• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Penerbit Uang Elektronik Terhadap Penyalahgunaan Uang Elektronik yang Merugikan Pengguna Uang Elektronik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggung Jawab Penerbit Uang Elektronik Terhadap Penyalahgunaan Uang Elektronik yang Merugikan Pengguna Uang Elektronik"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB PENERBIT UANG ELEKTRONIK TERHADAP PENYALAHGUNAAN UANG ELEKTRONIK YANG MERUGIKAN

PENGGUNA UANG ELEKTRONIK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Hukum

OLEH

IVAN FERDINANDUS HALAWA

110200302

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TANGGUNG JAWAB PENERBIT UANG ELEKTRONIK TERHADAP PENYALAHGUNAAN UANG ELEKTRONIK YANG MERUGIKAN

PENGGUNA UANG ELEKTRONIK SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

IVAN FERDINANDUS HALAWA NIM: 110200302

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui / Diketahui Oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

(WINDHA, S.H.,M.HUM.) NIP. 197501122005012002

DosenPembimbing I DosenPembimbing II

(Dr. T. Keizeirina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum.) (Windha, S.H.,M.Hum.) NIP. 197002012002122001 NIP. 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan penyertaan-Nya sehingga dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Semua oleh karena kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Tanggung Jawab Penerbit Uang Elektronik terhadap Penyalahgunaan Uang Elektronik yang Merugikan Pengguna Uang Elektronik”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yaitu Drs.Beatus Halawa dan (+) Dra.Murni Naibaho, yang telah mendidik penulis dan terus mendoakan dan memberi semangat dan motivasi bagi penulis, memberikan dukungan materi maupun dukungan moril yang tak terhingga dan terbalaskan.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertaiku, menolongku, dan memberikan

kekuatan dalam hidupku.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I

(4)

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H, M.H, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Oka Saidin, S.H, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Windha, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing II yang telah menuntun penulis dengan kesabaran awal sampai akhir pembuatan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

7. Ibu Dr. T. Keizeirina Devi Azwar, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I

yang banyak memberi masukan-masukan berarti bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Bapak dan Ibu Dosen pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan

yang berlimpah kepada penulis sepanjang masa studi penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Kepada adik-adik (Boni dan Trivany) dan segenap keluarga besar penulis

yang telah memberikan semangat dan motivasi bagi penulis.

11.Kepada Sisilia Fitri Marbun yang selalu mendampingi dan memberikan

semangat bagi penulis.

12.Kepada Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) St. Fidelis Fakultas Hukum

(5)

13.Kepada sahabat-sahabat GASTER ( Vincent, Juanda, Tirta, Lambok, Rio, Philip, Arius, Guntur, Asido, Timothy, Antonio, Danny, Syahputra, Jhon, Roboy, Richard, Togar, Devid, Bruno).

14.Kepada sahabat-sahabat ( Richard Sitio, Nova Sagala, Ruba Silaen, Maruli

Simalango, Kristina Simbolon, Frans Sinuraya, David Simamora, Eni Sipayung, Bill Clinton, David Mangara, Arnold, Paul, Pedro)

15.Kepada sahabat-sahabat BUMI ( Irryn bukit, Endha, Restika, Fahmi, Vincent,

Nio).

16.Kepada rekan-rekan GmnI FH USU ( Bruno, Maslon, Theo, Jenrico,

Natanael, Conny, Gelora, Frimanda, Emy, Tumpal,dll)

17.Kepada adik-adik stambuk 2012,2013,2014 (agnes ketaren, wita, rafly, tri

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

ABSTRAK ...iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penulisan... 8

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II KEDUDUKAN HUKUM PENERBIT UANG ELEKTRONIK DALAM SISTEM PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK A. Pengertian dan Dasar Hukum Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik ... 14

B. Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik ... 37

C. Kedudukan Hukum Penerbit Uang Elektronik ... 47

(7)

BAB III BENTUK PENYALAHGUNAAN UANG ELEKTRONIK YANG MERUGIKAN PENGGUNA UANG ELEKTRONIK

A. Faktor-faktor Penyebab Penyalahgunaan Uang Elektronik ... 63

B. Bentuk Penyalahgunaan Uang Elektronik ... 69

C. Akibat Hukum Penyalahgunaan Uang Elektronik ... 75

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENERBIT UANG ELEKTRONIK TERHADAP PENYALAHGUNAAN UANG ELKTRONIK YANG MERUGIKAN PENGGUNA UANG ELEKTRONIK

A. Pengertian dan Prinsip Umum Tanggung Jawab ... 82

B. Tanggung Jawab Penerbit Uang Elektronik... 86

C. Perlindungan Hukum Bagi Penerbit Uang Elektronik ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 113

B. Saran ...118

(8)

ABSTRAK

Perkembangan teknologi, perdagangan, dan sistem pembayaran telah membawa suatu perubahan dan memberi dampak terhadap munculnya inovasi-inovasi baru dalam penggunaan alat pembayaran. Inovasi tersebut tampak dalam perkembangan alat pembayaran elektronik yang dikenal sebagai uang elektronik (e-money). Uang elektronik adalah alat pembayaran yang diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip yang digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini antara lain: bagaimana kedudukan hukum penerbit uang elektronik dalam sistem penyelenggaraan uang elektronik di Indonesia, bagaimana bentuk penyalahgunaan uang elektronik yang merugikan pengguna uang elektronik, bagaimana tanggung jawab penerbit uang elektronik apabila terjadi penyalahgunaan uang elektronik yang merugikan pengguna uang elektronik.

Penulisan ini menggunakan metode studi hukum normatif dengan pendekatan yuridis, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan terkait uang elektronik. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode studi pustaka. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Pengaturan hukum terhadap uang elektronik diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik dan melalui perjanjian baku yang diatur oleh penerbit berupa syarat dan ketentuan pemegang kartu. Permasalahan hukum dalam penyelenggaraan uang elektronik akan terjadi jika ada penyalahgunaan uang elektronik hingga merugikan pengguna uang elektronik. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan tanggung jawab penerbit uang eletronik selaku pihak penyedia uang elektronik dan perlindungan hukum bagi pemegang uang elektronik.

Kata Kunci: tanggung jawab, uang elektronik, penerbit, pemegang uang elektronik, penyalahgunaan uang elektronik, perlindungan hukum

* Mahasiswa

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Sistem Informasi Uang Elektronik ……….. 51

(10)

ABSTRAK

Perkembangan teknologi, perdagangan, dan sistem pembayaran telah membawa suatu perubahan dan memberi dampak terhadap munculnya inovasi-inovasi baru dalam penggunaan alat pembayaran. Inovasi tersebut tampak dalam perkembangan alat pembayaran elektronik yang dikenal sebagai uang elektronik (e-money). Uang elektronik adalah alat pembayaran yang diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip yang digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini antara lain: bagaimana kedudukan hukum penerbit uang elektronik dalam sistem penyelenggaraan uang elektronik di Indonesia, bagaimana bentuk penyalahgunaan uang elektronik yang merugikan pengguna uang elektronik, bagaimana tanggung jawab penerbit uang elektronik apabila terjadi penyalahgunaan uang elektronik yang merugikan pengguna uang elektronik.

