POTRET KOMUNITAS GRUNGE
(Studi Pada Komunitas Kaum Kucel di Bandar Lampung) Oleh
Rizky Okto Danela
Mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung
ABSTRAK
THE GRUNGE PORTRAIT
(A Study on Kucel Community in Bandar Lampung) By
Rizky Okto Danela
Student of Faculty of Social and Politic Science in Lampung University ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Kegunaan Penelitian ... 10
1. Secara Akademis ... 10
2. Secara Praktis ... 10
II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Tinjauan Tentang Komunitas ... 12
B. Tinjauan Mengenai Grunge ... 18
1. Sejarah Grunge ... 18
2. Perkembangan Grunge ... 20
3. Karakter Musikal Grunge ... 25
4. Konser Musik Grunge ... 27
C. Tinjauan Mengenai Identitas ... 28
D. Tinjauan Mengenai Gaya Hidup ... 32
E. Kerangka Pemikiran ... 34
III METODE PENELITIAN ... . 35
A. Tipe Penelitian ... . 35
B. Fokus Penelitian ... . 36
C. Teknik Penentuan Informan ... . 37
D. Lokasi Penelitian ... 38
E. Jenis Data ... 39
1. Data Primer ... 39
F. Tehnik Pengumpulan Data ... 39
1. Wawancara Mendalam ... 39
2. Studi Pustaka ... 40
G. Teknik Analisis Data ... 40
1. Reduksi Data ... 41
2. Tahap Penyajian Data ... 41
3. Tahap Penarikan Kesimpulan ... 41
IV GAMBARAN UMUM ... 43
A. Sejarah Singkat Bandar Lampung Pra Kemerdekaan Indonesia ... 43
B. Sejarah Singkat Bandar Lampung Zaman Pasca Kemerdekaan ... 43
C. Hari Jadi Kota Bandar Lampung ... 44
1. Geografi ... 45
2. Topografi & Geologi ... 45
3. Demografi ... 46
4. Administrasi Pemerintahan ... 46
5. Sarana Transportasi ... 46
D. Sekilas Biografi Komunitas Kaum Kucel ... 46
E. Realitas Prilaku Keseharian Grunge di Bandar Lampung ... 50
V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54
A. Hasil dan Pembahasan Penelitian ... 54
1. Pengetahuan tentang Grunge ... 54
2. Alasan Tergabung Dalam Anggota Kelompok Penggemar Grunge ... 60
3. Identitas Grunge Pada Anggota Komunitas Kaum Kucel di Bandar Lampung ... 63
a. Style Berpakaian ... 67
b. Potongan Rambut ... 68
4. Gaya Hidup Grunge Pada Komunitas Kaum Kucel ... 69
a. Cara Berpikir ... 71
b. Cara Bersikap ... 72
c. Latar Belakang Orang Tua ... 73
d. Latar Belakang Individu Grunge ... 74
VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 78
A. Kesimpulan ... 78 B. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masuknya budaya luar ke Indonesia yang kian meningkat membuat
masyarakat sedikit demi sedikit mengadopsi budaya luar dalam
kesehariannya. Setiap tahunnya atau tiap bulan atau bahkan tiap harinya
budaya luar masuk ke negeri ini dan tak jarang dapat mengabaikan budaya
negerinya sendiri. Objek utama dari transformasi budaya luar umumnya
adalah kaum remaja, di mana mereka tergolong masih senang mencari jati
diri dan selalu ingin bebas dalam memilih jalan hidupnya sehingga sangat
mudah dipengaruhi. Kejenuhan bisa dikatakan menjadi salah satu penyebab
masyarakat memilih mengikuti budaya luar di banding budaya sendiri. Atau
juga budaya luar yang mereka terima itu terasa lebih ideal di dalam diri
mereka. Lama kelamaan hal seperti ini akan menimbulkan pergeseran
kebudayaan.
Pergeseran kebudayaan tersebut berarti menjadi perubahan sosial pula.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan
2
pengetahuan, teknologi, filsafat dan seterusnya bahkan
perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial.
Selo Soemarjan dan Soeloeman Soemardi (Soekanto.1990:189)
merumuskan budaya sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
Karya masyarakat menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan
atau kebudayaan jasmaniah (materical culture) yang diperlukan manusia
untuk menguasai alam sekitarnya. Rasa yang meliputi jiwa manusia,
mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk
mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas.
Selanjutnya,cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir
orang-orang yang hidup dan yang antara lain menghasilkan filsafat serta
ilmu yang pengetahuan. Secara singkat Samuel dan koenig (Soekanto,
1990:337) mengatakan bahwa perubahan sosial menunjuk pada
modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.
Modifikasi-modifikasi terjadi karena sebab-sebab intern maupun sebab-sebab ekstern.
Sebenarnya sulit sekali untuk menentukan letak garis pemisah antara
perubahan sosial dan perubahan kebudayaan karena tidak ada masyarakat
yang tidak memiliki kebudayaan dan sebalik nya tidak mungkin ada
kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Dalam perubahan
sosial dan kebudayaan mempunyai suatu aspek yang sama yaitu kedua-dua
nya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu
perbaikan dalam suatu masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Banyak sekali budaya-budaya baru yang muncul dikarenakan perpindahan
aliran musik Grunge yang lama kelamaan menjadi budaya/sub-kultur
Grunge.
Grunge adalah salah satu sub-kultur yang mengibarkan bendera perlawanan
yang berwujudkan alunan nada. Musik sebagai effort perlawanan dan ketika
perlawanan itu tidak berhasil menjangkau tujuannya, bukan berarti gagal
total. Tapi setidaknya menjadi bukti bahwa kesadaran untuk “melawan” itu
masih ada dan terjaga, itu adalah selemah-lemahnya iman. Sebagaimana
ditunjukkan oleh Eddie Vedder pada lagu “Insignificance” tersebut menjadi
sebuah ajakan mulia bahwa musik secara umum adalah menjadi media
penyadaran dan koridor tepat untuk mengemukakan pendapat atau pun
bentuk protes sosial dan politik kepada bentuk apapun yang menjadi tirani
dan kesewenangan. Sebagaimana ditunjukkan oleh Rage Against The
Machine, sebagaimana Yusuf Islam, sebagaimana Iwan Fals, sebagaimana
Slank, sebagaimana Jeruji, sebagaimana musisi kritis lainnya imani yaitu
bahwa musik sebagai perlawanan adalah menjadi sesuatu yang pasti, saat
sudah muak dengan kondisi pengabaian, keterasingan, kezaliman,
kebohongan, atau disfungsi kondisi yang tidak bisa memberi keadilan dalam
sosial, politik atau aspek lainnya.
Perlawanan melalui musik bukan sesuatu yang baru, bahkan definisi seni
(art) sendiri adalah tak lepas dari upaya untuk memberontak atau melawan
dari tatanan statis yang menjenuhkan sebagaimana Albert Camus (filsuf
absurditas-eksistensialis Prancis) sampaikan sebelum ia wafat. Tapi sebagai
salah satu cabang dari seni, musik adalah media paling efektif dan
4
dimensi geometris. Musik sanggup “menyerang” langsung pendengarnya,
menyusuri ruang-ruang, ”mencuci” pendapat, dan pemikiran. Oleh
karenanya musik dijadikan media ekspresi yang sebenarnya paling lengkap.
Sebagaimana blues menjadi medium ekspresi sosial kaum kulit hitam
Amerika, sebagaimana punk menjadi ekspresi seni yang menakutkan bagi
monarki Inggris, musik adalah karya seni terbesar manusia di dunia. (Yoyon
Sukaryono. http: //echolic. blogspot.com /2010/06/ grunge- indonesia-
still-alive-catatan.html)
Dari berbagai aliran musik di atas, grunge adalah salah satu aliran musik
yang berasal dari Seattle, kota kecil di inggris. Grunge adalah salah satu dari
sekian banyak penanda revolusi musik dunia yang lahir pada pertengahan
tahun 1980-an. Dari berbagai literatur disebutkan bahwa grunge lahir dari
suatu komunitas yang sudah jenuh dengan konsep musik industri
(mainstream) yang ada saat itu, ditambah dengan kondisi represifnya politik
dan ekonomi global masa tersebut menandai eksistensi grunge tidak hanya
sebagai produk kebudayaan modern tapi “sumber kekuatan” baru bagi kaum
muda dunia (awalnya hanya di scene underground Seattle).
