• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kelompok Teman Sebaya, Strategi Koping, dan Urutan Kelahiran dengan Kecerdasan Sosial pada Mahasiswi TPB-IPB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kelompok Teman Sebaya, Strategi Koping, dan Urutan Kelahiran dengan Kecerdasan Sosial pada Mahasiswi TPB-IPB"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA, STRATEGI KOPING, DAN

URUTAN KELAHIRAN DENGAN KECERDASAN SOSIAL

PADA MAHASISWI TPB-IPB

AMANIA FARAH

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Hubungan Kelompok Teman Sebaya, Strategi Koping, dan Urutan Kelahiran dengan Kecerdasan Sosial pada Mahasiswi TPB-IPB adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing skripsi dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

Amania Farah

(4)
(5)

ABSTRACT

AMANIA FARAH. The Correlation between Peer Group, Coping Strategy, and Birth Order with The Social Intelligence of Undergraduate Female Student at Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor (IPB). Supervised by DIAH KRISNATUTI and TIN HERAWATI.

The research focused to analyze the relationship between peer group and coping strategy with the social intelligence of undergraduate female student at TPB-IPB in various birth order. The research conducted from March to August 2012 at campus IPB Darmaga, Bogor. It involved 99 active female students as the sample. Cluster random sampling which specific on birth order in each group used as the sampling method in this research. The data analysis used descriptive test, different test (one-way ANOVA), and Pearson correlation test. The results showed that more than half of the samples had quality of peer relationship and coping strategies in sufficient category and social intelligence performance in high category. The results showed that there was significant correlation between the number of peers; birth order; and quality of peer relationships with social intelligence.

Keywords: birth order, emotional focused coping, peer group, problem focused coping, social awareness, social facility

ABSTRAK

AMANIA FARAH. Hubungan Kelompok Teman Sebaya, Strategi Koping, dan Urutan Kelahiran dengan Kecerdasan Sosial pada Mahasiswi TPB-IPB. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI dan TIN HERAWATI.

Penelitian ini ingin melihat hubungan kelompok teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran, dengan kecerdasan sosial pada mahasiswi TPB-IPB. Lokasi penelitian dilakukan di kampus IPB Darmaga, Bogor pada bulan Maret hingga Agustus 2012. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 99 orang dengan kriteria mahasiswi TPB-IPB yang masih aktif dalam perkuliahan. Teknik pengambilan responden yaitu cluster random sampling

(6)
(7)

RINGKASAN

AMANIA FARAH. Hubungan Kelompok Teman Sebaya, Strategi Koping, dan Urutan Kelahiran dengan Kecerdasan Sosial pada Mahasiswi TPB-IPB. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI dan TIN HERAWATI.

Salah satu permasalahan bagi para mahasiswi baru adalah kesulitan beradaptasi dengan lingkungan barunya. Tujuan penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi karakteristik mahasiswi dan keluarga mahasiswi, 2) mengidentifikasi karakteristik kelompok teman sebaya dan kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya mahasiswi, 3) mengidentifikasi strategi koping mahasiswi, 4) mengidentifikasi kecerdasan sosial mahasiswi, dan 5) menganalisis hubungan antara kualitas teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran dengan kecerdasan sosial.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Lokasi penelitian dilakukan di Kampus IPB Darmaga Kabupaten Bogor pada bulan Juni 2012. Teknik pengambilan responden yaitu cluster random sampling dengan jumlah responden 99 orang yang terbagi dalam tiga kelompok, yaitu anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan mencakup karakteristik responden dan keluarga responden (urutan kelahiran, daerah asal, usia responden, besar keluarga, usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua), kelompok teman sebaya (karakterisik teman sebaya, pola hubungan, dan kualitas pertemanan responden), strategi koping (emotional focused coping dan problem focused coping), dan kecerdasan sosial (kesadaran sosial dan fasilitas sosial) yang dimiliki. Data sekunder berupa keadaan umum asrama serta jumlah mahasiswa TPB yang diperoleh dari website Badan Pengelola Asrama (BPA) Institut Pertanian Bogor dan website Direktorat Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor.

Jenis analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan inferensia. Uji deskriptif digunakan untuk melihat sebaran karakteristik keluarga, karakteristik responden, karakteristik dan pola hubungan dengan teman sebaya. Analisis inferensia meliputi uji beda one way ANOVA (Analysis of Variance) yang digunakan untuk melihat perbedaan capaian pada tiap urutan kelahiran, serta analisis korelasi Pearson yang digunakan untuk melihat hubungan antara kelompok teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran dengan kecerdasan sosial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden (54,5%) berusia 19 tahun dan tergolong remaja akhir. Berdasarkan asal daerah lebih dari separuh responden (62,6%) berasal dari luar Jabodetabek. Persentase terbesar responden (56,6%) memiliki besar keluarga dalam kategori sedang (5-7 orang). Sebagian besar ayah responden (85,9%) dan ibu responden (83,8%) berusia dewasa madya. Persentase terbesar (42,4%) pendidikan ayah Sekolah Menengah Atas (SMA) dan ibu perguruan tinggi (38,4%). Ayah responden paling banyak berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (32,3%), sementara itu lebih dari separuh ibu tidak bekerja atau ibu rumah tangga (53,5%). Persentase terbesar (30,3%) pendapatan orang tua berada pada rentang Rp2.500.001-5.000.000.

(8)

Persentase terbesar responden (51,5%) bertemu dengan teman sebayanya di kelas setiap 5-6 kali dalam seminggu. Frekuensi pertemuan responden dengan teman sebaya di asrama (73,7%) terjadi hampir setiap hari, sedangkan frekuensi pertemuan responden dengan teman sebaya di tempat lain (34,3%) sekitar 1-2 kali dalam seminggu. Lebih dari separuh responden memiliki lama usia pertemanan di kelas (56,6%) dan asrama (60,6%) 6-12 bulan, sedangkan di tempat lain hampir seluruh responden (82,8%) memiliki lama usia pertemanan lebih dari 12 bulan. Lebih dari separuh responden (70,7%) memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori cukup.

Persentase terbesar responden berada pada kategori tinggi dalam capaian emotional focused coping (51,5%) dan problem focused coping (50,5%). Sementara itu lebih dari separuh responden (50,5%) memiliki capaian strategi koping total berada pada kategori tinggi. Lebih dari separuh responden (51,5 %) memiliki kesadaran sosial yang tinggi baik pada anak sulung (51,5%) dan anak tengah (63,6%), sedangkan anak bungsu (60,6 %) memiliki kesadaran sosial pada kategori cukup. Lebih dari separuh (54,5%) responden memiliki capaian fasilitas sosial yang cukup, begitu juga dengan anak bungsu (69,7%), sedangkan pada anak sulung (54,5%) dan anak tengah (51,5%) memiliki fasilitas sosial yang tinggi. Lebih dari separuh responden memiliki kecerdasan sosial pada kategori cukup, kecuali pada anak sulung (60,6%) yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi.

