• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Spritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan Hubungan Spiritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Kelua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Spritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan Hubungan Spiritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Kelua"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Saya yang bernama Mariana Simangunsong (091101055) adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Hubungan Spiritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Untuk keperluan tersebut saya memohon kesediaan bapak/ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaan bapak/ibu untuk mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan bapak/ibu.

Partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga bapak/ibu bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Identitas bapak/ibu dan semua informasi yang bapak/ibu berikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini.

Terimakasih atas partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini.

Medan, Maret 2013

Peneliti Responden

(2)
(3)

Lampiran 3

Taksasi Dana Penelitian

1. Persiapan Proposal

- Biaya kertas dan tinta print proposal Rp. 100.000, - Biaya untuk pengadaan tinjauan pustaka Rp. 100.000, - Perbanyak Proposal Rp. 50.000, - Sidang Proposal Rp. 100.000,- 2. Pengumpulan Data

- Biaya pulsa Rp. 100.000,-

- Biaya penelitian Rp. 100.000,- - Biaya transport Rp. 150.000,- - Penggandaan Kuesioner Rp. 100.000,- 3. Analisa Data dan Penyusunan Laporan Perbaikan

- Biaya kertas dan tinta print skripsi Rp. 100.000,-

- Penjilidan Rp. 200.000,-

- Penggandaan laporan penelitian Rp. 200.000,- - Biaya Sidang Skripsi Rp. 100.000,-

(4)

Lampiran 4

INSTRUMEN PENELITIAN

Hubungan Spritualitas dengan Strategi Koping Keluarga dalam Menghadapi Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah

Sakit Jiwa Pemprovsu Medan.

Instrumen dalam penelitian ini adalah kuisioner data demografi responden, kuesioner spiritualitas, dan kuesioner koping. Kuesioner ini akan digunakan dalam melakukan

pengumpulan data terhadap responden penelitian.

Ada dua bagian yang termasuk di dalam instrumen penelitian ini yaitu :

(5)

Kode :

Tanggal :

Petunjuk Umum Pengisian

Saudara/I (Responden) diharapkan:

1. Menjawab pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda checklist (√) pada setiap tempat yang disediakan.

2. Semua pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

3. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti. 1. Kuisioner Data Demografi

1. Keluarga yang merawat pasien :

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Umur : tahun

Agama : Islam Kristen Hindu Buddha 2. Pekerjaan Keluarga : PNS ABRI Wiraswasta

Petani Kary. Swasta Lain 3. Tingkat Pendidikan : Tidak Sekolah SD SLTP

SLTA Akademi S1 Lain 4. Hubungan dengan pasien : Ayah Ibu Saudara Kandung 5. Pasien anak ke : dari bersaudara

6. Jenis Kelamin Pasien : laki-laki perempuan 7. Pengeluaran untuk pasien dalam 1 bulan :

(6)

9. Yang membiayai pengobatan :

10. Daerah Asal :

11. Memiliki Askes/Jamkesmas :

II. KUESIONER

Skala Spiritual

Berilah tanda centang / check list (√) di tempat yang telah disediakan pada jawaban yang bapak/ibu anggap paling tepat sesuai dengan kenyataan yang bapak/ibu rasakan. Isilah pernyataan dibawah ini dengan sejujur-jujurnya dan mohon kerja samanya dalam pengisian kuisioner di bawah ini, terima kasih. Pernyataan ini berisi tentang spiritualitas yang anda rasakan selama 2 atau 3 minggu belakangan ini.

1. Apakah kepercayaan anda menimbulkan perasaan gelisah dalam kehidupan anda? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

2. Apakah anda merasa hidup anda bermakna saat ini?

Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

3. Seberapa besar kepercayaan anda memberikan kekuatan dalam menghadapi kesulitan? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

4. Seberapa besar harapan yang anda miliki dalam hidup ini?

(7)

Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

6. Apakah perhatian dari orang lain memberikan pengaruh untuk memperoleh ketenangan dalam hidup anda?

Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

7. Apakah anda memperoleh pengalaman yang mampu mengubah hidup dari sekitar anda ? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

8. Apakah anda merasa tidak cocok berhubungan dengan orang di sekitar anda? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

9. Apakah anda merasa damai ketika melihat/membayangkan keindahan alam? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

10. Seberapa banyak waktu yang anda luangkan untuk relakasi seperti rekreasi selama bulan terakhir ini?

Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

11. Apakah anda bersyukur terhadap hal-hal di alam yang bisa anda nikmati? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

12. Adakah pengaruh bercerita dengan orang lain dalam memberikan ketenangan dalam hidup anda?

(8)

13. Seberapa sering anda beribadah/berdo’a akhir-akhir ini?

Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

14. Apakah anda menganggap diri anda menjadi orang yang religius? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

15. Apakah anda merasa kecewa kepada Tuhan atas beberapa hal?

Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

16. Apakah anda merasakan kedamaian saat berhubungan dengan Tuhan ketika berdoa/ibadah?

(9)

Skala Koping Keluarga

Pernyataan di bawah ini merupakan penjelasan perasaan dan persepsi tentang pengalaman keluarga. Untuk setiap pertanyaan berikanlah tanda (√) di tempat yang menggambarkan keberlakuan pernyataan tersebut dalam kehidupanan sehari – hari. Keberlakuan untuk setiap pertanyaan dapat dinyatakan sebagai berikut.:

Tidak pernah = 1 Sering = 3

Kadang – kadang = 2 Selalu = 4

NO PERNYATAAN TP KD SR S

1 Saya berusaha untuk melakukan banyak hal terhadap situasi yang sedang saya hadapi

2 Saya berusaha membuat langkah-langkah apa yang harus saya lakukan

3 Saya mencari solusi atas masalah yang sedang terjadi 4 Saya menerima kenyataan yang terjadi

5 Saya berusaha membuat situasi menjadi menyenangkan 6 Saya berusaha menemukan kenyamanan dalam keyakinan

saya

7 Saya mendapatkan dukungan emosi dari orang lain

8 Saya berusaha untuk mendapatkan saran atau bantuan dari orang lain tentang apa yang harus dilakukan

9 Saya melakukan kegiatan lain untuk mengalihkan pikiran saya

10 Saya mengatakan pada diri sendiri bahwa "ini tidak nyata” 11 Saya mengatakan hal baik pada diri saya sendiri untuk

menghilangkan pikiran

12 Saya menggunakan alkohol atau narkoba agar saya merasa lebih baik

13 Saya sudah menyerah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan saya

14 Saya mengkritik diri saya sendiri

(10)

Lampiran 5

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Mariana Simangunsong

Tempat Tanggal Lahir : Padang, 15 Agustus 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Terompet 16A, Pasar 1 Padang Bulan, Medan Riwayat Pendidikan :

1. 1997-2003 : SD. N. No. 06 Padang Besi, Indarung, Padang 2. 2003-2006 : SMP N. 8 Padang

(11)

Lampiran 6

Hasil Analisa Data ReliabilityStatistics

Spiritualitas Cronbach's

Alpha

N of Items .939 16

Distribusi Frekuensi dan Persentase Spiritualitas Statistics

Spiritual Keluarga

N Valid 56

Missing 0 spiritual keluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid spiritualitas

sedang 15 26,8 26,8 26,8

spiritualitas

tinggi 41 73,2 73,2 100.0

Total 56 100.0 100.0

Reliability Statistics Koping Cronbach's

(12)

Distribusi Frekuensi dan Persentase Koping

Statistics Koping Keluarga

N Valid 56 Missing 0

Koping Keluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Adaptif 56 100 100 100

Maladaptif 0 0 0 0

Total 56 100.0 100.0

Hasil Analisa Bivariat Correlations

spiritual koping Spearman's rho spiritual Correlation Coefficient 1.000 .278*

Sig. (2-tailed) . .038

N 56 56

koping Correlation Coefficient .278*

1.000

Sig. (2-tailed) .038 .

