• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Istri Serta Dukungan Suami Terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pada Ibu Paska Aborsi Dengan Kuretase Di Rumah Sakit Di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Istri Serta Dukungan Suami Terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pada Ibu Paska Aborsi Dengan Kuretase Di Rumah Sakit Di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP ISTRI SERTA DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM

RAHIMPADA IBU PASKA ABORSI DENGAN KURETASE DI RUMAH SAKITDI KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2013

TESIS

Oleh

DESIDERIA YOSEPHA GINTING 117032015/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(2)

THE INFLUENCE OF A WIFE’S KNOWLEDGE AND ATTITUDE AND HUSBAND’S SUPPORT ON THE USE OF CONTRACEPTION IN WOMB IN A WOMAN AFTER ABORTION WITH CURETTAGE

IN THE HOSPITALS IN DELI SERDANG DISTRICT, IN 2013

THESIS

By

DESIDERIA YOSEPHA GINTING 117032015/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP ISTRI SERTA DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM

RAHIMPADA IBU PASKA ABORSI DENGAN KURETASE DI RUMAH SAKITDI KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2013

T E S I S

DiajukanSebagai Salah SatuSyarat

untukMemperolehGelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 IlmuKesehatanMasyarakat

MinatStudiKesehatanReproduksipada FakultasKesehatanMasyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DESIDERIA YOSEPHA GINTING 117032015/IKM

PROGRAM STUDI S2 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP ISTRI SERTA DUKUNGAN SUAMI

TERHADAP PEMAKAIAN ALAT

KONTRASEPSI DALAM RAHIM PADA IBU PASKA ABORSI DENGAN KURETASE DI RUMAH SAKIT DI KABUPATEN DELI

SERDANG TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Desideria Yosepha Ginting Nomor Induk Mahasiswa : 117032015

Program Studi : S2 Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

(5)

Telah diuji

PadaTanggal : 10 Pebruari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP ISTRI SERTA DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM

RAHIMPADA IBU PASKA ABORSI DENGAN KURETASE DI RUMAH SAKITDI KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2013

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

(7)

ABSTRAK

Mengingat besarnya jumlah kelahiran per tahun maka diperlukan upaya untuk mengendalikan kelahiran melalui perencanaan keluarga dengan menggunakan kontrasepsi terutama setelah melahirkan atau mengalami keguguran.Pemakaian AKDR paska keguguran perlu segera dimulai karena ovulasi dapat terjadi 11 hari sesudah abortus.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Istri Serta Dukungan Suami Terhadap Pemakain Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pada Ibu Paska Aborsi Dengan Kuretase Di RSUD. Deli Serdang dan RS.Grand Medistra Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.

Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat analitik dengan desain kasus kontrol (case control). Sampel sebanyak 30 orang dengan rincian 15 orang sebagai kasus yakni istri yang memakai AKDR paska aborsi dengan kuretase dan 15 orang sebagai kontrol yakni istri yang tidak memakai AKDR paska aborsi dengan kuretase di RSUD. Deli Serdang dan RS.Grand Medistra Lubuk Pakam.

Hasil analisis didapatkan bahwa variabel dukungan suami memiliki pengaruh sangat besar terhadap pemakaian AKDR paska aborsi dengan kuretase, yaitu dilihat dari nilai Odds Ratio (OR) = 23,209 (95%CI 2,034 ; 264,872) yang berarti bahwa istri yang mendapat dukungan suamikemungkinan 23 kali memakai AKDR paska aborsi dengan kuretase dibandingkan istri yang tidak mendapat dukungan dari suami. Sedangkan sikap memiliki Odds Ratio (OR)= 14,133 (95%CI 1,390 ; 143,674) yang berarti istri dengan sikap setuju kemungkinan 14 kali memakai AKDR paska aborsi dengan kuretase dibandingkan dengan sikap tidak setuju.

(8)

ABSTRACT

Since there are a great number of childbirths each year, it seems necessary to control childbirths through family planning by using contraception, especially after childbirth and miscarriage. The use of AKDR (contraception device in Womb) in post-miscarriage should be started immediately because ovulation can occur 11 days after abortion.

The objective of the research was to find out the influence of a wife’s knowledge and attitude and husband’s support on the use of AKDR after abortion with curettage in RSUD Deli Serdang and in RS Grand Medistra, Lubuk Pakam, Deli Serdang, in 2013.

The research was an analytic survey with case control design. The sample of 30 people with 15 people as the details of the case, the wife who wears the AKDR after abortion with curettage and 15 men as a wife who does not use AKDR after abortion with curettage in RSUD Deli Serdang and RS Grand Medistra Lubuk Pakam.

The result of the analysis showed that the variable of husband’s support had significant influence on the use of AKDR after abortion with curettage, viewed from the value of Odds Ratio (OR) = 23.209 (95%CI 2.034; 264.872) which indicated that the wife who get husband’s support, possibility 23 times using AKDR after abortion with curettage compared with wife who does not get husband’s support. Meanwhile, attitude had Odds Ratio (OR) = 14.133 (95%CI 1.390; 143.674) it means wife’s agreement it is possible 14 times use AKDR after abortion with curettage compare with disagree attitude.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Istri Serta Dukungan Suami Terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pada Ibu Paska Aborsi Dengan Kuretase Di Rumah Sakit Di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013”.

Tulisan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Magister Kesehatan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.Dalam menyelesaikan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Karena itu sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), SP.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya penulisan tesis ini.

5. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Tim Pembanding, yang telah bersedia meluangkan waktunya menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Dosen dan staf Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

7. dr. Hj. Aida Harahap, MARS selaku Direktur RSUD. Deli Serdang dan dr. Arif Sujatmiko selaku Direktur RS. Grand Medistra Lubuk Pakam yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di tempat yang ibu dan bapak pimpin.

8. Ayahanda Matnur Titus Ginting, BA dan ibunda tercinta Catharina br Sembiring (Alm) yang telah membesarkan, mendidik, membimbing dengan penuh kasih sayang dan tak henti mendoakan penulis hingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Juga kepada suami tercinta Layari Tarigan, SKM dan putra kami tersayang Rafael Helidorus Tarigan dan Raditya Lodevik Tarigan yang selalu menjadi penyemangat dan motivasi bagi penulis menyelesaikan pendidikan dan tesis ini.

(11)

10. Sahabat seperjuangan selama perkuliahan dan menyelesaikan tesis, bu Yuli, Lormita Purba, Mardiani Purba, Elvieta, Eliya Wardani, Novita Sitorus, Saifuddin, yang memberi semangat, teman belajar, berbagi suka duka dan akan selalu di hati. Kebersamaan kita takkan terlupakan.

11. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan demi kesempurnaan tesis ini.Akhir kata, semoga tesis ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

Medan, April 2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Desideria Yosepha Ginting, perempuan, berumur 38 tahun, lahir tanggal 1 Desember 1975, beragama Katolik, tinggal di Jalan Medan No. 66 Desa Petapahan Kec. Lubuk Pakam, Kab. Deli Serdang.Penulis merupakan anak pasangan dari Matnur Titus Ginting, BA dan Almh. Catharina Sembiring. Penulis menikah dengan Layari Tarigan, SKM dan memiliki dua orang putra: Rafael Helidorus Tarigan dan Raditya Lodevik Tarigan.

Jenjang pendidikan formal penulis mulai di SD RK Deli Murni Delitua pada tahun 1981 dan tamat pada tahun 1987.Pada tahun 1990 penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Santa Maria Medan. Pada tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Sembiring Delitua serta dilanjutkan Program Pendidikan Bidan (PPB) A di SPK Sembiring Delitua dan selesai tahun 1994. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan D III Kebidanan di AKBID Depkes Medan.Pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan di D IV Bidan Pendidik di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.Pada tahun 2011-2014 penulis menempuh pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat peminatan Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.

