• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI LEMBAGA OMBUDSMAN DALAM PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI PROVINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EKSISTENSI LEMBAGA OMBUDSMAN DALAM PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI PROVINSI LAMPUNG"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Muhammad Suhendra

Lembaga Ombudsman sebagai lembaga pengawas penyelenggara pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan merupakan unsur penting dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien serta sekaligus merupakan implementasi prinsip demokrasi yang perlu ditumbuhkembangkan dan diaplikasikan guna mencegah dan menghapus penyalahgunaan wewenang oleh aparatur penyelenggara negara dan pemerintah di Indonesia dan di Provinsi Lampung pada khususnya. Oleh sebab itu penulis tertarik melakukan penelitian terhadap “Eksistensi Lembaga Ombudsman dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik di Provinsi Lampung”. Permasalahan pada penelitian ini adalah; Bagaimanakah eksistensi lembaga Ombudsman dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik di Provinsi Lampung dan apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat kinerja lembaga Ombudsman Perwakilan lampung dalam melaksanakan Tugas, Fungsi, dan wewenangnya terhadap pelayanan publik di Provinsi Lampung.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis normatif dan didukung oleh yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, kemudian untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan.

Hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa eksistensi lembaga Ombudsman terhadap pengawasan penyelenggaran pelayanan publik di Provinsi Lampung terlihat belum terlaksana secara optimal dalam melaksanakan perannya dan fungsinya sebagai lembaga pengawas eksternal penyelenggaraan pelayanan publik di Provinsi Lampung. Hal ini dapat diketahui dari masih buruknya tingkat kepatuhan para penyelenggara pelayanan publik terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelayanan publik di Indonesia. Serta faktor-faktor yang menghambat Ombudsman dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya disebabkan dari kurangnya sumber daya manusia dan begitu luasnya wilayah kerja Ombudsman Perwakilan Provinsi Lampung. Sebagai lembaga baru di Provinsi Lampung Ombudsman perwakilan lebih mengedepankan agar pelaksaaan pelayanan publik di Provinsi Lampung dapat terlaksana dengan baik sehingga hal tersebut menjadi faktor utama Ombudsman sampai saat ini belum melakukan investigasi atas berbagai kasus maladministrasi untuk melakukan langkah-langkah pengeluaran rekomendasi oleh Ombudsman Republik Indonesia.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Penulis dilahirkan di Metro, pada tanggal 1 Februari 1990 adalah anak ke 3 (Tiga) dari 4 (Empat) bersaudara, dari pasangan Bapak Muhammad Halik dan Ibu Talhani, S.pd.i.

Penulis menyelesaikan taman kanak-kanak di TK Pertiwi Teladan dan tamat pada Tahun 1996, Sekolah Dasar di SD Pertiwi Teladan dan tamat Tahun 2002, melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP N 1 Kota Metro dan tamat pada Tahun 2005, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMA N 1 Metro dan tamat pada Tahun 2008, selanjutnya penulis pada Tahun 2012 menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Hukum di Universitas Muhammadiyah Metro.

(8)

MOTO

“Tidak kubiarkan rencana hidupku berjalan kar

ena

memang waktunya, tapi kubuat rencana hidupku

berjalan karna ku persiapkan dengan sebaik-

baiknya”

(M.S)

“Bisa karna biasa, membiasakan dengan selalu

belajar dan berlatih mendekatkan kita dengan

kemahiran”

(9)

Tesis ini dipersembahkan untuk orang-orang yang telah dengan tulus dan sabar memberikan semangat, dukungan, pengertian, ilmu, dan do’a bagi keberhasilan

dan kesuksesan penulis dalam meraih ilmu dan menyelesaikan studi Magister Hukum sehingga penulis mendapatkan gelar akademik Magister Hukum.

1. Almamaterku tercinta Fakultas Hukum Universitas Lampung

2. Kedua Orang Tuaku yang sangat tercinta, Abah dan Bundaku yang selalu tak henti memberi dukungan moril maupun materil hingga saya mampu menyelesaikan studi Magister Hukum dengan baik.

3. Kedua kakaku tercinta, Ohta Devilia Yulianti Amd. Keb dan Briptu. Muhammad Zulkarnain, S.H. yang juga ikut serta mendukung secara moril dan materil.

4. Saudara kembarku Letda. ARM. Muhammad Suhendri, S.T. Han. yang juga tak hentinya ikut mendukung dan dan mendoakan saya untuk kelancaran menyelesaikan studi ini.

5. Dan keluarga besar Nenek OOH yang telah menerima saya sebagai keluarga dan memberikan tempat dirumah selama saya mengikuti perkuliahan.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ……… i

ABSTRAK ………..……… ii

HALAMAN JUDUL………... iii

PERSETUJUAN ……….………….. iv

PENGESAHAN……….……… v

PERNYATAAN……….………… vi

RIWAYAT HIDUP………..………… vii

MOTTO ………..………. viii

PERSEMBAHAN ………..………..………. ix

KATA PENGANTAR ……….... x

DAFTAR ISI………. xi

DAFTAR TABEL ……….………... xii

DAFTAR BAGAN………..… xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian ……….…...…..….. 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……….………….……. 11

D. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual ……….………... 12

II.TINJAUAN PUSTAKA A.Deskripsi Tentang Ombudsman ………...………….. 22 B.Pengawasan ………...………. 28

C.Pelayanan Publik ………...………. 32

D.Administrasi dan Maladministrasi ………..……..………..…….….….. 41

E. Good Governance ………..………..…..……… 43

(11)

D. Analisis Data ………. 54

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Ombudsman Perwakilan dan

Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Provinsi Lampung ... 55 B. Eksistensi Lembaga Ombudsman dalam Pengawasan Penyelenggaraan

Pelayanan Publik di Provinsi Lampung ………..….……. 94

C. Faktor-faktor Penghambat kinerja Lembaga Ombudman Perwakilan Lampung dalam melaksanakan Fungsi, Tugas, dan Wewenangnya terhadap pelayanan publik di

Provinsi Lampung ………..………..……… 106

V.PENUTUP

A. Kesimpulan ………..………..……… 112 B. Saran ………...………..……….… 114

(12)

Tabel Halaman

1. Data Jumlah laporan Masyarakat Berdasarkan Asal daerah

Pelapor Periode 2013 ………..………. 7 2. Tabel penilaian predikat Zona tingkat kepatuhan Pemerintah Daerah

Provinsi Lampung terhadap UU No. 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik ……….………….. 86

3. Tabel penilaian predikat Zona tingkat kepatuhan Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung terhadap UU No. 25 Tahun 2009

tentang Pelayanan Publik ……….…………. 88 4. Data Jumlah Laporan Masyarakat Berdasarkan Klasifikasi Pelapor

pada Tahun 2013 ……….……….. 96

5. Data Penyelesaian Laporan Pengaduan Ombudsman RI

Perwakilan Provinsi Lampung Tahun 2013………..……... 103 6. Data jumlah Pengaduan yang bersumber dari Laporan Masyarakat dan

(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbaikan pelayanan publik menjadi salah satu pekerjaan rumah pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah yang belum terselesaikan. Tujuan utama reformasi dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia salah satunya adalah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Penerapan kebijakan otonomi daerah tiada lain untuk semakin mendekatkan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat. Dengan memberikan kekuasaan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya, pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan masyarakat secara efektif, efisien dan ekonomis. Dengan kata lain “Reformasi Administrasi” di Indonesia harus sesegera mungkin menjadi pilihan para penyelenggara pemerintahan baik pusat maupun daerah guna mewujudkan Good Governance, pemerintahan yang bersih, sehat, dan berwibawa.