N 56 56

(13)

Lampiran 7

Tabel distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan spiritual keluarga (n = 56)

Hubungan Dengan Diri Sendiri Tingkat Spiritualitas n (%)

TA S C B SB

Apakah kepercayaan anda menimbulkan perasaan gelisah dalam kehidupan anda?

0 Apakah anda merasa hidup anda bermakna saat ini? 0

(0) Seberapa besar kepercayaan anda memberikan

kekuatan dalam menghadapi kesulitan?

0 Seberapa besar harapan yang anda miliki dalam hidup

ini?

Hubungan Dengan Orang Lain Tingkat Spiritualitas n (%)

TA S C B SB

Apakah kepercayaan spiritual membantu anda dalam memahami orang lain? Apakah perhatian dari orang lain memberikan

pengaruh untuk memperoleh ketenangan dalam hidup anda? Apakah anda memperoleh pengalaman yang mampu

mengubah hidup dari sekitar anda ?

0 Apakah anda merasa tidak cocok berhubungan dengan

orang di sekitar anda?

0

Hubungan Dengan Alam Tingkat Spiritualitas n (%)

TA S C B SB

Apakah anda merasa damai ketika melihat/membayangkan keindahan alam? Seberapa banyak waktu yang anda luangkan

untuk relakasi seperti rekreasi selama bulan terakhir ini? Apakah anda bersyukur terhadap hal-hal di alam

yang bisa anda nikmati?

0 Adakah pengaruh bercerita dengan orang lain

(14)

Hubungan Dengan Tuhan Tingkat Spiritualitas n (%)

TA S C B SB

Seberapa sering anda beribadah/berdo’a akhir-akhir ini? Apakah anda menganggap diri anda menjadi orang

yang religius? Apakah anda merasa kecewa kepada Tuhan atas

beberapa hal? Apakah anda merasakan kedamaian saat

berhubungan dengan Tuhan ketika berdoa/ibadah? 0

Tabel distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan strategi koping keluarga (n = 56)

Koping Keluarga Tingkat Koping n (%)

TP KD SR S

Saya berusaha membuat langkah-langkah apa yang harus saya lakukan Saya menerima kenyataan yang terjadi 0

(0) Saya berusaha membuat situasi menjadi menyenangkan 0

(0) Saya mengatakan pada diri sendiri bahwa “ini tidak nyata” 50

(89,3) Saya mengatakan hal baik pada diri saya sendiri untuk

menghilangkan pikiran Saya menggunakan alkohol atau narkoba agar saya merasa

lebih baik Saya sudah menyerah dalam menghadapi

kesulitan-kesulitan ini

Saya mengkritik diri saya sendiri 54

(96,4) Saya berusaha untuk melakukan banyak hal terhadap situasi

yang sedang saya hadapi

0 Saya mencari solusi atas masalah yang sedang terjadi 0

(0) Saya berusaha menemukan kenyamanan dalam keyakinan

(15)

(0) (8,9) (66,1) (25) Saya berusaha untuk mendapatkan saran atau bantuan dari

orang lain tentang apa yang harus saya lakukan

0 (0)

0 (0)

22 (39,3)

34 (60,7) Saya melakukan kegiatan lain untuk mengalihkan pikiran

saya

2 (3,6)

17 (30,4)

20 (35,7)

(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)

DAFTAR PUSTAKA

Aldridge, D. (2001). Prayer and Spiritual Healing and Medical Setting. Diunduh dari http : //www.ijhc.org/./free Journal/0601 articles/Aldridge-1-1-asp.com/ pada tanggal 11 November 2012. Arikunto. (2005). Prosedur Penelitian. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Brunner and Suddarth (2001). Medical Surgical of Nursing (terjemahan). Jakarta : EGC.

Calderon, R. & Greenberg, M.T. (1999). Stress and coping in Hearing Mothers of Children With Hearing Loss : Factor Affecting Mother and Child Adjustement. American Annals of the Deaf. Diunduh dari http : //www.Findarticles.com pada tanggal 19 November 2012. Carson, (2003). Spirituallity in Nursing Practice. Baltimore : Maryland.

Chairunnisya. (2007). Fenomena Perantaian Penderita Gangguan Jiwa. Diunduh dari November 2012.

Chandra, V (2005). Cara Pencegahan dan Pengobatan Gangguan Jiwa. Dibuka pada websit 14 Juni 2013

Dahlan, M.S. (2008). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan : Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat Ed.3. Jakarta : Salemba Medika.

Fortinash & Holoday.(2000). Psychiatric Mental Health Nursing. Missouri : Mosby.

Friedman, M. M. (1992). Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktek. Jakarta: EGC.

Friedman, M.M.(1998). Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

(22)

Grayson, S.(2001). Spiritual Healing, (edisi 1). Semarang : Dahara Prize. Hamid, A.Y, (1999). Buku Aspek Spiritual Dalam Keperawatan. Jakarta :

Widya Medica.

Hart, J.A.(2002). Spirituality and Palliative care. Diunduh dari http : //www.nirh.htm pada tanggal 20 November 2012.

Hawari. (2001). Manajemen stress, cemas dan depresi. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Heriwidodo, P. (2007). Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Dr.Amino Gondohutomo. Diunduh dari tanggal 12 November 2012.

Hidayat, A.A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi kedua. Jakarta : Salemba Medika

Keliat, B. A. (1996). Pera Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa. Jakarta : EGC

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., et al. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 7. Volume 2. Jakarta:EGC

Lim, A. (2007). Konsep stress dan adaptasi. Dibuka pada website

Muta’din. (2002). Psikologi Kesehatan : Pengantar untuk perawat dan Profesional Kesehatan lain. Jakarta : EGC.

Muta’din. (2003). Strategi koping. Diunduh dari http: //www.psikologi.com/remaja/22070702.htm pada tanggal 17 November 2012.

Niven, N.(2001). Psikologi Kesehatan : Pengantar untuk perawat dan Profesional kesehatan lain. Jakarta : EGC.

(23)

Nursalam. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, Jakarta : Sagung Seto

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Polit & Hungler. (1995). Essential of Nursing Research. Philadelphia: Lippicott

Prijosaksono, A dan Erningpraja, 1.(2003). Spiritualitas dan Kualitas Hidup. Diunduh dari http : //www.sinarharapan.co.id/mandiri/2003.htm. Pritzlaff, A. (2001). Examing The Coping Strategies of Parents who Have

Children with Disabilities. Diunduh dari http : //www. Uwstout. Edu/lib/thesis/2001/2001 Pritzlaffa.pdf pada tanggal 10 November 2012.

Punchalski,C.(2004). Spirituality and Health. Diunduh dari http : //www.Gwish % News Files id 76 1.thm pada tanggal 22 November 2012

Rasmun (2004). Stres, koping dan adaptasi : teori dan pohon masalah keperawatan. Edisi pertama. Jakarta : Sagung Seto.

Rivai (1996). Program Pertemuan dan Penyuluhan Keluarga Klien Dalam Konteks Asuhan Keperawatan di RSJP Bogor. Dibuka pada

website

Sasanto (2005). Cara pencegahan dan pengobatan gangguan jiwa. Dibuka pada websit

Sekaran,U, (1992). Research Methods for Busines. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

(24)

Suprajitno. (2004). Asuhan keperawatan keluarga aplikasi dalam praktek. Jakarta: EGC

Suryani, L.K. (2005). Faktor-faktor penyebab gangguan jiwa. Diunduh dari

Tarjum. (2008). Sakit Jiwa=aib?. Dibuka pada website

Videback, Sheila. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Wahyuni, Arlinda Sari. (2007). Statistika Kedokteran (disertai aplikasi dengan SPSS). Jakarta Timur: Bamboedoea Communication.

