• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Stok Dan Ketidakpastian Sumber Daya Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) Di PPN Karangantu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Stok Dan Ketidakpastian Sumber Daya Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) Di PPN Karangantu"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN STOK DAN KETIDAKPASTIAN SUMBER DAYA

IKAN TETENGKEK (

Megalaspis cordyla

, Linnaeus 1758)

DI PPN KARANGANTU

NURUL IZATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Stok Dan Ketidakpastian Sumber Daya Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) Di PPN Karangantu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Nurul Izati

(4)

ABSTRAK

NURUL IZATI. Kajian Stok dan Ketidakpastian Sumber Daya Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) di PPN Karangantu. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan RAHMAT KURNIA.

PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara) Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Salah satu ikan yang didaratkan adalah ikan tetengkek. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui stok dari ikan tetengkek dengan pendekatan parameter pertumbuhan, sebaran kelompok ukuran, laju mortalitas dan laju eksploitasi serta analisis ketidakpastian penangkapan. Ikan tetengkek (Megalaspis cordyla) merupakan hasil sampingan dari target utama ikan pelagis kecil. Ikan tetengkek yang didapat selama penelitian memiliki sebaran frekuensi panjang berkisar antara 200-355 mm. Hasil koefisien pertumbuhan (K) untuk ikan tetengkek betina sebesar 0.2286 sedangkan jantan 0.2896. Hubungan panjang bobot yang diperoleh untuk ikan tetengkek betina maupun jantan bersifat allometrik negatif. Laju eksploitasi ikan tetengkek sebesar 15.92%. Berdasarkan laju eksploitasi, penangkapan ikan tetengkek masih mengalami underfishing, karena ikan tetengkek merupakan hasil tangkapan sampingan (bycatch).

Kata kunci: Analisis Ketidakpastian, Pertumbuhan, Mortalitas, Eksploitasi ABSTRACT

NURUL IZATI. Stock Assessment and Uncertainty of Torpedo scad (Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) Resources in PPN Karangantu. Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and RAHMAT KURNIA.

PPN (Archipelago Fishery Port) Karangantu is located in Kasemen District, Serang city, Banten Province. One of the fishes landed there is Torpedo Scad. The purpose of this research are to assess the stock of the fish using biologi parameter approach and the uncertainty using Monte Carlo model. Torpedo Scad (Megalaspis cordyla) is a bycatch of the fishing gear dogol. Torpedo Scad that was obtained during the research has distribution of length frequency range from 200 to 355 mm. It’s growth coefficients (K) for female and male is 0.2286 and 0.2896. Based on the relationship of Length and weight, female and male fish are

allometric negative. The exploitation rate of Torpedo Scad is 15.92%. Based on the exploitation rate, Torpedo Scad catching is still underfishing, because of Torpedo Scad is bycatch.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

KAJIAN STOK DAN KETIDAKPASTIAN SUMBER DAYA

IKAN TETENGKEK (

Megalaspis cordyla

, Linnaeus 1758)

DI PPN KARANGANTU

NURUL IZATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Kajian Stok Dan Ketidakpastian Sumber Daya Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) Di PPN Karangantu Nama : Nurul Izati

NIM : C24090039

Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh Dosen Pembimbing

Dr Ir Achmad Fahrudin, M.Si Pembimbing I

Dr Ir Rahmat Kurnia, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Yusli Wardiatno, M.Sc Ketua Departemen

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang

berjudul “Kajian Stok Dan Ketidakpastian Sumber Daya Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) Di PPN Karangantu” ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Dr Ir Achmad Fahrudin, M.Si dan Dr Ir Rahmat Kurnia, M.Si selaku dosen pembimbing.

2. Dr Ir Yunizar Ernawati, M.S selaku dosen penguji dan Ir Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku dosen dari komisi pendidikan MSP.

3. Seluruh staff PPN Karangantu yang telah membantu selama pengumpulan data.

4. Ayahanda Tumin Kardjadi dan ibunda Siti Nurhayati yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan nasehatnya kepada penulis. Kakanda Adi Kurniawan, Amd, S.E dan Rina Afriani S.E, yang telah memberikan dukungannya.

5. Seluruh staff Tata Usaha dan civitas MSP, teman-teman 46 (Icha, Ajeng, Pia, Yucha, Nola, Devi, Ginna, Alin, Dwi, Putri, Mimi, Made, Santika, dan yang tidak bisa disebutkan satu persatu), MSP 44, MSP 45, MSP 47, MSP 48, teman kosan Wisma Fahmeda (Arin, Mba Ardha, Ka Lina, Amy, Dhini), teman asrama dan TPB saya (Mila, Lisa, Intan, Wulan, Fya, Upri, Erin, Achi), serta sahabat saya (Utami Indriani, Aldilla, Ichwan, Irwan Rudy P. dan Az Muftiar) atas segala doa, semangat dan dukungannya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikkan di masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, 30 Juli 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ………. vi

DAFTAR GAMBAR………. vi

DAFTAR LAMPIRAN……….. vi

PENDAHULUAN………. 1

Latar Belakang………... 1

Perumusan Masalah……….. 1

Tujuan Penelitian………... 2

Manfaat Penelitian………. 2

METODE………... 2

Bahan………. 2

Alat………. 3

Lokasi Penelitian……… 3

Pengumpulan Data………. 3

Analisis Data………... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN………... 7

Hasil……….. 8

Pembahasan………... 13

SIMPULAN DAN SARAN……….. 16

Simpulan……….... 16

Saran………..… 16

DAFTAR PUSTAKA………... 16

LAMPIRAN………..… 19

(11)