Grunge bukanlah pionir, bukan perintis, bukan pelopor yang pertama kali
membaca mantra besar dan mengagumkan bernama Perlawanan. Mengapa
perlawanan penulis sebut sebagai mantra, karena kata mantra adalah sakral,
suci, bahkan tabu, dan perlawanan hanya terjadi ketika barrier berupa
norma yang membatasi mampu kita coba terobos dan kita pertanyakan atau
pun kita dekonstruksi apakah untuk mewujudkan sesuatu yang lebih baik
pattern tersebut akan selalu bergulir. Dan mengapa penulis sebut
Perlawanan sebagai mengagumkan karena hakikatnya perlawanan adalah
kondisi yang tak pernah puas untuk mencapai suatu kondisi stabil atau
mapan, adalah bagaimana selalu mengkondisikan kegelisahan dan
kecemasan mencapai pertanyaannya tentang hidup dan kehidupan, di mana
tak selalu mendapatkan jawaban.
Grunge memberikan tawaran yang fresh ketika era rock, pop 80’s, metal,
rap, bahkan punk mulai memberikan harapan yang kosong untuk menjadi
penanda revolusi budaya dan sosial, lucunya grunge hadir ketika
jaman-jamannya glam-appearance is everything, glamrock look, Vanilla Ice look,
Debbie Gibson, Axl Rose, dan lain lainnya. Tapi saat itu grunge malah hadir
dengan kesederhanaannya. Grunge menawarkan semangat perlawanan dari
kesederhanaan. Sebagaimana revolusi musik yang lain, (pada awalnya)
grunge yang masih punya kekerabatan dengan punk ternyata memberi
influence juga tentang fashion. Grunge sebagai produk budaya yang
memberikan ruang perlawanan dengan caranya sendiri. Simpel dan efektif.
Grunge mulai dikenal di indonesia ketika televisi adalah satu-satunya media
yang menyajikan band Nirvana dengan hit globalnya “Smells Like Teen
Spirit” dari album Nevermind. Televisi seakan satu-satunya jendela yang
“membuka” corak-warna dunia saat itu. Melalui televisi pada era 90an itu
kita (kaum muda Indonesia) sebelumnya hanya disuguhi keseragaman
dalam hal apapun (hampir semuanya), berbeda dengan saat ini pasca
6
Adalah televisi swasta yang akhirnya membuka keran masuknya kultur
grunge saat itu ke Indonesia. Walaupun penulis yakin saat itu pun masih
sedikit orang yang mampu langsung mengapresiasi dan menikmati musik
yang diberikan Nirvana, Pearl Jam, ataupun Soundgarden di saat New Kids
On The Block, Take That, Tommy Page, Metallica, Megadeth, Run DMC,
bahkan Tommy J Pisa masih merajai kuping-kuping pendengar Indonesia.
Perlu diketahui pada saat itu untuk memperoleh record album (kaset) band
luar negeri yang masih jarang didengar umum adalah sesuatu yang sangat
keren atau hebat karena butuh perjuangan dan uang yang banyak untuk bisa
memperolehnya atau membelinya di luar negeri/import.
Nirvana datang saat itu dengan musik yang sederhana, videoklip yang
sederhana, kemasan cover kaset yang sederhana. Tapi entah kenapa ada
semacam energi yang terpompa dari uraian kesederhanaan itu, Nirvana
memberi ambience yang berbeda soal ekspresi musik, energi liar, dan ia
meresonansi dan mentranformasi emosi menjadi kesadaran bahwa memang
revolusi musik waktu itu sedang terjadi dan euforia itu pun berlangsung.
Grunge menjadi fenomenal dan keniscayaan untuk kaum muda saat itu.
Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota lain memiliki scene grunge
masing-masing.
Nirvana menyuguhkan kesederhanaan dan heavy distorted sounds sebagai
elemen terkuat dalam ekspresivitas, adalah Pearl Jam yang kemudian
memberi pilihan baru lain tentang kesederhanaan, sikap hidup, pandangan
politik, aktifitas sosial dan konsistensi di luar batas musikalitas yang mereka
agak sedikit berbeda dengan awal kehadiran Nirvana pada awalnya. Tapi
kedua-duanya telah memberi awal pencerahan baru untuk proses apresiasi
diri dan hidup melalui media musik.
Ada sesuatu yang sedikit berbeda dengan “perlawanan” yang diberikan oleh
grunge. Kata kuncinya sebenarnya terletak di “kesederhanaan”. Grunge
muncul dengan corak musik yang jauh lebih sederhana (like punk but not
aggresive), tapi dengan sound yang lebih unik, lebih melodius, sound gitar
lebih cenderung menjangkau distorsi dan feedback. grunge muncul dengan
style musisi grunge dan komunitasnya yang berpakaian “nyeleneh”, “beda
dengan yang lain” atau malah terlihat “keras” dan maskulin (kemeja flanel,
sepatu boots, celana PDL) tapi tidak mau tampak seperti dandan atau
dibuat-buat. Sehingga dari tampilannya pun komunitas grunge adalah komunitas
yang sederhana. Berbeda dengan scene atau komunitas musik lain yang
“sepertinya” tampak akan lebih berupaya menunjukkan eksistensinya
melalui atribut-atribut yang terkesan malah seperti “dibuat-buat”.
Intinya adalah perlawanan melalui grunge adalah bagaimana transformasi
pemikiran perlawanan itu mewujud yaitu salah satunya melalui kekuatan
lirik yang kritis. Lirik yang kritis adalah lirik yang bisa cukup sederhana dan
mudah dimengerti tapi kandungannya adalah semacam peluru yang siap
menyayat-nyayat kesadaran.
Di bandar lampung komunitas Grunge bisa di jumpai di jalan Palapa,
rajabasa dan mereka menamakan komunitas mereka Kaum Kucel. Mereka
biasa menghabiskan waktu dengan berkumpul bersama, bercanda ria dan tak
8
berbagi info dan lain-lain. Sedikitnya untuk band lokal grunge yang pernah
ada dan masih menunjukkan kesadaran ini adalah:
1. Navicula (Bali)
2. Noise (Jogja)
3. DuaSisi (Jakarta)
4. EvenFlow(Lampung)
5. G.U.R.V.I.E (Lampung)
Kini mungkin sangat jarang ada band lokal dengan genre musik grunge
yang masih memegang teguh bahwa pada dasarnya grunge dengan
kesederhanaannya ternyata tidak melulu hanya berkutat di lirik tentang
depresivitas dan keterkungkungan (semacam otokritik), tapi juga kritis
mengenai penyelamatan lingkungan, politik, sosial, pendidikan, filsafat dan
lain-lain. Walaupun sebenarnya grunge sebagai sebuah trend, sebuah
revolusi musik dunia adalah telah “berakhir” karena sepertinya ternyata
“dibunuh” sendiri oleh industri yang juga telah “membesarkannya”. Grunge
kini, sebagai salah satu generasi 90an, ternyata berkembang tidak hanya
untuk diapresiasi kandungan musiknya saja, tapi grunge sebagai sikap
perlawanan juga telah menjadi pola idealisme yang mungkin sulit
dijelaskan. Grunge telah menandai sikap hidup dan pola pikir yaitu untuk
selalu “berbuat kreatif” dan memandang segala hal secara kritis dan selalu
tetap sederhana, grunge tetap mewujud dalam interaksi di kantor, di
keluarga, masyarakat sekitar, di pongahnya atasan, di keserakahan pejabat,
di setiap ketidakadilan yang kita saksikan atau kita alami, grunge tetap
mewujud melalui kesadaran dan ia akan tetap melawan. Grunge akan tetap
melawan dalam kesederhanaannya.
