Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di
STUDI ANALISIS PENINGKATAN KECERAHAN PULP PADA
TAHAP KLORINASI DAN EKSTRAKSI PEROKSIDA Di PT
TOBA PULP LESTARI, Tbk
SKRIPSI
YOHANNA NAINGGOLAN
040802036
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERSETUJUAN
Judul : STUDI ANALISIS PENINGKATAN KECERAHAN PULP
PADA TAHAP KLORINASI DAN EKSTRAKSI PEROKSIDA
DI PT TOBA PULP LESTARI, TBk
Kategori : SKRIPSI
Nama : YOHANNA NAINGGOLAN
NIM : 040802036
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di, Medan, Juli 2009
Komisi Pembimbing :
Pembimbing II Pembimbing I
Ir.Suhunan Sirait Jamahir Gultom, Ph.D NIP : 130 610 761
Diketahui / Disetujui Oleh Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
STUDI ANALISIS PENINGKATAN KECERAHAN PULP PADA TAHAP KLORINASI DAN EKSTRAKSI PEROKSIDA Di PT
TOBA PULP LESTARI, Tbk
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2009
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih setia-Nya, kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
ABSTRAK
Telah dilakukan analisis peningkatan kecerahan pulp pada tahap klorinasi dan ekstraksi oleh NaOH dan H2O2. Analisis peningkatan kecerahan pulp dilakukan
dengan penentuan bilangan kappa, C-Organik dengan metode Walkey Black, viskositas dengan viskosimeter Cannon Fenske, sulfida dengan metode spektrofotometri, dan tingkat kecerahan dengan brightnessmeter (Elrepho). Dari hasil penelitian didapat pulp setelah proses pemasakan memiliki bilangan kappa 13,65; C-Organik 53,75%; viskositas 18,18 Cp, dan tingkat kecerahan 21,85% ISO. Dan pada variasi penambahan HCl 18,5 N sebanyak 6 tetes pada pengelantangan I (Do) oleh ClO2 diperoleh nilai C-Organik 51,63 %, viskositas 15,03 Cp, dan tingkat
kecerahannya 45,9 % ISO. Dari hasil analisis juga didapatkan bahwa pulp setelah proses pemasakan (Blowline), pengelantangan I (Do) oleh ClO2, pengelantangan II
(EP) oleh NaOH dan H2O2, pengelantangan III (D1) dan IV (D2) oleh ClO2 memiliki
nilai C-Organik, sulfida, dan tingkat kecerahan masing-masing 55,61 %; 55,33 %; 54,97 %; 54,51 %; 53,91 %; 0,183 ppm; 0,153 ppm; 0,027 ppm; 0,025 ppm; 0,020 ppm; dan 23,69 % ISO; 53,20 % ISO; 75,90 % ISO; 86,70 % ISO; 86,80 % ISO. Sehingga dari hasil anlisis diperoleh dengan penambahan HCl 18,5 N sebanyak 6 tetes dapat meningkatkan kecerahan pulp tetapi menurunkan viskositasnya pada pengelantangan I (Do) oleh ClO2, kandungan sulfida dan C-Organik yang tinggi
Study Analysis of Improving Brightness in Chlorination and Extraction Peroxide Bleaching Stage at PT Toba Pulp Lestari, Tbk
ABSTRACT
The analysis to increase brightness of pulp in chlorination and extraction stage by NaOH and H2O2 have been done. The analysis to increase the brightness of pulp had
been done by determination of kappa number, the value of C-Organic by Walkey Black method, determination of viscosity by Cannon Fenske viscosimeter, determination of sulfide by spectrofotometry method and brightness degree using brigthnessmeter (Elrepho).
The result of the first analysis show that the kappa value of pulp after cooking process is 13,65, C-Organic 53,75 %, viscosity 18,18 cP and degree of brightness is 21,85 % ISO, by adding HCl 18,5 % 6 drops to break down the pH into 1,4. In the first stage of bleaching (D0) by ClO2 show that the value of C-Organic is 51,63 %,
viscosity is 15,03 cP and degree of brightness is 45,9 % ISO.
