya
tetapi lembaga non pemerintah dan masyarakat pun ikut berpatisipasi.
Seperti halnya dengan para penyandang cacat yang memang sangat membutuhkan
perhatian dari negara. Pemerintah wajib mensejahterakannya walaupun dengan
keterbatasan fisik/psikis yang mereka derita. Sebab seringkali dalam realita kehidupan
mereka mengalami diskriminasi dan perlakuan yang tidak baik. Penyandang cacat
bukanlah sesuatu yang harus dihindari/disingkirkan, justru dengan kondisi mereka
seperti itu patut untuk dibantu agar mereka dapat berfungsi sosial kembali dengan
keterbatasan yang dimiliki sehingga mampu mandiri ditengah-tengah masyarakat luas.
Kehadiran anak tunanetra tidak mengenal sekat suku bangsa, agama, golongan, ras,
atau status. Mereka hadir tanpa harus memberikan tanda-tanda khusus sebagaimana
layaknya fenomena alam lainnya. Menyikapi keadaan tersebut, sebaiknya tidak perlu
mempersoalkan perihal ia hadir dengan keterbatasan fungsi penglihatannya, tetapi perlu
dipikirkan bantuan apa yang dapat kita berikan agar mereka dapat menerima
keadaannya. (Efendi Mohammad, 2006:29)
Jumlah penyandang cacat yang begitu besar tersebut perlu mendapatkan perhatian
yang memadai dari pemerintah agar mereka tidak selamanya terbelenggu dengan
kecacatannya, sehingga menjadi beban keluarganya, masyarakat maupun pemerintah.
pelatihan keterampilan yang memadai bagi mereka, sehingga mereka dapat melayani
dirinya sendiri dan tidak tergantung orang lain, baik secara ekonomi maupun social (
Jurnal PKS Vol III No.7, Maret 2004: 4)
Secara umum di Indonesia memang banyak terdapat lembaga sosial maupun
organisasi sosial, namun dalam operasionalnya tidak sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai. Hal Ini dikarenakan banyak lembaga sosial maupun organisasi sosial yang
masih bersifat penerimaan saja, sarana dan prasarana yang minim dan tidak memiliki
pengembangan untuk kedepannya.
YAPENTRA adalah salah satu bentuk yayasan yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan juga pelatihan keterampilan bagi tunanetra. YAPENTRA lahir melalui
gagasan gereja yang merupakan bahagian daripada diakoni dan sosial yang termasuk di
dalamnya. Pada masa awal gereja-gereja secara oikumenis turut serta menjadi
penggagas sampai yayasan berdiri. Hari berdirinya ditetapkan tanggal 30 Oktober 1978
dan resmi terdaftar sebagai Lembaga Pendidikan Tunanetra dengan No. 006/I 05/A.88
dan Organisasi Sosial melalui Surat Tanda Pendaftaran No. 467.6/4169 dari pemerintah.
Sesuai dengan Akte Notaris No. 44 tanggal 20 April 1977 disebut pendirinya DR.
Andar Lumbantobing, Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), Ds. Karel Sianturi,
Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) dan Hildesheimer Blinden Mission (HBM)
Jerman. Selanjutnya, sebelum tahun 1994, Karel Sianturi meninggal dunia dan tahun
1997 DR. Lumbantobing meninggal dunia, sementara tahun 1994 Gereja Pentakosta di
Indonesia (GPdI) sudah menarik diri, maka badan pendiri sekarang hanya ada 2 yaitu
Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) dan Hildesheimer Blinden Mission (HBM)
Dalam pelaksanaannya yayasan ini mendukung penuh pelaksanaan daripada
fungsi-fungsi kesejahteraan sosial, yang diwujudkan melalui usaha rehabilitasi medik dan
pengembangan sumber daya manusia (dalam hal ini anak-anak tunanetra). Untuk
melindungi dan memenuhi kebutuhan warga binaan maka YAPENTRA melakukan
pelayanan kesejahteraan sosial bersifat secara langsung (direct services) yang
khususnya ditujukan bagi tunanetra, dimana seharusnya mereka dapatkan dari keluarga.
YAPENTRA merupakan organisasi sosial yang tidak hanya bergerak dalam bidang
pengasuhan saja tetapi juga dalam hal pemberdayaan institusi terutama pendidikan
formal dan keterampilan.
Adapun usaha kesejahteraan sosial yang diberikan YAPENTRA ini adalah
pelayanan sosial meliputi pengasuhan anak yang diwujudkan dalam bentuk asrama,
pendidikan formal, pembinaan rohani, kegiatan olahraga seperti tenis meja dan senam,
latihan musik, paduan suara, rekreasi, dan bermain sebagai kegiatan sosialisasi mereka.
Pada umumnya warga binaan yang ada di yayasan ini berasal dari berbagai latar
belakang masalah, antara lain: dibuang oleh orangtuanya, dititipkan oleh orangtua, dan
karena keluarganya yang miskin. Untuk memenuhi semua kebutuhan warga binaan di
yayasan maka YAPENTRA memperoleh dukungan dana dari para donator baik yang
tetap maupun yang tidak tetap, sumbangan dari organisasi-organisasi, gereja-gereja,
perkantoran, orang tua asuh, serta hasil usaha penjualan produk dan pemberdayaan
lahan milik yayasan, dan lain-lain.