DAFTAR TABEL

1 Sebaran kelompok ukuran ikan tetengkek……….. 9 2 Parameter pertumbuhan berdasarkan model Von Bertalanffy

(K, L∞, dan t0)……….... 11

3 Laju Mortalitas dan eksploitasi ikan tetengkek di PPN Karangantu……….… 12 4 Nilai statistik produksi ikan tetengkek periode 2008-2012………... 13

DAFTAR GAMBAR

1 Perumusan Masalah………... 1

2 Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla)……… 2

3 Peta lokasi pengambilan contoh dan daerah penangkapan

ikan tetengkek ……… 3

4 Komposisi hasil tangkapan ikan di PPN Karangantu……….. 8 5 Sebaran frekuensi panjang ikan tetengkek (Megalaspis cordyla)……….. 8 6 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan tetengkek betina

bulan Juni – November 2012……….. 9 7 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan tetengkek jantan

bulan Juni – November 2012……… 9 8 Hubungan panjang-bobot ikan tetengkek betina di PPN Karangantu………... 10 9 Hubungan panjang bobot ikan tetengkek jantan di PPN Karangantu…… 10 10 Kurva pertumbuhan ikan tetengkek (Megalaspis cordyla) betina……… 11 11 Kurva pertumbuhan ikan tetengkek (Megalaspis cordyla) jantan………... 11 12 Hasil produksi ikan tetengkek………... 13 13 Diagram frekuensi produksi ikan tetengkek periode 2008-2012 yang

didaratkan di PPN Karangantu………. 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alat dan bahan yang digunakan……….. 19 2 Tabel Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla) 19 3 Uji t nilai b hubungan panjang bobot ikan tetengkek betina Waktu

pengambilan contoh: Juni – November 2012……….. 20 4 Perhitungan pendugaan parameter pertumbuhan (K, L∞, dan t0)

ikan tetengkek……….. 21

5 Perhitungan pendugaan laju mortalitas total (Z), laju mortalitas alami (M), laju mortalitas penangkapan (F), dan laju eksploitasi

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu merupakan salah satu pelabuhan perikanan di Indonesia yang cukup berkembang. PPN Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen, Serang, Provinsi Banten. Ikan yang didaratkan di PPN Karangantu antara lain ikan pelagis, ikan karang dan ikan demersal. Salah satu sumber daya ikan yang didaratkan adalah ikan tetengkek.

Ikan tetengkek memiliki nama latin Megalaspis cordyla. Ikan tetengkek adalah ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis. Harga ikan ini di TPI PPN Karangantu sekitar Rp 15000/Kg. Ikan tetengkek dipasarkan dalam bentuk segar dan beku. Ikan tetengkek tidak begitu terkenal dikhalayak umum, karena ikan tetengkek merupakan hasil tangkapan sampingan dari ikan pelagis kecil. Alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan tetengkek adalah dogol, bagan apung, dan pancing. Alat tangkap yang dominan adalah dogol. Hasil tangkapan ikan tetengkek setiap tahunnya fluktuatif. Hal ini menjadikan kajian stok dan analisis ketidakpastian penting dilakukan agar dapat diperoleh informasi mengenai kondisi sumber daya ikan tetengkek di Teluk Banten.

Perumusan Masalah

Penangkapan ikan tetengkek tanpa mempertimbangkan kelestarian sumber daya ikan akan mengalami penurunan hasil tangkapan ikan tetengkek di Teluk Banten. Ukuran panjang ikan yang semakin mengecil diduga sebagai penurunan stok ikan tetengkek, sehingga diperlukan pengelolaan yang tepat. Hasil tangkapan dan ukuran ikan akan berpengaruh pada kesejahteraan nelayan. Intensitas penangkapan serta lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap populasi sumberdaya ikan di Teluk Banten. Hal ini mengindikasikan perlunya kajian tentang sebaran frekuensi panjang, pertumbuhan, mortalitas dan laju eksploitasi, serta menganalisis ketidakpastian penangkapan. Berdasarkan kajian tersebut dibuat upaya pengelolaan agar dapat menjamin kelestarian sumberdaya dan kesejahteraan nelayan (Gambar 1).

(13)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah menduga stok dengan batasan laju mortalitas dan laju eksploitasi serta mengetahui tingkat ketidakpastian hasil tangkapan sumber daya ikan tetengkek.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sumber daya ikan tetengkek di PPN Karangantu terkait dengan laju mortalitas dan laju eksploitasi serta analisis ketidakpastian penangkapan sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pengelolaan ikan tetengkek di Teluk Banten.

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tetengkek yang di daratkan di PPN Karangantu (Gambar 2). Klasifikasi ikan tetengkek menurut Saanin (1984) adalah:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Perchomorphi Subordo : Perciformes Famili : Carangidae Genus : Megalaspis

Spesies : Megalaspis cordyla

Nama Umum : Torpedo scad, Finny scad, Tetengkek (Indonesia)

Nama Lokal : Cengkurungan, Geronggong, Singkur, Serisi, Gronggong.

Menurut www.fishbase.org ikan ini hidup di daerah tropis pada perairan laut maupun payau dengan kisaran kedalaman 20-100 m dan berasosiasi dengan karang dan biasanya membentuk gerombolan. Makanan utama ikan ini adalah ikan. Tetengkek dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimum 80 cm tetapi panjang umumnya adalah 45 cm. Ikan tetengkek mencapai kematangan gonad pada ukuran 25 cm (Reuben et all 1992).

