KEEFEKTIFAN PERLAKUAN MICROWAVE, AIR PANAS,
PANAS KERING, DAN BAKTERISIDA UNTUK MENEKAN
INFEKSI Pantoea stewartii subsp. stewartii PADA BENIH
JAGUNG MANIS
SUSWI NALIS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keefektifan Perlakuan Microwave, Air Panas, Panas Kering, dan Bakterisida untuk Menekan Infeksi Pantoea stewartii subsp. stewartii pada Benih Jagung Manis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Suswi Nalis
RINGKASAN
SUSWI NALIS. Keefektifan Perlakuan Microwave, Air Panas, Panas Kering, dan Bakterisida untuk Menekan Infeksi Pantoea stewartii subsp. stewartii pada Benih Jagung Manis. Dibimbing oleh GIYANTO dan GEDE SUASTIKA.
Jagung manis merupakan salah satu komoditas pertanian yang menjadi isu nasional, khususnya terkait program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman hortikultura berkelanjutan. Penyakit layu Stewart merupakan penyakit penting pada tanaman jagung, khususnya jagung manis, yang disebabkan oleh bakteri Pantoea stewartii subsp. stewartii dan merupakan patogen tular benih. Salah satu cara pengendalian penyakit ini adalah dengan perlakuan benih. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keefektifan perlakuan microwave, air panas, panas kering, bakterisida, dan kombinasinya untuk mengeliminasi bakteri
P. stewartii subsp. stewartii pada benih jagung manis tanpa merusak kualitas
benih.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian (BUTTMKP) Bekasi dari Bulan September 2014 sampai Maret 2015. Penelitian terdiri atas 3 tahap percobaan. Percobaan pertama dilakukan untuk menentukan treatment window perlakuan
microwave, air panas, panas kering, dan bakterisida (bahan aktif streptomisin
sulfat). Perlakuan tersebut dilakukan pada benih jagung manis dan bakteri P.
stewartii subsp. stewartii pada kondisi in vitro. Variabel yang diamati adalah daya
vigor dan berkecambah benih serta populasi bakteri P. stewartii subsp. stewartii
pada kondisi in vitro. Percobaan kedua merupakan perlakuan fisik dan kimiawi pada benih jagung manis yang terinfeksi P. stewartii subsp. stewartii. Perlakuan benih yang dilakukan percobaan ini adalah perlakuan yang memiliki treatment
window pada percobaan pertama. Perlakuan yang dilakukan adalah perlakuan air
panas (suhu 50, 53, dan 55 °C selama 30 menit), panas kering (suhu 40, 45, 50, 55, dan 60 °C selama 24 jam), dan bakterisida dengan bahan aktif streptomisin sulfat (konsentrasi 25, 50, 100, 150, dan 200 ppm selama 20 menit). Percobaan ketiga merupakan kombinasi perlakuan fisik dan kimia pada benih yang terinfeksi
P. stewartii subsp. stewartii. Perlakuan yang dikombinasikan adalah perlakuan
panas kering (suhu 45, 50, dan 55°C selama 24 jam) dan bakterisida dengan bahan aktif streptomisin sulfat (konsentrasi 25, 50, dan 100 ppm selama 20 menit) dengan aplikasi perlakuan bakterisida dilakukan sebelum dan setelah perlakuan panas kering. Variabel yang diamati pada percobaan kedua dan ketiga adalah vigor dan daya berkecambah benih serta populasi bakteri P. stewartii subsp.
stewartii yang terdapat di dalam benih. Data dianalisis menggunakan Minitab
versi 16. Rancangan percobaan yangdigunakan pada percobaan pertama dan kedua adalah rancangan acak lengkap (RAL) sedangkan pada percobaan ketiga adalah RAL faktorial dengan masing-masing perlakuan terdiri atas 4 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan panas kering pada suhu 50 °C selama 24 jam mampu mematikan P. stewartii subsp. stewartii pada kondisi in
vitro namun tidak efektif pada benih yang terinfeksi (secara in vivo). Uji daya
konsentrasi 100 ppm mampu mengurangi populasi bakteri ada benih jagung. Konsentrasi bakterisida 150 dan 200 ppm dapat menurunkan populasi bakteri pada benih jagung manis, tetapi menyebabkan efek fitotoksisitas pada berkecambah. Kombinasi bakterisida konsentrasi 100 ppm dengan perlakuan panas kering (55 °C selama 24 jam) mampu mengeliminasi bakteri dalam benih dengan persentase daya berkecambah di atas 85%.
SUMMARY
SUSWI NALIS. Effectiveness of Microwave, Hot Water, Dry Heat and Bactericide Treatment to Supress Pantoea stewartii subsp. stewartii Infection on Sweet Corn Seeds. Supervised by GIYANTO and GEDE SUASTIKA.
Sweet corn is one of the agricultural commodities into a national issue, especially related to the program to increase production, productivity and quality of horticultural crops. Stewart's wilt is an important bacterial disease of sweet corn caused by the P. stewartii subsp. stewartii. This bacteria is a seed transmitted pathogen. Seed treatment is one alternative of Stewart’s wilt control. The aim of this research was to study the effectiveness of microwave, hot water, dry heat, bactericide treatment and their combination to eliminate P. stewartii subsp.
stewartii infection on sweet corn seed without damaging of seed quality.
The research was conducted at the Laboratory and Greenhouse, Applied Research Institute of Agricultural Quarantine (ARIAQ) on September 2014 to March 2015. The treatments included in three experiments. The first experiment was conducted to determine the treatment window of microwave, hot water, dry heat, and bactericide (streptomicyn sulphate) treatment. The treatment was carried out on sweet corn seed and the P. stewartii subsp. stewartii in vitro. The observation of variable included vigor and germination of sweet corn seeds and bacterial populations of P. stewartii subsp. stewarti in vitro. The second experiment was study of a physical and chemical treatment on sweet corn seed infested by P. stewartii subsp. stewartii. Seed treatment has a treatment window in the first experiment was used in this experiment. The treatments were hot water (50, 53, and 55 °C for 30 minutes), dry heat (40, 45, 50, 55, and 60 °C for 24 hours), and bactericide treatment (25, 50, 100, 150, and 200 ppm, w/v for 20 minutes). The thrid experiment was combination of a physical and chemical treatment on sweet corn seed infested by P. stewartii subsp. stewartii. The combination treatment was carried out dry heat (45, 50, and 55 °C for 24 hours) and bactericide treatment (25, 50, and 100 ppm, w/v for 20 minutes). Applications of the bactericide was executed before and after the dry heat treatment. The observation of variable on the second and thrid experiments included vigor and germination of sweet corn seeds and bacterial populations of P. stewartii subsp.
stewartii in sweet corn seed infested. Data were analyzed using Minitab version
16. The experimental design in the first and second experiments was used a completely randomized design (CRD), while the thrid experiment was used CRD factorial with each treatment consisted of 4 replications.
treatment (55 °C for 24 hours) is able to eliminate bacteria on infected seed sweet corn with seed germination percentage above 85%.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi
KEEFEKTIFAN PERLAKUAN MICROWAVE, AIR PANAS,
PANAS KERING, DAN BAKTERISIDA UNTUK MENEKAN
INFEKSI Pantoea stewartii subsp. stewartii PADA BENIH
JAGUNG MANIS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 sampai Maret 2015 ini adalah perlakuan benih, dengan judul Keefektifan Perlakuan Microwave, Air Panas, Panas Kering, dan Bakterisida untuk Menekan Infeksi Pantoea stewartii
subsp. stewartii pada Benih Jagung Manis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Giyanto MSi dan Dr Ir Gede Suastika MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam penyusunan tesis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Abdul Qadir, MSi selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan tesis. Penghargaan penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat MSc selaku ketua Program Studi Fitopatologi, dan Dr Ir Pudjianto MSi selaku ketua Program Studi Entomologi, dan staf pengajar Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah memberikan ilmu selama penulis mengikuti pendidikan sehingga dapat dijadikan bekal penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih diberikan kepada Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa Program Khusus Karantina pada Sekolah Pascasarjana IPB serta Prof Dr Ir Christanti Sumardiyono, SU, drh Bambang Haryanto, MM, Ir Iyus Hidayat, MP, dan Zuro’aidah, SP Msi yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti seleksi mendapatkan beasiswa Program Khusus Karantina pada Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala beserta staf Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis melaksanakan tugas belajar serta Kepala beserta staf Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karatina Pertanian atas bantuan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan kegiatan penelitian ini.
