LAPORAN
TUGAS AKHIR
TENTANG
PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI TINDAKAN PENGAWASAN
ATAS PELAKSANAAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA
O
L
E
H
LENTARIA SINAGA NIM : 072600001
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Banyaklah yang telah Engkau lakukan ya Tuhan, Allahku, perbuatanMu yang
ajaib dan maksudMu bagiku. Tidaak ada yang dapat disejajarkan dengan Engkau.
Segala Puji Hormat dan Syukurku panjatkan kepadaMu Tuhan yang telah
melimpahkan berkat dan penyertaanMu kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan Laporan PKLM ini dengan baik dan tepat waktu.
Laporan PKLM ini merupakan syarat menyelesaikan pendidikan program
study DIII Administrasi Perpajakan Fak ultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Sumatera Utara. Adapun judul laporan PKLM yang penulis buat adalah :
PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI TINDAKAN PENGAWASAN ATAS
PELAKSANAAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA.
Dalam penulisan laporan ini PKLM ini penulis menyadari masih adanya
kekurangan, jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis
menerima kritik dan saran. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi pembaca
dan penulis sendiri. Pada kesempatan ini juga penulis menyadari tanpa bantuan dari
berbagai pihak laporan ini tidak dapat selesai dengan baik, penulis mengucapkan
terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof.DR. M. Arif Nasution, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu
2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.si sebagai Ketua Jurusan
Administrasi Perpajakan.
3. Bapak Indra Effendi Rangkuti, S.Sos sebagai dosen Pembimbing, yang
telah membimbing dengan penuh kesabaran, rela menyediakan waktu dan
pemikirannya.
4. Terimakasih kepada seluruh pegawai, Dosen Prodip III Administrasi
Perpajakan yang telah banyak membantu penulis dan menyelesaikan
study.
5. Bapak Alfan Jamil, S.E sebagai Kepala Subbagian Umum Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
6. Bapak Kepala Seksi Pemeriksaan, pegawai-pegawai di Seksi Pemeriksaan,
Khusus makasih berat buat B’Rudi yang telah banyak membantu. Tetap
semangat ya Bang.
7. Teristimewa untuk Orang tuaku H. SINAGA dan N. MANIK, terimakasih
untuk dukungan doa, semangat dan materinya. Sembah untukmu serta
kasih tulus yang tidak akan pernah sirna untuk semua kasihmu.
8. Seluruh keluarga, atas perhatian, kasih sayang, dan dukungan dalam
menjalani hidup, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tugas
akhir.
9. Terimakasih untuk Edwart Boy Hutagalung “inspirasiku” yang telah setia
10.Yuri Yohana Sidabalok, (Tempatku berbagi cerita, canda, dan tawa) atas
perhatian, dukungan dan motivasinya (Jangan kebanyakan main, cepat
selesai kuliah ya say!)
11.Buat Teman-teman stambuk 2007, khusus anak “A”, buat Santa Devi,
Madelisa, Sinar Rejeki, Elfrida Megawati, makasi ya buat persahabatan,
kebersamaan kita selama ini, dan semua anak kelas A, semangat ya.
12.K’Rina, K’Rindi dan semua tidak tersebutkan satu-satu yang
menyemangati aku, mendoakan, makasi juga sudah mau jadi tempat
berbagi.
13.Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu.
Akhir kata penulis menyerahkan semua apa yang telah diperoleh ini semua
hanya untuk kemuliaan Tuhan, karena tidak ada satupun yang terjadi, diperoleh, dan
terselesaikan tanpa kehendak dan seizingNya.
Medan, Juni 2010
Penulis
( Lentaria Sinaga )
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar belakang ... 1
B. Tujuan dan manfaat ... 7
C. Ruang Lingkup ... 9
D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... .9
E. Metode Pengumpulan Data ... 11
F. Sistematika Penulisan Laporan ... 11
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM ... 13
A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ... 13
1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ... 13
B. Struktur Organisasi Dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota ... 22
a. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota………22
b.Deskripsi tugas KPP Pratama Medan Kota………...23
BAB III GAMBARAN DATA PKLM ... 27
A. Pengertian Pajak ... 27
B. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak ... 27
D. Jangka Waktu Pemeriksaan ... 32
E. Pelaksanaan pemeriksaan ... 33
F. Standar Pemeriksaan ... 36
G. Norma Pemeriksaan Pajak ... 40
H. Laporan Hasil Pemeriksaan ... 41
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI ... 43
A. Penyebab-penyebab dilakukan tindakan pemeriksaan pajak oleh fiskus ... 45
B. Prosedur dan tata cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ... 46
C. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanggulangi masalah wajib pajak yang tidak dan kurang patuh………....…47
D. Upaya-upaya untuk mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam tindakan pemeriksaan……….………..………..49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….…………52
B. Saran………...53
DAFTAR PUSTAKA………...,.54
DAFTAR TABEL
I Karakteristik Setiap Jenis Kantor Pelayanan Pajak Pratama 19
II Jumlah Wajib Pajak yang diperiksa oleh
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa
2. Surat Perintah Pemeriksaan
3. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
4. Surat Peringatan Untuk Memberikan Keterangan
5. Berita Acara Pemberian Keterangan Wajib Pajak
6. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
7. Daftar Temuan Pemeriksaan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)
Sebagai mahluk hidup dan juga sosial manusia memerlukan fasilitas-fasilitas
pribadi maupun fasilitas-fasilitas umum untuk dapat hidup sejahtera . Fasilitas pribadi
seperti : rumah, kendaraan, dan lain-lain. Sedangkan fasilitas umum seperti :jalan
raya, jembatan, sarana tempat peribadatan, sarana pendidikan, keamanan, dan
fasitas-fasilitas umum lainnya. Semakin besar dan semakin banyak kepentingan bersama
yang diinginkan. Maka semakin kompleks juga cara merealisasikannya, seperti
bagaimana cara mengumpulkan dana, kapan waktu yang tepat untuk mengumpulkan
dana, kepada siapa dana tersebut diminta, dan siapa yang akan melaksanakan
pengumpulan dana tersebut.