(13)

DAFTAR ISI

2.1.3. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif ... 10

2.2. Sikap ... 13

2.2.1. Defenisi ... 13

2.2.2. Pembentukan dan Perubahan Sikap ... 14

2.2.3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perubahan Sikap ... 15

(14)

2.5.3. Jenis AKDR ... 33

2.5.4. Kontraindikasi ... 35

2.5.5. Keuntungan ... 36

2.5.6. Kerugian/Keterbatasan ... 36

2.5.7. Kunjungan Ulang Setelah Pemasangan AKDR ... 37

2.5.8. Informasi Umum ... 38

4.2.1. Karakteristik Responden ... 54

4.2.2. Pengetahuan Istri ... 55

4.2.3. Sikap Istri ... 55

4.2.4. Dukungan Suami ... 56

4.2.5. Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase ... 56

4.3. Analisis Bivariat ... 57

4.3.1. Pengaruh Pengetahuan Istri terhadap Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase ... 57

(15)

4.3.3. Pengaruh Dukungan Suami terhadap Pemakaian

AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase ... 59

4.4. Analisis Multivariat ... 59

4.4.1. Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat ... 60

4.4.2. Pembuatan Model Variabel Penentu Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase ... 61

BAB 5. PEMBAHASAN ... 63

5.1. Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase ... 63

5.2. Pengaruh Pengetahuan Istri terhadap Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase ... 65

5.3. Pengaruh Sikap Istri terhadap Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase ... 69

5.4. Pengaruh Dukungan Suami terhadap Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase ... 73

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

6.1. Kesimpulan ... 76

6.2. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(16)

DAFTAR TABEL

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan Istri ... Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap Istri ... Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Dukungan Suami ... Distribusi Karakteristik Identitas Responden ... Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Istri terhadap Pemakaian AKDR pada Ibu Paska Aborsi dengan Kuretase ... Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Istri terhadap Pemakaian AKDR pada Ibu Paska Aborsi dengan Kuretase ... Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Suami terhadap Pemakaian AKDR pada Ibu Paska Aborsi dengan Kuretase ... Distribusi Responden Berdasarkan Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase ... Pengaruh Pengetahuan Istri terhadap Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase ... Pengaruh Sikap Istri terhadap Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase ... Pengaruh Dukungan Suami terhadap Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase ... Variabel-Variabel Kandidat Multivariat ... Hasil Analisis Regresi Logistik Berganda ... Model Akhir Regresi Logistik Berganda Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Istri serta Dukungan Suami terhadap Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase di RSUD. Deli Serdang dan RS. Grand Medistra Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang ...

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendekatan Diagnostik oleh Lawrence Green (1980) ...

38

2.2 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Istri serta Dukungan Suami terhadap Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase di RSUD. Deli Serdang dan RS. Grand Medistra Lubuk Pakam ...

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 82

2. Analisis Butir Pertanyaan ... 86

3. Output Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 94

4. Master Data Penelitian ... 101

5. Output SPSS Mater Data ... 102

(19)

ABSTRAK

Mengingat besarnya jumlah kelahiran per tahun maka diperlukan upaya untuk mengendalikan kelahiran melalui perencanaan keluarga dengan menggunakan kontrasepsi terutama setelah melahirkan atau mengalami keguguran.Pemakaian AKDR paska keguguran perlu segera dimulai karena ovulasi dapat terjadi 11 hari sesudah abortus.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Istri Serta Dukungan Suami Terhadap Pemakain Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pada Ibu Paska Aborsi Dengan Kuretase Di RSUD. Deli Serdang dan RS.Grand Medistra Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.

Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat analitik dengan desain kasus kontrol (case control). Sampel sebanyak 30 orang dengan rincian 15 orang sebagai kasus yakni istri yang memakai AKDR paska aborsi dengan kuretase dan 15 orang sebagai kontrol yakni istri yang tidak memakai AKDR paska aborsi dengan kuretase di RSUD. Deli Serdang dan RS.Grand Medistra Lubuk Pakam.

Hasil analisis didapatkan bahwa variabel dukungan suami memiliki pengaruh sangat besar terhadap pemakaian AKDR paska aborsi dengan kuretase, yaitu dilihat dari nilai Odds Ratio (OR) = 23,209 (95%CI 2,034 ; 264,872) yang berarti bahwa istri yang mendapat dukungan suamikemungkinan 23 kali memakai AKDR paska aborsi dengan kuretase dibandingkan istri yang tidak mendapat dukungan dari suami. Sedangkan sikap memiliki Odds Ratio (OR)= 14,133 (95%CI 1,390 ; 143,674) yang berarti istri dengan sikap setuju kemungkinan 14 kali memakai AKDR paska aborsi dengan kuretase dibandingkan dengan sikap tidak setuju.

(20)

ABSTRACT

Since there are a great number of childbirths each year, it seems necessary to control childbirths through family planning by using contraception, especially after childbirth and miscarriage. The use of AKDR (contraception device in Womb) in post-miscarriage should be started immediately because ovulation can occur 11 days after abortion.

The objective of the research was to find out the influence of a wife’s knowledge and attitude and husband’s support on the use of AKDR after abortion with curettage in RSUD Deli Serdang and in RS Grand Medistra, Lubuk Pakam, Deli Serdang, in 2013.

The research was an analytic survey with case control design. The sample of 30 people with 15 people as the details of the case, the wife who wears the AKDR after abortion with curettage and 15 men as a wife who does not use AKDR after abortion with curettage in RSUD Deli Serdang and RS Grand Medistra Lubuk Pakam.

The result of the analysis showed that the variable of husband’s support had significant influence on the use of AKDR after abortion with curettage, viewed from the value of Odds Ratio (OR) = 23.209 (95%CI 2.034; 264.872) which indicated that the wife who get husband’s support, possibility 23 times using AKDR after abortion with curettage compared with wife who does not get husband’s support. Meanwhile, attitude had Odds Ratio (OR) = 14.133 (95%CI 1.390; 143.674) it means wife’s agreement it is possible 14 times use AKDR after abortion with curettage compare with disagree attitude.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah pembangunan kesehatan di Indonesia mempunyai delapan tujuan, dimana dua diantaranya adalah untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Kematian ibu saat ini masih merupakan salah satu masalah karena tingginya AKI mempunyai dampak yang besar terhadap keluarga dan masyarakat. AKI di Indonesia tahun 2008 masih merupakan yang paling tinggi di Asia Tenggara yakni 248 per 100.000 kelahiran hidup, yang dapat diartikan 50 ibu meninggal setiap hari karena komplikasi persalinan dan saat melahirkan. Dan kematian itu berkisar antara 15% - 20% disebabkan oleh aborsi. World Health Organization (WHO) menyatakan, dari dua puluh juta aborsi yang dilakukan setiap tahun, terdapat 70.000 wanita meninggal dunia karenanya (Limbong, 2010).

Limbong juga mengatakan bahwa WHO memperkirakan ada 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan rincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura, antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia, antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina, antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand.

(22)

prematur

Menurut Erte

34 % pada kehamilan berikutnya. Risiko ini cukup meningkat karena aborsi, bahwa 10 % dari semua wanita yang melakukan aborsi akan melahirkan prematur pada kehamilan berikutnya (Ertelt, 2011).

menunjukkan risiko kelahiran prematur pada kehamilan setelah aborsi meningkat secara substansial ketika wanita memiliki lebih dari sekali aborsi. Untuk ratusan wanita Inggris yang sudah empat atau lebih aborsi, diketahui 20% dari semua wanita melahirkan prematur, dan kelahiran premature menyebabkan peningkatan risiko anak-anak yang baru lahir memiliki cacat fisik atau mental.

Selanjutnya studi ini juga menemukan wanita karena aborsi sebelumnya, pada kehamilan berikutnya menderita risiko yang lebih tinggi dari kelahiran mati dan pre-eklampsia, gangguan tekanan darah yang selanjutnya dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur dan kadang-kadang mengancam nyawa ibu dan anak. Bhattacharya mengatakan, perempuan sering disarankan untuk menunda kehamilan kedua, terlebih saat kehamilan pertama mengalami keguguran. Sejak 2005, WHO telah merekomendasikan bahwa perempuan menunggu setidaknya setengah tahun sebelum mereka coba lagi (Ertlet, 2011).