Rasa hormat yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Syakir dan ibunda Ponirah yang telah mencurahkan kasih sayang, doa, bimbingan dan dukungannya. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada adik-adik (Yohan, Ihsan, Fajar), Bapak dan Ibu mertua, serta adik ipar atas doa dan dorongan semangatnya. Rasa terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada suami tercinta Diana Budiman atas kasih sayang, pengertian, kesabaran, dan dukungannya selama ini. Sayang dan cinta penulis berikan untuk ananda Razi Hanif Widika Putra. Penulis sampaikan terima kasih pula kepada teman-teman satu angkatan atas bantuan dan dukungannya. Akhir kata penulis haturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tesis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Hipotesis 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Penyakit Layu Stewart 4
P. stewartii subsp. stewartii 5
Perlakuan Benih 7
BAHAN DAN METODE 12
Lokasi dan Waktu Penelitian 12
Bahan dan Peralatan Penelitian 12
Bagan Alir Penelitian 12
Penentuan Treatment Window Perlakuan Benih 14
Perlakuan Fisik dan Kimiawi pada Benih Terinfeksi P. stewartii
subsp. stewartii 17
Kombinasi Perlakuan Fisik dan Kimawi pada Benih Terinfeksi
P. stewartii subsp. stewartii 18
HASIL DAN PEMBAHASAN 19
Perbanyakan Isolat P. stewartii subsp. stewartii 19
Penentuan Treatment Window Perlakuan Benih 19
Perlakuan Fisik dan Kimiawi pada Benih Terinfeksi P. stewartii
subsp. stewartii 30
Kombinasi Perlakuan Fisik dan Kimiawi pada Benih Terinfeksi
P. stewartii subsp. stewartii 35
Pembahasan Umum 39
SIMPULAN DAN SARAN 43
Simpulan 43
Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 50
DAFTAR TABEL
1. Pengaruh perlakuan air panas pada benih jagung manis yang terinfeksi bakteri P. stewartii subsp. stewartii terhadap viabilitas benih dan
populasi bakteri 31
2. Pengaruh perlakuan panas kering pada benih jagung manis yang terinfeksi bakteri P. stewartii subsp. stewartii terhadap viabilitas benih
dan populasi bakteri 32
3. Pengaruh perlakuan bakterisida (bahan aktif streptomisin sulfat ) pada benih jagung manis yang terinfeksi bakteri P. stewartii subsp. stewartii
terhadap viabilitas benih dan populasi bakteri 33
4. Pengaruh perlakuan bakterisida bahan aktif streptomisin sulfat dan perlakuan panas kering pada benih jagung yang terinfeksi bakteri P.
stewartii subsp. stewartii terhadap viabilitas benih dan populasi bakteri 36
DAFTAR GAMBAR
1. Grafik treatment window pada perlakuan benih 8
2. Koloni bakteri P. stewartii subsp. stewartii pada media YDCA (a) dan
semi selektif nigrosin (b) 19
3. Penampakan kecambah jagung manis yang tumbuh normal. (a) plumul muncul keluar menembus koleoptil, (b) daun kedua telah terbentuk. (b : biji, ap : akar primer, as : akar sekunder, k : koleoptil, p : plumul/ daun
pertama, d : daun kedua). 20
4. Penampakan kecambah jagung manis yang tumbuh abnormal. (a) benih jagung tidak berkecambah, (b) koleoptil dan plumul tidak terbentuk, (c) akar dan plumul tidak terbentuk, dan (d) plumul tidak terbentuk. 21 5. Pengaruh perlakuan microwave terhadap daya berkecambah benih jagung
manis dan jumlah koloni P. stewartii subsp. stewartii 22 6. Pengaruh perlakuan air panas terhadap daya berkecambah benih jagung
manis dan jumlah koloni P. stewartii subsp. stewartii. tw : daerah
treatment window/interval suhu yang sesuai untuk perlakuan benih. 25
7. Pengaruh perlakuan panas kering terhadap daya berkecambah benih jagung manis dan jumlah koloni P. stewartii subsp. stewartii. tw : daerah treatment window/interval suhu yang sesuai untuk perlakuan
benih. 27
8. Pengaruh perlakuan bakterisida bahan aktif streptomisin sulfat terhadap daya berkecambah benih jagung manis dan nilai optical density P.
stewartii subsp. stewartii . tw : daerah treatment window/interval
konsentrasi yang sesuai untuk perlakuan benih. 29
9. Gejala keracunan pada kecambah jagung manis pada 7 HST. (a) klorosis pada bagian tulang daun utama, (b) klorosis pada seluruh lamina daun,
DAFTAR LAMPIRAN
1. Viabilitas benih jagung manis dan P. stewartii subsp. stewartii pada berbagai waktu paparan dengan perlakuan microwave 51 2. Viabilitas benih jagung manis dan P. stewartii subsp. stewartii pada
berbagai suhu dengan perlakuan air panas 51
3. Viabilitas benih jagung dan P. stewartii subsp. stewartii pada berbagai
suhu dengan perlakuan udara panas kering 52
4. Viabilitas benih jagung dan P. stewartii subsp. stewartii pada berbagai konsentrasi dengan perlakuan bakterisida bahan aktif streptomisin sulfat 52 5. Analisis ragam pengaruh perlakuan air panas terhadap persentase vigor
benih jagung manis yang terinfeksi P. stewartii subsp. stewartii 53 6. Analisis ragam pengaruh perlakuan air panas terhadap persentase daya
berkecambah benih jagung manis yang terinfeksi P. stewartii subsp.
stewartii 53
7. Analisis ragam pengaruh perlakuan air panas terhadap log 10 populasi
P. stewartii subsp. stewartii pada benih jagung manis 53
8. Analisis ragam pengaruh perlakuan panas kering terhadap persentase vigor benih jagung manis yang terinfeksi P. stewartii subsp. stewartii 53 9. Analisis ragam pengaruh perlakuan panas kering terhadap persentase
daya berkecambah benih jagung manis yang terinfeksi P. stewartii
subsp. stewartii 54
10. Analisis ragam pengaruh perlakuan panas kering terhadap log 10 populasi P. stewartii subsp. stewartii pada benih jagung manis 54 11. Analisis ragam pengaruh perlakuan bakterisida terhadap persentase
vigor benih jagung manis yang terinfeksi P. stewartii subsp. stewartii 54 12. Analisis ragam pengaruh perlakuan bakterisida terhadap persentase
daya berkecambah benih jagung manis yang terinfeksi P. stewartii
subsp. stewartii 54
13. Analisis ragam pengaruh perlakuan bakterisida terhadap log 10 populasi P. stewartii subsp. stewartii pada benih jagung manis 55 14. Analisis ragam pengaruh perlakuan bakterisida terhadap persentase
fitotoksisitas benih jagung manis yang terinfeksi P. stewartii subsp.
stewartii 55
15. Analisis ragam pengaruh kombinasi perlakuan panas kering dan bakterisida terhadap persentase vigor benih jagung manis yang
terinfeksi P. stewartii subsp. stewartii 55
16. Analisis ragam pengaruh perlakuan kombinasi perlakuan panas kering dan bakterisida terhadap persentase daya berkecambah benih jagung manis yang terinfeksi P. stewartii subsp. stewartii 56 17. Analisis ragam pengaruh perlakuan kombinasi perlakuan panas kering
dan bakterisida terhadap log 10 populasi P. stewartii subsp. stewartii
pada benih jagung manis 56
18. Koloni bakteri P. stewartii subsp. stewartii pada media YDCA 24 (kiri)
19. Koloni P. stewartii subsp. stewartii dari hasil ekstraksi benih yang terinfeksi pada media YDCA 24 (kiri) dan 48 jam (kanan) setelah
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung merupakan komoditas penting Indonesia dan saat ini menempati posisi cukup penting dalam perekonomian nasional karena merupakan sumber karbohidrat dan bahan baku industri pakan dan pangan (Akil & Dahlan 2010). Produksi jagung nasional meningkat setiap tahun, namun hingga sampai saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan domestik. Hal ini karena permintaan jagung yang tinggi terutama dipicu oleh kebutuhan pakan ternak, sehingga pemanfaatan jagung yang semula hanya sebagai sumber pangan (konsumsi langsung) sekarang berubah menjadi bahan industri. Upaya untuk memenuhi kebutuhan nasional yang tinggi ini, maka diperlukan impor baik yang berupa benih jagung untuk meningkatkan produksi dalam negeri maupun jagung pipilan untuk memenuhi kebutuhan industri, seperti industri pakan ternak. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2014), nilai impor untuk jagung manis pada tahun 2012 mencapai 983 729 US$, lebih besar dari nilai ekspornya yang hanya 330 776 US$.