Pada kenyataannya penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang diberikan
oleh yayasan memepunyai keterbatasan baik dari pelaksanaannya maupun warga binaan
itu sendiri. Masalah dan hambatan dalam usaha penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan
sosial tersebut adalah keadaan sarana dan prasarana klinik mata yang belum memadai
meningkatkan potensi dan kemampuan mereka, serta minimnya kesempatan kerja bagi
warga binaan lulusan YAPENTRA selain tukang pijat. Hal inilah yang menyebabkan
ketidakmaksimalan yayasan dalam menerapkan fungsi-fungsi kesejahteraan yang
mereka gunakan.
Berdasarkan penjabaran diatas maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui
tentang penerapan fungsi penyembuhan (curative) dan fungsi pengembangan
(development) di YAPENTRA.
I.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah langkah yang penting untuk membatasi masalah yang
akan diteliti. Masalah adalah bagian pokok dari kegiatan penelitian (Arikunto, 1992 :
47). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang diangkat
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Penerapan Konsep Fungsi-fungsi Kesejahteraan
Sosial Pada Warga Binaan Oleh Yapentra”.
I.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian I. 3. 1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sejauh mana Penerapan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial
pada warga binaan oleh YAPENTRA.
Untuk mengetahui bagaimana perkembangan warga binaan di YAPENTRA. Untuk mengetahui tujuan yang ingin dicapai dalam Penerapan Fungsi-fungsi
I. 3. 2. Manfaat Penelitian
Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pihak-pihak
terkait, khususnya YAPENTRA agar kedepannya menjadi lebih baik dan
berbasis Ilmu Kesejahteraan Sosial sepenuhnya.
Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan melatih
diri serta mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir melalui
penulisan ilmiah dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama belajar
di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
Secara Akademis
Sebagai bahan masukan bagi penulis dalam pengembangan Ilmu Kesejahteraan
Sosial, khususnya yang berhubungan dengan Fungsi-fungsi Kesejahteraan
I.4. Sistematika Penulisan
Untuk mendapakan gambaran yang terperinci dan untuk mempermudah
pemahaman isi, maka penulis membagi penelitian ini ke dalam enam 6 yaitu :
BAB I : Pendahuluan
Menguraikan bagian pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Menguraikan tinjauan pustaka yang terdiri dari konsep-konsep
penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi
operasional.
BAB III : Metode Penelitian
Menguraikan meode penelitian yang terdiri dari alasan memilih lokasi
penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik
analisa data.
BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian
Menggambarkan dimana lokasi penelitian dilakukan.
BAB V : Analisa Data
Menguraikan proses pengumpulan, pengolahan, yang diperoleh dari
hasil penelitian beserta analisa data.
BAB VI : Penutup
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Konsep Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial kalau diartikan secara harfiah mengandung makna yang luas
dan mencakup berbagai segi pandangan atau ukuran-ukuran tertentu tentang suatu hal
yang menjadi ciri-ciri utama dari pengertian tersebut. Kesejahteraan bermula dari kata
sejahtera yang berarti aman sentosa, makmur, atau selamat, artinya terlepas dari segala
macam gangguan dan kesukaran. Istilah ‘sosial’ berasal dari kata bahasa Latin; socius
yang berarti kawan atau teman.
Kesejahteraan sosial di dalam berbagai bentuk kegiatannya meliputi semua bentuk
intervensi sosial, terutama ditujukan untuk meningkatkan kebahagiaan atau
kesejahteraan individu, kelompok, maupun masyarakat sebagai keseluruhan.
Kesejahteraan sosial dewasa ini lebih ditujukan guna mencapai produktivitas yang
maksimum, setiap masyarakat perlu mengembangkan cara-cara meningkatkan
kemampuan, melindungi masyarakat dari gangguan-gangguan dan masalah-masalah
yang dapat mengurangi dan merusak kemampuan yang telah dimiliki.
Berdasarkan konsep kesejahteraan sosial maka ada beberapa defenisi tentang
kesejahteraan sosial (Sumarnonugroho T, 1987:28-33)
Arthur Dunham :
Harold L. Wilensky dan Charles N. Lebeaux :
“Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi daripada usaha-usaha pelayanan sosial dan lembaga-lembaga sosial, untuk membantu idividu-individu dan kelompok-kelompok dalam mencapai tingkat hidup serta kesehatan yang memuaskan. Maksudnya agar individu dan relasi-relasi sosialnya memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuannya seta meningkatkan atau menyempurnakan kesejahteraannya sebagai manusia sesuai dengan kebutuhan masyarakat”.
Walter A. Friedlander :
“Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi daripada pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga, yang bermaksud untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar mencapai standar-standar kehidupan dan kesehatan yang memuaskan, serta hubungan perorangan dan sosial yang memungkinkan mereka memperkembangkan segenap kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga maupun masyarakat”.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) :
“Kesejahteraan sosial adalah suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara-antara individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud agar supaya memungkinkan individu-individu, kelompok-kelompok maupun komunitas-komunitas memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat, serta melalui tindakan kerjasama untuk memperbaiki kondisi-kondisi ekonomi dan sosial”.