Adalah hal yang sangat menarik untuk digali lebih dalam berkaitan dengan
eksistensi komunitas yang terus membesar ini, membentuk suatu sub
budaya tersendiri yang meliputi cara berpakaian, ritual komunitas, dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan itu. Sebagai "komunitas yg tersingkir dari
komunitas", mereka melibatkan diri dalam segala bentuk aktivitas yang
diharapkan mampu mendongkrak eksistensi komunitas tersebut.
Penulis mencoba untuk menjelaskan mengapa sub-kultur ini berbentuk
sebuah komunitas, dikarenakan komunitas merupakan suatu wadah
terkecil/keluarga bagi mereka dimana mereka bisa mencurahkan segala
keluh-kesah, bahagia, kebersamaan, dan segala permasalahan mereka yang
terjadi sehari-hari. Dan tentunya juga membantu peneliti dalam melakukan
penelitian yang akan dilakukan.
Penulis mengambil tema Potret kehidupan Komunitas Grunge dikarenakan
Grunge merupakan suatu budaya baru/sub-kultur yang unik dengan gaya
hidup dan pola berfikir yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Grunge merupakan tema yang menarik untuk diangkat sebab ini merupakan
gaya hidup yang resisten terhadap budaya yang ada selama ini, selain itu
masih banyak masyarakat yang memandang Grunge sebagai kaum minor
yang memiliki kualitas hidup yang tidak positif, padahal pada kenyataannya
Grunge tidak seburuk stigma tersebut. Penulis melihat ada banyak potensi
yang dimiliki para Grunge salah satunya adalah komunitas Kaum Kucel
10
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis merumuskan
permasalahan dalam skripsi ini “Bagaimana Potret Kehidupan Komunitas
Grunge (Studi Pada Komunitas Kaum Kucel Bandar Lampung)”.
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui
potret kehidupan komunitas grunge dilihat dari sisi identitas yaitu gaya
berpakaian dan potongan rambut dan gaya hidup yang meliputi cara berfikir,
cara bersikap, latar belakang anggota komunitas grunge, latar belakang
orang tua, serta musik sebagai salah satu bentuk apresiasi.
D. Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan dari penulisan ini adalah:
1. Secara akademis
a. Mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat selama kuliah di
fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Sosiologi, Universitas
Lampung Bandar Lampung.
b. Untuk menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan tentang Potret
Kehidupan Komunitas Grunge pada komunitas Grunge Bandar
Lampung.
c. Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana Strata-1 pada
jurusan Sosiologi, FISIP, Universitas Lampung.
2. Secara praktis
a. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang
berkaitan dengan budaya baru/sub-kultur.
b. Untuk memberikan informasi bagi pihak-pihak yang ingin
mengetahui identitas Grunge dan seperti apa gaya hidup dan attitude
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Komunitas
Komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang berarti "kesamaan",
kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti "sama, publik, dibagi
oleh semua atau banyak". Komunitas sebagai sebuah kelompok sosial dari
beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki
ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia,
individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya,
preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Soenarno
(2002), Definisi Komunitas adalah sebuah identifikasi dan interaksi sosial
yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan fungsional.
Pengertian Komunitas Menurut Kertajaya Hermawan (2008), adalah
sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang
seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat
antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau
Loren O. Osbarn dan Martin H. Neumeyer (1984 : 59) ; “Pada dasarnya setiap
orang itu lahir dalam suatu keluarga, dan pada mulanya dia tidak mengetahui
bahwa ia merupakan anggota dari suatu ketetanggaan. Akan tetapi, apabila
dia mulai dapat berjalan serta bermain, maka dia akan bermain dengan
anak-anak tetangga atau beberapa dari antara mereka. Dalam perkembangan
selanjutnya, dia akan mengetahui bahwa ia tinggal dalam suatu kampung atau
suatu desa atau juga dalam suatu kota. Pada tahap selanjutnya dia akan
mengetahui pula bahwa dia merupakan anggota suatu bangsa atau suatu
negara”.
Deskripsi tersebut di atas menunjukkan bahwa seseorang itu dapat merupakan
anggota dari beberapa kelompok; dan kecuali keluarga (sebagai primary
group) kesemuanya mungkin dapat dikategorikan sebagai community atau
komunitas. Loren O. Osbarn dan Martin H. Neumeyer (1984 : 59)
menyatakan bahwa komunitas adalah “a group of a people having in a
contiguous geographic area, having common centers interests and activities,
and functioning together in the chief concern of life”.
Dengan demikian suatu komunitas merupakan suatu kelompok sosial yang
dapat dinyatakan sebagai “masyarakat setempat”, suatu kelompok yang
bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu dengan batas-batas tertentu
pula, dimana kelompok itu dapat memenuhi kebutuhan hidup dan dilingkupi
oleh perasaan kelompok serta interaksi yang lebih besar di antara para
anggotanya.
Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang
14
Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki
maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan
sejumlah kondisi lain yang serupa. (Wenger, 2002: 4). Menurut Crow dan
Allan, Komunitas dapat terbagi menjadi 2 komponen:
1. Berdasarkan Lokasi atau Tempat Wilayah atau tempat sebuah komunitas
dapat dilihat sebagai tempat dimana sekumpulan orang mempunyai
sesuatu yang sama secara geografis
2. Berdasarkan Minat Sekelompok orang yang mendirikan suatu komunitas
karena mempunyai ketertarikan dan minat yang sama, misalnya agama,
pekerjaan, suku, ras, maupun berdasarkan kelainan seksual.
Proses pembentukannya bersifat horisontal karena dilakukan oleh
individu-individu yang kedudukannya setara. Komunitas adalah sebuah identifikasi
dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan
fungsional (Soenarno, 2002). Kekuatan pengikat suatu komunitas, terutama,
adalah kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sosialnya
yang biasanya, didasarkan atas kesamaan latar belakang budaya, ideologi,
sosial-ekonomi. Disamping itu secara fisik suatu komunitas biasanya diikat
oleh batas lokasi atau wilayah geografis. Masing-masing komunitas,
karenanya akan memiliki cara dan mekanisme yang berbeda dalam
menanggapi dan menyikapi keterbatasan yang dihadapainya serta
mengembangkan kemampuan kelompoknya.
Menurut Vanina Delobelle , definisi suatu komunitas adalah group beberapa
1. Komunikasi dan keinginan berbagi : Para anggota saling menolong satu
sama lain.
2. Tempat yang disepakati bersama untuk bertemu
3. Ritual dan kebiasaan: Orang-orang datang secara teratur dan periode
4. Influencer Influencer merintis sesuatu hal dan para anggota selanjutnya
Vanina juga menjelaskan bahwa komunitas mempunyai beberapa aturan
sendiri, yaitu:
1. Saling berbagi : Mereka saling menolong dan berbagi satu sama Lain
dalam komunitas.
2. Komunikasi: Mereka saling respon dan komunikasi satu sama lain.
3. Kejujuran: Dilarang keras berbohong. Sekali seseorang berbohong, maka
akan segera ditinggalkan.
4. Transparansi: Saling bicara terbuka dan tidak boleh menyembunyikan
sesuatu hal.
5. Partisipasi: Semua anggota harus disana dan berpartisipasi pada acara
bersama komunitas.
Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih
dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi
yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan
interest atau values (Kertajaya Hermawan, 2008). Komunitas adalah sebuah
identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi
16
Ada demikian banyak defenisi komunitas ditemukan dalam literatur. George
Hillery Jr (dikutip oleh Fredian Tonny, 2003:23) pernah mengidentifikasi
sejumlah besar defenisi, kemudian menemukan bahwa kebanyakan defenisi
tersebut memfokuskan makna komunitas sebagai:
1. the common elements of area;
2. common ties; dan
3. social interaction.
Kemudian, George merumuskan pengertian komunitas sebagai “people living
within a specific area, sharing common ties, and interacting with one another”
(orang-orang yang hidup di suatu wilayah tertentu dengan ikatan bersama dan
satu dengan yang lain saling berinteraksi).
Sementara itu, Christensson dan Robinson (seperti dikutip oleh Fredian
Tonny, 2003:22) melihat bahwa konsep komunitas mengandung empat
komponen, yaitu:
1. people
2. place or territory
3. social interaction
4. psychological identification.