(23)

berencana setelah aborsi termasuk bimbingan konseling kontrasepsi yang terstruktur dengan akses yang mudah dan gratis. Konseling kontrasepsi dapat mengakibatkan peningkatan penggunaan metode kontrasepsi dan dorongan serta memberikan dukungan emosional bagi perempuan untuk merasa lebih aman dan puas dengan layanan dan memotivasi penggunaan metode keluarga berencana (Ferreira, 2010).

Selanjutnya Ferreira mengungkapkan sebuah studi cross-sectional tentang perencanaan keluarga pasca aborsi yang dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2008, diketahui bahwa terdapat 150 wanita berpenghasilan rendah mendapatkan perawatan pasca aborsi di sebuah klinik keluarga berencana di rumah sakit umum yang terletak di Recife, Brasil. Setiap wanita menerima informasi tentang metode kontrasepsi, efek samping dan kesuburan. Konseling individual yang ditangani mereka adalah tentang perasaan, harapan dan motivasi mengenai kontrasepsi serta niat kehamilan.

(24)

Estimasi global menyebutkan bahwa 4 dari 10 kehamilan adalah kehamilan tidak diinginkan. Dari 45 juta aborsi yang terjadi setiap tahunnya di dunia, 19 juta merupakan aborsi tidak aman dengan 5 juta diantaranya dirawat di rumah sakit akibat komplikasi. Bahkan di beberapa Negara Afrika, 50% kematian perempuan berhubungan dengan kehamilan yang berakhir dengan aborsi tidak aman. 20% dari perempuan yang melakukan aborsi tidak aman mengalami infeksi saluran reproduksi. Aborsi yang tidak aman juga menyumbangkan 11% dari AKI di Indonesia (Hudaya, 2010).

Menurut Gunawan dalam artikel Kontroversi dan Hukum Aborsi di Indonesia, saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat Indonesia. Namun terlepas dari kontroversi tersebut, aborsi diindikasikan merupakan masalah kesehatan masyarakat karena dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan atau sepsis (Admin, 2011). Hal ini juga diungkapkan oleh Sedyaningsih, 2010 dalam rapat kerja dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, penyebab langsung kematian ibu, yakni adalah perdarahan (30 %), eklampsia (25 % ), partus lama (5 %), komplikasi abortus (8 %), dan infeksi (12 %).

(25)

berhubungan dengan norma khususnya norma agama. Namun kenyataannya, sebuah studi di Bali menemukan bahwa 71% perempuan yang melakukan aborsi adalah perempuan menikah. Studi yang dilakukan oleh Population Council, 98,8 % perempuan yang melakukan aborsi di sebuah klinik swasta di Jakarta, telah menikah dan rata–rata sudah memiliki anak (Herdiyati, 1998 dalam Admin,2011). Alasan yang umum adalah karena sudah tidak ingin memiliki anak lagi, seperti hasil survei yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS), 75 % wanita usia reproduksi berstatus kawin tidak menginginkan tambahan anak (BPS, Depkes 1988 dalam Admin,2011).

Penelitian Yayasan Kesehatan Perempuan pada tahun 2003 menyebutkan 87% yang melakukan aborsi adalah istri dan ibu, hanya 12% oleh remaja putri. Data WHO tahun 2006 menyebutkan angka aborsi di Indonesia menjadi 2,6 juta kasus pertahun. Angka ini didapat dari rumah sakit, rumah bersalin, klinik dan puskesmas. Dimana hanya ibu rumah tangga yang dapat mengakses tempat-tempat tersebut. Hanya sedikit dari jumlah tersebut yang berasal dari perempuan pra-nikah, angka yang tercatat dari kelompok pra-nikah adalah mereka yang mengalami komplikasi sehingga harus dirawat di rumah sakit (Hudaya. 2010).

(26)

Post menulis 2,3 juta janin dibunuh per tahun. Media Indonesia 2 Oktober 2002 melaporkan saat itu 3 juta janin dibunuh per tahun (BKKBN Kalimantan Tengah, 2012).

Survei yang dilakukan di beberapa klinik di Jakarta, Medan, Surabaya dan Denpasar menunjukkan bahwa abortus dilakukan 89% pada wanita yang sudah menikah, 11% pada wanita yang belum menikah dengan perincian: 45% akan menikah kemudian, 55% belum ada rencana menikah. Sedangkan golongan umur mereka yang melakukan abortus: 34% berusia 30-46 tahun, 51% berusia antara 20-29 tahun dan sisanya 15% berusia di bawah 20 tahun (Azhari, 2002)

Mengingat besarnya jumlah kelahiran per tahun maka diperlukan upaya untuk mengendalikan kelahiran melalui perencanaan keluarga dengan menggunakan kontrasepsi terutama setelah melahirkan atau mengalami keguguran. Kontrasepsi paska keguguran perlu segera dimulai karena ovulasi dapat terjadi 11 hari sesudah abortus (Pinem, 2009).

Hasil pemantauan BKKBN terhadap pelayanan Keluarga Berencana (KB) Paskapersalinan dan Paskakeguguran di 22 Rumah Sakit (14 Provinsi) tahun 2008-2009, rata-rata yang ber-KB setelah bersalin dan keguguran hanya 5-10% (Ekoriano, 2013).

(27)

yang diambil, kebanyakan ibu merasa kebingungan tentang keputusan untuk menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim, disamping itu dukungan dari suami juga masih kurang. Dari data yang diperoleh peneliti pada saat melakukan studi pendahuluan di RSUD. Deli Serdang diketahui ada sebanyak 17 ibu memakai AKDR dari 68 orang ibu paska aborsi dengan kuretase. Sedangkan di RS. Grand Medistra Lubuk Pakam diketahui bahwa pada tahun 2012 ada sebanyak 12 ibu memakai AKDR dari 186 orang ibu paska aborsi dengan kuretase. Merujuk pada fenomena dan data yang ada maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Istri Serta Dukungan Suami Terhadap Pemakain Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pada Ibu Paska Aborsi Dengan Kuretase Di RSUD. Deli Serdang dan RS.Grand Medistra Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.

1.2. Rumusan Masalah

(28)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Istri Serta Dukungan Suami Terhadap Pemakain Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pada Ibu Paska Aborsi Dengan Kuretase di Rumah Sakit di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.

1.4. HipotesisPenelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah adanya pengaruh pengetahuan dan sikap isteri serta dukungan suami terhadap pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim pada ibu paska aborsi dengan kuretase di Rumah Sakit di Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Pihak Rumah Sakit di Kabupaten Deli Serdang

Sebagai informasi kepada pihak rumah sakit tentang pengetahuan dan sikap istri serta dukungan suami terhadap pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim paska aborsi dengan kuretase di rumah sakit tersebut, sehingga dapat menyikapi dan menindaklanjuti hasil penelitian ini.

1.5.2 Bagi Pasangan Usia Subur

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan 2.1.1. Defenisi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penilitian Rogers, 1974 dalam Notoatmodjo, 2007, mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui simulus (objek) terlebih dahulu

2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

(30)

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

5. Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).

2.1.3. Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan : 1. Tahu (know)

Tahu dimaksudkan sebagai mengingat suatu hal yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk ke dalam tingkat pengetahuan ini adalah dapat mengingat lagi sesuatu yang penting dari seluruh hal yang dipelajari. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (aplication)

(31)

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum–hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen–komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintetis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi–formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan–rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian–penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria–kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).

(32)

kontrasepsi yang tepat dan efektif. Pengetahuan responden mengenai metode kontrasepsi diperoleh dengan cara menanyakan semua jenis alat atau cara kontrasepsi yang pernah didengar untuk menunda atau menghindari terjadinya kehamilan dan kelahiran (SKDI, 2012).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan–tingkatan di atas.

