• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Zat Warna Sintetis Pada Saos Cabai Secara Kromatografi Kertas (KKT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Zat Warna Sintetis Pada Saos Cabai Secara Kromatografi Kertas (KKT)"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

TDENTIFIKASI ZAT WARNA SINTETIS PADA SAOS CABAI

SECARA KROMATOGRAFI KERTAS (KKT)

TUGAS AKHIR

OLEH:

SELLY RIAWENNI

NIM 122410037

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulissampaikan ke hadirat AllahSWT,yang Maha Pengasih

lagi Penyayang atassegala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikantugas akhir iniyang berjudul “Identifikasi Zat Warna Sintetis Pada Saos Cabai Secara Kromatografi Kertas (KKT)”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satusyarat untuk menyelesaikan pendidikan Program

Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih

yang sebesar–besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi USU.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program

Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si.,Apt.,selaku Dosen Pembimbing, yang telah

banyakmemberikan bimbingan dan pengarahan dalam menyelesaikantugas

akhir ini.

5. Ibu Dra. Ernawati, Apt., selaku Koordinator Praktek Kerja Lapangan di

(4)

6. BapakdanIbu dosen beserta seluruh staf Program Studi Diploma III Analis

Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga

kepadaAyahanda Drs. Mutiaraja Nasution dan Ibunda Hj. Fajidah Rahmawaty,

SH.,MH tercinta serta Adik Rieska, Adik Andre, dan Adik Nazly yang telah

memberikan do’a, semangat dan motivasi sehingga penulisan tugas akhir ini

dapat terselesaikan.

Terima kasih kepada teman dan sahabat penulisWilda, Linda, Rachma,

Indik, Selvy, Fanny, Dina, Soraya yang selalu memberi dukungan kepada

penulis. Seluruh teman-teman mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan angkatan

2012 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tugas akhir

ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan yang dimiliki penulis baik

itu sistematika penulisan maupun penggunaan bahasa. Untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun

demi penyempurnaan tugas akhir ini.Penulis berharap semoga tugas akhir ini

dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan.

Medan, Mei2015 Penulis,

Selly Riawenni NIM 122410037

(5)

ABSTRAK

Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia. Bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan pun harus dibatasi jumlahnya. Karena pada dasarnya, setiap bahan kimia yang masuk kedalam tubuh akan menimbulkan efek negatif pada tubuh . Hal ini sebanding dengan dengan zat warna sintetis yang ada di dalam saos cabai. Zat warna sintetis di dalam saos cabai mengandung zat warna sintetis yang berbahaya dalam penggunaanya. Identifikasi zat warna sintetis pada saos ini bertujuan untuk mengetahui apakah saos cabai yang akan diedarkan dipasaran mengandung zat warna sintetis atau tidak. Zat pewarna sintetis dalam makanan dapat membuat suatu makanan lebih menarik, meratakan warna makanan dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan. Identifikasi zat warna sintetis pada saos cabai dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara di Medan. Identifikasinya menggunakan Kromatografi Kertas. Hasil yang diperoleh dari harga Rf baku pembanding Eritrosin adalah 0,141 dan harga Rf baku pembanding Rhodamin B adalah 0,3 sedangkan harga Rf1 pada sampel adalah 0,416 dan harga Rf2 pada sampel adalah 0,333, dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa saos cabai positif mengandung zat warna sintetis sehingga sampel yang diuji dinyatakan tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan Peraturan Menkes RI Nomor 239/Menkes/Per/V/85.

(6)

DAFTAR ISI

(7)

2.5 Fungsi Warna Pada Produk Pangan ... 13

2.6 Kromatografi Kertas ... 14

2.6.1 Teknik Kromatografi Kertas ... 15

BAB III METODOLOGI ... 19

3.1 Tempat Pengujian... 19

3.2 Alat ... 19

3.3 Bahan ... 19

3.4 Prosedur Pengujian ... 19

3.4.1 Larutan Uji ... 19

3.4.2 Larutan Baku ... 20

3.4.3 Identifikasi ... 20

3.5 Persyaratan ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Hasil ... 21

4.2 Pembahasan ... 21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

5.1 Kesimpulan ... 23

5.2 Saran ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami ... 6

Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis Yang Diizinkan Di Indonesia ... 9

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Hasil Identifikasi Zat Warna Sintetis Pada Saos Secara

Kromatografi kertas... 25

Lampiran 2. Sampel Saos Cabai ... 26

Lampiran 3. Gambar Pengujian Sampel ... 27

(10)

