REKONSTRUKSI CELAH BIBIR UNILATERAL DENGAN METODE CRONIN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
NIRMA HERFINA P NIM 070600107
DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 13 Juli 2012
Pembimbing : Tanda tangan
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji
pada tanggal 13 Juli 2012
TIM PENGUJI SKRIPSI
KETUA : Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM ………
ANGGOTA : 1. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM ………
2. Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes ………
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2012
Nirma Herfina P
Rekonstruksi celah bibir unilateral dengan metode Cronin
viii + 35 halaman
Celah bibir merupakan suatu kelainan genetik yang didapat sejak lahir, berupa celah bibir
atas, baik satu sisi maupun dua sisi yang dapat mengenai sebagian bibir atau mencapai dasar
hidung. Celah bibir dapat terjadi satu sisi (unilateral) maupun dua sisi (bilateral).
Dalam dunia kedokteran gigi banyak metode yang digunakan untuk merekonstruksi celah
bibir, salah satunya metode Cronin. Metode Cronin merupakan modifikasi dari metode Tennison
dengan dasar triangular flap yang pada prinsipnya mempertahankan cupid’s bow pada
prolabium. Metode ini diindikasikan pada operasi bibir sumbing baik untuk yang celahnya lebar
maupun sempit dengan hasil akhir berupa parut yang halus.
Komplikasi merupakan hal yang lazim dalam suatu tindakan perawatan bedah.
Komplikasi yang bisa timbul setelah pembedahan adalah pendarahan, obstruksi saluran
pernafasan, infeksi, dan deviasi septum nasi.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT yang Maha Pemurah dan Maha
Penyayang, sehingga skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, dan
bantuan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan rasa terimakasih dengan tulus kepada:
1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM., selaku kepala Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial FKG USU yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., M.Kes, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak memberikan bimbingan, transfer ilmu, dan pengarahan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan pengarahan kepada penulis sejak awal masa perkuliahan di FKG USU.
4. Seluruh staf pengajar FKG USU khususnya di Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.
5. Rasa hormat dan terimakasih tiada terhingga kepada kedua orangtua penulis Imran
Pasaribu dan Herni Fauziah, S.Pd atas semua dukungan yang tiada henti, doa yang selalu
terucap, tatapan penuh rasa bangga setiap melihatnya, inspirasi terbaik dalam hidup penulis
dan semua pengorbanan yang telah dilakukan dan hanya Allah saja yang dapat membalasnya.
7. Terima kasih dengan tulus kepada Yudhi Pradana yang selalu setia memberikan motivasi,
dukungan, doa, dan meluangkan waktu untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat penulis, Rahma Tika, Maharani, Mita Suci, Emilia, Shinta, Caroline, Etik, dan
teman-teman lainnya angkatan 2007 yang ikut membantu penulis.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.
Medan, 02 Juli 2012
Penulis,
(Nirma Herfina P)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... ... ... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ... ii
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... ... iii
KATA PENGANTAR... ... iv
DAFTAR ISI... ... vi
DAFTAR TABEL... ... vii
DAFTAR GAMBAR... ... viii
BAB 1 PENDAHULUAN... ... 1
BAB 2 CELAH BIBIR 2.1 Definisi dan etiologi celah bibir... 4
2.2 Patofisiologi... 11
2.3 Klasifikasi dan insidensi... 14
BAB 3 METODE CRONIN 3.1 Definisi dan indikasi... 18
3.2 Metode Cronin sebagai perawatan alternatif celah bibir unilateral 3.2.1 Desain insisi Cronin... 18
3.2.2 Keuntungan dan kerugian perawatan dengan metode Cronin... 19
3.3 Metode-metode lain dalam perawatan calah bibir unilateral…….. 20
BAB 4 PERAWATAN 4.1 Tindakan operasi... 24
4.1.1 Praoperasi... 24
4.1.2 Teknik operasi... 25
4.1.3 Perawatan pascabedah... 29
4.1.4 Komplikasi... 30
BAB 5 KESIMPULAN... 32
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
1 Penderita celah bibir unilateral komplit berusia 5 bulan... 4
2 Penderita celah bibir yang mengidap sindrom autosomal ektodermal displasia... 7
3 Penderita disostosis kraniofasial... 7
4 Penderita celah bibir bilateral dan celah langit-langit dengan van der Woude syndrome dan pit pada bibir bawah... 8
5 Celah bibir unilateral (satu sisi) dan celah bibir bilateral (dua sisi) 15
6 Perbandingan antara bibir normal, celah bibir unilateral, dan celah bibir bilateral... 15
7 Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit menurut Veau... 16
8 Desain insisi Cronin... 17
9 Desain rekonstruksi celah bibir metode Millard... 20
10 (a) Desain metode Barsky sebelum operasi... 21
(b) Desain metode Barsky setelah operasi... 21
11 Desain rekonstruksi celah bibir metode LeMesurier... 22
12 Desain rekonstruksi celah bibir metode Tennison... 22
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2012
Nirma Herfina P
Rekonstruksi celah bibir unilateral dengan metode Cronin
viii + 35 halaman
Celah bibir merupakan suatu kelainan genetik yang didapat sejak lahir, berupa celah bibir
atas, baik satu sisi maupun dua sisi yang dapat mengenai sebagian bibir atau mencapai dasar
hidung. Celah bibir dapat terjadi satu sisi (unilateral) maupun dua sisi (bilateral).
Dalam dunia kedokteran gigi banyak metode yang digunakan untuk merekonstruksi celah
bibir, salah satunya metode Cronin. Metode Cronin merupakan modifikasi dari metode Tennison
dengan dasar triangular flap yang pada prinsipnya mempertahankan cupid’s bow pada
prolabium. Metode ini diindikasikan pada operasi bibir sumbing baik untuk yang celahnya lebar
maupun sempit dengan hasil akhir berupa parut yang halus.
Komplikasi merupakan hal yang lazim dalam suatu tindakan perawatan bedah.
Komplikasi yang bisa timbul setelah pembedahan adalah pendarahan, obstruksi saluran
pernafasan, infeksi, dan deviasi septum nasi.