(14)

bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, keadilan, kepastian hukum dan kedamaian (Good Governance).1

Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum menggunakan instrument hukum sebagai landasan tindakan dan perbuatan penguasa maupun warga negaranya, sehingga dasar legalitasnya berdasarkan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. negara hukum menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggara kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya serta menggunakan hukum dalam menjamin keadilan bagi warga negaranya.2

Good Governance akan dapat terlaksana sepenuhnya apabila ada keinginan

keinginan kuat (political will) penyelenggara pemerintah dan penyelenggara negara untuk berpegang teguh pada peraturan perundangan dan kepatutan. Namun yang juga sangat mendasar yaitu adanya kerelaan para penyelenggara pemerintahan serta penyelenggara Negara untuk bersedia dikontrol dan diawasi; baik secara internal maupun eksternal.3

Buruknya pelayanan publik selama ini menjadi satu variable yang penting yang mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Krisis kepercayaan masyarakat teraktualisasi dalam bentuk protes dan demonstrasi yang cenderung tidak sehat menunjukkan kefrustrasian publik terhadap pemerintahnya. Oleh karena itu perbaikan pelayanan publik mutlak diperlukan agar image buruk masyarakat kepada pemerintah dapat diperbaiki, karena dengan perbaikan kualitas

1

Sunaryati Hartono, dkk, Panduan Investigasi Untuk Ombudsman Indonesia, Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional, 2003, Hlm. 01.

2

Weda Kupita, ,Peranan Komisi Ombudsman Nasional dalam Penegakan Hukum dan Pelayanan Umum Pemerintahan (Eksistensi Ombudsman dalam Lintasan sejarah), Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.2007, Hlm. 16.

3

(15)

pelayanan publik yang semakin baik, dapat mempengaruhi kepuasaan masyarakat, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat dibangun kembali.

Berkaitan dengan efektifitas pelayanan publik, salah satu instrument yang juga berpengaruh dalam pelaksanaan pelayanan publik adalah standar pelayanan minimal (SPM), selama ini banyak standar yang telah dibuat oleh pemerintah tetapi manfaatnya terhadap perbaikan praktik layanan dan juga kesejahteraan warga tidak jelas, bahkan tidak sama sekali.4 Sejauh ini pemerintah telah menetapkan 13 SPM untuk berbagai bidang pelayanan, yaitu:

1. Perumahan rakyat.

Meskipun pemerintah telah berupaya mendorong daerah untuk memulai pelaksanaan SPM, sejauh ini pelaksanaan SPM belum mampu mengubah praktik penyelenggaraan layanan diberbagai bidang tersebut.

(16)

Standar pelayanan publik yang dilaksanakan oleh penyelenggaranya baik dari pihak pemerintah maupun swasta adalah suatu tolak ukur yang dipergunakan sebagai acuan penilaian kualitas pelayanan atau menjadi ukuran indeks kepuasan masyarakat (IKM). Pentingnya pengukuran tingkat pelayanan melalui IKM menjadi hal yang sangat pokok dalam mengevaluasi kinerja penyelenggara pelayanan publik dimasyarakat. Hal ini komitmen atau janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas, yaitu pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak mengandung kesalahan, dan mengikuti proses serta prosedur yang telah ditetapkan terlebih dahulu.5

Lemahnya tingkat pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan publik di lapangan sering menimbulkan berbagai permasalahan yang terjadi. Hal ini berimplikasi melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah sebagai pelaksana pelayanan publik. Pengawasan internal yang ada pada instansi maupun lembaga pemerintah masih dirasa kurang menjamin terlaksananya pelayanan publik yang prima. Perlunya lembaga pengawas yang mampu menerima laporan serta mampu memberikan teguran maupun tindakan perubahan terhadap pelaksanaan pelayanan sangatlah diperlukan bagi masyarakat.

Sebagaimana kita ketahui bersama, adanya lembaga-lembaga pengawasan fungsional dan struktural seperti Kotak Pos 5000, Pengawasan Melekat, Kantor Inspektorat, BPKP, dan BPK adalah badan-badan yang dibentuk pada masa lalu untuk melakukan kerja-kerja pengawasan sebagaimana yang diharapkan. Tetapi lembaga-lembaga pengawasan tersebut masih dipertanyakan independensinya

5

(17)

dalam melakukan kerja pengawasan, Serta ketidakpercayaan masyarakat terhadap tindaklanjut atas pengaduan mereka. Mengawasi sebuah sistem yang dimana pengawasannya dilakukan oleh dalam satu lembaga dirasa sangat tidaklah efektif dalam independensinya. Walaupun belakangan ada rencana untuk mengintegrasikan lembaga-lembaga pengawasan tersebut menjadi satu dalam sebuah lembaga yang tersentralistik.

Kurang optimalnya fungsi pengawasan yang selama ini dilakukan oleh lembaga lembaga pengawasan yang telah ada kemudian mengilhami pembentukan lembaga pengawas eksternal yang independen dan bebas dari campur tangan kepentingan pihak manapun, tetapi mempunyai akses serta berpengaruh terhadap struktur birokrasi pemerintahan juga lembaga kenegaraan. Lembaga hanya memiliki satu kepentingan yaitu mewujudkan Good Governance.

(18)

Sebagai lembaga yang mengemban tugas pengawasan Ombudsman Indonesia sekaligus memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tertentu khususnya yang terkait dengan dugaan adanya tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan, penyelenggara negara, serta lembaga peradilan baik yang dilaporkan masyarakat ataupun atas inisiatif sendiri. Secara universal diakui bahwa pada hakikatnya Ombudsman mengemban misi untuk melakukan pengawasan secara moral pertimbangan saran serta rekomendasi Ombudsman meskipun tidak mengikat (Not Legally Binding) namun secara moral diikuti (Morally Binding) dan menjadi penyeimbang (Ammicus Currie) antara aparatur pemerintah dengan rakyatnya.6

Rendahnya tingkat pengawasan terhadap pelaksanaan pelayananan publik di Provinsi Lampung menimbulkan banyaknya pengaduan masyarakat terhadap lembaga pengawas internal maupun lembaga pengawas eksternal seperti lembaga Ombudsman. Setelah terbentuknya kantor perwakilan Provinsi Lampung dan sosialisasi yang meluas terhadap fungsi dan peran Ombudsman dilihat cukup efektif dengan banyaknya pengaduan terhadap Lembaga Ombudsman melalui kantor perwakilan di Bandar Lampung.

6

(19)

Tabel 1.1

Data Jumlah laporan Masyarakat Berdasarkan Asal daerah Pelapor Periode 2013

(20)

Masih rendahnya kualitas pelayanan publik di Provinsi Lampung dan Kabupaten/ Kota terlihat dari banyaknya pengaduan yang berbanding lurus dengan hasil penelitian kepatuhan Pemda Provinsi Lampung terhadap Undang-Undang Pelayanan Publik yang diselenggarakan Ombudsman RI Perwakilan Lampung bekerja sama dengan akademisi Universitas Lampung pada Oktober-November 2013 lalu. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 80 persen yakni 16 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Provinsi Lampung dan 77 persen atau 20 SKPD di Kota Bandar Lampung, masuk dalam zona merah, yang berarti rendahnya tingkat kepatuhan dalam pelaksanaan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.7

Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia ini diatur mengenai tugas Ombudsman, antara lain memeriksa laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Bentuk dan unsur-unsur pelanggaran maladministrasi yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintah menurut Pasal 1 Angka 3 UU tersebut yakni “ Maladministrasi adalah prilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/ atau immateriil bagi

masyarakat dan orang perseorangan”.