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa urutan kelahiran berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa anak sulung memiliki kecerdasan sosial yang lebih tinggi. Hasil lainnya juga menunjukkan bahwa jumlah teman sebaya di kelas, di asrama, dan di tempat lain berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah teman sebaya di kelas, di asrama, maupun di tempat lain maka akan semakin tinggi kecerdasan sosial mahasiswi. Selain itu kualitas hubungan teman sebaya berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas teman sebaya maka akan semakin tinggi pula kecerdasan sosial responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswi memiliki kecerdasan sosial dan kualitas pertemanan teman sebaya dengan kategori cukup. Disarankan bagi para mahasiswi untuk lebih meningkatkan lagi hubungan atau interaksi dengan teman sebayanya baik di kelas, di asrama, maupun di tempat lain. Selain itu ada baiknya mahasiswi lebih terbuka dan bersosialisasi dengan lingkungan yang lebih heterogen, agar keterampilan sosial bisa terus diasah. Terdapat hubungan antara kecerdasan sosial dengan jumlah teman sebaya di asrama. Disarankan kepada pihak asrama perlu mengoptimalkan kembali kegiatan-kegiatan yang sudah ada di asrama agar banyak mahasiswi ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut. Strategi koping antara anak sulung berbeda dengan anak tengah. Saran kepada orang tua agar setiap anak diberikan tanggung jawab, perhatian dan dukungan yang sama tanpa membedakan urutan kelahiran, serta memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk berkembang dan mengatasi masalahnya sendiri tanpa rasa cemas yang berlebihan.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruh karya tulis ini

(10)
(11)

HUBUNGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA, STRATEGI KOPING, DAN

URUTAN KELAHIRAN DENGAN KECERDASAN SOSIAL

PADA MAHASISWI TPB-IPB

AMANIA FARAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Judul Skripsi : Hubungan Kelompok Teman Sebaya, Strategi Koping, dan Urutan Kelahiran dengan Kecerdasan Sosial pada Mahasiswi TPB-IPB

Nama : Amania Farah

NRP : I24080074

Disetujui,

Diketahui,

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

Tanggal Lulus :

Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S. Dosen Pembimbing I

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta pertolongan-Nya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Kelompok Teman Sebaya, Strategi Koping, dan Urutan Kelahiran dengan Kecerdasan Sosial pada Mahasiswi TPB-IPB” ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW serta para sahabat dan para tabi’in yang mulia. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan sehingga penulis mendapatkan kesempatan untuk hidup dalam naungan-Nya.

2. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S. dan Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, doa, dan arahan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik. 4. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si. selaku dosen pemandu seminar. 5. Ir. Retnaningsih, M.S. dan Alfiasari, S.P., M.Si. selaku dosen penguji. 6. Keluarga tercinta Bapak Warsiman, Ibu Rusmiati, Mba Ruli, Mba Pebri,

dan Bang Iwan atas doa dan dukungannya yang tidak pernah berhenti. 7. Teman seperjuangan; RR. Dewi Suci, Fasih, Ifah, Winda, Iin, Neng, Yuris,

Kiki, Yayang, Intan, Fida, Dita, Dela, dan semua teman-teman IKK 45. 8. Sahabat di Citra Islamic 1: mba Nurina, mba Vivi, Niken, Fitri, mba Ratih,

Ica, Jalimas, mba Enung, mba Ana, mba Dini; di RC Badoneng: Bhekti, Fitri, Ega. yang selalu menyemangati dan mendoakan

9. Para pejuang Forsia dan FEMA; Rida, Yusti, Rahmi, Dian, Salsa, Aisyah, alm mba Ulfah, Nisrina, Armina, Ilma, Asep, Anom, dan Alna.

10. Mahasiswa TPB 48 atas bantuannya dalam pengumpulan data.

11. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan, dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Bogor, Januari 2013

(16)
(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Kecerdasan Sosial ... 7

Strategi Koping ... 9

Teman Sebaya ... 11

Urutan Kelahiran ... 13

Hasil Penelitian Terdahulu ... 15

KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

METODE PENELITIAN ... 19

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ... 19

Jumlah dan Cara Pengambilan Responden ... 19

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 20

Pengolahan dan Analisis Data ... 22

Definisi Operasional ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 25

Karakteristik Responden ... 26

Karakteristik Keluarga ... 27

Karakteristik Kelompok Teman Sebaya ... 30

Pola Hubungan Pertemanan dengan Kelompok Teman Sebaya .... 32

Kualitas Hubungan Pertemanan Responden dengan Teman Sebaya 34 Strategi Koping ... 35

Kesadaran Sosial ... 38

Fasilitas Sosial ... 40

Kecerdasan Sosial ... 41

(18)

Pembahasan Umum ... 43

SIMPULAN DAN SARAN ... 47

Simpulan ... 47

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian ... 16 2 Jenis data, peubah, responden, alat dan cara pengukuran, skala

data, jumlah item pertanyaan, dan cronbach alpha(α) ... 21 3 Sebaran responden berdasarkan usia, urutan kelahiran, rata-rata,

dan standar deviasi usia responden ... 26 4 Sebaran responden berdasarkan asal daerah dan urutan

kelahiran ... 27 5 Sebaran responden berdasarkan besar keluarga, urutan

kelahiran, rata-rata dan standar deviasi responden ... 27 6 Sebaran responden berdasarkan kategori usia ayah, urutan

kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi responden ... 28 7 Sebaran responden berdasarkan kategori usia ibu, urutan

kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi responden ... 28 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan orang tua

menurut urutan kelahiran ... 29 9 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan orang tua dan urutan

kelahiran ... 29 10 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan orang tua

dan urutan kelahiran ... 30 11 Sebaran responden berdasarkan kategori jumlah teman sebaya

dan urutan kelahiran ... 31 12 Sebaran responden berdasarkan usia teman sebaya menurut

lokasi pertemanan dan urutan kelahiran ... 32 13 Sebaran responden berdasarkan frekuensi pertemuan teman

sebaya menurut lokasi pertemanan dan urutan kelahiran ... 33 14 Sebaran responden berdasarkan lama usia pertemanan menurut

lokasi pertemanan dan urutan kelahiran ... 33 15 Sebaran jawaban kualitas hubungan teman sebaya ... 34 16 Sebaran responden berdasarkan kategori kualitas hubungan

pertemanan dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar

deviasi ... 35 17 Sebaran jawaban emotional focused coping ... 36 18 Sebaran responden berdasarkan capaian emosional focused

coping dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi ... 36 19 Sebaran jawaban problem focused coping ... 37 20 Sebaran responden berdasarkan capaian problem focused coping

(20)

21 Sebaran responden berdasarkan capaian strategi koping dengan

urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi ... 38 22 Sebaran jawaban kesadaran sosial ... 39 23 Sebaran responden berdasarkan capaian kesadaran sosial

dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi ... 40 24 Jawaban sebaran jawaban fasilitas sosial ... 40 25 Sebaran responden berdasarkan capaian fasilitas sosial dengan

urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi ... 41 26 Sebaran responden berdasarkan capaian kecerdasan sosial

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka Pemikiran ... 18 2 Teknik Pengambilan responden ... 20

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan

responden mengenai kualitas pertemanan dengan urutan

kelahiran ... 55 2. Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan

responden mengenai emotional focused coping dengan urutan

kelahiran ... 56 3. Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan

responden mengenai problem focused coping dengan urutan

kelahiran ... 57 4. Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan

responden mengenai kesadaran sosial dengan urutan kelahiran 58 5. Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan

responden mengenai fasilitas sosial dengan urutan kelahiran ... 59 6. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ... 60 7. Hasil uji post-hoc besar keluarga dengan urutan kelahiran ... 60 8. Hasil uji post-hoc jumlah teman sebaya di tempat lain dengan

urutan kelahiran ... 60 9. Hasil uji post-hoc problem focused coping dengan urutan

kelahiran ... 60 10. Hasil uji post-hoc strategi koping total dengan urutan kelahiran .. 60 11. Hasil uji post-hoc fasilitas sosial dengan urutan kelahiran ... 61 12. Hasil Uji Korelasi Pearson karakteristik responden dan keluarga

dengan kecerdasan sosial ... 62 13. Hasil Uji Korelasi Pearson Pola Hubungan Teman Sebaya,

Kualitas Pertemanan, dan Kecerdasan Sosial ... 63 14. Hasil Uji Korelasi Pearson Strategi Koping dan Kecerdasan

(22)
(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendidikan berperan memperluas wawasan dan meningkatkan rasionalitas seseorang. Pendidikan juga dapat menambah pengetahuan yang bisa diimplementasikan dalam pembangunan suatu negara dan menciptakan berbagai pembaharuan bagi kemajuan bangsa. Menyadari pentingnya peran pendidikan, maka banyak orang yang berusaha keras untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik, hingga ke jenjang perguruan tinggi. Sementar itu jumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) hanya ada sekitar 2,7 persen jika dibandingkan dengan keseluruhan perguruan tinggi yang ada di Indonesia (Dalle 2012).