Penulisan ini menggunakan metode studi hukum normatif dengan pendekatan yuridis, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan terkait uang elektronik. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode studi pustaka. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Pengaturan hukum terhadap uang elektronik diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik dan melalui perjanjian baku yang diatur oleh penerbit berupa syarat dan ketentuan pemegang kartu. Permasalahan hukum dalam penyelenggaraan uang elektronik akan terjadi jika ada penyalahgunaan uang elektronik hingga merugikan pengguna uang elektronik. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan tanggung jawab penerbit uang eletronik selaku pihak penyedia uang elektronik dan perlindungan hukum bagi pemegang uang elektronik.

Kata Kunci: tanggung jawab, uang elektronik, penerbit, pemegang uang elektronik, penyalahgunaan uang elektronik, perlindungan hukum

* Mahasiswa

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Uang merupakan alat pertukaran yang sah dalam transaksi jual beli. Uang sudah menjadi bagian terpenting dalam kehidupan kita sehari-hari. Bahkan ada anggapan, uang adalah “darah”-nya perekonomian, karena dalam mekanisme

sistem lalu lintas barang dan jasa selalu diperlukan uang sebagai pelancar demi mencapai tujuan tertentu. Disamping itu, uang dipandang sebagai kekayaan yang dapat digunakan untuk membayar sejumlah tertentu utang dengan kepastian dan

tanpa penundaaan.1

Secara historis sebelum ada mata uang sebagai alat pembayaran transaksi jual beli dikenal istilah barter. Artinya, pertukaran barang antara orang yang saling membutuhkan barang tersebut satu sama lain. Orang melakukan transaksi jual beli dengan cara bertemu langsung antara penjual dan pembeli. Alat transaksi tersebut dari tahun ke tahun terus mengalami perubahan, hingga akhirnya dibuatlah mata uang dari uang logam, uang kertas konvensional, dan sampai alat pembayaran elektronik masa kini.

Perkembangan teknologi, perdagangan, dan sistem pembayaran telah membawa suatu perubahan dan memberi dampak terhadap munculnya inovasi-inovasi baru dalam penggunaan alat pembayaran. Inovasi tersebut tampak dalam penggunaan pembayaran elektronik, selain serba cepat dan sekaligus aman dari hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam hal ini, pembayaran elektronik dimaksudkan

1

(12)

sebagai alat pembayaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi seperti Integrated circuit (IC), cryptography dan jaringan komunikasi. Sistem pembayaran elektronis yang kita kenal dan sudah ada di Indonesia saat ini antara lain phone banking, internet banking, kartu kredit maupun kartu debit/Anjungan

Tunai Mandiri (ATM).2

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia salah satu wewenang Bank Indonesia dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran adalah menetapkan penggunaan alat pembayaran. Penetapan penggunaan alat pembayaran ini dimaksudkan agar alat pembayaran yang digunakan dalam masyarakat memenuhi persyaratan keamanan dan efisiensi bagi penggunanya.

Perkembangan teknologi informasi dan sistem pembayaran saat ini telah mendorong perkembangan alat pembayaran elektronik yang dikenal sebagai

Electronic Money (selanjutnya disebut uang elektronik). Dalam ketentuan

Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik dalam ketentuan Pasal 1 Ayat 3 menerangkan “uang elektronik adalah alat pembayaran

yang diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit”. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip yang digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut. Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai

2

(13)

perbankan. Uang elektronik dapat digunakan sebagai alternatif alat pembayaran non tunai untuk menjangkau masyarakat yang selama ini belum mempunyai akses kepada sistem perbankan.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (electronic money) maka dapat dilihat pihak-pihak dalam transaksi uang elektronik ini. Salah satunya adalah penerbit uang elektronik yang dijelaskan pada Pasal 1 Ayat 6 yaitu bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan uang elektronik.

Penggunaan alat pembayaran elektronik seperti uang elektronik perlu memperhatikan hal mendasar yaitu: teknologi merupakan hasil temuan manusia yang akan mempunyai kelemahan-kelemahan dalam sistem teknisnya dan juga

mempunyai ketidakpastian dalam segi jaminan kepastian hukum.3 Perlindungan

bagi pemanfaatan teknologi didekati tidak saja dari segi hukum tetapi juga harus memperhatikan pada aspek keberadaan teknologinya sendiri. Teknologi menjadi sangat penting mengingat pendekatan teknologi pada hakekatnya merupakan langkah preventif terhadap upaya-upaya penyalahgunaan teknologi yang bersangkutan, akan tetapi hal itu belum tentu dapat diselesaikan melalui pendekatan hukum.

Permasalahan hukum dalam hal sistem uang elektronik ini akan terjadi jika sebuah sistem pembayaran uang elektronik yang digunakan untuk melaksanakan

transaksi elektronik (pembayaran) mengalami kegagalan serta terjadi

penyalahgunaan uang elektronik dan mengakibatkan kerugian, bagaimana

3Budiarto, “

(14)

penerbit uang elektronik harus bertanggung jawab terhadap kegagalan transaksi

serta penyalahgunaan tersebut? Kepada siapakah penerbit harus

mempertanggungjawabkan kegagalan transaksi serta penyalahgunaan uang elektronik tersebut?

Pemahaman mengenai bentuk tanggung jawab penerbit uang elektronik dimulai dari adanya hubungan hukum yang terjadi diantara kedua belah pihak dalam suatu perikatan. Atas dasar hubungan hukum antara penerbit uang elektronik dan konsumen (pemilik uang elektronik) pada akhirnya melahirkan suatu hak dan kewajiban yang mendasarinya suatu tanggung jawab ketika pengguna uang elektronik menyetujui menggunakan uang elektronik yang disediakan oleh penerbit uang elektronik.

Berdasarkan uraian di atas, menjadi penting untuk menganalisis mengenai penyelenggaraan uang elektronik. Oleh sebab itu, judul skripsi ini adalah: “Tanggung Jawab Penerbit Uang Elektronik terhadap Penyalahgunaan Uang Elektronik yang Merugikan Pengguna Uang Elektronik”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah di uraikan pada latar belakang di atas maka permasalahan yang timbul sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan hukum penerbit uang elektronik dalam sistem

penyelenggaraan uang elektronik di Indonesia?

2. Bagaimana bentuk penyalahgunaan uang elektronik yang merugikan

(15)

3. Bagaimana tanggung jawab penerbit uang elektronik apabila terjadi penyalahgunaan uang elektronik yang merugikan pengguna uang elektronik? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui kedudukan hukum penerbit uang elektronik dalam sistem

penyelenggaraan uang elektronik.

2. Untuk mengetahui bentuk penyalahgunaan uang elektronik yang merugikan

pengguna uang elektronik.

3. Untuk mengetahui tanggung jawab penerbit uang elektronik apabila terjadi

penyalahgunaan uang elektronik yang merugikan pengguna uang elektronik. Selain dari tujuan di atas, penulisan skripsi ini juga memberikan manfaat antara lain:

1. Secara teoritis, hasil penulisan ini diharapkan agar dapat memberikan

sumbangan pikiran dan wawasan terhadap pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya dalam kaitannya dalam bidang hukum perbankan maupun hukum perlindungan konsumen.