UU NO. 6 TAHUN 1974 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial,
Pasal 2 (1) :
Semua kegiatan di bidang kesejaheraan sosial memiliki ciri-ciri tertentu yang
membedakannya dengan kegiatan-kegiatan yang lain. Adapun ciri-cirinya antara lain :
Organisasi Formal
Kegiatan di bidang kesejahteraan sosial terorganisasi secara formal. Pertolongan dan
pelayanan modern merupakan bentuk pertolongan yang sifatnya berbeda dengan
kegiatan pertolongan tradisional. Kegiatan kesejahteraan sosial modern adalah
kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi sosial yang telah diakui masyarakat,
memberikan layanan sosial secara teratur, dan pelayanan sosial tersebut merupakan
fungsi utamanya.
Sumber Dana Sosial
Tanggung jawab sosial merupakan unsur pokok dari pelayanan sosial kesejahteraan
sosial. Mobilisasi sumber-sumber merupakan tanggung jawab masyarakat sebagai
keseluruhan dalam arti dapat disediakan oleh pemerintah atau masyarakat atau
secara bersama-sama. Mekanisme yang dapat dilaksanakan menurut keinginan
masyarakat merupakan bagian penting bagi usaha kesejahteraan sosial. Bagi
lembaga-lembaga pelayanan sosial pemerintah, mekanismenya harus mencerminkan
keinginan pemerintah, karena lembaga-lembaga tersebut merupakan perwakilan
pemerintah. Yang paling penting dalam tujuan program usaha kesejaheraan sosial
adalah tidak mengejar keuntungan.
Untuk Kebutuhan Manusia Secara Fungsional
Tujuan kebutuhan kesejahteraan sosial itu harus memandang kebutuhan-kebutuhan
manusia secara keseluruhan, dan tidak hanya memandang manusia dari satu aspek
II.2. Masalah Kesejahteraan Sosial
Pada dasarnya masalah kesejahteraan sosial tidak berbeda dengan masalah sosial.
Namun dalam penekanannya, masalah-masalah kesejahteraan sosial lebih berhubungan
dengan segenap permasalahan sosial sebagai kesulitan dalam menjalankan fungsi-fungsi
sosial, baik yang dialami individu, kelompok maupun masyarakat. Permasalahan yang
disebabakan ketidakmampuan menjalankan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial karena
adanya rintangan maupun hambatan-hambatan dalam mewujudkan nilai-nilai, aspirasi,
serta pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia.
Secara umum ada 2 faktor penyebab timbulnya masalah-masalah kesejahteraan
sosial, yaitu :
1. Faktor dari dalam individu (intern), misalnya karena cacat fisik sehingga tidak
mampu menjalankan fungsi sosial.
2. Faktor dari luar individu (ekstern), misalnya dari lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial.(Rustandi, 1989:57)
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dapat diartikan sebagi berikut, yakni :
perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang sedang mengalami hambatan
sosial, moral dan material baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya
sehingga tidak dapat melaksanakan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan minimum
baik jasmani, rohani maupun sosial, oleh karenanya memerlukan bantuan orang lain
atau pemerintah untuk memulihkan dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Adapun jenis-jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, adalah sebagai
berikut :
- Anak Balita Terlantar
- Anak Terlantar
- Lanjut usia Terlantar
- Penyandang Cacat
- Korban penyalahgunaan Narkoba
- Tunawisma dan Tunakarya
- Wanita Tunasusila
- Orang Terlantar
- Korban musibah Sosial lainnya.
II.3. Usaha Kesejahteraan Sosial
II.3.1. Konsep Usaha Kesejahteraan Sosial
Usaha kesejahteraan sosial mengacu pada program, pelayanan dan berbagai kegiatan
yang secara konkret (nyata) berusaha menjawab kebutuhan ataupun masalah yang
dihadapi anggota masyarakat. Usaha kesejahteraan sosial itu sendiri dapat diarahkan
pada individu; keluarga; kelompok; ataupun komunitas. Berdasarkan hal di atas dapat
dirasakan bahwa kesejaheraan sosial tidaklah bermakna bila tidak diterapkan dalam
bentuk usaha kesejahteraan sosial yang nyata menyangkut kesejahteraan masyarakat.
Dari terminologi tersebut terlihat bahwa usaha kesejahteraan sosial seharusnya
merupakan upaya yang konkret (nyata) baik ia bersifat langsung (direct service) ataupun
tidak langsung (indirect service), sehingga apa yang dilakukan dapat dirasakan sebagai
upaya yang benar-benar ditujukan untuk menangani masalah ataupun kebutuhan yang
dihadapi warga masyarakat, dan bukan sekedar program, pelayanan ataupun kegiatan
yang lebih dititikberatkan pada upaya menghidupi organisasinya sendiri ataupun
menjadikan sebagai “panggung” untuk sekedar mengekspresikan penampilan diri
Menurut Thelma Lee Mendoza, ada tiga tujuan utama yang terkait dengan
kesejahteraan sosial (yang pada umumnya berhubungan dengan upaya memperoleh
sumber dana yang sangat tebatas.), yaitu :
1. Tujuan yang bersifat Kemanusiaan dan Keadilan Sosial (Humanitorian and
Social Justice Goals). Berdasarkan tujuan ini, usaha kesejahteraan sosial banyak
diarahkan pada upaya pengidentifikasian kelompok yang paling tidak mendapat
perhatian; kelompok yang paling mempunyai ketergantungan; kelompok yang
paling ditelantarkan; ataupun kelompok yang tidak mampu untuk menolong
dirinya sendiri, dan menjadikan mereka kelompok sasaran dalam kaitan dengan
upaya menjembatani sumber daya yang langka.