(14)

3 Ikan tetengkek mempunyai dua sirip punggung dengan jari-jari keras berjumlah 9 buah dan jari-jari lemah sebanyak 18-20 buah. Ikan tetengkek memiliki tubuh memanjang, agak gepeng dan seperti cerutu. Tubuh bagian atas berwarna hijau keabuan, sedangkan bagian bawah berwarna putih keperakkan. Ikan ini memiliki sirip dada, berbentuk sabit. Batang ekor ikan tetengkek kuat dan kaku, karena pada bagian ini terdapat skut. (Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan 2013).

Alat

Alat yang digunakan dalam pengambilan data antara lain alat tulis, lembar kerja, kertas kuisioner, kamera digital, penggaris dengan tingkat ketelitian 1 mm, serta timbangan dengan tingkat ketelitian 10 gr.

Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan contoh di PPN Karangantu, Serang, Banten (Gambar 3). Pengambilan ikan contoh dilakukan pada 17 Juni 2012 hingga 25 November 2012. Pengambilan ikan contoh dilakukan pada selang satu bulan satu kali. Secara keseluruhan pengambilan contoh dilakukan sebanyak 6 kali. Analisis ikan contoh dilakukan di Laboraturium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer terdiri dari panjang total (mm), bobot basah (gr), dan jenis kelamin ikan tetengkek. Metode pengambilan ikan contoh adalah penarikan contoh acak sederhana (PCAS). Ikan contoh diambil secara acak dari keranjang-keranjang ikan. Banyaknya contoh ikan yang diambil tergantung dari hasil tangkapan ikan tetengkek dengan rata-rata 20% dari ikan yang didaratkan. Kegiatan pengambilan data primer terbagi menjadi dua, yaitu kegiatan lapang dan kegiatan laboraturium. Pada kegiatan lapang dilakukan pengukuran panjang total dan penimbangan bobot basah. Pada kegiatan laboraturium ikan tetengkek

(15)

4

dibedah untuk menentukan jenis kelamin dari ikan tersebut. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari KKP Karangantu Banten yang meliputi hasil tangkapan ikan tetengkek di PPN Karangantu. Informasi lain yang terkait dengan penelitian ini seperti daerah tangkapan, operasi penangkapan, biaya operasi penangkapan didapatkan dari hasil wawancara terhadap nelayan dan pihak PPN Karangantu.

Analisis Data

Sebaran Frekuensi Panjang

Data frekuensi panjang yang dikaji adalah data panjang total ikan tetengkek. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan selang kelas, nilai tengah dan frekuensi dari masing-masing selang kelas.

Sebaran panjang yang ditentukan dalam selang kelas panjang kemudian diplotkan dalam sebuah grafik, sehingga dapat terlihat sebaran kelas panjang. Pergeseran sebaran frekuensi panjang menggambarkan jumlah kohort yang ada dan perubahan posisi ukuran panjang kelompok yang sama.

Identifikasi Kelompok Ukuran

Menurut Pauly (1982), metode pemisahan kelompok ukuran dilakukan dengan cara mengidentifikasi contoh ikan yang mewakili interval waktu yang diketahui. Metode ini umumnya melibatkan pemisahan contoh panjang frekuensi menjadi beberapa bagian yang normal dengan metode grafik atau dengan menggunakan program NORMSEP. Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang menyebar dengan nilai rata-rata panjang dan simpangan baku pada masing-masing kelompok umur (Gayanilo et al, 1994

in Fandri 2012).

Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-

i (i = 1,2,3,…., N), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j dan pj adalah

proporsi ikan dalam kelompok umur ke – j (j=1,2,3,…,G), maka fungsi objektif

yang digunakan untuk menduga { ̂ ̂ ̂ } adalah fungsi kemungkinan maksimum (maksimum likelihood function) :

∑ ∑ dan

(16)

5 W adalah Berat (gr), L adalah Panjang (mm), α adalah intersep dan β

adalah slope. Nilai α dan β diduga dari bentuk linier persamaan diatas yaitu :

Log W = Log a + b Log L

Interpretasi dari hubungan panjang dan bobot dapat dilihat berdasarkan nilai konstanta b yaitu dengan hipotesis :

1. H0: = 3, hubungan isometrik (pola pertumbuhan panjang sama

dengan pola pertumbuhan bobot) 2. H1: ≠ 3, hubungan allometrik

Pola pertumbuhan allometrik terbagi menjadi dua yaitu b<3 disebut allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan) dan b>3 allometrik positif (pola pertumbuhan berat lebih dominan).

Selanjutnya untuk menguji hipotesis tersebut digunakan statistik uji sebagai berikut :

thitung = | |

b1 adalah Nilai b (dari hubungan panjang bobot) dan b0 adalah 3. adalah

simpangan baku dugaan b1 atau b yang dihitung dengan :

Sedangkan s2 adalah kuadrat tengah sisa sebagai penduga , yang dapat dihitung dengan :

∑ ∑ ∑ ∑ ∑

Selanjutnya nilai thitung bandingkan dengan nilai ttabel pada selang kepercayaan

95%. Kaidah keputusan yang diambil adalah jika thitung>ttabel maka tolak hipotesis

nol (H0) dan jika thitung<ttabel maka terima hipotesis nol (H0) (Walpole 1995).