2. Secara praktis, dengan ditulisnya skripsi ini diharapkan dapat memberikan

(16)

D. Keaslian Penulisan

Penulisan ini didasarkan pada ide, gagasan, maupun pemikiran sendiri yang secara pribadi didasarkan dengan melihat perkembangan alat pembayaran elektronik khususnya uang elektronik. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, baik melalui media internet maupun perpustakaan ditemukan bahwa bahwa belum ada penulisan skripsi yang mengkhususkan diri untuk membahas tentang “Tanggung jawab penerbit uang elektronik terhadap penyalahgunaan uang elektronik yang merugikan pengguna uang elektronik”.

Judul skripsi yang diulas, bukanlah hasil penggandaan ataupun jiplakan dari hasil karya maupun tulisan orang lain. Mengenai keberadaan kutipan pendapat dalam penulisan skripsi ini adalah suatu hal yang tidak perlu untuk diperdebatkan karena sebuah kutipan merupakan hal yang lumrah dan wajar karena diajukan semata-mata demi penyempurnaan penulisan skripsi. Singkatnya, tidak bermaksud untuk melakukan suatu tindakan plagiat ataupun menjiplak hasil karya tulis orang lain.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penulisan skripsi ini berkisar tentang Tanggung Jawab Penerbit Uang Elektronik terhadap Penyalahgunaan Uang Elektronik yang Merugikan Pengguna Uang Elektronik. Adapun tinjauan kepustakaan tentang skripsi ini, adalah sebagai berikut:

1. Tanggung jawab

(17)

bertentangan/berlawanan hukum. Sanksi dikenakan deliquet, karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut bertanggungjawab. Subyek responsibility dan subyek kewajiban hukum adalah sama. Dalam teori tradisional, ada dua jenis tanggung jawab: pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan

(based on fault) dan pertanggungjawab mutlak (absolut responsibility). 4

Tanggungjawab mutlak yaitu suatu perbuatan menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu hubungan antara perbuatan dengan akibatnya.

2. Uang elektronik

Secara umum, uang elektronik atau dalam bahasa Inggris electronic money, adalah sebuah alat pembayaran yang menggantikan uang konvensional, dapat digunakan dan didisribusikan sebagai alat tukar, yang disimpan dalam format digital di sebuah komputer atau micro chip dalam sebuah kartu. Bank for International Settlement (BIS) dalam salah satu publikasinya pada bulan oktober

1996 memberikan definisi e-money sebagai “Stored-value or prepaid products in

which a record of the funds or value available to a consumer is stored on an

electronic device in the consumer’s possession”5 (produk stored-value atau

prepaid dimana sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis yang dimiliki seseorang).

Thomas J. Smedinghoff dalam buku berjudul Online La w –The SPA’s

Legal Guide to Doing Business on the Internet menyatakan bahwa: uang

4

Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 61.

5

(18)

elektronik merupakan suatu hal yang mewakili keberadaan uang (fisik) dalam bentuk elektronik di suatu media elektronik. Nilai dari uang tersebut dinyatakan dalam bentuk kumpulan angka yang secara digital dikeluarkan oleh suatu bank

ataupun lembaga lainnya, dan dapat disimpan melalui berbagai media.6

Pada Pasal 1 Ayat 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/ 8 /PBI/2014 jo Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik (selanjutnya disebut PBI Uang Elektronik) menjelaskan mengenai uang elektronik (electronic money) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: pertama, Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit; kedua, Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media

server atau chip; ketiga, Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang

yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan keempat, Nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.

3. Penerbit uang elektronik

Pada Pasal 1 ayat 6 PBI Uang Elektronik menjelaskan penerbit uang elektronik adalah bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan uang elektronik.

F. Metode Penulisan

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan antara lain:

6

(19)

1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian dengan mengolah dan mengumpulkan data-data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, yaitu Bahan-bahan hukum yang sifatnya mengikat, seperti: peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, dan peraturan lain yang berkaitan. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil penelitian hukum dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum atau sarjana hukum, dan bahkan bahan hukum tersier yang memberi petunjuk maupun penjelesan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, majalah hukum, dan ensiklopedia.

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan yuridis, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

(20)

2. Data penelitian

Materi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini diperoleh dari data-data sekunder. Data tersebut diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mempunyai kekuatan atau ketentuan mengikat terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar,

maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

penyelenggaraan uang elektronik antara lain: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money), SE BI Nomor 16/11/DKSP/2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik, SE BI No. 16/12/DPAU tentang Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD).

b. Bahan hukum sekunder

(21)

hukum, laporan-laporan, artikel, majalah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum pendukung yang mencakup bahan yang memberikan petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, serta bahan-bahan primer, sekunder, dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini. Selain itu digunakan juga situs internet yang menjadi bahan bagi penelitian skripsi ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi ini maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu studi

dokumen berupa pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis7,

mempelajari dan menganalisa secara sistematis, buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sitematis untuk selanjutnya

7

(22)

dianalisa secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas8. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan pemilihan pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang tanggung jawab penerbit uang elektronik dan upaya perlindungan hukum bagi pemegang uang elektronik.

Pada bagian akhir, data yang berupa peraturan perundang-undangan diterima dan dianalisis secara deduktif kualitatif yang diselaraskan dengan hasil dari data pendukung sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang akan menjawab seluruh pokok permasalahan dalam penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan skripsi ini seluruhnya merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain. Untuk memberikan kemudahan dalam hal penulisan skripsi ini maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, Tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II: KEDUDUKAN HUKUM PENERBIT UANG ELEKTRONIK

DALAM SISTEM PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK

Bab ini menjelaskan tentang kedudukan hukum penerbit uang elektronik dalam sistem penyelenggaraan uang elektronik meliputi:

8

(23)

sistem penyelenggaraan uang elektronik, pengertian dan dasar hukum sistem penyelenggaraan uang elektronik, kedudukan hukum penerbit uang elektronik, prosedur menjadi penerbit uang elektronik.

BAB III: BENTUK PENYALAHGUNAAN UANG ELEKTRONIK YANG

MERUGIKAN PENGGUNA UANG ELEKTRONIK

Bab ini menjelaskan tentang bentuk penyalahgunaan uang elektronik yang merugikan pengguna uang elektronik meliputi: faktor-faktor penyebab penyalahgunaan uang elektronik, bentuk penyalahgunaan uang elektronik, akibat hukum penyalahgunaan uang elektronik.

BAB IV: TANGGUNG JAWAB PENERBIT UANG ELEKTRONIK

TERHADAP PENYALAHGUNAAN UANG ELEKTRONIK YANG MERUGIKAN PENGGUNA UANG ELEKTRONIK Bab ini menjelaskan tentang tanggung jawab penerbit uang elektronik terhadap penyalahgunaan uang elektronik yang merugikan pengguna uang elektronik meliputi: pengertian dan prinsip umum tanggung jawab, tanggung jawab penerbit uang elektronik, perlindungan hukum bagi pengguna uang elektronik.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

(24)
(25)

BAB II

KEDUDUKAN HUKUM PENERBIT UANG ELEKTRONIK DALAM SISTEM PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK

A. Pengertian dan Dasar Hukum Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik

1. Pengertian Uang Elektronik

Uang telah digunakan sejak berabad-abad yang lalu memiliki sejarah panjang dan telah mengalami perubahan yang sangat besar sejak dikenal manusia.Tidak mudah untuk menjelaskan atau mendefinisikan uang secara singkat, jelas dan tepat, namun dalam masyarakat modern di seluruh dunia tidak ada yang tidak mengenal uang dan kehidupan manusia tidak bisa lepas dari kegiatan yang berhubungan dengan uang.