2. Tujuan yang terkait dengan Pengendalian Sosial (Social Control Goal). Tujuan
ini berdasarkan pemahaman bahwa kelompok yang tidak diuntungkan;
kekurangan; ataupun tidak terpenuhinya kebutuhannya dapat melakukan
“serangan” (baik secara individu maupun kelompok) terhadap masyarakat
(terutama yang sudah mapan).
3. Tujuan yang terkait dengan Pembangunan Ekonomi (Economic Development
Goal). Tujuan pembangunan ekonomi memprioritaskan pada program-program
yang dirancang untuk meningkatkan produksi barang dan pelayanan yang dapat
diberikan, ataupun berbagai sumber daya yang lain yang dapat memberikan
sumbangan terhadap pembangunan ekonomi (Rukminto Adi, Isbandi, 1994:6-9)
Usaha Kesejahteraan Sosial yang baik dan bermanfaat mengandung ciri-ciri khas :
(a). Relevan: pelayanan atau bantuan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan
warga masyarakat yang menjadi sasaran/penyandang masalah.
(b). Konsisten: dilaksanakan secara terus menerus sampai terpecahkan masalah yang
(c). Aksesibel: pelayanan atau bantuan yang disediakan dapat dijangkau dan
digunakan oleh sasaran.
(d).Partisipasif: ketertiban semua terkait, termasuk sasaran, dalam pelaksanaan
pelayanan atau bantua
Adapun bidang praktek pekerjaan sosial, yaitu :
1. Usaha Kesejahteraan Anak.
2. Usaha Bimbingan Kesejahteraan Keluarga.
3. Usaha Kesejahteraan Orang Lanjut Usia.
4. Usaha Kesejahteraan Para Cacat.
5. Usaha Kesejahteraan Umum ( Sumarnonugroho T, 1987: 103)
II.3.2. Usaha Kesejahteraan Para Cacat.
Tahun 1981 dinyatakan sebagai International Year for Disable Persons (Tahun
Internasional Orang Cacat). Hal ini merupakan perhatian khusus terhadap penderita
cacat sebagai suatu tindakan atau langkah untuk mewujudkan partisipasi secara penuh
para penderita cacat di lingkungan masyarakat. (Sumarnonugroho T, 1987: 113)
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 Tentang Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Penyandang cacat, disebutkan bahwa rehabilitasi pelatihan
dimaksudkan agar penyandang cacat dapat memiliki keterampilan kerja sesuai dengan
bakat dan kemampuannya. Berdasarkan ketentuan tersebut perlu dilakukan berbagai
upaya, untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri penyandang cacat sebagai
pemenuhan hak dan kewajiban penyandang cacat. Salah satunya adalah program
rehabilitasi sosial dan vokasional. Rehabilitasi sosial dan vokasional yang dalam
kegiatannya mempergunakan pendekatan pekerjaan sosial yaitu menekankan bahwa
pemanfaatan poensi yang ada pada diri penyandang cacat dan menghubungkan sumber
di sekitarnya (Jurnal Media Informasi Penelitian No.179, Th. Ke 28 Juli-September
2004: 6)
II.4. Tujuan Dan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial II.4.1. Tujuan
Leonard Scheneiderman berdasarkan rumusan atau pendapat dari PBB dan beberapa
ahli bidang kesejahteraan sosial, secara terperinci menguraikan tujuan utama dari sistem
kesejahteraan sosial, yakni:
a. System Maintenance
Tujuan sistem ini mencakup pemeliharaan dan menjaga kesinambungan atau
kelangsungan keberadaan serta tatanan nilai-nilai sosial, yang dalam hal ini
berhubungan dengan :
1. Pengertian dasar dan tentang arti dan tujuan kehidupan.
2. Motivasi untuk mempertahankan kelangsungan hidup individu dan
kelompok.
3. Norma-norma unuk menampilkan peranan berdasarkan umur dan jenis
kelamin.
4. Norma-norma yang berhubungan dengan produksi dan distribusi barang
serta pelayanan.
5. Norma-norma tentang pemecahan konflik, dan semacamnya.
b. System Control
Tujuannya adalah mengadakan kontrol secara efektif terhadap perilaku yang
tidak sesuai atau menyimpang dari nilai-nilai sosial yang ada. Untuk mencapai
1. Intensifikasi fungsi-fungsi pemeliharaan yang berupa kompensasi,
resosialisasi, dan penyadaran terhadap kelompok-kelompok penduduk
yang berperilaku menyimpang agar supaya dapat mengembangkan
pengawasan diri (self conrol).
2. Menggunakan prosedur-prosedur hukum dan peraturan-peraturan untuk
meningkatkan pengawasan eksternal dari perilaku yang meyimpang
(umpama kerusakan dan kemunduran mental, kelalaian dan kekejaman
orangtua, pencegahan tindakan bunuh diri, kriminalitas serta delikuensi
dan semacamnya).
3. Merupakan kombinasi dari nomor (1) dengan nomor (2).
c. System Change
Tujuan sistem ini adalah mengadakan perubahan kearah berkembangnya suatu
sistem yang lebih efektif bagi anggota masyarakat. Dalam hal ini usaha sistem
kesejahteraan sosial merupakan suatu alat (instrument) unuk menghilangkan
hambatan-hambatan terhadap terwujudnya :
1. Partisipasi dalam pengambilan keputtusan (decision making) secara
penuh dan lebih adil.