Kendala yang lain adalah tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, pendapatan keluarga yang rendah menyebabkan banyak warga yang sulit menjangkau pusat pelayanan kesehatan dan KB, mendekatkan pelayanan KB ke masyarakat masih kurang dan terkadang terhambat, misalnya karena adanya upacara keagamaan sehingga masyarakat enggan diganggu ataupun karena faktor cuaca (Melly & Titiek, 2010).

Menurut BKKBN,2009, pemahaman masyarakat mengenai KB tinggi (98%) tetapi yang mengikuti program KB hanya 61% dari 40 juta Pasangan Usia Subur (PUS). Hal ini dikarenakan aspek agama dan jarak lokasi pelayanan yang jauh merupakan sebagian faktor yang membuat tidak sebanding antara pemahaman jumlah dengan pasangan yang ikut program KB.

(33)

menginginkan KB yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait dengan sebagai metode kontrasepsi (Handayani, 2010).

2.2. Sikap (attitude) 2.2.1. Defenisi

Menurut L.L. Thursstone (1946) dalam Ahmadi (2002), Sikap sebagai kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek psikologi. Obyek psikologi di sini meliputi: simbol, kata–kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya.

D.Krech and RS. Crutchfield dalam Ahmadi (2002) mengatakan, Sikap adalah organisasi yang tetap dari proses motivasi, emosi, persepsi atau pengamatan atas suatu aspek dari kehidupan individu.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari–hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

(34)

1. Komponen cognitive berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang didasarkan pada informasi, yang berhubungan dengan obyek.

2. Komponen affective menunjuk pada dimensi emosional dari sikap, yaitu emosi yang berhubungan dengan obyek. Obyek ini dirasakan sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan.

3. Komponen behavior atau conative melibatkan salah satu predisposisi untuk bertindak terhadap obyek.

Keputusan memakai AKDR paska abortus, merupakan salah satu upaya untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan ibu tentang kontrasepsi yang akan digunakan serta bagaimana sikap ibu untuk lebih selektif dalam memilih alat kontrasepsi yang akan digunakan paska abortus. Disamping itu berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan berdasarkan pengalaman pribadi dari orang terdekat di rumah sakit, yaitu ibu yang pernah mengalami abortus lebih dari satu kali belum mengetahui tentang alat kontrasepsi yang dipakai paska abortus dan dari sikap yang diambilnya tidak ingin memakai alat kontrasepsi dikarenakan ingin kembali cepat mendapatkan anak. Dan diketahui saat ini masih adanya kasus abortus yang terjadi di sekitar kita salah satu diantaranya adalah kegagalan dalam penggunaan alat kontrasepsi karena kontrasepsi yang dipilih bukan merupakan alat kontrasepsi efektif.

2.2.2. Pembentukan dan Perubahan Sikap

(35)

peranan yang besar dalam membentuk sikap putra–putranya. Sebab keluargalah sebagai kelompok primer bagi anak merupakan pengaruh yang paling dominan. Sikap sesorang tidak selamanya tetap. Ia dapat berkembang manakala mendapat pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar yang bersifat positif dan mengesan. Antara perbuatan dan sikap ada hubungan yang timbal balik. Tetapi sikap tidak selalu menjelma dalam bentuk perbuatan atau tingkah laku. Orang kadang–kadang menampakkan diri dalam keadaan “diam” saja.

Sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial tertentu, misalnya: ekonomi, politik, agama dan sebagainya. Di dalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma–norma atau group. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan sikap antara individu yang satu dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia, terhadap obyek tertentu atau suatu obyek.

2.2.3. Faktor – faktor yang Menyebabkan Perubahan Sikap

3.1. Faktor intern: yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh – pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia, terutama yang menjadi minat perhatiannya.

(36)

Dalam hal ini Sherif (Ahmadi, 2002) mengemukakan bahwa sikap itu dapat diubah atau dibentuk apabila:

a. Terdapat hubungan timbal balik yang berlangsung antara manusia. b. Adanya komunikasi (yaitu hubungan langsung) dari satu fihak.

Faktor inipun masih tergantung pula adanya:

a. Sumber penerangan itu memperoleh kepercayaan orang banyak/tidak. b. Ragu–ragu atau tidaknya menghadapi fakta dan isi sikap baru itu.

Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap terbentuk dalam hubungannya dengan suatu obyek, orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan antar individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat kabar, buku, poster, radio, televisi dan sebagainya, terdapat banyak kemungkinan yang mempengaruhi timbulnya sikap. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan sehari–hari banyak memiliki peranan. Keluarga yang terdiri dari : orang tua, saudara– saudara di rumah memliki peranan yang penting.

2.2.4. Ciri–ciri Sikap

Ciri–ciri sikap adalah sebagai berikut : 1. Sikap itu dipelajari (learnability)

(37)

2. Memiliki Kestabilan (Stability)

Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan stabil, melalui pengalaman.

3. Personal-Societal Significance

Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi.

Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini akan sangat berarti bagi dirinya, ia merasa bebas dan favorable.

4. Berisi Cognisi dan Affeksi

Komponen cognisi dari pada sikap adalah berisi informasi yang faktual, misalnya: obyek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.

5. Approach–Avoidance Directionally

Bila seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap sesuatu obyek, mereka mendekati dan membantunya, sebaliknya bila seseorang memiliki sikap yang unfavorable, mereka akan menghindarinya.

2.3. Dukungan 2.3.1. Defenisi

(38)

Dukungan sosial adalah suatu konsep fleksibel yang pada akhirnya sulit didefinisikan. Schumaker dan Brownell mendefinisikan dukungan sosial sebagai “petukaran sumber antara minimal dua individu yang dipersepsikan oleh pemberi dan penerima sumber yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan penerima”. Sebagian besar dukungan sosial diberikan oleh teman, keluarga, dan komunitas tetapi dukungan sosial oleh profesional kesehatan penting. Dukungan profesional kesehatan telah terbukti memberi dampak positif pada kesehatan dan kesejahteraan umum.

Pada saat ini, pelayanan kesehatan reproduksi belum mencakup semua lapisan penduduk di antaranya dikarenakan oleh: sikap–sikap yang merugikan terhadap perempuan, khususnya bias gender dalam pemenuhan pelayanan kesehatan, dan kurang berdayanya perempuan dalam pengaturan kehidupan seksual dan reproduksi mereka (Wilopo, 2010).

2.3.2. Komponen Dukungan

Sistem dukungan untuk mempromosikan perubahan perilaku ada 3, yaitu : 1. Dukungan material adalah menyediakan dana agar ibu dapat menggunakan

AKDR

2. Dukungan informasi adalah memberikan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam merencanakan keluarga dengan menggunakan AKDR, dan

(39)

Tiga komponen inti dalam dukungan sosial adalah :

1. Dukungan emosi, ini mungkin adalah hubungan yang hangat dan perhatian, suatu kehadiran atau pertemanan, atau kesediaan untuk mendengarkan.

2. Dukungan informasi, yaitu pemberian saran atau informasi yang baik.

3. Dukungan praktik atau nyata yang mungkin bersifat finansial atau dapat berupa dukungan kenyamanan fisik.

Sebagian besar dukungan sosial diberikan oleh temam, keluarga, dan komunitas tetapi dukungan sosial oleh profesional kesehatan penting (Medforth, dkk., 2011).

Cobb & Jones (1984) dalam Niven 2002 mengatakan bahwa dukungan sosial dapat diukur dengan melihat tiga elemen :

1. Perilaku suportif aktual dari teman–teman dan sanak famili

2. Sifat kerangka sosial (apakah kelompok jaringan tertutup dari individu-individu atau lebih menyebar)

3. Cara dimana seseorang individu merasakan dukungan yang diberikan oleh teman-teman dan sanak familinya.

2.3.3. Fungsi Dukungan

Fungsi dukungan sosial menurut Medforth, dkk., 2011 yaitu :

1. Dukungan sosial berfungsi sebagai penawar terhadap stres dan ketakutan pemasangan AKDR.

(40)

4. Dukungan sosial dapat memfasilitasi penggunaan AKDR.

Ibu merupakan salah satu anggota keluarga yang sangat berpengaruh, sehingga perubahan apapun yang terjadi pada ibu akan mempengaruhi keluarga.

