• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reproduksi ikan kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Reproduksi ikan kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

REPRODUKSI IKAN KURISI

Nemipterus japonicus

(Bloch 1791)

DARI TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN

DI PPN KARANGANTU, BANTEN

NOLALIA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Reproduksi Ikan Kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NOLALIA. Reproduksi Ikan Kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten. Dibimbing oleh YONVITNER dan ALI MASHAR.

Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) merupakan salah satu ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan banyak didaratkan di PPN Karangantu. Informasi N. japonicus di lokasi ini masih sedikit sehingga diperlukan kajian reproduksi untuk pengelolaan lebih lanjut. Melalui penelitian ini, diketahui pola reproduksi N. japonicus dari Teluk Banten. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2012. Jumlah total ikan yang diambil selama penelitian adalah 713 ekor. Hasil menunjukkan bahwa rasio ikan kurisi jantan dan betina tidak seimbang (1.5:1) dengan uji Chi-square. Faktor kondisi N. japonicus berkisar antara 0.6036-1.4865. Ikan kurisi jantan lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan dengan ikan betina dengan ukuran pertama kali matang gonad sebesar 213 mm (ikan jantan) dan 220 mm (ikan betina). Puncak musim pemijahan N. japonicus di perairan Teluk Banten diduga terjadi pada bulan Juni awal. Potensi reproduksi N. japonicus cukup besar yaitu sebesar 1 139 - 63 727 butir telur. Diameter telur N. japonicus berkisar antara 0.0500-0.5000 mm dengan dua modus penyebaran yang terjadi secara periodik dengan tipe pemijahan secara parsial (partial spawner).

Kata kunci: Nemipterus japonicus, PPN Karangantu, Reproduksi, Teluk Banten

ABSTRACT

NOLALIA. Reproductive of Japanese Threadfin Bream Nemipterus japonicus (Bloch 1791) from Banten Bay, landed on PPN Karangantu, Banten. Supervised YONVITNER and ALI MASHAR.

Threadfin Bream (Nemipterus japonicus) is one of demersal fishes and have high economic value that landed in PPN Karangantu. Information of N. japonicus in this location is not enough, its necessary to study about reproduction for further management. Through this study, reproduction pattern of N. japonicus from Banten Bay are determined. The study conducted from May to August 2012. Total number of fishes that taken during the study was 713 individuals. The results showed that the sex ratio between males and females is (1.5:1) with Chi-square test. Condition factors ranged from 0.6036 to 1.4865. Threadfin bream males mature more rapidly that females with mature gonad of 213 mm for male and 220 mm for female. Peak spawning season of N. japonicus in the waters of Banten Bay is thought to occur in early June. Reproductive potential of N. japonicus is quite large in the amount of 1 139 to 63 727 eggs. Eggs diameter of N. japonicus ranged from 0.0500 to 0.5000 mm with two modes of spread that occur periodically with the reproductive patterns in partial spawner.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

REPRODUKSI IKAN KURISI

Nemipterus japonicus

(Bloch 1791)

DARI TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN

DI PPN KARANGANTU, BANTEN

NOLALIA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Reproduksi ikan kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten Nama : Nolalia

NIM : C24090064

Disetujui oleh

Dr Yonvitner, SPi MSi Pembimbing I

Ali Mashar, SPi MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Reproduksi Ikan Kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang Didaratkan di PPN Karangantu, Banten” ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Dr Yonvitner, SPi MSi selaku pembimbing I sekaligus pembimbing akademik dan Ali Mashar, SPi MSi selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Dr Ir H Ridwan Affandi, DEA selaku dosen penguji tamu serta Dr Ir Yunizar Ernawati, MS selaku komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Staf PPN Karangantu sebagai tempat penelitian, IPB, BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa), seluruh staf Tata Usaha dan civitas MSP.

4. Keluarga tercinta: Mama, Papap, teh Yuli, teh Neneng, teh Irma, Ebo. 5. Teman seperjuangan: Selvia, Deasy, Alin, Cutra, Devi, Allsay, Nana, Mei,

Iqra, Fatkur, Panji, Rahmat, Ginna, Dwi, Ika, Tyas, Novita, Gilang, Rodearni, Dudi, Ai, Yolanda, Mega, Ratih, Janty, Niken, Fitri, Nurul, Yulia, Dian, Atim, Anggi, Fauzia AW, Eka, Dewi, Tamimi, Yucha, Arinta, Julpah, Viska, Ananda, Nisa, Conny, Santika, Nursi, Fauzia F, Ajeng, Dede, Rio, Piepiel, Adam, Fajar, Syarif, Asyanto, Aziz, Putri, Dirga, Made, Kusnanto, Hesti, dan mas Gentha atas segala doa, kasih sayang, dan bantuanya.

Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ……….………. vi

DAFTAR GAMBAR ………....…. vi

DAFTAR LAMPIRAN .……….… vi

PENDAHULUAN ……….………. 1 

Latar Belakang ………... 1 

Perumusan Masalah ………... 1 

Tujuan Penelitian ………... 2 

Manfaat Penelitian ……….………. 2 

METODE ……….……….. 2 

Waktu dan Lokasi Penelitian ……….………. 2 

Alat dan Bahan ………... 3 

Proses Pengumpulan data ………... 3 

Prosedur Analisis Data ………... 4 

Analisis Statistik ……….……… 6 

HASIL DAN PEMBAHASAN ……….………….……… 6 

Hasil ……….……...…… 6 

Pembahasan ……….………….…....….. 10 

SIMPULAN DAN SARAN ……….…………..…...…. 14 

Simpulan ……….……….……... 14 

Saran ………..……. 15 

DAFTAR PUSTAKA ………..….. 15 

LAMPIRAN ………..…. 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Penentuan TKG secara morfologi (Effendie 1979) ………... 4  2 Proporsi kelamin ikan kurisi N. japonicus betina dan jantan ……….. 7 

