• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTRET KOMUNITAS GRUNGE (Studi Pada Komunitas Kaum Kucel di Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POTRET KOMUNITAS GRUNGE (Studi Pada Komunitas Kaum Kucel di Bandar Lampung)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

POTRET KOMUNITAS GRUNGE

(Studi Pada Komunitas Kaum Kucel di Bandar Lampung) Oleh

Rizky Okto Danela

Mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung

ABSTRAK

(2)

THE GRUNGE PORTRAIT

(A Study on Kucel Community in Bandar Lampung) By

Rizky Okto Danela

Student of Faculty of Social and Politic Science in Lampung University ABSTRACT

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan Penelitian ... 10

1. Secara Akademis ... 10

2. Secara Praktis ... 10

II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Tinjauan Tentang Komunitas ... 12

B. Tinjauan Mengenai Grunge ... 18

1. Sejarah Grunge ... 18

2. Perkembangan Grunge ... 20

3. Karakter Musikal Grunge ... 25

4. Konser Musik Grunge ... 27

C. Tinjauan Mengenai Identitas ... 28

D. Tinjauan Mengenai Gaya Hidup ... 32

E. Kerangka Pemikiran ... 34

III METODE PENELITIAN ... . 35

A. Tipe Penelitian ... . 35

B. Fokus Penelitian ... . 36

C. Teknik Penentuan Informan ... . 37

D. Lokasi Penelitian ... 38

E. Jenis Data ... 39

1. Data Primer ... 39

(7)

F. Tehnik Pengumpulan Data ... 39

1. Wawancara Mendalam ... 39

2. Studi Pustaka ... 40

G. Teknik Analisis Data ... 40

1. Reduksi Data ... 41

2. Tahap Penyajian Data ... 41

3. Tahap Penarikan Kesimpulan ... 41

IV GAMBARAN UMUM ... 43

A. Sejarah Singkat Bandar Lampung Pra Kemerdekaan Indonesia ... 43

B. Sejarah Singkat Bandar Lampung Zaman Pasca Kemerdekaan ... 43

C. Hari Jadi Kota Bandar Lampung ... 44

1. Geografi ... 45

2. Topografi & Geologi ... 45

3. Demografi ... 46

4. Administrasi Pemerintahan ... 46

5. Sarana Transportasi ... 46

D. Sekilas Biografi Komunitas Kaum Kucel ... 46

E. Realitas Prilaku Keseharian Grunge di Bandar Lampung ... 50

V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Hasil dan Pembahasan Penelitian ... 54

1. Pengetahuan tentang Grunge ... 54

2. Alasan Tergabung Dalam Anggota Kelompok Penggemar Grunge ... 60

3. Identitas Grunge Pada Anggota Komunitas Kaum Kucel di Bandar Lampung ... 63

a. Style Berpakaian ... 67

b. Potongan Rambut ... 68

4. Gaya Hidup Grunge Pada Komunitas Kaum Kucel ... 69

a. Cara Berpikir ... 71

b. Cara Bersikap ... 72

c. Latar Belakang Orang Tua ... 73

d. Latar Belakang Individu Grunge ... 74

(8)

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Kesimpulan ... 78 B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masuknya budaya luar ke Indonesia yang kian meningkat membuat

masyarakat sedikit demi sedikit mengadopsi budaya luar dalam

kesehariannya. Setiap tahunnya atau tiap bulan atau bahkan tiap harinya

budaya luar masuk ke negeri ini dan tak jarang dapat mengabaikan budaya

negerinya sendiri. Objek utama dari transformasi budaya luar umumnya

adalah kaum remaja, di mana mereka tergolong masih senang mencari jati

diri dan selalu ingin bebas dalam memilih jalan hidupnya sehingga sangat

mudah dipengaruhi. Kejenuhan bisa dikatakan menjadi salah satu penyebab

masyarakat memilih mengikuti budaya luar di banding budaya sendiri. Atau

juga budaya luar yang mereka terima itu terasa lebih ideal di dalam diri

mereka. Lama kelamaan hal seperti ini akan menimbulkan pergeseran

kebudayaan.

Pergeseran kebudayaan tersebut berarti menjadi perubahan sosial pula.

Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan

(10)

2

pengetahuan, teknologi, filsafat dan seterusnya bahkan

perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial.

Selo Soemarjan dan Soeloeman Soemardi (Soekanto.1990:189)

merumuskan budaya sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.

Karya masyarakat menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan

atau kebudayaan jasmaniah (materical culture) yang diperlukan manusia

untuk menguasai alam sekitarnya. Rasa yang meliputi jiwa manusia,

mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk

mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas.

Selanjutnya,cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir

orang-orang yang hidup dan yang antara lain menghasilkan filsafat serta

ilmu yang pengetahuan. Secara singkat Samuel dan koenig (Soekanto,

1990:337) mengatakan bahwa perubahan sosial menunjuk pada

modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.

Modifikasi-modifikasi terjadi karena sebab-sebab intern maupun sebab-sebab ekstern.

Sebenarnya sulit sekali untuk menentukan letak garis pemisah antara

perubahan sosial dan perubahan kebudayaan karena tidak ada masyarakat

yang tidak memiliki kebudayaan dan sebalik nya tidak mungkin ada

kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Dalam perubahan

sosial dan kebudayaan mempunyai suatu aspek yang sama yaitu kedua-dua

nya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu

perbaikan dalam suatu masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Banyak sekali budaya-budaya baru yang muncul dikarenakan perpindahan

(11)

aliran musik Grunge yang lama kelamaan menjadi budaya/sub-kultur

Grunge.

Grunge adalah salah satu sub-kultur yang mengibarkan bendera perlawanan

yang berwujudkan alunan nada. Musik sebagai effort perlawanan dan ketika

perlawanan itu tidak berhasil menjangkau tujuannya, bukan berarti gagal

total. Tapi setidaknya menjadi bukti bahwa kesadaran untuk “melawan” itu

masih ada dan terjaga, itu adalah selemah-lemahnya iman. Sebagaimana

ditunjukkan oleh Eddie Vedder pada lagu “Insignificance” tersebut menjadi

sebuah ajakan mulia bahwa musik secara umum adalah menjadi media

penyadaran dan koridor tepat untuk mengemukakan pendapat atau pun

bentuk protes sosial dan politik kepada bentuk apapun yang menjadi tirani

dan kesewenangan. Sebagaimana ditunjukkan oleh Rage Against The

Machine, sebagaimana Yusuf Islam, sebagaimana Iwan Fals, sebagaimana

Slank, sebagaimana Jeruji, sebagaimana musisi kritis lainnya imani yaitu

bahwa musik sebagai perlawanan adalah menjadi sesuatu yang pasti, saat

sudah muak dengan kondisi pengabaian, keterasingan, kezaliman,

kebohongan, atau disfungsi kondisi yang tidak bisa memberi keadilan dalam

sosial, politik atau aspek lainnya.

Perlawanan melalui musik bukan sesuatu yang baru, bahkan definisi seni

(art) sendiri adalah tak lepas dari upaya untuk memberontak atau melawan

dari tatanan statis yang menjenuhkan sebagaimana Albert Camus (filsuf

absurditas-eksistensialis Prancis) sampaikan sebelum ia wafat. Tapi sebagai

salah satu cabang dari seni, musik adalah media paling efektif dan

(12)

4

dimensi geometris. Musik sanggup “menyerang” langsung pendengarnya,

menyusuri ruang-ruang, ”mencuci” pendapat, dan pemikiran. Oleh

karenanya musik dijadikan media ekspresi yang sebenarnya paling lengkap.

Sebagaimana blues menjadi medium ekspresi sosial kaum kulit hitam

Amerika, sebagaimana punk menjadi ekspresi seni yang menakutkan bagi

monarki Inggris, musik adalah karya seni terbesar manusia di dunia. (Yoyon

Sukaryono. http: //echolic. blogspot.com /2010/06/ grunge- indonesia-

still-alive-catatan.html)

Dari berbagai aliran musik di atas, grunge adalah salah satu aliran musik

yang berasal dari Seattle, kota kecil di inggris. Grunge adalah salah satu dari

sekian banyak penanda revolusi musik dunia yang lahir pada pertengahan

tahun 1980-an. Dari berbagai literatur disebutkan bahwa grunge lahir dari

suatu komunitas yang sudah jenuh dengan konsep musik industri

(mainstream) yang ada saat itu, ditambah dengan kondisi represifnya politik

dan ekonomi global masa tersebut menandai eksistensi grunge tidak hanya

sebagai produk kebudayaan modern tapi “sumber kekuatan” baru bagi kaum

muda dunia (awalnya hanya di scene underground Seattle).