ABSTRAK

Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia. Bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan pun harus dibatasi jumlahnya. Karena pada dasarnya, setiap bahan kimia yang masuk kedalam tubuh akan menimbulkan efek negatif pada tubuh . Hal ini sebanding dengan dengan zat warna sintetis yang ada di dalam saos cabai. Zat warna sintetis di dalam saos cabai mengandung zat warna sintetis yang berbahaya dalam penggunaanya. Identifikasi zat warna sintetis pada saos ini bertujuan untuk mengetahui apakah saos cabai yang akan diedarkan dipasaran mengandung zat warna sintetis atau tidak. Zat pewarna sintetis dalam makanan dapat membuat suatu makanan lebih menarik, meratakan warna makanan dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan. Identifikasi zat warna sintetis pada saos cabai dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara di Medan. Identifikasinya menggunakan Kromatografi Kertas. Hasil yang diperoleh dari harga Rf baku pembanding Eritrosin adalah 0,141 dan harga Rf baku pembanding Rhodamin B adalah 0,3 sedangkan harga Rf1 pada sampel adalah 0,416 dan harga Rf2 pada sampel adalah 0,333, dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa saos cabai positif mengandung zat warna sintetis sehingga sampel yang diuji dinyatakan tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan Peraturan Menkes RI Nomor 239/Menkes/Per/V/85.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur seperti air,

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, enzim, pigmen dan lain-lain. Kandungan

bahan tersebut bergantung dari sifat alamiah bahan makanan tersebut. Untuk

memperoleh produk pangan olahan yang bercita rasa lezat,berpenampilan

menarik, tahan lama serta mudah dalam pengangkutan dan pendistribusiannya

maka digunakan berbagai bahan pendukung yang disebut dengan bahan tambahan

pangan (Nugraheni, 2014).

Mutu bahan pangan pada umumnya ditentukan oleh beberapa faktor

seperti cita rasa, tekstur dan nilai gizi, tetapi sebelum faktor-faktor tersebut

mempengaruhi secara khusus faktor visual seperti warna pada makanan juga

sangat menetukan. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga

dapat digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan, baik tidaknya cara

pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang

seragam dan merata (Cahyadi, 2006).

Warna pada makanan mempunyai daya tarik tersendiri untuk seseorang

agar memakannya terlebih lagi warna tersebut terang atau cerah. Warna yang

cerah memberi kesansegar atau matang, seperti jajanan yang dijual diluar lebih

(12)

Sejak dulu, masyarakat menggunakan pewarna alami untuk mengolah

makanan. Pewarna tersebut di antaranya daun suji (warna hijau), kunyit (warna

kuning) dan karamel (warna cokelat). Namun, karena adanya beberapa faktor

mereka beralih pada pewarna sintetis. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

juga turut mendukung ditemukannya pewarna-pewarna sintetis baru. Keberadaan

pewarna sintesis lebih dipilih karena mudah didapat, murah, lebih bervariasi dan

tentunya lebih praktis (Sulami, 2009).

Pewarna sintetis merupakan pewarna yang dibuat dengan cara sintesis

kimia. Warna dari pewarna sintetis memang lebih kuat daripada pewarna alami.

Selain itu, pewarna sintetis memberikan warna yang lebih seragam, lebih stabil

dalam penyimpanan dan lebih praktis (Sulami, 2009).

Dewasa ini keamanan penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan

masih dipertanyakan dikalangan konsumen. Sebenarnya konsumen tidak perlu

khawatir karena semua badan pengawas obat dan makanan di dunia secara terus

menerus memantau dan mengatur zat pewarna agar tetap aman dikonsumsi. Jika

ditemukan adanya risiko terhadap kesehatan, badan pengawas obat dan makanan

akan mengevaluasi pewarna tersebut dan menyebarkan informasinya keseluruh

jaringan sosial melalui media elektronik maupun media sosial. Pewarna yang

tidak alami dan dilarang dapat mengganggu kesehatan seperti keracunan, merusak

organ tubuh dan berpotensi memicu kanker(Pahmawati, 2011).

Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas

perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fase yaitu

(13)

atau zat cair sedangkan fase gerak dapat berupa zat cair atau gas. Meskipun dasar

kromatografi adalah suatu proses pemisahan, namun banyak diantara cara ini

dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Kromatografi kertas dan KLT

umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasikarena lebih sederhana

(Yazid, 2005).

Kromatografi kertas digunakan baik untuk analisa kualitatif maupun

kuantitatif. Senyawa-senyawa yang dipisahkan kebanyakan bersifat sangat polar,

misalnya asam-asam amino ,gula-gula atau pigmen-pigmen alam (Yazid, 2005).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari identifikasi zat warna sintetis pada saos cabai secara

kromatografi kertas adalah untuk mengetahui pewarna sintetis apa saja yang

digunakan pada saos cabai dan apakah pewarna sintetis yang digunakan

memenuhi persyaratan.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari identifikasi zat warna pada saos secara

kromatografi kertas adalah dapat mengetahui bahwa saos cabai yang diperiksa

tidak mengandung zat warna sintetis yang berbahaya sehingga aman untuk

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saos

Saos merupakan bumbu penyedap makanan atau biasanya digunakan

untuk menambah kelezatan pada makanan. Saos berbentuk seperti bubur kental

(pasta) dan umumnya bewarna orange hingga merah. Pembuatannya saos sering

ditambahkan dengan zat pewarna makanan alami maupun buatan.Warna saos

biasanya terbuat dari buah berwarna menarik seperti warna merah atau

ditambahkan zat pewarna, selain warna saos mempunyai aroma dan rasa yang

merangsang (dengan atau tanpa rasa pedas), mempunyai daya simpan panjang

karena mengandung asam, gula, garam dan seringkali ditambahkan pengawet

(Putra dkk, 2014 dan Margono, 2000).