7

(21)

Adapun yang dimaksud pengertian dari maladministrasi secara umum adalah prilaku yang tidak wajar termasuk penundaan pemberiaan pelayanan tidak sopan dan kurang peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang disebabkan oleh perbuatan penyalahgunaan kekuasaan termasuk penggunaan kekuasaan secara semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil, intimidatif, atau diskriminatif dan tidak patut didasarkan seluruhnya atau sebagian atas ketentuan undang-undang atau fakta tidak termasuk akal atau berdasarkan tindakan unreasonable, unjust, oppressive, improper, dan diskriminatif.8

Berdasarkan latar belakang diatas yang menarik minat penulis untuk melakukan penelitian dan kajian dalam bentuk tesis dengan judul: “Eksistensi Lembaga Ombudsman dalam pengawasan pelayanan publik di Provinsi Lampung.”

(Studi Kasus terhadap Eksistensi Lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Lampung pada Tahun 2013)

8

(22)

B.Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan atas latar belakang yang telah di paparkan, adapun perumusan yang di angkat dalam Tesis ini adalah:

a. Bagaimanakah Eksistensi Lembaga Ombudsman dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik di Provinsi Lampung?

b. Apa sajakah yang menjadi penghambat kinerja Lembaga Ombudman Perwakilan Lampung dalam melaksanakan Tugas, Fungsi, dan Wewenangnya terhadap pelayanan publik di Provinsi Lampung?

2. Ruang Lingkup

(23)

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok bahasan penulisan maka tujuan kajian ini adalah:

1. Untuk menganalisis tingkat pelayanan publik di Provinsi Lampung serta mengetahui seberapa baiknya dalam melaksanakan pelayan publik terhadap masyarakat di wilayah Provinsi Lampung. Dan untuk mengetahui eksistensi lembaga Ombudsman Perwakilan Lampung dalam pengawasan pelayanan publik oleh penyelenggara negara dan pemerintah di wilayah administrasi pemerintahan di Provinsi Lampung.

2. Untuk menganalisis apa saja yang menjadi penghambat pelaksanaan pengawasan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintah di Provinsi Lampung.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoretis

(24)

b. Secara Praktis

Secara Praktis hasil penelitian ini diharapkan sebagai kajian ilmiah yang dapat menjadi bahan evaluasi bagi penyelenggara negara dan pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik di wilayah Provinsi Lampung, agar terlaksananya pelayanan publik yang prima bagi masyarakat.

D.Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual

1. Kerangka Teori

Teori-teori yang peneliti gunakan sebagai acuan dalam mendukung penelitian ini sebagai berikut:

a. Teori Good Governance

Pandangan Prof. Makmur mengenai Pemerintahan yang baik (Good Governance) yakni dapat dilihat dari dua sisi pandang, yang pertama pemerintahan sebagai multiproses dari berbagai kegiatan dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat, yang kedua pemerintahan dapat dilihat dari segi organisasi sebagai wadah untuk melakukan kerja sama dalam rangka pencapaian tujuan yang ditetapkan sebelumnya.9

Secara teoritik, birokrasi pemerintahan memiliki tiga fungsi utama, yaitu; fungsi pelayanan, fungsi pembangunan dan fungsi pemerintahan umum. Fungsi pelayanan, berhubungan dengan unit organisasi pemerintahan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Fungsi utamanya, memberikan pelayanan (service)

9

(25)

langsung kepada masyarakat. Fungsi pembangunan, berhubungan dengan unit organisasi pemerintahan yang menjalankan salah satu bidang tugas tertentu disektor pembangunan. Fungsi pokoknya adalah development function dan adaptive function. Fungsi pemerintahan umum, berhubungan dengan rangkaian kegiatan organisasi pemerintah yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum (regulasi), termasuk didalamnya menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban. Fungsinya lebih dekat pada fungsi perngaturan (regulation function).10

Ketiga fungsi birokrasi pemerintahan tersebut, menunjukkan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah cakupannya sangat luas yaitu pelayanan yang menghasilkan public good, seperti jalan, jembatan, pasar dan lain-lain, dan pelayanan yang menghasilkan peraturan perundang-undangan atau kebijakan (fungsi regulasi), yang harus dipatuhi oleh masyarakat seperti perizinan, KTP, SIM, IMB, dan lain-lain.

Menurut klasifikasi Crossman yang termasuk tindakan-tindakan penyimpangan wewenang oleh penyelenggara negara dan pemerintahan mencakup beberapa hal, yaitu sebagai berikut;11

6. Tindakan tidak layak, jahat, kejam, dan semena-mena; 7. Bersikap kasar;

10

Depdagri-LAN, Modul Kebijakan Pelayanan Publik, Diklat Teknis Pelayanan Publik, Akubtabilitas dan Pengelolaan Mutu (Public Service Delivery, Accountability, and Quality Management), Jakarta, 2007, Hlm. 30-33.

11

Aziz Syamsudin,Ombudsman Republik Indonesia, Merengkuh Keluhan Rakyat’Menjewer Sang

(26)

8. Keengganan memperlakukan masyarakat sebagai insan yang memiliki hak;

9. Menolak memberikan jawaban atas pertanyaan yang beralasan; 10.Melalaikan keharusan memberitahu masyarakat akan hak-haknya; 11.Dengan sengaja memberi nasihat yang menyesatkan atau tidak lengkap; 12.Mengabaikan nasihat yang sah atau pertimbangan yang membatalkan yang

dapat menimbulkan perasaan tidak enak kepada pihak yang memberi nasihat;

13.Menawarkan tidak ada pemulihan atau pemulihan yang tidak proporsional; 14.Menunjukkan sikap prasangka atas alasan warna kulit, jenis kelamin, atau

alasan lain; 15.Cacat prosedur;

16.Kegagalan prosedur dalam memantau kepatuhan melalui prosedur yang memadai; dan

17.Bersikap sepihak.

Governance mencakup tiga domain, state (negara/pemerintahan), private sektors

(sektor swasta atau dunia usaha), dan society (masyarakat). Orientasi pembangunan sektor publik yang mengacu pada World Bank dan UNDP adalah untuk menciptakan good governance. Good Governance sering diartikan sebagai pemerintahan yang baik. Worl Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha.12

b. Teori Pelayanan Publik

Menurut David Mc Kevit mengenai teori Pelayanan publik yang pada intinya merupakan pelayanan yang berfokus pada perlindungan terhadap kesejahteraan penduduk, Namun di area dimana pasar tidak mampu mencapai atau bahkan

12

(27)

mendekati negara yang optimal secara sosial; kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan keamanan, hal tersebut merupakan contoh yang paling nyata.

Selanjutnya Vincent Gaspersz berpendapat bahwa keberhasilan pengembangan manajemen kualitas pelayanan umum/ publik suatu Organisasi atau institusi/ pemerintahan sangat ditentukan pada dua hal pokok, yaitu: (1) Keinginan Besar dari manajemen puncak (top leader= kepala daerah) untuk menerapkan prinsip-prinsip kualitas dalam organisasi, dan (2) prinsip-prinsip-prinsip-prinsip kualitas itu diakomodasikan ke dalam sistem manajemen kualitas.13

c. Teori Maladministrasi

Ukuran Maladministrasi publik menurut Hardijanto,14 dapat diukur dengan menggunakan parameter asas-asas pemerintahan yang baik (good governance) dan hak asasi manusia. Pada dasarnya asas umum good governance merupakan kristalisasi dari prinsip-prinsip akuntabilitas publik, transparansi/keterbukaan, dan kepastian hukum (rule of law). Prinsip penegakan hukum dalam good governance tidak dalam arti sempit yang hanya meliputi hukum tertulis juga meliputi hukum adat dan etika kemasyarakatan.15

Budhi Masthuri berpendapat bahwa tindakan pejabat publik yang tidak sesuai dengan asas asas umum good governance, seperti antara lain tindakan pengambilan kebijakan publik yang tidak transparan/ tidak partisipatif, tidak dapat

13

Vincent Gaspersz, Manajemen Kualitas, Penerapan Konsep-Konsep Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total, Terjemahan Sudarsono, Jakarta: Gramedia, 1999 Hlm 19.