Penelitian menunjukkan bahwa dukungan emosi dari pasangan merupakan faktor penting dalam mencapai keberhasilan tugas perkembangan (Entwistle, Doering; Mercer, 1981 dalam Kusmiyati, dkk, 2008).

Bentuk partisipasi pria dalam KB secara tidak langsung adalah dengan cara mendukung istri dalam ber-KB, apabila disepakati istri yang akan ber-KB peran suami adalah mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau cara/metode KB. Dukungan yang dapat diberikan adalah memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya, membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk kontrol, membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi, mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan, mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan, membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala (Azwar, 2005 dalam Kaniaulfa, 2012).

(41)

Kebijakan keluarga berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek keluarga berencana (Fokusmedia, 2010).

Dari aspek perilaku, laki–laki diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kesehatan reproduksi, misalnya dalam hal perilaku seksual. Peran dan tanggung jawab laki–laki dalam kesehatan reproduksi sangat berpengaruh terhadap kesehatan perempuan. Keputusan penting seperti siapa yang akan menolong istri melahirkan, memilih metode kontrasepsi yang dipakai istri masih banyak ditentukan oleh suami. Di lain pihak banyak laki–laki tidak mendapatkan pelayanan dan informasi yang memadai tentang kesehatan reproduksi misalnya dalam hal hubungan seksual sebelum nikah, berganti–ganti pasangan, kesetaraan ber-KB serta sikap dan perilaku kurang bertanggungjawab lainnya sehingga membahayakan perempuan pasangannya (Pinem, 2009).

(42)

dan sikap yang dianut, sistem dan akses kesehatan, situasi ekonomi, serta kualitas hubungan seksualnya mempengaruhi perempuan dalam menjalankan masa produksi dan proses reproduksinya.

Jika menyimak lebih dalam, faktor utama penyebab tingginya angka kematian ibu melahirkan di Indonesia tidak hanya penyebab langsung saja seperti perdarahan, infeksi, atau pre eklamsi. Terdapat faktor penyebab tidak langsung lainnya yang berkontribusi besar dalam meningkatkan risiko kematian ibu. Fenomena di negara berkembang termasuk di Indonesia, perempuan masih belum memiliki otonomi yang memadai terhadap dirinya terutama dalam kesehatan reproduksinya. Fakta menunjukkan adanya keterbatasan perempuan dalam mengakses pelayanan kesehatan yang disebabkan berbagai faktor seperti; kemiskinan, kondisi struktur geografis, penyebaran penduduk yang tidak merata, sosial ekonomi yang rendah, praktik budaya yang menghambat dan ketidaksetaraan gender. Kemiskinan menyebabkan ibu-ibu hamil tidak mendapatkan asupan gizi yang mencukupi untuk menunjang kehamilannya. Faktor budaya, “kawin muda” dan aborsi akibat kehamilan yang tidak diinginkan, diskriminasi dan beban ganda yang harus dipikul perempuan juga turut menjadi faktor yang mempengaruhi status kesehatan para ibu dan perempuan di Indonesia.

(43)

determinant), determinan antara (intermediate determinants) dan determinan kontekstual (contekstual determinants).

2.4.Aborsi

2.4.1. Defenisi`Aborsi

Keguguran didefenisikan sebagai kehilangan produk konsepsi sebelum usia gestasi 24 minggu (Fraser dan Cooper, 2009).

Aborsi spontan (SAB), yang juga dikenal dengan istilah “keguguran”, terjadi alami, tanpa perlu diinduksi (Varney, dkk, 2007).

2.4.2. Klasifikasi Aborsi

Ada beberapa jenis keguguran: 1. Ancaman keguguran

Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahankannya, ostium uteri tertutup, uterus sesuai umur kehamilan.

2. Keguguran yang tidak dapat dihindari

Abortus ini sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi, ostium terbuka, teraba ketuban, berlangsung hanya beberapa jam saja.

3. Keguguran inkomplet

(44)

4. Keguguran komplet

Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap, ostium tertutup uterus lebih kecil dari umur kehamilan atau ostium terbuka kavum uteri kosong.

5. Keguguran tertunda atau silent

Keadaan di mana janin telah mati sebelum minggu ke-20, tetapi tertahan di dalam rahim selama beberapa minggu setelah janin mati (Fraser dan Cooper, 2009). 2.4.3. Etiologi

Faktor–faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus, yaitu : 1. Faktor janin

Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni :

a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi)

b. Embrio dengan kelainan lokal

c. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas);

Alasan utama terjadinya keguguran pada awal kehamilan ini adalah : kelainan genetik, yang mencapai 75 hingga 90 % total keguguran (Varney, dkk, 2007).

(45)

2. Faktor maternal a. Infeksi

Infeksi maternal dapat membawa resiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua.

b. Penyakit vasukular c. Kelainan endokrin

Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin.

d. Faktor imunologis e. Trauma

f. Kelainan uterus

g. Faktor psikosomatik–masih dipertimbangkan (Martaadisoebrata, dkk, 2005). Sedangkan alasan lain terjadinya SAB adalah : kadar progesteron yang tidak normal, kelainan pada kelenjar tiroid, diabetes yang tidak terkontrol, kelainan pada rahim, infeksi, dan penyakit autoimun lain (Varney, dkk, 2007).

Menurut Fraser dan Cooper, 2009, Keguguran di awal kehamilan dapat disebabkan oleh beberapa faktor maternal berikut :

a. Usia maternal

Risiko meningkat sejalan dengan bertambahnya usia ibu b. Abnormalitas struktur saluran genital

(46)

d. Penyakit Maternal

Penatalaksanaan dan kontrol terhadap penyakit, seperti diabetes, penyakit ginjal, dan disfungsi tiroid dapat mengurangi risiko keguguran pada ibu yang menderita penyakit tersebut. Jika penyakit ini tidak dikontrol dengan baik, risiko keguguran akan tetap tinggi

e. Faktor lingkungan

f. Komsumsi kopi dan alkohol yang berlebihan disertai merokok, termasuk perokok pasif, telah terbukti dapat meningkatkan risiko keguguran. Pajanan terhadap pelarut organik meningkatkan kecenderungan terjadinya malformasi janin dan keguguran.

Riwayat obstetrik sebelumnya merupakan prediktor terjadinya keguguran spontan. Multigravida secara signifikan berisiko lebih besar dibandingkan dengan primigravida, dan keguguran yang terjadi pada kehamilan sebelumnya merupakan indikator risiko yang utama.

3. Faktor eksternal a. Radiasi

Dosis 1–10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.

b. Obat–obatan

(47)

c. Bahan–bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan benzen (Martaadisoebrata, dkk, 2005).

2.4.4. Gambaran Klinis

Tanda dan gejala dari abortus adalah : 1. Ancaman keguguran (Abortus iminen)

Pada ancaman keguguran, kehilangan darah mungkin hanya sedikit , dengan atau tanpa nyeri punggung bagian bawah dan nyeri, sedikit kram. Nyeri tersebut dapat menyerupai dismenore atau nyeri menstruasi. Serviks tetap tertutup dan uterus lunak, tidak ada nyeri tekan ketika dipalpasi. Gejala dapat berlanjut sampai jangka waktu tertentu. Adanya denyut jantung janin yang disertai penutupan tulang serviks sering kali menjadi tanda–tanda yang baik; 70–80% dari semua ibu yang didiagnosis menderita ancaman keguguran pada trimester pertama dapat melanjutkan kehamilannya hingga cukup bulan.

2. Keguguran yang tidak dapat diindari (Abortus insipien)

Perdarahan vaginal dapat terjadi sangat banyak dengan bekuan darah atau kantong gestasi berisi janin atau embrio. Uterus, jika teraba ukurannya mungkin lebih kecil dari yang diharapkan. Membran dapat ruptur pada waktu ini, dan cairan amniotik akan terlihat. Serviks mengalami dilatasi, dan jaringan atau bekuan dapat terlihat di vagina, atau dapat menonjol hingga tulang.