Jika kita perhatikan uraian singkat di atas, dapat dikatakan bahwa timbulnya
suatu iuran atau pungutan adalah karena adanya pertanyaan mengenai siapa yang
akan membiayai segala kepentingan dan kebutuhan bersama, dari mana dananya
diperoleh, dan siapa yang akan mengurusi itu semua ?.Sama halnya dengan negara,
negara membutuhkan dana untuk pembangunan yang besar untuk membiayai segala
keperluannya. Darimana negara memperoleh dana untuk keperluan itu ?
Jika dilihat dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), pemasukan
dana yang diterima oleh negara diperoleh dari dua sumber, yaitu : penerimaan dalam
penerimaan hasil minyak dan gas serta penerimaan pajak dan bukan pajak.
Sedangkan bentuk bantuan luar negeri adalah dari bantuan program dan bantuan
proyek dan hutang luar negeri.
Dalam pengenaan pajak, pada hakikatnya negara memaksa unit-unit ekonomi,
baik individual maupun korporat, mengurang pendapatan mereka dengan cara
membayar pajak. Hasil pembayaran pajak yang diterima oleh pemerintah sebagai
penerimaan negara dalam APBN, digunakan untuk membiayai penyediaan barang
dan jasa publik yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dana yang berasal dari
pembayaran pajak juga digunakan untuk membiayai program pembangunan dalam
rangka mengangkat masyarakat yang masih berada di garis keterpurukan kemiskinan.
Karena begitu pentingnya peranan penerimaan pajak sebagai sumber utama
penerimaan APBN, masih belum optimalnya penerimaan pajak yang pemungutannya
menjadi tugas dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak (DJP) perlu
dipertanggungjawabkan. (Widodo, 2001:110) menegaskan bahwa government
organization are created by the public, for the public, and need to be accountable to
it. Sejalan dengan pendapat Widodo, sebagai unit organisasi yang dibuat oleh public
dan untuk publik, DJP perlu mempertanggungjawabkan penerimaan pajak kepada
publik.
Adapun pengeluaran negara adalah untuk membiayai pengeluaran rutin (gaji
pegawai, subsidi, hutang, bunga dan cicilannya) dan membiayai pengeluaran
pembangunan yang dipenuhi dari penerimaan dalam negeri yang berupa penerimaan
kepentingan umum, salah satu yang dibutuhkan dan yang terpenting adalah peran
serta aktif masyarakat untuk ikut memberikan kepada negara dalam bentuk pajak,
sehingga segala keperluan pembangunan dapat dibiayai. Pembangunan nasional
adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Salah satu sumber penerimaan
negara yang sangat penting untuk membiayai pembangunan itu adalah pajak. Untuk
lebih jelasnya mari kita lihat defenisi pajak menurut Undang-Undang Nomor.28
Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyatakan bahwa
pajak adalah : Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :
1. Iuran dari rakyat kepada Negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Kontribusi pajak dalam mendanai negara terus meningkat jumlahnya
membutuhkan dukungan berupa peningkatan kesadaran masyarakat Wajib Pajak
untuk memenuhi kewajiban perpajakan secara jujur dan bertanggung jawab. Untuk
itu, Direktorat Jenderal Pajak melakukan penyuluhan kepada pembayar pajak, dan
disertai dengan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Namun walaupun demikian, masih banyak masyarakat yang belum memahami
dan menyadari betapa pentingnya pajak untuk pembiayaan negara. Dalam hal ini
dapat kita ketahui dengan masih banyaknya wajib Pajak yang melakukan
penyelewengan-penyelewengan perpajakan yang menimbulkan kerugian negara.
Pengawasan yang dilakukan antara lain: pengawasan atas kuasa Pasal 29
Undang-Undang Nomor.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
sebagaimana telah diubah terkahir dengan Undang-Undang Nomor.28 Tahun 2007,
yang memberikan wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan
pajak yang merupakan instrument untuk menentukan kepatuhan baik formal maupun
material yang tujuan utamanya adalah untuk menguji kepatuhan dan meningkatkan
Pengawasan merupakan aktivitas penting dalam manajemen pemerintahan.
Pengawasan bukan dimaksudkan mencari kesalahan, tetapi untuk menemukan
penyimpagan atas pelaksanaan suatu pekerjaan, sehingga bias dilakukan tindakan
korektif. Dengan adanya tindakan korektif, maka pekerjaan yang dilakukan akan
sesuai dengan rencana.
Di dalam sistem self assessment tidak semua Surat Pemberitahuan (SPT)
dilakukan pemeriksaan pajak, kriteria SPT yang dilakukan pemeriksaan pajak adalah
SPT Lebih Bayar. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang
menurut ketentuan peratuturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo,
2003:17). Dengan kuasa Pasal 17C Undang-Undang Nomor.28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak
Yang SPT-nya menyatakan Lebih Bayar akan dikurangi jumlahnya, sehingga
pemeriksaan dapat lebih diarahkan kepada Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya
rendah tersebut atau Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.
Kriteria pemeriksaan pajak merupakan kebijakan pemeriksaan pajak dari
Direktorat Jenderal Pajak, seperti yang dituangkan dalam Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.7/2004 tanggal 31 Desember 2004, kriteria
pemeriksaan adalah :
1. Pemeriksaan Rutin dapat dilaksanakan dalam hal :
a) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang menyampaikan SPT
b) SPT Tahunan PPh (Pajak Penghasilan) Wajib Pajak yang menyatakan Rugi
Tidak Lebih bayar;
c) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tidak menyampaikan SPT
Tahunan/Masa dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur
secara tertulis tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran;
d) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan melakukan kegiatan membangun
sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atas
kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya .
2. Pemeriksaan kriteria seleksi terdiri dari:
a) Kriteria seleksi dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang
Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan kriteria seleksi;
b) Kriteria seleksi lainnya dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa secara komputerisasi.
3. Pemeriksaan khusus dapat dilakukan dalam hal:
a) Adanya dugaan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
b) Pengaduan masyarakat, termasuk melalui kotak pos 5000;
c) Terdapat data baru atau data yang semula belum terungkap yang dilakukan
melalui pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak;
d) Permintaan Wajib Pajak
f) Untuk memperoleh informasi dan atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
4. Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilakukan apabila ditemukan adanya indikasi
tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan hasil analisis data, informasi,
laporan, pengaduan, laporan pengamatan atau laporan pemeriksaan pajak.
Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah metode latihan operasional
dimana penulis dilatih secara langsung untuk meningkatkan pengetahuan dan
mengembangkan ketrampilan etika pekerjaan, siskap, tugas, dan tanggung jawab
serta kesempatan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
perkuliahan secara khusus penulis ingin mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan
wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kemudian penulis ingin
mengetahui kinerja Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota dalam melakukan
pemeriksaan dan pengaruh pemeriksaan tersebut terhadap peningkatan kepatuhan
wajib pajak dan penerimaan pajak. Dari permasalahan tersebut penulis tertarik untuk
melakukan PKLM dengan judul “ PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI
TINDAKAN PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN SISTEM SELF
ASSESSMENT PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN
KOTA ”.
B. TUJUAN DAN MANFAAT PKLM
Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu syarat yang wajib
dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III
Setiap kegiatan yang dilaksanakan tentunya mempunyai tujuan
I. Tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
1. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem self assessment.
2. Untuk mengetahui Prosedur dan Tata Cara Peleksanaan Pemeriksaan Pajak.
3. Untuk mengetahui sebab-sebab dilakukannya tindakan pemeriksaan oleh
fiskus terhadap Wajib Pajak.
4. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam tindakan
pemeriksaan yang dilakukan fiskus.
5. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi
masalah Wajib Pajak yang tidak dan kurang patuh.
Disini juga disebutkan manfaat dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri :
a) Bagi Mahasiswa
1. Mengaplikasikan teori kedalam permasalahan yang timbul selama
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Kota.
2. Mempelajari perilaku dan keahlian baru serta mempelajari bentuk tim dan
kerjasama.
3. Meningkatkan komunikasi dan pendekatan.
4. Mendorong untuk belajar mempertinggi prestasi.
5. Menyiapkan mahasiswa sebagai tenaga baru yang terampil dan
b) Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
1. Pengadaan pegawai baru pada Kantor Pelayanan Pajak.
2. Memperoleh ide-ide baru.
3. Meningkatkan pemikiran-pemikiran baru.
4. Promosi hubungan baik dengan Universitas Sumatera Utara.
5. Mempromosikan kesan baik.
c) Bagi Universitas Sumatera Utara
1. Memberikan uji nyata atas displin ilmu yang disampaikan.
2. Membuka interaksi antara dosen dan instansi Pemerintahan.
3. Meningkatkan dukungan masa depan alumni.
4. Mengusahakan adanya umpan balik untuk revisi kurikulum.
5. Mempromosikan kegunaan sumber daya Universitas.
C. RUANG LINGKUP PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
Praktik Kerja Lapangan Mandiri dilaksanakan pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Kota. Kegiatan yang akan diteliti pada Praktik Kerja Lapangan
Mandiri adalah:
1. Pelaksanaan sistem self assessment
2. Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak.
3. Tingkat kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
D. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
Adapun sumber-sumber data yang diperlukan penulis untuk mendukung
pembuatan laporan ini adalah:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan dimulai dari penentuan
tempat di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota, mencari bahan untuk
pembuatan proposal, hingga pada konsultasi dengan pihak dosen.
2. Studi Literatur
Penulis mencari berbagai sumber-sumber bacaan seperti buku-buku,
Undang-undang, dan literature yang berhubungan dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Kota.
3. Observasi Lapangan
Penulis melakukan pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis
terhadap data yang ada di pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
4. Pengumpulan Data
Yaitu dengan mencari serta mengumpulkan data mengenai topik yang akan
dibahas yang tersedia di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
5. Analisis Data dan Evaluasi
Setelah seluruh data dikumpulkan maka dilaksanakan analisa dan evaluasi data.
Tekhnik analisis data yang digunakan adalah dengan menghitung dan
menganalisa data yang diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
E. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data berupa :
1. Wawancara
Yaitu dengan megadakan pembicaraan langsung terhadap pegawai dan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada pihak-pihak KPP Medan
Kota.
2. Observasi
Yaitu dilakukan dengan pengamatan langsung atas kegiatan yang dilakukan di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
3. Dokumentasi
Yaitu dengan mengumpulkan teori-teori, data-data mengenai pemeriksaan yang
ada pada Kantor Pelayanan pajak Pratama Medan Kota.
F. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN
Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan laporan akhir adalah
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dibahas latar belakang Praktik Kerja Lapangan
Mandiri (PKLM), Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan
Mandiri (PKLM), Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri
(PKLM), Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Metode
Pengumpulan Data, dan Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja
BAB II GAMBARAN UMUM KPP MEDAN KOTA
Dalam bab ini akan dibahas sejarah singkat KPP Medan Kota, struktur
organisasi . Uraian tugas pokok dan fungsi, gambaran pegawai.
BAB III GAMBARAN DATA PEMERIKSA PAJAK
Dalam bab ini penulis menguraikan pengertian-pengertian secara
teoritis dan teori-teori yang berkaitan dengan pemeriksa pajak, Jangka
Waktu Pemeriksaan.
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI
Dalam bab ini akan dibahas penyebab-penyebab dilakukannya
tindakan pemeriksaan pajak oleh fiscus, Prosedur dan Tata Cara
Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, Usaha-usaha yang dilakukan untuk
menanggulangi masalah wajib pajak yang tidak atau kurang patuh, dan
upaya-upaya untuk mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam
tindakan pemeriksaan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan mengenai masalah yang diangkat sebagai
judul penulis dan saran terhadap pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri (PKLM) agar lebih baik di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM
A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajaka Pratama Medan Kota
Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan
belanda, Kantor Pelayanan Pajak bernama Belasting, yang kemudian setelah
kemerdekaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah
lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jendral
Pajak Keuangan Replubik Indonesia. Di Sumatera Utara pada Tahun 1976 berdiri
tiga Kantor Inspeksi Pajak, Yaitu:
a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan
b. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara
c. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar
Di tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua yaitu
Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk
memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dendan pertumbuhan
ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah kantor Inspeksi Pajak Medan
Timur(sekarang Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dan Kantor Pelayanan Pajak
Medan Kota). Dan untuk semakin memantapkan pelayanannya kepada masyarakat di
dalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan pada Keputusan Menteri
menyeluruh pada Direktorat Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor
Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayan Pajak, yang sekaligus
dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
Kantor Pelayanan Pajak medan Timur merupakan pecahan dari tiga Kantor
Pelayanan pajak, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
Dan terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah
menjadi 4 wilayah kerja, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
4. Kantor Pelayanan pajak Medan Binjai
Dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Replubik Indonesia
No.443/KMK.01/2001 tentang “ Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah
Direktorat Jendral Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kota Medan menjadi
enam wilayah kerja, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak medan Timur, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:
1. Kecamatan Medan Timur
3. Kecamatan Medan Tembung
4. Kecamatan Medan Perjuangan
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, dengan ruang Lingkup meliputi wilayah:
1. Kecamatan Medan Barat
2. Kecamatan Medan Sunggal
3. Kecamatan medan Petisah
4. Kecamatan Medan Helvetia
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan kota, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:
1. Kecamatan Medan kota
2. Kecamatan Medan Denai
3. Kecamatan Medan Johor
4. Kecamatan medan Amplas
4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia,dengan ruang lingkup meliputi wilayah:
1. Kecamatan Medan Polonia
2. Kecamatan Medan Maimun
3. Kecamatan Medan Baru
4. Kecamatan Medan Tuntungan
5. Kecamatan Medan Selayang
5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan,dengan ruang lingkup meliputi wilayah:
1. Kecamatan Medan Belawan
2. Kecamatan Medan Marelan
4. Kecamatan Medan Deli
6. Kantor Pelayanan Pajak Binjai
Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah sebagai institusi pemerintah yang
mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan . Karena
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang berhutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Negara bagi sebesar-besarnya untuk laporan rakyat.
Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berada di Gedung Keuangan Negara 1 lantai
IV dan beralamat di Jalan Diponegoro No.30 A Medan . Adapun sejarah singkat
dari Kantor Pelayanan Medan Kota adalah sebagai berikut :
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan pecahan dari kantor Pelayanan
Pajak Medan Timur yang berdasarkan kepada :
a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 443/KMK/.01/2001
Tanggal 23 Juli 2001
b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 58/kmk.01/2002
tanggal 26 Februari 2002
c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 58/KMK/.01/2002
tanggal 26 Februari 2002
2. Yang terakhir mengepalai Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota saat ini
Berdasarkan penjelasan sejarah Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota
diatas, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Kota berganti nama menjadi Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 Sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Keuangan yang telah diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.01/2007 dan berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006
tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak,
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diseluruh jajaran Direktorat Jendral Pajak terdiri
dari 3(tiga) jenis,yaitu:
1. KPP Wajib Pajak Besar yang terdiri dari KPP Wajib Pajak Besar Dua,
dan KPP Usaha Milik Negara;
2. KPP Madya yang terdiri dari KPP Penanaman Modal Asing, KPP
Perusahaan Masuk Bursa, KPP Badan dan Orang Asing, KPP Madya
Madya Medan, KPP Madya Palembang, KPP Madya Pekan Baru, KPP
Madya Batam, KPP Madya Tangerang, KPP Madya Bekasi, KPP Madya
Jakarta Pusat, KPP Madya Jakarta Barat, KPP Madya Jakarta Selatan,
KPP Madya Jakarta Timur, KPP Madya Jakarta Utara, KPP Madya
Sidoarjo, KPP Madya malang, KPP Madya Balik Papan, KPP Madya
Denpasar, KPP Madya Makasar.
3. KPP Pratama
Beberapa karakteristik untuk setiap jenis KPP, Diantaranya dapat
dijelaskan dalam table berikut ini :
No URAIAN
5 PPN Sentralisasi Sentralisasi Desentralisasi
6 P2PPH Desentralisasi Desentralisasi Desentralisasi
7 Penugasan AR Sentor Industri Sektor Industri Wilayah
9 Jumlah Eselon 9 (Sembilan) 9 (Sembilan) 10 (Sepuluh)
10 Wilayah Kerja Nasional Regional Lokal
Sumber : KPP Pratama Medan Kota.
Pembentukan KPP Wajib Pajak Besar dan KPP Madya telah diselesaikan
pada akhir tahun 2006, sedangkan KPP Pratama yang ada saat ini baru berjumlah 15
KPP Pratama, yaitu KPP Pratama dilingkungan Kanwil DJP Jakarta Pusat dan
pembentukan KPP Pratama untuk seluruh Indonesia direncanakan akan
diselesaikan akhir tahun 2008.
Sebagaimana lazimnya KPP yang menerapkan system administrasi
perpajakan modern, KPP Pratama juga memiliki karakteristik-karakteristik :
Organisasi berdasarkan fungsi, Sistem Informasi yang terintegrasi, Sumber Daya
Manusia yang kompeten, sarana kantor yang memadai, tata kerja yang
transparan, Penggabungan KPP, KPPBB, Prinsip Utama Penggabungan KPP,
KPPBB dan Karikpa adalah tidak menghilangkan tugas dan fungsi yang
sebelumnya ada di masing-masing kantor tersebut tetapi membagi hasil seluruh
tugas yang ada ke masing-masing seksi pada KPP Pratama sesuai dengan
fungsinya . Seksi-seksi yang memiliki tugas dan fungsi yang sama digabung
menjadi seksi yang ada di KPP Pratama.
Fungsi Keberatan (Psl.25 UU KUP dan Psl.16 UU PBB), Pengurangan /
KUP) dan penghapusan PBB (Psl. 19 UU PBB) yang sebelumnya ada di KPP dan
KPPBB, seluruhnya dialihkan ke Kanwil.
Fungsi Pemeriksaan yang sebelumnya dilaksanakan oleh KPP, Karikpa
dan Kanwil, dilaksanakan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksaan, sedangkan fungsi
bukti permulaan dan penyidikan yang semula dilaksanakan oleh Karikpa dan
Kanwil.
B. Struktur Organisasi Dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota
a. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota
Struktur organisasi adalah suatu rangkaian yang mewujudkan pola tetap
dari hubungan hubungan diantara bidang kerja, namun orang mewujudkan
kedudukan, wewenang dan tanggung jawab dalam system kerjasama.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dikepalai oleh seorang Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan
beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi.