Grunge bukanlah pionir, bukan perintis, bukan pelopor yang pertama kali

membaca mantra besar dan mengagumkan bernama Perlawanan. Mengapa

perlawanan penulis sebut sebagai mantra, karena kata mantra adalah sakral,

suci, bahkan tabu, dan perlawanan hanya terjadi ketika barrier berupa

norma yang membatasi mampu kita coba terobos dan kita pertanyakan atau

pun kita dekonstruksi apakah untuk mewujudkan sesuatu yang lebih baik

(13)

pattern tersebut akan selalu bergulir. Dan mengapa penulis sebut

Perlawanan sebagai mengagumkan karena hakikatnya perlawanan adalah

kondisi yang tak pernah puas untuk mencapai suatu kondisi stabil atau

mapan, adalah bagaimana selalu mengkondisikan kegelisahan dan

kecemasan mencapai pertanyaannya tentang hidup dan kehidupan, di mana

tak selalu mendapatkan jawaban.

Grunge memberikan tawaran yang fresh ketika era rock, pop 80’s, metal,

rap, bahkan punk mulai memberikan harapan yang kosong untuk menjadi

penanda revolusi budaya dan sosial, lucunya grunge hadir ketika

jaman-jamannya glam-appearance is everything, glamrock look, Vanilla Ice look,

Debbie Gibson, Axl Rose, dan lain lainnya. Tapi saat itu grunge malah hadir

dengan kesederhanaannya. Grunge menawarkan semangat perlawanan dari

kesederhanaan. Sebagaimana revolusi musik yang lain, (pada awalnya)

grunge yang masih punya kekerabatan dengan punk ternyata memberi

influence juga tentang fashion. Grunge sebagai produk budaya yang

memberikan ruang perlawanan dengan caranya sendiri. Simpel dan efektif.

Grunge mulai dikenal di indonesia ketika televisi adalah satu-satunya media

yang menyajikan band Nirvana dengan hit globalnya “Smells Like Teen

Spirit” dari album Nevermind. Televisi seakan satu-satunya jendela yang

“membuka” corak-warna dunia saat itu. Melalui televisi pada era 90an itu

kita (kaum muda Indonesia) sebelumnya hanya disuguhi keseragaman

dalam hal apapun (hampir semuanya), berbeda dengan saat ini pasca

(14)

6

Adalah televisi swasta yang akhirnya membuka keran masuknya kultur

grunge saat itu ke Indonesia. Walaupun penulis yakin saat itu pun masih

sedikit orang yang mampu langsung mengapresiasi dan menikmati musik

yang diberikan Nirvana, Pearl Jam, ataupun Soundgarden di saat New Kids

On The Block, Take That, Tommy Page, Metallica, Megadeth, Run DMC,

bahkan Tommy J Pisa masih merajai kuping-kuping pendengar Indonesia.

Perlu diketahui pada saat itu untuk memperoleh record album (kaset) band

luar negeri yang masih jarang didengar umum adalah sesuatu yang sangat

keren atau hebat karena butuh perjuangan dan uang yang banyak untuk bisa

memperolehnya atau membelinya di luar negeri/import.

Nirvana datang saat itu dengan musik yang sederhana, videoklip yang

sederhana, kemasan cover kaset yang sederhana. Tapi entah kenapa ada

semacam energi yang terpompa dari uraian kesederhanaan itu, Nirvana

memberi ambience yang berbeda soal ekspresi musik, energi liar, dan ia

meresonansi dan mentranformasi emosi menjadi kesadaran bahwa memang

revolusi musik waktu itu sedang terjadi dan euforia itu pun berlangsung.

Grunge menjadi fenomenal dan keniscayaan untuk kaum muda saat itu.

Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota lain memiliki scene grunge

masing-masing.

Nirvana menyuguhkan kesederhanaan dan heavy distorted sounds sebagai

elemen terkuat dalam ekspresivitas, adalah Pearl Jam yang kemudian

memberi pilihan baru lain tentang kesederhanaan, sikap hidup, pandangan

politik, aktifitas sosial dan konsistensi di luar batas musikalitas yang mereka

(15)

agak sedikit berbeda dengan awal kehadiran Nirvana pada awalnya. Tapi

kedua-duanya telah memberi awal pencerahan baru untuk proses apresiasi

diri dan hidup melalui media musik.

Ada sesuatu yang sedikit berbeda dengan “perlawanan” yang diberikan oleh

grunge. Kata kuncinya sebenarnya terletak di “kesederhanaan”. Grunge

muncul dengan corak musik yang jauh lebih sederhana (like punk but not

aggresive), tapi dengan sound yang lebih unik, lebih melodius, sound gitar

lebih cenderung menjangkau distorsi dan feedback. grunge muncul dengan

style musisi grunge dan komunitasnya yang berpakaian “nyeleneh”, “beda

dengan yang lain” atau malah terlihat “keras” dan maskulin (kemeja flanel,

sepatu boots, celana PDL) tapi tidak mau tampak seperti dandan atau

dibuat-buat. Sehingga dari tampilannya pun komunitas grunge adalah komunitas

yang sederhana. Berbeda dengan scene atau komunitas musik lain yang

“sepertinya” tampak akan lebih berupaya menunjukkan eksistensinya

melalui atribut-atribut yang terkesan malah seperti “dibuat-buat”.

Intinya adalah perlawanan melalui grunge adalah bagaimana transformasi

pemikiran perlawanan itu mewujud yaitu salah satunya melalui kekuatan

lirik yang kritis. Lirik yang kritis adalah lirik yang bisa cukup sederhana dan

mudah dimengerti tapi kandungannya adalah semacam peluru yang siap

menyayat-nyayat kesadaran.

Di bandar lampung komunitas Grunge bisa di jumpai di jalan Palapa,

rajabasa dan mereka menamakan komunitas mereka Kaum Kucel. Mereka

biasa menghabiskan waktu dengan berkumpul bersama, bercanda ria dan tak

(16)

8

berbagi info dan lain-lain. Sedikitnya untuk band lokal grunge yang pernah

ada dan masih menunjukkan kesadaran ini adalah:

1. Navicula (Bali)

2. Noise (Jogja)

3. DuaSisi (Jakarta)

4. EvenFlow(Lampung)

5. G.U.R.V.I.E (Lampung)

Kini mungkin sangat jarang ada band lokal dengan genre musik grunge

yang masih memegang teguh bahwa pada dasarnya grunge dengan

kesederhanaannya ternyata tidak melulu hanya berkutat di lirik tentang

depresivitas dan keterkungkungan (semacam otokritik), tapi juga kritis

mengenai penyelamatan lingkungan, politik, sosial, pendidikan, filsafat dan

lain-lain. Walaupun sebenarnya grunge sebagai sebuah trend, sebuah

revolusi musik dunia adalah telah “berakhir” karena sepertinya ternyata

“dibunuh” sendiri oleh industri yang juga telah “membesarkannya”. Grunge

kini, sebagai salah satu generasi 90an, ternyata berkembang tidak hanya

untuk diapresiasi kandungan musiknya saja, tapi grunge sebagai sikap

perlawanan juga telah menjadi pola idealisme yang mungkin sulit

dijelaskan. Grunge telah menandai sikap hidup dan pola pikir yaitu untuk

selalu “berbuat kreatif” dan memandang segala hal secara kritis dan selalu

tetap sederhana, grunge tetap mewujud dalam interaksi di kantor, di

keluarga, masyarakat sekitar, di pongahnya atasan, di keserakahan pejabat,

di setiap ketidakadilan yang kita saksikan atau kita alami, grunge tetap

(17)

mewujud melalui kesadaran dan ia akan tetap melawan. Grunge akan tetap

melawan dalam kesederhanaannya.