Sehingga kemudian mereka merumuskan pengertian komunitas sebagai
”people the live within a greographically bounded are who are involved in
social interction and have one or more psychological ties with each other an
with the place in which they live” (orang-orang yang bertempat tingal di
sosial dan memiliki satu atau lebih ikatan psikologis satu dengan yang lain
dan dengan wilayah tempat tinggalnya).
Komunitas yaitu yang menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat
tinggal di suatu wilayah (geografis) dengan batas-batas tertentu dan faktor
utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar di antara
anggotanya, dibanding dengan penduduk di luar batas wilayahnya. Soekanto
(1990)
Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang
berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan yang sama, dalam
komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud,
kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi
lain yang serupa. Community (masyarakat ) merupakan bagian kelompok dari
masyarakat (society) dalam lingkup yang lebih kecil, serta mereka lebih
terkait oleh tempat (territorial) ( Fairi,et al.1980;52n )
Menurut Soerjono soekanto, istilah community dapat di terjemahkan sebagai
“masyarakat setempat”, istilah lain menunjukkan pada warga-warga sebuah
kota, suku, atau suatu bangsa . Apabila anggota-anggota suatu kelompok baik
itu kelompok besar atupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga
mereka merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi
kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi dapat disebut
masyarakat setempat. Intinya mereka menjalin hubungan sosial ( social
18
Dan dapat disimulkan bahwa masyarakat setempat (community) adalah suatu
wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial
yang tertentu. Dasar-dasar dari masyarakat setempat adalah lokalitas dan
perasaan semasyarakat setempat ( Efendi,ridwan.2009 ).
B. Tinjauan mengenai Grunge
1. Sejarah Grunge
a. Gaya grunge asli, berakar dari:
- Rock Alternatif
- Hardcore Punk
- Heavy Metal
- Indie Rock
b. Budaya asli, berasal dari:
- Pertengahan tahun 1980an, di Washington
c. Tipikal instrumen musik:
- Gitar elektrik
- Gitar bass
- Drum
- Vokal
d. Popularitas mainstream:
- Popularitasnya tinggi selama awal hingga pertengahan 1990an; rendah,
namun tetap eksis semenjak itu.
e. Turunan:
- Menjadi musik yang dikenal kemudian sebagai Post Grunge
f. Wilayah scene:
Grunge (seringkali disebut juga Seattle Sounds) termasuk dalam subgenre
rock altenative. Mulai dikenal sepanjang pertengahan 1980an di
Washington, lebih tepatnya di Seattle. Di dalam Wikihow (Grunge Music;
Origin of the Term) ditulis, menurut kata asalnya, grunge berasal dari
bentuk paling belakang kata slang grungy. Di mana, pada sekitar tahun
1965 bentuk asli dari kata slang tersebut dapat diartikan sebagai kata
penyebut sesuatu yang “kotor” atau “jorok”. (www.wikihow.com)
Adapun, dipercaya dari berbagai sumber bahwasannya Mark Arm, vocalis
band Green River dan kemudian berganti menjadi Mudhoney, adalah
orang yang pertama kali menggunakan kata grunge untuk menyebut jenis
musik tertenrtu. Mark Arm pertama kali menggunakan kata tersebut
sekitar tahun 1981. Ketika ia menulis surat dengan memakai nama Mark
McLaughlin untuk sebuah majalah Seattle Desperate Times, mengkritik
band Mr. Epp dan the Calculations sebagai “Pure grunge! Pure noise! Pure
shit!”.(www.wikihow.com; grunge tips)
Kemudian, Clark Humphrey, editor majalah Desperate Times memakai
istilah grunge tersebut untuk menyebut band-band dari Seattle. Dan ini
berarti bahwa Bruce Pavitt dari Sub Pop telah mempopulerkan istilah
tersebut sebagai sebuah label music pada tahun 1987-1988, dengan
mengkaitkan langsung pada Green River. Arm memakai istilah grunge
untuk mendeskripsikan bukan hanya terbatas untuk jenis musik tertentu,
melainkan lebih untuk mendeskripsikan suatu bentuk baru percampuran
20
Beberapa individu, dianggap berperan serta langsung terhadap
perkembangan grunge. Mereka diantaranya, termasuk Jack Endino
produser Sub Pop, dan juga para personil the Melvins. Bahkan grup band
seperti "Kiss" dianggap juga turut memprovokasi grunge secara musikal.
Pergerakan awal grunge disatukan oleh salah satu record label independen
bernama Sub Pop pada akhir 1980an. Kemudian grunge menjadi sukses
secara komersial pada paruh tengah 1990an, seiring dengan dirilisnya
album Nirvana "Nevermind", dan Pearl Jam "Ten". (www.wikihow.com;
grunge tips)
2. Perkembangan Grunge
Mark Arm termasuk diantara beberapa musisi di Green River yang
bergabung dengan band lain setelah grupnya bubar. Band Arm
selanjutnya, Mudhoney, berfungsi sebagai band kapal pemimpin bagi
record label asal Seattle, Sub Pop, di akhir tahun 1980an. Rilisan yang
meningkatkan perkembangan grunge adalah kompilasi di tahun 1986,
Deep Six, dirilis oleh C/Z Records (kemudian dirilis ulang di A&M).
Rekaman ini menampilkan multiple tracks dari enam band: Green River,
Soundgarden, The Melvins, Malfunkshun, Skin Yard, dan The U-Men;
bagi sebagian besar mereka merupakan penampilan pertama mereka dalam
sebuah rekaman. Para artis memiliki "sound yang sangat berat, agresif,
yang dilarutkan ke dalam tempo yang lebih pelan dari Heavy Metal
dengan hardcore yang intensif" seperti yang dikatakan Jack Endino,
pula punk, apa ini?' lalu orang-orang mengatakan 'Eureka! band-band ini
memiliki semua itu'"
Kemudian di tahun itu, Bruce Pavitt merilis kompilasi "Sub Pop 100" dan
EP Green River "Dry As a Bone" yang menjadi bagian dari label barunya,
Sub Pop. Katalog awal Sub Pop mendeskripsikan EP Green River sebagai
"Grunge sangat-pecundang yang menghancurkan moral dan sebuah
generasi". Bruce Pavitt dari Sub Pop dan Jonathan Poneman, mendapat
inspirasinya dari scene musik wilayah lain dalam sejarah musik, bekerja
untuk meyakinkan bahwa label mereka mempunyai proyek sebuah "Seattle
Sound". Diperkuat oleh gaya yang hampir sama pada produksi dan
packaging album.
Saat itu, penulis musik Michael Azerrad mengakui bahwa band-band
grungepertama seperti Mudhoney, Soundgarden, dan Tad, memiliki sound
yang berbeda, ia mengingatkan, "sebagai peneliti yang obyektif, di sana
ada persamaan yang jelas terlihat".
Mudhoney, yang mana dibentuk oleh para pendiri Green River, berfungsi
sebagai band pembawa bendera Sub Pop selama waktu mereka bergabung
dengan label dan menyiarkan gerakan grunge Seattle. Sedangkan pecahan
Green River lainnya membentuk Mother Love Bone, yang dipimpin oleh
seorang vokalis utama flamboyan Andrew Wood, musik Mother Love
Bone secara jelas mengindikasikan ambisi komersial band tersebut, dan
setelah segenggam penuh pertunjukan, mereka mendapatkan kontrak dari
PolyGram Records. Hal yang hampir mustahil untuk scene independen
22
Setelah kematian Wood di tahun 1991 karena hal yang berkaitan dengan
obat-obatan, anggota band yang lain menemukan bakat dari penyanyi asal
San Diego, Eddie Vedder, dan membentuk Pearl Jam.
Sebagai kebalikan dari Mother Love Bone, Mudhoney membukanya
dengan sindiran terhadap seluruh kerajaan bintang rock. Sound mereka
dengan sangat kasar, bersama vokal sang pemimpin Mark Arm lebih
mendekati berteriak-teriak sampai parau daripada bernyanyi.