Jumlah PTN yang terbatas menyebabkan banyak siswa lulusan SMA daerah yang merantau ke daerah lain demi mendapatkan pendidikan yang lebih layak. Dunia mahasiswa dan lingkungan di kampus menjadi lebih majemuk dibandingkan lingkungan di SMA terdahulu. Membentuk interaksi yang baik dengan teman asrama maupun teman sekelas yang sebagian besar merupakan teman baru tidaklah mudah. Perbedaan budaya asal daerah yang dibawa oleh masing-masing mahasiswa merupakan salah satu faktor sulitnya mahasiswa untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Hal ini juga yang melatarbelakangi dibentuknya asrama bagi mahasiswa baru tingkat satu yang biasa disebut dengan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor (IPB).

(24)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hernawati (2006) kepada mahasiswa TPB-IPB di tahun 2005 menunjukkan bahwa 62,7 persen mahasiswa TPB-IPB memiliki tingkat stress yang tinggi. Beberapa hal yang menjadi sumber permasalahan bagi mahasiswi TPB-IPB antara lain belum pernah mengalami indekos sebelumnya, terlalu banyaknya teman sekamar, kesulitan beradaptasi dengan lingkungan, masalah pribadi, kesulitan berteman, memahami materi kuliah, masalah kesehatan, homesick (rindu keluarga), dan masalah keuangan.

Adanya permasalahan pada interaksi dengan lingkungan sekitarnya, membuat mahasiswi melakukan strategi koping. Istilah strategi koping memiliki pengertian sebagai cara yang dilakukan untuk mengubah situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi (Rasmun 2004). Untuk mengurangi permasalahan tersebut diperlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan. Kecerdasan sosial berhubungan dengan penyesuaian diri mahasiswi dengan lingkungan sosialnya. Mahasiswi yang melakukan koping efektif akan dapat beradaptasi dengan baik dan bisa diterima oleh lingkungan sosialnya, sebaliknya koping yang tidak efektif, akan menghasilkan suatu perilaku yang maladaptif, yakni perilaku yang menyimpang dari keadaan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan strategi koping adalah karakteristik dari individu. Self efficacy yang dimiliki seorang remaja dapat membantu menangani stres yang sedang dialami, namun survey dari American Association of University Women menunjukkan bahwa perempuan mengalami penurunan kepercayaan diri yang besar dan signifikan daripada apa yang dialami oleh laki-laki (Santrock 2007). Sedangkan kepercayaan diri merupakan modal yang penting untuk dapat berinteraksi dengan orang lain. Hal inilah yang mendasari penelitian ini untuk fokus pada mahasiswi.

(25)

3

dipikulnya (Hurlock 1997). Gunarsa dan Gunarsa (2003) menyebutkan anak tengah lebih mudah bergaul, karena tidak hidup dengan kecemasan orang tua yang berlebihan. Sedangkan anak bungsu terlihat mengalami kesulitan karena orang tua terlalu khawatir akan pengaruh lingkungan luar terhadap anaknya. Perbedaan karakteristik dari tiap urutan kelahiran ini memengaruhi interaksi seseorang dengan lingkungan sosialnya.

Kelompok teman sebaya, strategi koping yang dilakukan, dan urutan kelahiran diduga berhubungan dengan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan kecerdasan yang mencakup interaksi dengan orang lain juga berkenaan dengan sosialisasi atau keterampilan interpersonal. Unsur-unsur kecerdasan sosial menurut Goleman (2007) dikelompokkan ke dalam dua kategori besar, yakni kesadaran sosial (apa yang kita rasakan tentang orang lain) dan fasilitas sosial (apa yang selanjutnya dilakukan dengan kesadaran tersebut). Melihat gambaran di atas, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara kelompok teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran dengan kecerdasan sosial pada mahasiswi TPB-IPB.

Perumusan Masalah

Program pembinaan di asrama TPB-IPB secara tidak langsung dapat meningkatkan kecerdasan sosial. Namun pada kenyataannya, Hernawati (2006) mengungkapkan salah satu masalah yang dihadapi mahasiswa adalah kesulitan beradaptasi dengan lingkungan dan kesulitan berteman. Brofenbrenner dalam Puspitawati (2009) menyatakan bahwa proses sosisalisasi anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan mikrosistem. Lingkungan mikrosistem adalah lingkungan dimana anak dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan yang ada di sekitarnya seperti keluarga, sekolah, teman sebaya, media, dan tetangga. Ketika remaja berada pada kondisi jauh dari orang tua, teman sebaya merupakan lingkungan mikrosistem yang berinteraksi langsung dengan remaja.

Kesenjangan yang terjadi timbul akibat perbedaan karakteristik dari masing-masing individu. Setiap individu memiliki strategi koping sendiri untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan strategi koping adalah karakteristik dari individu. Berdasarkan survey dari American Association of University Women

(26)

berinteraksi dengan orang lain. Hal inilah yang mendasari penelitian ini untuk fokus pada mahasiswi. Urutan kelahiran dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak selanjutnya. Posisi urutan kelahiran juga dapat memengaruhi kepribadian dan pola perilaku seseorang, serta memengaruhi individu tentang peran yang harus dilakukannya, khususnya peran dalam lingkungan sosialnya(Hurlock 1997).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan:

1. Bagaimana karakteristik responden dan keluarga, karakteristik lingkungan kelompok teman sebaya, strategi koping, dan kecerdasan sosial mahasiswi TPB-IPB?

2. Bagaimana hubungan antara urutan kelahiran, kelompok teman sebaya, dan strategi koping dengan kecerdasan sosial pada mahasiswi TPB-IPB?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kelompok teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran dengan kecerdasan sosial pada mahasiswi TPB-IPB.

.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswi dan keluarga mahasiswi. 2. Mengidentifikasi karakteristik kelompok teman sebaya dan kualitas

hubungan pertemanan dengan teman sebaya pada mahasiswi. 3. Mengidentifikasi strategi koping mahasiswi.

4. Mengidentifikasi kecerdasan sosial mahasiswi.

5. Menganalisis hubungan antara kelompok teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran dengan kecerdasan sosial.

Manfaat Penelitian

(27)

5

Bagi pihak Badan Pengelola Asrama (BPA) hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kelompok teman sebaya, strategi koping dan urutan kelahiran dengan kecerdasan sosial pada mahasiswi TPB-IPB. Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dan aturan yang terkait dengan pelayanan jasa di asrama.

(28)
(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Kecerdasan Sosial

Salah satu tugas perkembangan remaja adalah penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi menuju kedewasaan, remaja harus membuat penyesuaian baru. Bagian terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock 1997).

Sekolah dan pendidikan tinggi menekankan pada konsep perkembangan keterampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan sosial. Namun, hanya sedikit remaja yang menggunakan kedua konsep ini dalam situasi praktis. Kesempatan remaja untuk menguasai konsep demikian biasanya hanya bisa dipraktekkan oleh remaja yang aktif dalam berbagai aktivitas ekstra kurikuler dibandingkan remaja yang tidak aktif, entah karena harus bekerja sepulang sekolah atau karena tidak diterima oleh teman-temannya (Hurlock 1997).

Manusia sebagai makhluk sosial, membutuhkan orang lain dalam kehidupan sehari-hari, maka hubungan antara sesama manusia dalam konteks hubungan sosial tidak dapat dihindari. Menurut Goleman (2007), kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana interaksi terhadap situasi sosial yang bebeda.

Goleman (2007) menyebutkan bahwa terdapat dua unsur kecerdasan sosial, yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaaan batiniah seseorang sampai memahami perasaan dan pikirannya. Kemampuan kesadaran sosial meliputi:

 Empati dasar, yaitu berhubungan dengan perasaan dengan orang lain dan merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal.

 Penyelarasan, yaitu kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh reseptivitas, menyelaraskan diri pada seseorang.

 Ketepatan empatik, yaitu kemampuan untuk memahami pikiran, perasaan, dan maksud orang lain.

(30)

Sementara itu, fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasilitas sosial meliputi:

 Sinkroni, yaitu kemampuan yang ditunjukkan seseorang dalam berinteraksi secara mulus pada tingkat nonverbal.