The second analysis also show after the stage of cooking (blowline), chlorination first stage, second stage (Ep) by NaOH and H2O2, third and fourth bleaching stage by
ClO2 has each the value of C-Organic, sulfide and degree of brightness is 55,607 %,
55,327 %, 54,978%, 54,510 %, 53,906 % ; 0,183 ppm, 0,153 ppm, 0,027 ppm, 0,025 ppm, 0,020 ppm; and 23,69 % ISO, 53,2 % ISO, 75,9 % ISO, 86,8 % ISO.
The result of analysis give the conclusion that: by adding 6 drops of HCl 18,5 % in the first stage bleaching (D0) by ClO2 increase the brightness of pulp but decrease the
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar isi vii
Daftar Gambar x
Daftar Tabel xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1Latar Belakang 1
1.2Permasalahan 3
1.3Pembatasan Masalah 4
1.4Tujuan Penelitian 4
1.5Mamfaat Penelitian 4
1.6Lokasi Penelitian 4
1.7Metodologi Percobaan 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Kayu 6
2.1.1 Selulosa 7
2.1.2 Hemiselulosa 8
2.1.3 Lignin 8
2.1.4 Ekstraktif 9
2.1.5 Komponen-Komponen Anorganik 9
2.1.6 Karbon Organik 10
2.2 Pembuatan Pulp Kayu 10
2.2.1 Pembuatan Pulp Secara Semi Kimia 10
2.2.2 Pembuatan Pulp Kimia Alkalis 11
2.2.3 Pembuatan Pulp Kraf 12
2.3.1 Pengelantangan Pulp-Pulp Kimia 14
2.3.2 Pemutihan Menggunakan Klorindioksida (ClO2) 15
2.3.3 Pemutihan Menggunakan Hidrogen Peroksida (H2O2) 16
2.4 Pengujian dan Analisis dari Pulp Hasil Pengelantangan 17
BAB 3 METODE PENELITIAN 19
3.1 Alat- alat 19
3.2 Bahan-bahan 19
3.3 Prosedur Penenlitian 20
3.3.1 Pembuatan Pereaksi 20
3.3.1.1 Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan Bilangan Kappa 20
3.3.1.2 Standarisasi KMnO4 0,1 N Dengan H2C2O4 0,1 N 21
3.3.1.3 Pembuatan Cupri Etilen Diamin 0,5 M Untuk 21
Penentuan Viskositas
3.3.1.4 Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan C-Organik 22
3.3.2 Penentuan Bilangan Kappa 22
3.3.3 Pengelantangan Pulp 22
3.3.4. Penentuan Tingkat Kecerahan Pulp 23
3.3.5 Penentuan % C-Organik Dengan Metode Walkey Black 23
3.3.6 Penentuan Viskositas Pulp 23
3.3.7 Penentuan Kadar Air 24
3.3.8 Penentuan Kadar Sulfida secara Spektrofotometri 24
3.4 Bagan Penenlitian 25
3.4.1 Penentuan Bilangan Kappa 25
3.4.2 Pengelantangan Pulp 26
3.4.3 Penentuan Tingkat Kecerahan Pulp 27
3.4.4 Penentuan % C-Organik 28
3.4.5 Penentuan Viskositas Pulp 29
3.4.6 Penentuan Kadar Air Sampel Pulp 30
3.4.7 Penentuan Kadar Sulfida pada Pulp 31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pengolahan Data 32
4.1.1 Hasil Penelitian 32
Sebelum Pengelantangan
4.1.3 Penentuan % C-Organik 36
4.1.4 Penentuan Viskositas Pulp 37
4.1.5 Penentuan Kadar Sulfida 37
4.2 Pembahasan 38
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 43
5.1 Kesimpulan 43
5.2 Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.2.1 Kurva perubahan C- Organik terhadap Variasi 38
Penambahan HCl 18,5 %
Gambar 4.2.2. Kurva Perubahan % C-Organik Terhadap Setiap Tahapan 39
Pengelantangan
Gambar 4.2.3 Kurva perubahan Viskositas terhadap Variasi pH dengan 40
penambahan HCl 18,5 %
Gambar 4.2.4 Kurva perubahan Kecerahan (Brigthness) Pulp terhadap variasi 41
pH dengan penambahan HCl 18,5 %.