Penyakit layu Stewart merupakan penyakit bakteri penting pada tanaman jagung manis (Lipps et al. 2003). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pantoea
stewartii subsp. stewartii Smith (Mergaert et al. 1993). Penyakit ini terutama
menginfeksi jagung manis pada seluruh stadia tanaman (stadia pembungaan, pembuahan, pembibitan dan pertumbuhan vegetatif). Penyakit ini dapat menyebabkan kehilangan hasil pada jagung manis yang rentan antara 40 sampai 100% bila terinfeksi sebelum munculnya daun kelima, 15 sampai 35% bila terinfeksi saat muncul daun kelima sampai ketujuh, dan 3 sampai 15% bila terinfeksi pada saat muncul daun ketujuh sampai kesembilan. Penyebaran bakteri dilakukan oleh perantara serangga vektor Chaetocnema pulicaria Melsheimer (Coleoptera: Chrysomelidae) atau corn flea beetle (Pataky 2004) dan merupakan patogen tular benih walaupun frekuensinya sangat kecil (Block et al. 1998; Michener et al. 2002; Rahma et al. 2013). Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Pertanian nomor 93/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina, bakteri ini termasuk Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) kategori A1 yaitu OPTK yang belum ada di wilayah Indonesia.
Pengamatan lapangan di Pulau Karimun menunjukkan bahwa serangga vektor C. pulicaria telah ditemukan di areal pertanaman jagung dan kangkung (Widodo 2013). Hasil analisis risiko organisme pengganggu tumbuhan (AROPT)
C. pulicaria, serangga vekor ini hanya terbatas di wilayah Tanjung Balai
Karimun. Semakin tingginya arus lalu lintas komoditas pertanian yang didukung lancarnya transportasi dari negara yang komoditas pertaniannya terserang C.
pulicaria, maka semakin tinggi kemungkinan C. pulicaria masuk dan tersebar di
wilayah Republik Indonesia (Achrom 2012).
Adanya laporan gejala layu Stewart di lapangan di beberapa wilayah Indonesia disertai dengan dilaporkannya keberadaan serangga vektor C.
pulicaria di Tanjung Balai Karimun akan menjadi permasalahan yang krusial
bakteri ini sebagai patogen tertular benih sangat kecil, akan tetap menjadi permasalahan penyakit yang besar bila terdapat serangga vektornya.
Pengendalian untuk menekan penyakit ini adalah dengan menciptakan benih yang sehat. Perlakuan benih yang sesuai diperlukan agar benih terbebas dari patogen tular benih dengan tidak menurunkan kualitas benihnya. Pengendalian penyakit layu Stewart di beberapa negara saat ini masih sebatas pada pengendalian serangga vektor, yaitu dengan insektisida seperti imidacloprid,
thiomethoxam, dan clothianidin (Pataky et al. 2000; Kuhar et al. 2002). Di China,
perendaman benih jagung dengan antibiotik Xinzhimeisu (streptomisin dan terramisin) konsentrasi 300 ppm, Wuyijunsu (Streptomyces ahygroscopicus var.
wuyiensis) konsentrasi 120 ppm, dan Agricultural Antibiotic 120 (S.
hygrospinosus var. beijingensis) konsentrasi 1:20 pada suhu 40 sampai 47 °C
selama 1.5 jam dapat mengeliminasi P. stewartii subsp. stewartii dan menstimulasi perkecambahan benih (Guo et al. 1991).
Alternatif perlakuan untuk benih yang perlu dikembangkan adalah dengan perlakuan fisik, di antaranya perlakuan dengan microwave, air panas, dan panas kering. Radiasi microwave telah dimanfaatkan untuk mengendalikan patogen pada pengolahan dan penyimpanan makanan, serta perlakuan benih dengan energi panas sebagai lethal mode of action. Perlakuan microwave (1100 W 2450 MHz) pada benih kacang buncis dapat mengendalikan patogen terbawa benih diantaranya Xanthomonas axonopodis pv. phaseoli, Pseudomonas syringae pv.
phaseolicola, dan Colletotrichum lindemuthianum (Friesen 2014). Perlakuan air
panas merupakan salah satu metode perlakuan benih yang ideal karena dapat membunuh patogen yang terbawa benih dengan air panas tanpa merusak embrio (Mc Cormack 2004). Perlakuan air panas pada benih jagung manis dengan suhu 53 °C selama 15 menit dapat mematikan cendawan Cephalosporium acremonium
dengan daya berkecambah 100% (Reddy et al. 1926). Perlakuan panas kering merupakan salah satu perlakuan fisik pada benih yang secara luas diterapkan untuk tanaman tertentu, terutama benih sayuran hibrida yang mahal. Grum et al.
(2007), melaporkan bahwa kombinasi perlakuan panas kering pada benih dan termoterapi pada pembibitan dapat digunakan untuk mengeradikasi bakteri patogen pada buncis (X. campestris pv. phaseoli).
Perlakuan kimiawi dengan bakterisida dapat pula menjadi alternatif perlakuan benih yang terinfeksi bakteri patogen. Bakterisida dengan bahan aktif streptomisin sulfat merupakan bakterisida sistemik yang dapat direkomendasikan untuk mengatasi masalah penyakit layu bakteri. Streptomisin digunakan untuk mengendalikan fire blight pada apel dan pir yang disebabkan Erwinia amylovora
Perumusan Masalah
Jagung manis merupakan salah satu komoditas pertanian yang menjadi isu nasional, khusunya terkait peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman hortikultura berkelanjutan. Pengembangan sistem perbenihan hortikultura salah satu kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Penyakit layu Stewart yang disebabkan oleh bakteri P. stewartii subsp. stewartii merupakan salah satu penyakit penting yang bersifat tular benih yang dapat menurunkan produktivitas jagung manis. Adanya laporan terkait ditemukannya penyakit layu Stewart di beberapa wilayah sentra pertanaman jagung manis sangat mempengaruhi produktivitas nasional sehingga menyebabkan gagalnya pencapaian program tersebut. Pengendalian untuk menekan penyakit ini adalah dengan menciptakan benih yang sehat dan bermutu. Perlakuan benih yang sesuai diperlukan agar terbebas dari patogen tular benih dan tidak menurunkan kualitas benih. Alternatif perlakuan untuk benih yang perlu dikembangkan adalah dengan perlakuan fisik dan kimiawi. Perlakuan fisik dan kimiawi maupun kombinasi dari perlakuan tersebut diharapkan mampu menekan maupun mengeliminasi keberadaan P. stewartii subsp. stewartii pada benih jagung manis tanpa menurunkan kualitas benihnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan perlakuan microwave, air panas, panas kering dan bakterisida serta kemungkinan kombinasinya untuk mengeliminasi infeksi bakteri P. stewartii subsp. stewartii pada benih jagung manis tanpa merusak kualitas benih.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang teknologi perlakuan benih yang efektif mengeliminasi bakteri P. stewartii subsp. stewartii pada benih jagung manis tanpa merusak kualitas benih.
Hipotesis
Perlakuan fisik (microwave, air panas, dan panas kering) dan kimiawi (bakterisida) serta kombinasinya mampu mengeliminasi bakteri P. stewartii
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Layu Stewart
Arti Penting Penyakit
Penyakit layu Stewart juga dikenal sebagai layu bakteri atau hawar daun bakteri. Penyakit layu Stewart pertama kali diamati oleh T.J Burnill di akhir tahun 1980an saat mempelajari fire blight di pertanaman jagung di Illinois selatan, namun patogen penyebab penyakit ini belum dapat ditentukan. Pada tahun 1895, F.C Stewart mengamati layu pada tanaman jagung manis di Long Island, New York. Pada tahun 1898, Stewart memberi laporan yang akurat terhadap gejala dan patogen penyebabnya yaitu Pseudomonas stewartii dan bersama rekan-rekannya disimpulkan bahwa bakteri ini disebarkan oleh benih. Tahun 1925, C. pulicaria
diidentifikasi sebagai vektor utama penyakit ini (Pataky 2004).