(25)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

Variabel independen

Variabel dependen

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

Skema 3.1. Kerangka penelitian Hubungan Spritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa.

Spiritualitas :

- Hubungan dengan Tuhan - Hubungan dengan diri sendiri - Hubungan dengan orang lain - Hubungan dengan lingkungan

(26)

3.2. Defenisi Operasional

Tabel 1. Defenisi operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Skala Skor Spiritualitas orang lain dan alam.

(27)

3.3. Hipotesa

(28)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitan ini adalah deskriptif korelasi yang mengidentifikasi hubungan spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. 4.1.1. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki dan merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di unit rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara bulan Oktober 2012 dengan jumlah sekitar 377 orang.

2. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan kriteria

yang dikehendaki peneliti (Hidayat, 2007). Adapun kriteria sampel yang digunakan terdiri dari :

1) Keluarga yang memiliki atau yang merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

2) Keluarga pasien dengan usia 18-60 tahun yang merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

(29)

memberikan pedoman penentuan jumlah sampel, sebaiknya ukuran sampel diantara 30 s/d 500 elemen. Oleh karena itu jumlah sampel pada penelitian ini adalah 15% dari 377 orang yaitu sebanyak 56 orang.

4.1.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 04 Maret hingga 24 Juni 2013. Lokasi penelitian ini dipilih oleh peneliti karena merupakan Rumah Sakit Pemerintah yang khusus menangani masalah kesehatan jiwa dan jumlah pasien yang di rawat jalan sangat banyak.

4.1.3. Pertimbangan Etik

(30)

4.1.4. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner. Instrumen ini terdiri dari tiga bagian yaitu : Kuesioner Data Demografi, Kuesioner Spritualitas dan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa.

1. Kuesioner Data Demografi

Pada bagian pertama instrumen penelitian adalah kuesioner data demografi yang meliputi jenis kelamin, umur, agama responden, pekerjaan, tingkat pendidikan responden, hubungan dengan pasien, jenis kelamin pasien, daerah asal, lamanya pasien sakit dan urutan anak yang sakit dalam keluarganya. Data demografi responden tidak dianalisis hanya untuk mengetahui karakteristik responden.

2. Kuesioner Spiritualitas Keluarga

(31)

Kuesioner disajikan dalam bentuk pernyataan dengan skala likert berupa 5 alternatif jawaban. Untuk pernyataan spiritualitas setiap pernyataan positif, jawaban “tidak ada” mendapat nilai 1, “sedikit” mendapat nilai 2, “cukup” mendapat nilai 3, “banyak” mendapat nilai 4, dan “sangat banyak” mendapat nilai 5. Dan pernyataan negatif jawaban “tidak ada” mendapat nilai 5, “sedikit” mendapat nilai 4, “cukup” mendapat nilai 3, “banyak” mendapat nilai 2, dan “sangat banyak” mendapat nilai 1. Skor tertinggi yang didapat yaitu 80 point dan skor terendah adalah 16 point.

Berdasarkan rumusan statistika menurut sudjana (1992), p= rentang/banyak kelas, dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang adalah nilai tertinggi dikurangi nilai terendah sebesar 48, dan banyak kelas dibagi atas 3 kategori (rendah, sedang, tinggi) maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 21. Dengan p=21 dan nilai terendah 16 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka spiritualitas responden disajikan berdasarkan kelas interval berikut :

Spiritualitas rendah = 16-37 Spritualitas sedang = 38-59 Spiritualitas tinggi = 60-80 3. Kuesioner Koping Keluarga

(32)

bawah kelas, maka tingkat koping responden disajikan berdasarkan kelas interval pertama dan disajikan berdasarkan kelas interval berikut :

Maladaptif = 14 - 27 Adaptif = 28 - 41

4.1.5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid, apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang dikumpulkan orang menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini, kuesioner telah divalidasi oleh staf pengajar Keperawatan Jiwa di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

(33)

Instrumen yang diuji yaitu kuesioner spiritualitas (16 pernyataan) dan koping keluarga (14 pernyataan). Kedua kuesioner tersebut diuji reliabilitasnya dengan menggunakan uji reliabilitas internal dimana menganalisis datanya dari satu kali hasil pentesan. Penilaian pada kedua kuesioner dengan menggunakan komputerisasi dengan analisis Cronbach Alpa karena kedua kuesioner tersebut menggunakan skor dalam rentangan tertentu (Arikunto, 2010). Berdasarkan uji reliabilitas yang telah dilakukan diperoleh hasilnya, reliabel untuk kuesioner spiritualitas keluarga sebesar 0.939 dan reliabel untuk kuesioner koping keluarga sebesar 0,908 dengan demikian instrumen layak digunakan.

4.1.6. Pengumpulan Data

Data pengumpulan ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Pengumpulan data dilakukan mulai bulan 04 Maret – 24 Juni 2013. Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari pihak Fakultas Keperawatan USU. Rekomendasi dari Fakultas Keperawatan USU akan dikirim ke Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat izin dari institusi, peneliti mengumpulkan data secara langsung. Peneliti menentukan responden berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Kemudian peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta menanyakan kesediaan untuk menjadi responden atau subjek dalam penelitian ini.

(34)

dapat segera dijelaskan dan juga untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pengisian kuesioner. Setelah selesai peneliti mengumpulkan kembali kuesioner. Pengolahan atau analisa data dilakukan setelah semua data yang diperlukan terkumpul.

4.1.7. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data melalui beberapa tahap, yaitu dimulai dengan melakukan tahap editing atau memeriksa kelengkapan data responden dan memastikan semua jawaban telah diisi, kemudian tabulating (memindahkan) data dari daftar pernyataan ke dalam tabel – tabel yang dipersiapkan, processing yaitu peneliti memasukan data dari kuesioner ke dalam program komputer dengan menggunakan program komputerisasi SPSS versi 17.0 , setelah itu cleaning yaitu peneliti memeriksa atau mengecek kembali data yang telah dimasukkan (entry) ke dalam komputer guna menghindari kesalahan dalam pemasukkan data, kemudian tahap terakhir peneliti melakukan tahap saving yaitu penyimpanan data untuk dianalisa.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Statistik univariat

(35)

independen (spiritualitas keluarga) dan variabel dependen (koping keluarga). Untuk menganalisa variabel spiritualitas dan koping keluarga akan dianalisis dengan menggunakan skala ordinal dan ordinal dan akan ditampilkan dalam distribusi frekuensi.

2) Statistik bivariat

Statistik bivariat adalah suatu prosedur untuk menganalisis hubungan antara dua variabel. Untuk melihat hubungan antara variabel independen (spiritualitas keluarga) terhadap variabel dependen (koping keluarga) digunakan uji korelasi Spearman karena variabel independen (spiritualitas keluarga) berskala ordinal dan variabel dependen (koping keluarga) berskala ordinal.

(36)

Tabel 4.1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesa

No Parameter Nilai Interpretasi

1 Kekuatan Korelasi 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000

Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat kuat

2 Nilai p P< 0,05

P> 0,05

Terdapat korelasi yang

bermakna antara dua variabel Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel 3 Arah Korelasi + (positif)

- (negatif)

(37)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh sejak tanggal 4 Maret 2013 – 24 Juni 2013 di RSJ Pemprovsu Medan. Jumlah sampel yang didapat oleh peneliti yaitu 56 keluarga yang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan.