Uang yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.

(26)

baru dalam pembayaran elektronis (electronic payment). Pembayaran elektronis ini merupakan pembayaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan jaringan

komunikasi.9 Pembayaran elektronis tersebut antara lain yaitu phone banking,

internet banking, pembayaran menggunakan kartu kredit serta kartu debit/Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Meskipun teknologi yang digunakan berbeda-beda, namun seluruh bentuk pembayaran elektronis tersebut terkait dengan rekening nasabah pada bank melalui proses otorisasi.

Sistem pembayaran dalam transaksi ekonomi mengalami kemajuan yang pesat seiring dengan perkembangan teknologi yang canggih. Kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran telah menggantikan peranan uang tunai yang dikenal masyarakat sebagai alat pembayaran pada umumnya ke dalam bentuk pembayaran non tunai yang lebih efektif dan efisien. Hal ini didukung dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan ataupun pusat perbelanjaan di Indonesia yang menerima transaksi pembayaran dengan menggunakan sistem pembayaran non tunai.

Inovasi-inovasi baru terus berkembang dalam penciptaan alat pembayaran yang bersifat non tunai. Saat ini alat pembayaran non tunai yang dikenal ada yang berbentuk paper based (cek/bilyet giro), card based (kartu kredit, kartu debet) dan electronic based. Hingga akhirnya uang elektronik dikenalkan kepada masyarakat yang ditujukan untuk jenis pembayaran mikro sebagai pengganti uang. Saat ini penggunaan uang elektronik tersebut banyak dijumpai di berbagai supermarket,

9

(27)

pom bensin, pembayaran tol, transportasi dan kedepan dimungkinkan untuk berkembang lebih lanjut.

Pengertian uang elektronik dijelaskan dalam artikel laporan Bank International Settlements edisi Oktober 1996 yaitu sebagai mekanisme penyimpanan nilai dan atau pembayaran terlebih dahulu untuk pelaksanaan transaksi pembayaran yang dilakukan secara elektronik. Dengan kata lain, uang elektronik memiliki dua fungsi uang yakni sebagai store value (penyimpan nilai) dan prepaid payment yang pada hakekatnya identik dengan fungsi standard of

deffered payment pada uang secara umum. Secara lengkap, definisi uang

elektronik menurut versi Bank for International Settlements berbunyi:10

Electronic money refers to “stored value” or prepaid payment mechanisms for executing payments via point of sale terminals, direct transfers between two devices, or over open computer networks suck as the

internet. Stored value products include “hardware” or “card based” mechanism (also called “digital cash”). Stored value cards can be “single purpose” or “multi purpose”. Single purpose cards (e.g. telephone cards)

are used to purchase one type of good or service, products from one vendor; multi-purpose cards can be used for a variety of purchases from

several vendors”

Sebagai “Store of value”, uang elektronik dapat bersifat “single purpose”

yakni hanya dapat digunakan untuk penyelesaian satu jenis transaksi pembayaran, maupun “multi purpose” yakni dipergunakan untuk berbagai jenis transaksi

pembayaran. Dalam pelaksanaannya, pembatasan untuk jenis multi purpose uang elektronik terdapat pada nilai elektronik yang terdapat didalamnya dan atau

10

(28)

jangka waktu penggunaan instrumen uang elektronik yang diberikan oleh bank

penerbit kepada nasabah yang bersangkutan.11

Adapun dilihat dari aspek media yang dipergunakan, secara umum terdapat dua jenis produk uang elektronik yakni digital cash (disebut pula sebagai card-based mechanism) dan prepaid card (disebut pula sebagai electronic

purses). Perbedaan kedua instrumen tersebut adalah:12 pertama, berdasarkan

sistem penyimpanan nilai, digital cash memakai disk yang terdapat dalam personal computer nasabah dan frame bank, sementara prepaid card memakai chip-intergrated circuit, nilai tertanam dalam kartu; kedua, Berdasarkan mekanisme pemindahan nilai/pembayaran, digital cash memanfaatkan jaringan komunikasi (net, web atau sarana telephone) sebagai sarana pemindahan nilai/pembayaran; ketiga, pelayanan transaksi pembayaran digital cash secara virtual tetapi pelayanan transaksi pembayaran prepaid card secara face to face antara penerima dengan pembayar.

Uang elektronik diatur tersendiri dalam Pasal 1 Angka 3 PBI Uang Elektronik merupakan alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur yaitu :

pertama, diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada

penerbit; kedua , nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip; ketiga, digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; keempat, nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang undang yang mengatur mengenai perbankan.

11

Mulyana Soekarni,dkk, Op. Cit., hlm. 15.

12

(29)

Berdasarkan media penyimpanannya, saat ini uang elektronik dibedakan

atas dua jenis sebagai berikut:13

a. Uang elektronik yang nilai uang elektroniknya selain dicatat pada media

elektronik yang dikelola oleh penerbit juga dicatat pada media elektronik yang dikelola oleh pemegang. Media elektronik yang dikelola oleh pemegang dapat berupa chip yang tersimpan pada kartu,stiker, atau harddisk yang terdapat pada personal komputer milik pemegang. Dengan sistem pencatatan seperti ini, maka transaksi pembayaran dengan menggunakan uang elektronik dapat dilakukan secara off-line dengan mengurangi secara langsung nilai uang elektronik pada media elektronik yang dikelola oleh pemegang. Sementara rekonsiliasi nilai uang elektronik pada media elektronik yang dikelola oleh penerbit dilakukan kemudian pada saat terjadi penagihan oleh pedagang kepada penerbit.

b. Uang elektronik yang nilai uang elektroniknya hanya dicatat pada media

elektronik yang dikelola oleh penerbit. Dalam hal ini pemegang diberi hak akses oleh penerbit terhadap penggunaan nilai uang elektronik tersebut. Dengan sistem pencatatan seperti ini, maka transaksi pembayaran dengan menggunakan uang elektronik ini hanya dapat dilakukan secara on-line dimana nilai uang elektronik yang tercatat pada media elektronik yang dikelola penerbit akan berkurang secara langsung.

Melalui Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik dapat dilihat jenis-jenis dari uang

13

(30)

elektronik berdasarkan pencatatan data identitas pemegang, yaitu: pertama, uang elektronik yang data identitas pemegangnya terdaftar dan tercatat pada penerbit (registered); kedua, uang elektronik yang data identitas pemegangnya tidak terdaftar dan tidak tercatat pada penerbit (unregistered).

Persamaan uang elektronik terdaftar (registered) dengan uang elektronik tidak terdaftar (unregistered) yaitu : pertama, berdasarkan batas nilai transaksi, kedua uang elektronik tersebut dalam 1 (satu) bulan ditetapkan paling banyak transaksi sebesar Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); kedua, berdasarkan jenis transaksi yang dapat digunakan meliputi transaksi pembayaran, transfer dana, dan fasilitas transaksi lainnya yang disediakan oleh penerbit.