BAB 1 PENDAHULUAN
Celah bibir (cleft lip) merupakan suatu kelainan genetik yang didapat sejak lahir, berupa
celah bibir atas, baik satu sisi maupun dua sisi yang dapat mengenai sebagian bibir atau mungkin
mencapai dasar hidung, yang telah dikenal sejak lama, dan juga merupakan suatu fenomena
sosial di masyarakat.1,2,3 Para dokter dan ahli bedah plastik di dunia juga telah mengembangkan
berbagai metode untuk menanggulanginya. Setiap metode memiliki ciri khasnya masing-masing
serta kelebihan dan kekurangannya. Banyak metode penanganan bedah celah bibir yang ada,
diantaranya yang paling sederhana adalah metode linear atau straight line, metode triangular
yang dianut oleh Tennison, Cronin, Randall, metode quadrangular, dan metode rotation yang
dianut oleh Millard.3 Metode Cronin merupakan suatu teknik alternatif untuk operasi celah bibir,
baik untuk yang celahnya sempit maupun yang lebar sekali dengan hasil parut yang lebih
halus.1,4 Metode Cronin yang juga merupakan modifikasi dari metode Tennison adalah teknik
dengan dasar triangular flap, yang prinsipnya mempertahankan bentuk cupid’s bow pada
prolabium.1,5
Celah bibir dapat terjadi hanya pada satu sisi kanan atau kiri bibir (unilateral), namun
juga dapat terjadi pada kedua sisi (bilateral) secara simetris maupun tidak simetris.6 Celah bibir
adalah kelainan kongenital pada bibir atas yang membentuk celah yang disebabkan oleh
kegagalan bersatunya prosesus maksilaris dan prosesus medial nasal saat masih berbentuk
embrio.1 Celah yang terdapat pada daerah mulut dan wajah dihasilkan oleh suatu mekanisme
gangguan fungsi bicara, pendengaran, pengunyahan, penelanan, pertumbuhan dan perkembangan
rahang, erupsi dan susunan gigi, dan juga estetis. 1,5,7
Faktor penyebab terjadinya celah bibir masih sebatas dugaan, belum ada penyebab
pastinya.1,6 Celah bibir diduga disebabkan oleh dua faktor, yaitu genetik dan lingkungan. Pola
penurunan herediter adalah mutasi gen dan kelainan kromosom. Brophy (1971) menyatakan
bahwa kelainan ini tidak selalu serupa, bervariasi antara celah bibir unilateral dan bilateral. Pada
beberapa contoh tampaknya mengikuti hukum Mendel dan pada kasus lainnya distribusi kelainan
tidak beraturan. Schroder mengatakan bahwa 75% dari faktor keturunan yang menimbulkan
celah bibir adalah resesif, sedangkan 25% lainnya dominan.8 Kelainan kromosom yang
menyimpang dan mengakibatkan terjadinya celah bibir antara lain trisomi 13 (patau), trisomi 15,
trisomi 18 (edwards), dan trisomi 21.7,8,9,10 Sedangkan faktor lingkungan diantaranya faktor usia
ibu, obat-obatan, nutrisi, daya pembentukan embrio menurun, penyakit infeksi, radiasi, stress
emosional, dan trauma. Campuran keduanya seperti akibat radiasi juga dapat mencetus
terjadinya celah bibir.1,2,3,8
Banyak pendapat berbeda di literatur mengenai insidensi celah bibir. Ada yang
menyebutkan insidensi celah terjadi kurang lebih 1 dari tiap 680 kelahiran dan pendapat lain
menyebutkan insidensi terjadi 1 dari tiap 800 kelahiran.3,11 Literatur lain menyebutkan insidensi
celah bibir terjadi 1 dari tiap 1000 kelahiran.9 Dari jumlah tersebut, 10% hingga 30% hanya
mengenai bibir, 35-55% mengenai bibir dan langit-langit, dan 30-45% terbatas pda langit-langit
saja. Celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit lebih banyak didapatkan pada pria dengan
rasio 2:1. Namun demikian, celah langit-langit saja lebih banyak didapatkan pada wanita dengan
rasio serupa, yaitu 2:1. Insidensi celah ini lebih tinggi pada bangsa Timur dan Kaukasia, dan
Rekonstruksi celah bibir yang dilakukan bertujuan untuk memudahkan bicara, menelan,
dan mengembalikan fungsi estetis.11 Selain itu pembedahan juga bertujuan untuk
mengembalikan keutuhan bentuk, bagian-bagian dan kesimetrisan bibir, penyatuan yang baik
dari kulit, otot, dan mukosa bibir, mengembalikan fungsi muskulus orbikularis oris,
mendapatkan keseimbangan antara dasar hidung dan lubang hidung, dan mengusahakan agar
BAB 2
CELAH BIBIR (CLEFT LIP)
2.1 Definisi dan etiologi celah bibir 2.1.1 Definisi
Celah bibir (cleft lip) adalah suatu kelainan kongenital bibir atas yang membentuk celah,
yang disebabkan oleh kegagalan bersatunya prosesus maksilaris dengan prosesus medial nasal
saat masa embrio.1,3 Celah ini dapat mengenai sebagian bibir dan dapat juga mencapai dasar
hidung.3 Celah yang terdapat pada daerah mulut dan wajah dihasilkan oleh suatu mekanisme
tidak lengkap dari dua faktor yaitu gen dan lingkungan.1 Celah bibir disebut juga dengan
cheiloschizis, ha re lip, cheft lip, la gocheilos, dan labioschizis. 3,6,8
Gambar 1. Penderita celah bibir unilateral komplit berusia 5 bulan. (Apostol D. The onizuka technique in treating the cleft lip and palate Jurnalul Pediatrului 2008; 11:45-48)14
Permasalahan yang terjadi pada penderita celah bibir dan langit-langit diantaranya :
Komunikasi normal pada manusia membutuhkan struktur yang utuh dari bibir, rahang,
lidah, gigi, dan palatum yang bekerja di bawah koordinasi otot-otot respirasi dan pita suara.