DAFTAR GAMBAR

1 Skema perumusan masalah sumber daya ikan kurisi ……….. 2  2 Peta daerah penangkapan ikan kurisi di Teluk Banten ……… 3  3 Struktur anatomi gonad ikan kurisi (N. japonicus) betina …………... 6  4 Struktur anatomi gonad ikan kurisi (N. japonicus) jantan …………... 7  5 Nilai tengah faktor kondisi ikan kurisi (N. japonicus) betina dan

jantan berdasarkan waktu pengamatan ……… 8 

6 Tingkat kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus) jantan (a) dan

betina (b) ……….. 8 

7 Indeks kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus) betina dan

jantan pada setiap waktu pengamatan ……….. 9 

8 Sebaran diameter telur ikan kurisi (N. japonicus) betina TKG IV ….. 10 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alat-alat yang digunakan selama penelitian ……… 18  2 Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian ………. 19  3 Uji Chi-square terhadap rasio kelamin betina dan jantan pada ikan

kurisi (N. japonicus) ……… 19 

4 Faktor kondisi ikan kurisi (N. japonicus) selama pengambilan contoh 20  5 Pendugaan ukuran pertama kali matang gnad ikan kurisi (N.

japonicus) dengan menggunakan metode Spearman-Karber ……….. 20 

6 Indeks kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus)………... 21  7 Nilai fekunditas ikan kurisi (N. japonicus)………... 22  8 Hubungan fekunditas ikan kurisi (N. japonicus) terhadap panjang

total ……….. 23 

9 Hubungan fekunditas ikan kurisi (N. japonicus) terhadap bobot

tubuh ……… 23 

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masyarakat di Karangantu memasarkan ikan kurisi terutama dalam bentuk segar atau beku, dikukus, dikeringkan-asin, dikeringkan-asap, difermentasi atau diolah menjadi baso ikan dan pakan. Ikan kurisi yang diasinkan memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan ikan dalam bentuk segar. Ikan kurisi juga berperan dalam struktur trofik sebagai konsumen tingkat dua yaitu sebagai karnivora yang memakan ikan-ikan kecil, krustacea, moluska, polychaeta, dan echinodermata.

Tingginya tingkat pemanfaatan ikan kurisi dan peluang pengelolaan menuntut upaya pengelolaan yang lebih baik. Pengelolaan yang baik adalah pengelolaan yang didasarkan pada indikator yang tepat seperti data biologi, ekologi, dan sosial ekonomi masyarakat. Salah satu indikator biologi yang dapat dijadikan pertimbangan adalah aspek reproduksi. Informasi mengenai aspek reproduksi ikan kurisi di Teluk Banten belum banyak dikaji. Aspek reproduksi merupakan salah satu acuan bagi pengelolaan ikan kurisi. Beberapa parameter yang menjadi acuan pengelolaan yaitu nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad dan tipe pemijahan. Berdasarkan pertimbangan dan pemikiran tersebut diperlukan kajian yang mendalam tentang aspek reproduksi ikan kurisi dari hasil tangkapan di PPN Karangantu, Banten.

Perumusan Masalah

Ikan kurisi merupakan ikan yang bernilai ekonomis. Ikan ini dipasarkan dalam keadaan segar maupun dalam bentuk olahan. Semakin tinggi permintaan pasar terhadap ikan kurisi, maka akan menyebabkan intensitas penangkapan ikan kurisi cenderung tidak terkendali. Upaya penangkapan ikan kurisi yang terus meningkat juga akan menyebabkan ikan yang tertangkap berukuran kecil yang pada akhirnya akan menurunkan jumlah hasil tangkapan. Hal ini dapat diduga bahwa ikan kurisi telah mengalami eksploitasi.

(12)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengkaji aspek reproduksi ikan kurisi (Nemipterus japonicus) dari Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangatu, Serang, Banten.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aspek reproduksi ikan kurisi (Nemipterus japonicus) sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan ikan kurisi di Karangantu, Banten agar berkelanjutan serta dalam upaya mengurangi dampak overfishing dan petensi reproduksi. Selain itu juga sebagai bahan masukan dalam penetapan kebijakan bagi dinas setempat dalam pengelolaan perikanan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-September 2012 dengan waktu pengambilan contoh setiap ±13 hari. Lokasi pengambilan ikan contoh yaitu di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu (Gambar 2). Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Skema perumusan masalah sumber daya ikan kurisi Upaya pengelolaan sumberdaya ikan kurisi

agar berkelanjutan Aspek reproduksi ikan:

Nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad, potensi reproduksi, musim dan tipe pemijahan Produktivitas

rendah Hasil

tangkapan menurun

Ukuran tangkap yang

masih kecil

Resiko penurunan

populasi Intensitas

penangkapan tidak terkendali

(13)

3

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggaris, timbangan digital, alat bedah, mikroskop, pipet tetes, gelas ukur, mikrometer, kaca preparat, cawan petri, baki, tissue, botol sampel, kamera digital, dan laptop. Bahan yang digunakan adalah ikan kurisi Nemipterus japonicus, formalin 4%, dan akuades.

Proses Pengumpulan data

Pengambilan ikan contoh dilakukan secara acak dari total hasil pendaratan. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 7 kali dan jumlah ikan contoh yang diambil sebanyak 70-120 ekor setiap pengambilan ikan contoh, kemudian setiap ikan contoh diukur panjang dan bobotnya. Ikan contoh selanjutnya dipreservasi dan dilakukan pembedahan ikan contoh di laboratorium untuk diamati organ reproduksi berupa morfologi gonad serta ditentukan jenis kelamin. Penentuan jenis kelamin ikan kurisi dilakukan secara visual dengan melihat ciri-ciri dan perbedaan yang terdapat pada gonadnya.

Proses selanjutnya adalah penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) pada ikan yang sudah dibedah. Pengamatan TKG ditentukan secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, dan perkembangan isi gonad, berdasarkan modifikasi dari Cassie (Tabel 1). Gonad yang telah terpisah kemudian ditimbang bobot totalnya (G) dengan timbangan digital dan diukur volumenya dengan gelas ukur. Gonad diawetkan menggunakan formalin 4%.