14

(28)

dipertanggungjawabkan secara publik dan tindakan yang sesuai dengan semangat supremasi hukum dapat dikategorikan menjadi perbuatan maladministrasi.16

Adapun pandangan Joko Widodo mengenai makna maladministrasi yakni “Suatu Praktek yang menyimpang dari etika administrasi, atau suatu praktek

administrasi yang menjauhkan dari pencapaian tujuan administrasi”.17

Secara teoritis maladministrasi dapat terjadi akibat adanya tindakan hukum pemerintah tersebut harus selalu didasarkan atas asas legalitas (Legalitiet Beginsel) atau perundang-undangan yang berlaku kategori administrasi bahwa

tindakan hukum dimaksud bertentangan dengan kaidah atau norma dalam menjalankan pemerintahan termasuk norma hukum. Sehingga menurut Sunaryati Hartono tindakan atau perilaku maladministrasi bukan merupakan sekedar penyimpangan dari prosedur atau tata cara pelaksanaan tugas pejabat atau aparat negara atau aparat penegak hukum, tetapi juga dapat merupakan perbuatan hukum Onrechtmatige Overheidsdaad, Detournement de Pouvoir, atau Detournement de Procedure.

Berdasarkan laporan Public Commissioner for Administration (PCA ) pada tahun 1993, tindakan-tindakan maladministrasi yang lain seperti:

1. Sikap kasar;

2. Keengganan memperlakukan pengadu sebagai insan yang memiliki hak; 3. Menolak memberi jawaban atas pertanyaan yang beralasan;

4. Melalaikan keharusan memberitahu pengadu akan hak - haknya;

5. Dengan sengaja memberi nasihat yang menyesatkan atau tidak lengkap; 6. Mengabaikan nasihat yang sah atau pertimbangan yang membatalkan yang

dapat menimbulkan perasaan tidak enak pada pihak yang memberikan nasihat atau pertimbangan tadi;

7. Menawarkan tidak ada pemulihan atau pemulihan yang tidak proporsional;

16

Budhi Masthuri, Mengenal Ombudsman Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita, 2005, Hlm. 50.

17

(29)

8. Menunjukkan sikap prasangka atas alasan warna kulit atau alasan lain; 9. Sikap berpihak.

Sebagai wujud penyelenggaraan pemerintahan yang baik yaitu dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat, fungsi pelayanan harus dikaitkan secara erat dengan pengawasan. Dimensi yang terkandung dalam pengawasan adalah:18

1. Untuk mencegah pelanggaran terhadap berbagai peraturan perundang-undangan tertentu atau hukum pada umumnya.

2. Untuk menjaga keseimbangan antara berbagai kepentingan baik yang sama ataupun yang berbeda dari aneka ragam kegiatan yang diawasi.

3. Untuk menjamin pembagian berbagai “resources” yang mungkin tersedia

secara terbatas.

4. Untuk melindungi kepentingan umum dari suatu kegiatan yang tidak diawasi atau dikendalikan.

5. Untuk mencegah orang-orang atau badan yang tidak berhak melakukan perbuatan atau tindakan tertentu.

d. Teori Pengawasan

Bagir Manan membagi dua jenis pengawasan baku terhadap satuan pemerintahan otonomi, yaitu pengawasan preventif dan pengawasan represif. Pengawasan ini terutama berkaitan dengan produk hukum atau tindakan tertentu organ pemerintahan daerah.19

M. Manullang menyatakan bahwa tujuan utama diadakannya pengawasan adalah

mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan

Adapun prinsip-prinsip yang harus terkandung dalam sistem pengawasan menurut Manullang adalah;20

18

Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: PSH FH UII, 2005, Hlm. 252.

19

Ibid.

20

(30)

a. Dapat mereflektir sifat-sifat dan kebutuhan-kebutuhan dari kegiatan-kegiatan yang harus diawasi.

b. Dapat dengan segera melaporkan penyimpangan-penyimpangan. c. Fleksibel.

d. Dapat mereflektir pola organisasi. e. Ekonomis.

f. Dapat dimengerti

g. Dapat menjamin diadaknya tindakan korektif.

Ditinjau dari segi pengawasan yang dilakukan oleh subjek pengawas, pengawasan ini masih dibagi atas beberapa bagian antara lain:21

a) Pengawasan intern.

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri. Artinya bahwa subjek pengawas yaitu pengawas berasal dari dalam susunan organisasi objek yang diawasi. Pada dasarnya pengawasan ini harus dilakukan oleh setiap pimpinan akan tetapi dapat saja dibantu oleh setiap pimpinan unit sesuai dengan tugas masing-masing.

b) Pengawasan ekstern.

Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi sendiri, artinya bahan subjek pengawas berasal dari luar susunan organisasi yang diawasi dan mempunyai sistem tanggung jawab tersendiri.

c) Pengawasan dilihat dari segi kewenangan.

Pengawasan jenis ini juga terbagi atas beberapa bagian yaitu:

1) Pengawasan formal

21

(31)

Pengawasan formal adalah pengawasan yang dilakukan oleh instansi/pejabat yang berwenang (resmi), baik yang bersifat intern maupun ekstern. Pengawasan jenis ini hanya dapat dilakukan oleh instansi pemerintah.

2) Pengawasan informal

Pengawasan informal adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Pengawasan ini sering juga disebut sosial kontrol (social control) misalnya pengawasan melalui surat pengaduan masyarakat melalui berita atau artikel di media massa.

Organisasi publik di Indonesia menurut Hessel Nogi yang akan dikembangkan tidak terlepas dari lingkup administrasi publik, sehingga pengkajian dilakukan pula dalam prespektif:22

1. Organisasi Publik yang akan memberikan kontribusinya dalam pengembangan birokrasinya;

2. Pelayanan publik yang memberikan pandangannya mengenai pengaturan dan penyelenggaraan pelayanan birokrasi;

3. Kebijakan publik yang memberikan konstribusi orientasi kebijakan birokrasi dengan melihat peran aktor dalam proses pengambilan kebijakan.

Organisasi publik dikatakan efektif apabila dalam realita pelaksanaanya birokrasi dapat berfungsi melayani sesuai dengan kebutuhan masyarakat (client), artinya tidak ada hambatan (sekat) yang terjadi dalam pelayanan tersebut, cepat tepat dalam memberikan pelayanan.23

22

Hessel Nogi S. Tangkilisan, Manajemen Publik, Jakarta: Grasindo, 2005, Hlm. 99.