Penyakit layu Stewart merupakan penyakit bakteri penting pada tanaman jagung di Amerika Serikat, khususnya pada jenis jagung manis (sweet corn), dent
corn, flint corn, flour corn, dan pop corn. Penyakit ini menjadi masalah utama di
bagian timur sentra pertanaman jagung di Amerika Serikat. Pada jagung manis, kerusakan dapat menyebabkan pembibitan yang terinfeksi menjadi layu dan mati.
Dent corn lebih tahan daripada jagung manis dan kehilangan hasil yang
diakibatkan penyakit ini sangat rendah kecuali ketika hawar daun terjadi setelah pembungaan pada pertanaman jagung sudah cukup tinggi persentasenya. Layu pada pembibitan terjadi pada dent corn hibrida yang rentan atau pada lahan pembibitan terdapat populasi C. pulicaria yang tinggi (Lipps et al. 2003).
Penyakit ini terutama menginfeksi jagung manis pada seluruh stadia tanaman (stadia pembungaan, pembuahan, pembibitan dan pertumbuhan vegetatif). Bagian tanaman yang terinfeksi yaitu buah, kuncup bunga, daun, akar, benih, batang dan seluruh bagian tanaman. Penyakit ini dapat menyebabkan kehilangan hasil pada jagung manis yang rentan antara 40 sampai 100% bila terinfeksi sebelum munculnya daun kelima, 15 sampai 35% bila terinfeksi saat muncul daun kelima sampai ketujuh, dan 3 sampai 15% bila terinfeksi pada saat muncul daun ketujuh sampai kesembilan (Pataky 2004).
Jagung manis merupakan merupakan kultivar jagung yang paling rentan terhadap penyakit ini dibandingkan pop corn dan dent corn, tetapi jenis jagung hibrida untuk kultivar ini juga cukup rentan terhadap penyakit ini. Pada pertengahan abad yang lalu, penyakit ini menjadi outbreak pada pertanaman jagung manis di Amerika. Selama tahun 1990an, penyakit ini meningkat dan menjadi penting secara ekonomi karena berpengaruh terhadap ekspor benihnya, yaitu negara pengimpor akan melarang dan membatasi masuknya benih ke negara mereka bila pada benih jagung terdeteksi patogen penyebab penyakit ini (Munkvold 2001; Rahma 2013).
Gejala Penyakit
terbentuk rongga. Bakteri berkembang dan menyebar melalui jaringan pembuluh sampai ke benih (Pataky & Ikin 2003). Gejala penyakit layu Stewart muncul ketika benih yang berkecambah normal telah berumur sekitar 1 minggu dan memiliki 2 sampai 3 helai daun (Rahma et al. 2013).
Gejala penyakit layu Stewart pada jagung terjadi pada dua fase pertumbuhan tanaman yang berbeda (Pataky 2004). Fase pertama adalah gejala layu pada pembibitan, yaitu terjadi saat pertumbuhan 2 sampai 5 helai daun. Pada tanaman yang muda gejala water soaking (luka kebasahan) yang panjang terdapat di sepanjang daun dan daun akan memperlihatkan garis hijau pucat sampai kuning (Yang 2000; Zitter 2002). Bakteri akan memperbanyak diri dalam pembuluh xilem daun dan batang. Tingginya produksi ekstraseluler polisakarida (EPS) oleh bakteri menyebabkan terjadinya penyumbatan pada pembuluh xilem, sehingga akan menyebabkan kurangnya suplai air dan nutrisi ke tanaman, dan pada akhirnya tanaman menjadi layu dan mati. Kebanyakan tanaman yang terinfeksi akan terlihat adanya rongga pada pangkal batang. Tanaman yang terinfeksi jika tidak mati akan menjadi kerdil dan tidak akan menghasilkan bulir (Pataky 2004; Stack et al. 2006).
Fase kedua dari penyakit ini gejalanya berupa hawar pada daun tua dan terjadi setelah munculnya malai (Pataky 2004). Infeksi hanya bersifat lokal (Yang 2000). Umumnya gejala berupa luka pada daun, dan terdapat streak atau goresan hijau sampai kuning dengan pinggiran yang tak beraturan dan bergelombang di sepanjang tulang daun dan juga diseluruh permukaan daun selanjutnya akan kering dan mati dengan gejala seperti kekurangan nutrisi. Pada fase kedua ini tidak terjadi layu seperti pada fase pertama. Jika batang tanaman muda yang terinfeksi dipotong akan terlihat adanya massa bakteri berwarna kuning dan apabila diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x, akan terlihat ooze bakteri pada jaringan vaskular (Yang 2000; EPPO 2006).
Penyebaran Penyakit Layu Stewart di Indonesia
Di Indonesia penyakit layu Stewart dilaporkan pertama kali oleh Rahma dan Armansyah (2008) di Kabupaten Pasaman Barat dengan kisaran kejadian penyakit antara 1 sampai 15%. Rahma dan Khairul (2009) melaporkan adanya penyakit ini di Provinsi Sumatera Barat, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Gorontalo dengan kisaran kejadian penyakit antara 9 sampai 18% dan keparahan penyakit antara 11 sampai 27%. Gejala penyakit layu Stewart yang ditemukan di Bogor Jawa Barat memiliki kisaran kejadian penyakit antara 23.67 sampai 31.45% (Rahma et al. 2014). Penyakit layu dan hawar daun bakteri pada jagung di Jawa Timur terutama di daerah Batu, Malang (Suryani et al. 2012) dan di Kediri (Aini et al. 2013) disebabkan oleh bakteri genus Pantoea.
P. stewartii subsp. stewartii
Klasifikasi dan Ciri Umum
P. stewartii subsp. stewartii merupakan bakteri Gram negatif, anaerob
sampai 9 °C dan suhu tertinggi untuk dapat mematikan bakteri adalah 53 °C (Pataky & Ikin 2003).
Pada media Yeast Extract Dextrosa-Calcium Carbonat Agar (YDCA) koloni P. stewartii subsp. stewartii berwarna kuning dan cembung. Pada media
Nutrient–Glucosa Agar berwarna kuning krem, kuning lemon atau kuning
oranye, dan tidak mukoid. Koloni pada media Casamino-acid Peptone Glucose
(CPG) sangat mukoid. Pada media Luria Bertani (LB) agar memproduksi warna kuning yang terang dan sedikit pigmen (Coplin & Kado 2001). Dalam media semi selektif nigrosine koloni P. stewartii subsp. stewartii tumbuh sedikit cembung, halus, berkilau, dan lengket dengan karakteristik pigmen hitam pada pusat koloni dan transparan bagian pinggir (fish eyes), koloni muncul setelah diinkubasi selama 5 sampai 7 hari pada suhu 39 °C (Guo et al. 1982).
Patogenisitas dari bakteri ini didasarkan pada produksi ekstraseluler polisakarida (EPS) yang menyebabkan terjadinya penyumbatan pada pembuluh xilem sehingga menyebabkan layunya tanaman (gejala akan berkembang). Patogenisitas dan munculnya gejala water soaking juga membutuhkan kelompok gen respon hipersensitif dan patogenisitas (hrp) dan water soaking (wts) yang pada hakekatnya sama dengan kelompok gen yang ditemukan pada E. amylovora
yang merupakan bakteri penyebab hawar api (Pataky 2004).
Sebelum berubah menjadi genus Pantoea pada tahun 1993 menjadi spesies
P. stewartii subsp. stewartii (Mergaert et al. 1993), awalnya bakteri ini
dikenal sebagai Bacillus stewartii, Bacterium stewartii, E. stewartii, P.
stewartii, Pseudobacterium stewartii, Phytobacterium stewartii atau X. stewartii
(Pataky & Ikin 2003).