Adalah hal yang sangat menarik untuk digali lebih dalam berkaitan dengan

eksistensi komunitas yang terus membesar ini, membentuk suatu sub

budaya tersendiri yang meliputi cara berpakaian, ritual komunitas, dan

hal-hal lain yang berkaitan dengan itu. Sebagai "komunitas yg tersingkir dari

komunitas", mereka melibatkan diri dalam segala bentuk aktivitas yang

diharapkan mampu mendongkrak eksistensi komunitas tersebut.

Penulis mencoba untuk menjelaskan mengapa sub-kultur ini berbentuk

sebuah komunitas, dikarenakan komunitas merupakan suatu wadah

terkecil/keluarga bagi mereka dimana mereka bisa mencurahkan segala

keluh-kesah, bahagia, kebersamaan, dan segala permasalahan mereka yang

terjadi sehari-hari. Dan tentunya juga membantu peneliti dalam melakukan

penelitian yang akan dilakukan.

Penulis mengambil tema Potret kehidupan Komunitas Grunge dikarenakan

Grunge merupakan suatu budaya baru/sub-kultur yang unik dengan gaya

hidup dan pola berfikir yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya.

Grunge merupakan tema yang menarik untuk diangkat sebab ini merupakan

gaya hidup yang resisten terhadap budaya yang ada selama ini, selain itu

masih banyak masyarakat yang memandang Grunge sebagai kaum minor

yang memiliki kualitas hidup yang tidak positif, padahal pada kenyataannya

Grunge tidak seburuk stigma tersebut. Penulis melihat ada banyak potensi

yang dimiliki para Grunge salah satunya adalah komunitas Kaum Kucel

(18)

10

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis merumuskan

permasalahan dalam skripsi ini “Bagaimana Potret Kehidupan Komunitas

Grunge (Studi Pada Komunitas Kaum Kucel Bandar Lampung)”.

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui

potret kehidupan komunitas grunge dilihat dari sisi identitas yaitu gaya

berpakaian dan potongan rambut dan gaya hidup yang meliputi cara berfikir,

cara bersikap, latar belakang anggota komunitas grunge, latar belakang

orang tua, serta musik sebagai salah satu bentuk apresiasi.

D. Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan dari penulisan ini adalah:

1. Secara akademis

a. Mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat selama kuliah di

fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Sosiologi, Universitas

Lampung Bandar Lampung.

b. Untuk menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan tentang Potret

Kehidupan Komunitas Grunge pada komunitas Grunge Bandar

Lampung.

c. Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana Strata-1 pada

jurusan Sosiologi, FISIP, Universitas Lampung.

2. Secara praktis

a. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

(19)

menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang

berkaitan dengan budaya baru/sub-kultur.

b. Untuk memberikan informasi bagi pihak-pihak yang ingin

mengetahui identitas Grunge dan seperti apa gaya hidup dan attitude

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Komunitas

Komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang berarti "kesamaan",

kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti "sama, publik, dibagi

oleh semua atau banyak". Komunitas sebagai sebuah kelompok sosial dari

beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki

ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia,

individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya,

preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Soenarno

(2002), Definisi Komunitas adalah sebuah identifikasi dan interaksi sosial

yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan fungsional.

Pengertian Komunitas Menurut Kertajaya Hermawan (2008), adalah

sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang

seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat

antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau

(21)

Loren O. Osbarn dan Martin H. Neumeyer (1984 : 59) ; “Pada dasarnya setiap

orang itu lahir dalam suatu keluarga, dan pada mulanya dia tidak mengetahui

bahwa ia merupakan anggota dari suatu ketetanggaan. Akan tetapi, apabila

dia mulai dapat berjalan serta bermain, maka dia akan bermain dengan

anak-anak tetangga atau beberapa dari antara mereka. Dalam perkembangan

selanjutnya, dia akan mengetahui bahwa ia tinggal dalam suatu kampung atau

suatu desa atau juga dalam suatu kota. Pada tahap selanjutnya dia akan

mengetahui pula bahwa dia merupakan anggota suatu bangsa atau suatu

negara”.

Deskripsi tersebut di atas menunjukkan bahwa seseorang itu dapat merupakan

anggota dari beberapa kelompok; dan kecuali keluarga (sebagai primary

group) kesemuanya mungkin dapat dikategorikan sebagai community atau

komunitas. Loren O. Osbarn dan Martin H. Neumeyer (1984 : 59)

menyatakan bahwa komunitas adalah “a group of a people having in a

contiguous geographic area, having common centers interests and activities,

and functioning together in the chief concern of life”.

Dengan demikian suatu komunitas merupakan suatu kelompok sosial yang

dapat dinyatakan sebagai “masyarakat setempat”, suatu kelompok yang

bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu dengan batas-batas tertentu

pula, dimana kelompok itu dapat memenuhi kebutuhan hidup dan dilingkupi

oleh perasaan kelompok serta interaksi yang lebih besar di antara para

anggotanya.

Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang

(22)

14

Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki

maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan

sejumlah kondisi lain yang serupa. (Wenger, 2002: 4). Menurut Crow dan

Allan, Komunitas dapat terbagi menjadi 2 komponen:

1. Berdasarkan Lokasi atau Tempat Wilayah atau tempat sebuah komunitas

dapat dilihat sebagai tempat dimana sekumpulan orang mempunyai

sesuatu yang sama secara geografis

2. Berdasarkan Minat Sekelompok orang yang mendirikan suatu komunitas

karena mempunyai ketertarikan dan minat yang sama, misalnya agama,

pekerjaan, suku, ras, maupun berdasarkan kelainan seksual.

Proses pembentukannya bersifat horisontal karena dilakukan oleh

individu-individu yang kedudukannya setara. Komunitas adalah sebuah identifikasi

dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan

fungsional (Soenarno, 2002). Kekuatan pengikat suatu komunitas, terutama,

adalah kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sosialnya

yang biasanya, didasarkan atas kesamaan latar belakang budaya, ideologi,

sosial-ekonomi. Disamping itu secara fisik suatu komunitas biasanya diikat

oleh batas lokasi atau wilayah geografis. Masing-masing komunitas,

karenanya akan memiliki cara dan mekanisme yang berbeda dalam

menanggapi dan menyikapi keterbatasan yang dihadapainya serta

mengembangkan kemampuan kelompoknya.

Menurut Vanina Delobelle , definisi suatu komunitas adalah group beberapa

(23)

1. Komunikasi dan keinginan berbagi : Para anggota saling menolong satu

sama lain.

2. Tempat yang disepakati bersama untuk bertemu

3. Ritual dan kebiasaan: Orang-orang datang secara teratur dan periode

4. Influencer Influencer merintis sesuatu hal dan para anggota selanjutnya

Vanina juga menjelaskan bahwa komunitas mempunyai beberapa aturan

sendiri, yaitu:

1. Saling berbagi : Mereka saling menolong dan berbagi satu sama Lain

dalam komunitas.

2. Komunikasi: Mereka saling respon dan komunikasi satu sama lain.

3. Kejujuran: Dilarang keras berbohong. Sekali seseorang berbohong, maka

akan segera ditinggalkan.

4. Transparansi: Saling bicara terbuka dan tidak boleh menyembunyikan

sesuatu hal.

5. Partisipasi: Semua anggota harus disana dan berpartisipasi pada acara

bersama komunitas.

Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih

dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi

yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan

interest atau values (Kertajaya Hermawan, 2008). Komunitas adalah sebuah

identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi

(24)

16

Ada demikian banyak defenisi komunitas ditemukan dalam literatur. George

Hillery Jr (dikutip oleh Fredian Tonny, 2003:23) pernah mengidentifikasi

sejumlah besar defenisi, kemudian menemukan bahwa kebanyakan defenisi

tersebut memfokuskan makna komunitas sebagai:

1. the common elements of area;

2. common ties; dan

3. social interaction.

Kemudian, George merumuskan pengertian komunitas sebagai “people living

within a specific area, sharing common ties, and interacting with one another”

(orang-orang yang hidup di suatu wilayah tertentu dengan ikatan bersama dan

satu dengan yang lain saling berinteraksi).

Sementara itu, Christensson dan Robinson (seperti dikutip oleh Fredian

Tonny, 2003:22) melihat bahwa konsep komunitas mengandung empat

komponen, yaitu:

1. people

2. place or territory

3. social interaction

4. psychological identification.