 Presentasi diri, yaitu berhubungan dengan cara seseorang mempresentasikan diri sendiri secara efektif.

 Pengaruh. Pengaruh seseorang akan membentuk hasil interaksi sosial.

 Kepedulian, yaitu berhubungan dengan kemampuan untuk peduli akan kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal itu. Pendapat lain tentang kecerdasan sosial dinyatakan oleh Albrecht (2006). Secara garis besar, Albrecht menyebut adanya lima elemen kunci yang bisa mengasah kecerdasan sosial kita, yang disingkat menjadi kata SPACE. Kata S merujuk pada kata situational awareness atau kesadaran situasional. Makna dari kesadaran ini adalah sebuah kehendak untuk bisa memahami dan peka akan kebutuhan serta hak orang lain.

Elemen yang kedua adalah presense (atau kemampuan membawa diri). Bagaimana etika penampilan, tutur kata dan sapa yang digunakan, gerak tubuh ketika bicara dan mendengarkan adalah sejumlah aspek yang tercakup dalam elemen ini. Elemen yang ketiga adalah authenticity (autensitas) atau sinyal dari perilaku yang akan membuat orang lain menilai kita sebagai orang yang layak dipercaya (trusted), jujur, terbuka, dan mampu menghadirkan ketulusan.

Elemen yang keempat adalah clarity (kejelasan). Aspek ini menjelaskan sejauh mana bekal kemampuan seseorang untuk menyampaikan gagasan dan ide secara menyenangkan dan persuasif sehingga orang lain bisa menerimanya dengan tangan terbuka. Seringkali seseorang memiliki gagasan yang baik, namun gagal mengkomunikasikannya secara menarik sehingga orang lain tidak berhasil diyakinkannya. Kecerdasan sosial yang produktif memang hanya akan bisa dibangun dengan baik bila seseorang itu mampu mengartikulasikan segenap pemikirannya dengan penuh kejernihan dan kebeningan.

(31)

9

jalinan relasi yang kuat jika dibekali dengan rasa empati yang kuat pula terhadap sesama rekannya.

Strategi Koping

Sebuah strategi koping (penanggulangan) diperlukan dalam mengatasi stres, terlepas apakah masalah tersebut besar ataupun kecil. Istilah strategi koping memiliki pengertian sebagai cara yang dilakukan untuk mengubah situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi (Rasmun 2004). National Safety Council (1994) menyatakan bahwa ada berbagai macam koping yang bisa dilakukan, tapi tidak semua bisa jadi koping yang efektif. Definisi koping yang efektif adalah suatu proses mental untuk mengatasi tuntutan yang dianggap sebagai tantangan terhadap sifat yang terdapat pada diri seseorang.

Strategi koping yang berhasil mengatasi stres harus memiliki empat komponen pokok di bawah ini:

1. Peningkatan kesadaran terhadap masalah: Fokus obyektif jelas dan perspektif yang utuh terhadap situasi yang sedang berlangsung.

2. Pengolahan informasi: Suatu pendekatan pengalihan persepsi agar ancaman dapat diredam. Pengolahan informasi meliputi pengumpulan informasi dan pengelolaan sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah.

3. Pengubahan perilaku: Tindakan yang dipilih secara sadar, dilakukan bersama sikap positif yang dapat meringankan, meminimalkan, atau menghilangkan stressor (sumber stres).

4. Resolusi damai: Suatu perasaan atau kepuasan bahwa situasi stres telah berhasil diatasi.

(32)

mengurangi tuntutan situasi yang dapat menimbulkan stres. Tujuan dari koping ini adalah menghadapi tuntutan dengan sadar, realistis, objektif serta rasional. Jenis dari koping ini antara lain koping konfrontasi, isolasi, dan kompromi. Santrock (2007) mencontohkan, bila ada mahasiswa yang memiliki masalah dengan salah satu mata kuliah, maka koping yang dilakukan adalah dengan mendatangi pusat keterampilan belajar di kampus dan mengikuti salah satu program pelatihan untuk mempelajari bagaimana cara belajar yang lebih efektif. Mahasiswa tersebut telah menghadapi masalah dan mencoba untuk melakukan sesuatu untuk mengatasinya.

Koping yang berpusat pada emosi (Emotional Focused Form Coping Mechanism) adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres di mana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif (bersikap bertahan). Pada penanganan stres yang berfokus pada emosi, seorang remaja bisa saja menghindari sesuatu, merasionalisasi apa yang telah terjadi padanya, menyangkal bahwa hal itu tengah terjadi, atau menertawakannya (Santrock 2007). Stuart & Sundeen dalam Hernawati (2005) menyatakan bahwa koping yang berpusat pada emosi (Emotional Focused Form Coping Mechanism) mengarah pada usaha untuk mereduksi atau toleransi stres subjective (somatis, motorik, atau efektif) dari stres emosional yang muncul akibat lingkungan yang menyulitkan. Fungsi koping ini adalah untuk membuat suatu kenyamanan. Jenis dari mekanisme koping ini antara lain: penolakan, rasionalisasi, kompensasi, represi, regresi, sublimasi, identifikasi, proyeksi, konversi, mengalihkan beban, dan reaksi formasi.

(33)

11

emosi dan penggunaan mekanisme pertahanan, terutama untuk menangani stres dalam jangka waktu yang panjang.

Strategi penanganan stres juga dapat digolongkan menjadi mendekat (approach) dan menghindar (avoidance). Strategi mendekati (approach strategy) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung. Strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stres (Santrock 2007).

Adanya dukungan dari orang lain, terutama keluarga dan teman secara konsisten merupakan pertahanan yang baik dalam menghadapi stres pada remaja. Selain itu pola pikir dan kepribadian remaja dapat mempengaruhi remaja dalam menghadapi stres. Satu hal yang penting dalam menangani stres yang efektif adalah bahwa remaja dapat menggunakan lebih dari satu strategi untuk membantu dalam menghadapi stres (Santrock 2007)

Beberapa tanda bahaya yang umum dari ketidakmampuan penyesuaian diri remaja menurut Hurlock (1997):

 Tidak memiliki tanggung jawab, dapat terlihat dalam perilakunya yang mengabaikan akademiknya, misalkan untuk bersenang-senang

 Sikap yang agresif dan sangat yakin pada diri sendiri

 Perasaan tidak aman, menyebabkan remaja mengikuti standar-standar dari kelompok

 Merasa ingin pulang apabila berada jauh dari lingkungan yang dikenal

 Perasaan menyerah

 Terlalu banyak berkhayal sebagai akibat dari ketidakpuasan yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari

 Mundur kembali ke tingkat perilaku sebelumnya agar disenangi dan diperhatikan

Teman Sebaya

(34)

menjadi masalah yang cukup pelik, baik mengenai percintaan, kesulitan penyesuaian diri dan keterlibatan terhadap pengaruh kelompok pergaulan yang bisa bersifat negatif (Gunarsa dan Gunarsa 2003).

Kelompok teman sebaya (peer group) adalah sekelompok anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau kedewasaan yang sama (Santrock 2007). Salah satu fungsi utama dari kelompok teman sebaya adalah untuk saling berbagi informasi mengenai lingkungan di luar rumah remaja. Beberapa ahli teori menyatakan bahwa budaya teman sebaya turut memengaruhi individu untuk mengabaikan nilai-nilai dan kontrol dari orang tua. Menurut Hightower dalam Santrock (2007) hubungan teman sebaya yang harmonis pada masa remaja berhubungan dengan kesehatan mental yang positif pada usia pertengahan.

Pemuda yang populer biasanya lebih bisa menjalin komunikasi yang baik, mampu menarik perhatian teman-temannya dan bisa tetap mempertahankan percakapan dengan teman sebayanya dibandingkan dengan pemuda yang tidak populer (Kennedy dalam Santrock 2007). Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai suatu kelompok, maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga.