2.1.1 Fungsi Saos

Kebutuhan akan saos dari tahun ke tahun terus meningkat. Di Indonesia,

saos merupakan produk olahan yang sangat populer, karena berfungsi sebagai

penambah cita rasa dan selera pada makanan. Saos juga banyak digunakan pada

industri pengalengan ikan. Selain sebagai campuran bumbu, saos dipakai sebagai

pelengkap hidangan (Margono, 2000).

2.2 Cabai Merah

Cabai merah (Capsicum annum L.)merupakan salah satu jenis tanaman

(15)

memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap juga memiliki nilai ekonomis tinggi

yang banyak digunakan baik untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk

keperluan industri makanan. Cabai merah dapat ditanam dengan kisaran suhu

antara 21oC–27oC (Nurlenawati dkk, 2010).

Klasifikasi tanaman cabai

Kingdom : Plantae

Dividi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Subkelas : Sympetalae

Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Species : Capsicum annum L.

(Kusandriani, 1996).

2.3 Zat Pewarna 2.3.1 Pewarna Alami

Pewarna alami merupakan pewarna (pigmen) yang berasal dari tumbuh–

tumbuhan atau hewan contohnya karotenoid, klorofil, tannin, dan kuinon.

Walaupun terdapat secara alami dalam tumbuhan dan hewan, pewarna alami juga

dapat timbul akibat proses pemanasan, penyimpanan atau proses-proses

(16)

Pewarna alami dalam penggunaanya perlu dalam jumlah lebih banyak agar

dapat menghasilkan warna yang baik sehingga pewarna alami lebih mahal, selain

itu ketersediaanya pun terbatas. Warna yang tersedia juga kurang bervariasi,

sehingga hanya terbatas pada warna–warna asli dari tumbuhan atau hewan yang

menghasilkan zat warna tersebut (Murdiati dan Amaliah, 2013).

Ciri–ciri zat warna alami pada produk pangan:

a. konsentrasi pigmen rendah (warna agak suram)

b. seringkali memberikan rasa khas yang tidak diinginkan

c. mudah larut dalam air

d. satabilitas pigmen rendah

e. keseragaman warna kurang baik

f. spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis

g. membutuhkan waktu lama untuk meresap kedalam produk

h. mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat saat diolah dan

disimpan

i. selain itu umumnya, pigmen-pigen ini bersifat tidak cukup stabil

terhadap panas, cahaya dan pH tertentu. Walau begitu, pewarna alami

umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh

(Nugraheni, 2014).

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami

Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas

Karamel Cokelat Gula

dipanaskan

(17)

Anthosianin Jingga

Flavonoid Tanpa kuning Tanaman Air Stabil

terhadap

panas

Leucoanthosianin Tidak bewarna Tanaman Air Stabil

terhadap

panas

Tannin Tidak bewarna Tanaman Air Stabil

terhadap

panas

Batalain Kuning, merah Tanaman Air Sensitif

terhadap

panas

Quinon Kuning-hitam Tanaman

bakteria

(18)

merah hewan terhadap

panas

Klorofil Hijau,cokelat Tanaman Lipida dan

air

Sensitif

terhadap

panas

Heme Merah,cokelat Hewan Air Sensitif

terhadap

panas

(Cahyadi, 2006).

Penggunaaan pewarna makanan alami semakin lama semakin ditinggalkan

produsen makanan. Hal ini disebabkan karena kurang praktis, memberi rasa khas

yang tidak diinginkan, kurang stabil dalam penyimpanan, menghasilkan warna

yang kurang seragam yang bisa disebabkan oleh perubahan pH, proses oksidasi,

pengaruh cahaya dan pemanasan sehingga intensitas warnanya sering berkurang

selama proses pembuatan makanan. Akibatnya produsen makanan banyak yang

beralih ke pewarna sintetis (Nugraheni, 2014).

2.3.2 Pewarna Sintetis

Zat pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat pewarna

sintetis harus melalui suatu pengujian secara intensif untuk menjamin

keamananya. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah,

lebih homogen dan memilikiwarna yang bervariasi dibandingkan dengan zat

(19)

dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah

dibandingkan dengan zat pewarna alami (Pahmawati, 2011).

Beberapa keuntungan penggunaan zat pewarna sintetis adalah tersedia

dalam jumlah yang memadai, stabilitas bagus, kekuatan mewarnai yang tinggi

menjadikan zat pewarna sintetis menguntungkan secara ekonomi, daya larut bagus

dalam air dan alkohol, tidak berasa dan tidak berbau tersedia dalam berbagai

bentuk dan bebas bakteri (Nugraheni, 2014).