Gonad kemudian dibagi menjadi 3 bagian yaitu anterior, tengah, dan posterior pada setiap gonad yang akan diamati, lalu ditimbang bobotnya (Q) dan diukur volumenya. Gonad contoh diencerkan ke dalam 10 ml air (V). Kemudian jumlah telur dihitung dalam 1 ml (X) untuk ditentukan fekunditasnya. Fekunditas

(14)

4

hanya dihitung pada ikan betina yang memiliki TKG III dan IV, dengan menggunakan metode gabungan (gravimetrik dan volumetrik).

Pengukuran diameter telur dilakukan pada telur contoh dari telur yang digunakan untuk menentukan fekunditas. Telur contoh yang diukur diameter telurnya dipilih 50 butir dengan 2 kali ulangan menggunakan mikroskop yang telah ditera dengan mikrometer dengan perbesaran 4×10.

Prosedur Analisis Data Nisbah kelamin

Nisbah kelamin atau Sex ratio (SR) adalah perbandingan dari jantan dan betina dalam suatu populasi. Nilai dari rasio yang berdasarkan kelamin ini diamati karena adanya perbedaan tingkah laku pemijahan berdasarkan kelamin, kondisi lingkungan, dan penangkapan. Rasio jantan betina ini dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997):

SR % =A B

SR adalah nisbah kelamin (jantan atau betina), A adalah jumlah jenis ikan tertentu (jantan atau betina), dan B adalah jumlah total individu ikan yang ada (ekor). Hubungan antara jantan dan betina dalam suatu populasi dapat diketahui dengan melakukan analisis nisbah kelamin ikan menggunakan uji Chi-square (X2) (Steel dan Torrie 1993 in Adisti 2010):

X2=∑ oi-ei 2

ei

Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologi (Effendie 1979)

TKG Betina Jantan

I Ovari seperti benang, panjangnya

sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin

Testes seperti benang, warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh

II Ukuran ovari lebih besar. Warna

ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas

Ukuran testes lebih besar pewarnaan seperti susu

III Ovari berwarna kuning dan secara

morfologi telur mulai terlihat

Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar

IV

Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut

Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal

V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan

(15)

5

Χ2

adalah nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya menghampiri sebaran khi kuadrat (Chi-square), oi adalah jumlah frekuensi ikan jantan dan betina yang teramati, dan ei adalah jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina.

Faktor kondisi

Faktor kondisi (K) digunakan dalam mempelajari perkembangan gonad ikan jantan maupun betina yang belum dan sudah matang gonad yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997):

K= W aLb

K adalah faktor kondisi, W adalah bobot tubuh ikan contoh (gram), L adalah panjang total ikan contoh (mm), a adalah konstanta, dan b adalah intersep. Menurut Lagler et al. (1977), nilai K yang berkisar antara antara 1-3 menunjukkan bahwa badan ikan tersebut berbentuk pipih.

Ukuran pertama kali matang gonad

Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata pertama kali matang gonad ikan kurisi adalah metode Spearman-Karber (Udupa 1986 in Musbir et al. 2006):

m= xk+ x

2 - x pi antilog m=m±1,96 x2 pi x qi

ni-1

m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, xk adalah log nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi, dan M adalah panjang ikan pertama kali matang gonad sebesar antilog m.

Indeks kematangan gonad

IKG adalah perbandingan antara bobot gonad terhadap tubuh ikan (Effendie 1997):

IKG % =BG BT

IKG adalah indeks kematangan gonad, BG adalah bobot gonad (gram), dan BT adalah bobot tubuh (gram).

Fekunditas

Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan memijah. Menurut Effendie (1997), fekunditas dapat dihitung dengan:

(16)

6

F adalah fekunditas (butir), G adalah bobot gonad total (gram), V adalah volume pengenceran (ml), X adalah jumlah telur yang ada dalam 1 ml, dan Q adalah bobot telur contoh (gram).

Analisis Statistik

Analisis statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel panjang dengan fekunditas dan hubungan panjang dengan tingkat kematangan gonad (TKG) adalah metode Regresi Linier Sederhana (RLS).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Organ reproduksi

Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan. Tingkat kematangan gonad ikan ditentukan berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, dan perkembangan isi gonad. Penentuan tingkat kematangan gonad ikan menggunakan tabel modifikasi dari Cassie (Tabel 1). Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa ikan kurisi betina pada tingkat kematangan gonad satu (TKG I) memiliki ovari yang masih kecil. Pada TKG II, ukuran ovari semakin besar dan berwarna merah kekuning-kuningan serta belum terlihat butir telur. Pada TKG III, ovari berwarna kuning dan secara morfologi butir telur mulai terlihat. Pada TKG IV, ukuran ovari semakin besar dan butir telur dapat terlihat dengan jelas, serta sudah dapat dipisahkan.

Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa ikan kurisi jantan memiliki testes seperti benang dan berwarna transparan pada TKG I. Pada TKG II, ukuran testes semakin besar dan warna testes seperti agak keputihan. Untuk TKG III pada jantan warna testes makin putih. Pada TKG IV ukuran testes semakin pejal.

(17)

7

Nisbah kelamin

Nisbah kelamin merupakan perbandingan jenis kelamin betina dan jantan. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa nisbah kelamin ikan jantan dibandingkan dengan ikan betina adalah 1.5:1. Setelah dilakukan uji Chi-square pada setiap waktu pengambilan contoh diperoleh thitung sebesar 87.4380 dan ttabel sebesar

2.7764 yang berarti tolak H0 atau perbandingan ikan kurisi jantan dan betina

dalam suatu populasi pada tujuh pengamatan dalam keadaan yang tidak seimbang.

Faktor kondisi

Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan secara fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa terjadi perubahan faktor kondisi pada masing-masing bulan pengamatan untuk ikan kurisi betina dan jantan. Nilai faktor kondisi terbesar ikan kurisi jantan dan betina terdapat pada tanggal 27 Agustus 2012, yaitu sebesar 1.0955 dan 1.1056. Nilai faktor kondisi rata-rata ikan kurisi betina berkisar antara 0.8614-1.1056 dan pada ikan kurisi jantan berkisar antara 0.8308-1.0955. Menurut Lagler et al. (1977) menyatakan bahwa ikan yang memiliki nilai faktor kondisi pada kisaran 1-3 akan memiliki bentuk tubuh pipih.