23

(32)

2. Konseptual

Penulisan dan penelitian Tesis ini ada beberapa pengertian yang dijadikan acuan dan pedoman sebagai berikut:

a. Eksistensi menurut kamus bahasa Indonesia adalah adanya kehidupan/keberadaan.24

b. Berdasarkan Pasal 1 Angka (1) UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga Negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara Negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggrakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/ atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

c. Pengawasan dipakai sebagai arti harfiah dari kata controlling, dengan demikian pengertian pengawasan meliputi segala kegiatan penelitian, pengamatan dan pengukuran terhadap jalanya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan, penafsiran dan perbandingan yang dipakai dengan standar yang diminta, melakukan tindakan koreksi penyimpangan, dan

24

(33)

perbandingan antara hasil (output) yang dicapai dengan masukan (input) yang digunakan.25

d. Berdasarkan Pasal 1 Angka (3) UU No 37 Tahun 2008, Maladministrasi adalah prilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara Negara dan pemerintah yang menimbulkan kerugian materiil dan / atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. e. Berdasarkan Pasal 1 Angka (2) Penyelenggara Negara adalah pejabat yang

menjalankan fungsi pelayanan publik yang tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Berdasarkan Pasal 1 Angka (1) Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/ atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelanggara pelayanan publik.

25

(34)

II. Tinjauan Pustaka

A.Deskripsi Tentang Ombudsman

1. Asal Usul Ombudsman

Institusi pengawasan bernama Ombudsman pertama kali lahir di Swedia. Meskipun demikian pada dasarnya Swedia bukanlah negara pertama yang membangun sistem pengawasan Ombudsman. Ombudsman pertama dibentuk oleh raja Charles XII di Swedia pada tahun 1700-an dengan nama King,s Highest Ombudsman. Selama satu setengah abad berlalu, institusi ombudsman baru dikenal di Swedia. Setengah abad setelahnya barulah sistem Ombudsman ini menyebar ke berbagai penjuru dunia. Setelah raja Charles XII di Swedia membentuk Office Of The King,s Highest Ombudsman, Parlement Swedia juga mengukuhkanya dengan membentuk Ombudsman Parlementer pada tahun 1809.1

Meskipun keberadaanya saat itu mewakili kehadiran Raja, tetapi Highest Ombudsman tidak memiliki otoritas politik. Ia hanya bertugas untuk memastikan

bahwa hukum tetap dipatuhi, dan para pejabat negara tetap melaksanakan tugasnya dengan baik. Untuk menjamin kepatuhan tersebut Highest Ombudsman diberikan hak menuntut para pejabat negara yang melanggar hukum dan menjalankan tugasnya dengan baik.

1

(35)

Pembentukan Office Of The King’s Highest Ombudsman oleh Raja Charles XII di Swedia dapat dilihat sebagai bentuk komitmen seorang penguasa yang membuka ruang pengawasan oleh masyarakat terhadap jalanya roda pemerintahan. Tentu membutuhkan kebesaran jiwa bagi Raja Charles XII, karena sebagai seorang raja dengan segala kekuasaan dan hak-hak istemewa yang dimilikinya, ia beserta jajaran orang-orang sekitar kerajaan dengan rela hati membuka diri terhadap pengawasan yang dilakukan masyarakat melalui Highest Ombudsman.2

Dalam perjalananya, Ombudsman sebagai institusi pengawasan juga dapat

tumbuh di segala bidang “medan”.Ia tidak dibatasi oleh sekat-sekat bentuk negara, ideologi, maupun sistem pemerintahan. Keberadaanya menjadi instrument yang sangat penting bagi proses demokratis suatu bangsa.

2. Parliamentary Ombudsman Swedia

Meskipun sejarah pengawasan Ombudsman tertua lahir pada pemerintahan Khalifah Umar Bin Khatab, dalam literatur-literatur tentang Ombudsman umumnya disebutkan bahwa ide pembentukan institusi Ombudsman pertama kali datang dari Raja Swedia Charles3 XII (1697-1718).

Swedia adalah negara monarki yang menganut sistem pemerintahan demokratik parlementer. Sebelum tahun 1809 terjadi situasi politik yang tidak stabil karena adanya ancaman monarki otokratik dan kekuasaan yang tak terkendali. Pada tahun 1709 Raja Charles XII melarikan diri keturki karena kalah perang dengan Rusia dalam The Great Northern War (1700-1721). Dalam kondisi vacuum kekuasaan

2

Budhi Masthuri, Op. Cit. hlm. 3.

3

(36)

saat itu Swedia menjadi kacau balau. Raja Charles XII yang masih dalam pengasingan di Turki mengetahui keadaan tersebut. Kemudian ia memerintahkan agar dibentuk sebuah lembaga yang dapat berfungsi melakukan pengawasan dalam rangka meminimalisir kekacauan yang terjadi. Maka dibentuklah Office of

The King’s Highest Ombudsman4

(Highest Ombudsman). Awalnya lembaga ini dibentuk sebagai pengganti Raja yang saat itu sedang berada di pengasingan.5

Keputusan Raja Charles XII membentuk Office of The King’s Highest Ombudsman terpengaruh dengan konsep pengawasan Turkish Office of Chief

Justice (Chief Justice). Pada sistem ketatanegaraan Turki saat itu, Chief justice

sangat berperan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara guna menjamin bahwa hukum Islam diikuti dan diterapkan oleh seluruh penyelenggaraan negara, termasuk Sultan sebagai pemimpin tertinggi. Masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil atau semena-mena oleh penyelenggara negara dapat menyampaikan keluhan kepada Chief Justice guna memperoleh tindak lanjut. Mekanisme check and balance seperti ini kemudian mengilhami Raja Charles XII membentuk Highest Ombudsman.6 Meskipun keberadaanya saat itu mewakili kehadiran Raja, tetapi Highest Ombudsman tidak memiliki otoritas politik.7

Kata Ombudsman berasal dari bahasa Swedia yang artinya wakil sah dari rakyat (representative). Di beberapa Negara kata Ombudsman diadopsi penuh, dan disebagian Negara lainnya diartikan dalam terminology bahasa masing-masing seperti antara lain Wafaqi Muhtasib (Pakistan),

Defensor del Poeblo (Spanyol, Argentina, Peru dan Kolombia), Mediatur de la Republique

(Prancis, Gabon, Mauritania dan Sinegal), Public Protector (Afrika Selatan), dsb.

7

(37)

3. Ombudsman Republik Indonesia

Pembentukan Ombudsman di Indonesia pertama kali melalui Keputusan Presiden No. 44 Tahun 2000. Saat itu Ombudsman masih berbentuk lembaga Adhock dengan nama; Komisi Ombudsman Nasional. Pembentukan Ombudsman di Indonesia dilatarbelakangi oleh suasana transisi menuju demokrasi. Pada saat itulah Abdurahman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia memutuskan membentuk Ombudsman sebagai lembaga yang diberi wewenang mengawasi kinerja pemerintahan (termasuk dirinya sendiri) dan pelayanan umum lembaga peradilan.Tujuan pembentukan Komisi Ombudsman Nasional sebagaimana dicantumkan dalam Keppres No. 44 Tahun 2000 adalah untuk membantu menciptakan dan/atau mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan KKN serta meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum, keadilan, dan kesejahteraan secara lebih baik. Adapun tugas pokoknya adalah menyiapkan konsep RUU Ombudsman, menyebarluaskan pemahaman mengenai lembaga Ombudsman, melakukan kordinasi dan atau kerjasama dengan instansi pemerintah, perguruan tinggi, lembaga Swadaya Masyarakat, para ahli, praktisi, organisasi profesi dan lain-lain. Serta melakukan langkah untuk menindaklanjuti laporan atau informasi tentang penyimpangan yang dilakukan oleh penyelenggara negara pada saat melaksanakan tugasnya maupun dalam memberikan pelayanan umum.