(31)

(unregistered) berupa: pengisian ulang (top up), pembayaran transaksi, pembayaran tagihan, dan fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.

Penerbit dapat menetapkan masa berlaku media uang elektronik dengan pertimbangan adanya batas usia teknis dari media uang elektronik yang digunakan. Dengan berakhirnya masa berlaku media uang elektronik, nilai uang elektronik yang masih tersisa dalam media tersebut tidak serta merta menjadi terhapus. Sepanjang masih terdapat sisa nilai uang elektronik pada media tersebut, pemegang memiliki hak tagih atas sisa nilai uang elektronik yang terdapat dalam media tersebut. Pemenuhan hak tagih atas sisa nilai uang elektronik tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan memindahkan sisa nilai uang elektronik tersebut ke dalam media yang baru. Pemenuhan hak tagih tersebut dapat dikurangi dengan biaya administrasi yang dikenakan oleh penerbit kepada pemegang uang elektronik.

(32)

transfer dan/atau pemindahbukuan dana yang dilakukan oleh penyelenggara jasa

keuangan.14

Penerbitan uang elektronik wajib menggunakan satuan uang rupiah. Disamping itu, setiap penggunaan uang elektronik di wilayah Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah. Kewajiban penggunaan uang rupiah ini merupakan amanat dari Undang-Undang 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut Undang-Undang BI) seperti yang disebutkan dalam Pasal 2 angka 2 yaitu uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia.

Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan peraturan Bank Indonesia. Selain itu, kewajiban penggunaan satuan uang rupiah didasarkan pada pertimbangan bahwa nilai uang elektronik harus dapat dikonversi secara penuh sehingga nilai satu rupiah pada nilai uang elektronik harus sama dengan satu rupiah pada uang tunai.

2. Pengertian Sistem Penyelenggaraan Uang Elektonik

Sistem pembayaran sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Hampir setiap saat dalam kegiatan perekonomian sehari-hari terjadi transaksi yang dilakukan para pelaku ekonomi, serta masyarakat umum lainnya. Sadar atau tidak, kegiatan transaksi yang kita lakukan tersebut berkaitan erat dengan sistem

14

(33)

pembayaran. Sistem penyelenggaraan uang elektronik merupakan salah satu bentuk sistem pembayaran yang berlaku saat ini.

Sebelum berbicara mengenai sistem pembayaran terlebih dahulu perlu dipahami mengenai terminologi pembayaran itu sendiri. Pembayaran dapat diartikan sebagai perpindahan nilai antara dua belah pihak (secara sederhana kita memakai istilah pembeli dan penjual), dimana secara bersamaan terjadi perpindahan barang dan jasa. Sebagai langkah awal untuk memahami lebih jauh mengenai sistem pembayaran, kita lihat beberapa definis sistem pembayaran

sebagai berikut.15

a. CPSS Glossary-March 2003

“A payment system consists of a set of instruments, banking procedures

and, typically, interbank funds transfer systems that ensure the circulation

of money”.

b. Guitian,1998

“A payment system encompasses a set of instruments and means generally

acceptable in making payments; the institutional and organizational framework governing such payments (including prudential regulation); and the operating procedures and communications network used to initiate and transmit payment information from payer to payee and to

settle payments”.

c. Undang-Undang BI

15

(34)

“Sistem pembayaran merupakan sistem yang mencakup seperangkat

aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi”.

Apabila terminologi sistem dan pembayaran disatukan maka

pendefinisiannya menjadi sebagai berikut:

Definisi dari Committee for Payment and Settlement Systems/ Bank for International Settlement (CPSS/BIS) yaitu lembaga internasional yang menerbitkan acuan dalam pengelolaan sistem pembayaran mendefinisikan interaksi antar entitas tersebut terdiri dari, seperangkat instrumen, prosedur, IFT system yang menjadi komponen untuk melancarkan perputaran dana. Literatur lain (guitian) juga mendefinisikan hal yang hampir sama, hanya dengan penambahan entitas lembaga dan regulasi.

Bank Indonesia sendiri pada Undang-Undang BI Pasal 1 juga telah mendefinisikan secara tegas mengenai sistem pembayaran yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari seperangkat aturan, lembaga, mekanisme untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi kewajiban yang timbul dari kegiatan ekonomi. Dari semua definisi diatas, intinya adalah bila berbicara mengenai sistem pembayaran adalah bicara tentang alat pembayaran, prosedur perbankan sehubungan dengan pembayaran dan juga sistem transfer dana antar bank yang dipakai dalam proses pembayaran.

(35)

untuk penyampaian, pengesahan, dan penerimaan instruksi pembayaran, serta

pemenuhan kewajiban pembayaran melalui pertukaran “nilai” antar perorangan,

bank, dan lembaga lainnya baik domestik maupun antarnegara. Dalam prakteknya, transaksi pembayaran dilakukan dengan instrumen tunai dan nontunai. Instrumen tunai biasanya digunakan untuk transaksi bernilai kecil di tingkat ritel dan antar individu, sementara instrumen non tunai umumnya

digunakan untuk transaksi bernilai besar.16

Sistem penyelenggaraan uang elektronik merupakan sistem pembayaran tanpa menggunakan uang fisik atau non tunai. Sistem uang elektronik menyimpan nilai uang dalam bentuk bit-bit data. Uang tersebut menempati posisi yang sama dengan uang kertas, yaitu sebagai alat ganti pembayaran yang berupa uang tanda (nilai nominal lebih besar dari nilai intrinsik). Sistem uang elektronik harus dapat memenuhi fungsi yang sama dengan fungsi uang konvensional.

Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE) menjelaskan transaksi elektronik secara spesifik yaitu perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/ atau media elektronik lainnya.Transaksi

pembayaran dengan menggunakan uang elektronik dilakukan dengan menggunakan

komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Sistem penyelenggaraan uang elektronik merupakan sistem pembayaran menggunakan transaksi elektronik.

16

(36)

Transaksi elektronik pada sistem penyelenggaraan uang elektronik pada konsepnya adalah sama dengan transaksi secara tradisional/konvesional dimana penjual menampilkan produk dan persyaratan serta peraturan kepada calon pembeli lalu pembeli mempertimbangkan pilihan mereka, juga persyaratan serta peraturannya (jika memungkinkan). Setelah kesepakatan terjadi lalu penjual akan memberikan produknya dan pengguna dapat menggunakannya. Urutan kejadian dan mekanisme seperti adalah apa yang biasa terjadi dan merupakan dasar serta fundamental cara bertransaksi baik menggunakan sistem elektronik maupun tradisional

Sebagai suatu sistem, sistem pembayaran terdiri dari beberapa sub sistem atau komponen, yang secara garis besar mencakup:

a. Kebijakan

(37)

b. Kelembagaan

Kelembagaan dalam sistem pembayaran meliputi berbagai lembaga yang secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Secara umum lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem pembayaran meliputi antara lain bank sentral, bank-bank dan lembaga kliring, pasar modal, penyedia jasa jaringan komunikasi, penerbit kartu kredit, dan lain-lain. Masing-masing lembaga tersebut mempunyai peran dan tanggung jawab yang berbeda dalam sistem pembayaran.