3. Abortus inkomplet

(48)

4. Abortus komplet

Pada jenis keguguran ini, plasenta dan membran dikeluarkan seutuhnya dari uterus. Nyeri berhenti dan tanda–tanda kehamilan juga berhenti. Uterus berkontraksi dengan kuat pada saat dipalpasi, dan rongga kosong dapat terlihat pada pemeriksaan ultrasound.

5. Keguguran tertunda (Missed abortion)

Kematian embrio biasanya terjadi sebelum usia gestasi 8 minggu tetapi tubuh ibu tidak mengetahui kematiannya. Darah yang berwarna cokelat yang berasal degenerasi jaringan plasenta dapat keluar, dan dicurigai terjadi ancaman keguguran. Ibu melaporkan berkurangnya gejala kehamilan yang kemudian berhenti sama sekali. Pertumbuhan uterus terhenti dan diagnosis dikonfirmasikan dengan pemeriksaan ultrsound (Fraser dan Cooper, 2009) .

2.4.5. Pengelolaan 1. Abortus iminens

a. Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin, yaitu : bed rest selama 3 x 24 jam dan pemberian preparat progesteron bila ada indikasi (bila kadar < 5–10 nanogram).

b. Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1–2 minggu, kemudian bila hasil USG tidak baik, evakuasi.

2. Abortus insipiens a. Evakuasi

(49)

c. Antibiotik selama 3 hari. 3. Abortus inkomplet

a. Perbaiki keadaan umum : bila ada syok, atasi syok; bila Hb < 8 gr %, transfusi b. Evakuasi : digital, kuretasi

c. Uterotonika

d. Antibiotika selama 3 hari. 4. Abortus kompletus

Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat– lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali.

5. Abortus tertunda (Missed abortion) a. Perbaikan keadaan umum b. Darah segar

c. Fibrinogen

d. Evakuasi dengan kuret, bila umur kehamilan > 12 minggu didahului dengan pemasangan dilator (laminaria stift).

6. Abortus habitualis

(50)

2.5.Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) Paska Aborsi

Dalam Cunningham, dkk, 2013 mengatakan bahwa Lahteenmaki dan Luukainen, 1978 mendeteksi lonjakan lutenizing hormone (LH) 16 sampai 22 hari setelah abortus pada 15 sampai 18 wanita yang diteliti. Kadar progesteron plasma, yang merosot setelah abortus, meningkat segera setelah lonjakan LH. Perubahan– perubahan hormon ini sesuai dengan perubahan histologis yang dijumpai pada biopsi endometrium (Boyd dan Holmstrom, 1972 dalam Cunningham, dkk, 2013). Karena itu, jika kehamilan ingin dicegah maka segera setelah abortus wanita yang bersangkutan menggunakan kontrasepsi yang efektif. Reevers, dkk, 2007 menghitung penurunan angka kehamilan tak diinginkan pada wanita yang ingin memasang alat kontrasepsi dalam rahim yang dipasang pada saat terminasi kehamilan (Cunningham, dkk, 2013).

Asuhan paskakeguguran mungkin merupakan kesempatan yang langka bagi seorang perempuan terpapar dengan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, hal ini merupakan kesempatan untuk memberi informasi dan pelayanan Keluarga Berencana.

Menurut Saifuddin, dkk, 2003, jenis yang dapat dipergunakan paska keguguran adalah :

a. Kontrasepsi yang dianjurkan sesudah keguguran trimester I, sama dengan yang dianjurkan pada masa interval.

(51)

Kontrasepsi spiral atau intrauterine device (IUD)/AKDR aman dipasang paska terjadinya aborsi atau keguguran. Berdasarkan penelitian metode kontrasepsi ini bahkan efektif untuk menurunkan angka aborsi akibat kehamilan tidak diinginkan. Kasus kehamilan tidak diinginkan paling banyak disebabkan karena ketidakpatuhan menggunakan alat kontrasepsi. AKDR merupakan kontrasepsi jangka panjang yang praktis, sekali dipasang bisa efektif hingga 5 tahun.

“AKDR sangat aman, bahkan tingkat efektifitasnya tinggi sebagai penunda kehamilan. Konrasepsi ini lebih efektif dibandingkan pil, kondom atau suntikan dalam mencegah kehamilan. Tetapi penggunaan AKDR masih sedikit,” kata Dr. Paula Bednarek, ahli obgyn dari Oregon Health and Science University, Portland, AS (Asih, 2011).

Dalam penelitian yang Bednarek, ia meneliti efek komplikasi pada wanita yang memasang AKDR setelah keguguran dan aborsi dengan wanita yang memilih menunda dan memasangnya beberapa lama kemudian. Hasil ternyata angka komplikasinya sama saja dari kedua kelompok itu. Selain itu, perempuan yang menggunakan AKDR paska aborsi memiliki risiko melakukan aborsi ulangan yang lebih rendah (Asih, 2011).

(52)

adalah perempuan yang telah melakukan aborsi di sebuah klinik umum di Wellington. Para wanita tersebut diberi pilihan untuk memakai metode Long-Action Reversible Contraception (LARC) atau menggunakan metode non-LARC.

Studi ini menunjukkan 6,45 persen perempuan yang memilih menggunakan metode LARC kembali mengulang aborsi. Sedangkan mereka yang menggunakan metode non-LARC memiliki tingkat mengulang aborsi sebesar 14,5 persen.

“Hasil ini memberitahukan kepada kita bahwa jika perempuan yang melakukan aborsi kemudian menggunakan metode LARC, khususnya AKDR lebih baik dalam pencegahan kehamilan. Pengguna AKDR jauh lebih kecil berkemungkinan mengulang aborsi dalam kurun waktu dua tahun dari pada yang menggunakan pil, kondom atau metode lainnya” kata Dr. Sally Rose, selaku pemimpin penelitian (Admin, 2011).

2.5.1. Waktu Mulai Menggunakan AKDR

Ovulasi dapat pulih hingga 2 minggu setelah terminasi suatu kehamilan muda, baik secara spontan maupun dengan induksi.

Ovulasi yang kembali seketika dapat menyebabkan kemungkinan kehamilan yang tidak diinginkan terjadi sangat cepat setelah aborsi dan bahkan sebelum menstruasi paska-aborsi pertama (WHO, 2011).

Pemakaian AKDR paskakeguguran perlu dimulai segera karena ovulasi dapat terjadi 11 hari sesudah terapi keguguran/abortus. Sekurang–kurangnya klien perlu mendapat konseling dan informasi agar mereka mengerti bahwa :

(53)

b. Ada kontrasepsi yang aman untuk menunda atau mencegah kehamilan.

c. Di mana dan bagaimana klien dapat memperoleh pelayanan (Saifuddin, dkk, 2003).

Insersi post-abortus

Menurut Handayani, 2010 karena konsepsi sudah dapat terjadi 10 hari setelah abortus, maka IUD dapat segera dapat dipasang segera :

1. Abortus trimester I : ekspulsi, infeksi, perforasi, dan lain-lain sama seperti pada insersi interval.

2. Abortus trimester II : ekspulsi 5-10 x lebih besar daripada setelah abortus trimester I.

2.5.2. Defenisi AKDR

AKDR adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang bentuknya bermacam–macam, terdiri dari plastik (polyethyline). Ada yang dililit tembaga (Cu), ada pula yang tidak, ada pula yang dililit tembaga bercampur perak (Ag). Selain itu ada pula yang dibatangnya berisi hormon progesteron (Suratun, dkk, 2008).