Mengambil nama mereka dari judul sebuah film soft-core yang
disutradarai oleh Russ Meyer, mereka memeluk pelanggaran-sexisme yang
secara simultan merupakan lelucon dan merayakan betapa berlebihannya
nama-nama besar band-band rock.
Soundgarden memenuhi suat tempat diantara keributan komersial Pearl
Jam dan sound garage yang belum terpoles dari Mudhoney. Penyanyi
utama Chris Cornell memiliki suara falsetto yang sangat kuat,
mengalahkan Ozzy Osbourne dari Black Sabbath, pengaruh utamanya.
Soundgarden membangun reputasinya sebagai band independen. Album
grup ini di tahun 1989 "Louder Than Love", dinominasikan mendapat
Grammy, dan "Superunknown" dirilis pada 1994, memulai debutnya
menjadi nomor satu di charts Billboard. Pada waktu itu, sound band
tersebut mendekati Metallica atau Guns 'N Roses (di mana mereka pernah
sekali tour bersama) daripada Mudhoney atau Nirvana. Soundgarden bubar
di tahun 1997. Hal ini seperti bahwa band-band tersebut lenyap dengan
cepat, atau mungkin bahkan tidak dibentuk sama sekali, jika bukan untuk
Para pendirinya, Bruce Pavitt dan Jonathan Poneman mengenalkan
kekuatan scene musik Seattle dan, seperti halnya BerryGordon, yang mana
label Motown telah mempopulerkan pop dan rhytm-and-blues di Detroit
pada 1960an, mereka merancang untuk mempromosikan band-band kota
mereka. Sebagai awal langkah, mereka menunjukkan sebuah ambisi yang
sebelumnya tak pernah absen dari label-label independen.
Rilisan pertama Sub Pop. sebuah kompilasi band-band yang sebagian
besar, bahkan tidak berasal dari Seattle sama sekali. Mendeskripsikan
labelnya sebagai "Hal yang baru, hal yang besar, ciptaan Tuhan: sebuah
kumpulan multi-nasional yang berasal dari Pacific Northwest". Hampir
semua orang menganggap itu sebagai candaan, tetapi Pavitt dan Poneman
tidak sedang bercanda.
Banyak label rekaman independen di Amerika telah merilis musik
unggulan yang tidak pernah mencapai derajat kesuksesan komersial, tetapi
Pavitt dan Poneman merupakan penjual cerdas dengan berkah tidak ada
saingan bagi sebuah publisitas generasi. Mereka menyewa sebuah agen
pers Inggris untuk mempromosikan band-bandnya, dan membayar jurnalis
Everett True dari koran musik inggris Melody Maker untuk datang ke
Seattle. Mereka percaya-dengan benar-bahwa cara terbaik untuk
mempromosikan band-band mereka di Amerika adalah melalui reputasi
yang dibangun di luar negeri. Segera setelah itu, kota tersebut terkenal
sebagai salah satu pusat terkemuka dari musik independen dunia. Daya
tarik grunge bagi media adalah bahwa itu, "menjanjikan kembalinya
24
Amerika".(Yoyon
Sukaryono.http://echolic.blogspot.com/2010/06/grunge-indonesia-still-alive-catatan.html)
Popularitas grunge di scene musik underground diawali ketika band-band
mulai pindah ke Seattle dan mendekati penampilan dan sound dari
band-band grunge asli. Steve Turner dari Mudhoney mengatakan, "Hal ini
sangat buruk. Band-band yang bertahan meledak disini, sesuatu tidak lagi
berasal dari sesuatu di mana kami semua berasal".
Sebagai reaksinya, banyak band grunge menganekaragamkan sound
mereka, bersama Nirvana dan Tad dalam hal tertentu menciptakan
lagu-lagu yang lebih melodik. Heather Dawn dari fanzine Seattle Backlash
mengatakan hal itu bahwa pada 1990an banyak band lokal lelah dengan
publisitas yang mengelilingi scene Seattle dan sebagai awalnya berharap
media-media itu segera terusir.
Namun demikian, pada awal 1991, Sub Pop mendekati kebangkrutan.
Keselamatannya datang dari keseluruhan kesuksesan tak terduga album
full-length pertama Nirvana, "Nevermind". Ketika David Geffen dari label
DGC mengkontrak Nirvana, dalam kontrak ditetapkan bahwa Sub Pop
nantinya akan menerima royalti sebesar dua persen jika albumnya terjual
lebih dari 200.000 copy. Kebanyakan peneliti menduga album ini akan
terjual pecahan dari angka tersebut. Bagaimanapun, "Smells Like Teen
Spirit", single pertama album itu, menjadi anthem sepanjang malam.
Menggabungkan riff yang menular dengan sound gitar yang berat dan
lirik-lirik yang mengekspresikan tentang kemuakan akan keletihan dunia.
kecil musik independen; sekarang lagu mereka mengudara pada
stasiun-stasiun radio top 40 rock dan alternatif di seluruh dunia. Dalam satu tahun,
"Nevermind" telah menjual empat juta album. Pearl Jam "Ten" dirilis pada
bulan yang sama dengan album Nirvana, dan meskipun penjualan terlihat
lambat, album tersebut menjual dengan nilai angka yang sama, selama satu
tahun pertama. Record label lain di Pacific Northwest yang membantu
mempromosikan band diantaranya adalah: C/Z Records, Estrus Records,
Empty Records, dan PopLlamaRecords. (Yoyon- Sukaryono. http://
echolic. blogspot.com /2010/06/ grunge- indonesia- still- alive-catatan.
html)
3. Karakter Musikal Grunge
Dalam situs Grunge 101 History, "dipermudah" untuk menjelaskan
bagaimana musik grunge, situs tersebut menjelaskan, bahwa musik grunge
adalah bentuk unggul persilangan antara progressif rock dicampur rock
klasik, ditambah musik psikedelik, digabung dengan musik rakyat dari
selatan, terakhir dikawinkan dengan musik hard rock. Situs tersebut juga
mengakui bahwa band grunge generasi pertama yang dianggap telah
menorehkan cetak biru terhadap musik grunge antara lain adalah; Green
River, Mudhoney, dan yang menurut mereka terbaik, the Melvins.
Untuk lebih jelasnya, sebagai bahan perbandingan, single dari Mudhoney
yang berjudul “Touch Me I’m Sick”. Dalam lagu ini digambarkan bahwa
musik grunge sebagai: tempo yang tingggi, riff pada gitar utama,
26
penggunaan lirik yang menggambarkan perasaan tertekan ditulis dalam
kata-kata sarkastik atau penuh kekerasan.
Grunge secara umum digambarkan sebagai permainan gitar yang kasar,
kacau, menghantam, menggunakan distorsi pada level tinggi, efek gitar
fuzz dan feedback. Grunge menggabungkan unsur-unsur yang terdapat
dalam hardcore punk dan heavy metal. Bahkan meskipun, bila beberapa
band hanya menampilkan dengan lebih menekankan salah satu unsur
tersebut atau unsur yang lainnya.
Musik grunge sendiri, hampir bisa disamakan dengan sound mentah yang
biasa terdapat pada sound punk dan juga lirik-lirik yang menekankan pada
hal-hal yang hampir sama. Akan tetapi, terkadang juga menggunakan
tempo yang lebih lambat, harmonisasi yang tidak lazim, dan penggunaan
instrumen-instrumen yang lebih kompleks lainnya, yang secara signifikan
masih berkaitan dengan heavy metal. Musik grunge pada umumnya
berkarakter gitar elektrik menggunakan efek berdistorsi berat, dinamisasi
lagu yang sangat kontras dengan lagu pada umumnya, dan lirik yang
berbeda ataupun penuh kemarahan.