Menurut Hurlock (1997) para remaja tidak lagi memilih teman berdasarkan kemudahannya entah di sekolah maupun di lingkungan terdekatnya. Selain itu persamaan pada kegemaran di dalam suatu kegiatan tidak lagi menjadi faktor yang penting bagi remaja. Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa karena adanya perubahan nilai, maka teman masa kanak-kanak belum tentu menjadi teman dalam masa remaja. Remaja lebih menginginkan teman yang memiliki minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti, yang bisa memberikan rasa nyaman, dan dapat dipercaya. Remaja juga biasanya lebih memilih berbicara kepada teman sebaya daripada kepada orang tua untuk beberapa hal tertentu.

(35)

13

gengsi dalam kelompoknya. Beberapa unsur yang umum dari sindorma penerimaan menurut Hurlock (1997) antara lain:

 Kesan pertama yang menyenangkan akibat dari penampilan yang menarik, sikap yang tenang, dan gembira.

 Reputasi sebagai orang yang menyenangkan

 Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman sebaya

 Perilaku sosial yang ditandai dengan kerjasama, tanggung jawab, cerdas, bijaksana, sopan

 Matang, terutama dalam pengendalian emosi

 Sifat kepribadian yang baik

 Status sosial ekonomi yang sama

 Tempat tinggal yang dekat dengan kelompok sehingga dapat mempermudah hubungan dan partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok

Pengelompokkan sosial remaja menurut Hurlock (1997):

1. Teman dekat. Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau sahabat karib yang mempunyai minat dan kemampuan setara. Biasanya saling mempengaruhi satu sama lain meskipun terkadang juga bertengkar.

2. Kelompok kecil. Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman-teman dekat.

3. Kelompok besar. Penyesuaian minat berkurang di antara anggota-anggotanya sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar.

4. Kelompok yang terorganisasi. Kelompok yang dibina oleh orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan sosial remaja yang tidak memiliki kelompok besar.

5. Kelompok geng. Remaja yang tidak termasuk ke dalam kelompok besar atau klik dan yang merasa tidak puas dengan kelompok yang terorganisir.

Urutan Kelahiran

(36)

dalam keluarga dan hubungan antar anggota keluarga terbentuk pola penyesuaian sebagai dasar bagi hubungan sosial dan interaksi yang lebih luas lagi.

Anak sulung memiliki karakteristik yang bertanggung jawab lebih daripada adik-adiknya. Oleh karena itu biasanya anak sulung berperilaku secara lebih matang karena berhubungan dengan orang dewasa dan karena tanggung jawab yang dipikulnya (Hurlock 1997). Gunarsa (2003) menyebutkan anak sulung lebih terlihat mengalami kesulitan karena orang tua terlalu khawatir melihat lingkungan luar dapat mempengaruhi anaknya. Ketika anak ini memiliki adik baru, sikap yang akan ditunjukkan bisa berbeda. Mungkin dengan menarik perhatian secara berlebihan ataupun bersikap sebagai seorang kakak yang baik, tergantung dari penyikapan orang tua dan keluarga dalam menghadapi adaptasi dalam keluarga, dalam hal ini anak-anaknya.

Anak tengah mencari persahabatan dengan teman sebaya di luar rumah yang mengakibatkan penyesuaian sosial yang baik (Hurlock 1997). Anak kedua atau anak tengah lebih mudah bergaul, karena tidak hidup dengan kecemasan orang tua yang berlebihan. Dalam menghadapi lingkungan yang masih asing baginya, biasanya anak kedua juga lebih berani menghadapinya. Ketika adiknya lahir, dia juga harus belajar menyesuaikan diri terhadap keadaan yang baru ini. Bila dibandingkan dengan saudaranya yang lain, anak tengah merasa kurang diperhatikan dan bebas dari tekanan oleh adanya kakak yang baik dan adik yang manja (Gunarsa & Gunarsa 2003).

(37)

15

Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai hubungan teman sebaya, urutan kelahiran, dan strategi koping dengan kecerdasan sosial remaja cukup banyak dilakukan, namun penelitian yang fokus kepada urutan kelahiran masih terhitung sedikit. Kecerdasan sosial yang berhubungan dengan kualitas dan jumlah teman sebaya sejalan dengan penelitian Ghozaly (2011) yang menyatakan bahwa semakin tinggi capaian kualitas teman sebaya dan jumlah teman sebaya baik di kelas, asrama, dan di tempat lain, maka akan semakin tinggi pula keterampilan sosial. Uji regresi linear berganda juga menyatakan bahwa kualitas teman sebaya berpengaruh terhadap keterampilan sosial remaja.

Noviasari (2002) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kematangan emosional remaja pada anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Anak sulung memiliki tingkat kematangan emosional lebih tinggi daripada anak bungsu dan anak tengah. Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Lailiyah (2010) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan motivasi berprestasi antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu.

Penelitian mengenai strategi koping dan kecerdasan emosional yang dilakukan oleh Sa’adah (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan strategi koping, antara lain kecerdasan emosional yang tinggi cenderung memiliki hubungan dengan strategi

emotional focused coping tinggi, sementara pada kecerdasan emosional sedang memiliki hubungan dengan problem focused coping sedang, dan kecerdasan emosional rendah cenderung memiliki hubungan dengan emotional focused coping rendah. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Moradi et al.

(2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara strategi koping dengan kecerdasan emosional.

(38)
[image:38.595.56.488.93.781.2]

Tabel 1 Penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian

No Tahun Penulis Judul Hasil

1 2011 Ghozaly LF Pengaruh kelompok teman sebaya dan media massa terhadap keterampilan sosial atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta

Terdapat hubungan yang positif antara usia ibu, jumlah teman sebaya di sekolah, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya, dan pemanfaatan media massa dengan keterampilan sosial

2 2002 Noviasari D Perbedaan kematangan

emosional remaja ditinjau dari status urutan kelahiran dalam keluarga

Terdapat perbedaan yang signifikan pada kematangan emosional remaja pada anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Anak sulung memiliki tingkat kematangan emosional lebih tinggi daripada anak bungsu dan anak tengah

3 2010 Lailiyah U. Studi perbedaan motivasi berprestasi antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu pada siswa MTs. Al-Mu’awanah, Candi -Sidoarjo

Terdapat perbedaan motivasi berprestasi antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu.

4 2008 Sa’adah Hubungan antara kecerdasan emosional dengan strategi koping stress dalam menghadapi kesulitan belajar pada siswa MAN Malang I

Terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan strategi koping

5 2011 Moradi et al. The relationship between coping strategies and emotional intelligence

Terdapat hubungan antara strategi koping dan kecerdasan emosional

6 2009 Kertamuda F &

Herdiansyah H

Pengaruh Strategi Koping terhadap Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru

Terdapat pengaruh strategi koping yang dipilih terhadap penyesuaian diri pada mahasiswa baru.

7 2009 Charles A Perbedaan Jenis Coping Stress Pada Remaja Awal yang Mengalami Konflik Interpersonal dengan

Orang tua

Berdasarkan Urutan Kelahiran

(39)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kecerdasan intelektual tidak sepenuhnya memberikan kontribusi pada kesuksesan seseorang. Salah satu kunci kesuksesan selain kecerdasan intelektual adalah kecerdasan sosial. Salah satu tujuan dibentuknya asrama adalah membentuk mahasiswa yang peka dan mampu beradaptasi dengan lingkungan yang majemuk. Namun sumber permasalahan bagi mahasiswa TPB-IPB salah satunya adalah kesulitan beradaptasi dengan lingkungan terutama lingkungan mikronya seperti teman sebaya. Padahal lingkungan pertemanan merupakan sarana untuk mengemukakan pendapat, pengakuan kelemahan, dan mendapatkan bantuan dari masalah sehingga dapat mengasah keterampilan sosial seseorang.

Adanya permasalahan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, mengharuskan mahasiswi melakukan strategi koping. Strategi koping adalah cara yang dilakukan seseorang untuk mengubah situasi atau menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi. Mahasiswi yang melakukan koping efektif dapat beradaptasi dengan baik dan bisa diterima oleh lingkungan sosialnya. Urutan kelahiran dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak selanjutnya. Lingkungan sosial masing-masing anak tidak akan identik meskipun memiliki orang tua yang sama dan tumbuh dalam keluarga yang memiliki aturan hampir sama. Urutan kelahiran dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak selanjutnya. Posisi urutan kelahiran juga dapat memengaruhi kepribadian dan pola perilaku seseorang, serta memengaruhi individu tentang peran yang harus dilakukannya, khususnya peran dalam lingkungan sosialnya.