(38)

serta diberikan hak imunitas dan tidak dapat dihalang-halangi selama menjalankan tugasnya.8

Selain penambahan pasal-pasal yang memberikan kewenangan signifikan, UU No. 37 Tahun 2008 juga menempatkan Ombudsman RI dalam posisi ketatanegaraan yang berbeda dengan sebelumnya. Undang-Undang tersebut menempatkan Ombudsman di Indonesia sebagai parlianmentary ombudsman, karena intinya Ombudsman akan dipilih oleh Parlemen (DPR) melalui mekanisme fit and proper test. Dengan demikian posisi executive ombudsman dalam keputusan Presiden sebelumnya No. 44 Tahun 2000 hanyalah bersifat transisional, persis seperti halnya keberadaan Komnas HAM sebelum dikeluarkannya UU Nomor 39 tahun 1999.

3.1.Tujuan Pembentukan Ombudsman

Adapun tujuan pembentukan lembaga negara ini adalah:9

a. Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera;

b. Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;

c. Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik;

8

Ibid.

9

(39)

d. Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek Maladministrasi, deskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme;

e. Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.

3.2. Fungsi dan Tugas Ombudsman

Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang No. 37 Tahun 2008, Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu. Dalam rangka mewujudkan fungsi tersebut, Ombudsman bertugas:10

a. Menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

b. Melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;

c. Menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;

d. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

10

(40)

e. Melakukan kordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta dengan lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;

f. Membangun jaringan kerja;

g. Melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan

h. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

B.Pengawasan

1. Pengertian dan Fungsi Pengawasan

Fungsi pengawasan dilakukan pada umumnya terhadap perencanaan dan kegiatan pelaksanaannya. Kegiatan pengawasan sebagai fungsi manajemen bermaksud untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan yang terjadi setelah perencanaan dibuat dan dilaksanakan. Keberhasilan perlu dipertahankan dan jika mungkin ditingkatkan dalam perwujudan manajemen/administrasi berikutnya dilingkungan suatu organisasi/ unit kerja tertentu. Sebaliknya setiap kegagalan harus diperbaiki dengan menghindari penyebabnya baik dalam menyusun perencanaan maupun pelaksanaannya. Untuk itulah, fungsi pengawasan dilaksanakan, agar diperoleh umpan balik (feed back) untuk melaksanakan perbaikan bila terdapat kekeliruan atau penyimpangan sebelum menjadi lebih buruk dan sulit diperbaiki dalam pelaksanaan pelayanan publik kepada masyarakat.11

11

(41)

Bagi para ahli manajemen, tidak mudah untuk memberikan defenisi tentang pengawasan, karena masing-masing memberikan defenisi tersendiri sesuai dengan bidang yang di pelajari oleh ahli tersebut. Berikut ini Penulis akan mengambil beberapa pendapat dari beberapa serjana.

Menurut Prayudi: “Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan

apa yang di jalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang

dikehendaki, direncanakan atau diperhatikan”.12

Menurut Harold Koonz, dkk, yang dikutip oleh John Salinderho mengatakan bahwa pengawasan adalah Pengukuran dan pembetulan terhadap kegiatan para bawahan untuk menjamin bahwa apa yang terlaksana itu cocok dengan rencana. Jadi pengawasan itu mengukur pelaksanaan dibandingkan dengan cita-cita dan rencana, memperlihatkan dimana ada penyimpangan yang negatif dan dengan menggerakkan tindakan-tindakan untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan, membantu menjamin tercapainya rencana-rencana.13

Akan tetapi kalau di terjemahkan begitu saja istilah Controlling dari bahasa Inggris, maka pengertiannya lebih luas dari pengawasan yaitu dapat diartikan sebagai pengendalian, padahal kedua istilah ini berbeda karena dalam pengendalian terdapat unsur korektif.

12

Prayudi, Hukum Administrasi Negara, Jakarta:Ghalia Indonesia, 1981, Hlm. 80

13

(42)

Menurut Prayudi, dalam mencapai pelaksanaan pengawasan harus memenuhi beberapa asas antara lain:14

1. Asas tercapainya tujuan, ditujukan ke arah tercapainya tujuan yaitu dengan mengadakan perbaikan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan atau deviasi perencanaan.

2. Asas efisiensi, yaitu sedapat mungkin menghindari deviasi dari perencanaan sehingga tidak menimbulkan hal-hal lain diluar dugaan. 3. Asas tanggung jawab, asas ini dapat dilaksanakan apabila pelaksana

bertanggung jawab penuh terhadap pelaksana perencanaan.

4. Asas pengawasan terhadap masa depan, maksud dari asas ini adalah pencegahan penyimpangan perencanaan yang akan terjadi baik di waktu sekarang maupun di masa yang akan datang.

5. Asas langsung, adalah mengusahakan agar pelaksana juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan.

6. Asas refleksi perencanaan, bahwa harus mencerminkan karakter dan susunan perencanaan.

7. Asas penyesuaian dengan organisasi, bahwa pengawasan dilakukan sesuai dengan struktur organisasi dan kewenangan masing-masing.

8. Asas individual, bahwa pengawasan harus sesuai kebutuhan dan ditujukan sesuai dengan tingkat dan tugas pelaksana.

9. Asas standar, bahwa pengawasan yang efektif dan efisien memerlukan standar yang tepat, yang akan digunakan sebagai tolak ukur pelaksanaan dan tujuan.

10.Asas pengawasan terhadap strategis, bahwa pengawasan yang efektif dan efisien memerlukan adanya perhatian yang ditujukan terhadap faktor-faktor yang strategis.

11.Asas kekecualiaan, bahwa efisiensi dalam pengawasan membutuhkan perhatian yang di tujukan terhadap faktor kekecualian yang dapat terjadi dalam keadaan tertentu, ketika situasi berubah atau tidak sama.

12.Asas pengendalian fleksibel bahwa pengawasan harus untuk menghindarkan kegagalan pelaksanaan perencanaan.

13.Asas peninjauan kembali, bahwa pengawasan harus selalu ditinjau, agar sistem yang digunakan berguna untuk mencapai tujuan.

14.Asas tindakan, bahwa pengawasan dapat dilakukan apabila ada ukuran-ukuran untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan rencana, organisasi dan pelaksanaan.

14

(43)

2. Prinsip-Prinsip Pengawasan

Untuk mendapatkan suatu sistem pengawasan yang efektif, maka perlu dipenuhi beberapa prinsip pengawasan. Dua prinsip pokok, yang merupakan suatu condition sine quo non bagi suatu sistem pengawasan yang efektif ialah adanya

rencana tertentu dan adanya pemberian intruksi-intruksi, serta wewenang-wewenang kepada bawahan. Prinsip pokok pertama merupakan standar atau alat pengukur daripada pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut menjadi penunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. Walaupun demikian, prinsip pokok merupakan sesuatu keharusan yang perlu ada, agar sistem pengawasan itu memang benar-benar dapat efektif dilaksanakan.15

3. Jenis-Jenis Pengawasan

Berbagai macam pendapat tentang jenis-jenis pengawasan, terjadinya perbedaan-perbedaan pendapat tertentu, terutama karena perbedaan-perbedaan sudut pandang atau dasar perbedaan jenis-jenis pengawasan itu. Menurut M. Manullang ada empat macam dasar penggolongan jenis pengawasan yakni;16

a. Waktu pengawasan. b. Objek pengawasan. c. Subjek pengawasan, dan

d. Cara mengumpulkan fakta-fakta guna pengawasan.

Saiful Anwar menyebutkan bahwa berdasarkan bentuknya pengawasan dapat dibedakan sebagai berikut:17

1) Pengawasan internal yaitu pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan atau organ yang secara organisatoris/struktural termasuk dalam lingkungan

(44)

pemerintahan itu sendiri. Misalnya pengawasan yang dilakukan pejabat atasan terhadap bawahannya sendiri.