Pewarna sintetis juga mempunyai kekuranganyaitu dapat menimbulkan

berbagai macam penyakit terutama jika digunakan dengan dosis yang berlebihan

atau pemakaiannya sedikit tetapi dikonsumsi secara rutin dalam waktu yang lama

(Murdiati dan Amaliah, 2013).

Ciri–ciri pewarna sintetis antara lain:

a. warna cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan

pemanasan

b. tidak mudah larut dalam air

c. membutuhkan bahan pewarna lebih sedikit, karena dalam konsentrasi

rendah sudah mampu mewarnai dengan baik

d. cepat meresap ke dalam produk (Nugraheni, 2014).

Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melaui pemberian asam

sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat

lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai

produk akhir, harus memenuhi suatu senyawa dulu yang terkadang berbahaya dan

(20)

berbahaya. Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna

untuk bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan

pangan. Zat pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran,

Auramin, Methanyl Yellow dan Rhodamin B (Nugraheni, 2014).

Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan kandungan arsen tidak

boleh lebih dari 0,0004% dan timbal tidak boleh lebih dari 0,0001, sedangkan

logam berat lainnya tidak boleh ada (Cahyadi, 2006).

Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia

Pewarna Nomor

Amaran Amaranth: CI Food Red 9 16185 Secukupnya

Biru

berlian

Brilliant blue FCF: CI 42090 Secukupnya

Eritrosin Food red 2 Erithrosin :Cl 45430 Secukupnya

Hijau FCF Food red 14 Fast green FCF : Cl 42053 Secukupnya

Hijau S Food green 3 Green S : Cl Food 44090 Secukupnya

Indigotin Green 4 Indigotin : Cl food 73015 Secukupnya

Ponceau

4R

Blue I Ponceau 4R :Cl 16255 Secukupnya

Kuning Food red 7 74005 Secukupnya

(21)

yellow 13

Kuning

FCF

Sunset yellow FCF Cl. Food

yellow 3

- Secukupnya

Riboflavina Riboflavin 19140 Secukupnya

Tartrazine Tartrazine - Secukupnya

(Yuliarti, 2007).

Tabel 2.3 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di IndonesiaBerdasarkan Peraturan Menkes RI Nomor 239/Menkes/Per/v/85

Nama Indeks Warna

Auramine (Cl basic yellow 2) 41000

Alkanet 755250

Butter Yellow (Cl solvent yellow) 11020

Chrysoidine (Cl food yellow B) 114270

Citrous 22156

Chocolate brown FB (Food Brown) -

Methanyl yellow (ext DC yellow1) 13065

Oil orange XO (Cl solvent oranges 7) 12140

Oil orange AB (Cl solvent orange 5) 11380

Orange RN (Cl food orange 1) 15970

Ponceau 3R (Cl food red 6) 16135

Ponceau SX (Cl food red 1) 14700

Rhodamin B (Cl food red 15) 45170

(22)

Scarlet GN (Cl food red 2) 14815

(Sulami, 2009).

2.3.2.1Rhodamin B

Rhodamin B dalam dunia perdagangan sering dikenal dengan nama tetra

ethyl rhodamin B, D dan Red no.19,C,I, Basic violet 10, C.I.No.45179. Zat warna

sintetis ini berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah keunguan,

dalam larutan berwarna merah terang berpendar (berfluoresensi). Pewarna ini

sebenarnya adalah pewarna untuk kertas, tekstil, dan reagensia untuk pengujian

antimon, cobalt, dan bismuth (Yuliarti, 2007).

Rhodamin B tidak dapat larut dan dicerna oleh tubuh. Meskipun kadar

Rhodamin B yang dikonsumsi sangat sedikit, namun pewarna ini dapat

mengalami penumpukan dalam tubuh manusia. Keberadaan Rhodamin B pada

makanan ditandai dengan tampilan fisik makanan yang berwarna merah mencolok

dan berpendar (Sulami, 2009).

Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama akan

dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila

terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi

gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut masuk melalui

makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan

mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna merah

ataupun merah muda. Jangankan lewat makanan, menghirup Rhodamin B dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran

(23)

akan mengalami iritasi. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami

iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan terdapat timbunan cairan atau

udem pada mata (Yuliarti, 2007).

2.3.2.2 Eritrosin

Zat pewarna ini termasuk golongan fluorescein berupa tepung coklat

larutannya dalam alkohol 95% menghasilkan warna merah yang berfluoresensi,

sedangkan larutannya dalam air bewarna merah cherry tanpa fluoresensi. Eritrosin

arut dalam gliserol dan glikol bersifat kurang tahan terhadap cahaya dan

oksidator, tetapi tahan terhadap reduktor dan NaOH 10%. Mudah diendapkan oleh

asam, karena itu tidak dapat dipergunakan dalam produk minuman. Eritrosin juga

dapat diendapakan oleh tawas dan FeSO4. Logam Cu hanya sedikit berpengaruh

terhadap warna larutan (Nugraheni, 2014).