c. Alat pembayaran

Instrumen pembayaran non-tunai yang digunakan sebagai media pembayaran meliputi berbagai media baik berupa paper based maupun card-based. Penggunaan instrument pembayaran non-tunai ini memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain dimana di dalamnya melekat hak dan kewajiban keuangan bagi para pelaku yang bertransaksi.

d. Mekanisme operasional

(38)

e. Infrastruktur teknis

Infrastruktur teknis meliputi berbagai komponen teknis yang diperlukan untuk memproses dan melakukan perpindahan dana, standard-standard seperti message format, sistem jaringan komputer, komunikasi, perangkat keras dan lunak, sistem back-up, disaster recovery plan dan lain-lain. Keberadaan infrastruktur teknis ini sangat menunjang kelancaran

penyelenggaraan suatu sistem pembayaran. Seiring dengan

berkembangnya teknologi baik di bidang hardware, software dan komunikasi, saat ini tersedia berbagai pilihan infrastruktur teknis di bidang sistem pembayaran yang menawarkan berbagai keunggulan baik dari segi kecepatan maupun keamanan. Pilihan atas infrastruktur ini tergantung

pada kebutuhan dan kebijakan masing-masing negara dalam

pengembangan sistem pembayaran nasionalnya. Pilihan ini tentunya mempunyai implikasi terhadap investasi yang harus dikeluarkan, dimana semakin tinggi teknologi yang digunakan diperlukan investasi yang semakin besar pula.

f. Perangkat hukum

Perangkat hukum sangat penting untuk menjamin adanya aspek legalitas dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Ketiadaan perangkat hukum tertentu dapat menghambat penyelenggaraan dan pengembangan sistem

pembayaran.17 Perangkat hukum dalam sistem pembayaran mencakup

undang-undang, dan peraturan-peraturan yang terkait dengan sistem

17

(39)

pembayaran. Termasuk juga aturan main berbagai pihak yang terlibat, misalnya antar bank, antar bank dan nasabah, antar bank dan bank sentral dll. Peranan perangkat hukum ini sangat penting untuk menjamin adanya aspek legalitas dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Ketiadaan perangkat hukum tertentu dapat menghambat pengembangan suatu sistem

pembayaran. Sebagai contoh, saat ini terdapat kecenderungan

penyelenggaraan sistem pembayaran secara elektronis. Keberadaan sistem ini tentunya memerlukan perangkat hukum yang mengatur bukti

pembayaran elektronis dan file elektronis. Jika tidak, maka

penyelenggaran sistem tersebut bisa menjadi kurang efektif.

3. Dasar Hukum Penyelenggaraan Uang Elektronik

Pada awalnya, Bank Indonesia menggolongkan kartu kredit, kartu Ajungan Tunai Mandiri (ATM), kartu debit, dan kartu prabayar (uang elektronik) dalam satu kategori yaitu alat pembayaran menggunakan kartu. Namun sejak pemberlakuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, terjadi perubahan dimana kartu kredit, kartu debit dan kartu ATM digolongkan sebagai alat pembayaran menggunakan kartu, sedangkan kartu prabayar digolongkan sebagai uang elektronik.

(40)

menggunakan kartu lainnya. Alat pembayaran menggunakan uang elektronik telah berkembang pesat sehingga memerlukan perhatian khusus dari sisi pengaturan dan pengawasan. Sehubungan dengan hal tersebut, pengaturan uang elektronik lebih lengkap dalam peraturan tersendiri yang terpisah dari pengaturan alat pembayaran menggunakan kartu.

Dilihat dari hierarki pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dilihat dari objek pengaturannya maka pembentukan pengaturan uang elektronik sebagai alat pembayaran harus sesuai dengan tata urutan peraturan dan pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pembentukan pengaturan uang elektronik adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia. Bank Indonesia

selaku Bank Sentral kemudian mengeluarkan aturan sesuai dengan

kewenangannya dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia mengenai Uang Elektronik yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tahun 2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money).

Uang elektronik diatur dalam pertama kali dalam regulasi Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik yang pada tahun 2014 mengalami perubahan menjadi Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014

(41)

penyelenggaraan uang elektronik diatur juga dalam Surat Edaran Bank Indonesia yaitu : SE BI Nomor 11/11/DASP/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) yang kemudian mengalami perubahan menjadi SE BI Nomor 16/11/DKSP/2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik.

Penggunaan sistem elektronik sebagai media untuk melakukan pembayaran uang elektronik maka kita harus melihat kegiatan tersebut sebagai transaksi elektronik. Sebagaimana dijelaskan pada Pasal 1 Angka 2 UU ITE sebagai perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Dalam undang-undang ini tentang transaksi elektronik ini diatur pada Pasal 17 hingga 22, dimana didalamnya mengatur mengenai lingkup transaksi elektronik, kekuatan kontrak elektronik dalam transaksi elektronik, pemilihan hukum dalam melakukan transaksi elektronik, kesepakatan penggunaan sistem elektronik yang sama dalam melakukan transaksi elektronik, waktu penerimaan dan persetujuan transaksi elektronik, akibat hukum dalam melakukan transaksi elektronik baik dilakukan sendiri, melalui kuasa atau melalui agen elektronik. Sehingga UU ITE juga berlaku sebagai dasar hukum penyelenggaraan uang elektronik.

B. Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik

1. Perkembangan alat pembayaran

(42)

perkembangannya, masyarakat menggunakan benda-benda seperti lgam berharga dan kertas sebagai uang. Sebelum digunakannya kertas sebagai uang, logam berharga dikenal sebagai bentuk uang yang paling popular karena memiliki cirri-ciri yang pantas yakni dapat dipecah-pecah dan dinyatakan dalam unit-unit kecil sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan transaksi dengan mudah. Selain itu uang logam mudah dibawa, tahan lama dan tidak mudah rusak.

Perkembangan transaksi pembayaran dan alat pembayaran berkembang seiring dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi dan informasi, berikut ini dijabarkan mengenai evolusi uang sebagai alat

pembayaran:18

a. Full bodied Money

Kemunculan uang logam, adalah sebuah era baru dalam sistem pembayaran.sebagai alat tukar, logam dipilih karena memiliki nilai yang relatif tinggi, semua orang mau menerima, tahan lama, mudah dipindahtangankan, dan bisa dibuat pecahannya. Jenis logam yang paling banyak digunakan pada mulanya terbuat dari bahan besi dan tembaga. Seiring dengan waktu dan perkembangan teknologi saat itu, peran besi dan tembaga kemudian digantikan dengan koin yang terbuat dari perak dan emas yang dianggap lebih tahan lama dan nilainya relatif lebih standar. Uang logam yang terbuat dari emas dan perak dikenal sebagai uang penuh (full bodied money).

18

(43)

b. Representative full-Bodied Money

Uang kertas, pada awalnya, bukanlah sebagai alat transaksi

pengganti logam. Kertas-kertas itu berisi dokumen yang digunakan sebagai bukti kepemilikan atas emas dan perak. Sebagai logam yang bernilai, kepemilikan emas dan perak harus didukung oleh bukti dan bukti itu lah yang dibuat dalam bentuk lembaran kertas. Ketika emas dan perak ditransaksikan, kertas-kertas itu pula yang menjadi perantara transaksi.