(40)
[image:40.595.87.465.82.785.2]

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Karakteristik responden :

 Urutan kelahiran anak

 Usia

 Asal daerah

Karakteristik keluarga responden :

 Besar keluarga

 Usia orang tua

 Pendidikan orang tua

 Pendapatan orang tua

 Pekerjaan orang tua

Teman sebaya :

 Karakteristik

 Jumlah teman sebaya

 Usia teman sebaya

 Pola hubungan :

 Frekuensi pertemuan

 Lama pertemanan

 Kualitas pertemanan

Strategi Koping

Emotional focused coping

Problem focused coping

Kecerdasan Sosial Mahasiswa  Kesadaran sosial

(41)

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional karena data dikumpulkan dan diteliti pada satu waktu dan tidak berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data.

Penelitian ini dilaksanakan di kampus IPB Darmaga Bogor. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa mahasiswa baru tingkat satu program sarjana IPB diwajibkan tinggal di asrama TPB-IPB dengan masa kepenghunian satu tahun dan mahasiswa tingkat satu masih dalam masa beradaptasi dengan lingkungan baru (kurang dari setahun). Waktu penelitian termasuk pengumpulan data, pengolahan dan analisis data dilakukan selama lima bulan mulai Maret hingga Agustus 2012.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswi TPB-IPB sejumlah 2045 orang. Sampel penelitian dihitung menggunakan formula Slovin (1960) diacu dalam Umar (2003), sebagai berikut:

=

= 95,34 ~ 96 orang

N = populasi penelitian = 2045 orang mahasiswa TPB-IPB (tahun 2011-2012)

n = jumlah sampel penelitian e = margin error (0,1)

(42)
[image:42.595.85.483.110.792.2]

yang memenuhi kriteria dipilih secara acak dari masing-masing urutan kelahiran. Teknik pengambilan contoh disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Teknik Pengambilan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang terstruktur. Data sekunder berupa keadaan umum IPB dan asrama serta jumlah mahasiswi TPB-IPB yang diperoleh dari website Badan Pengelola Asrama (BPA) Institut Pertanian Bogor dan website Direktorat Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor.

Data karakteristik yang diambil mencakup karakteristik responden yang meliputi urutan kelahiran, daerah asal, usia responden; data karakteristik keluarga terdiri dari besar keluarga, usia orang tua, pendidikan orang tua,

Mahasiswi TPB-IPB N=2045

Kelas P01

Kelas P19 Kelas

P09

Kelas S04

Anak Sulung N=59

Anak Bungsu N=42 Anak Tengah

N=43

Dipilih secara acak 6 kelas TPB

Kelas P02 Kelas

P20

Anak Sulung n=33

Anak Bungsu n=33 Anak Tengah

n=33 Kelas TPB

58 Kelas

Cluster berdasarkan urutan kelahiran

(43)

21

pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua; data strategi koping yaitu

emotional focused coping dan problem focused coping; kelompok teman sebaya yang meliputi karakterisik teman sebaya, pola hubungan, dan kualitas pertemanan responden; tingkat kecerdasan sosial yang mencakup kesadaran sosial dan fasilitas sosial yang dimiliki. Variabel yang diukur dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Jenis data, peubah, contoh, alat dan cara pengukuran, skala data, jumlah item pertanyaan, dan cronbach alpha(α)

Jenis

data Variabel

Skala Data

Alat & Cara

Pengukuran Item Pertanyaan

Cronbach Alpha (α)

Primer Karakteristik responden  Urutan kelahiran

responden  Usia  Asal daerah

Ordinal Rasio Nominal Kuesioner 1 item 1 item 1 item -

Primer Karakteristik keluarga  Pendidikan orang tua  Pendapatan orang tua  Usia orang tua  Pekerjaan orang tua  Besar Keluarga

Interval Rasio Rasio Nominal Rasio Kuesioner 1 item 1 item 1 item 1 item 1 item -

Primer Teman sebaya  Karakterisik

 Jumlah Ordinal

Kuesioner (Ghozaly

2011)

3 item Skala :

1) 1-3 orang 2) 4-6 orang 3) 7-9 orang 4) >10 orang 5) tidak ada

-

 Usia Nominal 3 item

Skala :

1) lebih muda 2) seusia 3) lebih tua 4) campuran 5) tidak ada

-

 Pola hubungan

 Frekuensi

pertemuan

Ordinal 3 item

Skala : 1) 1-2 kali

seminggu 2) 3-4 kali

seminggu 3) 5-6 kali

seminggu 4) setiap hari 5) lain-lain

-

 Lama pertemanan Ordinal 3 item

Skala : 1) <6 bulan 2) 6-12 bulan 3) >12 bulan

[image:43.595.102.519.231.764.2]
(44)

Tabel 2 (Lanjutan)

Jenis

data Variabel

Skala Data

Alat & Cara

Pengukuran Item Pertanyaan

Cronbach Alpha (α)

 Kualitas pertemanan Ordinal 16 item

Skala :

1) sangat tidak setuju 2) tidak setuju 3) setuju 4) sangat setuju

0,595 (cukup reliabel)

Primer Koping Strategi

Emotional focused

coping

Problem focused

coping Ordinal Kuesioner (Hernawati 2006) 20 item Skala :

1) sama sekali

tidak membantu 2) sedikit

membantu 3) cukup

membantu 4) banyak

membantu 5) sangat

membantu

0,777 (reliabel)

Primer Kecerdasan sosial

 Kesadaran sosial

 Fasilitas sosial

Ordinal Kuesioner (Wulandari 2009) 43 item Skala :

1) tidak pernah 2) jarang/hampir

tidak pernah 3) pernah 4) sering

0,875 (sangat reliabel)

Pengolahan dan Analisis Data

Instrumen yang telah disusun diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Data yang diperoleh kemudian diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, dan analisis data. Data tersebut kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel dan SPSS for Windows. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis deskriptif dan inferensia. Analisis yang digunakan untuk masing-masing tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik keluarga, karakteristik responden, interaksi dengan teman sebaya, strategi koping dan kecerdasan sosial dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan tabulasi silang. Hal ini bertujuan untuk memberikan makna terhadap data.

[image:44.595.64.488.53.832.2]
(45)

23

maka perlu dicari interval kelasnya dengan menggunakan teknik skoring normatif menurut Slamet (1993):

Keterangan : = Interval kelas

Selanjutnya, kualitas pertemanan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu kategori rendah (skor <33), sedang (skor 33-49), dan tinggi (skor ≥50). Strategi koping total dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu rendah (skor <47), sedang (skor 47-73), dan tinggi (skor ≥74). Emotional focused coping dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu rendah (skor <24), sedang (skor 24-37), dan tinggi (skor ≥37). Problem focused coping dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu rendah (skor <24), sedang (skor 24-37), dan tinggi (skor ≥37).

3. Kecerdasan sosial diukur dalam dua dimensi, yaitu dimensi kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Setelah ditentukan sebarannya, data variabel kecerdasan sosial diubah ke dalam bentuk rasio dengan cara menjumlahkan setiap jawaban hingga mendapatkan skor komposit. Setelah mendapatkan skor setiap variabel, selanjutnya skor dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu rendah, cukup, dan tinggi. Untuk menentukan cut off nya digunakan teknik skoring menurut Khomsan (2002), yaitu rendah (<60%), sedang (60%-80%), dan tinggi (>80%).

4. Uji beda one way ANOVA untuk melihat perbedaan karakteristik responden, karakteristik keluarga, interaksi dengan teman sebaya, strategi koping dan kecerdasan sosial antara urutan kelahiran.

5. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menganalisa hubungan kecerdasan sosial dengan karakteristik keluarga, karakteristik responden, urutan kelahiran, strategi koping, dan kelompok teman sebaya.