Struktur Organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Kota adalah struktur organisasi lini dan staf, yang dipimpin oleh seseorang Kepala
kantor wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara , dimana seluruh pegawai
adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan Negara
Replubik Indonesia.
b. Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota
Kantor Pelayanan Pajak (KPP)Pratama Medan Kota membawahi 1(satu)
bidang-bidang yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota antara lain adalah
sebagai berikut:
1). Sub Bagian Umum
2). Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
3). Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
4). Seksi Pelayanan
5). Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I, II, III,IV )
6). Seksi Pemeriksaan
7). Seksi Penagihan
8). Kelompok Jabatan Fungsional
1. Kepala Kantor
Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan
Karikpa maka kepala Kantor KPP Pratama mempunyai Tugas Mengkoordinasi
Pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak
Penghasilan, pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan
Pajak Tidak Langsung Lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan
Hak atas Tanah Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
2. Sub Bagian Umum
Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan
tugas dan fungsi pelayanan kesekretarian terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata
3. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan
penatausahakan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak,
penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan,
pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakn,
urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pengalokasian dan penatausahaan bagi
hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan,
pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan
penyiapan laporan kinerja.
5. Seksi Pelayanan
Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan
penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas
perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya,
penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan
sesuai ketentuan yang berlaku.
6. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III, IV)
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan
Wajib pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya), bimbinganatau himbawan
analis kinerja Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakuka n
evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.Dalam satu KPP Pratama
terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian
tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (territorial tertentu).
7. Seksi Pemeriksaan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan
perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan
dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan
perpajakan lainnya.
8. Seksi Penagihan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan
penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan
pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen
penagihan.
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat
Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP
Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan
berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi Ekstensifikasi.
BAB III
GAMBARAN DATA PKLM
A. Pengertian Pajak
Prof. Dr. P.J.A. Adriani (pernah menjadi guru besar pada Universitas
Amsterdam) menyatakan bahwa “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang yang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali,yang langsung dapat ditunjuk, dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung
dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.” (Pengantar Ilmu
Hukum Pajak; Santoso Brotodiharjo, S.H, hal 2).
Sedangkan Undang-Undang Nomor.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dimaksud dengan Pajak adalah Kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
B. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak
1. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Uum dan Tata
Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran egara Republik Indonesia tahun 2007
Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740)
2. Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007, tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak
Dengan adanya peraturan dan Undang-Undang yang menjadi landasan hukum
pemeriksaan pajak di Indonesia ini, maka pajak yang dipungut oleh pemerintah sudah
mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu lagi adanya
keragu-raguan ataupun alasan bagi wajib pajak.
C. Pengertian Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan,dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Pasal 1 angka 25
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).
Pemeriksaan pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang
(Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03.2007 tentang
Tata Cara Pemeriksaan Pajak).
Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab
atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankanhak dan memenuhi
kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Pasal 1 angka 28 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan).
Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat
kedudukan,tempat kegiatan usaha,, atau pekerjaan bebas, tempat tinggal wajib pajak,
atau tempat lainyang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. (Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03/2007 Tentang tata Cara
Pemeriksaan Pajak).
Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakkan di kantor direktorat
Jenderal Pajak. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di
bidang perpajakan. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak
untuk jenis pajak dan masa/tahun pajak yang telah diperiksa pada Pemeriksaan
sebelumnya. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).
Surat Perintah Pemeriksaan Pajak adalah surat perintah untuk melakukan
pemeriksaan dalam rangka menguji kepetuhan pemenuhan perpajakan dan/atau untuk
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).
Pemeriksaan Rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap
wajib pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. (Surat
Edaran No :SE-01/PJ.7/2003, tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak)
Pemeriksaan Kriteria Seleksi adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap
wajib pajak yang terpilih berdasarkan resiko kepatuhan secara komputerisasi. (Surat
Edaran No :SE-01/PJ.7/2003, tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak)
Pemeriksaan Khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak
sehubungan dengan adanya informasi, data, laporan, atau pengaduan yang berkaitan
dengannya serta untuk memperoleh informasi atau data untuk tujuan tertentu. . (Surat
Pemeriksaan Tahun Berjalan adalah pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang
dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh jenis
pajak dan atau untuk mengumpulkan data dan atau keterangan untuk tujuan tertentu.
(Surat Edaran No :SE-01/PJ.7/2003, tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak)
Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang
diselenggarakan oleh pemeriksa pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh
kemudian yang dilakukan, bukti dari keterangan yang dikumpulkan dan kesimpulan
yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.
Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi tentang peleksanaan dan
hasil Pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas sesuai
dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. (Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak)
Tujuan Pemeriksaan adalah untuk:
1) Menguji Kepatuhan pemenuhan perpajakan.
2) Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, biasanya
yang dapat dilakuakan adalah untuk hal-hal seperti:
b. Surat pemberitahuan tidak disamapikan atau disampaikan tidak tepat waktu yang
telah ditetapkan.
c. Surat pemberitahuan memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
Sedangkan dalam hal tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, yang dapat dilakukan adalah untuk
hal-hal seperti:
a. Pemberian Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) atau pencabutan NPWP
b. Pemberian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan pencabutan
NPPKP
c. Penentuan besarnya jumlah angsuran pajak dalam suatu Masa Pajak bagi Wajib
Pajak baru.
d. Wajib Pajak mengajukan Keberatan atau banding
e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Perhitungan
f. Penentuan Wajib Pajak yang berlokasi di daerah tertentu
g. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
D. Jangka Waktu Pemeriksaan
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007 Jangka
1. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3(tiga) bulan dan
dapat diperpanjang menjadi paling lama 6(enam) bulan yang dihitung sejak
tanggal wajib pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan
kantor sampai dengan tanggal Laporan hasil Pemeriksaan.
2. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang
dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal
Laporan Hasil Pemeriksaan.
3. Apabila dalam Pemeriksaan lapangan ditemukan indikasi transaksi yang terkait
dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya
rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam
serta memerlukan waktu yang lebih lama, Pemeriksaan Lapangan dilaksanakan
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
4. Dalam hal pemeriksaan dilakukan atas SPT Lebih Bayar, jangka waktu
Pemeriksaan tersebut harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
E. Pelaksanaan Pemeriksaan
Dalam rangka memperlancar pemeriksaan dan meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan mengatur
1. Wewenang Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan Lapangan
Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak
berwenang :
a) Melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dan dokuman yang berhubungan dengan penghasilan
yang diterima
b) Mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik
c) Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak
bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau
catatan yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh
d) Meminta kepada wajib pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan antara lain berupa:
1) Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya wajib pajak apabila dalam
mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan
dan/atau keahlian khusus
2) Memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk membuka barang
bergerak dan/atau tidak bergerak
3) Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan
dalam hal jumlah buku, catatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit
e) Melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau
tidak bergerak
f) Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak
g) Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang
mempunyai hubngan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit
pelaksana Pemeriksaan.