Gambar 4.2.5 Kurva perubahan Kecerahan (Brigthness) Pulp terhadap 41
Setiap Tahapa Penngelantangan
Gambar 4.2.6 Kurva perubahan Kadar Sulfida didalam Pulp terhadap 42
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi khusus lindi putih dan hijau dalam 12
pembuatan pulp sulfat
Tabel 4.1. Data Volume FeSO4 1,063 N yang Terpakai pada 32
Penentuan C-Organik Dengan Metode Walkey Black
Tabel 4.2. Data Pengukuran Waktu Pada Penentuan Viskositas 33
dengan Alat Viskosimeter ”Cannon Fenske”
Tabel 4.3. Data Penentuan Kadar Air Untuk Mendapatkan Berat Kering 33
Sampel Pada Penentuan Sulfida
Tabel 4.4. Data penentuan Tingkat Kecerahan (Brightness) dengan alat 34
Brightnessmeter (Elrepho).
Lampiran
Tabel 1. Data Pengukuran C-Organik dengan Metode Walkey Black 45
Tabel 2. Data Pengukuran Viskositas dengan Viskosimeter 46
”Cannon Fenske”
BAB 1
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kayu merupakan sumber serat utama untuk pembuatan pulp dan kertas. Hampir 93%
kebutuhan serat virgin dunia diperoleh dari kayu.
Menurut ahli botani, kayu diklasifikasikan menjadi 2 kelompok utama yaitu :
- Kayu Jarum atau Softwood (Gimnospermae)
- Kayu Daun atau Hardwood (Anggiospermae)
Secara umum komponen kimia kayu terdiri dari selulosa sebanyak 40-50%,
hemisellulosa dan lignin sebanyak 20-35%, serta kandungan ekstraktif 2-10%.
(Smook, 1987)
Pulp adalah komponen utama kayu terutama digunakan untuk pembuatan kertas,
tetapi juga diproses menjadi berbagai turunan selulosa seperti kain sutera, rayon, dan
selofan.
Tujuan utama pembuatan pulp kayu adalah untuk melepaskan serat-serat yang
dapat dikerjakan secara kimia atau secara mekanik atau dengan kombinasi kedua tipe
perlakuan tersebut. Pembuatan pulp secara kimia adalah proses dimana lignin
dihilangkan sama sekali hingga serat-serat kayu mudah dilepaskan pada
pembongkaran dari bejana pemasak (digester) atau paling tidak setelah perlakuan
mekanik lunak. Hampir semua produksi pulp kimia didunia saat ini masih didasarkan
pada proses sulfite dan sulfat (kraft), dimana proses sulfat lebih sering digunakan.
(Hardjono.S, 1995)
Untuk menghasilkan serat pulp yang mempunyai tingkat kecerahan yang baik
sesuai dengan standar yang dijadikan acuan oleh perusahaan pulp maka dilakukan
beberapa tahapan pemutihan untuk menghasilkan pulp dengan tingkat kecerahan yang
Dalam pengembangan teknologi bleaching juga telah ditemukan beberapa
metoda yang lebih aman terhadap lingkungan, antara lain teknologi bleaching dengan
konsep ECF (Elementally Chlorine Free) dan TFC (Totally Free Chlorine) serta
penerapan bio-bleaching. (Ridwanti.B, 2006)
Pada dasarnya warna dari pulp yang belum diputihkan disebabkan oleh lignin
yang tersisa. Penghilangan lignin lebih banyak dari proses pemasakan.