Mengingat penderita celah bibir dan langit-langit umumnya memiliki kesulitan mengontrol aliran
udara, maka produksi suara menjadi tidak normal. Suara labiodental seperti f dan v sulit
diucapkan bila bibir atas terlalu panjang, kencang, dan sulit bergerak akibat jaringan parut yang
timbul pasca tindakan bedah korektif pada bibir. Malposisi gigi anterior atas atau malformasi
kontur alveolar ridge dapat mempengaruhi pengucapan huruf s, z, th, f, dan v, juga deformitas
a lveola r ridge atau palatum yang memendek dalam arah anteroposterior serta menyempit dapat
menyebabkan kesulitan dalam mengucapkan huruf k, g, dan ng.15
b. Masalah pendengaran
Bayi dengan celah langit-langit sangat rentan terhadap infeksi telinga karena adanya
gangguan pada otot-otot yang berperan dalam membuka dan menutup tuba eustachius sehingga
tidak dapat mengalirkan cairan yang berasal dari telinga bagian tengah dengan baik. Insidensi
otitis media dengan gangguan pendengaran sangat tinggi.15
c. Masalah pernafasan
Anak dengan celah langit-langit sering disertai dengan deformitas nasal. Deformitas ini
dapat memperkecil rongga hidung dan menghalangi aliran udara yang cenderung mengakibatkan
beralihnya proses pernafasan melalui mulut. Obstruksi dan infeksi saluran nafas atas sering
terjadi pada penderita ini. 15
d. Masalah gigi
Pasien dengan celah bibir dan langit-langit sering memperlihatkan congenital missing
teeth terutama gigi premolar dan lateral insisivus, supernumerary teeth terutama pada daerah
terlihat malposisi sehingga relasi horizontal maupun vertikal di daerah insisivus tampak tidak
harmonis, demikian pula erupsi gigi-gigi di sekelilingnya. Erupsi gigi menjadi terhambat
terutama gigi kaninus. Ektopik gigi molar atas juga sering terjadi, juga over erupsi gigi geligi
anterior bawah, hal ini disebabkan oleh tidak adanya atau malposisi gigi anterior bawah.15
2.1.2 Etiologi
Etiologi celah bibir belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang diduga
menjadi pencetus terjadinya celah bibir. Secara garis besar, faktor yang diduga menjadi
penyebab terjadinya celah bibir dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :
1. Herediter
Brophy (1971) menyatakan bahwa beberapa kasus anggota keluarga yang mempunyai
kelainan wajah dan palatum terdapat pada beberapa generasi. Kelainan ini tidak selalu serupa,
tetapi bervariasi antara celah bibir unilateral dan bilateral. Pada beberapa contoh, tampaknya
mengikuti Hukum Mendel dan pada kasus lainnya distribusi kelainan itu tidak beraturan.
Schroder mengatakan bahwa 75% dari faktor keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah
resesif dan hanya 25% dominan.8
Pola penurunan secara herediter dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu:2
a. Mutasi gen
Ditemukan sejumlah sindrom atau gejala menurut hukum Mendel secara autosomal,
dominan, resesif, dan X-linked. Autosomal dominan adalah keadaan dimana kedua orang tua
mempunyai kelainan genetik dan menghasilkan anak dengan kelainan yang sama. Autosomal
resesif adalah keadaan dimana kedua orang tua normal tetapi sebagai pembawa gen abnormal.
sedangkan pria dengan gen abnormal menunjukkan kelainan. Contoh sindrom autosomal yang
dapat menyebabkan celah bibir adalah ektodermal displasia, sindrom Waardenburg, disostosis
kraniofasial, dan sindrom lip-pit.2,7,13
Gambar 2. Penderita celah bibir yang mengidap sindrom autosomal ektodermal displasia (Shivaprakash PK, Joshi HV, Noorani H,Reddy V.
Ectrodactyly, ectodermal dysplasia, and cleft lip/palate syndrome: A case report of "Incomplete syndrome" . http://www.contempclindent.org/. 17 Juni 2012.)16
Gambar 4. Penderita celah bibir bilateral dan celah langit-langit dengan van der Woude syndrome dan pit pada bibir bawah.(Conners GP. Van
der Woude Syndrome. http://emedicine.medscape.com/article/950823-overview#a0199 .17 Juni 2012)18
b. Kelainan kromosom
Gangguan autosomal yang sering terjadi pada bibir sumbing adalah trisomi 21, trisomi
18, dan trisomi 13-15, dengan penjelasan :
1. Trisomi 21
Trisomi 21 (Down syndrome), yang meliputi kelainan-kelainan orofasial, namun jarang
menimbulkan kasus celah.2
2. Trisomi 18
Penderita dengan penataan kromosom ini memperlihatkan ciri-ciri keterbelakangan jiwa,
cacat jantung bawaan, sepasang telinga yang letaknya rendah, dan fleksi jari-jari dan tangan,
mikrognasia, bibir sumbing, bagian belakang kepala menonjol, kelainan ginjal, sindaktili
3. Trisomi 13-15
Kelainan utama sindrom ini adalah keterbelakangan jiwa, cacat jantung bawaan, ketulian,
celah bibir dan langit-langit, serta cacat pada mata.2
2. Lingkungan
a. Faktor usia ibu
Semakin tinggi usia ibu sewaktu hamil, semakin tinggi pula risiko dari
ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kelahiran trisomi.
Jika wanita berumur 35 tahun, maka sel-sel telurnya juga berumur 35 tahun.2,3,13
b. Obat-obatan
Akibat obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati penyakit ibu,
hampir selalu janin yang tumbuh akan menjadi penerima obat. Penggunaan asetosal atau aspirin
sebagai obat analgetik pada masa kehamilan trimester pertama akan menyebabkan terjadinya
celah bibir. Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi selama kehamilan diantaranya
rifampisin, fanasetin, sulfonamide, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen,
penisilamin, diazepam, dan kortikosteroid. Obat-obat antineoplastik terbukti menyebabkan cacat
ini pada binatang.2,3,13
Tabel 119. Obat dan polusi lingkungan yang mempengaruhi janin
Teratogenik Efek
Aminopterin Anensefali
Aspirin Celah bibir dan langit-langit
Asap rokok (hypoxia ) Celah bibir dan langit-langit
Cytomegalovirus Mikrosefali, hidrosefali, dan mikroftalmia
Dilantin Celah bibir dan langit-langit
Ethyl alcohol Centra l midfa ce deficiency
6-mercaptopurine Celah langit-langit
Virus Rubella Mikroftalmia, katarak, dan ketulian
Thalidomide Trea cher Collins syndrome
Taxoplasma sp. Mikrosefali, hidrosefali, mikroftalmia
Irradiation Mikrosefali
Valium Celah bibir dan langit-langit
Paparan vitamin D Prema ture suture closure
c. Daya pembentukan embrio menurun
Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang mempunyai
anak banyak.3,8,20
d. Nutrisi
Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit tinggi pada masyarakat golongan
ekonomi menengah kebawah, penyebabnya diduga karena ibu kekurangan gizi pada saat
mengandung. Ibu yang kekurangan asam folat, vitamin B-6, dan zinc yang berperan penting
dalam proses tumbuh kembang janin dalam masa kehamilan berisiko tinggi melahirkan anak
dengan celah bibir. 3,8,20
e. Penyakit infeksi
Penyakit campak, sifilis dan virus rubella yang diderita ibu pada saat mengandung dapat
menyebabkan timbulnya celah bibir dan celah langit-langit.3,8,20
f. Radiasi
Efek teratogenik sinar pengion telah diakui dan diketahui dapat menyebabkan timbulnya
celah bibir dan celah langit-langit. Efek genetik yaitu yang mengenai alat reproduksi yang
akibatnya diturunkan pada generasi selanjutnya, dapat terjadi bila proses penyinaran tidak
g. Stress emosional
Tekanan mental yang hebat seperti ketakutan yang amat besar, syok karena terkejut
mendengar berita buruk dapat mempengaruhi tekanan pada embrio yang berada dalam
kandungan ibu.3 Saat dalam keadaan emosional yang stress, korteks adrenal akan menghasilkan
hidrokortison yang berlebih.3,8,20
h. Trauma
Salah satu penyebab trauma adalah adanya benturan atau kecelakaan pada saat hamil
minggu kelima.3,8,20
i. Kebiasaan merokok
Ibu yang mempunyai kebiasaan merokok dan masih diteruskan selama kehamilan
mempunyai potensi yang lebih besar terhadap terjadinya cacat bawaan ini dibandingkan ibu yang
tidak merokok. 3,8,20
j. Alkohol dan narkotika
Pemakaian alkohol oleh ibu hamil bisa menyebabkan sindroma alkohol pada janin dan
obat-obatan tertentu yang diminum oleh ibu hamil juga bisa menyebabkan kelainan bawaan
seperti celah bibir.