Parameter Pertumbuhan

Plot Ford Walford merupakan salah satu metode yang paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dari persamaan Von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang tetap (King 1995). Pendugaan nilai

(17)

6

menggunakan metode Ford Walford yang diturunkan dari persamaan Von Bertallanfy :

Lt+1 = L∞ ( [ ]) + Lt [ ]

Berdasarkan persamaan di atas dapat diduga dengan persamaan regresi linier , jika Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap Lt+1 sebagai

L∞ = Panjang asimtotik ikan (mm)

K = Koefisien pertumbuhan (mm/satuan waktu) t = Umur ikan

t0 = Umur ikan pada saat panjang ikan nol

Laju Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) dengan langkah-langkah sebagai berikut.

Langkah 1: Mengkonversikan data panjang ke data umur dengan mengunakan

inverse persamaan Von Bertalanffy. t (L) = t0–

Langkah 2: Menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang L1 ke L2 (t).

t = t(L2) – t(L2) =

Langkah 3: Menghitung waktu panjang rata-rata.

t = t0–

(18)

7 Untuk laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut.

M = Keterangan:

M = Mortalitas alami

L∞ = Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (mm) K = Koefisien pertumbuhan (mm/satuan waktu)

T = Rata-rata suhu permukaan air (0C)

Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan: F = Z – M

Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z):

E =

=

Laju mortalitas penangkapn (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971) in Rahayu (2012) adalah Foptimum = M dan Eoptimum = 0, 5.

Analisis Ketidakpastian

Analisis ketidakpastian dalam perikanan mengikuti hukum peluang, yaitu terdapat kemungkinan berhasil atau gagal pada hasil tangkapan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya upaya dan harga dari ikan hasil tangkapan. Analisis ketidakpastian menggunakan alat bantu berupa software Crystall ball yang berbasis aplikasi spreadsheet suite untuk model prediksi, ramalan, simulasi dan optimasi. Crystall ball dapat membantu menganalisis resiko dan ketidakpastian yang terkait dengan model spreadshet, suite meliputi analisis simulasi Monte Carlo (Crystall ball), time-series peramalan (CB Prediction), dan optimisasi (Opt Quest) serta pengembangan antar muka kostum dan proses.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Sumber daya Ikan Tetengkek

(19)

8

Pulau Panjang. Kapal yang digunakan dalam penangkapan berkisar antara 11-30

gross ton (GT). Harga jual ikan tetengkek adalah Rp 15 000/kg.

Sebaran Frekuensi Panjang

Sebaran frekuensi panjang diperlukan untuk mengetahui sebaran kelompok umur. Total contoh yang diambil sebanyak 180 ekor, dengan proporsi jantan dan betina sebanyak 108 ekor dan 72 ekor. Sebaran frekuensi panjang dapat dilihat pada Gambar 5.

Panjang maksimal ikan tetengkek jantan adalah 355 mm, sedangkan ikan betina adalah 335 mm. Frekuensi terbanyak pada ikan tetengkek jantan yaitu pada selang kelas 290-307 mm. Frekuensi terbanyak ikan tetengkek betina yaitu pada selang kelas 200-217 mm.

Kelompok Ukuran

Analisis kelompok ukuran dilakukan pada setiap pengambilan contoh. Hal ini dilakukan untuk melihat perubahan rata-rata panjang berdasarkan waktu pengambilan contoh. Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran diperoleh dari rata-rata dan indeks separasi masing-masing ukuran kelompok panjang ikan tetengkek. Hasil pemisahan kelompok ukuran ikan tetengkek betina dan jantan dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 5. Sebaran frekuensi panjang ikan tetengkek (Megalaspis cordyla) 0

Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan ikan di PPN Karangantu

(20)

9

Gambar 6 dan Gambar 7 terlihat pergeseran frekuensi modus. Pergeseran ke arah kanan pada bulan Juni hingga Oktober yang menandakan pertumbuhan. Terjadi pergeseran ke arah kiri pada bulan Oktober yang merupakan fakta adanya

recruitment pada bulan Oktober. Pada Tabel 1 dapat dilihat hasil analisis kelompok ukuran ikan tetengkek betina dan jantan.

Hubungan Panjang Bobot

Tabel 1. Sebaran kelompok ukuran ikan tetengkek Pengambilan

contoh

Kelompok Ukuran

Nilai Tengah Indeks Separasi

Betina Jantan Betina Jantan

17 Juni 2012 1 230.00 ± 13.41 226.00 ± 14.96 n.a n.a

15 Juli 2012 1 254.00 ± 15.21 260.75 ± 14.05 n.a n.a

26 Agustus 2012 1 290.00 ± 15.35 286.21 ± 12.49 n.a n.a

16 September 2012 1 303.85 ± 12.53 305.88 ± 17.33 n.a n.a

14 Oktober 2012 1 216.49 ± 31.72 208.99 ± 9.00 n.a n.a

2 272.00 ± 2.76 294.10 ± 21.44 3.21 3.59

25 November 2012 1 209.82 ± 16.03 216.11 ± 14.17 n.a n.a

Gambar 7. Pergeseran modus frekuensi panjang ikan tetengkek jantan bulan Juni – November 2012.

(21)

10

Hubungan panjang bobot merupakan salah satu parameter penting dalam mengetahui pola pertumbuhan ikan. Hasil analisis panjang bobot dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.

Hubungan panjang dan bobot pada diketahui bahwa untuk ikan tetengkek betina memiliki persamaan W = 0.0088L1.8179. Sementara, ikan tetengkek jantan memiliki persamaan W = 0.0015L2.1265.