Klasifikasi dari bakteri ini adalah sebagai berikut (Mergaert et al. 1993; Pataky & Ikin 2003; EPPO 2006):
Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Pantoea
Nama umum : Pantoea stewartii (E.F. Smith 1898) Mergaert et al., 1993 Subspecies : Pantoea stewartii subsp. stewartii
Pantoea stewartii subsp. indologenes
Sinonim : Pseudomonas stewartii E.F. Smith, 1898
Bacterium stewartii E.F. Smith, 1914
Aplanobacter stewarti (E.F. Smith1898) McCulloch, 1918
Bacillus stewartii (E.F Smith) Holland, 1920
Phytomonas stewarti (E.F Smith 1898) Bergey et al.,1923
Xanthomonas stewarti (E.F Smith 1898) Dowson, 1939
Pseudobacterium stewarti(E.F. Smith 1898) Krasil’nikov, 1949
Erwinia stewartii (E.F. Smith 1898) Dye, 1963
Biologi dan Ekologi
P. stewartii subsp. stewartii dapat dipencarkan melalui vektor utamanya,
yaitu serangga C. pulicaria. Di Amerika, sepanjang musim dingin bakteri P.
C. pullicaria yang berhibernasi di dalam tanah. Pada awal musim semi bersaman dengan tanaman jagung mulai ditanam, kumbang dewasa akan muncul dan memakan daun jagung. Kumbang yang membawa bakteri P. stewartii subsp.
stewartii akan memindahkan bakteri ke dalam tanaman jagung melalui luka bekas
makan dan bakteri akan masuk ke jaringan pembuluh tanaman yang rentan (Pataky 2004).
P. stewartii subsp. stewartii dapat bertahan hidup pada benih dan
tanaman inang yang hidup. Tidak ada keterangan yang menyebutkan bahwa bakteri ini dapat bertahan pada tanah atau sisa-sisa tanaman di musim dingin (Munkvold 2001; Lipps et al. 2003;Pataky 2004). Penyebaran bakteri P. stewartii
subsp. stewartii juga dapat ditularkan melalui benih (Pataky 2004). Block et al.
(1998) mengemukakan bahwa 0.8 sampai 72% benih terinfeksi P.stewartii subsp.
stewartii. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Michener et al. (2002), yaitu
infeksi bakteri pada benih yang diproduksi sebesar 15.6% (1998), 49.4% (1999) dan 12.5% (2000). Kejadian penyakit layu Stewart pada sampel benih jagung berkisar antara 2.00 sampai 15.33%, daya berkecambah 68.00 sampai 95.33%, dan indeks vigor antara 55.33 sampai 90.67% serta tidak ada kaitan antara persentase kejadian penyakit layu Stewart dengan daya berkecambah serta indeks vigor benih (Rahma et al. 2013). Penularan P. stewartii subsp. stewartii melalui benih frekuensinya lebih rendah dibandingkan melalui vektornya, namun potensi resiko penularan melalui benih ini dianggap sangat penting bahkan lebih dari 50 negara di dunia melarang pemasukan benih yang terinfeksi kecuali benih yang bersertifikat dan bebas dari P. stewartii subsp. stewartii (Coplin et al. 2002).
P. stewartii subsp. stewartii terletak di dalam jaringan benih jagung, yaitu di
dalam jaringan chalazal, antara jaringan chalazal dan endosperm, dan di dalam endosperm. Patogen ini tidak terdapat dalam embrio maupun kulit benih dan masih aktif pada benih sampai 5 bulan setelah panen (Ivanoff 1933 dalam Singh & Mathur 2004). Di China, patogen ini mampu bertahan di tempat penyimpanan dalam waktu yang lama pada suhu yang lebih rendah. Patogen ini tidak dapat aktif setelah berada dalam penyimpanan selama 200 sampai 250 hari pada 8 sampai 15 °C di musim dingin dan selama 110 sampai 120 hari pada suhu 20 sampai 25 °C di musim panas (Guo et al. 1987).
Perlakuan Benih
Pengendalian serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) selain dapat dilakukan di lapangan, umumnya dilakukan tindakan preventif dengan perlakuan benih sebelum tanam. Tindakan ini jauh lebih efektif dibanding jika ditangani di lapangan. Perlakuan benih yang umum digunakan adalah dengan menyelimuti benih menggunakan bahan kimia (Sigee 1993).
menimbulkan zat–zat residu yang dapat membahayakan kesehatan tubuh (Rustiani 2012).
Menurut Forsberg (2004), berbagai jenis perlakuan suhu pada benih seperti solarisasi, panas kering, perlakuan air panas dan aerated steam telah diterapkan secara praktis. Sanitasi benih dari penyakit dengan perlakuan panas mungkin diterapkan pada kasus saat patogen memiliki toleransi rendah terhadap suhu tinggi dibandingkan benih yang terinfeksi. Perlakuan untuk mengeliminasi patogen terbawa benih dapat dilakukan bila perlakuan tersebut memiliki treatment window
(Gambar 1). Treatment window merupakan daerah pada saat populasi patogen sudah mulai menurun tetapi benih memiliki perkecambahan yang tinggi setelah diberikan perlakuan benih. Suhu maksimum yang digunakan untuk perlakuan adalah pada saat infeksi patogen sudah menurun tetapi perkecambahan benihnya masih tinggi (sebelum menurun) sedangkan suhu minimum pada saat infeksi patogen sudah menurun dengan perkecambahan masih tinggi. Interval antara suhu maksimum dan minimum ini yang dapat dijadikan untuk perlakuan pada benih yang terinfeksi patogen.
Gambar 1 Grafik treatment window pada perlakuan benih (sumber : Forsberg 2001 dalam Forsberg 2004)
Perlakuan Microwave
Gelombang mikro (microwave) merupakan gelombang elektro berfrekuensi tinggi yang terletak di antara gelombang berfrekuensi sangat tinggi (infrared) dan gelombang radio konvensional. Microwave ini memiliki rentang panjang gelombang mulai dari 1 mm sampai dengan 30 cm. Gelombang ini dibangkitkan oleh tabung elektron khusus, seperti klystron dan magnetron (ini sebabnya
microwave oven sering juga disebut magnetron). Biasanya tabung elektron
tersebut dilengkapi dengan pengatur frekuensi baik berupa resonator, oscillator
atau perangkat sejenis. Gelombang mikro telah diaplikasikan secara luas, seperti dalam radio, TV, radar, meteorologi, komunikasi satelit, pengukuran jarak jauh, dan untuk penelitian sifat-sifat material.
Radiasi microwave telah dimanfaatkan untuk mengendalikan patogen pada pengolahan makanan, penyimpanan makanan, dan produksi benih. Perlakuan ini
Suhu
Perkecambahan benih
menggunakan panas sebagai lethal mode of action untuk mengendalikan patogen. Karakteristik dari perlakuan ini antara lain adalah waktu paparan yang cukup singkat karena kemampuannya secara cepat menghasilkan panas. Perlakuan ini juga dapat meningkatkan vigor dan mempercepat perkecambahan benih. Radiasi
microwave dapat mengurangi biaya tambahan atau alternatif perlakuan kimiawi
saat ini untuk mengurangi dan mengeliminasi patogen terbawa benih tanpa mempengaruhi perkecambahan benih (Friesen 2014).
Pertumbuhan Penicillium expansum secara in vitro terhambat oleh pemanasan microwave 2450 MHz selama 2 atau 3 menit, sedangkan pada paparan selama 1 menit hanya sebagian terhambat saja. Kombinasi perlakuan panas
microwave dengan agens hayati secara nyata lebih baik daripada perlakuan panas
microwave saja. Perlakuan ini tidak mengganggu parameter kualitas pada buah pir
dan kombinasi antara yeast antagonis (Cryptococcus laurentii) dan microwave
dapat menjadi solusi yang dapat diandalkan untuk mengendalikan penyakit pascapanen pada buah pir (Zhang et al. 2006). Perlakuan benih tembakau dengan radiasi microwave (2450 MHz, 625 W) selama 20 menit mampu mengeliminasi E.
carotovora var. carotovora tanpa mengurangi perkecambahan benih tembakau.
Persentase benih terinfeksi berkurang rata-rata 68% dengan perlakuan 10 menit dan 99% dengan perlakuan 15 menit. Perkecambahan benih kacang hancur dengan perlakuan selama 2 menit serta perkecambahan benih kubis berkurang 10% dengan perlakuan selama 2 menit dan 55% dengan perlakuan selama 5 menit (Hankin dan Sands 1977). Menurut Friesen (2014), perlakuan microwave
(microwave oven 2450 MHz, 1100 W) pada benih kacang buncis untuk
mengendalikan patogen terbawa benih (X. axonopodis pv. phaseoli, P. syringae
pv. phaseolicola, dan C. lindemuthianum) memiliki sedikit efek yang buruk bila
diterapkan pada waktu paparan yang optimal (< 40 detik).