(54)

2.5.3. Jenis AKDR

Menurut Handayani, 2010, jenis AKDR yaitu : 1. AKDR Non-Hormonal

Pada saat ini AKDR telah memasuki generasi ke-4, karena itu berpuluh–puluh macam AKDR telah dikembangkan. Mulai dari generasi pertama yang terbuat dari benang sutra dan logam sampai generasi plastik (polietilen) baik yang ditambah obat maupun tidak.

a. Menurut bentuknya AKDR dibagi menjadi 2: 1. bentuk terbuka (oven device)

Misalnya: LippesLoop, CuT, Cu-7.Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T

2. bentuk tertutup (closed device)

Misalnya: Ota-Ring, Atigon, dan Graten Berg Ring. b. menurut Tambahan atau Metal

1. Medicated IUD

Misalnya : Cu T 200 (daya kerja 2 tahun), Cu T 220 (daya kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A (daya kerja 8 tahun), Cu-7, Nova T (daya kerja 5 tahun), ML-Cu 375 (daya kerja 3 tahun)

2. Un Medicated IUD

(55)

3. IUD yang mengandung hormonal a. Progestasert-T = Alza T

1. Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam 2. Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan 65 mcg

progesteron per hari

3. Tabung insersinya berbentuk lengkung 4. Daya kerja : 18 bulan

5. Tehnik insersi : plunging (modified withdrawal) b. LNG-20

1. Mengandung 46-60 mg Levonorgestrel, dengan pelepasan 20 mcg per hari 2. Sedang diteliti di Finlandia

3. Angka kegagalan / kehamilan angka terendah : <0,5 per 100 wanita per tahun

4. Penghentian pemakaian oleh karena persoalan–persoalan perdarahan ternyata lebih tinggi dibandingkan IUD lainnya, karena 25 % mengalami amenore atau perdarahan haid yang sangat sedikit.

2.5.4. Kontraindikasi

Yang tidak diperkenankan menggunakan AKDR paska aborsi : 1. Infeksi

(56)

2.5.5. Keuntungan

Menurut Pinem, 2009, keuntungan penggunaan AKDR adalah : 1. Dapat dipakai oleh semua perempuan dalam usia reproduksi

2. Reversibel, jangka panjang (dapat sampai 10 tahun tidak perlu diganti) 3. Sangat efektif. Efektif segera setelah pemasangan.

4. Tidak mempengaruhi hubungan seksual

5. Meningkatkan hubungan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil 6. Dengan AKDR CuT-380A, tidak ada efek samping hormonal

7. Tidak mempengaruhi produksi dan kualitas ASI

8. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau setelah abortus bila tidak ada infeksi

9. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir) 10. Tidak ada intraksi dengan obat - obatan

11. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat–ingat (Handayani, 2010)

12. Praktis, ekonomis, mudah dikontrol, aman untuk jangka panjang dan kembalinya masa kesuburan cukup tinggi (Suratun, 2008)

2.5.6. Kerugian/Keterbatasan

Menurut Pinem, 2009, kerugian menggunakan AKDR yakni :

1. Efek samping yang umum terjadi : perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan setelah itu berkurang), haid lebih lama dan lebih banyak, perdarahan (spotting) antar menstruasi, saat haid lebih sakit

(57)

3. Tidak baik digunakan oleh perempuan yang sering berganti–ganti pasangan atau yang menderita IMS

4. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS menggunakan AKDR. PRP dapat menyebabkan infertilitas

5. Diperlukan prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik dalam pemasangan AKDR

6. Ada sedikit nyeri dan spotting terjadi segera setelah pemasangan AKDR, tetapi biasanya menghilang dalam 1–2 hari

7. Klien tidak dapat melepas sendiri AKDR (harus dilepaskan oleh petugas kesehatan terlatih)

8. Kemungkinan AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui klien (sering terjadi bila AKDR dipasang segera setelah melahirkan)

9. Klien harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu dengan cara memasukkan jarinya ke dalam vagina.

10. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasangan(Handayani, 2010). 11. Keputihan(Suratun, dkk, 2008).

2.5.7. Kunjungan Ulang Setelah Pemasangan AKDR 1. Satu (1) bulan pasca pemasangan

(58)

5. Bila terlambat haid 1 minggu

6. Bila terjadi perdarahan banyak dan tidak teratur 2.5.8. Informasi Umum

1. AKDR bekerja langsung efektif segera setelah pemasangan

2. AKDR dapat keluar dari uterus secara spontan, khususnya selama beberapa bulan pertama

3. Kemungkinan terjadi perdarahan beberapa hari setelah pemasangan 4. AKDR mungkin dilepas setiap saat atas kehendak klien

2.6. Landasan Teori

Pengaruh pengetahuan dan sikap istri serta dukungan suami terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada ibu paska aborsi dengan kuretase menurut Lawrence Green (1980), digambarkan pada kerangka teori berikut ini:

Gambar 2.1 Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendekatan Diagnostik oleh Lawrence Green (1980)

(59)

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori maka dapat digabungkan menjadi suatu pemikiran yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan kerangka konsep dalam penelitian ini dengan model sebagai berikut:

Variabel Independent Variabel Dependent

(Variabel Bebas) (Variabel Terikat)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu Serta Dukungan Suami terhadap Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase di RSUD. Deli Serdang dan RS. Grand Medistra Tahun 2013

Ibu paska aborsi dengan kuretase dianjurkan segera menggunakan AKDR sampai setengah tahun sebelum hamil kembali atau sebagai alat kontrasepsi sampai mereka mengakhiri kesuburan. Namun penggunaan AKDR paska aborsi dengan kuretase masih banyak mengalami hambatan karena dipengaruhi oleh beberapa penyebab, seperti pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan suami. Pengetahuan ibu yang rendah tentang AKDR mengakibatkan mereka bersikap takut menggunakan AKDR. Hal ini semakin diperberat karena suami yang tidak memberikan izin untuk ibu menggunakan AKDR paska aborsi dengan kuretase karena berbagai alasan.

Pengetahuan Ibu

Ibu Paska Aborsi Dengan Kuretase Memakai AKDR Sikap Ibu

Dukungan Suami

(60)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat analitik dengan desain kasus kontrol (case control) untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan suami terhadap pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim paska aborsi dengan kuretase di Rumah Sakit di Kabupaten Deli Serdang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD. Deli Serdang dan Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasannya adalah banyak ibu yang mengalami Aborsi namun sedikit ibu yang menggunakan AKDR paska aborsi dengan kuretase. Hal ini dilihat dari data Laporan Tahunan RSUD. Deli Serdang pada tahun 2012 sejumlah 68 kasus aborsi dengan kuretase namun, hanya 17 ibu yang menggunakan AKDR. Sedangkan di RS. Grand Medistra Lubuk Pakam tahun 2012 terdapat sejumlah 186 kasus aborsi dengan kuretase, namun hanya 12 ibu yang menggunakan AKDR.

3.2.2. Waktu Penelitian

(61)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Popoulasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu aborsi dengan kuretase di RSUD. Deli Serdang dan RS. Grand Medistra Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari ibu aborsi dengan kuretase di RSUD. Deli Serdang dan RS. Grand Medistra Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

Berdasarkan perhitungan besar sampel diperoleh :

n = �Z1−α/2�2P(1−P) + Z1−β�P1(1−P1) + P2(1−P2)� 2 (P1−P2)2

n = �1,96�2(0,51)(0,49) + 1,28�0,1(0,9) + 0,93(0,07)� 2 (0,83)2

n = 14,6 dibulatkan menjadi 15 Dimana:

n : Besar sampel minimal Z1-α/2

Z

: Nilai baku normal berdasarkan alpha yang ditentukan α = 0,05 (1,96)

1-β

P1 : Proporsi ibu yang memakai alat kontrasepsi dalam rahim paska aborsi(10%) :Nilai baku normal berdasarkan betha yang ditentukanβ = 0,1 (1,28)

(62)

Teknik pengambilan sampel adalah Accidental Sampling dengan kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria Kasus

Kriteria kasus merupakan kriteria yang harus dipenuhi oleh subyek agar dapat diikutsertakan ke dalam penelitian sebagai kelompok kasus. Kriteria kasus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Ibu yang mengalamai aborsi dengan kuretase dan memakai AKDR dan dirawat di RSUD. Deli Serdang dan RS. Grand Medistra Lubuk Pakam. Pengelompokkan pendidikan dalam proses matching sampel kasus dan sampel kontrol berdasarkan tingkat pendidikan yaitu: pendidikan rendah (tidak sekolah-SMP sederajat) dan pendidikan tinggi (SMA sederajat-perguruan tinggi)

2) Ibu berstatus menikah. 3) Responden bekerja.

