• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekonstruksi Celah Bibir Unilateral Dengan Metode Cronin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Rekonstruksi Celah Bibir Unilateral Dengan Metode Cronin"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

REKONSTRUKSI CELAH BIBIR UNILATERAL DENGAN METODE CRONIN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

NIRMA HERFINA P NIM 070600107

DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 13 Juli 2012

Pembimbing : Tanda tangan

(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji

pada tanggal 13 Juli 2012

TIM PENGUJI SKRIPSI

KETUA : Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM ………

ANGGOTA : 1. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM ………

2. Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes ………

(4)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2012

Nirma Herfina P

Rekonstruksi celah bibir unilateral dengan metode Cronin

viii + 35 halaman

Celah bibir merupakan suatu kelainan genetik yang didapat sejak lahir, berupa celah bibir

atas, baik satu sisi maupun dua sisi yang dapat mengenai sebagian bibir atau mencapai dasar

hidung. Celah bibir dapat terjadi satu sisi (unilateral) maupun dua sisi (bilateral).

Dalam dunia kedokteran gigi banyak metode yang digunakan untuk merekonstruksi celah

bibir, salah satunya metode Cronin. Metode Cronin merupakan modifikasi dari metode Tennison

dengan dasar triangular flap yang pada prinsipnya mempertahankan cupid’s bow pada

prolabium. Metode ini diindikasikan pada operasi bibir sumbing baik untuk yang celahnya lebar

maupun sempit dengan hasil akhir berupa parut yang halus.

Komplikasi merupakan hal yang lazim dalam suatu tindakan perawatan bedah.

Komplikasi yang bisa timbul setelah pembedahan adalah pendarahan, obstruksi saluran

pernafasan, infeksi, dan deviasi septum nasi.

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT yang Maha Pemurah dan Maha

Penyayang, sehingga skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, dan

bantuan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis

menyampaikan rasa terimakasih dengan tulus kepada:

1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM., selaku kepala Departemen Bedah Mulut dan

Maksilofasial FKG USU yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., M.Kes, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

banyak memberikan bimbingan, transfer ilmu, dan pengarahan dalam menyelesaikan

skripsi ini.

3. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan pengarahan kepada penulis sejak awal masa perkuliahan di FKG USU.

4. Seluruh staf pengajar FKG USU khususnya di Departemen Bedah Mulut dan

Maksilofasial yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.

5. Rasa hormat dan terimakasih tiada terhingga kepada kedua orangtua penulis Imran

Pasaribu dan Herni Fauziah, S.Pd atas semua dukungan yang tiada henti, doa yang selalu

terucap, tatapan penuh rasa bangga setiap melihatnya, inspirasi terbaik dalam hidup penulis

dan semua pengorbanan yang telah dilakukan dan hanya Allah saja yang dapat membalasnya.

(6)

7. Terima kasih dengan tulus kepada Yudhi Pradana yang selalu setia memberikan motivasi,

dukungan, doa, dan meluangkan waktu untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat penulis, Rahma Tika, Maharani, Mita Suci, Emilia, Shinta, Caroline, Etik, dan

teman-teman lainnya angkatan 2007 yang ikut membantu penulis.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan

sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 02 Juli 2012

Penulis,

(Nirma Herfina P)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... ... ... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... ... iii

KATA PENGANTAR... ... iv

DAFTAR ISI... ... vi

DAFTAR TABEL... ... vii

DAFTAR GAMBAR... ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN... ... 1

BAB 2 CELAH BIBIR 2.1 Definisi dan etiologi celah bibir... 4

2.2 Patofisiologi... 11

2.3 Klasifikasi dan insidensi... 14

BAB 3 METODE CRONIN 3.1 Definisi dan indikasi... 18

3.2 Metode Cronin sebagai perawatan alternatif celah bibir unilateral 3.2.1 Desain insisi Cronin... 18

3.2.2 Keuntungan dan kerugian perawatan dengan metode Cronin... 19

3.3 Metode-metode lain dalam perawatan calah bibir unilateral…….. 20

BAB 4 PERAWATAN 4.1 Tindakan operasi... 24

4.1.1 Praoperasi... 24

4.1.2 Teknik operasi... 25

4.1.3 Perawatan pascabedah... 29

4.1.4 Komplikasi... 30

BAB 5 KESIMPULAN... 32

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar

1 Penderita celah bibir unilateral komplit berusia 5 bulan... 4

2 Penderita celah bibir yang mengidap sindrom autosomal ektodermal displasia... 7

3 Penderita disostosis kraniofasial... 7

4 Penderita celah bibir bilateral dan celah langit-langit dengan van der Woude syndrome dan pit pada bibir bawah... 8

5 Celah bibir unilateral (satu sisi) dan celah bibir bilateral (dua sisi) 15

6 Perbandingan antara bibir normal, celah bibir unilateral, dan celah bibir bilateral... 15

7 Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit menurut Veau... 16

8 Desain insisi Cronin... 17

9 Desain rekonstruksi celah bibir metode Millard... 20

10 (a) Desain metode Barsky sebelum operasi... 21

(b) Desain metode Barsky setelah operasi... 21

11 Desain rekonstruksi celah bibir metode LeMesurier... 22

12 Desain rekonstruksi celah bibir metode Tennison... 22

(10)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2012

Nirma Herfina P

Rekonstruksi celah bibir unilateral dengan metode Cronin

viii + 35 halaman

Celah bibir merupakan suatu kelainan genetik yang didapat sejak lahir, berupa celah bibir

atas, baik satu sisi maupun dua sisi yang dapat mengenai sebagian bibir atau mencapai dasar

hidung. Celah bibir dapat terjadi satu sisi (unilateral) maupun dua sisi (bilateral).

Dalam dunia kedokteran gigi banyak metode yang digunakan untuk merekonstruksi celah

bibir, salah satunya metode Cronin. Metode Cronin merupakan modifikasi dari metode Tennison

dengan dasar triangular flap yang pada prinsipnya mempertahankan cupid’s bow pada

prolabium. Metode ini diindikasikan pada operasi bibir sumbing baik untuk yang celahnya lebar

maupun sempit dengan hasil akhir berupa parut yang halus.

Komplikasi merupakan hal yang lazim dalam suatu tindakan perawatan bedah.

Komplikasi yang bisa timbul setelah pembedahan adalah pendarahan, obstruksi saluran

pernafasan, infeksi, dan deviasi septum nasi.