Penyajian data penelitian ini meliputi deskripsi karakteristik responden, deskripsi spiritualitas, deskripsi koping, dan korelasi spiritualitas dengan koping keluarga yang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan.

5.1.1. Analisa Univariat

1. Deskripsi Karakteristik Responden

(38)

Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden yang Anggota Keluarganya Mengalami Gangguan Jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan. (n = 56)

Karakteristik Frekuensi Persentase

1.Jenis kelamin

Laki – laki Perempuan

2.Usia

Dewasa awal 20-40 tahun Dewasa madya 41-54 tahun Dewasa akhir >54 tahun

3.Agama

5.Tingkat pendidikan

Tidak sekolah

6.Hubungan dengan pasien

Ayah

7.Lama anggota keluarga sakit

1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun

> 15 tahun

8.Jenis kelamin anggota keluarga

Laki-laki Perempuan

9.Biaya pasien dalam 1 bulan

(39)

Berdasarkan tabel 5.1.1 diketahui bahwa karakteristik demografi responden yang diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: dari responden sebanyak 56 orang diketahui bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (62,5%) dan responden mayoritas berada pada rentang usia dewasa awal (46,5%). Mayoritas responden beragama Islam (64,3%) dan responden yang memiliki latar belakang pendidikan SLTA sebanyak (28,5%), serta pekerjaan yang mayoritas dari responden adalah wiraswasta dan ibu rumah tangga sebanyak (28,5%). Mayoritas responden yang diteliti lebih banyak mempunyai hubungan sebagai anak (35,7%). Dan lama menderita sakit salah satu anggota keluarga mayoritas sekitar 11-15 tahun (35,7%).

2. Analisa spiritualitas keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Dari tabel 5.1.2 diperoleh data hasil penelitian bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 41 responden (73,2%) dikategorikan pada spiritualitas tinggi, 15 responden (26,8%) pada spiritualitas sedang dan pada spiritualitas rendah tidak ada.

Tabel 5.1.2 Spiritualitas Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Tahun 2013 (n=56)

Spiritualitas Keluarga Frekuensi Persentase (%)

Spiritualitas tinggi 41 73,2

Spiritualitas sedang 15 26,8

(40)

3. Analisa koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Berdasarkan tabel 5.1.3 diperoleh data hasil penelitian bahwa semua responden yang diteliti yaitu sebanyak 56 responden (100%) dikategorikan pada respon koping adaptif.

Tabel 5.1.3 Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Tahun 2013 (n=56)

Kopig Keluarga Frekuensi Persentase (%)

Adaptif 56 100

Maladaptif 0 0

5.2 Analisa Bivariat

5.2.1 Hubungan antara spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

(41)

Tabel 5.2.1 Hubungan Antara Spiritualitas dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Variabel Koefesien Korelasi Sig. 2-(tailed)

Spiritualitas 0,278 0,038

Koping

5.3 Pembahasan

Dari data hasil penelitian yang diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan antara spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan RSJ Provsu Medan.

5.3.1 Spiritualitas keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Spiritualitas keluarga yang menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di unit rawat jalan RSJ Provsu Medan diperoleh bahwa sebagian besar responden termasuk pada kategori spiritualitas tinggi (73,2%). Spiritualitas responden yang tinggi dapat terjadi dari adanya keyakinan dan kekuatan responden terhadap aspek dimensi spiritual yaitu hubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan orang lain dan hubungan dengan lingkungan (Hart,2002).

(42)

emosional, stres penyakit fisik atau stres akibat kehilangan/kematian orang yang dicintai.

Hasil penelitian ini beralasan bila ditinjau dari beberapa aspek yang disampaikan oleh Hamid (1999), bahwa krisis yang dialami oleh salah satu anggota keluarga seperti penyakit, penderitaan, proses penuaan dan kematian, khususnya penyakit terminal atau penyakit dengan prognosis yang buruk merupakan pengalaman yang dapat mendekatkan diri seseorang kepada Tuhannya sehingga dapat meningkatkan keyakinan spiritualitas dan keinginan individu untuk berdoa.

Penelitian sebelumnya juga menggambarkan bahwa spiritualitas dapat meningkat secara signifikan dalam kehidupan seseorang yang berada dalam kecacatan dan keadaan sakit (Boswell, Knight, Harner & Chesney, 2001). Selanjutnya peristiwa dalam kehidupan seseorang sering dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji kekuatan imannya.

Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Prijosakson dan Ermingdrajat (2003) bahwa spiritualitas akan meningkat apabila seseorang mampu mengendalikan diri, mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, beramal, memaafkan, rendah hati, pasrah serta mengucap syukur dengan keadaan dan apa yang dimilikinya.

(43)

5.3.2 Koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan strategi koping keluarga internal, sebanyak 42 responden (75%) selalu berusaha untuk membuat langkah-langkah apa yang harus dilakukan. Responden dalam penelitian ini menyatakan selalu memikirkan pilihan dan cara baru untuk mengatasi penyakit yang diderita anggota keluarganya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bell (1977 dalam Rasmun, 2004) bahwa salah satu metode koping dalam situasi sulit adalah membuat berbagai alternatif tindakan untuk mengurangi situasi tersebut.

Menurut Sasanto (2005) banyak cara yang dilakukan keluarga untuk kesembuhan klien diantaranya berobat ke dokter, rehabilitasi medik sampai pengobatan alternatif. Dalam asuhan keperawatan klien dengan gangguan jiwa, keluarga sangat penting untuk ikut berpartisipasi dalam proses penyembuhan. Keterlibatan keluarga dalam membantu penyembuhan penyakit, baik fisik maupun mental ataupun dengan seringnya komunikasi antar klien dengan keluarga akan menambah kepercayaan dan meningkatkan harga diri klien, sehingga klien mau bekerjasama dengan keluarga untuk mengatasi gangguan jiwa (Rivai, 2006).

(44)

manapun tidak tega sanak saudaranya menderita gangguan jiwa. Persepsi yang positif sangat diperlukan terutama dalam menghadapi masalah dalam hidup sehingga tidak membuat diri menjadi frustasi berlebihan ataupun menyalahi diri sendiri.

Kemudian 50 responden (89,3%) tidak pernah mengatakan pada diri sendiri bahwa “ini tidak nyata”, 20 responden (35,7%) sering mengatakan hal baik pada diri sendiri untuk menghilangkan pikiran, 56 responden (100%) tidak pernah menggunakan alkohol atau narkoba agar merasa lebih baik, 54 responden (96,4%) tidak pernah mengkritik diri sendiri atau menyalahkan diri sendiri, dan 54 responden (96,4%) mengatakan tidak pernah menyerah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Hal ini dapat disebabkan karena rasa tanggung jawab keluarga, sesuai dengan pendapat Suprajitno (2004), bahwa keluarga merasa tanggung jawab untuk merawat salah satu anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan termasuk gangguan jiwa.

Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Tarjum (2008) yang menyatakan bahwa tempat terbaik bagi penderita gangguan jiwa adalah berada di tengah-tengah keluarganya, diantara orang-orang yang dicintainya. Perhatian dan kasih sayang tulus akan sangat membantu mempercepat kesembuhan penderita.

(45)

kemudian 37 responden (66,1%) sering mendapatkan dukungan emosional dari orang lain, 34 responden (60,7%) selalu berusaha untuk mendapatkan saran atau bantuan dari orang lain tentang apa yang harus dilakukan, dan sebanyak 20 responden (35,7%) mengatakan sering melakukan kegiatan lain untuk mengalihkan pikiran. Dengan demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa 56 orang (100%) kopingnya adaptif.