TKG I TKG II TKG III TKG IV Gambar 4 Struktur anatomi gonad ikan kurisi (N. japonicus) jantan

Tabel 2 Nisbah kelamin ikan kurisi N. japonicus betina dan jantan

Waktu Jenis Kelamin Nisbah

Betina Jantan kelamin

27-Mei-12 44 65 1:1.5

17-Jun-12 36 43 1:1.2

30-Jun-12 30 75 1:2.5

13-Jul-12 56 54 1:0.9

26-Jul-12 41 71 1:1.7

8-Aug-12 39 59 1:1.5

28-Aug-12 34 66 1:1.9

(18)
(19)

9

Indeks kematangan gonad (IKG)

Nilai IKG merupakan nilai dalam persen (%) dari perbandingan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan. Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa nilai IKG ikan kurisi betina lebih tinggi dibandingkan dengan IKG ikan kurisi jantan. Namun baik ikan kurisi betina maupun jantan memiliki nilai IKG yang berfluktuasi setiap bulannya. Nilai IKG tertinggi pada ikan kurisi betina maupun terletak pada 28 Agustus 2012, sedangkan IKG terendah terdapat pada bulan-bulan yang diduga tidak terjadi pemijahan misalnya pada 27 Mei 2012 pada ikan kurisi jantan dan 26 Juli 2012 pada ikan kurisi betina.

Ukuran pertama kali matang gonad

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode Spearman-Karber, ukuran pertama kali ikan kurisi matang gonad adalah 220 mm untuk ikan betina dan 213 mm untuk ikan jantan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kurisi jantan lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan dengan ikan betina.

Fekunditas

Fekunditas merupakan jumlah telur masak yang siap dikeluarkan saat ikan memijah atau jumlah telur yang terkandung di dalam ovary ikan. Fekunditas dapat dihubungkan dengan panjang maupun bobot. Namun jika dihubungkan dengan bobot dapat bersifat tidak linear, karena bobot dapat berubah secara cepat tergantung kondisi lingkungan dan fisiologis ikan. Nilai fekunditas pada ikan kurisi betina TKG III dan IV berdasarkan metode gabungan berada pada kisaran 1 139 - 63 727 butir telur. Hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan kurisi (Lampiran 8) ditunjukkan melalui persamaan F=110.6L0,039 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.146 yang artinya hanya 14.6% yang dapat dijelaskan panjang terhadap fekunditas dan hubungan fekunditas dengan bobot dirumuskan F=17.30W0,130 dan diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar

Gambar 7 Indeks kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus) betina dan jantan pada setiap waktu pengamatan

(20)

10

0.239, artinya hanya 23.9% yang dapat dijelaskan bobot terhadap fekunditas. Koefisien korelasi (r) antara fekunditas dengan panjang sebesar 0.38 dan antara fekunditas dengan bobot sebesar 0.49. Nilai r yang kurang dari 0.5 menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut adalah tidak ada korelasi atau hubungan.

Diameter telur

Diameter telur dapat diukur dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer okuler yang sudah ditera dengan mikrometer objektif terlebih dahulu (Sulistiono et al. 2001a). Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui sebaran frekuensi diameter telur ikan kurisi lebih dari satu modus. Maka dapat diduga bahwa tipe pemijahan dari ikan kurisi adalah partial spawner atau pemijahan sebagian, artinya ikan kurisi mengeluarkan telur masak secara bertahap. Kisaran diameter telur berkisar antara 0.05-0.50 mm. Diameter telur dengan frekuensi tertinggi terdapat pada selang ukuran 0.2432-0.2753 mm sebanyak 1 320 butir telur.

Pembahasan

Ikan kurisi jantan yang diamati pada penelitian ini berjumlah 433 ekor dan ikan kurisi betina berjumlah 280 ekor. Rasio kelamin ikan kurisi jantan dan betina tidak seimbang (1.5:1). Hal ini juga dihasilkan pada penelitian Brojo dan Sari (2002) terhadap ikan kurisi (N. tambuloides) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Labuan, Pandeglang, rasio kelamin ikan kurisi jantan dan betina dalam keadaan tidak seimbang, ikan betina dominan pada kelompok ikan berukuran kecil, sedangkan ikan jantan dominan pada ukuran yang lebih besar. Sama halnya dengan rasio kelamin ikan kurisi (N. tambuloides) di sebelah utara

Gambar 8 Sebaran diameter telur ikan kurisi (N. japonicus) betina TKG IV

2 0 2

140 293

471 1320

488 397

224 710

258 134

61

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Frekuensi

(21)

11

Australia (Mei-Juni) menunjukkan bahwa jumlah ikan betina lebih sedikit daripada jumlah ikan jantan pada panjang rata-rata di atas 161 mm (Young dan Martin 1980).

Menurut Effendie (1997), perbedaan jumlah ikan jantan dan betina yang tertangkap berkaitan dengan pola tingkah laku ruaya ikan, baik untuk memijah maupun mencari makan, serta perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan (Yustina dan Arnentis 2002), adanya perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan umur pertama kali matang gonad, dan bertambahnya jenis ikan baru pada suatu populasi ikan yang sudah ada (Nikolsky 1963). Rahardjo (2006) menyatakan bahwa rasio kelamin di daerah tropis seperti Indonesia bersifat variatif dan menyimpang dari 1:1. Menurut Atmadja (1984) kebanyakan ikan akan berimigrasi untuk tujuan pemijahan setelah ovarium matang, dan akan kembali ke daerah penangkapan setelah memijah. Banyaknya ikan jantan yang ditemukan di daerah penangkapan pada waktu pengamatan dapat diduga karena ikan betina sedang beruaya menuju feeding ground yaitu tempat untuk mencari makan dalam proses pematangan gonadnya. Rasio kelamin ini penting karena dapat digunakan untuk menduga keberhasilan pemijahan, kestabilan populasi, rekruitmen, dan menentukan konservasi sumber daya ikan agar tidak terjadi kepunahan (Saputra et al. 2009).

Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad (Lm) merupakan salah satu cara untuk mengetahui perkembangan populasi dalam suatu perairan. Pada penelitian ini didapatkan ukuran pertama kali matang gonad pada panjang 213 mm pada ikan kurisi jantan dan 220 mm pada ikan kurisi betina. Ikan kurisi jantan lebih cepat mengalami matang gonad daripada betina. Hal ini didukung dengan hasil nisbah kelamin ikan kurisi jantan lebih besar dibandingkan betina (1.5:1) atau dapat dikatakan ikan kurisi memijah dengan perbandingan ikan jantan 15 ekor dan betina 10 ekor, sehingga ikan kurisi jantan matang gonad lebih cepat daripada betina untuk menjamin keberhasilan reproduksinya. Sulistiono et al. (2001a) menyatakan bahwa perbedaan ukuran pertama kali matang gonad pada ikan jantan dan betina dapat disebabkan oleh parameter pertumbuhan yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian Brojo dan Sari (2002) terhadap biologi reproduksi ikan kurisi (N. tambuloides) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Labuan, Pandeglang diperoleh ukuran pertama kali matang gonad pada panjang 170 mm. Sedangkan penelitian Rahayu (2012) terhadap ikan kurisi (N. japonicus) di Teluk Labuan, Banten diperoleh ukuran pertama kali matang gonad pada panjang 233 mm. Menurut Effendie (2002), ikan dengan spesies yang sama dan tersebar pada lintang yang perbedaannya lebih dari 5o memiliki ukuran pertama kali matang gonad yang berbeda-beda. Menurut Sentan dan Tan (1975) laju pertumbuhan ikan kurisi betina di Laut Andaman lebih rendah daripada ikan jantan setelah tahun kedua. Hal ini terjadi karena untuk mencapai matang gonad, energi yang digunakan untuk pertumbuhan gonad lebih besar daripada untuk pertumbuhan tubuhnya. Beberapa peneliti menemukan ukuran maksimum ikan kurisi betina lebih kecil daripada ikan jantan (Chullasorn dan Martusubroto 1986).

(22)

12

sumber daya. Menurut Gulland in Herianti dan Djamal (1993) keadaan spawning stock yang rendah sehingga menyebabkan ketidakmampuan menghasilkan rekruitmen di masa mendatang sangatlah berbahaya, yang akhirnya akan menyebabkan recruitment overfishing.

Lm bergantung pada faktor genetik dan lingkungan (Mustac dan Sinovcic 2011). Setiap spesies ikan pada waktu pertama kali matang gonad memiliki ukuran yang tidak sama walaupun ikan tersebut adalah satu spesies. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi ekologis perairan yang menyebabkan ikan-ikan muda yang berasal dari telur yang menetas pada waktu bersamaan akan mencapai tingkat kematangan gonad pada ukuran yang berlainan (Blay dan Egeson in Pellokila 2009). Ukuran pertama kali ikan matang gonad juga dipengaruhi oleh kelimpahan, ketersediaan makanan, suhu, periode, arus, ukuran, dan sifat fisiologis ikan itu sendiri (Nikolsky 1963). Selain itu menurut Jennings et al. (2001) tingginya intensitas penangkapan mengakibatkan ikan-ikan yang belum matang gonad akan matang gonad lebih awal daripada seharusnya.

Penentuan faktor kondisi dilakukan untuk mendeteksi perubahan yang terjadi secara mendadak pada suatu perairan yang dapat mempengaruhi kondisi ikan. Faktor kondisi dipengaruhi oleh perbedaan umur, perubahan pola makan saat ikan tumbuh, ketersediaan makanan, kondisi lingkungan dan pada ikan betina dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad. Pada saat makanan berkurang jumlahnya, ikan akan cenderung menggunakan cadangan lemaknya. Faktor kondisi berfluktuasi di setiap bulan pengamatan. Faktor kondisi yang rendah terdapat pada bulan Juli awal untuk jantan dan Juni akhir untuk betina diduga diakibatkan oleh berkurangnya ketersediaan makanan atau jika ketersediaan makanan cukup saat itu penurunan faktor kondisi diakibatkan karena terdapat ikan-ikan yang telah mengalami pemijahan. Saat makanan berkurang jumlahnya, ikan akan menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan sehingga faktor kondisi ikan menurun (Effendie 2002). Faktor kondisi rata-rata yang diplotkan berdasarkan TKG (Lampiran 12) semakin tinggi seiring dengan tingginya perkembangan gonad. Sedangkan faktor kondisi rata-rata yang diplotkan berdasarkan selang kelas panjang (Lampiran 13) semakin menurun seiring dengan bertambahnya panjang (98-174 mm), tetapi kemudian meningkat kembali (175-218 mm). Hal ini diduga karena energi yang didapatkan ikan digunakan untuk perkembangan gonad, hal ini juga didukung dengan data TKG berdasar kelas panjang (Gambar 7) dimana pada selang penurunan faktor kondisi ikan kurisi juga sedang mengalami perkembangan gonad.

(23)

13

gonad dari stok yang ada di perairan, menentukan ukuran ikan yang matang gonad, menentukan waktu dan lama pemijahan, serta jumlah pemijahan dalam satu tahun.

TKG merupakan perubahan kondisi perkembangan gonad yang dilihat secara kualitatif, sedangkan indeks kematangan gonad (IKG) merupakan perubahan kondisi perkembangan gonad yang dilihat secara kuantitatif. Effendie (1997) menyatakan bahwa sejalan dengan pertumbuhan gonad, maka gonad yang dihasilkan akan semakin bertambah besar hingga batas maksimum ketika terjadi pemijahan. Musim atau waktu pemijahan terjadi ketika nilai IKG untuk kedua jenis kelamin mencapai tingkat tertinggi (Ozvarol et al. 2010).