Definisi Operasional

Remaja adalah individu yang berusia 18-21 tahun yaitu mahasiswa tingkat pertama di perguruan tinggi.

Responden adalah mahasiswi tingkat pertama Institut Pertanian Bogor.

(46)

Urutan kelahiran adalah kedudukan urutan kelahiran anak berdasarkan jumlah kelahiran dalam keluarga, yakni anak sulung, anak tengah dan anak bungsu.

Anak sulung adalah anak yang lahir dengan urutan pertama dalam jumlah kelahiran dan mempunyai adik.

Anak tengah adalah anak yang memiliki adik dan kakak.

Anak bungsu adalah anak yang lahir dengan urutan terakhir dalam jumlah kelahiran dan mempunyai kakak.

Karakteristik keluarga responden adalah keadaan keluarga yang meliputi besar keluarga, pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, usia orang tua, dan pekerjaan orang tua.

Kelompok teman sebaya adalah sekumpulan remaja dengan tingkat kedewasaan atau rentang usia yang hampir sama dan memiliki keterikatan secara emosional di antara para anggotanya.

Strategi koping adalah cara yang dilakukan individu untuk mengatasi situasi atau masalah yang sedang dihadapi, mencakup emotional focused coping

dan problem focused coping.

Emotional focused coping adalah strategi koping yang berpusat pada emosi.

Problem focused coping adalah strategi koping yang berpusat pada masalah.

Kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana interaksi terhadap situasi sosial yang berbeda, terdiri dari kesadaran sosial dan fasilitas sosial.

Kesadaran sosial adalah perasaan yang dirasakan seorang individu terhadap orang lain.

(47)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Program Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB)-IPB merupakan suatu unit yang bertugas melaksanakan dan mengkoordinasikan proses belajar mengajar bagi mahasiswa baru IPB selama tahun pertama. Program TPB-IPB dibentuk pada tahun 1973 sebagai wujud kepedulian IPB terhadap pembangunan bangsa yang dilakukan melalui penerimaan mahasiswa baru dengan undangan ke sekolah menengah di seluruh pelosok tanah air. Tahun 2001, para mahasiswa mulai diwajibkan untuk menetap di asrama TPB-IPB selama tahun pertama perkuliahan. Di dalam satu kamar asrama TPB-IPB dihuni oleh empat orang mahasiswa dengan fasilitas empat tempat tidur susun, meja belajar, rak handuk, gantungan pakaian, dan lemari. Berdekatan dengan asrama tersedia kantin, cafeteria, rumah makan, wartel, rental komputer, apotek dan toko untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Asrama tidak sekedar untuk tempat tinggal, tetapi yang lebih penting adalah merupakan wahana program pembinaan akademik dan multibudaya. Program ini dimaksudkan untuk mempermudah mahasiswa beradaptasi dengan kehidupan kampus, dunia kemahasiswaan dan mengasah kemampuan soft skill, seperti dalam berkomunikasi, berorgansiasi, dan memahami kemajemukan. Untuk tujuan itu, maka Asrama TPB-IPB dilengkapi dengan organisasi pembinaan yang disebut Badan Pengelola Program Akademik, Multi Budaya dan Asrama TPB-IPB, yang di dalamnya terdapat Kepala Asrama, Manajer Unit dan Kakak Asrama. Kakak Asrama (Senior Residence) adalah kakak kelas yang tinggal di Asrama TPB-IPB untuk membantu mahasiswa menghadapi masalah-masalah akademik dan non-akademik.

Selain pendampingan terhadap mahasiswa baru dengan pendekatan program dan kepengurusan Asrama TPB-IPB, di IPB juga tersedia Tim Bimbingan Konseling (BK), yang terdiri dari dosen-dosen senior IPB. Para mahasiswa dapat berkonsultasi segala urusan dengan Tim BK ini. Kegiatan-kegiatan yang rutin dilaksanakan antara lain pengajian lorong, makan bersama,

(48)

sulit dicari padanannya. Saling tolong-menolong dalam suka dan duka, secara tidak langsung sangat membantu dalam memperlancar studi. Umumnya, suasana emosional untuk saling membantu, terus dibawa setelah keluar dari Asrama TPB-IPB. Selain itu kegiatan terbesar yang dilaksanakan tiap tahun adalah LFAD (Let’s Fight Against Drug) dan diselenggarakan untuk semua mahasiswa TPB-IPB yang bertujuan untuk mengingatkan mahasiswa akan bahaya narkoba.

Karakteristik Responden

Usia Responden

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (1997) menyatakan beberapa ciri masa remaja antara lain, masa remaja sebagai periode yang penting, periode peralihan, periode perubahan, sebagai masa mencari identitas, masa yang tidak realistik, dan ambang masa dewasa. Para ahli psikologi pada umumnya membagi masa remaja menjadi beberapa fase seperti diungkapkan oleh Monks et al. (1998) yaitu fase remaja awal (usia antara 12-15 tahun), fase remaja pertengahan (usia antara 15-18 tahun) dan fase remaja akhir (usia antara 18-21 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (54,5%) usia responden adalah 19 tahun yang terkategori pada fase remaja akhir, baik anak sulung (57,6%), anak tengah (51,5%), dan anak bungsu (54,5%). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan usia responden pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05).

Tabel 3 Sebaran responden berdasarkan usia, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi usia responden

Usia

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n %

17 tahun 2 6,1 1 3,0 3 9,1 6 6,1

18 tahun 11 33,3 13 39,4 12 36,4 36 36,4 19 tahun 19 57,6 17 51,5 18 54,5 54 54,5

20 tahun 1 3,0 2 6,1 0 0 3 3,0

Total 33 100 33 100 33 100 99 100

Rata-rata±SD 18,6±0,7 18,6±0,7 18,4±0,7 18,5±0,7

p-value 0,6

Asal Daerah

(49)

27

menentukan penyesuaian diri mahasiswi karena jarak dan akses dari asrama ke rumah setiap mahasiswi berbeda-beda. Asal daerah responden cukup bervariasi, namun dalam penelitian ini hanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu responden yang berasal dari Jabodetabek dan luar Jabodetabek. Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase terbesar responden (48,5%) yang berasal dari Jabodetabek adalah anak sulung, sedangkan yang berasal dari luar Jabodetabek adalah anak tengah (78,8%). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2003) anak kedua atau anak tengah biasanya tidak hidup dengan kecemasan orang tua yang berlebihan. Hal ini mungkin yang menyebabkan anak tengah memiliki persentase terbesar responden yang berasal dari luar Jabodetabek karena orang tua lebih memberikan kebebasan kepada anak tengah sehingga lebih banyak anak tengah yang diberikan kesempatan untuk kuliah di tempat yang agak jauh.

Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan asal daerah dan urutan kelahiran

Asal

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n %

Jabodetabek 16 48,5 7 21,2 14 42,4 37 37,4 Luar Jabodetabek 17 51,5 26 78,8 19 57,6 62 62,6

Total 33 100 33 100 33 100 99 100

Karakteristik Keluarga

Besar Keluarga

Menurut Guhardja et al. (1992), keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan melalui darah, pernikahan atau adopsi. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Menurut BKKBN (1997) besar keluarga dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar.

Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan besar keluarga, urutan kelahiran, rata-rata dan standar deviasi responden

Besar Keluarga

Urutan kelahiran

Total Sulung (S) Tengah (T) Bungsu (B)

n % n % n % n %

Keluarga kecil (≤ 4 orang) 16 48,5 1 3,0 15 45,4 32 32,3 Keluarga sedang (5-7 orang) 16 48,5 25 75,8 15 45,4 56 56,6 Keluarga besar (>7 orang) 1 3,0 7 21,2 3 9,1 11 11,1

Total 33 100 33 100 33 100 99 100

Rata-rata ± SD 4,9±1,1 6,6±1,5 5,1±1,7 5,54±1,64

(50)

Berdasarkan Tabel 5, besar keluarga responden berkisar antara 4 sampai 11 orang. Lebih dari setengah responden (56,6 %) berasal dari keluarga sedang dan sebagian kecil lainnya adalah keluarga besar. Hasil uji lanjut posthoc pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa perbedaan secara nyata terlihat pada besar keluarga anak tengah yang lebih tinggi dibandingkan besar keluarga anak sulung dan anak bungsu.