Sehingga kemudian mereka merumuskan pengertian komunitas sebagai

”people the live within a greographically bounded are who are involved in

social interction and have one or more psychological ties with each other an

with the place in which they live” (orang-orang yang bertempat tingal di

(25)

sosial dan memiliki satu atau lebih ikatan psikologis satu dengan yang lain

dan dengan wilayah tempat tinggalnya).

Komunitas yaitu yang menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat

tinggal di suatu wilayah (geografis) dengan batas-batas tertentu dan faktor

utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar di antara

anggotanya, dibanding dengan penduduk di luar batas wilayahnya. Soekanto

(1990)

Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang

berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan yang sama, dalam

komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud,

kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi

lain yang serupa. Community (masyarakat ) merupakan bagian kelompok dari

masyarakat (society) dalam lingkup yang lebih kecil, serta mereka lebih

terkait oleh tempat (territorial) ( Fairi,et al.1980;52n )

Menurut Soerjono soekanto, istilah community dapat di terjemahkan sebagai

“masyarakat setempat”, istilah lain menunjukkan pada warga-warga sebuah

kota, suku, atau suatu bangsa . Apabila anggota-anggota suatu kelompok baik

itu kelompok besar atupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga

mereka merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi

kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi dapat disebut

masyarakat setempat. Intinya mereka menjalin hubungan sosial ( social

(26)

18

Dan dapat disimulkan bahwa masyarakat setempat (community) adalah suatu

wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial

yang tertentu. Dasar-dasar dari masyarakat setempat adalah lokalitas dan

perasaan semasyarakat setempat ( Efendi,ridwan.2009 ).

B. Tinjauan mengenai Grunge

1. Sejarah Grunge

a. Gaya grunge asli, berakar dari:

- Rock Alternatif

- Hardcore Punk

- Heavy Metal

- Indie Rock

b. Budaya asli, berasal dari:

- Pertengahan tahun 1980an, di Washington

c. Tipikal instrumen musik:

- Gitar elektrik

- Gitar bass

- Drum

- Vokal

d. Popularitas mainstream:

- Popularitasnya tinggi selama awal hingga pertengahan 1990an; rendah,

namun tetap eksis semenjak itu.

e. Turunan:

- Menjadi musik yang dikenal kemudian sebagai Post Grunge

f. Wilayah scene:

(27)

Grunge (seringkali disebut juga Seattle Sounds) termasuk dalam subgenre

rock altenative. Mulai dikenal sepanjang pertengahan 1980an di

Washington, lebih tepatnya di Seattle. Di dalam Wikihow (Grunge Music;

Origin of the Term) ditulis, menurut kata asalnya, grunge berasal dari

bentuk paling belakang kata slang grungy. Di mana, pada sekitar tahun

1965 bentuk asli dari kata slang tersebut dapat diartikan sebagai kata

penyebut sesuatu yang “kotor” atau “jorok”. (www.wikihow.com)

Adapun, dipercaya dari berbagai sumber bahwasannya Mark Arm, vocalis

band Green River dan kemudian berganti menjadi Mudhoney, adalah

orang yang pertama kali menggunakan kata grunge untuk menyebut jenis

musik tertenrtu. Mark Arm pertama kali menggunakan kata tersebut

sekitar tahun 1981. Ketika ia menulis surat dengan memakai nama Mark

McLaughlin untuk sebuah majalah Seattle Desperate Times, mengkritik

band Mr. Epp dan the Calculations sebagai “Pure grunge! Pure noise! Pure

shit!”.(www.wikihow.com; grunge tips)

Kemudian, Clark Humphrey, editor majalah Desperate Times memakai

istilah grunge tersebut untuk menyebut band-band dari Seattle. Dan ini

berarti bahwa Bruce Pavitt dari Sub Pop telah mempopulerkan istilah

tersebut sebagai sebuah label music pada tahun 1987-1988, dengan

mengkaitkan langsung pada Green River. Arm memakai istilah grunge

untuk mendeskripsikan bukan hanya terbatas untuk jenis musik tertentu,

melainkan lebih untuk mendeskripsikan suatu bentuk baru percampuran

(28)

20

Beberapa individu, dianggap berperan serta langsung terhadap

perkembangan grunge. Mereka diantaranya, termasuk Jack Endino

produser Sub Pop, dan juga para personil the Melvins. Bahkan grup band

seperti "Kiss" dianggap juga turut memprovokasi grunge secara musikal.

Pergerakan awal grunge disatukan oleh salah satu record label independen

bernama Sub Pop pada akhir 1980an. Kemudian grunge menjadi sukses

secara komersial pada paruh tengah 1990an, seiring dengan dirilisnya

album Nirvana "Nevermind", dan Pearl Jam "Ten". (www.wikihow.com;

grunge tips)

2. Perkembangan Grunge

Mark Arm termasuk diantara beberapa musisi di Green River yang

bergabung dengan band lain setelah grupnya bubar. Band Arm

selanjutnya, Mudhoney, berfungsi sebagai band kapal pemimpin bagi

record label asal Seattle, Sub Pop, di akhir tahun 1980an. Rilisan yang

meningkatkan perkembangan grunge adalah kompilasi di tahun 1986,

Deep Six, dirilis oleh C/Z Records (kemudian dirilis ulang di A&M).

Rekaman ini menampilkan multiple tracks dari enam band: Green River,

Soundgarden, The Melvins, Malfunkshun, Skin Yard, dan The U-Men;

bagi sebagian besar mereka merupakan penampilan pertama mereka dalam

sebuah rekaman. Para artis memiliki "sound yang sangat berat, agresif,

yang dilarutkan ke dalam tempo yang lebih pelan dari Heavy Metal

dengan hardcore yang intensif" seperti yang dikatakan Jack Endino,

(29)

pula punk, apa ini?' lalu orang-orang mengatakan 'Eureka! band-band ini

memiliki semua itu'"

Kemudian di tahun itu, Bruce Pavitt merilis kompilasi "Sub Pop 100" dan

EP Green River "Dry As a Bone" yang menjadi bagian dari label barunya,

Sub Pop. Katalog awal Sub Pop mendeskripsikan EP Green River sebagai

"Grunge sangat-pecundang yang menghancurkan moral dan sebuah

generasi". Bruce Pavitt dari Sub Pop dan Jonathan Poneman, mendapat

inspirasinya dari scene musik wilayah lain dalam sejarah musik, bekerja

untuk meyakinkan bahwa label mereka mempunyai proyek sebuah "Seattle

Sound". Diperkuat oleh gaya yang hampir sama pada produksi dan

packaging album.

Saat itu, penulis musik Michael Azerrad mengakui bahwa band-band

grungepertama seperti Mudhoney, Soundgarden, dan Tad, memiliki sound

yang berbeda, ia mengingatkan, "sebagai peneliti yang obyektif, di sana

ada persamaan yang jelas terlihat".

Mudhoney, yang mana dibentuk oleh para pendiri Green River, berfungsi

sebagai band pembawa bendera Sub Pop selama waktu mereka bergabung

dengan label dan menyiarkan gerakan grunge Seattle. Sedangkan pecahan

Green River lainnya membentuk Mother Love Bone, yang dipimpin oleh

seorang vokalis utama flamboyan Andrew Wood, musik Mother Love

Bone secara jelas mengindikasikan ambisi komersial band tersebut, dan

setelah segenggam penuh pertunjukan, mereka mendapatkan kontrak dari

PolyGram Records. Hal yang hampir mustahil untuk scene independen

(30)

22

Setelah kematian Wood di tahun 1991 karena hal yang berkaitan dengan

obat-obatan, anggota band yang lain menemukan bakat dari penyanyi asal

San Diego, Eddie Vedder, dan membentuk Pearl Jam.

Sebagai kebalikan dari Mother Love Bone, Mudhoney membukanya

dengan sindiran terhadap seluruh kerajaan bintang rock. Sound mereka

dengan sangat kasar, bersama vokal sang pemimpin Mark Arm lebih

mendekati berteriak-teriak sampai parau daripada bernyanyi.

Mengambil nama mereka dari judul sebuah film soft-core yang

disutradarai oleh Russ Meyer, mereka memeluk pelanggaran-sexisme yang

secara simultan merupakan lelucon dan merayakan betapa berlebihannya

nama-nama besar band-band rock.