Eritrosin mengakibatkan reaksi alergi pada pernapasan, hiperaktif pada

anak-anak, serta menghambat perkembangan otak dan perilaku (Sulami, 2009).

2.4 Alasan Penggunaan Pewarna Tambahan

Pewarna merupakan bahan yang ditambahkan dalam makanan yang

berfungsi untuk memberikan warna yang khas dan mencari ciri khusus dari suatu

makanan. Kemajuan teknologi pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara

sintetis. Dalam jumlah yang sedikit suatu zat kimia bisa memberi warna yang

stabil pada produk pangan.

Beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan :

a. untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara, atau

(24)

b. memperbaiki variasi alami warna. Produk pangan yang salah warna

akan diasosiasikan dengan kualitas rendah

c. membuat identitas produk pangan

d. menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan

e. menjaga rasa dan vitamin yang mungkin yang terpengaruh sinar

matahari selama produk di simpan

f. melindungi rasa dan cahaya rentan vitamin (Nugraheni, 2014).

2.5 Fungsi Warna Pada Produk Pangan

a. sebagai indikator kematangan, terutama untuk produk pangan segar seperti

buah-buahan

b. sebagai indikator kesegaran misalnya pada produk sayuran dan daging.

c. sebagai kesempurnaan proses pengolahan pangan misalnya pada proses

penggorengan, timbulnya warna coklat sering kali sebagai indikator akhir

kematangan produk (Nugraheni, 2014).

2.6 Kromatografi Kertas

Kromatografi kertas diperkenalkan oleh Consden, Gordon, dan Martin,

yang menggunakan kertas saring sebagai penunjang fase diam. Kertas merupakan

selulosa murni yang mempunyai afinitas besar terhadap air atau pelarut polar

lainnya. Bila air diadsorpsikan pada kertas, maka akan membentuk lapisan tipis

(25)

penyangga dan air bertindak sebagai fase diam yang terserap diantara struktur pori

kertas (Yazid, 2005).

Meskipun zat yang tercovery tidak betul-betul murni, dia dimanfaatkan

juga untuk uji kualitatif dan kuantitatif. Keterbatasan metode ini adalah waktu

yang relatif lama dan resolusinya yang rendah. Susunan serat kertas membentuk

medium berpori yang bertindak sebagai tempat untuk mengalirnya fase bergerak.

Berbagai macam kertas secara komersial tersedia adalah Whatman 1, 2, 31 dan

3mm. Kertas asam asetil, kertas kieselguhr, kertas silikon dan kertas penukaran

ion yang digunakan. Tersedia juga kertas selulosa murni, kertas selulosa yang

dimodifikasi dan kertas serat kaca. Zat-zat hidrofobik dapat dipisahkan pada

kedua jenis kertas terakhir ini. Kertas asam asetil atau kertas silikon dapat

digunakan untuk zat-zat hidrofobik, sedangkan untuk reagen yang korosif, kertas

serat kaca dapat digunakan. Untuk memilih kertas, yang menjadi pertimbangan

adalah tingkat dan kesempurnaan pemisahan, difusivitas pembentukan spot, efek

tailing dan pembentukan komet serta laju pergerakan pelarut terutama untuk

teknik descending. Pembentukan komet adalah suatu fenomena dimana spot

yangdiperoleh bukannya berbentuk bundar, melainkan bulatan berbentuk panjang.

Penambahan asam dalam pelarut bisa menghindarkan pembentukan komet serta

mencegah ionisasi akibat hidrolisis ion-ion anorganik yang berbentuk komet.

Seringkali nilai Rf berbeda dari satu kertas- kertas lainnya. Pengotor yang terdapat

pada kertas saring adalah ion-ion Ca2+, Mg2+, Fe3+, Cu2+. Kertas seharusnya

(26)

Kromatografi kertas tidak memerlukan pelat pendukung dan kertas dapat

dengan mudah diperoleh dalam bentuk murni sebagai kertas saring. Lapisan

selulosa harus dicetak atau dibeli khusus. Panjang serabut pada kertas lebih

panjang daripada serabut pada lapisan selulosa lazim, menyebabkan lebih banyak

terjadi difusi ke samping dan bercak lebih besar. Akhirnya, lapisan selulosa lebih

rapat dan pelarut cenderung mengalir melaluinya lebih cepat dan menghasilkan

pemisahan tajam (Gritter, 1991)

Cairan fase bergerak yang biasanya berupa campuran dari pelarut organik

dan air, akan mengalir membawa noda cuplikan yang didepositkan pada kertas

dengan kecepatan berbeda. Pemisahan terjadi berdasarkan partisi masing-masing

komponen diantara fase diam dan fase bergeraknya. Senyawa-senyawa yang

dipisahkan kebanyakan bersifat sangat polar, misalnya asam-asam amino,

gula-gula atau pigmen-pigmen alam (Yazid, 2005).