2) Wewenang Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan kantor
Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan perpajakan
dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak berwenang :
a) Memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan
menggunakan surat pangilan
b) Melihat dan/atau meminjam buku dan/atau catatan, dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dam dokumaen lain yang termasuk data yang
dikelola secara elektronik yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh
c) Meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran
Pemeriksaan
d) Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dar Wajib Pajak
e) Meminjam kertas kerja Pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik melalui
wajib pajak danmempunyai hubungan denagn wajib pajak yang diperiksa melalui
F. Standar Pemeriksaan
Standar Pemeriksaan Pajak berdasarkan Pasal 6 (enam) sampai dengan pasal
10 (sepuluh) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007. Pemeriksaan
untuk menguji kepetuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaksanakan
sesuai dengan Standar Pemeriksaan.
Standar Pemeriksaan, meliputi :
1. Standar Umum.
2. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan.
3. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan.
1. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 7)
Standar Umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan
berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak dan mutu pakerjaannya.
Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa pajak yang :
a. Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki
keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak, dan menggunakan keteranpilannya
secara cermat dan seksama.
b. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan
kepentingan negara.
c. Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk
taat terhadap batasan waktu yang ditetapkan.
Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar
2. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan (Pasal 8)
Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan harus dilakukan sesuai Standar Pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu :
a. Pelaksaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai
dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama.
b. Luas Pemeriksaan (audit scope) ditetukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh
yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan
keterangan, konfimasi, teknik sampling, dan Pengujian lainnya yang berkenaan
dengan Pemeriksaan.
c. Temuan Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
d. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang
supervisor, seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota tim.
e. Tim Pemeriksa Pajak tersebut dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang
memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan Pemeriksa Pajak, baik yang
berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal instansi di luar
Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal pajak
sebagai tenaga ahli seperti penterjemah bahasa, ahli di bidang teknologi
f. Apabila diperlukan, Pemeriksa untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari
instansi lain.
g. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak,
atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
h. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila doperlukan dapat
dilanjutkan di luar jam kerja.
i. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja
Pemeriksaan.
Kertas Kerja Pemeriksaan (Pasal 9)
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan harus didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 huruf I dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Kertas Kerja Pemeriksaan wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi
sebagai:
1) Bukti bahwa Pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai dengan standar
pelaksanaan pemeriksaan
2) Bahan dalam melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib
Pajak mengenai temuan Pemeriksaan
4) Sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang
diajukan oleh Wajib Pajak
5) Referensi untuk Pemeriksaan berikutnya
3. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun
sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan, yaitu:
a. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang
lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat
simpulan Pemeriksa Pajak yang didukungtemuan yang kuat tentang ada atau tidak
adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan
memuat pula ungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.
b. Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan perpajakan
antara lain mengenai :
1. Penugasan Pemeriksaan
2. Identitas Wajib Pajak
3. Pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak
4. Pemenuhan kewajiban perpajakan
5. Data/informasi yang tersedia
6. Buku dan dokumen yang dipinjam
8. Uraian hasil Pemeriksaan
9. Ikhtisar hasil Pemeriksaan
10. Penghitungan pajak terutang
11. Simpulan dan usul Pemeriksaan Pajak.
G. Norma Pemeriksaan Pajak.
Berdasarkan Pasal 29 ayat (2) Undang-undang No.28/2007, untuk keperluan
pemeriksaan haus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat
Perintah Pemeriksaan (SPP) serta memperlihatkan kepada Wajib Pajak ynag
diperiksa. Didalam penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No.28/2007,
dijelaskan tentang kewajiban pemeriksa pajak yaitu Pemeriksaa dilaksanakan oleh
petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal identitasnya. Oleh karena itu,
petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan
Surat Perintah Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang
diperiksa. Petugas pemeriksa harus menjelaskan tujuan dilakukan pemeriksaan
kepada Wajib Pajak.
Petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan
memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam menjalankan tugasnya,
petugas pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengertian,
sopan, dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang
perpajakan. Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak
dalam memenihi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
H. Laporan Hasil Pemeriksaan
Setiap pemeriksaan selalu diakhiri dengan pertanggungjawaban yaitu dengan
menyusun laporan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan pajak, pembuatan laporan
pemeriksaan itu menjadi keharusan. Laporan ini akan mencerminkan watak dan
profesionalisme pemeriksa. Selain itu, dalam laporan ini akan diketahui kekurangan
yang ditemui oleh pemeriksa dalam pembukuan atau diri Wajib Pajak.
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun
sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan, yaitu :
a. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang
lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat
simpulan Pemeriksaan Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau
tidak adanya penyimpangan terhadap perturan perundang-undangan perpajakan,
dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.
b. Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan antara lain mengenai:
1. Penugasan Pemeriksaan
3. Pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak
4. Pemenuhan kewajiban perpajakan
5. Data/informasi yang tersedia
6. Buku dan dokumen yang dipinjam
7. Materi yang diperiksa
8. Uraian hasil Pemeriksaan
9. Ikhtisar hasil Pemeriksaan
10.Penghitugan pajak terutang
11.Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak.
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI
Sistem self assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana
wewenang untuk menentukan pajak yang terhutang oleh seseorang berada pada kedua
belah pihak, yaitu wajib Pajak dan fiskus. Sistem ini telah dilaksanakan secara efektif
pada 1984 (atas dasar perombakan Perundang-undangan perpajakan pada tahun
1983), dengan memberi kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memungut, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya
terhutang sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan perpajakan.
Seperti yang kita ketahui bersama bahea sebelum sistem ini, di Indonesia
diberlakukan sistem Oficial Assessment. Namun, sistem tersebut tidak efisien, dan
meninbulkan kecenderungan masyarakat Wajib Pajak kurang bertanggungjawab, dan
sering terjadi perlawanan pajak dengan cara menghindar dari kewajiban
perpajakannya. Dengan menyadari kelemahan-kelemahan yang ditimbulakan oleh
sistem-sistem tersebut, maka kita sekarang menggunakan sistem self assessment.