Nilai IKG akan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya nilai TKG. Hal ini menunjukkan bahwa bobot gonad akan mencapai maksimal saat ikan memijah, kemudian menurun secara cepat selama berlangsung pemijahan sampai pemijahan selesai (Effendie 1997). Nilai IKG ikan akan bervariasi, baik jantan maupun betina (Sulistiono et al. 2001b). Biusing (1998) in Sulistiono et al. (2001b) menyatakan bahwa pada umumnya nilai IKG betina lebih tinggi daripada jantan karena pertumbuhan ikan betina cenderung tertuju pada perkembangan gonad. Sedangkan menurut Yustina dan Arnentis (2002), dikarenakan pada ovari butir-butir telur akan mengalami perkembangan, maka semakin besar diameter telur IKG akan semakin meningkat.

Faktor kondisi, IKG, TKG, dan diameter telur sangat berkaitan. Faktor kondisi menunjukkan kemontokan ikan yang meningkat sejalan dengan peningkatan TKG, dimana semakin besar TKG maka semakin besar pula nilai IKG. Ikan dengan IKG tinggi umumnya memiliki ukuran diameter telur yang tinggi juga.

Potensi reproduksi pada ikan dapat diduga dengan melihat nilai fekunditas yang dihasilkan oleh ikan tersebut. Fekunditas yang didapatkan pada penelitian ini cukup tinggi, berkisar antara 1 139 - 63 727 butir telur. Jika dibandingkan dengan penelitian Brojo dan Sari (2002) fekunditas yang didapatkan berkisar antara 25 079 - 170 888 butir telur, sedangkan penelitian Manojkumar (2003) didapatkan fekunditas berkisar antara 2 300 – 139 000 butir telur. Variasi fekunditas ini disebabkan oleh adanya kelompok ikan yang baru memijah dan sudah memijah, sehingga produksi telur cenderung lebih tinggi daripada ikan yang baru memijah. Selain itu, variasi fekunditas tersebut juga disebabkan adanya penyebaran produksi telur yang tidak merata, fertilitas, intensitas penangkapan, ukuran telur, kondisi perairan, kepadatan populasi, dan ketersediaan makanan (Warjono 1990).

Prabhu (1956) dan Kagwade (1968) in Warjono (1990), tipe pemijahan ikan berhubungan dengan perkembangan diameter telur dalam ovarium. De Jong (1940) in Warjono (1990) menyatakan bahwa apabila telur yang berada dalam ovarium berukuran sama, maka sifat pemijahan spesies tersebut pendek (total). Sebaliknya apabila telur yang berada dalam ovarium tidak berukuran sama, maka sifat pemijahan spesies tersebut panjang (partial). Sedangkan total spawner adalah tipe pemijahan yang tidak bertahap dimana ikan melepaskan telurnya secara menyeluruh (Sulistiono et al. 2001b).

(24)

14

(2002) bahwa pada ikan dan avertebrata sering dijumpai distribusi diameter telur bimodal atau dua modus, yaitu modus pertama terdiri dari telur belum matang gonad dan modus kedua terdiri dari telur matang. Dan (1977) dan Russel (1997) menyatakan bahwa pematangan telur berlangsung cukup lama pada ikan kurisi dalam setiap masa pemijahan yang relatif pendek. Berdasarkan keseragaman ukuran diameter telur yang diteliti oleh Brojo dan Sari (2002), diduga bahwa ikan kurisi pada penelitian ini memijah pada satu periode dalam setiap masa pemijahan, dan melepaskan telur-telurnya sekaligus dalam jangka waktu singkat (total spawner), dengan ukuran diameter terbesar 0,53 mm. Dan (1977) menyatakan bahwa pematangan telur berlangsung cukup lama pada ikan kurisi dalam setiap masa pemijahan yang relatif pendek. Telur ikan kurisi yang benar-benar matang dan siap dipijahkan tidak berwarna, bouyant, dan berbentuk seperti bola dengan ukuran diameter 0,71- 0,79 mm (Aoyama dan Sotogaki in Russel 1997). Pada umumnya ikan yang tergolong total spawner memiliki ukuran diameter telur yang kecil, fekunditas yang besar, dan musim pemijahan yang tetap (Connell 1987 in Pellokila 2009).

Alternatif Pengelolaan

Berdasarkan hasil kajian reproduksi ikan kurisi yang didaratkan di PPN Karangantu Banten, maka pengelolaan yang dapat dilakukan adalah selektivitas alat tangkap, pengaturan waktu penangkapan dan pembatasan ukuran tangkap lebih dari ukuran pertama kali matang gonad. Puncak pemijahan ikan kurisi di Teluk Banten terjadi pada bulan Juli awal. Pengaturan dapat dilakukan dengan melakukan penangkapan terhadap ikan kurisi bukan pada saat puncak pemijahan. Pengaturan waktu penangkapan ikan kurisi tidak terlalu bisa diterapkan, karena diduga ikan kurisi memijah sepanjang tahun. Menurut Widodo dan Suadi (2006), penutupan daerah atau musim penangkapan akan efektif untuk mengendalikan ukuran ikan yang tertangkap.

Hasil perhitungan ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi betina sebesar 220 mm dan ikan jantan sebesar 213 mm. Dalam rangka mempertahankan keberlanjutan populasi ikan diperlukan adanya penerapan pengaturan ukuran ikan yang boleh ditangkap yaitu ikan-ikan yang memiliki ukuran yang lebih besar dari ukuran pertama kali ikan tersebut matang gonad, sehingga membiarkan ikan-ikan memijah minimal sekali dalam hidupnya yang akan mencegah degradasi stok (Moore 1999 in Musbir et al. 2006). Dengan demikian, ukuran ikan yang diperbolehkan ditangkap adalah ikan-ikan yang berada pada ukuran di atas ukuran pertama kali ikan tersebut matang gonad yaitu 220 mm.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(25)

15

betina) dan 213 mm (ikan jantan). Sedangkan, jika dibandingkan dengan ukuran pertama kali matang gonad berdasarkan sebaran TKG berdasarkan selang kelas panjang didapatkan pada panjang 164 mm untuk betina dan 154 mm untuk jantan. Musim pemijahan ikan kurisi berlangsung pada bulan Juli-Agustus dengan ukuran panjang rata-rata 147-176 mm. Potensi reproduksi ikan kurisi cukup tinggi yaitu sebesar 1 139 - 63 727 butir telur dengan tipe pemijahan secara parsial (partial spawner). Saran pengelolaan yang dapat diberikan adalah pengaturan waktu penangkapan dan pembatasan ukuran tangkap lebih dari ukuran pertama kali matang gonad.