Parameter Pertumbuhan

Penentuan panjang dari waktu ke waktu didapatkan dari nilai tengah pada sebaran kelompok umur. Hasil analisis mengenai parameter pertumbuhan berupa

koefisien pertumbuhan (K), panjang asimtotik (L∞), dan umur teoritik ikan pada

saat panjang ikan nol (t0) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter pertumbuhan berdasarkan model Von Bertalanffy (K, L∞,

dan t0)

L∞ (mm) 380.4571 378.4421 363.5454 t0 (bulan) -0.35 -0.3660 -0.2895

Gambar 9. Hubungan panjang bobot ikan tetengkek jantan di PPN Karangantu

W = 0.0015L2.1265

Gambar 8. Hubungan panjang-bobot ikan tetengkek betina di PPN Karangantu.

(22)

11

Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy untuk ikan tetengkek betina adalah ). Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy untuk ikan tetengkek jantan adalah

). Kurva pertumbuhan ikan tetengkek betina dan jantan disajikan

pada Gambar 10 dan 11 yang diperoleh dengan memplotkan umur (bulan) dan panjang ikan (mm).

Kurva pertumbuhan diperoleh dengan memplotkan umur (bulan) dan panjang total ikan (mm). Pertumbuhan ikan tetengkek betina mendekati panjang asimtotik pada umur 25 bulan. Pertumbuhan ikan tetengkek jantan mendekati panjang asimtotik pada umur 26 bulan.

Laju Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Pendugaan mortalitas total (Z) ikan tetengkek dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang yang disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis berupa mortalitas total, mortalitas alami, dan mortalitas tangkapan, dan laju eksploitasi dari ikan tetengkek.

(23)

12

Pada tabel diatas diketahui bahwa nilai mortalitas alami lebih besar dibandingkan mortalitas total. Hal ini diduga bahwa ikan tetengkek banyak mengalami kematian di alam. Laju eksploitasi ikan tetengkek sebesar 15,92%. Analisis Ketidakpastian

Pada Gambar 12 dapat dilihat hasil tangkapan ikan tetengkek yang di daratkan di PPN Karangantu dari tahun 2008 hingga 2012. Terlihat adanya fluktuasi penangkapan, penangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2012.

Pendugaan analisis ketidakpastian menggunakan analisis Monte Carlo. Analisis ketidakpastian menggunakan pengolahan data berkala. Analisis ketidakpastian menggunakan software crystal ball yang diharapkan terlihat adanya peramalan (forecasting) pada hasil tangkapan ikan tetengkek. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 12. Hasil produksi ikan tetengkek 0

1/1/2008 1/1/2009 1/1/2010 1/1/2011 1/1/2012 1/1/2013

Dat

Tabel 3. Laju Mortalitas dan eksploitasi ikan tetengkek di PPN Karangantu.

Parameter Nilai (per bulan)

Total

Laju Mortalitas Total (Z) 0.7766

Laju Mortalitas Alami (M) 0.6529

Laju Mortalitas Penangkapan (F) 0.1236

(24)

13

Statistik produksi penangkapan ikan tetengkek diperlukan untuk menduga ketidakpastian hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Karangantu. Statistik produksi ikan tetengkek dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan statistik hasil tangkapan terlihat nilai koefisien keragaman yang besar, sehingga menunjukkan ketidakpastian yang sangat tinggi pada penangkapan ikan tetengkek di sekitar Teluk Banten. Hal tersebut dikarenakan ikan tetengkek merupakan hasil sampingan dari ikan target utama yaitu ikan pelagis kecil.

Pembahasan Stok Ikan Tetengkek

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Secara geografis pelabuhan ini terletak di bagian utara Pulau Jawa pada posisi koordinat 060 0200 LS – 1060 0900 BT. Suhu air laut di perairan Teluk Banten berkisar antara 26,90C-310C (Erina 2006). Pola angin di perairan Teluk Banten dipengaruhi oleh angin muson (musim). Menurut Nontji (2007), pola angin yang sangat berperan di Indonesia adalah angin musim (monsoon). Dua angin muson yaitu muson barat dan muson timur. Angin muson barat yang berlangsung antara bulan September hingga Februari. Angin muson timur yang berlangsung antara bulan Maret hingga Agustus. Angin musim membawa pengaruh pada curah hujan.

Hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Karangantu berasal dari Teluk Banten. Daerah penangkapan di Teluk Banten meliputi, Pulau Panjang, Pulau

Tabel 4. Nilai statistik produksi ikan tetengkek periode 2008 - 2012

Statistik Nilai Forecast

Rata-rata 8,117,231.15

Simpangan Baku 4,449,640.76

Koefisien Keragaman 0.5482

Galat Baku 140,710.00

(25)

14

Pamajang, dan Pulau Tunda. Tangkapan terbesar yang didaratkan di PPN Karangantu adalah cumi-cumi. Pada hasil tangkapan ikan tetengkek sangat rendah, hal ini dikarenakan ikan tetengkek adalah hasil tangkapan sampingan dari target utama ikan pelagis kecil atau bycatch. Menurut Genisa (1999), ikan tetengkek termasuk dalam ikan ekonomis penting dengan harga yang cukup mahal. Produksi tahunan ikan tetengkek di PPN Karangantu juga menunjukkan fluktuasi setiap tahunnya. Menurut Widodo & Suadi (2006), laju produksi sangat bervariasi dikarenakan fluktuasi lingkungan, pemangsaan dan berbagai interaksi dengan populasi lain.