Hal diatas relevan dengan pernyataan Revenson dan Majerovitz (1991, dalam Lim, A, 2007) bahwa sistem pendukung seperti keluarga, teman atau rekan kerja yang akan mendengarkan dan memberikan nasihat dan dukungan emosional akan sangat bermanfaat bagi seseorang yang mengalami stres. Sistem pendukung dapat mengurangi reaksi stres dan meningkatkan kesejahteraan fisik serta mental. Sesuai dengan pernyataan Keliat (1996), keluarga merupakan sistem pendukung utama dalam memberi perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien dan selain itu keluarga merupakan satu sistem, jika terjadi gangguan pada salah satu anggota keluarga maka akan mempengaruhi seluruh sistem.

5.3.3 Hubungan Spiritualitas Dengan Koping keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa

(46)

sehari-hari tidak bisa terpenuhi terlihat pada hasil penelitian mayoritas responden pekerjaannya wiraswasta dan ibu rumah tangga kemudian sebanyak 50 responden menggunakan askes/jamkesmas.

Pernyataan diatas juga didukung oleh Ahyar (2010), bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi strategi koping, diantaranya adalah dukungan sosial dan materi. Dukungan sosial meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh anggota keluarga lain ataupun masyarakat disekitarnya, dalam hal ini peneliti berasumsi bahwa keluarga kurang mendapatkan dukungan sosial yang dapat berasal dari petugas kesehatan berupa informasi tentang gangguan jiwa sehingga dapat memengaruhi mekanisme koping yang dimiliki oleh keluarga. Sedangkan materi meliputi sumberdaya uang, barang atau layanan yang dapat di beli, hal ini dapat dikaitkan dengan status sosial ekonomi dari responden penelitian yang mayoritas memiliki askes/jamkesmas untuk meringankan beban biaya pengobatan bila ke rumah sakit dan mayoritas bekerja sebagai wiraswasta dan ibu rumah tangga sehingga faktor ini dapat mempengaruhi mekanisme koping yang dimiliki oleh keluarga.

(47)

korelasi 0,278 yang berarti arah hubungannya positif maka semakin tinggi spiritualitas seseorang maka akan semakin tinggi juga koping yang dilakukan seseorang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa penelitian diterima, artinya bahwa pernyataan hipotesa adanya hubungan antara spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami ganggguan jiwa dapat diterima.

Hal tersebut menguatkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Graham, dkk. (2001) yang menunjukkan bahwa semakin penting spiritualitas bagi seseorang, maka semakin besar kemampuannya mengatasi masalah yang dihadapi. Penelitian ini menyarankan bahwa spiritualitas bisa memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi masalah. Spiritualitas bisa melibatkan sesuatu di luar sumber-sumber yang nyata atau mencari terapi untuk mengatasi situasi-situasi yang penuh tekanan di dalam hidup seseorang. Kesehatan spiritual mencakup penemuan makna dan tujuan dalam hidup seseorang mengandalkan Tuhan atau suatu kekuatan yang lebih tinggi (The Higher Power), merasakan kedamaian, atau merasakan hubungan dengan alam semesta.

(48)
(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai hubungan spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Daerah Sumatera Utara.

6.1. Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan pada 56 keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di RSJ Provsu Medan mengenai hubungan spiritualitas dengan strategi koping keluarga menggambarkan bahwa mayoritas memiliki spiritualitas tinggi yaitu 41 orang (73,2%) dari 56 orang sampel. Hanya 15 orang (26,8%) yang memiliki spiritualitas sedang. Sedangkan pada strategi koping keluarga hasil penelitian menunjukkan 56 orang (100%) kopingnya adaptif.

(50)

6.2. Saran

2.1 Untuk Pendidikan Keperawatan

Bagi pendidikan keperawatan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan tentang penerapan aspek spiritualitas terhadap peningkatan koping dalam memberikan asuhan keperawatan pada keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan gangguan jiwa.

2.2 Untuk Praktik Keperawatan

Dalam praktik keperawatan diharapkan perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang lebih komprehensif dengan memenuhi kebutuhan spiritual pasien dan keluarga. Selain itu, perawat juga dapat membentuk kelompok perkumpulan bagi keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa sehingga keluarga dapat saling berdiskusi tentang keadaan mereka.

2.3 Penelitian Selanjutnya

(51)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gangguan Jiwa

2.1.1. Pengertian

Gangguan jiwa adalah gangguan pikiran, perasaan dan/atau prilaku yang dialami seseorang sehingga menimbulkan penderitaan serta terganggunya pelaksanaan fungsi sehari-hari dari orang tersebut (Azwar, 2007).

Menurut Thea (2007), gangguan jiwa adalah perubahan fungsi jiwa yang menyebabkan gangguan pada fungsi jiwa, sehingga menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial baik peran di keluarga maupun masyarakat. Fungsi jiwa yang terganggu meliputi fungsi biologis, psikologis, sosial, spiritual. Secara umum gangguan fungsi jiwa yang dialami seseorang dapat terlihat dari penampilan, komunikasi, proses berpikir, interaksi dan aktivitasnya sehari-hari.

2.1.2. Penyebab Gangguan Jiwa

(52)

dalam Suryani, 2005). Pendapat ini didukung Slater, 1966 (dikutip dari Suryani 2005), yang menyatakan angka prevalensi skizofrenia lebih tinggi pada anggota keluarga yang individunya sakit dibandingkan dengan angka prevalensi penduduk umumnya.

Pada faktor psikologik, hubungan antara peristiwa hidup yang mengancam dan gangguan mental sangat kompleks tergantung dari situasi, individu dan konstitusi orang itu. Hal ini sangat tergantung pada bantuan teman, dan tetangga selama periode stres. Setiap penderita yang mengalami gangguan jiwa fungsional memperlihatkan kegagalan yang mencolok dalam satu atau beberapa fase perkembangan akibat tidak kuatnya hubungan personal dengan keluarga, lingkungan sekolah atau dengan masyarakat sekitarnya.

(53)

2.1.3. Jenis-Jenis Gangguan Jiwa

Ada enam jenis gangguan jiwa yang diangkat sebagai isu global oleh WHO, yaitu epilepsi, depresi, skizofrenia, alzheimer, keterbelakangan mental, dan ketergantungan alkohol. Sedangkan fokus nasional adalah gangguan cemas atau ansietas dan depresi (Yulianti, 2001).

a. Gangguan Skizofrenia

Gangguan skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima, dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, dan berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaacs, 2004). Gangguan berlangsung selama sedikitnya 6 bulan dan termasuk minimal 1 bulan gejala fase aktif yang melibatkan : waham, halusinasi, bicara tidak teratur, perilaku yang sangat kacau atau katatonik, dan gejala-gejala negatif (afek datar, alogia, dan avolisi).

Gejala umum skizofrenia adalah

1) Waham : keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat dikurangi dengan menggunakan logika.

2) Asosiasi longgar : kurangnya hubungan yang logis antara pikiran dan gagasan, yang dapat tercermin pada berbagai gejala.

3) Halusinasi : persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra, dalam skizofrenia halusinasi pendengaran merupakan halusinasi yang banyak terjadi.

(54)

5) Depersonalisasi : individu merasa bahwa dirinya sudah berubah secara mendasar.

6) Afek datar : tidak adanya respon emosional, afek juga dapat digambarkan sebagai tumpul, atau tidak tepat.

7) Ambivalensi : adanya konflik atau pertentangan emosi yang menyebabkan sulitnya individu menentukan pilihan atau keputusan.

8) Avolisi : kurangnya motivasi untuk melanjutkan aktivitas yang berorientasi pada tujuan.

9) Alogia : berkurangnya pola bicara atau miskin kata-kata. 10) Ekopraksia : meniru tindakan orang lain tanpa sadar.

11) Anhedonia : kurang senang melakukan aktivitas dan hal-hal lain yang secara normal menyenangkan.