Saran

Adanya penelitian lanjutan atau kajian mengenai aspek reproduksi ikan kurisi selama satu tahun untuk mengetahui musim pemijahan sehingga dapat menghasilkan suatu saran pengelolaan berupa penutupan musim penangkapan dalam satu tahun. Adanya penentuan tingkat kematangan gonad secara histologis agar lebih tepat dalam menentukan tingkat kematangan gonad ikan dan dibutuhkan data tinggi badan ikan untuk mengatur ukuran mata jaring suatu alat tangkap yang dapat menangkap ikan kurisi.

DAFTAR PUSTAKA

Adisti. 2010. Kajian biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838) di perairan Teluk Jakarta yang didaratkan di PPP Muara Angke, Jakarta Utara [skripsi]. Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Atmadja SB. 1984. Tingkat Kematangan Gonad Beberapa Ikan Pelagis Kecil di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Laut (92): 1-8.

Brojo M, Sari RP. 2002. Biologi reproduksi ikan kurisi (Nemipterus tambuloides Blkr.) yang didaratkan di tempat pelelangan ikan Labuan, Pandeglang. Jurnal iktiologi Indonesia. 1(2). 13 hal.

Chullasorn S, Martusubroto P. 1986. Distribution and important biological features of coastal fish recources in southest Asia. FAo Fisheries Technical Paper No. 278. 84 hal.

Dan SS. 1977. Intraovarian studies and fecundity in Nemipterus japonicus (Bloch). Indian J. fish (24):48-55.

Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 112 hal.

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. 163 hal.

Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. 163 hal.

(26)

16

Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Dora M Passino. 1977. Ichthyology. John Willey and Sons, Inc. New York. 505 p.

Manojkumar PP. 2003. Some aspects on the biology of Nemipterus japonicus (Bloch) from Veraval in Gujarat, Calicut Research Centre of Central Marine Fisheries Research Institute,Calicut, India.

Musbir, Mallawa A, Sudirman, Najamuddin. 2006. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung, Rastreliger kanagurta di perairan Laut Flores, Sulawesi Selatan. 6(1): 19-26.

Mustac B, Sinovcic G. 2011. Reproductive cycle of gilt sardine (Sardinella aurita Valenciennes1847) in the Eastern Middle Adriatic Sea. 28: 46-50.

Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. London: Academic Press.

Ozvarol ZAB, Balci BA, Tasli MGA, Kaya Y, Pehlivan M. 2010. Age, growth, and reproduction of goldband goatfish (Upeneus moluccensis Bleeker (1855)) from the Gulf of the Antalya (Turkey). Journal of Animal and Veterinary Advances. 9(5): 939-945.

Pellokila NAY. 2009. Biologi reproduksi ikan betook (Anabas testudines Bloch, 1792) di rawa banjiran daerah aliran sungai Mahakan, Kalimantan Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Rahardjo MF. 2006. Biologi reproduksi ikan blama (Nibea soldado, Lac) Sciaenidae di perairan pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia. 5(2) : 63-68.

Rahayu ES. 2012. Kajian stok sumber daya ikan kurisi (Nemipterus japonicus) di Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Labuan, Pandeglang, Banten [skripsi]. Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Russell BC. 1997. Nemipterid fishes of the world (treadfin breams, whiptail breams, monocle breams, dwarf breams, and coral breams) FAO Fisheries Synopsis No. 125 (12). Rome. 149 hal.

Saputra SW, Soedarsono P, Sulistyawati GA. 2009. Beberapa aspek biologi reproduksi ikan kuniran (Upeneus spp) di perairan Demak. Jurnal Saintek Perikanan. 5(1) : 1-6.

Senta T, Tan KS. 1975. Species and size composition of threadfin snappers in the South China sea and the Andaman sea. Singapore. J. Pri. Ind. 3(1): 1-1 1. Sulistiono, Jannah MR, Ernawati Y. 2001a. Reproduksi ikan belanak (Mugil

dussumieri) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur 1(2): 31-37.

Sulistiono, Kurniati TH, Riani E, Watanabe S. 2001b. Kematangan gonad beberapa jenis ikan buntal (Tetraodon lunaris, T. fluviatilis, T. reticularis) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur 1(2): 25-30.

Warjono J. 1990. Studi beberapa aspek biologi reproduksi ikan betutu (Oxyeleotris marmorata Bleeker) di Sungai Cisadane Kabupaten Tangerang dan di Waduk Saguling Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Departemem Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Widodo J, Suadi. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Laut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 252 hal.

(27)

17

(28)

18

Lampiran 1 Alat-alat yang digunakan selama penelitian

Timbangan digital Mikroskop Botol sampel

Cawan petri

Tissue Baki

Gelas Ukur Mikrometer Kaca Preparat

(29)
(30)

20

Lampiran 4 Faktor kondisi ikan kurisi (N. japonicus) selama pengambilan contoh

m = x k + x

2 - x ∑pi m = 2,3284 + 0,0287

2 - 0,0287 ∑ , = 2,3427

antilog m = 220,1519

ukuran ikan pertama kali matang gonad

antilog m=m ±1,96 x2∑ ( pi ×qi ) ( ni -1 )

M=220,1519 ±1,96 , ,

M mm

Waktu Betina Jantan

FK Rata-rata STDEV FK Rata-rata STDEV

27 Mei 2012 1.0541 0.1240 0.9791 0.1075

Lampiran 5 Pendugaan ukuran pertama kali matang gnad ikan kurisi (N. japonicus) dengan menggunakan metode Spearman-Karber

Betina

Total 2.5885 8.4115 0.3155 0.0762

(31)

21

ukuran ikan pertama kali matang gonad

antilog m=m ±1,96 x2∑ ( pi ×qi ) ( ni -1 )

M=213,03 ±1,96 , ,

M mm

Lampiran 6 Indeks kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus) Jantan

Waktu Betina Jantan

IKG Rata-rata STDEV IKG Rata-rata STDEV

(32)