Usia Orang Tua

Pembagian masa dewasa biasanya menunjuk pada perubahan-perubahan fisik dan psikologis tertentu. Pembagian masa dewasa menurut Hurlock (1997) dibagi menjadi tiga kategori, yaitu masa dewasa dini (18-40 tahun), dewasa madya (41-60), dan dewasa lanjut atau lanjut usia (60 tahun ke atas), namun pembagian ini tidak mutlak dan tidak ketat.

Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan kategori usia ayah, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi responden

Usia Ayah

Urutan Kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Dewasa dini (18-40 tahun) 1 3,0 1 3,0 0 0,0 2 2,0 Dewasa madya (41-60 tahun) 29 87,9 29 87,9 27 81,8 85 85,9 Dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun) 1 3,0 1 3,0 4 12,1 6 6,1

Total *) 31 100 31 100 31 100 99 100

Rata-rata±SD 45±12,5 49,1±10,3 51,0±14,1 48,4±12,5

p-value 0,137

Keterangan : *Anak sulung, tengah dan bungsu dengan ayah yang sudah meninggal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ayah responden (85.9%) dan ibu responden (83.8%) berada pada kategori dewasa madya. Sementara itu sebagian kecil ayah (6,1%) dan ibu responden (1,0%) berusia dewasa akhir. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan usia orang tua pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05).

Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan kategori usia ibu, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi responden

Usia Ibu

Urutan Kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Dewasa dini (18-40 tahun) 10 30,3 1 3,0 1 3,0 12 12,1 Dewasa madya (41-60 tahun) 23 69,7 29 87,9 31 93,9 83 83,8 Dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun) 0 0,0 1 3,0 0 0,0 1 1,0

Total *) 33 100 31 100 32 100 99 100

Rata-rata±SD 43,1±4,5 43,8±12,2 47,7±9,6 44,9±9,5

p-value 0,103

(51)

29

Pendidikan dan Pekerjaan Orang Tua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan orang tua cukup bervariasi. Persentase terbesar pendidikan ayah pada anak tengah (42,4%) dan anak bungsu (42,4%) berada dalam kelompok perguruan tinggi. Pada anak sulung persentase terbesar (51,5%) pendidikan ayah berada pada kelompok Sekolah Mengah Atas (SMA) dan sederajat. Sementara itu, persentase terbesar pendidikan ibu baik pada anak sulung (33,3%), tengah (45,4%), dan bungsu (36,4%) berada pada perguruan tinggi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pendidikan orang tua pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05). Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan orang tua menurut

urutan kelahiran

Pendidikan Ayah Ibu

S (%) T (%) B (%) S (%) T (%) B (%)

Tidak tamat SD 6,1 3,0 0,0 6,1 3,0 3,0

Tamat SD/sederajat 3,0 12,1 6,1 12,1 12, 9,1 Tamat SMP/sederajat 0,0 9,1 9,1 9,1 36,4 12,1 Tamat SMA/sederajat 51,5 33,3 42,4 4,3 21,2 33,3 Tamat perguruan tinggi 39,4 42,4 42,4 33,3 45,4 36,4

Total 100 100 100 100 100 100

p-value 0,685 0,909

Keterangan: S= Sulung, T=Tengah, B=Bungsu

Apabila ditinjau dari sisi pekerjaan orang tua, ayah responden paling banyak berprofesi sebagai pegawai negeri sipil pada anak sulung (33.3%) dan anak tengah (39,4). Pada anak bungsu persentase terbesar ayah responden bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebesar 27,3 persen. Sementara itu, persentase terbesar ibu responden tidak bekerja atau ibu rumah tangga baik pada anak sulung (57,6%), tengah (45,4%), dan bungsu (57,6).

Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan orang tua dan urutan kelahiran

Pekerjaan Ayah Ibu

S (%) T (%) B (%) S (%) T (%) B (%)

Pertanian 3,0 3,0 6,1 3,0 0,0 3,0

Wiraswasta 27,3 9,1 27,3 9,1 9,1 6,1

Tidak bekerja 0,0 3,0 3,0 57,6 45,4 57,6

PNS 33,3 39,4 24,2 24,2 36,4 21,2

Pensiunan 3,0 12,1 9,1 0,0 0,0 3,0

Buruh 9,1 9,1 6,1 0,0 0,0 0,0

Pegawai swasta 6,1 9,1 12,1 6,1 3,0 6,0

Pegawai BUMN 12,1 3,0 6,1 0,0 0,0 0,0

Rohaniawan 0,0 3,0 0,0 0,0 0,0 0,0

Guru Honorer 0,0 3,0 0,0 0,0 0,0 0,0

Total *) 100 100 100 100 100 100

Keterangan: S= Sulung, T=Tengah, B=Bungsu

(52)

Pendapatan Orang Tua

Kondisi ekonomi suatu keluarga akan berpengaruh pada hubungan antar anggota keluarga. Salah satu faktor penting pada kehidupan keluarga adalah keadaan sosial ekonomi yang berpengaruh pada kehidupan mental dan fisik individu yang berada dalam keluarga. Status sosial ekonomi yang sama atau sedikit diatas anggota-anggota lain dalam kelompoknya dapat memengaruhi penerimaan remaja dalam anggota kelompoknya (Hurlock 1997).

Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan orang tua dan urutan kelahiran

Pendapatan

Urutan Kelahiran

Sulung Tengah Bungsu Total

n % n % n % n %

<500.000 0 0,0 4 12,1 5 15,1 9 9,1

500.001-1.000.000 4 12,1 5 15,2 3 9,1 12 12,1 1.000.001-2.500.000 10 30,3 7 21,2 9 36,4 26 26,3 2.500.001-5000.000 12 36,4 11 33,3 7 21,2 30 30,3 ≥5.000.001 7 21,2 6 18,2 9 27,3 22 22,2

Total 33 100 33 100 33 100 99 100

p-value 0,279

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua responden memiliki pendapatan yang cukup bervariasi, namun persentase terbesar berkisar antara Rp2.500.001-Rp5.000.000 pada anak sulung (36,4%) dan anak tengah (33,3%). Sementara untuk anak bungsu persentase terbesar untuk pendapatan orang tua berkisar antara Rp1.000.001-2.500.000 yaitu sebesar 36,4 persen. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapatan orang tua responden pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05).

Karakteristik Kelompok Teman Sebaya

Jumlah Teman Sebaya

Gambar

Tabel 1 Penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Gambar 2 Teknik Pengambilan contoh
Tabel 2 Jenis data, peubah, contoh, alat dan cara pengukuran, skala data, jumlah item pertanyaan, dan cronbach alpha (α)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Ijtihad yang dilakukan oleh khalifah Umar menginisiasi Imam Malik dan pengikutnya untuk berpendapat berbeda dengan beberapa mazhab lain terkait jumlah batasan

Membangun keterampilan berpikir kesejarahan siswa dalam pembelajaran sejarah melalui penggunaan biografi tokoh RA Tasminingrat sebagai sumber pembelajaran sejarah..

Berdasar hasil analisis data menunjukan bahwa terdapat adanya perbedaan antara jarak pukul bertahap dan jarak pukul tetap terhadap ketepatan memukul bola softball ,

Mapping Mencari kesamaan informasi (data atau proses) antara masalah sumber dan masalah target yaitu kemampuan siswa mengetahui bahwa terdapat struktur yang sama yang

Dengan menggunakan Interleaved Boost Converter , sumber energi terbarukan akan dapat menghasilkan tegangan yang lebih tinggi dan juga di hasilkan ripple yang kecil

mengalami perkembangan dan kemajuan. 5) Pelatih yang menangani klub Tugu Muda sudah mempunyai sertifikat. 6) Pendanaan klub bola voli Tugu Muda sudah baik dan rapi. Saran yang

Konsep BNA lebih menekankan pada proses identifikasi atau survey calon penerima manfaat, bukan pada bentuk penerimaannya. Bentuk penerimaan akan sangat bergantung