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

Celah bibir (cleft lip) merupakan suatu kelainan genetik yang didapat sejak lahir, berupa

celah bibir atas, baik satu sisi maupun dua sisi yang dapat mengenai sebagian bibir atau mungkin

mencapai dasar hidung, yang telah dikenal sejak lama, dan juga merupakan suatu fenomena

sosial di masyarakat.1,2,3 Para dokter dan ahli bedah plastik di dunia juga telah mengembangkan

berbagai metode untuk menanggulanginya. Setiap metode memiliki ciri khasnya masing-masing

serta kelebihan dan kekurangannya. Banyak metode penanganan bedah celah bibir yang ada,

diantaranya yang paling sederhana adalah metode linear atau straight line, metode triangular

yang dianut oleh Tennison, Cronin, Randall, metode quadrangular, dan metode rotation yang

dianut oleh Millard.3 Metode Cronin merupakan suatu teknik alternatif untuk operasi celah bibir,

baik untuk yang celahnya sempit maupun yang lebar sekali dengan hasil parut yang lebih

halus.1,4 Metode Cronin yang juga merupakan modifikasi dari metode Tennison adalah teknik

dengan dasar triangular flap, yang prinsipnya mempertahankan bentuk cupid’s bow pada

prolabium.1,5

Celah bibir dapat terjadi hanya pada satu sisi kanan atau kiri bibir (unilateral), namun

juga dapat terjadi pada kedua sisi (bilateral) secara simetris maupun tidak simetris.6 Celah bibir

adalah kelainan kongenital pada bibir atas yang membentuk celah yang disebabkan oleh

kegagalan bersatunya prosesus maksilaris dan prosesus medial nasal saat masih berbentuk

embrio.1 Celah yang terdapat pada daerah mulut dan wajah dihasilkan oleh suatu mekanisme

(12)

gangguan fungsi bicara, pendengaran, pengunyahan, penelanan, pertumbuhan dan perkembangan

rahang, erupsi dan susunan gigi, dan juga estetis. 1,5,7

Faktor penyebab terjadinya celah bibir masih sebatas dugaan, belum ada penyebab

pastinya.1,6 Celah bibir diduga disebabkan oleh dua faktor, yaitu genetik dan lingkungan. Pola

penurunan herediter adalah mutasi gen dan kelainan kromosom. Brophy (1971) menyatakan

bahwa kelainan ini tidak selalu serupa, bervariasi antara celah bibir unilateral dan bilateral. Pada

beberapa contoh tampaknya mengikuti hukum Mendel dan pada kasus lainnya distribusi kelainan

tidak beraturan. Schroder mengatakan bahwa 75% dari faktor keturunan yang menimbulkan

celah bibir adalah resesif, sedangkan 25% lainnya dominan.8 Kelainan kromosom yang

menyimpang dan mengakibatkan terjadinya celah bibir antara lain trisomi 13 (patau), trisomi 15,

trisomi 18 (edwards), dan trisomi 21.7,8,9,10 Sedangkan faktor lingkungan diantaranya faktor usia

ibu, obat-obatan, nutrisi, daya pembentukan embrio menurun, penyakit infeksi, radiasi, stress

emosional, dan trauma. Campuran keduanya seperti akibat radiasi juga dapat mencetus

terjadinya celah bibir.1,2,3,8

Banyak pendapat berbeda di literatur mengenai insidensi celah bibir. Ada yang

menyebutkan insidensi celah terjadi kurang lebih 1 dari tiap 680 kelahiran dan pendapat lain

menyebutkan insidensi terjadi 1 dari tiap 800 kelahiran.3,11 Literatur lain menyebutkan insidensi

celah bibir terjadi 1 dari tiap 1000 kelahiran.9 Dari jumlah tersebut, 10% hingga 30% hanya

mengenai bibir, 35-55% mengenai bibir dan langit-langit, dan 30-45% terbatas pda langit-langit

saja. Celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit lebih banyak didapatkan pada pria dengan

rasio 2:1. Namun demikian, celah langit-langit saja lebih banyak didapatkan pada wanita dengan

rasio serupa, yaitu 2:1. Insidensi celah ini lebih tinggi pada bangsa Timur dan Kaukasia, dan

(13)

Rekonstruksi celah bibir yang dilakukan bertujuan untuk memudahkan bicara, menelan,

dan mengembalikan fungsi estetis.11 Selain itu pembedahan juga bertujuan untuk

mengembalikan keutuhan bentuk, bagian-bagian dan kesimetrisan bibir, penyatuan yang baik

dari kulit, otot, dan mukosa bibir, mengembalikan fungsi muskulus orbikularis oris,

mendapatkan keseimbangan antara dasar hidung dan lubang hidung, dan mengusahakan agar

(14)

BAB 2

CELAH BIBIR (CLEFT LIP)

2.1 Definisi dan etiologi celah bibir 2.1.1 Definisi

Celah bibir (cleft lip) adalah suatu kelainan kongenital bibir atas yang membentuk celah,

yang disebabkan oleh kegagalan bersatunya prosesus maksilaris dengan prosesus medial nasal

saat masa embrio.1,3 Celah ini dapat mengenai sebagian bibir dan dapat juga mencapai dasar

hidung.3 Celah yang terdapat pada daerah mulut dan wajah dihasilkan oleh suatu mekanisme

tidak lengkap dari dua faktor yaitu gen dan lingkungan.1 Celah bibir disebut juga dengan

cheiloschizis, ha re lip, cheft lip, la gocheilos, dan labioschizis. 3,6,8

Gambar 1. Penderita celah bibir unilateral komplit berusia 5 bulan. (Apostol D. The onizuka technique in treating the cleft lip and palate Jurnalul Pediatrului 2008; 11:45-48)14

Permasalahan yang terjadi pada penderita celah bibir dan langit-langit diantaranya :

(15)

Komunikasi normal pada manusia membutuhkan struktur yang utuh dari bibir, rahang,

lidah, gigi, dan palatum yang bekerja di bawah koordinasi otot-otot respirasi dan pita suara.

Mengingat penderita celah bibir dan langit-langit umumnya memiliki kesulitan mengontrol aliran

udara, maka produksi suara menjadi tidak normal. Suara labiodental seperti f dan v sulit

diucapkan bila bibir atas terlalu panjang, kencang, dan sulit bergerak akibat jaringan parut yang

timbul pasca tindakan bedah korektif pada bibir. Malposisi gigi anterior atas atau malformasi

kontur alveolar ridge dapat mempengaruhi pengucapan huruf s, z, th, f, dan v, juga deformitas

a lveola r ridge atau palatum yang memendek dalam arah anteroposterior serta menyempit dapat

menyebabkan kesulitan dalam mengucapkan huruf k, g, dan ng.15

b. Masalah pendengaran

Bayi dengan celah langit-langit sangat rentan terhadap infeksi telinga karena adanya

gangguan pada otot-otot yang berperan dalam membuka dan menutup tuba eustachius sehingga

tidak dapat mengalirkan cairan yang berasal dari telinga bagian tengah dengan baik. Insidensi

otitis media dengan gangguan pendengaran sangat tinggi.15

c. Masalah pernafasan

Anak dengan celah langit-langit sering disertai dengan deformitas nasal. Deformitas ini

dapat memperkecil rongga hidung dan menghalangi aliran udara yang cenderung mengakibatkan

beralihnya proses pernafasan melalui mulut. Obstruksi dan infeksi saluran nafas atas sering

terjadi pada penderita ini. 15

d. Masalah gigi

Pasien dengan celah bibir dan langit-langit sering memperlihatkan congenital missing

teeth terutama gigi premolar dan lateral insisivus, supernumerary teeth terutama pada daerah

(16)

terlihat malposisi sehingga relasi horizontal maupun vertikal di daerah insisivus tampak tidak

harmonis, demikian pula erupsi gigi-gigi di sekelilingnya. Erupsi gigi menjadi terhambat

terutama gigi kaninus. Ektopik gigi molar atas juga sering terjadi, juga over erupsi gigi geligi

anterior bawah, hal ini disebabkan oleh tidak adanya atau malposisi gigi anterior bawah.15

2.1.2 Etiologi

Etiologi celah bibir belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang diduga

menjadi pencetus terjadinya celah bibir. Secara garis besar, faktor yang diduga menjadi

penyebab terjadinya celah bibir dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :

1. Herediter

Brophy (1971) menyatakan bahwa beberapa kasus anggota keluarga yang mempunyai

kelainan wajah dan palatum terdapat pada beberapa generasi. Kelainan ini tidak selalu serupa,

tetapi bervariasi antara celah bibir unilateral dan bilateral. Pada beberapa contoh, tampaknya

mengikuti Hukum Mendel dan pada kasus lainnya distribusi kelainan itu tidak beraturan.