Ditinjau dari sistem pelarut yang dipergunakan salam kromatografi partisi,

dikenal tiga kategori yaitu fase dan berair, fase diam pelarut organik hidrofilik,

dan fase diam pelarut organik hidrofobik. Fase diam berair bersifat polar ataupun

ionik. Fase diam tersebut diperoleh dengan cara mengekspos kertas pada atmosfer

air dalam ruang tertutup. Kertas tersebut tanpa direndam dalam larutan buffer dan

dapat dikeringkan sebelum digunakan. Dua metode dapat digunakan untuk

memperoleh fase diam pelarut organik hidrofilik, tergantung pada volatilitas

pelarutnya, jika pelarutnya mudah menguap digunakan teknik eksposur,

sedangkan bila pelarutnya tidak mudah menguap digunakan teknik perendaman

(27)

formida, yang terdiri atas selulosa, karbitol, gliserol dan benzoil alkohol.

Menjadikan kertas hidrofobik dapat juga dilakukan dengan impregnasi kertas

dengan pelarut hidrofobik yang terlarut dalam eluen mudah menguap serta

dibiarkan kering di udara (Khopkar, 1990).

2.6.1 Teknik Kromatografi Kertas

Proses pengeluaran asam mineral dari kertas disebut desalting. Larutan

ditempatkan pada kertas dengan menggunakan mikropipet pada jarak 2–3 cm dari

salah satu ujung kertas dalam bentuk coretan garis horizontal. Setelah kertas

dikeringkan, diletakkan di dalam ruang yang sudah dijenuhkan dengan air atau

dengan pelarut yang sesuai. Penjenuhan dapat dilakukan 24 jam sebelum analisis

(Khopkar, 1990)

Kertas dipotong memanjang sesuai ukuran bejana yang akan digunakan.

Kertas yang dipakai adalah kertas Whatman yang secara komersial tersedia dalam

berbagai macam ukuran dan lembaran. Biasanya dipakai kertas Whatman no.1

dengan kecepatan sedang. Tersedia juga kertas selulosa murni, kertas selulosa

yang dimodifikasi , kertas asam asetil dan kertas serat kaca. Untuk pemilihan

kertas yang menjadi pertimbangan adalah tingkat kesempurnaan pemisahan,

difusifitas pembentukan spot, efek tailing serta laju pergerakan pelarut. Kertas

yang akan digunakan harus disimpan dalam ruang tertutup atau di temapat yang

kering jauh dari sumber uap terutama yang mempunyai afinitas tinggi terhadap

selulosa (Yazid, 2005).

Sejumlah cuplikan kurang lebih 1 µl diteteskan menggunakan mikropipet

(28)

dengan pensil. Spot atau noda yang terbentuk dikeringkan, lalu kertas dimasukkan

dalam bejana tertutup yang sudah dijenuhkan dengan pelarut yang sesuai untuk

dikembangkan. Penjenuhan dilakukan selama 24 jam sebelum analisis (Yazid,

2005).

Terdapat tiga metode pengembangan pada kromatografi kertas ,yaitu :

a. Metode Penaikan (Ascending)

Kertas digantungkan pada penggantung berbentuk kail yang dipasang

pada penutup bejana kromatografi. Pelarut berada di dasar bejana

(Gritter, 1991).

Noda harus diusahakan tidak sampai tercelup karena dapat larut dalam

pelarut. Pelarut akan naik memalui serat-serat kertas oleh gaya kapiler

menggerakan komponen dengan jarak yang berbeda-beda (Yazid, 2005)

b. Metode Penurunan (Descending)

Bejana dilengkapi dengan sejenis wadah pelarut yang di pasang pada

penopang dan kertas kromatografi dicelupkan ke dalam pelarut di

dalam wadah itu dan diberati dengan batang kaca supaya tetap pada

tempatnya . Pelarut bergerak turun membawa komponen melaui gaya

kapiler dan gaya gravitasi (Gritter, 1991).

c. Metode Mendatar (Radial)

Metode ini sangat berbeda dari sebelumnya. Biasanya kertas dibentuk

bulat ditengahnya diberi sumbu dari benang atau gulungan kertas. Noda

(29)

sumbu sehingga membasahi kertas untuk kemudian mengembang

melingkar membawa komponen yang dipisahkan (Yazid, 2005)

Temperatur harus dikendalikan dalam variasi tidak boleh lebih dari 0,5oC.

Kertas harus didiamkan dahulu paling tidak 24 jam dengan atmosfer pelarutnya,

agar mencapai kesetimbangan sebelum pengaliran pelarutnya pada kertas.

Dilakukan beberapa pengerjaan yang parallel, Rf nya tidak boleh berbeda lebih

dari ± 0,02 (Khopkar, 1990).

Bila permukaan pelarut telah mengembang atau bergerak pada batas

tertentu, maka kertas dikeluarkan dari bejana dan batas permukaan pelarut diberi

tanda lalu kertas dikeringkan. Jika senyawa yang dipisahkan bewarna akan

nampak seperti noda- noda yang terpisah. Tetapi jika komponen zat tidak bewarna

umumnya zat organik), maka dapat dideteksi dengan cara fisika dan kimia (Yazid,

2005).