Menurut Gedikli et al. (2008), penggunaan microwave 2450 MHz pada tingkat daya yang berbeda, menunjukkan bahwa gelombang mikro ternyata menghasilkan efek mematikan pada bakteri karena panas yang dihasilkan saat terpapar microwave. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan microwave berakibat pada kerusakan dinding sel bakteri Escherichia coli sehingga dapat mengurangi sumber perlakuan yang ideal karena dapat menembus jaringan tanaman, memiliki kapasitas yang tinggi untuk perubahan suhu sehingga membutuhkan suhu rendah dan waktu pemaparan singkat. Perlakuan air panas ini banyak digunakan untuk mengendalikan penyakit terbawa benih dengan suhu yang cukup untuk membunuh patogen namun tidak cukup untuk mematikan benih (Friesen 2014).
Perlakuan air panas efektif digunakan untuk patogen yang berada di dalam benih dan yang sulit ditembus oleh desinfektan. Suhu air dan waktu yang digunakan untuk perlakuan bervariasi bergatung pada jenis patogen dan benih tanaman (Agarwal & Sinclair 1997). Perlakuan air panas pada benih jagung manis pada suhu 53 °C selama 15 menit mampu mematikan cendawan C. acremonium
Sinclair (1997), perlakuan air panas pada suhu 50 °C selama 12 menit mampu membunuh E. carotovora pv. carotovora pada benih tembakau dan pada suhu 50 °C selama 30 menit mampu mengeliminasi X. campestris pv. campestris pada benih brokoli dan kubis. Perlakuan air panas pada suhu 48 dan 52 °C selama 20 menit serta 48 °C selama 40 menit menghasilkan perkecambahan yang tidak berbeda dengan tanpa perlakuan pada benih tomat (Divsalar et al. 2014).
Perlakuan Panas Kering
Perlakuan panas kering pada benih digunakan untuk mengendalikan patogen tular benih seperti cendawan, bakteri, virus, dan nematoda dan untuk memecahkan dormansi benih. Perlakuan panas kering adalah salah satu dari banyak digunakan perlakuan fisik benih. Perlakuan panas kering pada benih bernilai tinggi secara luas diterapkan untuk tanaman tertentu, terutama benih hibrida sayuran yang mahal. Benih yang aman diperlakukan dengan panas kering meliputi Cucurbitaceae (semangka, melon, mentimun, labu, labu dan berbagai batang bawah), tanaman Solanaceae (tomat, paprika, terong, kentang bibit benar), tanaman Brassica (kubis dan kubis Cina, lobak) dan sayuran lain seperti selada, bayam dan wortel. Patogen terbawa benih seperti layu bakteri pada jagung manis dapat diinaktifkan dengan perlakuan panas kering pada suhu 53 °C selama 3 jam (Lee 2004).
Perlakuan panas kering pada benih barley pada suhu 72°C selama 4 hari mampu mengeliminasi X. campestris pv. translucens (Fourest et al. 1990). Grum
et al. (2007), mengemukakan bahwa kombinasi perlakuan panas kering pada
benih dan termoterapi pada pembibitan dapat digunakan untuk mengeradikasi bakteri patogen pada buncis (X. campestris pv. phaseoli). Secara umum, suhu tinggi dapat mengurangi viabilitas benih dan vigor benih (Basra et al. 2004). Tingkat suhu tinggi (35, 38, dan 41 °C selama 7 hari/malam) dapat menurunkan atau menunda perkecambahan jagung, beras, dan benih sorgum (Akman 2009). Raka et al. (2012) melaporkan bahwa benih cabai rawit yang diberi perlakuan panas kering pada suhu 70 °C selama 72 jam tidak menyebabkan terganggunya viabilitas benih, bahkan mampu meningkatkan vigor kecepatan berkecambah, vigor tinggi bibit dan vigor jumlah daun bibit dibandingkan dengan benih yang tidak diberi perlakuan.
Perlakuan Bakterisida
Beberapa bahan kimia seperti bakterisida, fungisida dan insektisida umumnya diberikan pada benih sebelum ditanam di lapangan. Bakterisida, fungisida dan insektisida adalah suatu zat yang bersifat racun, menghambat pertumbuhan, mempengaruhi tingkah laku, penghambat makan, serta aktivitas lainnya yang dapat mempengaruhi OPT (IRRI 2008).
Streptomisin digunakan untuk mengendalikan fire blight pada apel dan pir yang disebabkan oleh E. amylovora di New Zealand dan USA dengan toksisitas yang rendah (EPA 1992; FSANZ 2011).
Agrept 20 WP merupakan bakterisida sistemik dengan bahan aktif streptomisin sulfat 20%. Bakterisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit pada tanaman yang disebabkan oleh bakteri, antara lain penyakit hawar bakteri pada akasia (X. campestris), penyakit layu pada cabai (Ralstonia
solanacearum), penyakit hawar daun pada padi (X. oryzae), penyakit layu bakteri
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Balai Uji Terap Teknik dan Metoda Karantina Pertanian (BUTTMKP) Bekasi. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Maret 2015.
Bahan dan Peralatan Penelitian
Bahan yang digunakan antara lain sampel benih jagung manis yang beredar di pasaran, isolat P. stewartii subsp. stewartii (koleksi Laboratorium Bakteriologi Departement Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor), bakterisida (Agrept 20 WP), media Yeast Extract Dextrosa-Calcium Carbonat Agar (YDCA), Nutrient Broth (NB), NaCl, dan Pasir. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah microwave oven (2450 MHz), bio safety cabinet II,
water bath, oven inkubator, shaker inkubator, vortex, hot plate, alat gelas, bunsen,
dan autoclave.
Penentuan Treatment Window Perlakuan Benih
Analisis Treatment Window
Memiliki
Treatment Window
Percobaan II
Perlakuan Fisik dan Kimiawi pada Benih Terinfeksi P. stewartii subsp. stewartii
Lanjutan bagan alir penelitian
Kombinasi Perlakuan Fisik dan Kimiawi pada Benih Terinfeksi P. stewartii
subsp. stewartii
Percobaan I
Penentuan Treatment Window Perlakuan Benih
Persiapan Sampel Benih Jagung Manis dan Isolat P. stewartii subsp. stewartii Sampel berupa benih jagung manis diambil dari kios pertanian. Benih jagung manis yang didapat dikumpulkan (400 benih) dan dikomposit serta dijadikan sampel uji (100 benih). Isolat bakteri P. stewartii subsp. stewartii yang digunakan merupakan koleksi dari Laboratorium Bakteriologi, Departement Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Isolat Bakteri diperbanyak di media Yeast Dextrosa Carbonat Agar (YDCA) dan Nutrient Broth
(NB).
Pengayaan bakteri P. stewartii subsp. stewartii dilakukan dengan mengambil satu koloni tunggal bakteri pada media YDCA umur 48 jam kemudian dimasukan ke dalam 500 ml media NB dan dihomogenkan. Suspensi bakteri pada media NB yang telah homogen diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 110 rpm selama 24 jam (Rahma 2013).
Pengaruh Perlakuan Fisik dan Kimiawi terhadap Vigor dan Daya Berkecambah Benih Jagung Manis
Perlakuan fisik yang dilakukan antara lain perlakuan microwave, air panas, dan panas kering. Perlakuan kimiawi dilakukan dengan menggunakan bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat (Agrept 20WP).
Perlakuan Microwave. Sampel uji benih jagung manis sebanyak 100 butir dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditempatkan dalam microwave oven 2450 MHz (Zhang et al. 2006 dan Friezen 2014). Benih jagung selanjutnya dipaparkan dengan panas microwave selama 0, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30, 60, 70, dan 80 detik. Setelah itu, benih jagung diletakkan pada suhu ruang.