Secara garis besar penulisan lirik grunge biasanya penuh dengan ungkapan
akan permasalahan, kesengsaraan, kecemasan, ketakutan, dan hal-hal
tentang absurditas kejiwaan. Meskipun seringkali juga bertemakan tentang
keterasingan dalam sosial, apathy, keterkungkungan, hasrat untuk bebas
merdeka bahkan juga tentang perasaan tidak nyaman akan diskriminasi
Tetapi tidak semua lagu-lagu grunge mengangkat issue yang sama seperti
itu. sebagai contoh, sebuah lagu satire dari Nirvana "In Bloom", adalah
salah satu contoh dari lagu yang ditulis dengan nada sindiran, humor
satire. Beberapa lagu grunge dipenuhi dengan penulisan bergaya humor
riang namun tetap bernuansa gelap. lagu dari Mudhoney "Touch Me I'm
Sick" atau lagu Tad "Stumblin Man". Meskipun lagu-lagu tersebut kurang
mendapat perhatian masyarakat pada waktu itu. Humor pada grunge
seringkali menyindir secara sinis glam metal dan juga musik rock populer
sepanjang 1980an. Sebagai contoh, lagu Soundgarden "Big Dumb Sex".
Tetapi banyak pendengar yang kelihatannya melewatkan humor tersebut.
(www.wikihow.com;grunge tips)
4. Konser Musik Grunge
Konser-konser grunge pada awalnya sangat jarang ditonton (kebanyakan
hanya segelintir daripada selusin orang yang mau hadir) tetapi
gambar-gambar dari photographer Charles Peterson membantu menciptakan
impresi selayaknya event-event besar.
Namun, grunge mulai mendapatkan perhatian media di Inggris setelah
Pavitt dan Poneman meminta jurnalis Everett True dari koran musik
Inggris Melody Maker untuk menulis artikel tentang scene musik lokal.
Langkah pembuka ini, membantu membuat grunge lebih dikenal di luar
area lokal selama akhir 1980an dan menarik lebih banyak orang untuk
datang ke show.
Konser-konser musik grunge dikenal sebagai pertunjukan musik yang
28
dan pertunjukan berbiaya besar yang biasanya ditampilkan oleh jenis
musik lain, termasuk di dalamnya tata cahaya panggung yang rumit,
efek-efek visual yang tidak berkaitan dengan permainan musik itu sendiri.
Mereka sangat menjaga penampilan panggung band itu sendiri tanpa harus
direpotkan hal-hal bersifat teknis diluar penampilan mereka.
Jack Endino berkata (Hype!;1996) bahwa band-band Seattle sangat
konsisten dalam menjaga penampilan panggungnya, semenjak tujuan
utama mereka tidak lagi menjadi penghibur, tetapi lebih sederhana lagi,
untuk "nge-rock habis!". Lebih lanjut, konser band grunge melibatkan
interaksi langsung antara fans dan musisi, mereka berpartisipasi dalam
stage diving, crowd surfing, headbanging, pogoing, dan moshing. (http:
//echolic.blogspot.com/2010/06/grunge-indonesia-still-alive-catatan.html)
C. Tinjauan Mengenai Identitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, identitas adalah ciri-ciri atau
keadaan khusus seseorang. Sedangkan diri adalah, seseorang (terpisah dari
yang lain). Jika disimpulkan, identitas diri adalah ciri-ciri atau kedaan
seseorang yang berbeda dengan orang lain. Setelah kita pahami makna
identitas diri di atas, dapat kita pahami bahwa identitas diri merupakan hal
yang mutlak ada dalam kehidupan manusia. Setiap orang memiliki identitas
diri, dan hal itu tidak bisa disamakan dengan orang lain. Identitas bisa
dikatakan sebagai pembeda seseorang dengan yang lainnya. Bisa
dibayangkan apa yang terjadi seandainya semua orang tidak memiliki
kesalahpahaman dalam mengenal seseorang, dan semacamnya.(http://
pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php)
Manusia memiliki dua peran dalam hidupnya. Pertama, ia merupakan
makhluk individu, yang mau tak mau harus bertanggung jawab kepada
dirinya sendiri. Kedua, manusia merupakan makhluk sosial yang harus
bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Setiap manusia akan digolongkan
menurut jenis kelamin, ras, kebangsaan, suku, umur, agamanya, dan banyak
lagi kategori lainnya.
Rasa memiliki sebuah identitas ini adalah sesuatu yang amat penting bagi
manusia. Memiliki identitas akan menjadi sumber lahirnya kebanggaan,
kebahagiaan, juga sumber tumbuhnya kekuatan dan kepercayaan diri. Saat
seorang manusia menjadi semakin dewasa, maka ia akan menyadari
keberadaan dirinya sebagai sebuah identitas terpisah yang tak berdaya
menghadapi banyak hal. Oleh karenanya keterpisahan seorang manusia,
membuat eksistensi diri seorang manusia menjadi tak tertahankan. Untuk
membebaskan dirinya dari hal ini manusia kemudian mencari penyatuan,
mengidentikkan dirinya dengan sesuatu, menyatukan dirinya dengan
kelompok lain di luar dirinya. Oleh karena itu kemudian identitas
dianggapnya sebagai sesuatu yang amat penting guna menapaki hidupnya.
Hal ini semata-mata agar dia tidak merasa hidup seorang diri di dunia ini.
Rasa tentang identitas bisa memberi sumbangan berarti bagi kekuatan dan
kehangatan hubungan kita dengan pihak lain, seperti tetangga, anggota
kelompok yang sama, sesama warga negara, atau penganut agama yang sama.
30
kita bersedia melakukan berbagai hal satu sama lain dan turut membawa kita
melampaui hidup yang berpusat pada diri sendiri.
(http://achyar89.wordpress.com/)
Identitas menyatukan kita dengan sebuah kelompok, namun memisahkan kita
dengan kelompok yang lain. Di banyak tempat di penjuru dunia pembagian
identitas macam ini adalah akar dari segala kekerasan serta tindakan brutal
yang tak berperikemanusiaan.
Hal memaknai identitas sebagai suatu produksi, bukan esensi yang tetap dan
menetap. Dengan begitu, identitas selalu berproses, selalu membentuk, di
dalam bukan di luar representasi. Ini juga berarti otoritas dan keaslian
identitas dalam konsep ’identitas kultural’ misalnya, berada dalam masalah.
Identitas hanya bisa ditandai dalam perbedaan sebagai suatu bentuk
representasi dalam sistem simbolik maupun sosial, untuk melihat diri sendiri
tidak seperti yang lain (Woodward dalam Woodward (ed.), 1997:8-15).
Identitas dapat dilihat sebagai sebuah konflik yang lengkap dengan daerah
konflik atau medan dialognya. Identitas tersebut berusaha dibangun dan
kemudian diperebutkan atau malah dipertentangkan, diubah, dipengaruhi,
dilupakan atau juga ditinggalkan di dalam sebuah wacana. Identitas dalam
sebuah masyarakat diingat, digali, dikumpulkan, diceritakan kembali atau
malah dikubur, dilupakan dan dihapus dari pikiran kolektif. Identitas
ditafsirkan sebagai sebuah budaya milik bersama, dimiliki secara
bersama-sama oleh orang yang memiliki sejarah dan asal-usul yang bersama-sama.
Identitas menjadi rantai perubahan secara terus menerus, sebagai bentuk
transformasi dan perubahan masa depan (kreatifitas perubahan budaya).
Identitas digunakan untuk menjelaskan berbagai cara kita diposisikan dan
sekaligus memposisikan diri kita secara aktif dalam narasi sejarah. Identitas
akan selalu mengalami perubahan, pada kadar sekecil apapun sesuai dengan
perubahan sejarah dan kebudayaan (Giddens, Anthony.1991, Modernity and
Self identity).
Percepatan tempo kehidupan dalam masyarakat pasca industri, serta
percepatan pergantian tanda, citra, makna, kode dan tafsiran simbolik, yang
menggiring ke dalam kondisi yang di sebut kondisi ekstase kecepatan, sebuah
kondisi ketika manusia hanyut atau bahkan tenggelam dalam arus kecepatan
(perubahan atau pergantian tanda, citra dan makna), sehingga tidak mampu
menyerap dan mengendapkan segala perubahan menjadi sesuatu yang
bermakna. Identitas bukan sesuatu yang tetap yang bisa kita simpan,
melainkan suatu proses menjadi (Alfred Vierkandt: 1867-1953).