2.2 Patofisiologi
Di dalam kandungan, bibir atas terbentuk sejak minggu kelima kehamilan, dan
perkembangan palatum sekitar minggu ke-8 sampai 12 dimulai dari sisi kanan dan kiri lidah
mengarah ke atas. Normalnya jaringan akan bertemu ditengah atas mulut (membentuk
langit-langit). Namun pada bibir sumbing perkembangannya terganggu, jaringan tidak akan bertemu di
cleft lip) ataupun dua celah (bilateral cleft lip). Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan
prominensia maksilaris dan arkus faringeus ke medial. Prominensia maksilaris saling bertemu di
garis tengah dan menyatu dengan prominensia nasalis medialis. Bibir bawah dibentuk dari kedua
prominensia mandibularis dan arkus faringeus. Prominensia ini tumbuh ke medial dibawah
stomodeum, dan menyatu di garis tengah membentuk bibir bawah seutuhnya. Bibir di sebelah
luar ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa).21
Menurut Alberry, perkembangan wajah terjadi pada minggu keempat setelah fertilisasi,
yang ditandai dengan terlihatnya lima buah penonjolan yang mengelilingi stomodeum.
Penonjolan ini disebut juga prosesus fasialis. Prosesus fasialis tersebut merupakan hasil
akumulasi sel mesenkim yang berada dibawah permukaan epitel. Mesenkim ini merupakan
ektomesenkimal dan berkontribusi terhadap perkembangan struktur orofasial, seperti saraf, gigi,
tulang, mukosa, dan mulut. Penonjolan yang berada diatas stomodeum disebut
prosesus frontonasal, dimana berkontribusi dalam perkembangan hidung dan juga bibir atas. Di
bagian bawah dan di lateral stomodeum terdapat dua buah prosesus mandibularis yang
berkontribusi dalam perkembangan rahang bawah dan bibir. Di atas prosesus mandibularis
terdapat prosesus maksilaris yang berkontribusi dalam perkembangan rahang atas dan bibir.
Proliferasi ektomesenkim pada tiap kedua sisi placode akan menghasilkan pembentukan medial
dan lateral prosesus nasalis. Diantara pasangan prosesus tersebut terdapat cekungan yaitu nasal
pit yang merupakan nostril primitif.21
Sedangkan menurut Petterson, perkembangan embriologi hidung, bibir dan langit-langit
terjadi antara minggu ke-5 hingga ke-10. Pada minggu ke-5, tumbuh dua penonjolan dengan cepat
yaitu prosesus nasalis lateral dan medial. Penonjolan maksila secara bersamaan akan mendekati
Selama dua minggu selanjutnya prosesus maksilaris akan meneruskan pertumbuhannya ke arah
tengah dan menekan prosesus nasalis medial ke arah midline. Kedua penonjolan ini akan bersatu
dengan prosesus maksilaris dan terbentuklah bibir. Dari prosesus maksilaris akan tumbuh dua
shelf like yang disebut palatine shelves. Palatine shelves akan terbentuk pada minggu ke-6.
Kemudian pada minggu ke-7, palatine shelves akan naik ke posisi horizontal di atas lidah dan
berfusi satu sama lain membentuk palatum sekunder dan di bagian anterior penyatuan dua shelf
ini dengan triangular palatum primer, terbentuklah foramen insisivus. Penggabungan kedua
pa la tine shelf dan penggabungan dengan palatum primer terjadi antara minggu ke-7 sampai
minggu ke-10. Celah pada palatum primer dapat terjadi karena kegagalan mesoderm
untuk berpenetrasi ke dalam groove diantara prosesus nasalis media sehingga proses
penggabungan keduanya tidak terjadi. Sedangkan celah pada palatum sekunder diakibatkan
karena kegagalan palatine shelf untuk berfusi satu sama lain. Berbagai hipotesis dikemukakan
untuk menjelaskan kegagalan proses penyatuan. Pada embrio normal, epitel diantara prosesus
nasalis medial dan lateral dipenetrasikan oleh mesenkim dan akan menghasilkan fusi diantara
keduanya. Jika penetrasi tidak terjadi maka epitel akan terpisah dan membentuk celah. Defek
yang muncul dapat bervariasi tingkat keparahannya. Apabila faktor etiologi dari pembentukan
celah terjadi pada akhir perkembangan, efeknya mungkin ringan. Namun, jika faktor etiologi
muncul pada tahap awal perkembangan, celah yang terjadi bisa lebih parah.21
Patofisiologi molekuler pada celah bibir dan langit-langit secara garis besar terjadi
melalui tahap-tahap tertentu, yaitu :7,22
a. Defek pembentukan sel-sel neural crest
b. Defek proliferasi sel-sel neural crest
d. Defek matriks ekstraseluler.8
Gen-gen yang telah diketahui menjadi penyebab terjadinya celah bibir dan langit-langit
diantaranya adalah IRF6 (sebagai gen yang juga berpengaruh dalam sindrom Van der Woude),
P63, PVRL1, TGFA, TBX22, MSX1, FGFR1 dan SATB.8,22 Namun mutasi pada IRF6, MSX1,
dan FGFR1 umumnya terkait dengan kelainan gigi dan celah bibir dan langit-langit yang terjadi
lebih dari satu kali di dalam suatu silsilah keluarga, dalam hal ini ada kemungkinan diturunkan.
Gen-gen yang telah ditemukan mempunyai interaksi dengan paparan asap rokok dan
menyebabkan timbulnya celah bibir dan langit-langit adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA,
P450, GST, dan EPHX.8,22
2.3 Klasifikasi dan insidensi
Celah bibir berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Celah bibir satu sisi (unilateral cleft lip/ labioschizis unilateral)
Celah bibir satu sisi hanya mengenai satu sisi bibir saja, kanan atau kiri. Celah satu sisi
ini dibagi lagi menjadi:
1. Celah satu sisi lengkap (complete unilateral cleft lip) adalah celah pada satu sisi bibir
atas sampai ke lubang hidung, mengenai prosesus alveolaris dan kadang-kadang sampai palatum
durum dan palatum mole.