2. Distribusi sumber-sumber yang lebih adil dan merata.
3. Penggunaan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam struktur sistem
II.4.2. Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial
Fungsi kesejahteraan sosial adalah mengorganisasi dari adanya disorganisasi.
Sistem kesejahteraan sosial merupakan subsistem dari masyarakat yang lebih besar
yang memberikan sanksi-sanksi dan dukungan terhadapnya. Sebagai subsistem,
kesejahteraan sosial mempunyai fungsi khusus yakni mengatasi masalah yang ada
kaitannya dengan penyesuaian-penyesuaian sosial dan relasi-relasi sosial.
Dalam penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial berbeda antara satu negara
dengan negara lainnya. Misalnya, di negara-negara maju (industrialisasi) fungsi
kesejahteraan sosial lazimnya berhubungan dengan perubahan-perubahan yang dialami
perorangan. Di negara-negara yang sedang berkembang atau sedang membangun,
fungsi kesejahteraan sosial lebih ditujukan kepada penanggulangan masalah-masalah
sosial yang urgen dan dirasakan oleh sebagian besar masyarakat, dan memenuhi
kebutuhan langsung yang dapat dinikmati masyarakat.
Pada dasarnya fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan
atau mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan perubahan-perubahan sosial
ekonomi, menghindarkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial yang negatif
terhadap pembangunan serta mencipakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Fungsi Penyembuhan dan Pemulihan (Curative/remedial dan rehabilitatif).
Bertujuan untuk meniadakan hambatan-hambatan atau masalah sosial yang ada.
Disamping fungsi penyembuhan ada fungsi pemulihan (rehabilitatif) terutama
untuk menanamkan dan menumbuhkan fungsionalitas kembali dari dalam diri
orang maupun anggota masyarakat. Fungsi penyembuhan dapat bersifat
reperesif artinya bersifat menekan agar masalah sosial yang timbul tidak makin
Fungsi Pencegahan (Preventive)
Dalam hal ini meliputi langkah-langkah unuk mencegah agar jangan sampai
timbul masalah sosial yang baru, juga langkah-langkah untuk memelihara
fungsionalitas seseorang maupun masyarakat.
Fungsi Pengembangan (promotif, development)
Untuk mengembangakan kemampuan orang maupun masyarakat agar dapat
lebih meningkatkan fungsionalitas mereka sehingga dapat hidup secara konkret.
Fungsi Penunjang (Suportif). Fungsi ini menopang usaha lain agar dapat lebih
berkembang meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat memperlancar keberhasilan,
program-progarm lainnya seperti bidang kesehatan, kependudukan, dan keluarga
berencana, pendidikan, pertanian dan sebagainya.(Sumarnonugroho T,
1987:41-43)
II.5. Penyandang Cacat
Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat adalah
“Setiap orang yang mempunai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu
atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara
selayaknya”.
Adapun pembagian penyandang cacat terdiri dari :
a. Penyandang cacat fisik terdiri dari cacat tubuh (tuna daksa), cacat rungu (tuna
rungu), dan cacat mata (tunanetra).
b. Penyandang cacat mental terdiri dari penyandang cacat mental (tuna grahita),
dan penyandang cacat Eks psikotik (tuna laras).
c. Penyandang cacat fisik dan mental (tuna ganda) adalah seseorang yang
lain gerak tubuh , penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berbicara serta
memiliki kelainan mental/tingkah laku. (Depsos, 1999 : 52-59 dikutip dari
Jurnal PKS Vol. III No.7)
Mengenai hak dan kewajiban penyandang cacat disebutkan bahwa seiap
penyandang cacat mempunyai kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan
dan penghidupan. Sedangkan kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam
aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesbilitas.
Selanjutnya yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan adalah meliputi
antara lain aspek agama, kesehatan, politik, pertahanan keamanan, olahraga, rekreasi
dan informasi yang layak sesuai dengan derajat kecacatan, pendidikan dan
kemampuannya.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997 (tentang
penyandang cacat) Bab II Pasal 6 menyatakan “Setiap penyandang cacat berhak
memperoleh :
1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan
2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.
3. Perlakuannya yang sama untuk bergerak dalam pembangunan dan menikmati
hasil-hasilnya.
4. Aksesbilitas dalam rangka kemandirian.
5. Rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial dan
6. Hak yang sama untuk menumbuhkankembangkan, kemampuan dan kehidupan
sosialnya, terutama penandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan
II.6. Tunanetra II.6.1. Defenisi 1. Tunanetra
Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan/tidak
berfungsinya indera penglihatan. Tunanetra memiliki keterbatasan dalam
penglihatan antara lain :
a. Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 (satu) meter.
b. Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu
benda pada jarak 20 kaki.
c. Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20º.(Heward & Orlansky,
1988:p.296 dalam http:/www.dtplb.or.id)
2. Low Vision
Berdasarkan definisi World Health Organization (WHO), seseorang dikatakan
Low Vision apabila:
a. Memiliki kelainan fungsi penglihatan meskipun telah dilakukan pengobatan,
misalnya operasi dan atau koreksi refraksi standart (kacamata atau lensa).
b. Mempunyai ketajaman penglihatan kurang dari 6/18 sampai dapat menerima
persepsi cahaya.
c. Luas penglihatan kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi.
d. Secara potensial masih dapat menggunakan penglihatannya untuk perencanaan
II.6.2. Klasifikasi Tunanetra
Klasifikasi tunanetra secara garis besar dibagi empat yaitu:
1. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan.
a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak
memiliki pengalaman penglihatan.
b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki
kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki
kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap
proses perkembangan pribadi.
d. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala
kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti
latihan-latihan penyesuaian diri.