Perlakuan Air Panas. Sampel uji benih jagung manis sebanyak 100 butir dimasukkan ke dalam kain strimin. Benih selanjutnya direndam pada air (suhu 38 sampai 41 °C) selama 5 sampai 10 menit, kemudian ditempatkan dalam water bath pada suhu 40, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 60, dan 70 °C selama 30 menit. Benih kemudian diangkat dan direndam pada air suhu 27 sampai 30 °C, dan air dingin selama 10 menit selanjutnya dikeringkan. Sebagai kontrol benih direndam pada suhu ruang (tidak dilakukan pemanasan).
Perlakuan Panas Kering. Sampel uji benih jagung manis sebanyak 100 butir dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditempatkan dalam oven dengan suhu 40, 45, 50, 60, dan 70 °C selama 24 jam selanjutnya didiamkan pada suhu ruang selama 60 menit. Sebagai kontrol benih tidak dilakukan pemanasan (pada suhu ruang).
Pengaruh Perlakuan Fisik dan Kimiawi terhadap Populasi P. stewartii subsp. stewartii (in vitro)
Perlakuan Microwave. Suspensi bakteri P. stewartii subsp. stewartii (OD = 0.4, 600 nm) dimasukkan ke dalam tabung ependorf sebanyak 1 ml, kemudian ditempatkan dalam microwave oven 2450 MHz (Zhang et al. 2006; Friezen 2014). Suspensi bakteri selanjutnya dipaparkan dengan panas microwave selama 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 60, 70, dan 80 detik kemudian diletakan pada suhu ruang. Suspensi bakteri dibuat seri pengenceran dengan larutan NaCl 0.8% sebagai pelarutnya. Sebanyak 100 µl suspensi bakteri disebar pada media YDCA dengan menggunakan glass beads steril kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan menghitung koloni bakteri yang tumbuh pada media untuk mengetahui kepadatan populasinya.
Perlakuan Air Panas. Suspensi bakteri P. stewartii subsp. stewartii (OD = 0.4, 600 nm) dimasukkan ke dalam tabung ependorf sebanyak 1 ml. Suspensi bakteri direndam pada air (suhu 38 sampai 41 °C) selama 5 sampai 10 menit, kemudian ditempatkan dalam water bath pada suhu 40, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 60, dan 70 °C selama 30 menit. Suspensi bakteri selanjutnya diangkat dan direndam pada air suhu 27 sampai 30 °C, dan air dingin selama 10 menit. Sebagai kontrol suspensi bakteri tidak dilakukan pemanasan (pada suhu ruang). Suspensi bakteri dibuat seri pengenceran dengan larutan NaCl 0.8% sebagai pelarutnya. Sebanyak 100 µl suspensi bakteri disebar pada media YDCA dengan menggunakan glass
beads steril kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Pengamatan
dilakukan dengan menghitung koloni bakteri yang tumbuh pada media untuk mengetahui kepadatan populasinya.
Perlakuan Panas Kering. Suspensi bakteri P. stewartii subsp. stewartii
(OD = 0.4, 600 nm) dimasukkan ke dalam tabung ependorf sebanyak 1 ml, ditempatkan dalam oven dengan suhu 40, 45, 50, 60, dan 70 °C selama 24 jam setelah itu didiamkan pada suhu ruang selama 60 menit. Sebagai kontrol suspensi bakteri tidak dilakukan pemanasan (pada suhu ruang). Suspensi bakteri dibuat seri pengenceran dengan larutan NaCl 0.8% sebagai pelarutnya. Sebanyak 100 µ l suspensi bakteri disebar pada media YDCA dengan menggunakan glass beads
steril kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan menghitung koloni bakteri yang tumbuh pada media untuk mengetahui kepadatan populasinya.
Perlakuan Bakterisida. Suspensi bakteri P. stewartii subsp. stewartii (OD = 0.4, λ = 600 nm) sebanyak 100 µl dimasukkan kedalam 5 ml media nutrient
broth kemudian ditambahkan 100 µ l larutan bakterisida konsentrasi 25, 50, 100,
150, 200, 400, 600, dan 800 ppm. Sebagai kontrol media nutrient broth hanya diberi suspensi bakteri saja. Larutan selanjutnya diinkubasi pada inkubator bergoyang selama 24 jam dengan kecepatan 110 rpm. Pengamatan dilakukan dengan menghitung nilai OD dengan spektrometer untuk mengetahui kepadatan populasinya.
Pengamatan
1) Daya Berkecambah (DB)
Ditentukan dengan menghitung persentase berkecambah normal (KN) hitungan pertama yaitu 5 hari setelah tanam (HST) dan hitungan kedua (7 HST).
DB = KN hitungan I + KN hitungan II
benih yang ditanam x 100%
2) Vigor (V)
Dihitung dari persentase berkecambah normal pada pengamatan 4 HST.
IV = KN 4 HST
benih yang ditanam x 100%
P. stewartii subsp. stewartii. Suspensi bakteri yang telah diberi perlakuan fisik (microwave, air panas, dan panas kering) dibuat pengenceran berseri dengan larutan NaCl 0.8% sebagai pelarutnya. Sebanyak 100 µl suspensi bakteri disebar pada media YDCA dengan menggunakan glass beads steril kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan menghitung koloni bakteri yang tumbuh pada media untuk mengetahui kepadatan populasinya. Kepadatan populasi bakteri dihitung dengan rumus :
Pb = Jk
P x V
Keterangan:
Pb : Populasi bakteri (cfu/ml)
Jk : Jumlah koloni pada pengenceran ke-n
P : Pengenceran ke-n
V : Volume suspensi bakteri hasil pengenceran yang disebar (ml)
Kepadatan populasi P. stewartii subsp. stewartii setelah diberi perlakuan kimiawi dengan menggunakan bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat dilakukan dengan menghitung nilai optical density suspensi tersebut dengan spektrometer pada panjang gelombang 600 nm.
Analisis Data
Percobaan II
Perlakuan Fisik dan Kimiawi pada Benih Terinfeksi P. stewartii subsp. stewartii
Persiapan Sampel Benih Terinfeksi
Benih terinfeksi diperoleh dari inokulasi buatan dengan cara merendam benih jagung manis di dalam suspensi bakteri P. stewartii subsp. stewartii (Zainal
et al. 2010). Benih disterilisasi permukaan dengan larutan NaOCl 1% selama 2
menit, kemudian dibilas dengan air steril sebanyak 2 kali. Benih yang telah disterilisasi permukaan direndam dalam suspensi bakteri P. stewartii subsp.
stewartii pada media Nutrient Broth usia 24 jam (OD 0.4, λ = 600 nm) selama 30
menit. Benih yang telah di rendam ditiriskan dan dikeringanginkan selama 24 jam. Perlakuan pada Benih Terinfeksi
Perlakuan Air Panas. Sampel uji benih jagung manis terinfeksi P.
stewartii subsp. stewartii sebanyak 100 butir dimasukkan ke dalam kain strimin.
Benih selanjutnya direndam pada air (suhu 38 sampai 41 °C) selama 5 sampai 10 menit, kemudian ditempatkan dalam penangas air pada suhu 50, 53, dan 55 °C selama 30 menit. Benih kemudian diangkat dan direndam pada air suhu 27 sampai 30 °C, dan air dingin selama 10 menit, selanjutnya dikeringkan. Sebagai kontrol benih direndam pada suhu ruang (tidak dilakukan pemanasan).
Perlakuan Panas Kering. Sampel uji benih jagung manis terinfeksi P.
stewartii subsp. stewartii sebanyak 100 butir dimasukkan ke dalam cawan petri.
Benih tersebut kemudian ditempatkan dalam oven dengan suhu 40, 45, 50, dan 60 °C selama 24 jam, setelah itu didiamkan pada suhu ruang selama 60 menit. Sebagai kontrol benih tidak dilakukan pemanasan (pada suhu ruang).
Perlakuan Bakterisida. Sampel uji benih jagung manis terinfeksi P.
stewartii subsp. stewartii sebanyak 100 butir dimasukkan ke dalam erlenmeyer
yang berisi larutan bakterisida bahan aktif streptomisin sulfat konsentrasi 0 (kontrol), 25, 50, 100, 150, dan 200 ppm selama 20 menit. Benih jagung yang sudah direndam kemudian ditiriskan dan dikeringanginkan.
Pengamatan
Benih Jagung Manis. Benih yang sudah diberi perlakuan ditanam pada nampan plastik berukuran 20 cm x 30 cm yang telah diberi pasir steril. Pengamatan dilakukan terhadap vigor dan daya berkecambah benih, seperti pada tahap sebelumnya.