2) Pengawasan eksternal dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga yang secara organisatoris/struktural berada di luar pemerintah dalam arti eksekutif. Misalnya pengawasan keuangan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pengawasan terhadap aparatur pemerintah apabila dilihat dari segi sifat pengawasan itu, terhadap objek yang diawasi dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu:18

1. Pengawasan dari segi hukum (rechtmatigheidstoetsing) misalnya pengawasan yang dilakukan oleh badan peradilan pada prinsipnya hanya menitikberatkan pada segi legalitas. Contoh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas menilai sah tidaknya suatu ketetapan pemerintah. Selain itu tugas hakim adalah memberikan perlindungan (law proteciton) bagi rakyat dalam hubungan hukum yang ada diantarra negara/pemerintah dengan warga masyarakat.

2. Pengawasan dari segi kemanfaatan (doelmatigheidstoetsing) yaitu pengawasan teknis administratif intern dalam lingkungan pemerintah sendiri (builtincontrol) selain bersifat legalitas juga lebih menitik beratkan pada segi penilaian kemanfaatan dari tindakan yang bersangkutan.

C.Pelayanan Publik

1. Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha

18

(45)

Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.19

Sampara Lukman berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.20 Sedangkan Inu Kencana mendefiniskan publik sebagai sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki. Oleh karena itu publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasaan meskipun hasilnya tidak terkait pada suatu produk secara fisik.21

Amandemen terhadap Pasal 18 UUD 1945 telah memberikan landasan konstitusional terhadap pelaksanaan pelayanan publik di era otonomi daerah, terutama dapat dilihat pada penambahan yang tercantum di dalam ketentuan Pasal 18A dan Pasal 18B. selanjutnya mengenai ketentuan Pasal 18A, selengkapnya dirumuskan:

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

19

lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Kebijakan Publik,

http://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik Di Akses Pada 30 januari 2014, Pukul 23.30.

20

Sampara Lukman, Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima, Jakarta: LAN, 2000, Hlm. 8.

21

(46)

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Berdasarkan rumusan ketentuan Pasal 18A, khususnya ayat (2) menunjukkan bahwa secara konstitusional, maka pelayanan umum merupakan hak setiap orang sebagai anggota masyarakat, dan karenanya pengaturanya di dalam UUD 1945, maka hak tersebut merupakan hak yang dapat digolongkan kedalam jenis hak asasi, oleh karena itu pemerintah wajib menyelenggarakan pelayanan publik tersebut. Dalam hubungannya dengan pelayanan publik, sebagai realisasi keinginann ketentuan Pasal 18B, khusunya ayat (2) tersebut, pada tahun 2009 telah dibentuk Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan undang-undang ini tidak hanya sebagai realisasi atas ketentuan Pasal 18B semata, tetapi juga telah memberikan rambu-rambu atau acuan penyelenggaraan pelayanan publik, dengan mengingat bahwa, bagian penjelasan UUD 1945 sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.22

Pelayanan Publik merupakan sebuah kewajiban bagi pemerintah, namun sebaliknya menjadi hak bagi masyarakat, untuk memperoleh dan menyelenggarakan pelayanan publik yang baik, maka setidak-tidaknya pelayanan publik tersebut harus memiliki standar minimal yang harus diisyaratkan agar supaya memenuhi harapan masyarakat. Standar pelayanan dimaksud, sekurang-kurangnya meliputi (1) Prosedur pelayanan (prosedur pelayanan yang dibakukan

22

(47)

bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan), (2) Waktu penyelesaian (waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesian pelayanan termasuk pengaduan), (3) Biaya pelayanan biaya/ tarif pelayanan termasuk perinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan, (4) Produk pelayanan (hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan), (5) Sarana dan prasaranan (penyediaan sarana dan prasaranan pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik), (6) Kompetensi Petugas pemberi pelayanan (kompetensi petugas pemberi pelayanan harus di tetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan keahlian keterampilan sikap dan prilaku (yang dibutuhkan)23.

Dari berbagai pengertian pelayanan publik yang telah ada, peneliti menggunakan pengertian tersebut dengan istilah pelayanan publik sebagai pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara Negara (Penyelenggara daerah)24. Dalam Keputusan Menteri Penetapan Aparatur Negara (Kepmenpan Nomor 63/KEPMEN/PAN/17/2003 dirumuskan bahwa: ”Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.25

Selanjutnya dapat dipahami juga melalui Rancangan Undang Undang tentang Pelayanan Publik, yang sekarang sudah diundangkan melalui Undang Undang

23

W. Friedmann, The State and The Rule og Law in A Mixed Economy, Steven & Son, London, 1971, Hlm 3 sebagaimana dikutip dalam Husni Thamrin, Ibid, Hlm 25.

24

Ljian Poltak Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik, Teori Kebijakan dan Implementasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, Hlm. 5.

25

(48)

Nomor 2005 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, dirumuskan bahwa:”

Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangakaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”.26

Oleh karena itu sebenarnya pelayanan publik harus memiliki standar yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya, dengan mengingat kondisi dan situasi yang berbeda.

Tugas utama dari setiap instansi pemerintahan adalah memberikan pelayanan publik (public service) agar terwujudnya kesejahteraan bagi rakyat (public welfare). Menurut Tampubolon27, pelayanan berarti orang yang melakukan sesutau yang baik bagi orang lain. Karena itu seorang pelayan yang baik ialah melayani, bukan dilayani.

Pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai, pemberian layanan (melayani) keperluan orang, kelompok orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi sesuai dengan aturan pokok, ketentuan dan tata cara yang telah digariskan atau ditetapkan. Pelayanan publik merupakan pemenuhan hasrat dan keinginan atau kebutuhan masyarakat yang diberikan oleh penyelenggara pemerintahan atau negara. Pelayanan publik atau public service juga dapat dipahami sebagai pengejawantahan dan implementasi dari kebijakan formal berdasarkan regulasi (peraturan perundang undangan) yang berlaku. Namun demikian, kehadiran sebuah kebijakan formal atau kebijakan publik (public

26

Ibid.

27

(49)

policy) yang diimplementasikan ke dalam pelayanan publik itu tidaklah terjadi

secara spontan, melainkan telah melalui serangkaian proses yang senantiasa ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan dinamika yang berkembang di tengah kehidupan masyarakat selaku pengguna akhir (end user) dari jasa pelayanan publik tersebut.28

Pengertian tersebut sejalan dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah. Hal ini berkaitan dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah secara umum, yaitu memberi pelayanan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat maka pemerintah akan dapat mewujudkan tujuan negara yaitu menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat tersebut terintegrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.29 Perlu diketahui konsep dari pengertian Pelayanan Publik yang berasal dari bahasa Inggris publik yang berarti umum, masyarakat atau negara. Yang mempunyai arti umum misalnya publik of fering (penawaran umum), publik ownership (milik umum), publik utility (perusahaan umum).Yang berarti masyarakat misalnya publik relation (hubungan masyarakat), publik service (pelayanan masyarakat),

publik opinion (pendapat masyarakat), dan publik interest (kepentingan

masyarakat).Yang berarti negara misalnya publik authorities (otoritas negara), publik building (gedung negara), publik revenue (penerimaan negara) dan publik

sektor (sektor negara).30

28

M. Busrizalti, Hukum Pemda: Otonomi Daerah dan Implikasinya, Yogyakarta: Total Media, 2013, Hlm. 140.

29

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta: Grasindo, 2005. Hlm. 286.