Schroder mengatakan bahwa 75% dari faktor keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah

resesif dan hanya 25% dominan.8

Pola penurunan secara herediter dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu:2

a. Mutasi gen

Ditemukan sejumlah sindrom atau gejala menurut hukum Mendel secara autosomal,

dominan, resesif, dan X-linked. Autosomal dominan adalah keadaan dimana kedua orang tua

mempunyai kelainan genetik dan menghasilkan anak dengan kelainan yang sama. Autosomal

resesif adalah keadaan dimana kedua orang tua normal tetapi sebagai pembawa gen abnormal.

(17)

sedangkan pria dengan gen abnormal menunjukkan kelainan. Contoh sindrom autosomal yang

dapat menyebabkan celah bibir adalah ektodermal displasia, sindrom Waardenburg, disostosis

kraniofasial, dan sindrom lip-pit.2,7,13

Gambar 2. Penderita celah bibir yang mengidap sindrom autosomal ektodermal displasia (Shivaprakash PK, Joshi HV, Noorani H,Reddy V.

Ectrodactyly, ectodermal dysplasia, and cleft lip/palate syndrome: A case report of "Incomplete syndrome" . http://www.contempclindent.org/. 17 Juni 2012.)16

(18)

Gambar 4. Penderita celah bibir bilateral dan celah langit-langit dengan van der Woude syndrome dan pit pada bibir bawah.(Conners GP. Van

der Woude Syndrome. http://emedicine.medscape.com/article/950823-overview#a0199 .17 Juni 2012)18

b. Kelainan kromosom

Gangguan autosomal yang sering terjadi pada bibir sumbing adalah trisomi 21, trisomi

18, dan trisomi 13-15, dengan penjelasan :

1. Trisomi 21

Trisomi 21 (Down syndrome), yang meliputi kelainan-kelainan orofasial, namun jarang

menimbulkan kasus celah.2

2. Trisomi 18

Penderita dengan penataan kromosom ini memperlihatkan ciri-ciri keterbelakangan jiwa,

cacat jantung bawaan, sepasang telinga yang letaknya rendah, dan fleksi jari-jari dan tangan,

mikrognasia, bibir sumbing, bagian belakang kepala menonjol, kelainan ginjal, sindaktili

(19)

3. Trisomi 13-15

Kelainan utama sindrom ini adalah keterbelakangan jiwa, cacat jantung bawaan, ketulian,

celah bibir dan langit-langit, serta cacat pada mata.2

2. Lingkungan

a. Faktor usia ibu

Semakin tinggi usia ibu sewaktu hamil, semakin tinggi pula risiko dari

ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kelahiran trisomi.

Jika wanita berumur 35 tahun, maka sel-sel telurnya juga berumur 35 tahun.2,3,13

b. Obat-obatan

Akibat obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati penyakit ibu,

hampir selalu janin yang tumbuh akan menjadi penerima obat. Penggunaan asetosal atau aspirin

sebagai obat analgetik pada masa kehamilan trimester pertama akan menyebabkan terjadinya

celah bibir. Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi selama kehamilan diantaranya

rifampisin, fanasetin, sulfonamide, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen,

penisilamin, diazepam, dan kortikosteroid. Obat-obat antineoplastik terbukti menyebabkan cacat

ini pada binatang.2,3,13

Tabel 119. Obat dan polusi lingkungan yang mempengaruhi janin

Teratogenik Efek

Aminopterin Anensefali

Aspirin Celah bibir dan langit-langit

Asap rokok (hypoxia ) Celah bibir dan langit-langit

Cytomegalovirus Mikrosefali, hidrosefali, dan mikroftalmia

Dilantin Celah bibir dan langit-langit

Ethyl alcohol Centra l midfa ce deficiency

6-mercaptopurine Celah langit-langit

(20)

Virus Rubella Mikroftalmia, katarak, dan ketulian

Thalidomide Trea cher Collins syndrome

Taxoplasma sp. Mikrosefali, hidrosefali, mikroftalmia

Irradiation Mikrosefali

Valium Celah bibir dan langit-langit

Paparan vitamin D Prema ture suture closure

c. Daya pembentukan embrio menurun

Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang mempunyai

anak banyak.3,8,20

d. Nutrisi

Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit tinggi pada masyarakat golongan

ekonomi menengah kebawah, penyebabnya diduga karena ibu kekurangan gizi pada saat

mengandung. Ibu yang kekurangan asam folat, vitamin B-6, dan zinc yang berperan penting

dalam proses tumbuh kembang janin dalam masa kehamilan berisiko tinggi melahirkan anak

dengan celah bibir. 3,8,20

e. Penyakit infeksi

Penyakit campak, sifilis dan virus rubella yang diderita ibu pada saat mengandung dapat

menyebabkan timbulnya celah bibir dan celah langit-langit.3,8,20

f. Radiasi

Efek teratogenik sinar pengion telah diakui dan diketahui dapat menyebabkan timbulnya

celah bibir dan celah langit-langit. Efek genetik yaitu yang mengenai alat reproduksi yang

akibatnya diturunkan pada generasi selanjutnya, dapat terjadi bila proses penyinaran tidak

(21)

g. Stress emosional

Tekanan mental yang hebat seperti ketakutan yang amat besar, syok karena terkejut

mendengar berita buruk dapat mempengaruhi tekanan pada embrio yang berada dalam

kandungan ibu.3 Saat dalam keadaan emosional yang stress, korteks adrenal akan menghasilkan

hidrokortison yang berlebih.3,8,20

h. Trauma

Salah satu penyebab trauma adalah adanya benturan atau kecelakaan pada saat hamil

minggu kelima.3,8,20

i. Kebiasaan merokok

Ibu yang mempunyai kebiasaan merokok dan masih diteruskan selama kehamilan

mempunyai potensi yang lebih besar terhadap terjadinya cacat bawaan ini dibandingkan ibu yang

tidak merokok. 3,8,20

j. Alkohol dan narkotika

Pemakaian alkohol oleh ibu hamil bisa menyebabkan sindroma alkohol pada janin dan

obat-obatan tertentu yang diminum oleh ibu hamil juga bisa menyebabkan kelainan bawaan

seperti celah bibir.