Pb = Jk x Vpl P x V x Bb Keterangan:
Pb : Populasi bakteri (cfu/g benih)
Jk : Jumlah koloni pada pengenceran ke-n
Vpl : Volume pelarut / larutan NaCl 0.8% yang digunakan untuk mengekstraksi benih terinfeksi (ml)
Bb : Berat benih terinfeksi yang diekstraksi (g) P : Pengenceran ke-n
V : Volume suspensi bakteri hasil pengenceran yang disebar (ml) Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Minitab versi 16. Rancangan percobaan pada pengujian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan masing-masing perlakuan sebanyak 4 ulangan. Data dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Tukey taraf 1%.
Percobaan III
Kombinasi Perlakuan Fisik dan Kimawi pada Benih Terinfeksi P. stewartii subsp. stewartii
Kombinasi perlakuan bakterisida dengan panas kering dilakukan dengan merendam benih pada larutan bakterisida konsentrasi 25, 50, dan 100 ppm selama 20 menit sebelum dan setelah perlakuan panas kering suhu 45, 50, dan 55 °C selama 24 jam.
Pengamatan
Benih Jagung Manis. Benih yang sudah diberi perlakuan ditanam pada nampan plastik berukuran 20 cm x 30 cm yang telah diberi pasir steril. Pengamatan dilakukan terhadap vigor dan daya berkecambah benih, seperti pada tahap sebelumnya. dilakukan dengan menghitung koloni bakteri yang tumbuh pada media untuk mengetahui kepadatan populasinya.
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbanyakan Isolat P. stewartii subsp. stewartii
Hasil peremajaan isolat bakteri menunjukkan bahwa koloni yang muncul pada media YDC) koloni berwarna kuning, cembung dan berlendir (Gambar 2a) dan pada media semi selektif nigrosin (Gambar 2b) koloni sedikit cembung, halus dan berkilau, dengan karakteristik pigmen hitam pada pusat koloni dan transparan bagian pinggir (fish eyes) yang merupakan ciri khas dari P. stewartii
subsp. stewartii. Menurut Coplin dan Kado (2001) pada media YDCA koloni P.
stewartii subsp. stewartii berwarna kuning dan cembung dan pada media semi
selektif nigrosin pertumbuhan P. stewartii subsp. stewartii memiliki karakteristik pigmen hitam pada pusat koloni dan transparan bagian pinggir (fish eyes), bulat, sedikit cembung, berkilau dan sangat lengket serta koloni muncul setelah diinkubasi selama 5 sampai 7 hari pada 39 °C (Yifen et al. 1982). Mohammadi et al. (2012) mengemukakan bahwa bakteri P. stewartii subsp. stewartii
menghasilkan pigmen kuning karatenoid yang berfungsi sebagai anti oksidan dan dapat melindungi sel bakteri dari sress lingkungan ketika bakteri berada di ruang antar sel dan pembuluh tanaman.
Gambar 2 Koloni bakteri P. stewartii subsp. stewartii pada media YDCA (a) dan semi selektif nigrosin (b)
Penentuan Treatment Window Perlakuan Benih
Variabel pengamatan yang digunakan untuk menentukan viabilitas benih pada penelitian ini adalah kekuatan tumbuh benih (vigor) dan daya berkecambah benih. Menurut Sutopo (2002), secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang suboptimal. Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tumbuh sehat dan berproduksi tinggi dengan kualitas baik. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan merupakan landasan bagi kemampuan tanaman menyerap dan memanfaatkan yang dibutuhkan secara maksimal. Vigor benih yang tinggi dapat dicirikan bahwa benih tersebut dapat tumbuh dengan cepat dan merata, sehingga waktu pengamatan untuk vigor benih lebih cepat dilakukan dibandingkan dengan
daya berkecambah benih. Daya berkecambah benih merupakan kemampuan benih tumbuh normal pada lingkungan yang optimal. Variabel pengamatan yang digunakan dapat berupa persentase berkecambah normal berdasarkan penilaian teradap struktur tumbuh embrio yang diamati secara langsung.
Menurut Kamil (1979) dan ISTA (2014), benih jagung dapat dikatakan tumbuh normal (Gambar 3) apabila memenuhi kriteria diantaranya (1) memiliki akar primer yang kuat dan disertai dengan akar sekunder, (2) bila tidak memiliki akar primer, tetapi paling kurang memiliki dua akar sekunder yang kuat, (3) pertumbuhan daun pertama (hijau) yang baik dengan panjang kira-kira setengah terbungkus oleh koleoptil, dan biasanya keluar menembus koleoptil pada akhir periode waktu perkecambahan, (4) koleoptil robek (terbuka), sehingga daun pertama (hijau) tumbuh normal atau sedikit robek, dan (5) plumul berputar dan bergelombang disebabkan halangan kulit benih yang kuat sehingga plumul tersebut tidak busuk.
Gambar 3 Penampakan kecambah jagung manis yang tumbuh normal. (a) plumul muncul keluar menembus koleoptil, (b) daun kedua telah terbentuk. (b : biji, ap : akar primer, as : akar sekunder, k : koleoptil, p : plumul/ daun pertama, d : daun kedua).
Benih jagung yang tumbuh abnormal (Gambar 4) dicirikan antara lain, tidak memiliki akar primer atau akar sekunder, tidak memiliki akar primer tetapi hanya ada akar sekunder yang pendek dan lemah, tidak memiliki daun pertama hanya ada koleoptil yang tidak berwarna, daun pertama tumbuh pendek terbungkus kurang dari seperdua panjang koleoptil, daun pertama berkerunyut atau terbuka longitudinal, walaupun koleptil juga terbuka, plumul lemah dan pucat, plumul memendek dan membengkak, daun pertama putih seluruhnya, dan plumul busuk, biasanya pada titik perlekatannya pada benih (Kamil 1979; ISTA 2014).
Variabel pengamatan yang digunakan untuk menentukan viabilitas bakteri P.
stewartii subsp. stewartii pada penelitian ini adalah populasi bakteri yang tumbuh
pada media buatan setelah diberi perlakuan. Populasi bakteri P. stewartii subsp.
stewartii pada kondisi in vitro setelah perlakuan microwave, air panas, dan panas
kering dihitung berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh pada media buatan YDCA (Lampiran 18) untuk setiap satuan volume suspensi bakteri (cfu/ml) sedangkan pada perlakuan bakterisida berdasarkan nilai optical density (λ = 600 nm) atau kepadatan bakteri yang tumbuh pada media NB.
Gambar 4 Penampakan kecambah jagung manis yang tumbuh abnormal. (a)
benih jagung tidak berkecambah, (b) koleoptil dan plumul tidak terbentuk, (c) akar dan plumul tidak terbentuk, dan (d) plumul tidak terbentuk.
Penentuan waktu yang akan digunakan pada perlakuan microwave, suhu pada perlakuan air panas dan panas kering, serta konsentrasi pada perlakuan bakterisida agar perlakuan benih efektif tercapai dapat dilakukan dengan mencari interval atau jaraknya terlebih dahulu. Forsberg (2004) mengemukakan bahwa interval suhu perlakuan air panas saat perlakuan efektif tercapai atau dikenal dengan istilah “treatment window” yang merupakan bagian penting yang akan mempengaruhi berhasilnya suatu perlakuan terhadap berbagai variasi toleransi panas pada benih.
Penentuan interval waktu, suhu, dan konsentrasi perlakuan pada penelitian ini berdasarkan treatment window dari pengaruh perlakuan terhadap viabilitas benih (persentase daya berkecambah) dengan viabilitas bakteri pada kondisi in
vitro (jumlah koloni bakteri dalam cfu/ml). Interval waktu, suhu, dan konsentrasi
yang menghasilkan tingginya viabilitas benih dan rendahnya viabilitas bakteri pada kondisi in vitro digunakan untuk perlakuan pada benih yang terinfeksi bakteri P. stewartii subsp. stewartii.
Perlakuan Microwave
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemaparan panas microwave (2450 MHz, 1000 W) pada benih jagung manis berpengaruh terhadap viabilitas (vigor dan daya berkecambah) benih, yaitu persentase vigor dan daya berkecambah
a b
a