2. Celah satu sisi tidak lengkap (incomplete unilateral cleft lip) adalah celah pada satu
sisi bibir atas tanpa ada tanda-tanda anomali pada prosesus alveolaris.
b. Celah bibir dua sisi (bilateral cleft lip/labioschizis bilateral)
Celah bibir dua sisi ini mengenai kedua sisi kiri dan kanan. Celah bibir dua sisi
1. Celah dua sisi lengkap (complete bilateral cleft lip) adalah celah pada kedua sisi bibir
atas sampai ke lubang hidung, mengenai prosesus alveolaris dan kadang-kadang sampai ke
palatum durum dan palatum mole.
2. Celah dua sisi tidak lengkap (incomplete bilateral cleft lip) adalah celah pada kedua
sisi bibir atas tanpa ada tanda-tanda anomali pada prosesus alveolaris.3,9,23
Gambar 6. Perbandingan bentuk antara bibir normal, celah bibir unilateral, dan celah bibir bilateral (Dewi. Labioschizis. http://xa-dewie.blogspot.com/2012/02/labiochizis.html, 2 April 2012)25
Klasifikasi celah bibir dan langit-langit menurut Veau adalah :
1. Celah dari palatum mole saja
2. Celah dari palatum mole dan palatum durum, meluas ke depan ke foramen insisivus
3. Celah langit-langit unilateral komplit, biasanya bersamaan dengan celah bibir unilateral
Gambar 7. Klasifikasi celah bibir dan langit-langit menurut Veau.1.Celah dari palatum mole saja.2.Celah dari palatum mole dan palatum durum, meluas ke depan ke foramen insisivus. 3.Celah langit-langit unilateral komplit, biasanya bersamaan dengan celah bibir unilateral.4.Celah langit-langit bilateral komplit, biasanya bersamaan dengan celah bibir bilateral.
(Irga. Penatalaksanaan sumbing langit-langit.
http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/103/sumbing-langit-langit, 2 April 2012)26
Insidensi celah bibir memiliki banyak perbedaan di berbagai sumber. Deformitas celah
didapatkan pada kurang lebih 1 dari tiap 680 kelahiran. Dari jumlah tersebut, 10% hingga 30%
hanya mengenai bibir, 35-55% mengenai bibir dan palatum, dan 30-45% terbatas pada palatum
saja. Celah bibir dengan atau tanpa celah palatum lebih banyak didapatkan pada pria dengan
rasio 2:1. Namun demikian, celah palatum saja lebih banyak didapatkan pada wanita dengan
rasio serupa 2:1. Insidensi celah ini lebih tinggi pada bangsa Timur dan Kaukasia, dan lebih
Menurut Smith dan Johnson, insidensi celah bibir terjadi pada 1:1000 kelahiran pada
orang kulit putih, sedangkan pada orang kulit hitam 1:788 kelahiran. Di Jerman bagian selatan
dan Denmark insidensinya terjadi pada 1:600-700 kelahiran. Fogh Anderson menemukan bahwa
di Denmark terdapat 20% celah bibir dan langit-langit serta 25% hanya celah langit-langit.8
Fogh Anderson juga menyatakan bahwa perbandingan celah bibir pada pria terhadap wanita
adalah 2:1. Celah bibir biasanya terjadi pada bibir atas dan jarang sekali pada bibir bawah. Celah
bibir atas biasanya unilateral, perbandingan antara unilateral dengan bilateral adalah 4:1. Celah
bibir unilateral lebih banyak terdapat pada sisi kiri dibandingkan dengan sisi kanan dengan
BAB 3
METODE CRONIN
3.1 Definisi dan indikasi
Metode Cronin merupakan modifikasi dari metode Tennison dengan dasar triangular flap
yang pada prinsipnya mempertahankan bentuk cupid’s bow pada prolabium.1 Metode ini
merupakan metode alternative untuk rekonstruksi celah bibir yang diindikasikan untuk yang
celahnya lebar maupun sempit dengan hasil akhir berupa parut yang halus.1,4
3.2 Metode Cronin sebagai perawatan alternatif celah bibir unilateral
Banyak metode yang bisa dipilih untuk perawatan celah bibir unilateral, metode Millard
merupakan metode yang umum digunakan saat ini, tapi sebenarnya masih banyak metode yang
dapat dijadikan perawatan alternatif celah bibir, salah satunya metode Cronin.1
3.2.1 Desain insisi Cronin
Rekonstruksi celah bibir unilateral memerlukan pengukuran dan perencanaan yang
seksama dan teliti untuk mendapatkan hasil akhir yang bagus. Pada saat pasien sudah dianastesi,
Gambar 8. Desain Insisi Cronin (Cronin TD. A modification of the tennison-type lip repair. Texas:CACPA, 1965:376-382.)5
3.2.2 Keuntungan dan kerugian perawatan dengan metode Cronin
Sebenarnya banyak teknik rekonstruksi celah bibir yang berkembang dan dikerjakan oleh
para ahli bedah plastik, dan teknik-teknik tersebut tentu saja memiliki kelebihan serta
kekurangannya masing-masing. Cacat tetap yang terjadi bila tidak dilakukan rekonstruksi akan
menyebabkan penderita mengalami rasa rendah diri selamanya.1
Dipilih metode Cronin karena teknik ini memiliki keuntungan antara lain :
1. Didapatkan bentuk cupid’s bow yang baik dan alami
2. Flap dibuang sedemikian rupa sehingga vermillion cutaneus ridge terbentuk sempurna
3. Tidak terlalu banyak membuang jaringan sehingga hemat jaringan
4. Menghasilkan ketebalan yang baik pada bagian bawah dan tengah bibir.14
Disamping kelebihan yang dimiliki teknik ini, ada juga kekurangannya, yaitu :
1. Apabila tidak terjadi penyembuhan yang baik maka jaringan parut yang terbentuk dapat
[image:30.612.164.416.68.291.2]2. Terdapat kecenderungan adanya pertumbuhan yang tidak seimbang, terutama bila flap
segitiga yang dibuat salah satu lebih besar.14
3.3 Metode-metode lain dalam perawatan celah bibir unilateral
Untuk melakukan koreksi bedah celah bibir, banyak metode yang dapat dan lazim
digunakan oleh para dokter di seluruh dunia. Yang saat ini banyak diminati diantaranya metode
Millard, Barsky, Tennison, dan Le-Mesurier.
a. Metode Millard
Teknik ini disebut juga rotation-advancement repair . Pada teknik ini dilakukan
pemindahan sebagian jaringan lateral ke daerah dibawah columella sehingga cupid’s bow dapat
sebanyak-banyaknya dipertahankan. Teknik ini terutama digunakan pada celah bibir inkomplit
dan bibir yang lebar dan tebal serta batas mucocutaneus junction yang jelas.