2.2 Patofisiologi

Di dalam kandungan, bibir atas terbentuk sejak minggu kelima kehamilan, dan

perkembangan palatum sekitar minggu ke-8 sampai 12 dimulai dari sisi kanan dan kiri lidah

mengarah ke atas. Normalnya jaringan akan bertemu ditengah atas mulut (membentuk

langit-langit). Namun pada bibir sumbing perkembangannya terganggu, jaringan tidak akan bertemu di

(22)

cleft lip) ataupun dua celah (bilateral cleft lip). Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan

prominensia maksilaris dan arkus faringeus ke medial. Prominensia maksilaris saling bertemu di

garis tengah dan menyatu dengan prominensia nasalis medialis. Bibir bawah dibentuk dari kedua

prominensia mandibularis dan arkus faringeus. Prominensia ini tumbuh ke medial dibawah

stomodeum, dan menyatu di garis tengah membentuk bibir bawah seutuhnya. Bibir di sebelah

luar ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa).21

Menurut Alberry, perkembangan wajah terjadi pada minggu keempat setelah fertilisasi,

yang ditandai dengan terlihatnya lima buah penonjolan yang mengelilingi stomodeum.

Penonjolan ini disebut juga prosesus fasialis. Prosesus fasialis tersebut merupakan hasil

akumulasi sel mesenkim yang berada dibawah permukaan epitel. Mesenkim ini merupakan

ektomesenkimal dan berkontribusi terhadap perkembangan struktur orofasial, seperti saraf, gigi,

tulang, mukosa, dan mulut. Penonjolan yang berada diatas stomodeum disebut

prosesus frontonasal, dimana berkontribusi dalam perkembangan hidung dan juga bibir atas. Di

bagian bawah dan di lateral stomodeum terdapat dua buah prosesus mandibularis yang

berkontribusi dalam perkembangan rahang bawah dan bibir. Di atas prosesus mandibularis

terdapat prosesus maksilaris yang berkontribusi dalam perkembangan rahang atas dan bibir.

Proliferasi ektomesenkim pada tiap kedua sisi placode akan menghasilkan pembentukan medial

dan lateral prosesus nasalis. Diantara pasangan prosesus tersebut terdapat cekungan yaitu nasal

pit yang merupakan nostril primitif.21

Sedangkan menurut Petterson, perkembangan embriologi hidung, bibir dan langit-langit

terjadi antara minggu ke-5 hingga ke-10. Pada minggu ke-5, tumbuh dua penonjolan dengan cepat

yaitu prosesus nasalis lateral dan medial. Penonjolan maksila secara bersamaan akan mendekati

(23)

Selama dua minggu selanjutnya prosesus maksilaris akan meneruskan pertumbuhannya ke arah

tengah dan menekan prosesus nasalis medial ke arah midline. Kedua penonjolan ini akan bersatu

dengan prosesus maksilaris dan terbentuklah bibir. Dari prosesus maksilaris akan tumbuh dua

shelf like yang disebut palatine shelves. Palatine shelves akan terbentuk pada minggu ke-6.

Kemudian pada minggu ke-7, palatine shelves akan naik ke posisi horizontal di atas lidah dan

berfusi satu sama lain membentuk palatum sekunder dan di bagian anterior penyatuan dua shelf

ini dengan triangular palatum primer, terbentuklah foramen insisivus. Penggabungan kedua

pa la tine shelf dan penggabungan dengan palatum primer terjadi antara minggu ke-7 sampai

minggu ke-10. Celah pada palatum primer dapat terjadi karena kegagalan mesoderm

untuk berpenetrasi ke dalam groove diantara prosesus nasalis media sehingga proses

penggabungan keduanya tidak terjadi. Sedangkan celah pada palatum sekunder diakibatkan

karena kegagalan palatine shelf untuk berfusi satu sama lain. Berbagai hipotesis dikemukakan

untuk menjelaskan kegagalan proses penyatuan. Pada embrio normal, epitel diantara prosesus

nasalis medial dan lateral dipenetrasikan oleh mesenkim dan akan menghasilkan fusi diantara

keduanya. Jika penetrasi tidak terjadi maka epitel akan terpisah dan membentuk celah. Defek

yang muncul dapat bervariasi tingkat keparahannya. Apabila faktor etiologi dari pembentukan

celah terjadi pada akhir perkembangan, efeknya mungkin ringan. Namun, jika faktor etiologi

muncul pada tahap awal perkembangan, celah yang terjadi bisa lebih parah.21

Patofisiologi molekuler pada celah bibir dan langit-langit secara garis besar terjadi

melalui tahap-tahap tertentu, yaitu :7,22

a. Defek pembentukan sel-sel neural crest

b. Defek proliferasi sel-sel neural crest

(24)

d. Defek matriks ekstraseluler.8

Gen-gen yang telah diketahui menjadi penyebab terjadinya celah bibir dan langit-langit

diantaranya adalah IRF6 (sebagai gen yang juga berpengaruh dalam sindrom Van der Woude),

P63, PVRL1, TGFA, TBX22, MSX1, FGFR1 dan SATB.8,22 Namun mutasi pada IRF6, MSX1,

dan FGFR1 umumnya terkait dengan kelainan gigi dan celah bibir dan langit-langit yang terjadi

lebih dari satu kali di dalam suatu silsilah keluarga, dalam hal ini ada kemungkinan diturunkan.

Gen-gen yang telah ditemukan mempunyai interaksi dengan paparan asap rokok dan

menyebabkan timbulnya celah bibir dan langit-langit adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA,

P450, GST, dan EPHX.8,22

2.3 Klasifikasi dan insidensi

Celah bibir berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Celah bibir satu sisi (unilateral cleft lip/ labioschizis unilateral)

Celah bibir satu sisi hanya mengenai satu sisi bibir saja, kanan atau kiri. Celah satu sisi

ini dibagi lagi menjadi:

1. Celah satu sisi lengkap (complete unilateral cleft lip) adalah celah pada satu sisi bibir

atas sampai ke lubang hidung, mengenai prosesus alveolaris dan kadang-kadang sampai palatum

durum dan palatum mole.

2. Celah satu sisi tidak lengkap (incomplete unilateral cleft lip) adalah celah pada satu

sisi bibir atas tanpa ada tanda-tanda anomali pada prosesus alveolaris.

b. Celah bibir dua sisi (bilateral cleft lip/labioschizis bilateral)

Celah bibir dua sisi ini mengenai kedua sisi kiri dan kanan. Celah bibir dua sisi

(25)

1. Celah dua sisi lengkap (complete bilateral cleft lip) adalah celah pada kedua sisi bibir

atas sampai ke lubang hidung, mengenai prosesus alveolaris dan kadang-kadang sampai ke

palatum durum dan palatum mole.