Berdasarkan istilah lain, uang kertas yang beredar itu dijamin

sepenuhnya oleh emas dan perak yang disimpan dan sewaktu-waktu emas dan perak itu bisa ditukarkan. Penggunaan “uang kertas” ini berlangsung

lama, dan lambat laun mengalami perubahan dimana uang kertas yang beredar tidak lagi dijamin oleh emas dengan nilai yang sama dengan nominalnya. Selanjutnya, “kertas-bukti” itulah yang menjadi alat tukar.

Seiring dengan perkembangannya timbullah pemikiraan untuk

menciptakan uang kertas yang terdapat suatu nilai tertentu dan nilai tersbut tetap dijamin penuh oleh logam berharga. Uang kertas tersebut menunjukan bukti kepemilikan atas suatu komoditas seperti emas dan perak. Periode ini dikenal sebagai era representative full-bodied money. Komoditas yang mejadi jaminan disimpan dalam tempat yang aman sementara uang kertas dapat beredar sebagai alat tukar.

c. Credit Money

Keharusan untuk menjamin penuh uang kertas dengan koin emas

(44)

meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap alat pembayaran yang efisien, namun tetap dapat dipercaya. Uang yang berkembang kemudian adalah uang yang nilainya lebih besar daripada nilainya sebagai barang. Bahkan untuk uang kertas nilainya sebagai barang menjadi tidak penting sama sekali. Jenis uang inilah yang bisa disebut sebagai fiat atau credit money.

d. Cek dan saldo giro

Inovasi penting dalam perubahan proses pembayaran muncul dengan digunakannya cek dan saldo giro. Perkembangan alat pembayaran ini tak lepas dari munculnya lembaga bank. Secara tradisional bank sebagai penyimpanan uang, telah memulai inovasi proses pembayaran dengan basis rekening giro masyarakat. Melalui evolusi yang cukup panjang kebutuhan masyarakat akan alat pembayaran yang lebih efisien yang diakomodasi dari penerbitan cek.

(45)

e. Transaksi elektronik

Secara garis besar, evolusi uang sebenarnya berakhir sampai fiat

money. Karena sampai saat ini pun penggunaan fiat Money atau uang tunai masih ada. Namun, inovasi dalam pembayaran masih berlanjut hingga kini yakni transaksi pembayaran elektronik atau dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran non tunai (non cash electronic funds transfer system). Pembayaran elektronik adalah pembayaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi seperti integrated circuit (IC), cryptograph atau sandi pengamanan data transaksi dan jaringan komunikasi.

Transaksi elektronik dimulai dari transfer antar jaringan di internal

(46)

Seiring dengan perkembangannya, uang tunai berupa kertas dan logam menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan sistem pembayaran, khususnya untuk transaksi dalam jumlah besar, karena selain adanya kesulitan membawa uang dalam jumlah banyak juga ada risiko yang mungkin akan timbul misalnya perampokan. Hal tersebut memunculkan alat pembayaran dengan non tunai. Pembayaran non tunai yaitu pembayaran yang dilakukan tanpa menggunakan

uang tunai yang beredar.19

Perkembangan sistem pembayaran non tunai diawali dengan instrumen pembayaran bersifat paper based seperti cek, bilyet giro, dan warkat lainnya. Sejak perbankan mendorong menggunakan sistem elektronik serta penggunaan alat pembayaran menggunakan kartu dengan segala bentuknya, maka berangsur -angsur pertumbuhan penggunaan alat pembayaran yang berbasiskan kertas (paper based) makin menurun. Apalagi sejak sistem elektronik seperti transfer dan sistem

kliring mulai banyak digunakan.20 Hingga akhirnya sekarang dikenal uang

elektronik sebagai salah satu alat pembayaran non tunai.

2. Para pihak dalam sistem penyelenggaraan uang elektronik

Sesuai dengan PBI Uang Elektronik maka dapat dilihat pihak-pihak dalam sistem penyelenggaraan uang elektronik ini yaitu:

a. Prinsipal

(47)

transaksi uang elektronik yang kerja sama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis. Dalam hal ini bank yang dimaksud diatas adalah bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak dan bank syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yaitu bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah.

Lembaga selain bank yang dimaksud diatas adalah badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan bank. Istilah badan usaha dalam bahasa sehari-hari bukan hal yang asing di masyarakat. Namun, dalam sudut pandang hukum jelas ada perbedaan yang cukup prinsipil antara badan hukum dan badan usaha. Dilihat dari sudut pandang terminologi bahasa, tampak bahwa kata “badan usaha” terdiri dari dua suku kata, yakni “badan dan usaha”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) di jelaskan,

(48)

Secara tataran normatif istilah “badan” digunakan dalam Undang Ketentuan Umum Pajak. Tepatnya dalam Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan dijelaskan:

“Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi pereroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau orgganisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk badan usaha tetap”.

Keterangan diatas dapat diketahui bahwa badan usaha berarti sekumpulan orang dan modal yang mempunyai kegiatan atau aktivitas yang bergerak di bidang perdagangan atau dunia usaha atau sering juga disebut dengan perusahaan. Mengingat belum adanya pengaturan tentang badan hukum dalam undang-undang tersendiri, maka para ahli hukum mencoba membuat kriteria badan usaha yang dapat dikelompokkan

sebagai badan hukum jika memiliki unsur:21 pertama, adanya pemisahan

harta kekayaan antara badan usaha dengan pemilik badan usaha; kedua, badan usaha mempunyai tujuan tertentu; ketiga, badan usaha mempunyai kepentingan sendiri; keempat, adanya organ yang jelas dalam badan usaha yang bersangkutan.

Suatu badan usaha tidak dapat dikelompokkan sebagai badan hukum jika tidak memenuhi unsur-unsur di atas. Maka untuk mengetahui

21

(49)

suatu perkumpulan disebut badan hukum, yakni: pertama , adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan orang perorangan yang de fakto bertindak; kedua, adanya kepentingan yang bukan kepentingan pereorangan, melainkan kepentingan suatu kumpulan orang yang merupakan suatu kesatuan.

b. Penerbit

Bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan uang elektronik. Bank atau lembaga selain bank yang akan melakukan kegiatan sebagai penerbit uang elektronik wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia. Bank atau lembaga selain bank (pemohon) yang akan menyelenggarakan kegiatan sebagai penerbit harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari otoritas pengawas bank bagi pemohon berupa bank atau rekomendasi dari otoritas pengawas lembaga selain bank bagi pemohon berupa lembaga selain bank (jika ada).

c. Acquirer

(50)

d. Pemegang

Pemegang adalah konsumen, dimana Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan konsumen merupakan setiap orang pemakai barang/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Barang yang dipakai dalam hal ini adalah uang elektronik. Dapat disimpulkan pemegang merupakan pihak yang menggunakan uang elektronik.

e. Pedagang (merchant)

Merupakan penjual barang dan/atau jasa yang menerima transaksi pembayaran dari pemegang uang elektronik. Pemindahan nilai uang elektronik terjadi apabila ada transaksi pembayaran yang dilakukan pada pedagang (merchant) melalui suatu mesin khusus.

f. Penyelenggara Kliring

Merupakan bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik.

g. Penyelenggara Penyelesaian Akhir

(51)

transaksi uang elektronik berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara kliring.

h. Agen Layanan Keuangan Digital (LKD)

Merupakan pihak ketiga yang bekerjasama dengan penerbit dan bertindak untuk dan atas nama penerbit dalam memberikan Layanan Keuangan Digital. Layanan Keuangan Digital adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif.

