BAB 1 PENDAHULUAN
Celah bibir (cleft lip) merupakan suatu kelainan genetik yang didapat sejak lahir, berupa
celah bibir atas, baik satu sisi maupun dua sisi yang dapat mengenai sebagian bibir atau mungkin
mencapai dasar hidung, yang telah dikenal sejak lama, dan juga merupakan suatu fenomena
sosial di masyarakat.1,2,3 Para dokter dan ahli bedah plastik di dunia juga telah mengembangkan
berbagai metode untuk menanggulanginya. Setiap metode memiliki ciri khasnya masing-masing
serta kelebihan dan kekurangannya. Banyak metode penanganan bedah celah bibir yang ada,
diantaranya yang paling sederhana adalah metode linear atau straight line, metode triangular
yang dianut oleh Tennison, Cronin, Randall, metode quadrangular, dan metode rotation yang
dianut oleh Millard.3 Metode Cronin merupakan suatu teknik alternatif untuk operasi celah bibir,
baik untuk yang celahnya sempit maupun yang lebar sekali dengan hasil parut yang lebih
halus.1,4 Metode Cronin yang juga merupakan modifikasi dari metode Tennison adalah teknik
dengan dasar triangular flap, yang prinsipnya mempertahankan bentuk cupid’s bow pada prolabium.1,5
Celah bibir dapat terjadi hanya pada satu sisi kanan atau kiri bibir (unilateral), namun
juga dapat terjadi pada kedua sisi (bilateral) secara simetris maupun tidak simetris.6 Celah bibir
adalah kelainan kongenital pada bibir atas yang membentuk celah yang disebabkan oleh
kegagalan bersatunya prosesus maksilaris dan prosesus medial nasal saat masih berbentuk
embrio.1 Celah yang terdapat pada daerah mulut dan wajah dihasilkan oleh suatu mekanisme
yang tidak lengkap dari dua faktor yaitu gen dan lingkungan.1,7 Celah bibir menyebabkan
gangguan fungsi bicara, pendengaran, pengunyahan, penelanan, pertumbuhan dan perkembangan
rahang, erupsi dan susunan gigi, dan juga estetis. 1,5,7
Faktor penyebab terjadinya celah bibir masih sebatas dugaan, belum ada penyebab
pastinya.1,6 Celah bibir diduga disebabkan oleh dua faktor, yaitu genetik dan lingkungan. Pola
penurunan herediter adalah mutasi gen dan kelainan kromosom. Brophy (1971) menyatakan
bahwa kelainan ini tidak selalu serupa, bervariasi antara celah bibir unilateral dan bilateral. Pada
beberapa contoh tampaknya mengikuti hukum Mendel dan pada kasus lainnya distribusi kelainan
tidak beraturan. Schroder mengatakan bahwa 75% dari faktor keturunan yang menimbulkan
celah bibir adalah resesif, sedangkan 25% lainnya dominan.8 Kelainan kromosom yang
menyimpang dan mengakibatkan terjadinya celah bibir antara lain trisomi 13 (patau), trisomi 15,
trisomi 18 (edwards), dan trisomi 21.7,8,9,10 Sedangkan faktor lingkungan diantaranya faktor usia
ibu, obat-obatan, nutrisi, daya pembentukan embrio menurun, penyakit infeksi, radiasi, stress
emosional, dan trauma. Campuran keduanya seperti akibat radiasi juga dapat mencetus
terjadinya celah bibir.1,2,3,8
Banyak pendapat berbeda di literatur mengenai insidensi celah bibir. Ada yang
menyebutkan insidensi celah terjadi kurang lebih 1 dari tiap 680 kelahiran dan pendapat lain
menyebutkan insidensi terjadi 1 dari tiap 800 kelahiran.3,11 Literatur lain menyebutkan insidensi
celah bibir terjadi 1 dari tiap 1000 kelahiran.9 Dari jumlah tersebut, 10% hingga 30% hanya
mengenai bibir, 35-55% mengenai bibir dan langit-langit, dan 30-45% terbatas pda langit-langit
saja. Celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit lebih banyak didapatkan pada pria dengan
rasio 2:1. Namun demikian, celah langit-langit saja lebih banyak didapatkan pada wanita dengan
rasio serupa, yaitu 2:1. Insidensi celah ini lebih tinggi pada bangsa Timur dan Kaukasia, dan
lebih rendah pada bangsa kulit hitam.11
Rekonstruksi celah bibir yang dilakukan bertujuan untuk memudahkan bicara, menelan,
dan mengembalikan fungsi estetis.11 Selain itu pembedahan juga bertujuan untuk
mengembalikan keutuhan bentuk, bagian-bagian dan kesimetrisan bibir, penyatuan yang baik
dari kulit, otot, dan mukosa bibir, mengembalikan fungsi muskulus orbikularis oris,
mendapatkan keseimbangan antara dasar hidung dan lubang hidung, dan mengusahakan agar
parut yang dihasilkan terlihat seminim mungkin.1,3,13,14