2. Celah dua sisi tidak lengkap (incomplete bilateral cleft lip) adalah celah pada kedua

sisi bibir atas tanpa ada tanda-tanda anomali pada prosesus alveolaris.3,9,23

(26)

Gambar 6. Perbandingan bentuk antara bibir normal, celah bibir unilateral, dan celah bibir bilateral (Dewi. Labioschizis. http://xa-dewie.blogspot.com/2012/02/labiochizis.html, 2 April 2012)25

Klasifikasi celah bibir dan langit-langit menurut Veau adalah :

1. Celah dari palatum mole saja

2. Celah dari palatum mole dan palatum durum, meluas ke depan ke foramen insisivus

3. Celah langit-langit unilateral komplit, biasanya bersamaan dengan celah bibir unilateral

(27)

Gambar 7. Klasifikasi celah bibir dan langit-langit menurut Veau.1.Celah dari palatum mole saja.2.Celah dari palatum mole dan palatum durum, meluas ke depan ke foramen insisivus. 3.Celah langit-langit unilateral komplit, biasanya bersamaan dengan celah bibir unilateral.4.Celah langit-langit bilateral komplit, biasanya bersamaan dengan celah bibir bilateral.

(Irga. Penatalaksanaan sumbing langit-langit.

http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/103/sumbing-langit-langit, 2 April 2012)26

Insidensi celah bibir memiliki banyak perbedaan di berbagai sumber. Deformitas celah

didapatkan pada kurang lebih 1 dari tiap 680 kelahiran. Dari jumlah tersebut, 10% hingga 30%

hanya mengenai bibir, 35-55% mengenai bibir dan palatum, dan 30-45% terbatas pada palatum

saja. Celah bibir dengan atau tanpa celah palatum lebih banyak didapatkan pada pria dengan

rasio 2:1. Namun demikian, celah palatum saja lebih banyak didapatkan pada wanita dengan

rasio serupa 2:1. Insidensi celah ini lebih tinggi pada bangsa Timur dan Kaukasia, dan lebih

(28)

Menurut Smith dan Johnson, insidensi celah bibir terjadi pada 1:1000 kelahiran pada

orang kulit putih, sedangkan pada orang kulit hitam 1:788 kelahiran. Di Jerman bagian selatan

dan Denmark insidensinya terjadi pada 1:600-700 kelahiran. Fogh Anderson menemukan bahwa

di Denmark terdapat 20% celah bibir dan langit-langit serta 25% hanya celah langit-langit.8

Fogh Anderson juga menyatakan bahwa perbandingan celah bibir pada pria terhadap wanita

adalah 2:1. Celah bibir biasanya terjadi pada bibir atas dan jarang sekali pada bibir bawah. Celah

bibir atas biasanya unilateral, perbandingan antara unilateral dengan bilateral adalah 4:1. Celah

bibir unilateral lebih banyak terdapat pada sisi kiri dibandingkan dengan sisi kanan dengan

(29)

BAB 3

METODE CRONIN

3.1 Definisi dan indikasi

Metode Cronin merupakan modifikasi dari metode Tennison dengan dasar triangular flap

yang pada prinsipnya mempertahankan bentuk cupid’s bow pada prolabium.1 Metode ini

merupakan metode alternative untuk rekonstruksi celah bibir yang diindikasikan untuk yang

celahnya lebar maupun sempit dengan hasil akhir berupa parut yang halus.1,4

3.2 Metode Cronin sebagai perawatan alternatif celah bibir unilateral

Banyak metode yang bisa dipilih untuk perawatan celah bibir unilateral, metode Millard

merupakan metode yang umum digunakan saat ini, tapi sebenarnya masih banyak metode yang

dapat dijadikan perawatan alternatif celah bibir, salah satunya metode Cronin.1

3.2.1 Desain insisi Cronin

Rekonstruksi celah bibir unilateral memerlukan pengukuran dan perencanaan yang

seksama dan teliti untuk mendapatkan hasil akhir yang bagus. Pada saat pasien sudah dianastesi,

(30)

Gambar 8. Desain Insisi Cronin (Cronin TD. A modification of the tennison-type lip repair. Texas:CACPA, 1965:376-382.)5

3.2.2 Keuntungan dan kerugian perawatan dengan metode Cronin

Sebenarnya banyak teknik rekonstruksi celah bibir yang berkembang dan dikerjakan oleh

para ahli bedah plastik, dan teknik-teknik tersebut tentu saja memiliki kelebihan serta

kekurangannya masing-masing. Cacat tetap yang terjadi bila tidak dilakukan rekonstruksi akan

menyebabkan penderita mengalami rasa rendah diri selamanya.1

Dipilih metode Cronin karena teknik ini memiliki keuntungan antara lain :

1. Didapatkan bentuk cupid’s bow yang baik dan alami

2. Flap dibuang sedemikian rupa sehingga vermillion cutaneus ridge terbentuk sempurna

3. Tidak terlalu banyak membuang jaringan sehingga hemat jaringan

4. Menghasilkan ketebalan yang baik pada bagian bawah dan tengah bibir.14

Disamping kelebihan yang dimiliki teknik ini, ada juga kekurangannya, yaitu :

1. Apabila tidak terjadi penyembuhan yang baik maka jaringan parut yang terbentuk dapat

[image:30.612.164.416.68.291.2]
(31)

2. Terdapat kecenderungan adanya pertumbuhan yang tidak seimbang, terutama bila flap

segitiga yang dibuat salah satu lebih besar.14

3.3 Metode-metode lain dalam perawatan celah bibir unilateral

Untuk melakukan koreksi bedah celah bibir, banyak metode yang dapat dan lazim

digunakan oleh para dokter di seluruh dunia. Yang saat ini banyak diminati diantaranya metode

Millard, Barsky, Tennison, dan Le-Mesurier.

a. Metode Millard

Teknik ini disebut juga rotation-advancement repair . Pada teknik ini dilakukan

pemindahan sebagian jaringan lateral ke daerah dibawah columella sehingga cupid’s bow dapat

sebanyak-banyaknya dipertahankan. Teknik ini terutama digunakan pada celah bibir inkomplit

dan bibir yang lebar dan tebal serta batas mucocutaneus junction yang jelas.

G

[image:31.612.73.542.397.613.2]
(32)

b. Metode Barsky

Metode Barsky merupakan metode yang umumnya digunakan untuk penutupan

prolabium yang pendek. Tujuan operasi celah bibir metode Barsky adalah untuk mendapatkan

ukuran prolabium yang panjang dan bentuk bibir yang bagus dan simetris.28

Gambar 10 . (a) desain metode Barsky sebelum operasi, (b) metode Barsky setelah operasi. (Wulandari DP, Soelistiono. Labioplasti metode barsky dengan anastesi lokal pada penderita celah bibir bilateral inkomplit..