Pasal 10 PBI Uang Elektronik menjelaskan lembaga selain bank yang akan melakukan kegiatan sebagai prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring dan/atau penyelenggara penyelesaian akhir yang beroperasi di wilayah Republik Indonesia harus berbadan hukum Indonesia dalam bentuk perseroan terbatas.

Penyelenggara uang elektronik yang selanjutnya disebut penyelenggara

adalah prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring, dan/atau

(52)

tidaknya fasilitas transfer dana; kedua, rencana waktu dimulainya kegiatan; ketiga, nama produk uang elektronik yang akan digunakan; keempat, narahubung (contact person) dan/atau penanggungjawab (person in charge) pemohon yang dapat dihubungi.

Hubungan antara penerbit, pemegang uang elektronik dan pedagang (Merchant) merupakan hubungan terpenting dalam transaksi uang elektronik. Nilai uang elektronik dapat diperoleh dengan menukarkan sejumlah uang tunai atau melalui pendebetan rekening pada bank penerbit atau kemudian disimpan secara elektronik pada suatu media server atau chip. Pemindahan nilai uang elektronik terjadi apabila ada transaksi pembayaran yang dilakukan pemegang uang elektronik kepada pedagang (merchant) melalui suatu mesin khusus.

3. Mekanisme Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik

Mekanisme adalah cara untuk mendapatkan sesuatu secara teratur sehingga menghasilkan suatu pola atau bentuk untuk mencapai tujuan yang

diinginkan22. Mekanisme yang akan dibahas di skripsi ini adalah mekanisme

penyelenggaraan uang elektronik. Tentang bagaimana terbentuk suatu pola secara teratur dalam penyelenggaraan uang elektronik. Didalam mekanisme juga akan dijelaskan bagaimana hubungan masing-masing pihak.

Mekanisme penyelenggaran uang elektronik dimulai saat pihak penyelenggara uang elektronik seperti prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring, dan/atau penyelenggara penyelesaian akhir telah memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk menjadi pihak penyelenggara uang elektronik. Persyaratan

22

(53)

dan tata cara memperoleh izin dari Bank Indonesia tersebut diatur di Bab II-V Surat Edaran Bank Indonesia tentang penyelenggaraan uang elektronik.

Penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia hanya dapat bekerjasama dengan penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia. Kerja sama penyelenggara dengan pihak lain dalam rangka penyediaan

sarana pemroses dan infrastruktur pendukung penyelenggaraan uang

elektronik,penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan penyedia sarana dan infrastruktur pendukung antara lain berupa perusahaan personalisasi atau perusahaan penyedia jasa teknologi dalam penyelenggaraan uang elektronik.

(54)

Kerja sama penerbit dalam rangka co-branding berlaku ketentuan sebagai berikut: co-branding adalah kerja sama yang dapat dilakukan antara: penerbit dengan penerbit lainnya; dan/atau penerbit dengan pihak lain (co-brand partner). co-branding adalah kegiatan uang elektronik yang dilakukan melalui kerja sama pemasaran produk.

Mekanisme pemindahan dana pada uang elektronik ada yang dapat dilakukan secara langsung antar pemegang uang elektronik. Namun ada pula uang elektronik yang hanya dapat digunakan untuk pembayaran ke pedagang (merchant). Pedagang (merchant) tersebut selanjutnya sewaktu-waktu dapat mentransfer total nilai yang terekam dalam peralatannya untuk dikredit ke rekeningnya di bank.

Selain itu, dalam hal mekanisme pemindahan dana, sistem uang elektronik

dapat dibedakan atas :23

a. Sistem off-line

Pada sistem off-line, informasi dibaca secara elektronis pada magnetic stripe atau micro chip. Dalam sistem off-line ini, pada umumnya, uang elektronik mengandung semua informasi penting untuk mengidentifikasi kartu dan nilai (saldo). Dengan kata lain, pada sistem off-line tidak perlu melakukan hubungan terlebih dahulu dengan lembaga keuangan atau pusat data base untuk proses otorisasi transaksi.

23

(55)

b Sistem on-line

Dilain pihak, sistem on-line menggunakan sandi pada uang elektronik untuk mengidentifikasi nilai yang ada di dalam uang elektronik ke dalam pusat data base. Nilai yang disimpan dipelihara dalam suatu pusat data base. Terminal penerima kartu dan pusat data base tersebut saling berhubungan. Apabila kartu dipakai untuk melakukan pembayaran atau penambahan sejumlah nilai, data base akan melakukan penyesuaian. Sistem informasi uang elektronik dapat dijelaskan melalui gambar berikut ini:

Gambar 1: sistem informasi uang elektronik

(56)

uang elektronik dengan input-output masing-masing. Untuk deskripsi yang lebih jelas berikut ini berisi input-output masing-masing pihak penyelenggara uang elektronik yang menunjukkan perannya dalam rangkaian sistem uang elektronik:

a. Penerbit dari gambar diatas inputnya adalah laporan kliring dan

permohonan isi ulang saldo. Sedangkan outputnya adalah isi ulang saldo pengguna.

b. Pemegang uang elektronik, inputnya adalah kredit saldo uang elektronik

dan isi ulang saldo pengguna. Sedangkan outputnya adalah permohonan isi ulang saldo dan pembayaran.

c. Pedagang (merchant), inputnya adalah pelunasan tagihan dan outputnya

adalah tagihan.

d. Server (Operator network), input dan outputnya adalah data komunikasi

Mekanisme hubungan para pihak dalam penggunaan uang elektronik dapat dijelaskan melalui gambar berikut:

Gambar 2: mekanisme hubungan para pihak dalam penggunaan uang elektronik

Gambar

Gambar 1: sistem informasi uang elektronik
Gambar 2: mekanisme hubungan para pihak dalam penggunaan uang elektronik

Referensi

Dokumen terkait

Kusumaningrum (2010), menunjukkan bahwa sistem pelaporan berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Penelitian ini dilakukan

[r]

Dengan kata lain uang elektronik merupakan dokumen elektronik yang di dalamnya disimpan nilai uang secara elektronik, yang merupakan informasi elektronik pada suatu media seperti

Uang elektronik (e-money) adalah alat pembayaran elektronik yang diperoleh dengan menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada penerbit, baik secara langsung,

Dalam upaya meningkatkan penggunaan Uang Elektronik yang aman dan efisien, serta memberikan kejelasan terhadap penyelenggaraan Uang Elektronik diperlukan penguatan

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, mahasiswa berpendapat bahwa dosen masih menggunakan perkuliahan yang berpusat pada dosen (teacher center) dan

Dari hasil wawancara peneliti dapat menyimpulkan bahwa strategi yang dilakukan oleh masyarakat secara berkelompok untuk membangun kembali kehidupan Desa mereka