Panjang maksimum antara ikan tetengkek betina dan jantan mengalami perbedaan panjang. Menurut Lagler (1977) in Sparre and Venema (1999), perbedaan panjang maksimum antar jenis kelamin dikarenakan adanya faktor genetik. Penentuan umur harus menggunakan contoh ikan yang banyak dengan selang waktu yang cukup lama, diperoleh dari hasil tangkapan awal sehingga dapat diketahui kelompok umur yang pertama (Sparre and Venema 1999).

Pada analisis kelompok ukuran terlihat adanya pergeseran kurva ke arah kanan pada bulan Juni hingga bulan Oktober. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ikan tetengkek. Pada bulan Oktober terjadi pergeseran ke arah kiri yang menandakan terjadi proses recruitment. Recruitment merupakan suatu peristiwa masuknya individu baru ke suatu lingkungan (Sparre and Venema 1999).

Menurut penelitian Reuben (1992), nilai b yang didapat dari tiga stasiun di Laut India yaitu di bagian timur Laut India sebesar 2.94, bagian timur laut sebesar 2.52, dan bagian barat daya sebesar 2.71. Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian ini. Pola pertumbuhan yang di dapat dari penelitian ini dan Reuben adalah allometrik negatif yang menandakan pertumbuhan panjang lebih dominan dari pada pertumbuhan bobot. Nilai b dipengaruhi oleh umur, tingkat kematangan gonad, dan jenis kelamin (Dulcic et al in Kunto (2005). Menurut Bagenal dan Tesch in Kunto (2005), nilai b juga dipengaruhi oleh letak geografis, kondisi lingkungan, musim, tingkat kepenuhan lambung, penyakit dan parasit. Menurut Pawar et al (2010), hubungan panjang dan bobot untuk perbandingan morfometrik ikan yang berbeda atau habitat yang berbeda. Menurut Suwarni (2009), hubungan alometrik dapat berubah dari suatu populasi akibat faktor lingkungan yang berbeda.

Koefisien pertumbuhan ikan jantan lebih besar dari ikan betina. Hal tersebut terlihat pada panjang maksimum ikan jantan lebih besar daripada ikan betina. Semakin cepat laju pertumbuhan, maka semakin cepat ikan mencapai panjang asimtotik. Menurut Sparre dan Venema (1999), Semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhan, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk mendekati panjang asimtotik. Hasil tersebut menandakan bahwa laju pertumbuhan ikan betina lebih lambat dibandingkan dengan ikan jantan, sehingga ikan betina lebih lambat mencapai panjang asimtotik.

(26)

15 Laju eksploitasi (E) pada ikan tetengkek sangat rendah. Hal ini menandakan laju pemanfaatan yang belum optimal. Menurut Gulland (1971) in

Pauly (1984), nilai optimum pada laju eksploitasi adalah 50% sehingga laju eksploitasi ikan tetengkek masih dalam kategori underfishing. Rendahnya tingkat eksploitasi pada ikan tetengkek mengindikasikan tekanan penangkapan yang rendah terhadap stok ikan tetengkek di perairan Teluk Banten. Laju eksploitasi (E) sangat dipengaruhi oleh laju mortalitas penangkapan (F). Semakin rendahnya tingkat laju mortalitas penangkapan (F) maka semakin rendah laju eksploitasi (E). Akibat dari rendahnya laju mortalitas penangkapan (F) terhadap ikan tetengkek, maka laju mortalitas alami (M) akan meningkat.

Ketidakpastian Penangkapan Ikan Tetengkek

Analisis ini digunakan sebagai suatu pendekatan yang digunakan untuk memahami suatu resiko dari ketidakpastian dalam pengelolaan perikanan. Parameter ketidakpastian ikan tetengkek adalah hasil tangkapan. Fluktuasi hasil tangkapan ikan tetengkek yang berkisar antara 0 kg sampai dengan kurang dari 50 kg yang didaratkan di PPN Karangantu sangat dipengaruhi oleh kegiatan penangkapan yang berakibat pada ketidakpastian yang tinggi.

Hasil tangkapan akan mempengaruhi kajian stok ikan tetengkek. Menurut Fitriyanti (2011), pertumbuhan allometrik negatif baik untuk dilakukan penangkapan hal ini dikarenakan memiliki bobot yang lebih ringan, makanan yang masuk kedalam tubuhnya digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Hasil tangkapan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya musim penangkapan, kemampuan biologis, cuaca, daerah penangkapan, alat tangkap yang digunakan, armada dan jumlah armada penangkapan, serta teknologi yang mendukung keberhasilan kegiatan penangkapan. Faktor lain yang berpengaruh adalah tenaga kerja, kelimpahan sumber daya ikan, dan permodalan (Panayotou (1982) in Utami et al. (2012)). Upaya penangkapan ikan memiliki faktor seperti alat tangkap dan ukurannya, intensitas penggunanya, kondisi kapal dan waktu (Boer dan Aziz (2007))

Penangkapan ikan merupakan kegiatan yang dapat menentukan kelimpahan populasi ikan. Hal ini dikarenakan penangkapan ikan mempunyai dampak terhadap kelimpahan, pertumbuhan, umur pada saat pertama kali matang gonad, fekunditas, rekruitment dan mortalitas (Syahailatua 1993). Kegiatan penangkapan ikan menimbulkan berbagai permasalahan yang disebabkan oleh faktor alami dan manusia, salah satunya fluktuasi hasil tangkapan. Sumber ketidakpastian alami ikan tetengkek yang paling mudah diprediksi adalah hubungan panjang bobot dan laju mortalitas. Banyaknya ketidakpastian dalam perikanan dapat menimbulkan resiko bagi kelangsungan kegiatan perikanan (Surya 2004). Hal tersebut dapat mempengaruhi keadaan sumberdaya ikan maupun manusia yang memanfaatkan sumberdaya ikan tersebut.