Majalah Kedokteran Gigi. 2008; 15 (2):131-134)

c. Metode Le Mesurier

Le Mesurier menemukan rectangular flap yang berhubungan dengan metode Hagedorn

pada tahun 1962. Operasi Le Mesurier menghasilkan cupid’s bow sintetis yang hasilnya

[image:32.612.85.545.213.390.2]
(33)

Gambar 11. Desain rekonstruksi celah bibir metode LeMesurier. (Demke, JC., Tatum CA. Analysis and evolution of rotation principles in unilateral cleft lip repair. Journal of Plastic, Recontructive & Aesthetic Surgery. 2011; 64:313-318)27

d. Metode Tennison

Metode Tennison merupakan metode triangular flap dari sisi lateral, dimasukkan ke

sudut dari sisi medial dari celah tepat diatas batas vermillion, melintasi filtrum sampai ke puncak cupid’s bow. Triangle ini menambah panjang di sisi terpendek dari bibir. Teknik ini

menghasilkan panjang bibir yang baik tetapi jaringan parut yang terbentuk terlihat lebih alami.21

[image:33.612.84.532.83.284.2] [image:33.612.90.519.494.678.2]
(34)

BAB 4 PERAWATAN

Rekonstruksi celah bibir unilateral memerlukan pengukuran dan perencanaan yang

seksama dan teliti untuk mendapatkan hasil akhir yang bagus. Metode Cronin dengan dasar triangular flep yang prinsipnya mempertahankan cupid’s bow banyak diminati oleh para ahli

bedah plastik karena dengan desain sederhana memberikan hasil akhir yang bagus.1

Dalam menentukan rencana perawatan kasus bedah celah bibir, biasanya rekonstruksi

celah bibir dikerjakan sedini mungkin dan mengikuti kaidah the rule of ten, yaitu :1,3,11,14

1. minimal berumur 10 minggu

2. berat badan 10 pon (4,5 kg)

3. kadar hemoglobin 10 gr%

Agar hasil koreksi celah bibir memuaskan, maka perlu diperhatikan sembilan kriteria

antara lain adalah lima kriteria (Staffense, 1997) :14

1. Penyatuan kulit, otot, dan membran mukosa yang cermat

2. Dasar cuping hidung simetris

3. Vermillion border (batas merah bibir) simetris

4. Bibir harus mencuat

5. Jaringan parut minimal

Kemudian Musgrave (1997) menambahkan dua kriteria tambahan, yaitu:14

1. mempertahankan cupid’s bow dan vermillion cutaneous ridge

(35)

Onizuka (1986) menambahkan:14

1. Segitiga bibir harus terbentuk dengan jalan muscle suspension

2. Perlu dilakukan muscle management yaitu muscle splitting dan muscle interdigitating

agar terjadi penyatuan secara end to end yang diharapkan akan terjadi penyembuhan

alami.

Faktor-faktor yang manjadi pertimbangan dalam usaha melakukan koreksi celah bibir

secepat mungkin adalah :14

1. Dari segi kosmetik dan estetis jelas sekali wajah menjadi buruk

2. Menyulitkan penyusuan dan pemberian makan bayi.

3. Mengganggu bicara atau pengucapan setelah anak mulai belajar berbicara

4. Dari segi psikologis ada rasa rendah diri dan malu terhadap lingkungan sekitarnya dan

masyarakat.

4.1 Tindakan operasi 4.1.1 Praoperasi

Perawatan praoperasi sangat penting untuk mengetahui keadaan umum pasien sebelum

operasi. Informed concent kepada orang tua pasien tentang operasi yang akan dilakukan. Syarat

rule of ten juga harus dipenuhi. Pasien dipuasakan selama 4-6 jam sebelum operasi dan diberikan

profilaksis antibiotik injeksi sebelum operasi. Lakukan pemeriksaan fisik apakah ada kelainan

pada anak seperti otitis, rhinitis, atau kurang gizi. Lakukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

laboratorium seperti pemeriksaan Hb, laju endap darah, hitung jenis trombosit, dan lakukan foto

thorak. Jika ada kelainan, segera rujuk ke bagian yang berhubungan dengan kelainan tersebut.

(36)

4.1.2 Teknik operasi

Pasien dioperasi dengan anastesi umum. Tahapan operasi yang dilakukan adalah sebagai

berikut :

1. Buat desain insisi Cronin dengan menggunakan methylen blue. Ukur sisi tanpa celah pada bibir seperti yang digambarkan oleh Brauer. Tandai dasar columella dengan A”. Tandai E” pada

puncak cupid’s bow. Jarak antara A” dan E” adalah panjang vertikal pada bibir. Pada bayi usia

sekitar 10 bulan adalah sekitar 10 mm. Oleh karena itu, rencana perawatan saat tindakan operasi

untuk panjang vertikal ini dikurangi 1 mm menjadi 9 mm pada pasien celah bibir.5

Gambar 8 . Desain Insisi Cronin Desain Insisi Cronin (Cronin TD. A modification of the tennison-type lip repair. Texas:CACPA, 1965:376-382.)5

[image:36.612.172.436.294.556.2]
(37)

Gambar 14. Tandai X pada bagian terendah cupid’s bow. Desain Insisi Cronin (Cronin TD. A modification of the tennison-type lip repair. Texas:CACPA, 1965:376-382.)5

3. Pada jarak yang sama antara E” dengan X, tandai puncak cupid’s bow pada sisi celah dan

tandai dengan E. Titik ini sudah dekat dengan ujung vermillion cutaneous ridge.5

4. Gambarkan garis dari sudut kanan ke vermillion cutaneous ridge melalui E, diperpanjang 1

mm pada kulit ke D.5

5. Gambarkan garis B – C dengan panjang sekitar 4 mm, dimulai dari vermillion border dan

melalui titik D. Garis ini seharusnya membentuk sudut yang sedikit tajam dengan

vermillion ridge sehingga flep C – D – E – X akan memutar ke bawah dengan lebih

mudah. Jika garis B – C dibuat 900 atau lebih, maka flep tidak bisa berputar ke bawah

dengan baik. Garis B – C sebaiknya tidak melebihi garis A” – E” karena bekas lukanya

[image:37.612.194.434.83.322.2]
(38)

panjang 1 mm daripada garis C – D. untuk mempermudah, D – E harus sama panjangnya

dengan D – B.5

6. Titik A diletakkan pada basis columella. Titik A dan B dihubungkan.5

7. Pada sisi celah tandai E’ pada titik paling medial dimana vermillion masih tebal dan

vermillion ridge masih ada.5

8. Gambar garis pada sudut kanan ke vermillion ridge melalui E’, perpanjang 1 mm pada kulit ke D’ dan semua titik yang melalui vermillion.5

9. Tandai A’ pada basis ala sehingga, ketika kira-kira di A, ala akan simetris dengan sisi

normal.5

10. Sisi normal bibir adalah 10 mm, tetapi seperti disebutkan sebelumnya, direncanakan untuk

membuat bibir lebih pendek 1 mm (atau menjadi 9 mm) pada sisi yang dirawat. Jarak antara A – B harus sama dengan A’ – B’. Jumlah antara A’ – B’ dan D’ – E’ dikurangi dari