Soundgarden memenuhi suat tempat diantara keributan komersial Pearl

Jam dan sound garage yang belum terpoles dari Mudhoney. Penyanyi

utama Chris Cornell memiliki suara falsetto yang sangat kuat,

mengalahkan Ozzy Osbourne dari Black Sabbath, pengaruh utamanya.

Soundgarden membangun reputasinya sebagai band independen. Album

grup ini di tahun 1989 "Louder Than Love", dinominasikan mendapat

Grammy, dan "Superunknown" dirilis pada 1994, memulai debutnya

menjadi nomor satu di charts Billboard. Pada waktu itu, sound band

tersebut mendekati Metallica atau Guns 'N Roses (di mana mereka pernah

sekali tour bersama) daripada Mudhoney atau Nirvana. Soundgarden bubar

di tahun 1997. Hal ini seperti bahwa band-band tersebut lenyap dengan

cepat, atau mungkin bahkan tidak dibentuk sama sekali, jika bukan untuk

(31)

Para pendirinya, Bruce Pavitt dan Jonathan Poneman mengenalkan

kekuatan scene musik Seattle dan, seperti halnya BerryGordon, yang mana

label Motown telah mempopulerkan pop dan rhytm-and-blues di Detroit

pada 1960an, mereka merancang untuk mempromosikan band-band kota

mereka. Sebagai awal langkah, mereka menunjukkan sebuah ambisi yang

sebelumnya tak pernah absen dari label-label independen.

Rilisan pertama Sub Pop. sebuah kompilasi band-band yang sebagian

besar, bahkan tidak berasal dari Seattle sama sekali. Mendeskripsikan

labelnya sebagai "Hal yang baru, hal yang besar, ciptaan Tuhan: sebuah

kumpulan multi-nasional yang berasal dari Pacific Northwest". Hampir

semua orang menganggap itu sebagai candaan, tetapi Pavitt dan Poneman

tidak sedang bercanda.

Banyak label rekaman independen di Amerika telah merilis musik

unggulan yang tidak pernah mencapai derajat kesuksesan komersial, tetapi

Pavitt dan Poneman merupakan penjual cerdas dengan berkah tidak ada

saingan bagi sebuah publisitas generasi. Mereka menyewa sebuah agen

pers Inggris untuk mempromosikan band-bandnya, dan membayar jurnalis

Everett True dari koran musik inggris Melody Maker untuk datang ke

Seattle. Mereka percaya-dengan benar-bahwa cara terbaik untuk

mempromosikan band-band mereka di Amerika adalah melalui reputasi

yang dibangun di luar negeri. Segera setelah itu, kota tersebut terkenal

sebagai salah satu pusat terkemuka dari musik independen dunia. Daya

tarik grunge bagi media adalah bahwa itu, "menjanjikan kembalinya

(32)

24

Amerika".(Yoyon

Sukaryono.http://echolic.blogspot.com/2010/06/grunge-indonesia-still-alive-catatan.html)

Popularitas grunge di scene musik underground diawali ketika band-band

mulai pindah ke Seattle dan mendekati penampilan dan sound dari

band-band grunge asli. Steve Turner dari Mudhoney mengatakan, "Hal ini

sangat buruk. Band-band yang bertahan meledak disini, sesuatu tidak lagi

berasal dari sesuatu di mana kami semua berasal".

Sebagai reaksinya, banyak band grunge menganekaragamkan sound

mereka, bersama Nirvana dan Tad dalam hal tertentu menciptakan

lagu-lagu yang lebih melodik. Heather Dawn dari fanzine Seattle Backlash

mengatakan hal itu bahwa pada 1990an banyak band lokal lelah dengan

publisitas yang mengelilingi scene Seattle dan sebagai awalnya berharap

media-media itu segera terusir.

Namun demikian, pada awal 1991, Sub Pop mendekati kebangkrutan.

Keselamatannya datang dari keseluruhan kesuksesan tak terduga album

full-length pertama Nirvana, "Nevermind". Ketika David Geffen dari label

DGC mengkontrak Nirvana, dalam kontrak ditetapkan bahwa Sub Pop

nantinya akan menerima royalti sebesar dua persen jika albumnya terjual

lebih dari 200.000 copy. Kebanyakan peneliti menduga album ini akan

terjual pecahan dari angka tersebut. Bagaimanapun, "Smells Like Teen

Spirit", single pertama album itu, menjadi anthem sepanjang malam.

Menggabungkan riff yang menular dengan sound gitar yang berat dan

lirik-lirik yang mengekspresikan tentang kemuakan akan keletihan dunia.

(33)

kecil musik independen; sekarang lagu mereka mengudara pada

stasiun-stasiun radio top 40 rock dan alternatif di seluruh dunia. Dalam satu tahun,

"Nevermind" telah menjual empat juta album. Pearl Jam "Ten" dirilis pada

bulan yang sama dengan album Nirvana, dan meskipun penjualan terlihat

lambat, album tersebut menjual dengan nilai angka yang sama, selama satu

tahun pertama. Record label lain di Pacific Northwest yang membantu

mempromosikan band diantaranya adalah: C/Z Records, Estrus Records,

Empty Records, dan PopLlamaRecords. (Yoyon- Sukaryono. http://

echolic. blogspot.com /2010/06/ grunge- indonesia- still- alive-catatan.

html)

3. Karakter Musikal Grunge

Dalam situs Grunge 101 History, "dipermudah" untuk menjelaskan

bagaimana musik grunge, situs tersebut menjelaskan, bahwa musik grunge

adalah bentuk unggul persilangan antara progressif rock dicampur rock

klasik, ditambah musik psikedelik, digabung dengan musik rakyat dari

selatan, terakhir dikawinkan dengan musik hard rock. Situs tersebut juga

mengakui bahwa band grunge generasi pertama yang dianggap telah

menorehkan cetak biru terhadap musik grunge antara lain adalah; Green

River, Mudhoney, dan yang menurut mereka terbaik, the Melvins.

Untuk lebih jelasnya, sebagai bahan perbandingan, single dari Mudhoney

yang berjudul “Touch Me I’m Sick”. Dalam lagu ini digambarkan bahwa

musik grunge sebagai: tempo yang tingggi, riff pada gitar utama,

(34)

26

penggunaan lirik yang menggambarkan perasaan tertekan ditulis dalam

kata-kata sarkastik atau penuh kekerasan.

Grunge secara umum digambarkan sebagai permainan gitar yang kasar,

kacau, menghantam, menggunakan distorsi pada level tinggi, efek gitar

fuzz dan feedback. Grunge menggabungkan unsur-unsur yang terdapat

dalam hardcore punk dan heavy metal. Bahkan meskipun, bila beberapa

band hanya menampilkan dengan lebih menekankan salah satu unsur

tersebut atau unsur yang lainnya.

Musik grunge sendiri, hampir bisa disamakan dengan sound mentah yang

biasa terdapat pada sound punk dan juga lirik-lirik yang menekankan pada

hal-hal yang hampir sama. Akan tetapi, terkadang juga menggunakan

tempo yang lebih lambat, harmonisasi yang tidak lazim, dan penggunaan

instrumen-instrumen yang lebih kompleks lainnya, yang secara signifikan

masih berkaitan dengan heavy metal. Musik grunge pada umumnya

berkarakter gitar elektrik menggunakan efek berdistorsi berat, dinamisasi

lagu yang sangat kontras dengan lagu pada umumnya, dan lirik yang

berbeda ataupun penuh kemarahan.

Secara garis besar penulisan lirik grunge biasanya penuh dengan ungkapan

akan permasalahan, kesengsaraan, kecemasan, ketakutan, dan hal-hal

tentang absurditas kejiwaan. Meskipun seringkali juga bertemakan tentang

keterasingan dalam sosial, apathy, keterkungkungan, hasrat untuk bebas

merdeka bahkan juga tentang perasaan tidak nyaman akan diskriminasi

(35)

Tetapi tidak semua lagu-lagu grunge mengangkat issue yang sama seperti

itu. sebagai contoh, sebuah lagu satire dari Nirvana "In Bloom", adalah

salah satu contoh dari lagu yang ditulis dengan nada sindiran, humor

satire. Beberapa lagu grunge dipenuhi dengan penulisan bergaya humor

riang namun tetap bernuansa gelap. lagu dari Mudhoney "Touch Me I'm

Sick" atau lagu Tad "Stumblin Man". Meskipun lagu-lagu tersebut kurang

mendapat perhatian masyarakat pada waktu itu. Humor pada grunge

seringkali menyindir secara sinis glam metal dan juga musik rock populer

sepanjang 1980an. Sebagai contoh, lagu Soundgarden "Big Dumb Sex".