12) Pemikiran konkrit : kesulitan berpikir abstrak sehingga ia menginterpretasikan komunikasi orang lain secara harfiah.

Penyebab gangguan skizofrenia yang pasti masih belum jelas. Namun ada beberapa faktor predisposisi yang meliputi genetika, abnormalitas perkembangan saraf, abnormalitas struktur otak, ketidakseimbangan neurokimia, dan proses psikososial dan lingkungan.

(55)

imobilitas), skizofrenia yang tidak digolongkan (ciri utamanya adalah waham, halusinasi, percakapan yang tidak koheren dan perilaku yang kacau), skizofrenia residu (ciri utamanya adalah tidak adanya gejala akut saat ini, melainkan terjadi di masa lalu). Orang yang telah didiagnosa mengalami skizofrenia biasanya sulit dipulihkan. Jika bisa sembuh, itu pun memakan waktu yang sangat lama (bertahun-tahun) dan tidak bisa seperti semula lagi. Bila tidak berhati-hati dan mengalami stres yang berlebihan, besar kemungkinan akan kambuh lagi dan menjadi lebih parah (Siswanto, 2007). b. Gangguan Depresi

Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa pada juni 2007 lalu menyatakan bahwa 94 persen masyarakat Indonesia saat ini mengidap depresi, dari tingkat yang tinggi sampai tingkat yang rendah (Lathifah, 2007). Depresi adalah keadaan emosional yang dicirikan dengan kesedihan, berkecil hati, perasaan bersalah, penurunan harga diri, ketidakberdayaan dan keputusasaan (Isaac, 2004). Depresi termasuk dalam gangguan mood yang berkisar dari depresi berat sampai mania berat.

Dampak gangguan mood pada keluarga yaitu perubahan tingkat energi, fungsi peran dan sosialisasi yang terjadi pada individu dengan gangguan mood mempengaruhi setiap aspek kehidupan keluarga.

(56)

peningkatan ansietas dan sensitivitas dan perubahan nafsu makan, gambaran psikotik dimana depresi individu disertai dengan delusi dan halusinasi. Jenis yang lain yaitu distimia yang dicirikan dengan depresi mood kronis yang terjadi hampir sepanjang hari, selama kurang lebih 2 tahun. Kemudian gangguan bipolar dicirikan dengan satu episode manik atau lebih biasanya disertai episode depresi mayor. Siklotimia dicirikan dengan sedikitnya 2 tahun beberapa periode gejala hipomanik yang tidak separah episode manik.

Penyebab pasti belum diketahui secara jelas. Faktor predisposisinya antara lain genetika, ketidakseimbangan neurokimia, obat-obatan tertentu, kondisi medis, dan proses psikososial dan lingkungan.

c. Gangguan Ansietas

(57)

tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan dan hal lain ini melibatkan disorganisasi kepribadian.

Ada beberapa teori yang menjelaskan asal ansietas yaitu, pandangan psikoanalitik (konflik emosional antara dua elemen kepribadian id dan superego), pandangan interpersonal (perasaan takut akan tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal), pandangan perilaku (produk frustasi), kajian biologis (reseptor benzodiazepines dalam otak yang mengatur ansietas).

d. Perilaku Bunuh Diri

Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika dicegah dapat mengarah kepada kematian (Stuart, 1998). Perilaku destruktif-diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi tiga bagian yaitu, ancaman bunuh diri (pertimbangan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri), upaya bunuh diri (semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan yang dapat mengarah pada kematian), dan bunuh diri (mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan).

Perilaku destruktif-diri dapat ditimbulkan oleh stres berlebihan yang dialami individu yang dapat berupa kejadian kehidupan yang memalukan seperti, masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan.

e. Penyalahgunaan Zat

(58)

Kecenderungannya semakin banyak masyarakat yang memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak remaja (15-24 tahun) sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja (Depkes, 2001 dalam Mustikasari, 2007). Individu akan mengalami keadaan relaksasi, euforia, stimulasi atau perubahan kesadaran dengan berbagai cara (Stuart, 1998).

Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya pengetahuan masyarakat yang disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor lingkungan akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk mendapatkannya. Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut, faktor keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya, faktor lingkungan lebih pada kurang positif sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2000 dalam Mustikasari, 2007).

2.2 Konsep Spiritualitas 2.2.1. Pengertian

(59)

Menurut Stoll (1989, dikutip dari Kozier, Erb, Blais, Wilkinson, 1995) spiritualitas adalah suatu konsep dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal adalah adanya hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Penguasa yang menuntun kehidupan seseorang. Sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungannya, dimana terdapat hubungan yang berlangsung terus menerus antara dua dimensi tersebut.

Menurut Mickey et al (1992) spiritualitas adalah sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dimensi spritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika menghadapi stres emosional, penyakit fisik atau kematian. Adapun kekuatan yang timbul adalah diluar kekuatan manusia (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995: Murray & Zentner, 1993).

(60)

Hal ini menunjukkan bahwa keluarga memiliki spiritualitas yang tinggi. Salah satu praktek spiritual adalah kepercayaan.

2.2.2. Dimensi Spiritualitas

Spiritualitas adalah keyakinan dari diri seseorang yang dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Pencipta. Sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa (Burkhardt, 1993).

1. Hubungan dengan Tuhan

Bersifat mengekspresikan kebutuhan ritual, berbagi keyakinan dengan orang lain dan merasa bersyukur atas anugerah yang telah dilimpahkan oleh Tuhan. Dengan menjalin hubungan positif dan dinamis dengan Tuhan melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta akan memberikan prilaku adaptif pada seorang individu.

1.1 Nilai-nilai agama (Religion). Agama merupakan sistem ibadah yang terorganisasi dan mempunyai aturan-aturan tertentu. Agama mempunyai keyakinan sentral, ritual dan praktik yang biasanya berhubungan dengan kematian, perkawinan, dan keselamatan. Perkembangan keagamaan individu merujuk pada penerimaan keyakinan, nilai, aturan dan ritual tertentu (Hamid, 1999).

(61)

2. Hubungan dengan diri sendiri

Bersifat kekuatan dalam diri seseorang seperti pengetahuan tentang siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan sikap percaya pada diri sendiri. 2.1 Kepercayaan (Faith). Menurut Hamid (1999), kepercayaan atau

keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Secara umum agama atau keyakinan spritual merupakan upaya seseorang didalam kehidupan yaitu kemampuan seseorang melihat dirinya dalam hubungannya dengan lingkungan secara menyeluruh.

2.2 Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih cendrung terkena penyakit (Grimm, 1991). Harapan dapat dipelajari dengan latihan-latihan tentunya dengan sikap-sikap yang mendukungnya, salah satunya adalah dengan kesabaran dan kemampuan yang lebih toleransi terhadap keadaan. 2.3 Makna atau arti dari hidup (Meaning of life). Perasaan mengetahui

makna hidup, yang kadang dengan perasaan dekat dengan Tuhan, merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan, merasa mencintai dan dicintai orang lain (Puchalski, 2004).

(62)

Dapat bersifat harmonis seperti berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik dengan orang lain, mengasuh anak, orang tua, orang sakit, meyakini kehidupan dan kematian mengunjungi, melayani dan lain-lain, bersifat tidak harmonis seperti konflik dengan orang lain, resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan.

3.1 Memaafkan atau Pengampunan (Forgiveness). Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri seperti marah, mengingkari, rasa bersalah, malu, binggung, meyakini bahwa Tuhan sedang menghukum serta mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan. Dengan pengampunan, seorang individu dapat meningkatkan koping terhadap stres, cemas, depresi atau tekanan emosional, penyakit fisik serta meningkatkan perilaku sehat dan perasaan damai (Puchalski, 2004).