Setelah letak noda komponen diketahui dan diberi tanda batas, harga Rf

(Retardation factor) dapat dihitung

Rf =

jarak yang ditempuh komponen jarak yang ditempuh pelarut

Nilai Rf dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif dari senyawa yang

tidak diketahui dengan membandingkan terhadap senyawa standar. Bila harga Rf

sama, berarti kedua senyawa tersebutidentik sedangkan untuk analisis kuantitatif,

komponen-komponen yang terpisah dapat dipotong-potong kemudian dilarutkan

secara terpisah dalam pelarut yang sesuai untuk ditetapkan kadarnya dengan

(30)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian identifikasi zat warna pada saos secara kromatografi kertas

dilakukan di Laboratorium Toksikologi, Balai Laboratorium Kesehatan Daerah

Pemprovsu Medan di Jalan Williem Iskandar Pasar V Barat I No.4 Medan.

3.2 Alat

Alat yang digunakan adalah beaker glass, chamber, erlenmeyer, gelas

ukur, hot plate, kertas kromatografi, neraca analitik, pipet mikro, pipet tetes, pot

plastik.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah aquadest, asam asetat 10%, bulu domba,

Larutan Pembanding Eritrosin , Larutan pembanding Rhodamin B, NH4OH(p),

metanol, sampel saus cabai, Tri-natrium citrat.

3.4 Prosedur 3.4.1 Larutan Uji

Saos ditimbang sebanyak 50 g, dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer,

ditambahkan 10 ml asam asetat 10%, ditambahkan 3-4 bulu domba bebas lemak,

(31)

dalam erlenmeyer lebih kurang 25 ml NH4OH 10% kemudian didihkan selama 10

menit. Zat warna yang larut dimasukkan kedalam larutan basa, dibuang bulu

dombanya, diuapkan diatas penangas air larutan yang bewarna, residu dilarutkan

dalam sedikit metanol, ditotolkan pada kertas kromatografi, dilakukan

kromatografi, bandingkan dengan standart warna dan dihitung harga Rf nya.

3.4.2 Larutan Baku

Sejumlah ±1 mg Eritrosin dan Rhodamin B ditimbang seksama. Larutkan

dan encerkan dengan aquadest secukupya.

3.4.3 Identifikasi

Larutan A, B, dan C masing-masing ditotolkan secara terpisah dan

dilakukan kromatografi kertas sebagai berikut :

Fase diam : Kertas Whatman

Fase gerak : NH4OH pekat : Trinatrium Sitrat : Aquadest

Penjenuhan : Dengan kertas saring

Volume penotolan : Larutan A 50 µl , larutan B 50µl , larutan C 100µl

Jarak rambat : 12 cm

Penampak noda : UV 245 nm

3.5 Persyaratan

Saos cabai tidak boleh mengandung bahan pewarna sintetis yang

(32)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil identifikasi zat warna sintetis pada saos cabai secara kromatografi

kertas, diketahui bahwa saos cabai yang diuji mengandung zat warna sintetis

karena pada saos menghasilkan kromatogram.

Perhitungan Rf dan kromatogram hasil pengujian dari kromatografi kertas

(KKT) dapat dilihat pada lampiran.

4.2 Pembahasan

Dari hasil pengujian kromatografi kertas, menunjukkan bahwa sampel

mengandung zat warna sintetis yang berbahaya karena pada sampel menghasilkan

kromatogram.

Warna pada makanan merupakan daya tarik tersendiri untuk menggugah

selera. Jajanan anak lebih banyak mempunyai variasi warna, karena

anak-anak akan lebih memilih makanan yang berwarna dan berbentuk menarik tanpa

mempertimbangkan nilai gizi dari makanan tersebut. Pemberian warna pada

makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih segar dan menarik,

sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Namun, pewarna

makanan merupakan bahan tambahan pangan yang perlu pengawasan lebih karena

penggunaannya yang terkadang tidak sesuai anjuran atau bahkan menggunakan

(33)

Baik zat pewarna sintetis maupun alami digunakan dalam industri makanan

harus memenuhi standart nasional dan internasional. Penyalahgunaan zat pewarna

melebihi ambang batas maksimum atau penggunaan secara ilegal zat pewarna

yang dilarang digunakan dapat mempengaruhi kesehatan konsumen, seperti

timbulnya keracunan akut dan bahkan kematian. Pada tahap keracunan kronis,

dapat terjadi gamgguam fisiologis tubuh seperti kerusakan syaraf, gangguan organ

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil pengujian identifikasi zat warna sintetis pada saos cabai secara

kromatografi kertas menunjukkan bahwa saos cabai mengandung zat warna

sintetis Red 2G dan Orange RN sehingga dapat disimpulkan bahwa saos cabai

yang diuji tidak memenuhi persyaratan menurut dengan Peraturan Menkes RI

Nomor 239/MENKES/V/85.