G
[image:31.612.73.542.397.613.2]b. Metode Barsky
Metode Barsky merupakan metode yang umumnya digunakan untuk penutupan
prolabium yang pendek. Tujuan operasi celah bibir metode Barsky adalah untuk mendapatkan
ukuran prolabium yang panjang dan bentuk bibir yang bagus dan simetris.28
Gambar 10 . (a) desain metode Barsky sebelum operasi, (b) metode Barsky setelah operasi. (Wulandari DP, Soelistiono. Labioplasti metode barsky dengan anastesi lokal pada penderita celah bibir bilateral inkomplit..
Majalah Kedokteran Gigi. 2008; 15 (2):131-134)
c. Metode Le Mesurier
Le Mesurier menemukan rectangular flap yang berhubungan dengan metode Hagedorn
pada tahun 1962. Operasi Le Mesurier menghasilkan cupid’s bow sintetis yang hasilnya
[image:32.612.85.545.213.390.2]Gambar 11. Desain rekonstruksi celah bibir metode LeMesurier. (Demke, JC., Tatum CA. Analysis and evolution of rotation principles in unilateral cleft lip repair. Journal of Plastic, Recontructive & Aesthetic Surgery. 2011; 64:313-318)27
d. Metode Tennison
Metode Tennison merupakan metode triangular flap dari sisi lateral, dimasukkan ke
sudut dari sisi medial dari celah tepat diatas batas vermillion, melintasi filtrum sampai ke puncak cupid’s bow. Triangle ini menambah panjang di sisi terpendek dari bibir. Teknik ini
menghasilkan panjang bibir yang baik tetapi jaringan parut yang terbentuk terlihat lebih alami.21
[image:33.612.84.532.83.284.2] [image:33.612.90.519.494.678.2]BAB 4 PERAWATAN
Rekonstruksi celah bibir unilateral memerlukan pengukuran dan perencanaan yang
seksama dan teliti untuk mendapatkan hasil akhir yang bagus. Metode Cronin dengan dasar triangular flep yang prinsipnya mempertahankan cupid’s bow banyak diminati oleh para ahli
bedah plastik karena dengan desain sederhana memberikan hasil akhir yang bagus.1
Dalam menentukan rencana perawatan kasus bedah celah bibir, biasanya rekonstruksi
celah bibir dikerjakan sedini mungkin dan mengikuti kaidah the rule of ten, yaitu :1,3,11,14
1. minimal berumur 10 minggu
2. berat badan 10 pon (4,5 kg)
3. kadar hemoglobin 10 gr%
Agar hasil koreksi celah bibir memuaskan, maka perlu diperhatikan sembilan kriteria
antara lain adalah lima kriteria (Staffense, 1997) :14
1. Penyatuan kulit, otot, dan membran mukosa yang cermat
2. Dasar cuping hidung simetris
3. Vermillion border (batas merah bibir) simetris
4. Bibir harus mencuat
5. Jaringan parut minimal
Kemudian Musgrave (1997) menambahkan dua kriteria tambahan, yaitu:14
1. mempertahankan cupid’s bow dan vermillion cutaneous ridge
Onizuka (1986) menambahkan:14
1. Segitiga bibir harus terbentuk dengan jalan muscle suspension
2. Perlu dilakukan muscle management yaitu muscle splitting dan muscle interdigitating
agar terjadi penyatuan secara end to end yang diharapkan akan terjadi penyembuhan
alami.
Faktor-faktor yang manjadi pertimbangan dalam usaha melakukan koreksi celah bibir
secepat mungkin adalah :14
1. Dari segi kosmetik dan estetis jelas sekali wajah menjadi buruk
2. Menyulitkan penyusuan dan pemberian makan bayi.
3. Mengganggu bicara atau pengucapan setelah anak mulai belajar berbicara
4. Dari segi psikologis ada rasa rendah diri dan malu terhadap lingkungan sekitarnya dan
masyarakat.
4.1 Tindakan operasi 4.1.1 Praoperasi
Perawatan praoperasi sangat penting untuk mengetahui keadaan umum pasien sebelum
operasi. Informed concent kepada orang tua pasien tentang operasi yang akan dilakukan. Syarat
rule of ten juga harus dipenuhi. Pasien dipuasakan selama 4-6 jam sebelum operasi dan diberikan
profilaksis antibiotik injeksi sebelum operasi. Lakukan pemeriksaan fisik apakah ada kelainan
pada anak seperti otitis, rhinitis, atau kurang gizi. Lakukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
laboratorium seperti pemeriksaan Hb, laju endap darah, hitung jenis trombosit, dan lakukan foto
thorak. Jika ada kelainan, segera rujuk ke bagian yang berhubungan dengan kelainan tersebut.