2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan.
a.Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki
hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti
program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang
menggunakan fungsi penglihatan.
b.Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan
sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar
mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang
bercetak tebal.
c.Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat
3. Berdasarkan pemeriksaan klinisa.
a.Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau
memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.
b.Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai
dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.
4. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata
a.Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di
belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk
membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata
koreksi dengan lensa negatif.
b. Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di
depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk
membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata
koreksi dengan lensa positif.
c.Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan
karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola
mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak
terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita
II.6.3. Faktor-faktor Penyebab
Faktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara lain:
A. Pre-natal
Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya
dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara
lain:
a. Keturunan
Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil
perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra.
Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit
pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit
menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar
melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit
saja penglihatan pusat yang tertinggal.
b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan
Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan
dapat disebabkan oleh:
1) Gangguan waktu ibu hamil.
2) Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama
pertumbuhan janin dalam kandungan.
3) Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar
air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem
4) Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat
terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola
mata itu sendiri.
5) Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga
hilangnya fungsi penglihatan.
B. Post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak
atau setelah bayi lahir antara lain:
a) Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan
alat-alat atau benda keras.
b) Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil
gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami
sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.
c) Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:
1. Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
2. Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
3. Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata
menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
4. Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata,
sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
5. Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena
diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi
oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.
6. Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah
masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk
melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.
7. Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya
terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang
normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator
yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan
dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan
pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam
bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan
pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.
d) Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda
keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll.
II.6.4. Karakteristik Tunanetra
1. Tunanetra
a. Fisik
Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya.
Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya.
Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik diantaranya:
1) Mata Juling
2) Sering berkedip
3) Menyipitkan mata
4) (kelopak) mata merah
5) Mata infeksi
7) Mata selalu berair (mengeluarkan air mata)
8) Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.
b. Perilaku
1) Ada beberapa gejala tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam
mengenal anak yang mengalami gangguan penglihatan secara dini: menggosok
mata secara berlebihan.
a. Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau
mencondongkan kepala ke depan.
b. Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat
memerlukan penggunaan mata.
c. Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila
mengerjakan suatu pekerjaan.
d. Membawa bukunya ke dekat mata.
e. Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.
f. Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi.
g. Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas
yang memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca.
h. Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata.
i. Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau
memerlukan penglihatan jarak jauh.
2) Penjelasan lainnya berdasarkan adanya beberapa keluhan seperti:
a. Mata gatal, panas atau merasa ingin menggaruk karena gatal.
b. Banyak mengeluh tentang ketidakmampuan dalam melihat.
c. Merasa pusing atau sakit kepala.
c. Psikhis
Secara psikhis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Mental/intelektual
Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh
dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas
atas sampai batas bawah, jadi ada anak yang sangat pintar, cukup pintar dan
ada yang kurang pintar. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki
kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya
emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa,
gelisah, bahagia dan sebagainya.
2) Sosial
a. Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan dengan
ibu, ayah, dan anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga.
Kadang kala ada orang tua dan anggota keluarga yang tidak siap menerima
kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul ketegangan, gelisah di antara
keluarga. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk menerima
perlakuan orang lain terhadap dirinya.
b. Tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian dengan
timbulnya beberapa masalah antara lain:
a. Curiga terhadap orang lain
Akibat dari keterbatasan rangsangan visual, anak tunanetra kurang
mampu berorientasi dengan llingkungan, sehingga kemampuan
mobilitaspun akan terganggu. Sikap berhati-hati yang berlebihan dapat
Untuk mengurangi rasa kecewa akibat keterbatasan kemampuan
bergerak dan berbuat, maka latihan-latihan orientasi dan mobilitas, upaya
mempertajam fungsi indera lainnya akan membantu anak tunanetra
dalam menumbuhkan sikap disiplin dan rasa percaya diri.
b. Perasaan mudah tersinggung
Perasaan mudah tersinggung dapat disebabkan oleh terbatasnya
rangsangan visual yang diterima. Pengalaman sehari-hari yang selalu
menumbuhkan kecewa menjadikan seorang tunanetra yang emosional.
c. Ketergantungan yang berlebihan
Ketergantungan ialah suatu sikap tidak mau mengatasi kesulitan diri
sendiri, cenderung mengharapkan pertolongan orang lain. Anak
tunanetra harus diberi kesempatan untuk menolong diri sendiri, berbuat
dan bertanggung jawab. Kegiatan sederhana seperti makan, minum,
mandi, berpakaian, dibiasakan dilakukan sendiri sejak kecil.