Sistem Self Assessment itu mengandung hal yang penting, yang diharapkan
ada dalam diri Wajib Pajak yaitu :
a. Tax consciousness / Kesadaran pajak wajib pajak
b. Kejujuran Wajib Pajak
d. Tax discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan pajak-pajak,
sehingga pada waktunya wajib pajak dengan sendirinya memenuhi
kewajiban-kewajibanyang dibebenkan kepadanya oleh undang-undang seperti memasukkan
SPT pada waktunya, membayar pajak pada waktunya dan sebagainya, tanpa
diperingatkan untuk melakukan hal-hal itu.
Hal penting yang mempengaruhi keberhasilan system self assessment adalah
tingkat kepatuhan Wajib Pajak . Ciri-ciri sistem pemungutan pajak berdasarkan
system self assessment adalah:
a. Adanya kepastian hukun
b. Perhitungannya sederhana dan mudah dimengerti oleh Wajib Pajak
c. Pelaksanaannya mudah
d. Lebih mencerminkan asas keadilan dan merata
e. Memperkecil kemungkinan Wajib Pajak tidk mampu membayar pajak akibat
perhitungan yang terlalu besar.
Dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan system self assessment, Direktur
Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib
Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sampai dengan tahun 2009, tindakan pemeriksaan yang dilaksanakan oleh
Wajib Pajak Jumlah WP
Terdaftar
Tahun Pemeriksaan
2007 2008 2009
Orang Pribadi 86.632 65 45 58
Badan 7.734 14 17 15
Bendaharawan 8236 15 18 20
Total 102.602 94 80 93
Sumber : KPP Pratama Medan Kota
A. Penyebab-penyebab dilakukan tindakan pemeriksaan pajak oleh fiskus
Objek Pemeriksaan pajak adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan
atau Surat Pemberitahuan (SPT) Masa yang disampaikan oleh Wajib Pajak. Oleh
sebab itu, Wajib Pajak akan diperiksa apabila :
1. Surat Pemberitahuan menyatakan lebih bayar dan/atau rugi
2. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau terlambat
3. Surat Pemberitahuan memenuhi criteria tertentu yang ditentukan oleh Dirjen
Pajak untuk diperiksa
4. Ada indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain hal diatas.
Pemeriksaan pajak dapat juga dilakukan apabila terdapat indikasi-indikasi
mengenai ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan system self assessment,
a. Kepatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban intern, yaitu dalam pembayaran atau
pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa, dan Surat Pemberitahuan PPn
setiap bulan
b. Kepatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban tahunan, yakni dalam menghitung
pajak atas dasar self assessment, melaporkan perhitungan pajak dalam Surtat
Pemberitahuan (SPT) pada akhir tahun pajak, serta melunasi pajak yang
terhutang
c. Kepatuhan terhadap ketentuan meteriil dan yuridis formal perpajakan melalui
pembukuan sebagaimana mestinya.
B. Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada norma paemeriksaan yang
berkaitan dengan Pemeriksa pajak, Pemeriksaan, dan Wajib Pajak. Pemeriksaan
dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam tim Pemeriksa Pajak yang
susunannya terdiri dari beberapa Supervisor, seorang Ketua Tim, dan beberapa
pemeriksa/penilai yang tergabung dalam kelompok fungsional.
Adapun prosedur Pemeriksaan Pajak yang harus dilakukan oleh Tim
Pemeriksa dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Mengevaluasi data-data yang dilaporkan Wajib pajak
2. Menganalisa angka-angka yang tercamtum dalam laporan keuangan Wajib Pajak.
3. Meminta keterangan lisan dan/aau tertulis Wajib Pajak yang diperiksa
4. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat penyimpanan
5. Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada nomor 4, apabila Wajib
Pajak atu kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau
ruangan dimaksud.
C. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanggulangi masalah wajib pajak
yang tidak dan kurang patuh
Pemeriksaan pajak beberapa tahun belakangan ini makin gencar dilakukan
pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Salah satu faktor penting yang
menjadi pendorong adalah ketergantungan pemerintah yang makin tinggi terhadap
sector pajak sebagai kontributor utama penerimaan negara dalam APBN.
Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mengerti dan memahami
system self assessment yang dipakai untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya,
jadi sampai saat ini masih banyak penyelewengan-penyelewengan pajak yang terjadi,
baik disengaja maupun karena ketidaksengajaan Wajib Pajak yang disebabkan
tentang peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Masyarakat awam pada umumnya masih banyak yang terbawa-bawa dengan
sisitem kolonial Belanda, dimana semua pajak atau upeti yang akan diberikan
ditetapkan bentuk dan jumlahnya oleh Pemerintah Belanda, pada masa itu. Padahal,
pada jaman sekarang semuanya diserahkan kepada wajib Pajak itu sendiri, karena
saat ini Indonesia menganut sisitem Self Assessment , yaitu : menghitung, memungut,
Sistem Self Assessment sendiri sebenarnya sudah mulai digunakan dan
diperkenalkan kepada masyarakat sejak tahun 1983, tapi baru beberaa tahun
belakangan ini penyuluhan tentang pembayaran pajak mulai diinformasikan lebih
menyeluruh, baik yang diinformasikan melalui media elektronik maupun melalui
media lain.
Selain itu, Direktrat Jenderal Pajak telah membuat website khusus untuk
Perpajakan Indonesia. Dimana masyarakat umum dapat mengetahui lebih jauh
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, serta Peraturan
Perundang-undangan Perpajakan di Indinesia dengan masuk ke situs www.pajak.go.id. Direktorat
Jenderal Pajak membuat situs ini, mengingat begitu maraknya penggunaan internet
sebagai media informasi di semua kalangan masyarakat. Media ini juga dipercaya
dapat menyampaikan informasi dengan cepat, tepat, akurat, sehingga dapat
membantu masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan
optimal.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah Wajib
Pajak yang tidak atau kurang patuh, hendaknya pemerintah melakukan
penyuluhan-penyuluhan, yaitu suatu kegiatan penyampaian informasi, konsultasi, dan bimbingan
secara berkesinambungan kepada masyarakat, guna maningkatkan pengetahuan,
kesadaran, dan kemauan anggota masyarakat untuk memperoleh hak dan melakukan
Penyuluhan pajak dilaksanakan oleh penyuluh perpajakan yang telah
mempunyai pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan keterampilan di bidang
perpajakan. Penyuluhan perpajakan setidaknya dapat memberikan pebgetahuan dasar
mengenai :
1. Cara menghitung, memungut, membayar dan melaporkan pajak sendiri
2. Sanksi-sanksi dalam perundang-undangan perpajakan, baik sanksi administrasi
maupun sanksi tindak pidana
3. Perubahan-perubahan perundang-undangan yang berlaku, secara transparan
Selain Penyuluhan Perpajakan yang telah ditugaskan oleh Kantor Penyuluha
Pajak, Konsultan Pajak, Instansi Pemerintahan, Lembaga Masyarakat, Tokoh
Masyarakat, Tokoh Agama, dan lain-lain yang dimengerti dan memahami tentang
perpajakan ke masyarakat Wajib Pajak (Baik yang telah terdaftar maupun yang
belum), dan Lembaga-lembaga Pendidikan agar kesadaran tentang arti penting
pemenuhan kewajiban paerpajakan dapat lebih ditingkatkan.