22

Lampiran 7 Nilai fekunditas ikan kurisi (N. japonicus)

(33)

23

71 190 100 Betina 4 4.4989 0.6757 3274 32737

77 173 80 Betina 3 2.4353 0.4212 3070 30704

81 190 95 Betina 3 2.3157 0.3613 3403 34034

84 172 80 Betina 4 2.2808 0.3939 3337 33369

85 190 100 Betina 3 2.1927 0.3147 4176 41759

100 180 80 Betina 4 2.6880 0.5486 3123 31226

Lampiran 8 Hubungan fekunditas ikan kurisi (N. japonicus) terhadap panjang total

Lampiran 9 Hubungan fekunditas ikan kurisi (N. japonicus) terhadap bobot tubuh F = 4E-05L3.758

R² = 0.146

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000

0 50 100 150 200 250

Fekunditas (butir)

Panjang total (mm)

F = 4.788W1.830

R² = 0.239

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000

0 50 100 150

Fekunditas (butir)

(34)

24

Lampiran 10 Selang kelas diameter telur ikan kurisi (N. japonicus)

Lampiran 11 Tingkat kematangan gonad berdasarkan bulan pengamatan Selang

0.0500 0.0781 0.05-0.0781 0.04995 0.07815 0.06405 17

0.0782 0.1063 0.0782-0.1063 0.07815 0.10635 0.09225 34

0.1064 0.1345 0.1064-0.1345 0.10635 0.13455 0.12045 95

0.1346 0.1627 0.1346-0.1627 0.13455 0.16275 0.14865 435

0.1628 0.1909 0.1628-0.1909 0.16275 0.19095 0.17685 942

0.1910 0.2191 0.191-0.2191 0.19095 0.21915 0.20505 2070

0.2192 0.2473 0.2192-0.2473 0.21915 0.24735 0.23325 3341

0.2474 0.2755 0.2474-0.2755 0.24735 0.27555 0.26145 5729

0.2756 0.3037 0.2756-0.3037 0.27555 0.30375 0.28965 1437

0.3038 0.3319 0.3038-0.3319 0.30375 0.33195 0.31785 1234

0.3320 0.3601 0.332-0.3601 0.33195 0.36015 0.34605 1023

0.3602 0.3883 0.3602-0.3883 0.36015 0.38835 0.37425 707

0.3884 0.4165 0.3884-0.4165 0.38835 0.41655 0.40245 673

0.4166 0.4447 0.4166-0.4447 0.41655 0.44475 0.43065 524

0.4448 0.4729 0.4448-0.4729 0.44475 0.47295 0.45885 242

0.4730 0.5011 0.473-0.5011 0.47295 0.50115 0.48705 97

(35)

25

Lampiran 12 Faktor kondisi ikan kurisi berdasarkan tingkat kematangan gonad

Lampiran 13 Faktor kondisi ikan kurisi berdasarkan selang kelas panjang

TKG Jantan Betina

n FK rata-rata n FK rata-rata

I 329 0.9752 150 0.9884

II 84 1.0146 60 0.9714

III 20 1.0067 48 0.9732

IV 8 1.1473 23 1.0009

Selang Kelas Panjang (mm)

Jantan Betina n FK rata-rata n FK rata-rata

98-108 2 1.3144 2 1.0846

109-119 20 1.0102 16 1.0285

120-130 55 1.0473 40 1.0128

131-141 76 0.9503 49 0.9901

142-152 90 0.9701 71 0.9448

153-163 80 0.9402 47 0.9453

164-174 49 0.9550 32 0.9755

175-185 35 1.0631 16 1.0352

186-196 18 1.0530 7 1.1954

197-207 6 1.1041 0 0

(36)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 30 November 1991 sebagai putri keempat dari empat bersaudara dari pasangan Sihabudin dan Komariah. Pendidikan formal pernah dijalani penulis berawal dari TK Annashiriyah Cibolangkaler (1995-1997), SDN II Cibadak (1997-2003), SMPN 1 Cibadak (2003-2006), dan SMAN 1 Cibadak (2006-2009). Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur UTMI, di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Imu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan menjadi Asisten Oseanografi Umum (2011/2012) dan Koordinator Asisten Sumber Daya Perikanan (2012/2013). Penulis juga aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Profesi Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan (HIMASPER) sebagai anggota divisi Sosial Lingkungan (2011/2012), sekretaris divisi INFAK (2012/2013) serta turut aktif mengikuti seminar maupun berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan di lingkungan kampus IPB.

Gambar

Gambar 1 Skema perumusan masalah sumber daya ikan kurisi
Gambar 2 Peta daerah penangkapan ikan kurisi di Teluk Banten
Gambar 3 Struktur anatomi gonad ikan kurisi (N. japonicus) betina
Gambar 4 Struktur anatomi gonad ikan kurisi (N. japonicus) jantan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Stok Sumber Daya Ikan Selar Kuning Caranx (Selaroides) leptolepis Cuvier dan Valenciennes yang Didaratkan di

Tabel 4 diperoleh kondisi perikanan sumber daya ikan tetengkek dari ketiga alat tangkap yang digunakan di PPN Karangantu, Banten yaitu pada kondisi

Data sekunder diperoleh dari laporan dokumen PPN Brondong. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu meliputi hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPN

Data hasil tangkapan (catch), upaya penangkapan (effort) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan menggunakan alat tangkap jaring rampus dan cantrang dengan perahu

Akibat ancaman penangkapan yang dilakukan secara terus menerus, dikhawatirkan populasinya akan semakin menurun, maka penelitian ini dilakukan untuk mengkaji mengenai stok ikan

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui potensi ikan-ikan hasil tangkapan unggulan yang didaratkan di PPN Karangantu sebagai bahan baku industri pengolahan;

Kajian mengenai keadaan stok sumberdaya ikan kurisi di PPP Labuan mulai dari sebaran kelopok umur ikan, pola pertumbuhan, TKG (Tingkat Kematangan Gonad), laju mortalitas

Aspek reproduksi yang menjadi acuan untuk pengelolaan sumberdaya perikanan adalah nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, faktor kondisi,