Tabel komposisi khusus lindi putih dan hijau dalam pembuatan pulp sulfat
Komponen Lindi putih g/L Lindi Hijau g/L
Padatan 12,5 15,0
NaOH 65,6 3,2
Na2CO3 25,6 83,3
Na2S 30,4 33,6
Na2SO4 1,6 1,6
Na2S2O3 0,1 0,1
(Hardjono.S, 1995)
Proses kraf ini pada dasarnya menggunakan larutan alkali sebagai larutan
pemasaknya yaitu natrium hidoksida (NaOH) pada pH sekitar 12. Jika pH sepanjang
proses pemasakan berkurang , akan menghasilkan degradasi dari serat pulp yang akan
mengakibatkan berkurangnya kekuatan dari pulp tersebut. Kehilangan kualitas dari
pulp tersebut dapat ditunjukkan sepanjang dari kehilangan kekuatan serat dan
peningkatan warna pulp tersebut. Solusi dari masalah tersebut dapat diatasi dengan
penggunaan Na2S, yang berfungsi sebagai larutan buffer atau sebagai pendonor
kaustik.
Pada proses kraf natrium hidroksida akan berfungsi untuk mereduksi sejumlah
besar molekul lignin dan memecahkan molekul tersebut . Sedangkan natrium sulfida
akan berperan dalam mengatur pH dari proses tersebut menjadi suatu reaksi dalam
suasana buffer dari kaustik dengan kayu untuk melindungi atau mengurangi kerusakan
Berdasarkan data komposisi kandungan Na2S digunakan sangat besar dalam
proses pembuatan pulp sulfat tersebut maka kemungkinan kandungan Sulfida didalam
pulp yang terlewatkan setelah proses pemasakan pada saat proses pemutihan tersebut
dapat menurunkan tingkat kecerahannya.
Dimana proses pemutihan yang dilakukan adalah 4 tahap yaitu :
1. D0 : menggunakan ClO2 sebagai bahan pemutih
2. EP : menggunakan NaOH dan H2O2
3. D1 : menggunakan ClO2
4. D2 : menggunakan ClO2
Dan kondisi pemutihan oleh ClO2 dalam proses pemutihan pulp tersebut adalah
Suhu : 60-80oC
Tekanan : 1 atm
pH : 3-4
Waktu : 3-4 jam
Konsistensi (kandungan pulp kering) : 10-12 % (Suhunan.S, 2003)
Berdasarkan sumber data diatas peneliti tertarik mempelajari cara untuk
meningkatkan kecerahan bubur pulp tersebut dengan melakukan analisa terhadap
kandungan sulfida yang terlewatkan dari proses pembuatan pulp sulfat dan variasi pH
terhadap proses pemutihan oleh ClO2 dimana tahapan yang digunakan adalah merupakan teknologi pengelantangan dengan konsep EFC (Elementally Free
Chlorine).
1.2. Permasalahan
1. Apakah ada pengaruh perubahan pH, dengan variasi penambahan HCl
18,5 % terhadap kecerahan pulp pada pemutihan dengan menggunakan
Klorin dioksida pada tahap awal pemutihan?
2. Apakah ada pengaruh kandungan sulfida didalam pulp terhadap kecerahannya
1.3. Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi pada penentuan bilangan kappa (tingkat delignifikasi),
variasi pH pada pemutihan pertama dengan menggunakan klorindioksida, serta
penentuan tingkat kecerahan, kadar air, viskositas, % C- Organik, dan kadar sulfida
sebelum dan sesudah setiap tahapan pengelantanagan.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bilangan kappa (tingkat delignifikasi) pada
pulp setelah proses pemasakan, pH optimum pada tahap pemutihan yang pertama
dengan menggunakan klorindioksida agar didapat serat pulp yang memiliki tingkat
kecerahan yang tinggi, serta mengetahui kadar air, viskositas dari pulp, % C-Organik,
kadar sulfida, dan kecerahan pulp sebelum dan sesudah tahapan pemutihan.