Tetapi banyak pendengar yang kelihatannya melewatkan humor tersebut.

(www.wikihow.com;grunge tips)

4. Konser Musik Grunge

Konser-konser grunge pada awalnya sangat jarang ditonton (kebanyakan

hanya segelintir daripada selusin orang yang mau hadir) tetapi

gambar-gambar dari photographer Charles Peterson membantu menciptakan

impresi selayaknya event-event besar.

Namun, grunge mulai mendapatkan perhatian media di Inggris setelah

Pavitt dan Poneman meminta jurnalis Everett True dari koran musik

Inggris Melody Maker untuk menulis artikel tentang scene musik lokal.

Langkah pembuka ini, membantu membuat grunge lebih dikenal di luar

area lokal selama akhir 1980an dan menarik lebih banyak orang untuk

datang ke show.

Konser-konser musik grunge dikenal sebagai pertunjukan musik yang

(36)

28

dan pertunjukan berbiaya besar yang biasanya ditampilkan oleh jenis

musik lain, termasuk di dalamnya tata cahaya panggung yang rumit,

efek-efek visual yang tidak berkaitan dengan permainan musik itu sendiri.

Mereka sangat menjaga penampilan panggung band itu sendiri tanpa harus

direpotkan hal-hal bersifat teknis diluar penampilan mereka.

Jack Endino berkata (Hype!;1996) bahwa band-band Seattle sangat

konsisten dalam menjaga penampilan panggungnya, semenjak tujuan

utama mereka tidak lagi menjadi penghibur, tetapi lebih sederhana lagi,

untuk "nge-rock habis!". Lebih lanjut, konser band grunge melibatkan

interaksi langsung antara fans dan musisi, mereka berpartisipasi dalam

stage diving, crowd surfing, headbanging, pogoing, dan moshing. (http:

//echolic.blogspot.com/2010/06/grunge-indonesia-still-alive-catatan.html)

C. Tinjauan Mengenai Identitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, identitas adalah ciri-ciri atau

keadaan khusus seseorang. Sedangkan diri adalah, seseorang (terpisah dari

yang lain). Jika disimpulkan, identitas diri adalah ciri-ciri atau kedaan

seseorang yang berbeda dengan orang lain. Setelah kita pahami makna

identitas diri di atas, dapat kita pahami bahwa identitas diri merupakan hal

yang mutlak ada dalam kehidupan manusia. Setiap orang memiliki identitas

diri, dan hal itu tidak bisa disamakan dengan orang lain. Identitas bisa

dikatakan sebagai pembeda seseorang dengan yang lainnya. Bisa

dibayangkan apa yang terjadi seandainya semua orang tidak memiliki

(37)

kesalahpahaman dalam mengenal seseorang, dan semacamnya.(http://

pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php)

Manusia memiliki dua peran dalam hidupnya. Pertama, ia merupakan

makhluk individu, yang mau tak mau harus bertanggung jawab kepada

dirinya sendiri. Kedua, manusia merupakan makhluk sosial yang harus

bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Setiap manusia akan digolongkan

menurut jenis kelamin, ras, kebangsaan, suku, umur, agamanya, dan banyak

lagi kategori lainnya.

Rasa memiliki sebuah identitas ini adalah sesuatu yang amat penting bagi

manusia. Memiliki identitas akan menjadi sumber lahirnya kebanggaan,

kebahagiaan, juga sumber tumbuhnya kekuatan dan kepercayaan diri. Saat

seorang manusia menjadi semakin dewasa, maka ia akan menyadari

keberadaan dirinya sebagai sebuah identitas terpisah yang tak berdaya

menghadapi banyak hal. Oleh karenanya keterpisahan seorang manusia,

membuat eksistensi diri seorang manusia menjadi tak tertahankan. Untuk

membebaskan dirinya dari hal ini manusia kemudian mencari penyatuan,

mengidentikkan dirinya dengan sesuatu, menyatukan dirinya dengan

kelompok lain di luar dirinya. Oleh karena itu kemudian identitas

dianggapnya sebagai sesuatu yang amat penting guna menapaki hidupnya.

Hal ini semata-mata agar dia tidak merasa hidup seorang diri di dunia ini.

Rasa tentang identitas bisa memberi sumbangan berarti bagi kekuatan dan

kehangatan hubungan kita dengan pihak lain, seperti tetangga, anggota

kelompok yang sama, sesama warga negara, atau penganut agama yang sama.

(38)

30

kita bersedia melakukan berbagai hal satu sama lain dan turut membawa kita

melampaui hidup yang berpusat pada diri sendiri.

(http://achyar89.wordpress.com/)

Identitas menyatukan kita dengan sebuah kelompok, namun memisahkan kita

dengan kelompok yang lain. Di banyak tempat di penjuru dunia pembagian

identitas macam ini adalah akar dari segala kekerasan serta tindakan brutal

yang tak berperikemanusiaan.

Hal memaknai identitas sebagai suatu produksi, bukan esensi yang tetap dan

menetap. Dengan begitu, identitas selalu berproses, selalu membentuk, di

dalam bukan di luar representasi. Ini juga berarti otoritas dan keaslian

identitas dalam konsep ’identitas kultural’ misalnya, berada dalam masalah.

Identitas hanya bisa ditandai dalam perbedaan sebagai suatu bentuk

representasi dalam sistem simbolik maupun sosial, untuk melihat diri sendiri

tidak seperti yang lain (Woodward dalam Woodward (ed.), 1997:8-15).

Identitas dapat dilihat sebagai sebuah konflik yang lengkap dengan daerah

konflik atau medan dialognya. Identitas tersebut berusaha dibangun dan

kemudian diperebutkan atau malah dipertentangkan, diubah, dipengaruhi,

dilupakan atau juga ditinggalkan di dalam sebuah wacana. Identitas dalam

sebuah masyarakat diingat, digali, dikumpulkan, diceritakan kembali atau

malah dikubur, dilupakan dan dihapus dari pikiran kolektif. Identitas

ditafsirkan sebagai sebuah budaya milik bersama, dimiliki secara

bersama-sama oleh orang yang memiliki sejarah dan asal-usul yang bersama-sama.

Identitas menjadi rantai perubahan secara terus menerus, sebagai bentuk

(39)

transformasi dan perubahan masa depan (kreatifitas perubahan budaya).

Identitas digunakan untuk menjelaskan berbagai cara kita diposisikan dan

sekaligus memposisikan diri kita secara aktif dalam narasi sejarah. Identitas

akan selalu mengalami perubahan, pada kadar sekecil apapun sesuai dengan

perubahan sejarah dan kebudayaan (Giddens, Anthony.1991, Modernity and

Self identity).

Percepatan tempo kehidupan dalam masyarakat pasca industri, serta

percepatan pergantian tanda, citra, makna, kode dan tafsiran simbolik, yang

menggiring ke dalam kondisi yang di sebut kondisi ekstase kecepatan, sebuah

kondisi ketika manusia hanyut atau bahkan tenggelam dalam arus kecepatan

(perubahan atau pergantian tanda, citra dan makna), sehingga tidak mampu

menyerap dan mengendapkan segala perubahan menjadi sesuatu yang

bermakna. Identitas bukan sesuatu yang tetap yang bisa kita simpan,

melainkan suatu proses menjadi (Alfred Vierkandt: 1867-1953).

Identitas yang dimaksud dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk

sesuatu yang kasat mata atau terlihat pada seorang Grunge, baik itu dandanan

atau gaya berpakaian dan sikap mereka dalam menghadapi kerasnya hidup.

Identitas ini juga yang membedakan mereka dengan komunitas lainnya

dikarenakan gaya berpakaian mereka yang berbeda. Pada haketatnya

femonena ini bersifat konkret, terjadi disekeliling kita, bisa diobservasi,

(40)

32

D. Tinjauan Mengenai Gaya Hidup

Berbeda dengan identitas, gaya hidup lebih menekankan pada aktivitas yang

dilakukan sehari-hari, bukan lagi hanya sekedar penampilan fisik saja namun

sudah sampai pada tahap penjiwaan. Entah siapa yang mulai mempopulerkan

kata ini, atau pun ikut mendukung bahwa inilah jaman yang harus bergaya

hidup. Kalau saja seseorang ikut trend terbaru yang berkembang saat ini, dia

layak dikatakan orang yang bergaya hidup tinggi. Sebaliknya, jika tidak mau

ikut-ikutan, akan dicap bergaya hidup rendah. Sebuah tudingan yang menurut

penulis terlalu menghakimi, hingga muncullah gap atau jarak antara dua

kelompok tersebut (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php).

Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas,

minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk

merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup merupakan frame of reference

yang dipakai sesorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan

membentuk pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana dia ingin

dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan

bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status

sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan

simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi

perilakunya.Fenomena ini pokok pangkalnya adalah stratifikasi sosial, sebuah

struktur sosial yang terdiri lapisan-lapisan :

1. Dari lapisan teratas sampai lapisan terbawah.

2. Dalam struktur masyarakat modern,

(41)

4. Dan bukannya karena diberi atau berdasarkan garis keturunan

(ascribed).

Selayaknya status sosial merupakan penghargaan masyarakat atas prestasi

yang dicapai oleh seseorang. Jika seseorang telah mencapai suatu prestasi

tertentu, ia layak di tempatkan pada lapisan tertentu dalam masyarakatnya.

Semua orang diharapkan mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih

prestasi, dan melahirkan kompetisi untuk meraihnya (

http://lifestyle-awan.blogspot.com/)

Gaya hidup sering dijadikan patokan atau sebuah standar penempatan

seseorang dalam sebuah kelompok atau pergaulan. Sebuah kondisi yang

membuat orang-orang, terutama anak muda yang masih mencari jati diri dan

pertemanan, terjebak dalam dunia konsumerisme. Melihat temannya memakai

sesuatu yang terbaru, dengan alasan supaya tidak minder dan diterima dalam

pergaulan, segala cara ditempuh supaya dia juga memilikinya.

Tidak heran pada akhirnya banyak orang yang terjebak dalam dunia

keglamoran dengan aneka konsekuensi yang membuatnya pusing tujuh

keliling akibat korban gaya hidup: masalah keuangan. Entah dari sekadar

mempergunakan uang sekolah atau kuliah, mengoleksi sejumlah kartu kredit

yang hampir semuanya over limit, menggantungkan diri pada lintah darat,

hingga melakukan korupsi atau penipuan-penipuan keuangan yang akhirnya

akan menghancurkan masa depannya sendiri.

Di sisi lain, gaya hidup juga terkadang menjadi sebuah pilihan hidup bagi

(42)

34

telah menjalani gaya hidupnya. Tidak selamanya gaya hidup itu penuh akan

keglamoran. Komunitas Grunge juga memiliki gaya hidup, tetapi sangat jauh

dari keglamoran. Mereka justru memilih gaya hidup yang sederhana. Dan

dengan gaya hidup yang sederhana ini mereka mencoba untuk lebih baik

menjalani hidup mereka seterusnya.

E. Kerangka Pemikiran

Melihat dari tinjauan diatas, penulis ingin melakukan penelitian terhadap para

remaja yang sampai selama ini mengadopsi ideologi Grunge pada kehidupan

sehari-hari mereka, apakah ada penyesuaian lagi dengan kebudayaan/adat

lokal yang telah ada sebelum ideologi ini mereka anut.

Untuk menjelaskan potret komunitas Grunge (Studi pada Kaum Kucel di

Bandar Lampung), dapat dilihat pada gambar berikut:

Penganut Ideologi Grunge

di Bandar Lampung (Komunitas Kaum Kucel)

Identitas Grunge

- Style berpakaian,

- Potongan rambut.

Gaya hidup Grunge

- Cara berfikir, - Cara bersikap,

- Latar belakang anggota komunitas Grunge, - Latar belakang orang tua, - Musik sebagai salah satu

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Metode penelitian adalah urutan kerja yang harus dilakukan dalam

melaksanakan penelitian, termasuk alat-alat apa yang dipergunakan untuk

mengukur maupun mengumpulkan data serta bagaimana melakukan

penelitian di lapangan (Nasir,1998: 5). Tipe penelitian yang penulis

digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Nawawi

(1993:208) berpendapat bahwa objek dari penelitian kualitatif adalah

manusia atau segala sesuatau yang dipengaruhi manusia. Objek itu diteliti

dalam kondisi sebagaimana adanya atau dalam keadaan sewajarnya atau

secara naturalistik (natural setting). Dalam proses penelitian kualitatif, data

yang didapatkan catatan berisi tentang perilaku dan keadaan individu secara

keseluruhan. Penelitian kualitatif menunjukkan pada prosedur riset yang

menghasilkan data kualitatif, ungkapan atau catatan orang itu sendiri atau

tingkah lakunya.

Menurut Suyono (1985:307), penelitian kualitatif adalah penelitian dengan

(44)

36

mengenai suatu masalah atau gejala guna mendapat pengertian tentang

sebanyak mengkin sifat masalah atau gejala itu.

Karena pendapat tersebut di atas sesuai dengan apa yang diinginkan oleh

penulis untuk memaparkan tentang potret komunitas Grunge, maka tipe

penelitian kualitatif penulis rasa tepat digunakan sebagai tipe penelitian pada

penelitian ini.dengan mengunakan tipe penelitian kualitatif, penulis berusaha

mengetahui secara mendetail alasan mendasar remaja atau seorang dewasa

mengadopsi Grunge sebagai gaya hidup mereka. Untuk mendapatkan

informasi tersebut, penulis juga menggunakan pendekatan kualitatif dengan

maksud penulis dapat menjajaki secara lebih mendalam objek yang akan

diteliti yaitu komunitas Kaum Kucel.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian bertujuan untuk membatasi studi yang akan diteliti. Tanpa

penggunaan fokus penelitian, maka nantinya penulis akan terjebak oleh

melimpahnya volume data yang diperoleh pada saat di lapangan. Untuk

mengetahui bagaimana potret komunitas Grunge dilihat dari sisi identitas dan

gaya hidup di Bandar Lampung, penulis mencoba untuk

mengklasifikasikannya sebagai berikut :

1. Pengetahuan tentang Grunge,

2. Alasan tergabung dalam anggota kelompok musik Grunge,

3. Identitas Grunge, yang merupakan bentuk yang terlihat dan dapat

(45)

a. Style berpakaian; yang meliputi pakaian, celana jeans, flanel maupun

aksesoris yang digunakan oleh Grunge.

b. Potongan Rambut; gaya dan potongan rambut seorang Grunge.

4. Gaya Hidup Grunge, merupakan ciri dari mereka yang tidak terlihat tapi

merupakan gambaran dalam diri mereka:

a. Cara berfikir; pola fikir yang digunakan dalam keseharian

b. Cara bersikap; aktifitas dansosialisasi terhadap masyarakat dalam

keseharian

c. Latar belakang orang tua; Agama, tingkat pendidikan dan tingkat

ekonomi orang tua anggota komunitas Grunge

d. Latar belakang anggota komunitas Grunge; Agama, gender, tingkat

pendidikan, usia dan tingkat ekonomi seorang Grunge

e. Musik sebagai salah satu bentuk apresiasi; musik yang di

apresiasikan seorang Grunge dalam kesehariannya.

C. Teknik Penentuan Informan

Menurut pendapat Spradley dalam Faisal (1990:45) informan harus memiliki

beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan yaitu :

1. Subjek yang telah lama dan intensif menyatu dengan suatu kegiatan atau

medan aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian dan ini

biasanya ditandai oleh kemampuan memberikan informasi di luar kepala

tentang sesuatu yang ditanyakan.

2. Subjek masih terikat secara penuh serta aktif pada lingkungan dan kegiatan

(46)

38

3. Subjek mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan unuk dimintai

informasi.

4. Subjek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau

dikemas terlebih dahulu dan mereka relatif masih lugu dalam memberikan

informasi.

Penentuan informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive

sampling, di mana pemilihan dilakukan secara sengaja berdasarkan kriteria

yang telah ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.