Identitas yang dimaksud dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk
sesuatu yang kasat mata atau terlihat pada seorang Grunge, baik itu dandanan
atau gaya berpakaian dan sikap mereka dalam menghadapi kerasnya hidup.
Identitas ini juga yang membedakan mereka dengan komunitas lainnya
dikarenakan gaya berpakaian mereka yang berbeda. Pada haketatnya
femonena ini bersifat konkret, terjadi disekeliling kita, bisa diobservasi,
32
D. Tinjauan Mengenai Gaya Hidup
Berbeda dengan identitas, gaya hidup lebih menekankan pada aktivitas yang
dilakukan sehari-hari, bukan lagi hanya sekedar penampilan fisik saja namun
sudah sampai pada tahap penjiwaan. Entah siapa yang mulai mempopulerkan
kata ini, atau pun ikut mendukung bahwa inilah jaman yang harus bergaya
hidup. Kalau saja seseorang ikut trend terbaru yang berkembang saat ini, dia
layak dikatakan orang yang bergaya hidup tinggi. Sebaliknya, jika tidak mau
ikut-ikutan, akan dicap bergaya hidup rendah. Sebuah tudingan yang menurut
penulis terlalu menghakimi, hingga muncullah gap atau jarak antara dua
kelompok tersebut (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php).
Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas,
minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk
merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup merupakan frame of reference
yang dipakai sesorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan
membentuk pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana dia ingin
dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan
bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status
sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan
simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi
perilakunya.Fenomena ini pokok pangkalnya adalah stratifikasi sosial, sebuah
struktur sosial yang terdiri lapisan-lapisan :
1. Dari lapisan teratas sampai lapisan terbawah.
2. Dalam struktur masyarakat modern,
4. Dan bukannya karena diberi atau berdasarkan garis keturunan
(ascribed).
Selayaknya status sosial merupakan penghargaan masyarakat atas prestasi
yang dicapai oleh seseorang. Jika seseorang telah mencapai suatu prestasi
tertentu, ia layak di tempatkan pada lapisan tertentu dalam masyarakatnya.
Semua orang diharapkan mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih
prestasi, dan melahirkan kompetisi untuk meraihnya (
http://lifestyle-awan.blogspot.com/)
Gaya hidup sering dijadikan patokan atau sebuah standar penempatan
seseorang dalam sebuah kelompok atau pergaulan. Sebuah kondisi yang
membuat orang-orang, terutama anak muda yang masih mencari jati diri dan
pertemanan, terjebak dalam dunia konsumerisme. Melihat temannya memakai
sesuatu yang terbaru, dengan alasan supaya tidak minder dan diterima dalam
pergaulan, segala cara ditempuh supaya dia juga memilikinya.
Tidak heran pada akhirnya banyak orang yang terjebak dalam dunia
keglamoran dengan aneka konsekuensi yang membuatnya pusing tujuh
keliling akibat korban gaya hidup: masalah keuangan. Entah dari sekadar
mempergunakan uang sekolah atau kuliah, mengoleksi sejumlah kartu kredit
yang hampir semuanya over limit, menggantungkan diri pada lintah darat,
hingga melakukan korupsi atau penipuan-penipuan keuangan yang akhirnya
akan menghancurkan masa depannya sendiri.
Di sisi lain, gaya hidup juga terkadang menjadi sebuah pilihan hidup bagi
34
telah menjalani gaya hidupnya. Tidak selamanya gaya hidup itu penuh akan
keglamoran. Komunitas Grunge juga memiliki gaya hidup, tetapi sangat jauh
dari keglamoran. Mereka justru memilih gaya hidup yang sederhana. Dan
dengan gaya hidup yang sederhana ini mereka mencoba untuk lebih baik
menjalani hidup mereka seterusnya.
E. Kerangka Pemikiran
Melihat dari tinjauan diatas, penulis ingin melakukan penelitian terhadap para
remaja yang sampai selama ini mengadopsi ideologi Grunge pada kehidupan
sehari-hari mereka, apakah ada penyesuaian lagi dengan kebudayaan/adat
lokal yang telah ada sebelum ideologi ini mereka anut.
Untuk menjelaskan potret komunitas Grunge (Studi pada Kaum Kucel di
Bandar Lampung), dapat dilihat pada gambar berikut:
Penganut Ideologi Grunge
di Bandar Lampung (Komunitas Kaum Kucel)
Identitas Grunge
- Style berpakaian,
- Potongan rambut.
Gaya hidup Grunge
- Cara berfikir, - Cara bersikap,
- Latar belakang anggota komunitas Grunge, - Latar belakang orang tua, - Musik sebagai salah satu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Metode penelitian adalah urutan kerja yang harus dilakukan dalam
melaksanakan penelitian, termasuk alat-alat apa yang dipergunakan untuk
mengukur maupun mengumpulkan data serta bagaimana melakukan
penelitian di lapangan (Nasir,1998: 5). Tipe penelitian yang penulis
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Nawawi
(1993:208) berpendapat bahwa objek dari penelitian kualitatif adalah
manusia atau segala sesuatau yang dipengaruhi manusia. Objek itu diteliti
dalam kondisi sebagaimana adanya atau dalam keadaan sewajarnya atau
secara naturalistik (natural setting). Dalam proses penelitian kualitatif, data
yang didapatkan catatan berisi tentang perilaku dan keadaan individu secara
keseluruhan. Penelitian kualitatif menunjukkan pada prosedur riset yang
menghasilkan data kualitatif, ungkapan atau catatan orang itu sendiri atau
tingkah lakunya.
Menurut Suyono (1985:307), penelitian kualitatif adalah penelitian dengan
36
mengenai suatu masalah atau gejala guna mendapat pengertian tentang
sebanyak mengkin sifat masalah atau gejala itu.
Karena pendapat tersebut di atas sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
penulis untuk memaparkan tentang potret komunitas Grunge, maka tipe
penelitian kualitatif penulis rasa tepat digunakan sebagai tipe penelitian pada
penelitian ini.dengan mengunakan tipe penelitian kualitatif, penulis berusaha
mengetahui secara mendetail alasan mendasar remaja atau seorang dewasa
mengadopsi Grunge sebagai gaya hidup mereka. Untuk mendapatkan
informasi tersebut, penulis juga menggunakan pendekatan kualitatif dengan
maksud penulis dapat menjajaki secara lebih mendalam objek yang akan
diteliti yaitu komunitas Kaum Kucel.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian bertujuan untuk membatasi studi yang akan diteliti. Tanpa
penggunaan fokus penelitian, maka nantinya penulis akan terjebak oleh
melimpahnya volume data yang diperoleh pada saat di lapangan. Untuk
mengetahui bagaimana potret komunitas Grunge dilihat dari sisi identitas dan
gaya hidup di Bandar Lampung, penulis mencoba untuk
mengklasifikasikannya sebagai berikut :
1. Pengetahuan tentang Grunge,
2. Alasan tergabung dalam anggota kelompok musik Grunge,
3. Identitas Grunge, yang merupakan bentuk yang terlihat dan dapat
a. Style berpakaian; yang meliputi pakaian, celana jeans, flanel maupun
aksesoris yang digunakan oleh Grunge.
b. Potongan Rambut; gaya dan potongan rambut seorang Grunge.
4. Gaya Hidup Grunge, merupakan ciri dari mereka yang tidak terlihat tapi
merupakan gambaran dalam diri mereka:
a. Cara berfikir; pola fikir yang digunakan dalam keseharian
b. Cara bersikap; aktifitas dansosialisasi terhadap masyarakat dalam
keseharian
c. Latar belakang orang tua; Agama, tingkat pendidikan dan tingkat
ekonomi orang tua anggota komunitas Grunge
d. Latar belakang anggota komunitas Grunge; Agama, gender, tingkat
pendidikan, usia dan tingkat ekonomi seorang Grunge
e. Musik sebagai salah satu bentuk apresiasi; musik yang di
apresiasikan seorang Grunge dalam kesehariannya.