D. Upaya-upaya mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam tindakan
pemeriksaan
Direktur Jenderal Pajak perlu meningkatkan efisiensi sekaligus menegakkan
profesionalisme serta integritas aparat dalam menegakkan peraturan perpajakan.
Faktor mentalitas kiranya perlu menjadi focus perhatian. Penanggulangan kebocoran
pengawasan bisa saja disempurnakan, akan tetapi tanpa penahanan aspek mentalitas
semua itu akan menguap sia-sia.
Upaya peningkatan efisiensi instusional, profesionalitas dan integritas aparat
perpajakan dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikat :
1. Peningkatan pengawasan internal untuk mendeteksi secara dini berbagai kasus
penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas
2. Memperbaiki sistem dan prosedur yang mengarah pada system yang
mempermudah pelayanan dan mendorong efektitas dalam pelaksaan pengawasan
3. Menerapkan sistem reward dan punishment dalam pelaksanaan tugas
4. Melibatkan masyarakat luas dalam mekanisme pengawasan terhadap aparat
perpajakan
5. Perbaikan kinerja Direktorat Jenderal Pajak juga terkait dengan koordinasi dengan
pihak-pihak lain.
Karena pajak banyak mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai aspek,
maka peran pajak harus dipertimbangkan dan dimasukkan ke dalam setiap
kebijaksanaan pemerintah. Sebagai missal, kebijaksanaan dibidang perbankan
seharusnya mempertimbangkan aspek perpajakan. Begitu pula kebijakan dibidang
perdagangan dan perindustian. Tentu saja, semua kebijakan itu seyoganya dibawahi
dalam satu koordinasi yang baik sehingga tidak terkesan tumpang tindih
Termasuk dalam koordinasi antar instansi adalah memberlakukan system tax
clereance pada instansi-instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak untuk
kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan perpajakan,misalnya pembayaran kepada
rekanan. Akan tetapi perlu diupayakan agar prosedur pelaksanaannya tidak rumit.
Sebab hal-hal procedural yang terlalu rumit sangatlah bertentangan dengan semangat
reformasi perpajakan yang salah satunya memuat aspek debirokrasi guna
meningkatkan efsiensi perpajakan.
Namun, jika semua upaya yang dilakukan tetap tidak membuahkan hasil dan
telah dilakukan pemeriksaan tetapi Wajib Pajak tetap tidak mau melakukan
pembetulan dengan kesadaran sendiri, maka dapat ditindaklanjuti dengan upaya
penyidikan, yaitu tindakan yang dilakukan apabila ditemukan bukti pendahuluan
berupa bukti baik tulisan maupun lisan, perbuatan, keterangan, ataupun benda yang
dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan dapat
merugikan negara.
Upaya penyidikan ini merupakan upaya terakhir yang akan dilaksanakan oleh
Direktirat Jenderal Pajak dalam rangka penegakan hukum sehingga akan dilakukan
secara selektif yaitu terhadap Wajib Pajak yang akan diindikasikan telah melakukan
tindak pidana dibidang perpajakan. Dalam pelaksanaan penyidikan, Direktorat
Jenderal Pajak telah menjamin kerjasama dengan instansi penegak hukum terkait,
seperti kepolisian dan kejaksaan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam Bab ini dibahas mengenai kesimpulan yang diambil dari hal-hal yang
telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dan juga kesimpulan mengenai masalah
yang timbul dari teori pelaksanaan PKLM pada saat melaksanakan PKLM, serta
mencoba memberikan saran-saran terhadap pelaksanaan PKLM agar lebih baik
dimasa yang akan datang dan saran-saran agar pelaksanaan pemeriksaan pajak dapat
benar-benar meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya sebagaimana mestinya.
A. Kesimpulan
1. Pemeriksaan pajak merupakan upaya Direktorat Jenderal Pajak
dalam menerapkan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Sesuai dengan tujuannya, kebijaksanaan yang berkaitan dengan
kegiatan pemeriksaan pajak tidak dapat secara langsung dikaitkan
dengan upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan
pengaruh (detterent effect) kepada Wajib Pajak lain sehingga dapat
meningkatkan kesadarannya untuk memenuhi seluruh kewajiban
perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Dalam hal kesadaran Wajib Pajak menghitung, memungut,
yang sebenar-benarnya dan harus membayar serta melaporkan
tepat waktu, sehingga tidak terkena sanksi serta denda administrasi
dan sanksi pidana yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan sehingga dapat merugikan Wajib
Pajak itu sendiri.
B. Saran
1. Agar meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui upaya
penyuluhan dan penegakan hukum.
2. Agar melakukan pendekatan terpadu dalam proses penerimaan
pajak.
3. Menjalin koordinasi antara Direktorat Jenderal Pajak dengan
instansi lain serta semua pihak yang terkait.
4. Agar meningkatkan kualitas layanan public (public service)
terutama dalam bidang-bidang kebutuhan yang menyangkut
kepentingan orang banyak.
5. Dalam melakukan pemeriksaan pajak, TIM Pemeriksa hendaknya
memperhatikan hak-hak Wajib Pajak dan bersikap sesuai dengan
etika pemeriksa pajak, serta membina Wajib Pajak dalam
menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya, sehingga untuk
masa yang akan datang Wajib Pajak dapat lebih baik dalam