4) Responden bersedia diwawancarai. b. Kriteria Kontrol

Kriteria kontrol merupakan keadaan yang menyebabkan subyek diikutsertakan dalam penelitian ini sebagai kelompok kontrol. Kriteria kontrol dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(63)

dan sampel kontrol berdasarkan tingkat pendidikan yaitu: pendidikan rendah (tidak sekolah-SMP sederajat) dan pendidikan tinggi (SMA sederajat-perguruan tinggi)

2) Ibu berstatus menikah. 3) Responden bekerja.

4) Responden bersedia diwawancarai.

Besar sampel dalam penelitian ini sejumlah 30 orang dengan rincian 15 orang sebagai kasus yaitu ibu paska aborsi dengan kuretase dan memakai AKDR serta 15 orang sebagai kontrol yaitu ibu paska aborsi dengan kuretase tapi tidak memakai AKDR.

3.4. Defenisi Operasional

Sesuai dengan kerangka penelitian, maka defenisi operasional dari variabel adalah sebagai berikut :

a. Pengetahuan adalah hasil tahu responden tentang alat kontrasepsi dalam rahim paska aborsi dengan kuretase

b. Sikap adalah penilaian tertutup dari responden tentang alat kontrasepsi dalam rahim paska aborsi dengan kuretase

(64)

3.5. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. 3.5.1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan responden dan melalui butir – butir pertanyaan yang terdapat pada kuesioner yang telah dipersiapkan.

3.5.2. Data Sekunder

Data Sekunder diperoleh dari data Laporan Tahunan RSUD. Deli Serdang dan RS. Grand Medistra Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, yaitu data tentang kasus ibu paska aborsi dengan kuretase.

3.5.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan realibilitas akan dilakukan di RSU. Sembiring Delitua, sebanyak 30 orang dengan pertimbangan memiliki karakteristik yang sama.

Uji validitas dan reliabilitas (kesahihan dan kehandalan) adalah alat ukur penelitian berupa kuesioner yang dilakukan sebelum digunakan untuk mengukur nilai pengetahuan dan sikap serta dukungan suami mengenai pemakaian AKDR paska aborsi dengan kuretase, dalam hal ini dimaksudkan agar alat ukur yang digunakan benar-benar tepat dan cermat dalam melakukan fungsi ukurnya serta dapat dipercaya.

(65)

valid dan sebaliknya. Nilai rc dibaca pada tabel r pearson product moment dengan signifikansi 0,05 dan uji dua sisi dan jumlah data n = 30. Didapat dari tabel r pearson product moment adalah 0,361.

Ketentuan item dikatakan valid pada penelitian ini, jika: 1. Nilai r – hitung item > 0,361dikatakan valid 2. Nilai r – hitung item ≤ 0,361 dikatakan tidak valid.

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan bila r Alpha > 0,6 maka dinyatakan reliable.

(66)

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan Istri Variabel Pengetahuan Istri

No Pertanyaan n r-hitung Hasil Uji

1 Lama kesuburan kembali setelah aborsi 30 0,447 Valid 2 Kapan AKDR dipakai paska aborsi 30 0,447 Valid 3 Alasan AKDR baik dipasangkan paska aborsi 30 0,447 Valid 4 Alasan AKDR baik dipasangkan paska aborsi 30 0,578 Valid 5 Alasan AKDR baik dipasangkan paska aborsi 30 0,447 Valid 6 Alasan AKDR baik dipasangkan paska aborsi 30 0,578 Valid 7 Alasan AKDR tidak dapat dipasangkan pada ibu

paska aborsi

30 0,447 Valid 8 Alasan AKDR tidak dapat dipasangkan pada ibu

paska aborsi

30 0,578 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,958

Tabel 3.2 di bawah ini menunjukkan nilai Corrected item-Totalcorrelation (r– hitung) lebih besar dari r–tabel yang besarnya 0,361, artinya ketujuhbelas pernyataan yang digunakan untuk mengukur variabel pengetahuan istri semuanya valid. Nilai Cronbach’s Alpha adalah 0,958 adalah lebih besar dari 0,6. Berarti ketujuhbelas pernyataan tersebut dinyatakan reliabel sebagai alat ukur.

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap Istri Variabel Sikap Istri

No Pernyataan n r-hitung Hasil Uji

1 Kesuburan yang kembali seketika dapat menyebabkan kemungkinan KTD sangat cepat sebelum menstruasi pertama paska aborsi

30 0,696 Valid

2 Jika kehamilan ingin dicegah maka segera setelah aborsi gunakan alat kontrasepsi dalam rahim

30 0,729 Valid

3 AKDR dapat langsung dipasang segera setelah aborsi

30 0,694 Valid 4 Tunda pemasangan AKDR paska aborsi sampai

luka atau infeksi sembuh

30 0,842 Valid 5 Tunda pemasangan AKDR paska aborsi sampai

perdarahan dan anemia diatasi

(67)

Tabel 3.2. (Lanjutan) Variabel Sikap Istri

No Pernyataan n r-hitung Hasil Uji

6 AKDR dapat langsung dipasang segera setelah aborsi, jika tidak ada infeksi

30 0,812 Valid 7 AKDR bereaksi segera setelah pemassangan 30 0,857 Valid 8 AKDR merupakan cara KB berjangka panjang 30 0,745 Valid 9 Ibu paska aborsi bisa segera hamil kembali, jika

tidak menggunakan AKDR

30 0,663 Valid 10 Segera setelah AKDR dilepas, maka ibu dapat

hamil kembali

30 0,755 Valid 11 Segera setelah aborsi ibu tidak perlu

menggunakan alat kontrasepsi

30 0,579 Valid 12 Tunda pemasangan AKDR paska aborsi sampai

ibu menstruasi

30 0,624 Valid 13 Untuk mencegah kehamilan paska aborsi,

sebaiknya ibu menggunakan pantang berkala

30 0,768 Valid 14 Penggunaan AKDR paska aborsi tidak segera

dapat mencecgah kehamilan

30 0,697 Valid 15 AKDR dapat dipasang pada ibu paska aborsi

dengan perdarahan yang banyak

30 0,702 Valid 16 AKDR dapat dipasang pada ibu paska aborsi

dengan infeksi

30 0,697 Valid 17 AKDR dapat dipasang pada ibu paska aborsi

yang mengalami perlukaan jalan lahir

30 0,745 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,958

Gambar

Gambar 2.1 Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendekatan Diagnostik
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu Serta Dukungan Suami terhadap Pemakaian AKDR Paska Aborsi dengan Kuretase di RSUD
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap Istri
Tabel 3.2. (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kesimpulan dari penelitian Putz-Bankuti et al ini yaitu terdapat hubungan signifikan dari 25(OH)D dengan derajat disfungsi hati dan memberi kesan bahwa rendahnya kadar

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teoritik yang telah dipaparkan, maka dapat diperoleh hipotesa atau jawaban sementara dari perbandingan dinamika gelombang

Guru menerapkan model pembelajaran “ular tangga PAI ( SKI dan Fiqih )” untuk memahami konsep materi sistem yang akan diberikan dengan tahapan sebagai berikut :. • Permainan ini

Kata televisi sendiri berasal dari kata “tele” dan kata “vision”, yang memiliki arti jauh (tele) serta tampak (vision). Jadi televisi dapat di artikan tampak atau

Dengan terpikirkannya judul “Konsep Kepemimpin Perempuan Dalam Berpolitik Menurut Siti Musdah Mulia” maka, penulis memiliki kecenderungan untuk meneliti mengenai

Berdasarkan hasil penelitian, pasien BPJS rawat inap penderita kanker serviks, terbanyak pada bulan Juli dengan persentase 15%, pasien yang melakukan tindakan medis paling