5.2 Saran

Sebaiknya pengujian untuk bahan tambahan pangan tidak hanya pada pada

pengujian zat warna sintetis saja, akan tetapi pengujian-pengujian lain untuk

memenuhi persyaratan dari bahan tambahan pangan juga harus dilakukan agar

saos cabai yang akan dipasarkan benar-benar merupakan makanan yang

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. (2006). Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 53-55.

Effendi, S. (2012). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung: Alfabeta. Hal 162.

Gritter, J.R. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB. Hal 158.

Kusandriani. (1996). Botani Tanaman Cabai Merah. Bandung: Balai Penelitian Sayuran.

Khopkar, M.S. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal 153-156.

Margono, T. (2000). Saos Pepaya. Jakarta: PT Grasindo. Hal 2.

Murdiati, A. dan Amaliah. (2013). Panduan Penyiapan Pangan Sehat Untuk Semua. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana. Hal 173-174.

Nugraheni, M. (2014). Pewarna Alami. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 1-2, 12-13, 19, 28, dan 30.

Nurlenawati,N., Jannah,A., Nimih.(2010),Respon Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsicum AnnuumL.) Varietas Prabu TerhadapBerbagai Dosis Pupuk Fosfat DanBokashi Jerami Limbah Jamur Merang. Vol 4(1).Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang(UNSIKA). Hal 9-10.

Pahmawati, Y. (2011). Kegunaan dan Efek Samping Bahan Kimia. Jakarta: Adfale.Hal 35-37.

Putra,R.I., Asterina., Isrona,L. (2014). Gambaran Zat Pewarna Merah Pada Saus Cabai Yang Terdapat Pada Jajanan Yang Dijual di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Padang Utara . Vol3 (3). Jurnal Kesehatan Andalas. Hal 299.

Sulami, E. (2009). Sehatkah Bahan Tambahan Makananmu?. Klaten: PT Intan Pariwara. Hal 1,3dan 8.

Yazid, E. (2005). Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: ANDI. Hal 205-208.

Yuliarti, N. (2007). Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: ANDI. Hal 90, 92-93.

(36)

Lampiran 1. DataHasil Identifikasi Zat Warna Sintetis Pada Saos Cabai Secara Kromatografi Kertas (KKT)

Pelarut : Asam Asetat 10%

Fase Diam : KertasWhatmann no.1

Fase Gerak : NH4OH pekat : Trinatrium Sitrat : Aquadest (5 : 2 : 95)

Baku Pembanding : Eritrosin dan Rhodamin B

Penjenuhan : Dengan Kertas Saring

Jarak Rambat : 12 cm

Penampak Noda : UV 245 nm

Tabel Hasil perhitungan harga Rf

Nama Zat Harga Rf Nama Zat Warna

Baku pembanding

Eritrosin

Rf: 1,7cm/12cm = 0,3 Rhodamin B

Baku pembanding

Rhodamin B

Rf: 3,6cm/12cm = 0,141 Eritrosin

Sampel Saos cabe

Rf1: 5/12 = 0,416 Red 2 G

RF2 : 4/12 = 0,333 Orange RN

(37)

Nama Contoh : Saos Cabai

No. Lab : 0457/L II/2015

Jam : 10.00 WIB

Tanggal diterima : 04/02/2015

Pemerian

Bentuk : Pasta

Rasa : Pedas

Warna : Merah

Bau : Khas

(38)

Sampel Saos Cabai

(39)

Pemanasan bulu domba

(40)
(41)

Gambar

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami
Tabel  2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia
Tabel 2.3 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di IndonesiaBerdasarkan  Peraturan Menkes RI Nomor 239/Menkes/Per/v/85
Tabel Hasil perhitungan harga Rf

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pemeriksaan terhadap tiga sampel saus, terdapat dua sampel saus positif mengandung zat pewarna berbahaya yang dilarang seperti Orange RN dan Ponceau 3R,

Dari hasil identifikasi sampel minuman ringan siena okabe strawberry secara kromatografi kertas diperoleh tinggi bercak dari sampel minuman ringan siena okabe strawberry 7,1

Dari hasil pemeriksaan terhadap tiga sampel saus, terdapat dua sampel saus positif mengandung zat pewarna berbahaya yang dilarang seperti Orange RN dan Ponceau 3R,

Gambar sampel yang dipekatkan. Universitas

Dari hasil identifikasi tersebut diperoleh zat pewarna tambahan pangan pada jeli adalah Ponceau 4R. Dari hasil identifikasi ini diketahui bahwa zat pewarna tambahan

Gambar chamber yang berisi fase gerakb. Gambar sampel yang

di dapat bahwa zat warna merah pada sampel dawet yang dijual di sepanjang jalan "X" mempunyai harga Rf yang sama dengan Rf dari Rhodamin B dan

Lima sampel lipstik yang tidak memiliki No.Notivikasi (NA),satu sampel lipstik (kode A) mengandung zat warna Rhodamin B karena jarak sampel dan baku Rhodamin B sama atau