1.5. Mamfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumber informasi
yang berguna bagi industri pulp untuk menghasilkan serat pulp yang memiliki derajat
kecerahan yang diinginkan.
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Induk PT Toba Pulp Lestari, Tbk.
1.7. Metodologi Penelitian
1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium.
2. Sampel pulp diambil dari setiap proses pemutohan di PT Toba Pulp Lestari,
Tbk.
3. Penentuan bilangan Kappa (tingkat delignifikasi) dari pulp sebelum proses
pemutihan.
4. Pemutihan yang dilakukan dengan cara penambahan klorindioksida terhadap
pulp dengan variasi pH.
5. Penentuan Viskositas dari pulp setelah tahap pemutihan pertama menggunakan
ClO2 dengan variasi penambahan HCl.
7. Penentuan % C dengan metode Walkey Black, dimana senyawa organik dioksidasi
oleh K2Cr2O7 yang menyebabkan Cr6+ direduksi menjdai Cr3+ yang berwarna hijau.
8. Penentuan kadar air pada sampel pulp.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kayu
Kayu merupakan sumber utama untuk pembuatan pulp dan kertas, disamping non
kayu. Menurut ahli botani, kayu dikalsifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu :
1. Kayu jarum atau Softwood (Gimnaspermae)
2. Kayu daun atau Hardwood (Anggiospermae)
Dimana umumnya kayu daun mengandung haloselulosa lebih banyak dan sedikit
lignin jika dibandingkan dengan kayu jarum, tetapi mempunyai kadar ekstraktif tinggi.
Komposisi rata-rata kimianya adalah sebagai berikut :
Kayu jarum Kayu daun
Selulosa 42 ± 2 % 45 ± 2 %
Hemiselulosa 27 ± 2 % 25 ± 2 %
Lignin 28 % 28 %
Ekstraktif 3 ± 2 % 5 ± 3 %
(Smook,1987)
`Distribusi statistika karakteristik 1000 sampel dari kayu keras tropical
Distribusi statistika Maximum
Minimum Kelas Utama
Densitas dari kayu kering 0,15 0,5-0,8 1,3
Komposisi Kimia
Ekstraktif alcohol benzene (%) <0,2 1-3 >0,15
Ekstraktif air (%) <0,2 1-3 >10
Lignin (%) <20 28-32 >35
Selulosa (%) 33 42-50 58
Pentosan 10 14-18 22
Silika <0,001 0,01-0,1 >3
Karakteristik Morfologi
Panjang Serat (mm) 0,07 1,1-1,5 3,7
Lebar (U) 12 20-30 73
Ratio Fleksibilitas <5 40-60 >90
2.1.1. Selulosa
Selulosa merupakan konstituen utama kayu kira-kira 40-45 % bahan kering
dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa, terutama terdapat dalam dinding sel
sekunder. Selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit-unit
B-D-Glukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan-ikatan glikosida.
Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai
kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra dan intermolekul. Jadi
berkas-berkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk
mikrofibril, dalam mana tempat-tempat yang sangat teratur (kristalin) diselingi dengan
tempat-tempat yang kurang teratur (amorf). Mikrofibril membentuk fibril-fibril dan
akhirnya serat-serat selulosa. Sebagai akibat dari struktur yang berserat dan
ikatan-ikatan hidrogen yang kuat selulosa mempunyai kekutatan tarik yang tinggi dan tidak
larut dalam kebanyakan pelarut.