(63)

4. Hubungan dengan lingkungan atau alam.

Bersifat harmonis seperti mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim, dapat berkomunikasi dengan alam (bertanam, jalan kaki), mengabdikan dan melindungi alam (Hamid, 1999).

4.1 Rekreasi (Joy). Rekreasi merupakan kebutuhan spiritual seseorang dalam menumbuhkan keyakinan, rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta kasih. Dengan rekreasi, seseorang dapat menyelaraskan antara jasmani dan rohani sehingga timbul perasaan kesenangan dan kepuasan dalam pemenuhan hal-hal yang dianggap penting dalam hidup, seperti menonton TV, dengar musik, olahraga dan lain-lain (Puchalski, 2004).

4.2 Kedamaian (Peace). Kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih senang dan dapat meningkatkan status kesehatan.

2.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Spiritualitas

Menurut Taylor, Lilis and le Mone (1997) dan Craven and Hirnle (1996), faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah pertimbangan tahap perkembangan keluarga, latar belakang etnik dan budaya. Pengalaman hidup sebelumnya, krisis dan perubahan, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, asuhan keperawatan yang kurang tepat. Maka oleh sebab itu faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas yaitu:

(64)

mempunyai persepsi tentang Tuhan dan sembahyang yang berbeda menurut usia, seks, agama dan kepribadian anak.

2. Keluarga. Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritualitas anak. Keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan didunia.

3. Latar belakang etnik dan budaya. Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga.

4. Pengalaman hidup sebelumnya. Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau pengalaman tersebut.

5. Krisis dan perubahan. Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang (Toth, 1992) dan Craven and Hirnle (1996). Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada klien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual selain juga pengalaman yang bersifat fisikal dan emosional. 6. Terpisah dari ikatan spiritual. Menderita sakit terutama yang bersifat akut,

(65)

keluarga atau teman dekat yang biasa memberikan dukungan setiap saat diinginkan.

7. Isu moral terkait denga terapi. Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan.

8. Asuhan keperawatan yang kurang tepat. Ketika memberikan asuhan keperawatan klien, perawat diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk memberikan asuhan spiritual. Alasan tersebut antara lain karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang menggangap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tuganya tetapi tanggung jawab pemuka agama.

2.3 Konsep Koping

2.3.1. Pengertian Koping

(66)

menyelesaikan masalah, dan atau merubah dan mengatur stresor (McCubbin, Thompson, & McCubbin, 1996 dikutip dari Lewis & Brown, 2002).

Berdasarkan pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa mekanisme koping adalah reaksi individu ketika menghadapi suatu tekanan atau stres dan bagaimana individu tersebut menanggulangi stres yang dihadapinya.

2.3.2. Sumber-sumber koping

(67)

disebabkan oleh salah satu anggota keluarga yang mengalami penyakit kronik, dipengaruhi oleh pengetahuan keluarga tentang penyakit, pengobatannya, dan perubahan gaya hidup yang harus dilakukan terhadap anggota keluarga yang sakit.

2.3.3 Penggolongan Mekanisme Koping

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 3 (Stuart dan Laraia, 2005) yaitu :

1. Koping yang berpusat pada masalah (Problem Focused Coping Mechanisms). Mekanisme koping berpusat pada masalah diarahkan untuk

mengurangi tuntutan-tuntutan situasi yang menimbulkan stress atau mengembangkan sumber daya untuk mengatasinya.

Hal-hal yang berhubungan dengan mekanisme koping yang berpusat pada masalah adalah :

a. Koping konfrontasi (Confrontative Coping), menggambarkan usaha-usaha untuk mengubah keadaan atau masalah secara agresif, juga menggambarkan tingkat kemarahan serta pengambilan resiko.

b. Isolasi, individu berusaha menarik diri dari lingkungan atau tidak mau tahu masalah yang dihadapi.

c. Kompromi menggambarkan usaha untuk mengubah keadaan secara hati-hati, meminta bantuan dan kerjasama dengan keluarga dan teman kerja atau mengurangi keinginannya lalu memilih jalan tengah.

2. Koping yang berpusat pada kognitif (Cognitively Focused Coping Mechanisms). Dimana seseorang berusaha untuk mengontrol masalah dan

(68)

ketidaktahuan memilih, penggantian penghargaan, dan evaluasi dari keinginan akan tujuan.

3. Koping yang berpusat pada emosi (Emotion Focused Coping Mechanisms). Koping ini mengarah pada usaha reduksi,

pembatasan/penghilangan atau toleransi stress subjective (somatis, motori atau afektif) dari stres emosional yang muncul karena adanya transaksi dengan lingkungan yang menyulitkan.

Jenis-jenis mekanisme koping yang berpusat pada emosi adalah :

a. Denial, menolak masalah dengan mengatakan hal tersebut tidak terjadi

pada dirinya.

b. Rasionalisasi, menggunakan alasan yang dapat diterima oleh akal dan diterima oleh orang lain untuk menutupi ketidakmampuan dirinya. Dengan rasionalisasi kita tidak hanya dapat membenarkan apa yang kita lakukan, tetapi juga merasa sudah selayaknya berbuat demikian secara adil.

c. Kompensasi, menunjukkan tingkah laku untuk menutupi ketidakmampuan dengan menonjolkan sifat yang baik, karena frustasi dalam suatu bidang maka dicari kepuasan secara berlebihan dalam bidang lain. Kompensasi timbul karena adanya perasaan kurang mampu.

(69)

e. Sublimasi, yaitu mengekspresikan atau menyalurkan perasaan, bakat atau kemampuan dengan sikap positif.

f. Identifikasi, yaitu meniru cara berfikir, ide dan tingkah laku orang lain.

g. Regresi, yaitu sikap seseorang yang kembali ke masa lalu atau bersikap seperti anak kecil.

h. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain atas kesulitannya sendiri atau melampiaskan kesalahannya kepada orang lain.

i. Konversi, yaitu mentransfer reaksi psikologi ke gejala fisik.

j. Displacement, yaitu reaksi emosi terhadap seseorang kemudian diarahkan kepada orang lain.

2.3.4. Koping Keluarga

(70)

dan berubah dari waktu ke waktu, sebagai respons terhadap tuntutan-tuntutan atau stresor yang dialami (Friedman, 2003).

Respons-respons koping keluarga meliputi tipe strategi koping eksternal dan internal. Sumber-sumber koping internal terdiri dari kemampuan keluarga yang menyatu sehingga menjadi kohesif dan terintegrasi. Integrasi keluarga memerlukan pengontrolan dan subsistem lewat ikatan kesatuan. Keluarga yang paling sukses menghadapi masalah-masalah mereka adalah keluarga yang paling sering terintegrasi dengan baik dimana anggota keluarga memiliki tanggung jawab yang kuat terhadap kelompok dan tujuan-tujuan kolektifnya. Satu sumber koping lainnya adalah fleksibilitas peran mampu memodifikasi peran-peran keluarga ketika dibutuhkan (Friedman, 2003).

(71)

membawanya ke dalam masukan yang diperlukan, keluarga lebih berada pada risiko.

2.3.5. Strategi Koping Keluarga

Gambaran tentang adaptasi keluarga terhadap stress muncul dari riset dan upaya-upaya teoritis hingga kira-kira pertengahan 1970-an adalah bahwa keluarga semata-mata merupakan sebuah reaktor bagi stress, sebagai seorang manajer “defensive” dari sumber-sumber dengan begitu banyak kecenderungan ini sedang mengalami perubahan. Banyak sekali penyelidikan berikutnya telah berubah dari penekanannya pada disfungsi kearah minat yang lebih positif dan lebih luas dalam beraneka macam taktik koping yang keluarga gunakan. Dengan fokus ini, keluarga pelaku perubahan social yang ulet, inovatif, dan sangat efektif dalam kondisi yang penuh stress (Friedman, 2003).