C. Teknik Penentuan Informan
Menurut pendapat Spradley dalam Faisal (1990:45) informan harus memiliki
beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan yaitu :
1. Subjek yang telah lama dan intensif menyatu dengan suatu kegiatan atau
medan aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian dan ini
biasanya ditandai oleh kemampuan memberikan informasi di luar kepala
tentang sesuatu yang ditanyakan.
2. Subjek masih terikat secara penuh serta aktif pada lingkungan dan kegiatan
38
3. Subjek mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan unuk dimintai
informasi.
4. Subjek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau
dikemas terlebih dahulu dan mereka relatif masih lugu dalam memberikan
informasi.
Penentuan informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive
sampling, di mana pemilihan dilakukan secara sengaja berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.
Adapun kriteria dan informan yang ditunjuk atau dipilih dalam penelitian ini
adalah informan yang mengadopsi identitas dan gaya hidup Grunge` dalam
kesehariannya. Kriteria-kriteria informan dalam penelitian ini antara lain :
1. Orang yang menggemari dan mengadopsi gaya hidup grunge dalam
kesehariannya
2. Orang yang menjadi anggota kelompok grunge
D. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian menurut Iskandar (2008:219) adalah situasi dan kondisi
lingkungan tempat yang berkaitan dengan masalah penelitian. Moeleong
(2000:86) menyatakan bahwa dalam penentuan lokasi penelitian cara terbaik
yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori substantive dan
menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di
lapangan, sementara itu keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu,
biaya dan tenaga perlu juga dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi
Guna memperoleh data, penelitian ini dilakukan pada komunitas Grunge yang
bernama Kaum Kucel di Bandar Lampung. Dipilihnya lokasi ini karena dirasa
dapat mewakili atas kelompok serupa lainnya yang ada di Bandar Lampung
untuk menjelaskan potret komunitas Grunge di dalamnya.
E. Jenis Data
Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan ada dua macam yaitu :
1. Data Primer
Data ini bersumber dari responden secara langsung. Dalam prakteknya
diperoleh dari wawancara. Selain itu dari pengamatan langsung terhadap
situasi lokasi penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber pendukung lokasi penelitian
yaitu dokumen-dokumen data statistik, buku-buku, majalah, koran dan
keterangan lainnya yang ada kaitannya dengan obyek penelitian.
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dan informasi pada penelitian ini digunakan
beberapa teknik, antara lain :
1. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu
persoalan terentu. Ini merupakan proses tanya jawan lisan di mana dua
orang atau lebih dapat berhadap-hadapan secara fisik. Metode wawancara
mendalam ini digunakan untuk mendapat keterangan-keterangan secara
mendalam dari permasalahan yang dikemukakan. Wawancara mencalam
40
yang diwawancarai. Dengan menggunakan metode wawancara mendalam
ini diharapkan akan memperoleh data primer yang berkaitan dengan
penelitian ini dan mendapat gambaran yang lebih jelas guna
mempermudah dan menganalisis data selanjutnya. Wawancara mendalam
akan dilakukan dengan pedoman wawancara. Hal ini dimaksudkan agar
pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dapat terarah, tanpa mengurangi
kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan, serta suasana tetap terjaga
agar kesan dialogis informan nampak
2. Studi Pustaka
Teknik ini merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi yang
berhubungan dengan faktor permasalahan penelitian. Dokumen yang
dimaksud diantaranya adalah buku, artikel, skripsi, jurnal melalui internet,
foto-foto yang digunakan untuk mengambil gambar informan dan
melakukan wawancara.
G. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono dalam Iskandar (2008:221), analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
pengamatan, wawancara, catatan lapangan, dan studi dokumentasi dengan
cara mengotanisasikan data ke sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih
mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Adapun teknik
analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yaitu reduksi
1. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan data, pengabstraksikan dan transformasi data kasar
yang muncul dari wawancara. Reduksi data merupakan suatu bentuk
analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang
yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa
sehingga kesimpulan dapat ditarik dan diverivikasi (Miles dan Huberman,
1992:15). Setelah mengklasifikasikan data atas dasar tema kemudian
peneliti melakukan abstraksi data kasar tersebut menjadi uraian singkat.
2. Tahap Penyajian Data (Display)
Menurut Miles dan Huberman (1992:14) data adalah sekumpulan
informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang diperoleh dari hasil
wawancara mendalam terhadap masyarakat dikumpulkan untuk diambil
kesimpulan sehingga bisa dijadikan dalam bentuk narasi deskriptif.
Menurut Iskandar (2008:223), dalam penyajian data, peneliti harus mampu
menyusun secara sistematis atau simultan sehingga data yang diperoleh
dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti, untuk itu peneliti
harus tidak gegabah dalam mengambil kesimpulan.
3. Tahap Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)
Pengambilan kesimpulan juga merupakan analisis lanjutan dari reduksi
data, dan display dat sehingga data dapat disimpulkan dan peneliti masih
berpeluang untuk menerima masukan (Iskandar, 2008:223). Pada tahap ini
data yang telah dihubungkan satu dengan yang lain sesuai dengan
42
selalu melakukan uji kebenaran setiap makna yang muncul dari data.
Setiap data yang menunjang komponen uraian diklarifikasi kembali
dengan informan. Apabila hasil klarifikasi memperkuat simpulan atas data
yang tidak valid, maka pengumpulan data siap dihentikan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan di bab sebelumnya
tentang Identitas dan Gaya Hidup Grunge Studi kasus pada komunitas Kaum
Kucel di Bandar Lampung dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :
A. Kesimpulan
1. Pengenalan mereka terhadap subkultur Grunge dengan cara yang
berbeda-beda, walaupun berbeda setelah mendapatkan sedikit pengetahuan tentang
Grunge, mereka merasakan hal yang sama tentang Grunge ini, bahwa ini
membuat mereka lebih menjadi diri sendiri dan kesederhanaan mereka dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Alasan seorang remaja tergabung dalam komunitas Grunge dan mengimitasi
gaya hidupnya karena dari pengaruh pergaulan lingkungan pertemanannya,
selain itu ada pula dikarenakan adanya kesamaan dalam hal kegemaran
dengan musik Grunge . Atas dasar kesaman itulah mereka membentuk sebuah
kelompok penggemar musik Grunge dengan nama Kaum Kucel.
Pembentukan kelompok ini bertujuan untuk menyalurkan hobi para
79
belakang yang berbeda satu sama lainnya, di Komunitas Kaum Kucel ini.
Mereka dipersatukan karena merasa berada di jalur yang sama.
3. Identitas Grunge yang dapat terlihat secara kasat mata adalah dari pakaiannya
yang menggunakan kemeja flannel, kaos lusuh, jeans belel, cardigans dengan
model v-neck, baju dengan merk Lonsdale, ataupun baju kaos yang
bergambar tentang Grunge, sepatu boot yang bermerk Dr. Martens, Monkey
Boot, atau sepatu casual Converse. Sedangkan untuk potongan rambut mereka
membiarkan rambut mereka panjang tak beraturan bahkan sampai
mewarnainya untuk membedakan mereka dengan komunitas lainnya.
4. Gaya hidup Grunge adalah menjadi individu yang sederhana dan lebih
menjadi diri sendiri. Walaupun terkadang subkultur ini dipandang sebelah
mata oleh masyarakat karena cara berpakaian mereka, akan tetapi mereka
tetap memakai nilai-nilai Grunge sebagai salah satu gaya hidup mereka.
B. Saran
1. Pengetahuan tentang budaya baru yang coba masuk ke suatu lingkungan
dapat dari bermacam cara. Baik itu melalui media maupun sekedar obrolan
saja. Baiknya seorang yang coba mengenal suatu budaya baru, mempunyai
pemahaman tentang budaya lokal yang kuat. Agar budaya yang baru tersebut
dapat menyesuaikan dengan kearifan lokal.
2. Dalam pengenalan budaya baru yang masuk ke Indonesia khususnya pada
remaja yang sedang mencari jati diri, baiknya tetap memperhatikan budaya
yang telah ada. Karena tidak semua dari budaya Grunge ini sesuai dengan
maupun individu-individu yang