Adapun kriteria dan informan yang ditunjuk atau dipilih dalam penelitian ini

adalah informan yang mengadopsi identitas dan gaya hidup Grunge` dalam

kesehariannya. Kriteria-kriteria informan dalam penelitian ini antara lain :

1. Orang yang menggemari dan mengadopsi gaya hidup grunge dalam

kesehariannya

2. Orang yang menjadi anggota kelompok grunge

D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian menurut Iskandar (2008:219) adalah situasi dan kondisi

lingkungan tempat yang berkaitan dengan masalah penelitian. Moeleong

(2000:86) menyatakan bahwa dalam penentuan lokasi penelitian cara terbaik

yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori substantive dan

menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di

lapangan, sementara itu keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu,

biaya dan tenaga perlu juga dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi

(47)

Guna memperoleh data, penelitian ini dilakukan pada komunitas Grunge yang

bernama Kaum Kucel di Bandar Lampung. Dipilihnya lokasi ini karena dirasa

dapat mewakili atas kelompok serupa lainnya yang ada di Bandar Lampung

untuk menjelaskan potret komunitas Grunge di dalamnya.

E. Jenis Data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan ada dua macam yaitu :

1. Data Primer

Data ini bersumber dari responden secara langsung. Dalam prakteknya

diperoleh dari wawancara. Selain itu dari pengamatan langsung terhadap

situasi lokasi penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber pendukung lokasi penelitian

yaitu dokumen-dokumen data statistik, buku-buku, majalah, koran dan

keterangan lainnya yang ada kaitannya dengan obyek penelitian.

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dan informasi pada penelitian ini digunakan

beberapa teknik, antara lain :

1. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu

persoalan terentu. Ini merupakan proses tanya jawan lisan di mana dua

orang atau lebih dapat berhadap-hadapan secara fisik. Metode wawancara

mendalam ini digunakan untuk mendapat keterangan-keterangan secara

mendalam dari permasalahan yang dikemukakan. Wawancara mencalam

(48)

40

yang diwawancarai. Dengan menggunakan metode wawancara mendalam

ini diharapkan akan memperoleh data primer yang berkaitan dengan

penelitian ini dan mendapat gambaran yang lebih jelas guna

mempermudah dan menganalisis data selanjutnya. Wawancara mendalam

akan dilakukan dengan pedoman wawancara. Hal ini dimaksudkan agar

pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dapat terarah, tanpa mengurangi

kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan, serta suasana tetap terjaga

agar kesan dialogis informan nampak

2. Studi Pustaka

Teknik ini merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi yang

berhubungan dengan faktor permasalahan penelitian. Dokumen yang

dimaksud diantaranya adalah buku, artikel, skripsi, jurnal melalui internet,

foto-foto yang digunakan untuk mengambil gambar informan dan

melakukan wawancara.

G. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono dalam Iskandar (2008:221), analisis data adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

pengamatan, wawancara, catatan lapangan, dan studi dokumentasi dengan

cara mengotanisasikan data ke sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih

mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan

sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Adapun teknik

analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yaitu reduksi

(49)

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan data, pengabstraksikan dan transformasi data kasar

yang muncul dari wawancara. Reduksi data merupakan suatu bentuk

analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang

yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa

sehingga kesimpulan dapat ditarik dan diverivikasi (Miles dan Huberman,

1992:15). Setelah mengklasifikasikan data atas dasar tema kemudian

peneliti melakukan abstraksi data kasar tersebut menjadi uraian singkat.

2. Tahap Penyajian Data (Display)

Menurut Miles dan Huberman (1992:14) data adalah sekumpulan

informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang diperoleh dari hasil

wawancara mendalam terhadap masyarakat dikumpulkan untuk diambil

kesimpulan sehingga bisa dijadikan dalam bentuk narasi deskriptif.

Menurut Iskandar (2008:223), dalam penyajian data, peneliti harus mampu

menyusun secara sistematis atau simultan sehingga data yang diperoleh

dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti, untuk itu peneliti

harus tidak gegabah dalam mengambil kesimpulan.

3. Tahap Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)

Pengambilan kesimpulan juga merupakan analisis lanjutan dari reduksi

data, dan display dat sehingga data dapat disimpulkan dan peneliti masih

berpeluang untuk menerima masukan (Iskandar, 2008:223). Pada tahap ini

data yang telah dihubungkan satu dengan yang lain sesuai dengan

(50)

42

selalu melakukan uji kebenaran setiap makna yang muncul dari data.

Setiap data yang menunjang komponen uraian diklarifikasi kembali

dengan informan. Apabila hasil klarifikasi memperkuat simpulan atas data

yang tidak valid, maka pengumpulan data siap dihentikan.

(51)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan di bab sebelumnya

tentang Identitas dan Gaya Hidup Grunge Studi kasus pada komunitas Kaum

Kucel di Bandar Lampung dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :

A. Kesimpulan

1. Pengenalan mereka terhadap subkultur Grunge dengan cara yang

berbeda-beda, walaupun berbeda setelah mendapatkan sedikit pengetahuan tentang

Grunge, mereka merasakan hal yang sama tentang Grunge ini, bahwa ini

membuat mereka lebih menjadi diri sendiri dan kesederhanaan mereka dalam

kehidupan sehari-hari.

2. Alasan seorang remaja tergabung dalam komunitas Grunge dan mengimitasi

gaya hidupnya karena dari pengaruh pergaulan lingkungan pertemanannya,

selain itu ada pula dikarenakan adanya kesamaan dalam hal kegemaran

dengan musik Grunge . Atas dasar kesaman itulah mereka membentuk sebuah

kelompok penggemar musik Grunge dengan nama Kaum Kucel.

Pembentukan kelompok ini bertujuan untuk menyalurkan hobi para

(52)

79

belakang yang berbeda satu sama lainnya, di Komunitas Kaum Kucel ini.

Mereka dipersatukan karena merasa berada di jalur yang sama.

3. Identitas Grunge yang dapat terlihat secara kasat mata adalah dari pakaiannya

yang menggunakan kemeja flannel, kaos lusuh, jeans belel, cardigans dengan

model v-neck, baju dengan merk Lonsdale, ataupun baju kaos yang

bergambar tentang Grunge, sepatu boot yang bermerk Dr. Martens, Monkey

Boot, atau sepatu casual Converse. Sedangkan untuk potongan rambut mereka

membiarkan rambut mereka panjang tak beraturan bahkan sampai

mewarnainya untuk membedakan mereka dengan komunitas lainnya.

4. Gaya hidup Grunge adalah menjadi individu yang sederhana dan lebih

menjadi diri sendiri. Walaupun terkadang subkultur ini dipandang sebelah

mata oleh masyarakat karena cara berpakaian mereka, akan tetapi mereka

tetap memakai nilai-nilai Grunge sebagai salah satu gaya hidup mereka.

B. Saran

1. Pengetahuan tentang budaya baru yang coba masuk ke suatu lingkungan

dapat dari bermacam cara. Baik itu melalui media maupun sekedar obrolan

saja. Baiknya seorang yang coba mengenal suatu budaya baru, mempunyai

pemahaman tentang budaya lokal yang kuat. Agar budaya yang baru tersebut

dapat menyesuaikan dengan kearifan lokal.

2. Dalam pengenalan budaya baru yang masuk ke Indonesia khususnya pada

remaja yang sedang mencari jati diri, baiknya tetap memperhatikan budaya

yang telah ada. Karena tidak semua dari budaya Grunge ini sesuai dengan

(53)

maupun individu-individu yang

Gambar

Gambar Lokasi Penelitian
Gambar Pekalongan Grunge Charity 1
Gambar Pekalongan Grunge Charity 3
Gambar Batang Still Alive Pekalongan 1
+4

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Istilah-istilah apa saja yang digunakan dalam berkomunikasi pada komunitas reggae?; 2) Makna apa yang

Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber penelitian atau lokasi penelitian, yaitu dengan melakukan wawancara dan kuesioner dengan para informan

Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber penelitian atau lokasi penelitian, yaitu dengan melakukan wawancara dan kuesioner dengan para informan

data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.. data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber melalui

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara memperoleh data primer, yaitu sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli yaitu wawancara

Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer yang didapatkan secara langsung dari responden dengan melakukan wawancara

Data Primer dalam penelitian ini, akan dilakukan dengan cara wawancara. Wawancara akan dilakukan secara langsung kepada responden dan nara sumber, untuk mengetahui cara

Dalam penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan di lapangan melalui observasi dan wawancara atau