4.1.2 Teknik operasi
Pasien dioperasi dengan anastesi umum. Tahapan operasi yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Buat desain insisi Cronin dengan menggunakan methylen blue. Ukur sisi tanpa celah pada bibir seperti yang digambarkan oleh Brauer. Tandai dasar columella dengan A”. Tandai E” pada
puncak cupid’s bow. Jarak antara A” dan E” adalah panjang vertikal pada bibir. Pada bayi usia
sekitar 10 bulan adalah sekitar 10 mm. Oleh karena itu, rencana perawatan saat tindakan operasi
untuk panjang vertikal ini dikurangi 1 mm menjadi 9 mm pada pasien celah bibir.5
Gambar 8 . Desain Insisi Cronin Desain Insisi Cronin (Cronin TD. A modification of the tennison-type lip repair. Texas:CACPA, 1965:376-382.)5
[image:36.612.172.436.294.556.2]Gambar 14. Tandai X pada bagian terendah cupid’s bow. Desain Insisi Cronin (Cronin TD. A modification of the tennison-type lip repair. Texas:CACPA, 1965:376-382.)5
3. Pada jarak yang sama antara E” dengan X, tandai puncak cupid’s bow pada sisi celah dan
tandai dengan E. Titik ini sudah dekat dengan ujung vermillion cutaneous ridge.5
4. Gambarkan garis dari sudut kanan ke vermillion cutaneous ridge melalui E, diperpanjang 1
mm pada kulit ke D.5
5. Gambarkan garis B – C dengan panjang sekitar 4 mm, dimulai dari vermillion border dan
melalui titik D. Garis ini seharusnya membentuk sudut yang sedikit tajam dengan
vermillion ridge sehingga flep C – D – E – X akan memutar ke bawah dengan lebih
mudah. Jika garis B – C dibuat 900 atau lebih, maka flep tidak bisa berputar ke bawah
dengan baik. Garis B – C sebaiknya tidak melebihi garis A” – E” karena bekas lukanya
[image:37.612.194.434.83.322.2]panjang 1 mm daripada garis C – D. untuk mempermudah, D – E harus sama panjangnya
dengan D – B.5
6. Titik A diletakkan pada basis columella. Titik A dan B dihubungkan.5
7. Pada sisi celah tandai E’ pada titik paling medial dimana vermillion masih tebal dan
vermillion ridge masih ada.5
8. Gambar garis pada sudut kanan ke vermillion ridge melalui E’, perpanjang 1 mm pada kulit ke D’ dan semua titik yang melalui vermillion.5
9. Tandai A’ pada basis ala sehingga, ketika kira-kira di A, ala akan simetris dengan sisi
normal.5
10. Sisi normal bibir adalah 10 mm, tetapi seperti disebutkan sebelumnya, direncanakan untuk
membuat bibir lebih pendek 1 mm (atau menjadi 9 mm) pada sisi yang dirawat. Jarak antara A – B harus sama dengan A’ – B’. Jumlah antara A’ – B’ dan D’ – E’ dikurangi dari
9 mm. Panjang yang direncanakan pada sisi celah, memberi dimensi pada basis flep triangular B’ – C’ – D’. satu titik diletakkan di tengah A’ dengan titik yang dipisahkan oleh
jarak yang sama dengan A – B. titik lain diletakkan di tengah-tengah D’ dan titik tersebut
diatur sesuai dengan ketebalan dasar flep yang diinginkan. Titik B’ diletakkan pada lokasi
dimana garis A’ – B’ dan C’ – B’ berpotongan.5
11. Titik C’ ditandai dengan mengikuti pola : C’ – B’ harus sama dengan C – B dan C’ – D’ harus sama dengan C – D.5
12. Ketika titik-titik tersebut telah ditandai semua, secara langsung pada permukaan kulit,
sebuah jarum #25 yang didisinfeksi dengan methylene blue dan kulit ditusuk pada setiap
titik, sehingga akan menghasilkan tanda yang tidak hilang jika dicuci. Titik-titik ini
13. 1 – 1 ½ cc dari xylocaine 1% dengan adrenalin 1:100.000 disuntikkan ke dalam sulkus dan
area operasi, hati-hati dan usahakan pengubahan terhadap bibir sekecil mungkin. Biarkan selama kurang lebih 8 – 10 menit untuk mendapatkan efek vasokonstriksi dari adrenalin,
mukosa pada sulkus diinsisi dan jaringan bibir dipotong dari periosteum secukupnya saja
sampai kira-kira aman.5
Gambar 15. Rekonstruksi celah bibir metode Cronin. Desain Insisi Cronin (Cronin TD. A modification of the tennison-type lip repair. Texas:CACPA, 1965:376-382.)5
14. Seorang asisten memegang sebuah tongue blade kayu dengan rapat dibawah bibir, bibir
direkatkan lebih kuat dengan menekan dekat garis insisi dengan menggunakan jari telunjuk
kiri operator. Bibir diinsisi dengan pisau #15 dengan hati-hati dan dipotong sepanjang garis
dan dari sudut kanan permukaan kulit. Perpotongan D – E dan D’ – E’ dijaga jangan sampai memperpanjang potongan di titik D dan D’ karena lukanya akan menghasilkan efek
[image:39.612.158.428.225.469.2]15. Sebuah benang jahit 4-0 biasa dimasukkan ke otot dibawah ala dan columella dan ditarik
dengan rapi untuk memeriksa kesejajaran yang tepat.5
16. Lakukan penjahitan. Kemudian bagian bibir yang berada diantara jari, dijahit dengan
benang sederhana 4-0 ke dalam otot dan dibawa ke setiap titik di sudut yang berlawanan.
Setelah itu tidak ada digunakan lagi penjahitan otot.5
17. Beberapa sudut kulit kemudian dijahit dengan jarum yang tajam dan benang yang baik,
seperti dermalon 6-0.5
18. Vermillion ridge dengan hati-hati direkatkan dengan penjahitan pada setiap sisinya,
sehingga kerusakan ridge akibat skar bekas penjahitan akan terhindarkan. Permukaan
mukosa dijahit dengan benang jahit biasa 4-0, dan perbaikan selesai dilakukan.5
19. Aplikasikan salep antibiotik pada garis penjahitan, dan dressing untuk mengangkat
eksudat sisa operasi. Perban dibuka 24 jam kemudian dan hasil dapat dilihat. 5
20. Bibir dirawat setelah satu minggu setelah jahitan dibuka dengan salap antibiotik dan
perban tipis.5
4.1.3 Perawatan pascabedah
Perawatan pascabedah sangat penting untuk penyembuhan anak setelah operasi. Yang
harus diperhatikan adalah keadaan umum anak, pemberian makanan, aktivitas anak, perawatan
bibirnya, dan perawatan lanjutan. Untuk anak yang masih menyusui, setelah operasi boleh
langsung disusui. Namun ada beberapa dokter yang menganjurkan untuk memberikan makanan
lewat NGT sampai 10 hari setelah operasi, kemudian baru boleh diberikan makanan seperti
Periksa ulang hemoglobin, awasi tanda-tanda vital, dan kemungkinan perdarahan.
Obat-obatan diberikan antibiotik injeksi selama 3 hari, analgetik injeksi selama 3 hari,dan sirup
vitamin. Kontrol dilakukan 14 hari setelah operasi. 1
Instruksikan kepada orang tua untuk tidak memberikan dot atau mainan yang
permukaannya tajam selama dua minggu setelah operasi. Garis jahitan luka yang terbuka pada
dasar bibir dan hidung dapat dibersihkan dengan menggunakan cotton swabs yang dicelupkan ke
hidrogen peroksida serta salep antibiotik dapat diberikan beberapa kali sehari. Dapat terjadi
eritema dan rasa kebas pada daerah bekas operasi 4 – 6 minggu setelah operasi dan secara
bertahap mulai meningkat 6 – 12 bulan setelah rekonstruksi. Kedua orang tua juga diinstruksikan
untuk memijat bibir atas selama fase ini dan mencegah anak untuk menempatkannya dibawah
paparan sinar matahari langsung sampai skarnya sembuh.1
Dianjurkan untuk melakukan kunjungan ke dokter yang terlibat dalam rekonstruksi celah
bibir secara berkala. Kebersihan gigi dan mulut harus selalu diperhatikan, berbicara dan
mendengar harus selalu dilatih, evaluasi serta konsultasi ke psikolog untuk penatalaksanaan
psikososialnya.1
Koreksi pada nasal harus dilakukan untuk mengembalikan kartilago hidung yang
simetris, mendapatkan ujung hidung yang kosmetis, dan mendapatkan hubungan yang seimbang
antara bibir dan hidung.1
4.1.4 Komplikasi
Komplikasi dari celah bibir bila tidak dioperasi adalah secara fisik membuat kesulitan
kosmetik, dan gangguan bicara berupa suara sengau. Komplikasi yang dapat timbul pada operasi adalah
BAB 5 KESIMPULAN
Celah bibir merupakan suatu kelainan wajah kongenital sejak lahir yang terjadi akibat
kegagalan bersatunya prosesus maksilaris dengan prosesus medial nasal. Celah bibir biasanya
unilateral dan lebih sering terjadi pada sisi kiri. Penyebab yang pasti dari celah bibir sampai saat
ini belum diketahui dengan pasti, diduga ada beberapa faktor yang menyebabkannya, yaitu faktor
herediter dan lingkungan. Faktor herediter meliputi mutasi gen dan kelainan kromosom,
sedangkan factor lingkungan meliputi nutrisi, obat-obatan, penyakit, psikologi, radiasi, trauma,
merokok, embriologis, penggunaan alkohol dan narkotika, serta usia ibu saat hamil.