Rencana Pengelolaan Perikanan

(27)

16

penangkapan dapat berupa menaikkan jumlah trip, penambahan armada kapal, dan meningkatkan hasil tangkapan. Pada penelitian ini terlihat laju mortalitas alami yang tinggi serta rendahnya tekanan penangkapan pada ikan tetengkek. Laju eksploitasi ikan tetengkek masih mengalami underfishing, maka harus diperhatikan laju eksploitasi ikan ini agar tidak mencapai overfishing. Upaya penangkapan sebaiknya tidak melebihi kelimpahan dari ikan tetengkek.

Rencana selanjutnya adalah melakukan pengaturan musim tangkapan yang bertujuan agar ikan berusia muda tidak tertangkap oleh para nelayan. Berdasarkan penelitian ini pengaturan musim tangkapan yang dapat dilakukan adalah tidak diperbolehkannya menangkap ikan tetengkek pada bulan Oktober. Hal ini dikarenakan pada bulan tersebut diduga adanya recruitment pada ikan tetengkek.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Laju mortalitas alami ikan tetengkek lebih tinggi dari laju mortalitas penangkapannya. Hal ini mengindikasikan tekanan penangkapan yang rendah pada ikan tetengkek.

2. Ketidakpastian penangkapan ikan tetengkek sangat tinggi dikarenakan rendahnya hasil tangkapan ikan tetengkek. Rendahnya hasil tangkapan dikarenakan ikan tetengkek adalah hasil tangkapan sampingan atau bycatch.

Saran

1. Perlu dilakukannya penelitian reproduksi, serta siklus hidup dari ikan tetengkek. Penelitian tersebut bertujuan agar ikan dari hasil tangkapan sampingan tetap terjaga kelestariannya.

2. Membuat pengaturan upaya penangkapan agar hasil tangkapan tidak melebihi dari hasil tangkapan yang diperbolehkan. Pengaturan tersebut bertujuan agar tekanan penangkapan masih dalam kategori optimum.

DAFTAR PUSTAKA

Boer M. 1996. Pendugaan koefisien pertumbuhan (L∞, K, to) berdasarkan data frekuensi panjang, Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 4(1):75-84.

Boer M, Aziz KA. 2007. Rancangan pengambilan contoh upaya tangkap dan hasil tangkap untuk pengkajian stok ikan. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 14(1):67-71.

Effendie MI. 1979. Metode biologi perikanan. Cetakan pertama. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hlm.

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.163 hlm.

(28)

17 Fandri D. 2012. Pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda [skripsi]. Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

[Fishbase] Fishbase. 2012. Megalaspis cordyla [internet]. [diacu 25 Desember 2012]. Tersedia dari http://www.fishbase.org/summary/speciessummary. Fitriyanti. 2011. Kajian Stok Dan Analisis KetidakpastianHasil Tangkapan

Sumberdaya Ikan Terisi (Nemipterus Balinensis Bleeker, 1859) Di Perairan Teluk Jakarta [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Genisa, AS. 1999. Pengenalan Jenis-jenis Ikan Laut Ekonomi Penting Di Indonesia. Oseana, Volume XXIV, Nomor 1, 1999 : 17 – 38. ISSN 0216-1877

King M. 1995. Fishery biology, assessment, and management. Fishing News Books. London, USA. 341 P.

Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2013. Statistik Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 2012. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Banten Kunto et al. 2005. Pertumbuhan, mortalitas, dan kebiasaan makan ikan tawes

(Barbodes gonionotus) di Waduk Wonogiri. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11(2):1-7

Nontji A. 2007. Laut nusantara. Djambatan. Jakarta. Viii + 356 hlm.

Pauly D. 1982. Theory and management of tropical fisheries: studying singlespesies dynamics in a tropical multispesies context. ICLARM. Cronulla. Australia. 360 p.

Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters: a manual for use with programmable calculators. ICLARM. Manila. 325p.

Pawar HB, Shirdhankar MM, Barve SK dan Patengen SB. 2010. Discrimination of Nemipterus japonicus (Bloch, 1791) Stock From Maharashtra and Goa States of India. Indian Journal of Geo-Marine Sciences. 40(3):471-475. [PIPP] Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan. 2013. Tetengkek [internet]. [diacu

10 April 2013]. Tersedia dari: http://www.pipp.kkp.go.id /species.html?idkat=2&idsp=35.

Reuben, S., H.M. Kasim, Sivakami, P.N. Radhakrishnan Nair, K.N. Kurup, M Sivadas, K.V. Somasekharan Nair dan S.G. Raiey. 1992. Fishery, biology and stock assessment of carangid resources from the Indian seas. Indian journal of fisheries 39 (3,4) : 195-234.

Rahayu ES. 2012. Kajian stok sumber daya ikan kurisi (Nemipterus japonicus) di Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Labuan, Pandeglang, Banten [skripsi]. Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan (Jilid I dan Jilid II). Bandung (ID): Bina Cipta.

Sparre P & Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan buku-1 manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm.

(29)

18

Sulawesi Selatan. Torani(Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 160 – 165. ISSN: 0853-4489

Subani W dan Barus HR. 1989. Alat penangkapan ikan dan udang laut di indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. 50

Surya. 2004. Analisis resiko. [diacu 8 Mei 2013] . Tersedia dari: www.cert.or.id /~budi /courses/ec7010/2004-2005/surya-proposal.doc.