2. Low Vision
Beberapa ciri yang tampak pada anak low vision antara lain:
a. Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat.
b. Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar.
c. Mata tampak lain; terlihat putih di tengah mata (katarak) atau kornea (bagian
bening di depan mata) terlihat berkabut.
d. Terlihat tidak menatap lurus ke depan.
e. Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau
saat mencoba melihat sesuatu.
g. Pernah menjalani operasi mata dan atau memakai kacamata yang sangat tebal
tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas (http:/www.dtplb.or.id)
II.7. Masalah Yang Dihadapi Penyandang Tunanetra
Sebagai warga masyarakat yang dianggap tidak normal, berkelainan, atau
menyimpang, para penyandang cacat mempunyai berbagai kendala dan masalah dalam
kehidupannya sehari-hari. Demikian juga bagi penyandang tunanetra. Secara garis besar
masalah tersebut menurut Sunardi (1993) dapat dbagi menjadi tiga,yaitu :
1. Masalah yang disebabkan kecacatannya
2. Masalah yang disebabkan oleh sikap dan penerimaan masyarakat.
3. Masalah yang disebabkan oleh belum adanya fasilitas di masyarakat yang
memungkinkan mereka hidup mandiri (Yusuf Munawir, 200:36)
II.8. Kerangka Pemikiran
Kesejahteraan sosial yang menyeluruh merupakan salah satu tujuan yang ingin
dicapai oleh negara bagi tiap-tiap warga negaranya tanpa memandang perbedaan yang
ada. Dimana dalam pelaksanaannya mengatasi masalah-masalah sosial yang terjadi di
masyarakat maka terdapat kegiatan-kegiatan pelayanan sosial yang menganut
fungsi-fungsi kesejahteraan sosial. Fungsi –fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan
mengorganisasi dari adanya disorganisasi sosial yang terjadi di masyarakat. Adapun
fungsi-fungsi kesejahteraan sosial tersebut antara lain fungsi penyembuhan (curative),
fungsi pencegahan (preventive), fungsi pengembangan (development), dan fungsi
Terkait dengan usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat khususnya
tunanetra maka YAPENTRA sebagai salah satu organisasi sosial berbentuk yayasan
memberikan pelayanan sosial yang secara langsung (direct services) pada warga
binaannya. Bentuk-bentuk pelayanan sosial yang diberikan merupakan penerapan
daripada fungsi-fungsi kesejahteraan sosial itu sendiri. Adapun fungsi-fungsi
kesejahteraan sosial yang diterapkan oleh YAPENTRA pada warga binaan yakni
pertama fungsi penyembuhan (curative) dengan penyedian klinik mata dan kesehatan,
kedua fungsi pengembangan (development) dimana terbagi atas 2 bidang yaitu
pendidikan formal meliputi SDLB, SMPLB. SMU, Perguruan Tinggi dan Vocational
School Centre.
Penerapan kedua fungsi kesejahteraan sosial tersebut merupakan upaya yayasan
dalam memelihara dan mengembangkan warga binaan. Dimana tujuan dari penerapan
kedua fungsi tersebut yakni mengarah kepada peningkatan kesehatan dan gizi warga
Bagan Kerangka Pemikiran
II.9. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional Penerapan
Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial Oleh YAPENTRA
1. Fungsi Penyembuhan (Curative) : Tersedia klinik mata dan kesehatan. 2. Fungsi Pengembangan (Development)
a. Pendidikan Formal :
- SDLB
- SMPLB
- SMU
- Perguruan Tinggi b. Sekolah Keterampilan Khusus/
Vocational School Center (VSC) :
- Massage (Pijat)
- Pertanian
- Budidaya bunga
- Kerajinan tangan
Tujuan Yang Ingin Dicapai
1. Peningkatan kesehatan dan gizi warga binaan
2. Warga binaan yang mandiri.
3. Warga binaan yang berpendidikan. 4. Warga binaan yang terampil.
Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial 1. Fungsi Penyembuhan (Curative) 2. Fungsi Pencegahan (Preventif)
II.9.1. Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara
abstrak suatu kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian.
Konsep penelitian sangat dibutuhkan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang
dapat menggambarkan tujuan penelitian (Singarimbun, 1989 : 33).
Adapun konsep-konsep yang digunakan meliputi :
1. Fungsi adalah sekelompok kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha yang satu dan
yang lain mempunyai hubungan yang erat untuk menyelenggarakan segi-segi
tugas pokok.
2. Kesejahteraan Sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi dari usaha-usaha
pelayanan sosial yang bertujuan membantu individu, kelompok, ataupun
masyarakat unuk mencapai taraf hidup yang lebih baik dan mampu berfungsi
sosial.
3. Fungsi Kesejahteraan Sosial adalah mengorganisasi dari adanya disorganisasi
system. Dimana fungsi-fungsi kesejahteraan sosial tersebut meliputi fungsi
penyembuhan (curative), fungsi pencegahan (preventif), fungsi pengembangan
(development) dan fungsi penunjang (supportif).
4. Warga binaan
Warga binaan adalah sekumpulan orang-orang yang memperoleh kegiatan
pembinaan berupa pendidikan formal maupun keterampilan khusus yang
diadakan oleh organisasi sosial yang bertujuan untuk membantu orang-orang
yang bermasalah sosial menjadi berfungsi sosial kembali.
Defenisi Operasional adalah unsur penelitian yang memberikan bagaimana
mengukur suatu variable (Singarimbun, 1991 : 49). Bertujuan untuk memudahkan
peneliti dalam melaksanakan penelitian dilapangan. Oleh karena itu diperlukan
operasionalisasi dari konsep-konsep yang digunakan untuk bertujuan menggambarkan
pelaksanaan atau jalannya kegiatan dari fungsi-fungsi kesejahteraan sosial di
YAPENTRA.