30

(50)

Pelayanan publik berhubungan dengan pelayanan yang masuk kategori sektor publik, bukan sektor privat. Pelayanan tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BUMN/ BUMD. Ketiga komponen yang menangani sektor publik menyediakan pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, dan ketertiban, bantuan sosial, dan penyiaran. Dengan demikian yang dimaksud pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh negara dan perusahaan milik negara kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat.31

Selanjutnya terkait dengan berbagai pengertian tentang pelayanan publik di atas, maka dapat ditarik suatu pemahaman bahwa pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh institusi pemerintah pusat dan atau daerah dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian jelas bahwa tidak ada alasan untuk menghambat penyelenggaraan publik terhadap masyarakat oleh aparatur pemerintah baik dipusat maupun di daerah.

31

(51)

2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik

Ruang lingkup pelayanan publik diatur dalam Pasal 5 UU No. 25 Tahun 2009 yang menyebutkan sebagai berikut:

Ayat (1): Ruang Lingkup Pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administrasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Ayat (2): Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.

Ayat (3): Pelayanan barang publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/ atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;

b. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/ atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

c. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaanya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/ atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediannya menjadi misi negara yang diterapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Ayat (4): Pelayanan atas jasa publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

(52)

b. Penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/ atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

c. Penyediaan jasa publik yang pembiayaanya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/ atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaanya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Ayat (5): Pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi skala kegiatan yang didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu yang digunakan dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik.

Ayat (6): Ruang lingkup sebagaimana dimaksudkan pada ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Ayat (7): Pelayanan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Tindakan administrasi pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara.

b. Tindakan administrasi oleh instansi non pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.

Selanjutnya mengenai jenis-jenis pelayanan publik yang menjadi urusan pemerintah, baik dipusat maupun didaerah, dapat dilihat didalam ketentuan Pasal & Ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007, yang dirumuskan sebagai berikut:32

1. Pelayanan yang berkaitan dengan persoalan kependudukan,

2. Pelayanan yang berkaitan dengan persoalan ketertiban dan keamanan, 3. Pelayanan yang berkaitan dengan perizinan,

32

(53)

4. Pelayanan yang berkaitan dengan kesejahteraan,

5. Pelayanan yang berkaitan dengan pengawasan kegiatan masyarakat, 6. Pelayanan yang berkaitan dengan pengembangan perekonomian, 7. Pelayanan yang berkaitan dengan pembinaan politik,

8. Pelayanan yang berkaitan dengan sosial budaya,

9. Pelayanan yang bersifat tugas pembantuan (seperti pembayaran PBB), dan 10.Pelayanan administrasi surat menyurat bagi kepentingan warga

masyarakat.

j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; k. Ketepatan waktu; dan

l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan

D.Administrasi dan Maladministrasi

(54)

ini dipahami banyak orang. Maladministrasi dimaknai secara luas dengan bagian penting dari pengertian administrasi itu sendiri.33

Secara leksikal, administrasi mengandung empat arti, yaitu: 1) usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta cara penyelenggaraan dan pembinaan organisasi; 2) usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijakan untuk mencapai tujuan; 3) kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan; 4) kegiatan kantor dan tata usaha.34

Prajudi Atmosudirdjo membagi pengertian administrasi dalam dua kelompok, yaitu secara sempit dan secara luas. Secara sempit administrasi memang diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan operasional terbatas pada surat-menyurat, ketik-mengetik, catat-mencatat, pembukuan ringan dan kegiatan kantor yang bersifat teknis ketatausahaan. Dalam arti yang lebih luas administrasi dimaknai sebagai suatu proses kerja sama dari kelompok manusia (orang-orang) dengan cara yang berdaya guna (efisien) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.35

Karena pengertian administrasi publik tidak semata-mata tentang hal ihwal yang bersifat ketatabukuan, maka maladminstrasi juga harus dipahami tidak sekadar sebagai penyimpangan terhadap hal tulis-menulis, tata buku, dsb, tetapi lebih luas mencakup penyimpangan terhadap fungsi-fungsi pelayanan publik yang dilakukan setiap penyelenggara negara (termasuk anggota parlemen) kepada masyarakat. Adapun bentuk penyimpangan yang dapat dikategorikan sebagai maladministasi

33

Budhi Masturi, Op. Cit, Hlm. 43.

34

Lihat kamus Besar bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang diterbitkan Balai Pustaka pada tahun 1994.

35

(55)

menurut Darwin yakni; 1). Ketidakjujuran (dishonesty), 2). Prilaku yang buruk (unethical behavour), 3). Mengabaikan hukum (disregard of the law), 4). Favoritisme dalam menafsirkan hukum, 5). perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai, 6). Inefisiensi bruto (gross inefficiency), 7). Menutup-nutupi kesalahan, dan 8). Gagal menunjukkan inisiatif.36

Secara lebih umum maladministrasi diartikan sebagai penyimpangan, pelanggaran atau mengabaikan kewajiban hukum dan kepatutan masyarakat sehingga tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik (Goog Governance).37

Adapun menurut kalisifikasi Crosman bentuk-bentuk tindakan yang dapat dikategorikan sebagai maladministrasi yakni; berprasangka, kelalaian, kurang peduli, keterlambatan, bukan kewenangan, tindakan tidak layak, jahat, kejam, dan semena-mena.38

E.Good Governance

1. Pengertian Pemerintah

Pemerintah atau “government” dalam bahasa Inggris diartikan sebagai: “The Authoritative Direction and Administration of The Affairs of Men/Women in a

nation, state, city, etc” atau dalam bahasa Indonesia berarti “pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota dan sebagainya”. Sedangkan istilah “Kepemimpinan atau

36

Darwis dalam Joko Widodo, Good Governance, Op. Cit. Hlm. 259.

37

Budhi Masthuri, Op. Cit., Hlm. 45

38

Lihat essay yang ditulis Antonius Sujata dan RM Surahman dalam laporan tahunan Komisi Ombudsman Nasional 2000, berjudul “ Kajian Komparatif atas Sistem Ombudsman di Afrika dan

Gambar

Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

Tungau debu rumah (TDR) umumnya ditemukan di dalam debu yang berasal dari tempat tinggal manusia dan biasanya ditemukan terutama pada tempat duduk (kursi, sofa,

Bentuk Peningkatan Kualitas Sumber Daya Guru di Madrasah Aliyah (MAN) 2 Model Medan ... Keunggulan dan kelemahan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Guru di MAN 2 Model

Salah satu tanaman yang dapat dijadikan alternatif obat herbal adalah putri malu (Mimosa pudica Linn), tanaman ini mengandung senyawa mimosin, asam pipekolinat, tannin,

1. Fase hulu perikanan, pada fase input air kolam, pakan dan produk-produk kesehatan hewan yang digunakan harus sesuai dengan persyaratan hukum Islam. Misalnya Air

Sementara pada kelas kontrol yang tidak menerapkan strategi scaffolding , peningkatan kemampuan metakognisi siswa hanya sampai pada NDWHJRUL ³VHGDQJ´ Hal ini

Untuk item-item kondisi kendaraan cahaya mulya yang memadai, tempat duduk kendaraan yang nyaman dan luas, kondisi AC yang berfungsi dengan baik, ketepatan waktu berangkat

Usaha yang sudah dilaksanakan oleh Lembaga Amil Zakat Daerah Amal Insani (LAZDAI) Provinsi Lampung, dalam pengelolaan dana zakat untuk pemberdayaan umat

(2) Dalam hal terjadi penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemohon mengajukan permohonan penghapusan sertifikat Jaminan Fidusia secara tertulis kepada Menteri. surat