9 mm. Panjang yang direncanakan pada sisi celah, memberi dimensi pada basis flep triangular B’ – C’ – D’. satu titik diletakkan di tengah A’ dengan titik yang dipisahkan oleh

jarak yang sama dengan A – B. titik lain diletakkan di tengah-tengah D’ dan titik tersebut

diatur sesuai dengan ketebalan dasar flep yang diinginkan. Titik B’ diletakkan pada lokasi

dimana garis A’ – B’ dan C’ – B’ berpotongan.5

11. Titik C’ ditandai dengan mengikuti pola : C’ – B’ harus sama dengan C – B dan C’ – D’ harus sama dengan C – D.5

12. Ketika titik-titik tersebut telah ditandai semua, secara langsung pada permukaan kulit,

sebuah jarum #25 yang didisinfeksi dengan methylene blue dan kulit ditusuk pada setiap

titik, sehingga akan menghasilkan tanda yang tidak hilang jika dicuci. Titik-titik ini

(39)

13. 1 – 1 ½ cc dari xylocaine 1% dengan adrenalin 1:100.000 disuntikkan ke dalam sulkus dan

area operasi, hati-hati dan usahakan pengubahan terhadap bibir sekecil mungkin. Biarkan selama kurang lebih 8 – 10 menit untuk mendapatkan efek vasokonstriksi dari adrenalin,

mukosa pada sulkus diinsisi dan jaringan bibir dipotong dari periosteum secukupnya saja

sampai kira-kira aman.5

Gambar 15. Rekonstruksi celah bibir metode Cronin. Desain Insisi Cronin (Cronin TD. A modification of the tennison-type lip repair. Texas:CACPA, 1965:376-382.)5

14. Seorang asisten memegang sebuah tongue blade kayu dengan rapat dibawah bibir, bibir

direkatkan lebih kuat dengan menekan dekat garis insisi dengan menggunakan jari telunjuk

kiri operator. Bibir diinsisi dengan pisau #15 dengan hati-hati dan dipotong sepanjang garis

dan dari sudut kanan permukaan kulit. Perpotongan D – E dan D’ – E’ dijaga jangan sampai memperpanjang potongan di titik D dan D’ karena lukanya akan menghasilkan efek

[image:39.612.158.428.225.469.2]
(40)

15. Sebuah benang jahit 4-0 biasa dimasukkan ke otot dibawah ala dan columella dan ditarik

dengan rapi untuk memeriksa kesejajaran yang tepat.5

16. Lakukan penjahitan. Kemudian bagian bibir yang berada diantara jari, dijahit dengan

benang sederhana 4-0 ke dalam otot dan dibawa ke setiap titik di sudut yang berlawanan.

Setelah itu tidak ada digunakan lagi penjahitan otot.5

17. Beberapa sudut kulit kemudian dijahit dengan jarum yang tajam dan benang yang baik,

seperti dermalon 6-0.5

18. Vermillion ridge dengan hati-hati direkatkan dengan penjahitan pada setiap sisinya,

sehingga kerusakan ridge akibat skar bekas penjahitan akan terhindarkan. Permukaan

mukosa dijahit dengan benang jahit biasa 4-0, dan perbaikan selesai dilakukan.5

19. Aplikasikan salep antibiotik pada garis penjahitan, dan dressing untuk mengangkat

eksudat sisa operasi. Perban dibuka 24 jam kemudian dan hasil dapat dilihat. 5

20. Bibir dirawat setelah satu minggu setelah jahitan dibuka dengan salap antibiotik dan

perban tipis.5

4.1.3 Perawatan pascabedah

Perawatan pascabedah sangat penting untuk penyembuhan anak setelah operasi. Yang

harus diperhatikan adalah keadaan umum anak, pemberian makanan, aktivitas anak, perawatan

bibirnya, dan perawatan lanjutan. Untuk anak yang masih menyusui, setelah operasi boleh

langsung disusui. Namun ada beberapa dokter yang menganjurkan untuk memberikan makanan

lewat NGT sampai 10 hari setelah operasi, kemudian baru boleh diberikan makanan seperti

(41)

Periksa ulang hemoglobin, awasi tanda-tanda vital, dan kemungkinan perdarahan.

Obat-obatan diberikan antibiotik injeksi selama 3 hari, analgetik injeksi selama 3 hari,dan sirup

vitamin. Kontrol dilakukan 14 hari setelah operasi. 1

Instruksikan kepada orang tua untuk tidak memberikan dot atau mainan yang

permukaannya tajam selama dua minggu setelah operasi. Garis jahitan luka yang terbuka pada

dasar bibir dan hidung dapat dibersihkan dengan menggunakan cotton swabs yang dicelupkan ke

hidrogen peroksida serta salep antibiotik dapat diberikan beberapa kali sehari. Dapat terjadi

eritema dan rasa kebas pada daerah bekas operasi 4 – 6 minggu setelah operasi dan secara

bertahap mulai meningkat 6 – 12 bulan setelah rekonstruksi. Kedua orang tua juga diinstruksikan

untuk memijat bibir atas selama fase ini dan mencegah anak untuk menempatkannya dibawah

paparan sinar matahari langsung sampai skarnya sembuh.1

Dianjurkan untuk melakukan kunjungan ke dokter yang terlibat dalam rekonstruksi celah

bibir secara berkala. Kebersihan gigi dan mulut harus selalu diperhatikan, berbicara dan

mendengar harus selalu dilatih, evaluasi serta konsultasi ke psikolog untuk penatalaksanaan

psikososialnya.1

Koreksi pada nasal harus dilakukan untuk mengembalikan kartilago hidung yang

simetris, mendapatkan ujung hidung yang kosmetis, dan mendapatkan hubungan yang seimbang

antara bibir dan hidung.1

4.1.4 Komplikasi

Komplikasi dari celah bibir bila tidak dioperasi adalah secara fisik membuat kesulitan

(42)

kosmetik, dan gangguan bicara berupa suara sengau. Komplikasi yang dapat timbul pada operasi adalah

(43)

BAB 5 KESIMPULAN

Celah bibir merupakan suatu kelainan wajah kongenital sejak lahir yang terjadi akibat

kegagalan bersatunya prosesus maksilaris dengan prosesus medial nasal. Celah bibir biasanya

unilateral dan lebih sering terjadi pada sisi kiri. Penyebab yang pasti dari celah bibir sampai saat

ini belum diketahui dengan pasti, diduga ada beberapa faktor yang menyebabkannya, yaitu faktor

herediter dan lingkungan. Faktor herediter meliputi mutasi gen dan kelainan kromosom,

sedangkan factor lingkungan meliputi nutrisi, obat-obatan, penyakit, psikologi, radiasi, trauma,

merokok, embriologis, penggunaan alkohol dan narkotika, serta usia ibu saat hamil.

Tindakan bedah yang dilakukan berdasarkan patokan rule of ten. Tindakan bedah yang

dilakukan dengan metode Cronin memberikan hasil yang baik dari segi estetik dan

fungsionalnya. Metode Cronin dapat dijadikan teknik alternatif untuk mengoreksi celah bibir

(44)

DAFTAR PUSTAKA

1. Soelistiono H. Operasi celah bibir unilateral komplit pada bayi usia 6 bulan dengan teknik

cronin. Maj Ked Gi Juni 2006; 21(2): 69-74.