Syahailatua, A. 1993. Identifikasi Stok Ikan, Prinsip Dan Kegunaannya. Oseana, Volume XVIII, Nomor 2: 55-63. ISSN 0216-1877.

Utami, Gumilar, Sriati. 2012. Analisis bioekonomi penangkapan ikan layur (Trichirus sp.) di perairan Parigi Kabupaten Ciamis. Perikanan dan Kelautan 3(3): 137-144. ISSN: 2088-3137.

Walpole RE.1995. Pengantar Statistika. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. 515 hlm.

(30)

19 LAMPIRAN

Lampiran 2. Tabel Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla)

SK BK Xi

Fi

Total Betina Jantan

200-217 199.5-217.5 208.5 26 14 12

218-235 217.5-235.5 226.5 22 4 18

236-253 235.5-253.5 244.5 27 14 13

254-271 253.5-271.5 262.5 17 8 9

272-289 271.5-289.5 280.5 27 10 17

290-307 289.5-307.5 298.5 32 10 22

308-325 307.5-325.5 316.5 22 10 12

326-343 325.5-343.5 334.5 4 2 2

344-361 343.5-361.5 352.5 3 0 3

Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan

(31)

20

Regression 1 0.993343 0.99334314 203.0154 2.25E-22

Residual 70 0.342506 0.00489294

Total 71 1.335849

Koefisien Simpangan

Baku

Intercept -2.05794 0.308252

X Variable 1 1.817902 0.127587

Contoh perhitungan: allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan pertumbuhan bobot) pada selang kepercayaan 95%.

Lampiran 3. Uji t nilai b hubungan panjang bobot ikan tetengkek betina Waktu pengambilan contoh: Juni – November 2012

(32)

21

Lampiran 4. Perhitungan pendugaan parameter pertumbuhan (K, L∞, dan t0) ikan tetengkek.

t Lt Lt+1 Ln(Linv-Lt) L(t+1)-Lt

1 227.6 257.6 5.0295 30

2 257.6 287.6 4.81102 30

3 287.6 305 4.53106 17.4

305 Parameter regresi I

Intersep (a) 79.896

Slope (b) 0.79

K = -Ln b = -Ln 0.79=0.2357

Paramerter regresi II

Intersep (a) 5.2889

Slope (b) -0.2942

Persamaan Paully

Log (-t0) = -0.3992-0.257 Log L∞-1.308 Log K

= -0.3992-0.257 Log 380.4571 -1.308 Log 0.2357 = -0.4508

-t0 = 0.3541

(33)

22

Lampiran 5. Perhitungan pendugaan laju mortalitas total (Z), laju mortalitas alami (M), laju mortalitas penangkapan (F), dan laju eksploitasi (E) ikan tetengkek.

SK Fi t(L,1) Δt t((L1+L2)/2) Ln(C(L1,L2)/Δt)

200-217 26 2.8101 0.4197 3.0148 4.1262

218-235 22 3.2559 0.4689 3.4839 3.8484

236-253 27 3.7541 0.5311 4.0113 3.9286

254-271 17 4.3186 0.6125 4.6138 3.3235

272-289 27 4.9700 0.7232 5.3162 3.6198

290-307 32 5.7399 0.8831 6.1585 3.5900

308-325 22 6.6812 1.1343 7.2105 2.9650

326-343 4 7.8927 1.5875 8.6126 0.9241

(34)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan dari pasangan Tumin Kardjadi dan Siti Nurhayati di Depok pada tanggal 26 November 1991 sebagai putri ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan formal dijalani penulis berawal dari TK Bina Putra (1996-1997), SDN Depok Baru 2 (1997-2003), SMPN 9 Depok (2003-2006), SMA Sejahtera 1 Depok (2006-2009). Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI, kemudian diterima di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla)  19
Gambar 1. Perumusan Masalah
Gambar 2. Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla)
Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan ikan di PPN Karangantu
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kemenpar bekerjasama dengan KBRI Tehran, Disbudpar Provinsi Aceh, Disbudpar Kota Sabang dan Dispar Kabupaten Buleleng melaksanakan kegiatan Famtrip bagi 7 orang peserta

Markam, Roekmono, 1981, Masalah Pengupahan di dalam Hubungan Perburuhan, Edisi pertama, Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Murlis,

Bell’s Palsy adalah penyakit saraf yang mengenai saraf fasialis (wajah), menyebabkan kelumpuhan otot-otot salah satu sisi wajah, sehingga wajah menjadi.. asimetris, karena

Hasil Penelitian : Hasil uji statistik beda pemeriksaan glukosa sebelum dan sesudah kegiatan olahraga jalan santai menggunakan uji paired T test didapatkan hasil p&lt;0,001

Hasil belajar Siswa yang telah mencapai KKM pun mengalami peningkatan pada tahap prasiklus sebesar 37, 50% , siklus I sebesar 75%, kemudian siklus II menjadi 87, 50 %

Della Prisgiari. Survey Faktor-Faktor Penyebab Ketidakdisiplinan Terhadap Tata Tertib sekolah di SMP Negeri Se Kabupaten Pekalongan. Skripsi, Jurusan Bimbingan dan

ruang bicara dan partisipasi masyarakat menjadi peluru bagi media massa untuk berperan lebih aktif menjemput ekspresi khalayak atau massa yang jumlahnya tidak.. terbatas ruang

Berdasarkan hasil yang berbeda dari dua hipotesis ini, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pemakai yang meningkat ketika pengguna menggunakan sistem informasi dengan