Tindakan bedah yang dilakukan berdasarkan patokan rule of ten. Tindakan bedah yang
dilakukan dengan metode Cronin memberikan hasil yang baik dari segi estetik dan
fungsionalnya. Metode Cronin dapat dijadikan teknik alternatif untuk mengoreksi celah bibir
DAFTAR PUSTAKA
1. Soelistiono H. Operasi celah bibir unilateral komplit pada bayi usia 6 bulan dengan teknik
cronin. Maj Ked Gi Juni 2006; 21(2): 69-74.
2. Children I. Bibir sumbing: penanganan celah bibir (cleft lips) bibir sumbing (cheiloschisis)
da n cela h la ngit-la ngit (cleft palate/palatoschisis). Koran Indonesia sehat. 2 Desember 2009.
<http://koranindonesiasehat.wordpress.com> (10 Januari 2012)
3. Komarjadi W. Koreksi bedah celah bibir atas unilateral dengan metoda tennison cronin.
Kumpulan karya tulis ilmiah 1965: 116-121.
4. Anonymous. Labioplasty unilateral sinistra dengan metode cronin. 7 Oktober 2008.
<http://6i6i.wordpress.com/2008/10/7/labioplasty-unilateral-sinistra-dengan-metode-cronin>.(15 Januari 2012).
5. Cronin TD. A modification of the tennison-type lip repair. Texas:CACPA, 1965:376-382.
6. Anonymous. Cleft lip and palate. <http//en.wikipedia.org/wiki/cleft_lip_and_palate> . (25
Maret 2012)
7. Dinar A. Faktor hereditas dan kaitannya dengan aspek biologi molekuler pada kasus cleft
lip a nd pa la te (la biogna thopa la toschizis). 6 Juli 2009.
<http:www.doctorwannabe.blogspot.com>. 17 Juni 2012
8. Oosten DH. Celah bibir (cleft lips) dan celah langit-langit (cleft palate). 4 Mei 2010.
<http://potoloodental.blog.com/?p=121>. (25 Maret 2012)
9. Lee KJ. Essential otolaryngolory head and neck surgery. 8th edition, Mc Graw Hill 2003:
10. Apostol D. The onizuka technique in treating the cleft lip and palate. Jurnalul Pediatrului
2008; 11: 45-48.
11. Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih Bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta:
EGC, 1996:340
12. Irga. Penatalaksanaan unilateral cleft lip. 8 Maret 2009. <http://dokterirga.com> . (21 Mei
2012)
13. Purnomo TPH, Kuswandari S, Utomo RB. Penatalaksanaan kasus ketegangan otot bibir
pa da ana k pa sca opera si cela h bibir dengan lip bumper. J Ked Gi 2009; 1: 93-100
14. Asmoro D, Soesanto. Labioplasty teknik tennison dengan bius lokal pada penderita
complete unila tera l la biopa la toschizis. Maj Ked Gi 1997;30(3): 101-103.
15. Sianita PP, Alawiyah T. Kelainan celah bibir serta langit-langit dan permasalahannya
da la m ka ita n dengan intera ksi sosia l da n perila ku (ka jia n pusta ka ). Jitekgi 2011; 2(2):
42-46.
16. Shivaprakash PK, Joshi HV, Noorani H,Reddy V. Ectrodactyly, ectodermal dysplasia, and
cleft lip/pa la te syndrome: A ca se report of "Incomplete syndrome" .
<http://www.contempclindent.org/>. (17 Juni 2012.)
17. Anonym. Cra niosynostoses, Syndromic (cra niofa cia l dysostosis).
<http://imaging.consult.com>. (17 Juni 2012)
18. Conners GP. Van der Woude Syndrome. <
http://emedicine.medscape.com/article/950823-overview#a0199> .(17 Juni 2012)
19. Anonym. Celah bibir, penyebab, dan penanggulangannya . 2 Maret 2008.
20. Anonym. La bioschisis da n labiopa la toschisis. 5 April 2008. <http://www.riyadi’corner.com/contoh-makalah-labioschisis-dan-labiopalatoschisis.html>
(25 Mei 2012)
21. Edha. Langkah-langkah penanganan cleft lip and palate. <http://edhasroom.blogspot.com>
(21 Mei 2012)
22. Stanier P, Moore GE. Genetics of cleft lip and palate: syndromic genes contribute to the
incidence of non-syndromic clefts. Hum.Mol.Genet. Oxford Journals 2004; 13: 73-81
23. Lalwani AK. Current diagnosis & treatment in otolaryngology – hea d & neck surgery. New
York: a Lange medical book 2008: 323-339
24. Anonym, Cela h bibir unila tera l da n bila tera l. 25 April 2009.
<http://www.diagnosa.info/2009/09/sedikit-mengenal-celah-bibir-dan-langit.html>. (2 April
2012)
25. Dewi. Labioschizis. 3 Juli 2008. <http://xa-dewie.blogspot.com/2012/02/labiochizis.html>.
(2 April 2012)
26. Irga. Pena ta la ksa naa n sumbing la ngit-la ngit. 8 Juli 2007.
<http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/103/sumbing-langit-langit> (2 April
2012)
27. Demke, JC., Tatum CA. Analysis and evolution of rotation principles in unilateral cleft lip
repa ir. Journal of Plastic, Recontructive & Aesthetic Surgery. 2011; 64:313-318
28. Wulandari DP, Soelistiono. Labioplasti metode barsky dengan anastesi lokal pada penderita
cela h bibir bila tera l inkomplit.Majalah Kedokteran Gigi. 2008; 15 (2):131-134)
29. Pratiwi S. Post labioplasty pada pasien labioschizis unilateral incomplete sinistra.