2. Children I. Bibir sumbing: penanganan celah bibir (cleft lips) bibir sumbing (cheiloschisis)

da n cela h la ngit-la ngit (cleft palate/palatoschisis). Koran Indonesia sehat. 2 Desember 2009.

<http://koranindonesiasehat.wordpress.com> (10 Januari 2012)

3. Komarjadi W. Koreksi bedah celah bibir atas unilateral dengan metoda tennison cronin.

Kumpulan karya tulis ilmiah 1965: 116-121.

4. Anonymous. Labioplasty unilateral sinistra dengan metode cronin. 7 Oktober 2008.

<http://6i6i.wordpress.com/2008/10/7/labioplasty-unilateral-sinistra-dengan-metode-cronin>.(15 Januari 2012).

5. Cronin TD. A modification of the tennison-type lip repair. Texas:CACPA, 1965:376-382.

6. Anonymous. Cleft lip and palate. <http//en.wikipedia.org/wiki/cleft_lip_and_palate> . (25

Maret 2012)

7. Dinar A. Faktor hereditas dan kaitannya dengan aspek biologi molekuler pada kasus cleft

lip a nd pa la te (la biogna thopa la toschizis). 6 Juli 2009.

<http:www.doctorwannabe.blogspot.com>. 17 Juni 2012

8. Oosten DH. Celah bibir (cleft lips) dan celah langit-langit (cleft palate). 4 Mei 2010.

<http://potoloodental.blog.com/?p=121>. (25 Maret 2012)

9. Lee KJ. Essential otolaryngolory head and neck surgery. 8th edition, Mc Graw Hill 2003:

(45)

10. Apostol D. The onizuka technique in treating the cleft lip and palate. Jurnalul Pediatrului

2008; 11: 45-48.

11. Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih Bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta:

EGC, 1996:340

12. Irga. Penatalaksanaan unilateral cleft lip. 8 Maret 2009. <http://dokterirga.com> . (21 Mei

2012)

13. Purnomo TPH, Kuswandari S, Utomo RB. Penatalaksanaan kasus ketegangan otot bibir

pa da ana k pa sca opera si cela h bibir dengan lip bumper. J Ked Gi 2009; 1: 93-100

14. Asmoro D, Soesanto. Labioplasty teknik tennison dengan bius lokal pada penderita

complete unila tera l la biopa la toschizis. Maj Ked Gi 1997;30(3): 101-103.

15. Sianita PP, Alawiyah T. Kelainan celah bibir serta langit-langit dan permasalahannya

da la m ka ita n dengan intera ksi sosia l da n perila ku (ka jia n pusta ka ). Jitekgi 2011; 2(2):

42-46.

16. Shivaprakash PK, Joshi HV, Noorani H,Reddy V. Ectrodactyly, ectodermal dysplasia, and

cleft lip/pa la te syndrome: A ca se report of "Incomplete syndrome" .

<http://www.contempclindent.org/>. (17 Juni 2012.)

17. Anonym. Cra niosynostoses, Syndromic (cra niofa cia l dysostosis).

<http://imaging.consult.com>. (17 Juni 2012)

18. Conners GP. Van der Woude Syndrome. <

http://emedicine.medscape.com/article/950823-overview#a0199> .(17 Juni 2012)

19. Anonym. Celah bibir, penyebab, dan penanggulangannya . 2 Maret 2008.

(46)

20. Anonym. La bioschisis da n labiopa la toschisis. 5 April 2008. <http://www.riyadi’corner.com/contoh-makalah-labioschisis-dan-labiopalatoschisis.html>

(25 Mei 2012)

21. Edha. Langkah-langkah penanganan cleft lip and palate. <http://edhasroom.blogspot.com>

(21 Mei 2012)

22. Stanier P, Moore GE. Genetics of cleft lip and palate: syndromic genes contribute to the

incidence of non-syndromic clefts. Hum.Mol.Genet. Oxford Journals 2004; 13: 73-81

23. Lalwani AK. Current diagnosis & treatment in otolaryngology hea d & neck surgery. New

York: a Lange medical book 2008: 323-339

24. Anonym, Cela h bibir unila tera l da n bila tera l. 25 April 2009.

<http://www.diagnosa.info/2009/09/sedikit-mengenal-celah-bibir-dan-langit.html>. (2 April

2012)

25. Dewi. Labioschizis. 3 Juli 2008. <http://xa-dewie.blogspot.com/2012/02/labiochizis.html>.

(2 April 2012)

26. Irga. Pena ta la ksa naa n sumbing la ngit-la ngit. 8 Juli 2007.

<http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/103/sumbing-langit-langit> (2 April

2012)

27. Demke, JC., Tatum CA. Analysis and evolution of rotation principles in unilateral cleft lip

repa ir. Journal of Plastic, Recontructive & Aesthetic Surgery. 2011; 64:313-318

28. Wulandari DP, Soelistiono. Labioplasti metode barsky dengan anastesi lokal pada penderita

cela h bibir bila tera l inkomplit.Majalah Kedokteran Gigi. 2008; 15 (2):131-134)

29. Pratiwi S. Post labioplasty pada pasien labioschizis unilateral incomplete sinistra.

Gambar

Gambar  1
Gambar 1.  Penderita celah bibir unilateral komplit berusia 5 bulan. (Apostol D. The onizuka technique in treating the cleft lip and palate Jurnalul Pediatrului 2008; 11:45-48)14
Gambar 2. Penderita celah bibir yang mengidap sindrom autosomal ektodermal displasia (Shivaprakash PK, Joshi HV, Noorani H,Reddy V
Gambar 4. Penderita celah bibir bilateral dan celah langit-langit dengan van der Woude syndrome dan pit pada bibir bawah.(Conners GP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Temat (kedua kiri) bersama dua bayi yang akan menjalani operasi pada per- ingatan ulang tahun ke-30 Yayasan Pembina Penderita Celah Bi- bir danLangit-langit di Bandung, Sabtu

Terima kasih dengan tulus kepada Yudhi Pradana yang selalu setia memberikan motivasi, dukungan, doa, dan meluangkan waktu untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi

Pada anak dengan celah bibir dan atau langitan memerlukan perawatan preventif dan restorasi yang sama dengan anak yang tanpa celah bibir atau langitan, tetapi karena pada

Pada celah unilateral hanya satu lengan retentif yang digunakan untuk memperoleh daerah tepi labial pada plat molding , maka bagian celah bibir ditarik bersamaan pada

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, akan dilakukan penelitian mengenai Analisis polimorfisme gen IRF 6, TGF dan MSX 1 pada kasus celah bibir dengan atau tanpa celah

Penanganan [asu. celah bibir dan langit- langil pada anak-anak dapat dilakukan peranalann] a tergannrng pada llasifilasi kelainan yaitu | Celah pada 'Primary

Tingkat keparahan sedang dicirikan dengan kedua sisi bibir mengalami sumbing bibir ≥ ½ atau salah satu sisi bibir mengalami sumbing bibir ≥ ½ dengan sisi lainnya

Persentase hasil operasi dengan nilai baik kategori sedang / fair, baik/ good dan sangat baik / best pasien celah bibir dan langitan unilateral yang telah dilakukan labioplasty teknik