Penerapan konsep Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial yang dilakukan oleh
YAPENTRA pada warga binaan, dapat dilihat melalui :
1. Fungsi Penyembuhan (Curative)
1. Penyediaan klinik mata dan kesehatan
- Pemeriksaan mata rutin sekali tiga bulan.
- Operasi mata
- Memberikan pengobatan kesehatan
b. Peningkatan gizi warga binaan
- Penyusunan draft menu makanan sehari-hari warga binaan
2. Fungsi Pengembangan (Development)
a. Pendidikan Formal
menyelenggarakan pendidikan inklusi bagi warga binaan, yakni :
SDLB, SMPLB, SMU, Perguruan Tinggi.
b. Sekolah Keterampilan Khusus/Vocational School Centre (VSC)
- Warga binaan yang mandiri
- Warga binaan yang terampil
METODE PENELITIAN III.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian deskiptif, dimana
metode ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan secara mendalam terhadap objek
yang akan diteliti melalui pencarian data dan suimber-sumber informasi yang berkenaan
dengan objek yang akan diteliti, menganalisa data serta menginterpretasikan
kondisi-kondisi yang terjadi pada objek penelitian berdasarkan analisa data yang ada.
III.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di YAPENTRA, yang beralamat di Jl. Medan Km. 21,5
Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan penulis untuk memilih
melakukan penelitian di YAPENTRA Tanjung Morawa adalah karena YAPENTRA
dipromosikan sebagai organisasi sosial (bergerak dalam bidang pengasuhan dan
pemberdayaan institusi) terbaik untuk tahun ajaran 2006/2007 dan mendapat peringkat
pertama (I) untuk akreditasi PLB (Pendidikan Luar Biasa).
III.3. Populasi dan Sampel III.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia,
benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai, atau peristiwa sebagai
sumber data yang dimiliki karakter tertentu dalan suatu penelitian (Nawawi, 1998:141).
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan warga binaan yang ada di
YAPENTRA Tanjung Morawa yaitu sebanyak 82 orang, yang terdiri dari SDLB = 24
orang, SMPLB = 19 orang, SMU = 12 orang, Perguruan Tinggi = 9 orang, VSC = 14
III.3.2. Sampel
Menurut Prof.Dr.Suharsimi Arikunto, sampel adalah sebagian atau wakil populasi
yang diteliti (Arikunto,1997:109). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Purposive Sampling. Dalam Teknik ini, siapa yang akan diambil sebagai anggota
sampel diserahkan pada pertimbangan – pertimbangan pengumpul data yang menurut
dia sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian (Soehartono, 2004:63)
Maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dimiliki peneliti terhadap
kondisi warga binaan yang tidak sama, adapun yang menjadi sampel penelitian ini
adalah sebanyak 51 orang. Dimana warga binaan yang berpendidikan SMPLB = 13
orang, SLTP integrasi = 6 orang, SMU integrasi = 12 orang, Perguruan Tinggi = 4
orang, VSC = 14 orang, dan Rehabilitasi = 2 orang. Mereka inilah yang menurut
peneliti dapat dijadikan sampel penelitian untuk mencapai tujuan penelitian karena
mereka dianggap mampu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaaan yang akan diajukan
peneliti.
Untuk warga binaan yang berpendidikan SDLB dan 2 orang pada tahap rehabilitasi
tidak diikutsertakan dalam pengambilan sampel penelitian, dikarenakan kondisi
psikologis mereka yang belum mampu untuk berkomunikasi dengan baik dan tingkat
pemahaman yang masih kurang. Sedangkan 5 orang dari perguruan tinggi sudah ada
yang tamat kuliah, keluar dari perkuliahan dan berada di luar kota.
III.4. Tehnik Pengumpulan Data
a. Studi kepustakaan, yaitu suatu cara yang dipergunakan untuk mendapatkan
data-data yang diperlukan melalui buku-buku, majalah-majalah, serta tulisan-tulisan
lain yang ada hubungannya dengan penelitian.
b. Studi lapangan, yaitu dengan mengumpulkan data-data langsung dari objek yang
diteliti melalui :
1. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan menggunakan angket
yang ditujukan kepada responden dalam hal ini warga binaan.
2. Observasi, yaitu mengumpulkan data tentang segala hal yang dapat
dijadikan bahan penelitian dan dilakukan dengan mengamati, mendengar
dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran penelitian.
III.5. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini teknik analisa yang digunakan ialah teknik analisa dengan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Dimana teknik analisa dengan pendekatan
kualitatif adalah metode analisa yang dilakukan dengan mengolah, menyajikan dan
menginterpretasikan data sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah
yang diteliti, kemudian data tersebut diberi komentar sesuai dengan data, fakta dan
informasi yang telah dikumpulkan melalui pemahaman empiris. (Sugiono, 1993 : 62).
Dengan kata lain analisis yang akan disajikan adalah berupa kata-kata dan bukan berupa
angka-angka.
Sedangkan teknik analisa dengan pendekatan kuantitatif adalah metode analisa
yang dilakukan dengan menganalisis variabel-variabel yang dinyatakan dengan sebaran
frekuensi, baik secara angka-angka mutlak maupun secara persentase