(72)

intrafamilial (dalam keluarga inti) dan eksternal atau ekstrafamilial (di luar keluarga inti) (McCubbin & Patterson, 1983 dalam Pritzlaff, 2001).

Dalam strategi koping keluarga internal atau intrafamilial strategi koping keluarga yang digunakan adalah Reframing, yaitu mengkaji kemampuan keluarga dalam menghadapi stres dan kemampuan keluarga untuk memanajemennya. Passive Appraisal,yaitu kemampuan keluarga untuk menerima masalah yang kemudian berusaha meminimalkan reaksi pada masalah. Sedangkan untuk strategi koping keluarga eksternal atau ekstrafamilial, strategi koping keluarga yang digunakan adalah mencari dukungan sosial yaitu mencari dukungan dari keluarga lain, tetangga, dan teman, mencari informasi (Mobilizing Family) yaitu kemampuan keluarga mencari bantuan dari petugas kesehatan maupun program-program kesehatan untuk mengatasi masalahnya, dan mencari dukungan spiritual yaitu mencari kenyamanan pada sistem kepercayaan religius yang tinggi (Pritzlaff, 2001). 2.3.6. Faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping Keluarga

Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik/energi, keyakinan atau pandangan positif, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi.

1. Kesehatan Fisik

(73)

2. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi koping tipe : problem-solving focused coping.

3. Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat. 4. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.

5. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. 6. Materi

(74)

2.3.7 Tipe Strategi Koping Keluarga

Upaya-upaya dan perilaku koping keluarga atau individual yang spesifik untuk masalah atau situasi. Berbeda dalam situasi dan masalah berbeda pula solusinya yaitu penggunaan berbagai respon-respon koping. Akan tetapi, respon-respon koping memiliki gaya-gaya dan kecondongan tertentu, yang juga mempengaruhi tipe-tipe upaya-upaya tertentu di mana keluarga berhubungan dengan suatu masalah. Dua tipe strategi koping keluarga adalah internal atau intrafamilial (dalam keluarga inti) dan eksternal atau ekstrafamilial (di luar keluarga inti).

1. Strategi Koping Keluarga Internal

(75)

b. Penggunaan humor. Menunjukkan bahwa perasaan humor merupakan aset yang penting dalam keluarga karena dapat memberikan perubahan bagi sikap-sikap keluarga terhadap masalah-masalah dan perawatan kesehatan. Humor juga diakui sebagai suatu cara bagi individu dan kelompok untuk menghilangkan rasa cemas dan stress/tegang.

c. Pengungkapan bersama yang semakin meningkat (memelihara ikatan keluarga). Suatu cara untuk membawa keluarga lebih dekat satu sama lain dan memelihara serta mengatasi tingkat stres dan pikiran, ikut serta dengan aktivitas setiap anggota keluarga merupakan cara untuk menghasilkan suatu ikatan yang kuat dalam sebuah keluarga. Cara untuk mengatasi masalah dalam keluarga adalah adanya waktu untuk makan bersama-sama dalam keluarga, saling mengenal, membahas masalah bersama, makan malam bersama, adanya kegiatan yang menantang bersama keluarga, beribadah bersama, bermain bersama, bercerita pada anak sebelum tidur, menceritakan pengalaman pekerjaan maupun sekolah, tidak ada jarak diantara anggota keluarga. d. Mengontrol arti/makna dari masalah pembentukan kembali kognitif

(76)

positif. Keluarga menggunakan strategi ini cenderung melihat segi positif dan kejadian yang menyebabkan stres. (Friedman, 2003)

e. Pemecahan masalah keluarga secara bersama-sama. Pemecahan masalah bersama dikalangan anggota keluarga merupakan strategi koping keluarga yang telah dipelajari melalui riset laboratorium oleh sekelompok peneliti keluarga. Pemecahan masalah bersama dapat digambarkan sebagai suatu situasi dimana keluarga dapat mendiskusikan masalah yang ada secara bersama-sama oleh keluarga dengan mengupayakan mencari solusi atau jalan keluar atas dasar logika, mencapai suatu konsensus tentang apa yang perlu dilakukan atas dasar petunjuk, persepsi dan usulan dari anggota keluarga yang berbeda. (Friedman, 2003)

f. Fleksibilitas peran. Adanya perubahan dalam kondisi dan situasi dalam keluarga yang setiap saat dapat berubah, fleksibilitas peran merupakan suatu strategi koping yang kokoh untuk mengatasi suatu masalah dalam keluarga. Pada keluarga yang berduka, fleksibilitas peran adalah sebuah strategi koping fungsional yang penting untuk membedakan tingkat berfungsinya sebuah keluarga.

(77)

ketidakmampuan seorang anggota keluarga, sehingga dapat menggambarkan respon keluarga terhadap sakit atau kecacatan. Bila anak dalam anggota keluarga sakit, maka keluarga dapat menormalkan situasi dengan meminimalkan situasi abnormalitas dalam penampilan anak, berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan biasa dan terus memelihara ikatan sosial.

2. Strategi Koping Keluarga Eksternal

a. Mencari informasi. Keluarga yang mengalami stres memberikan respons secara kognitif dengan mencari pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan stressor. Ini berfungsi untuk menambah rasa memiliki kontrol terhadap situasi dan mengurangi perasaan takut terhadap orang yang tidak dikenal dan membantu keluarga menilai stressor secara lebih akurat.

b. Memelihara hubungan aktif dengan komunitas. Kategori ini berbeda dengan koping yang menggunakan sistem dukungan sosial dimana kategori ini merupakan suatu koping keluarga yang berkesinambungan, jangka panjang dan bersifat umum, bukan sebuah kategori yang dapat meningkatkan stressor spesifik tertentu. Dalam hal ini anggota keluarga adalah pemimpin dalam suatu kelompok, organisasi dan kelompok komunitas.

Gambar

Tabel distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan strategi koping keluarga (n = 56)
Tabel 1. Defenisi operasional
Tabel 4.1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesa
Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden yang Anggota Keluarganya Mengalami Gangguan Jiwa di Unit Rawat Jalan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Jika pelayanan perpajakan secara simultan bersamaan dengan kesadaran pajak dan tax moral mempunyai pengaruh yang signifikan sebesar 29,5% terhadap pembayaran pajak, dan

Di dala se sus pe duduk, pe cacaha dilakuka terhadap seluruh pe duduk ya g erdo isili di ilayah teritorial I do esia ter asuk arga egara asi g kecuali a ggota

Sehingga nilainilai dasar Al-Qur‟an dapat dimanifestasikan dalam setiap kegiatan sehari-hari Muslim dan kemudian selalu dapat membawa tuntutan rohani bagi jiwa mereka.5 Penelitian

LOKASI SD NEGERI MARGOYASAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Alamat : Jalan Taman Siswa No. Memperoleh bantuan tenaga, ilmu dan pemikiran dalam rangka penyiapan generasi muda

Dosen Pembimbing : Prof.Dr.. H.Bustani A.Ghani

Tujuan dari penelitian adalah (1) menganalisis sebaran lahan sawah pada berbagai karakteristik fisik lahan, jarak terhadap jalan, sungai, dan rencana pola ruang,

secara berurutan. Peserta didik dapat menjelaskan proses pencernaan makanan. Peserta didik dapat menjelaskan fungsi organ pencernaan!. makanan

Jika active voice dalam past future perfect tense, maka ‘be’ passive voice-nya adalah been yang diletakkan setelah auxiliary would have, sehingga menjadi ‘would have