Sifat-sifat polimer selulosa
Sifat-sifat polimer selulosa biasanya dipelajari dalam keadaan larutan, menggu
nakan pelarut, seperti CED atau Kadoksen. Berdasarkan sifat-sifat larutan kesimpulan
dapat diperoleh mengenai berat molekul rata-rata, polidispersitas, dan konformasi
polimer. Pengukuran-pengukuran berat molekul menunjukkan bahwa selulosa kapas
dalam keadaan asalnya mengandung kira-kira 15000 dan selulosa kayu mengandung
kira-kira 10000 sisa glukosa. (Hardjono.S, 1995).
Menurut Clark, berdasarkan panjang rantainya membagi selulosa menjadi tiga bagian
yaitu :
1. Alpha selulosa merupakan selulosa rantai panjang, tidak larut dalam larutan
17,5 % NaOH dengan DP sekitar 600-1500.
2. Beta selulosa merupakan selulosa rantai pendek larut dalam larutan 17,5 %
NaOH, memiliki DP sekitar 15-90.
3. Gamma selulosa merupakan selulosa rantai pendek, larut dalam larutan 17,5 %
2.1.2. Hemisellulosa
Hemiselulosa semula diduga merupakan senyawa antara dalam biosintesa
selulosa. Namun saat ini diketahui bahwa hemiselulosa termasuk dalam kelompok
polisakarida heterogen yang dibentuk melalui jalan biosintesis yang berbeda dari
selulosa. Hemiselulosa merupakan heteropolisakarida, hemiselulosa berfungsi sebagai
bahan pendukung dalam dinding-dinding sel. Kebanyakan hemiselulosa mempunyai
derajat polimerisasi hanya 200.
Jumlah hemiselulosa dari berat kering kayu biasanya antara 20-30 %.
Komposisi dan struktur hemiselulosa dari kayu lunak dan kayu lunak secara khas
berbeda dengan kayu keras.perbedaan-perbedaan yang besarjuga dalam kandungan
dan komposis hemisellulosa dalam batang, cabang-cabang, akar, dan kulit kayu.
Hemiselulosa kayu lunak
2.1.3. Lignin
Lignin merupakan suatu polimer alami yang sukar yang berkaitan dengan
strukturdan heterogenitasnya. Dalam kebanyakan penggunaan kayu lignin digunakan
sebagai bagian integral kayu. Hanya dalam pembuatan pulp dan pengelantangan lignin
dilepaskan dilepaskan dari kayu dalam bentuk terdegredasi dan berubah, dan
merupakan sumber karbon lebih dari 35 juta ton tiap tiap tahun diseluruh dunia yang
sangat potensial untuk keperluan kimia dan energi.
Yang disebut lignin klason diperoleh seelah penghilangan polisakarida yang
dari kayu yang ekstraksi (bebas damar) degan hidrolisis dengan asam sulfat 72 %.
Lignin juga larut sebagai alkali lignin bila kayu diperlakukan pada suhu tinggi.(170oC) dengan natrium hidroksida atau lebih baik, dengan campuran natrium hidroksida dan
natrium sulfida (lignin sulfat atau lignin kraft). Lignin lebih lanjut diubah menjadi
turunan yang larut alkali dengan larutan asam klorida dan asam tioglikolal pada
100oC.
Lignin kayu lunak dapat ditentukan secara gravimetri dengan metoda Klakson.
keras adalah 35-40 %. Lignin yang terdapat dalam kayu keras. Sebagian larut selama
hidrolisis asam dan karena itu harga-harga gravimetri harus dikoreksi untuk “lignin”
yang larut dalam asam dengan menggunakan spectrometri UV. (Wegener,D, 1985)
2.1.4. Ekstraktif
Beraneka-ragam komponen kayu,meskipun biasanya merupakan bagian kecil,
larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Mereka disebut ekstraktif.
Ekstraktif terdidi atas jumlah yang sangat besardari senyawa-senyawa tunggal tipe
lipofil maupun hidrofil. Dalam hal pinus, kayu teras secara khas mengandung
ekstraktif jauh lebih banyak daripada kayu glubal. Ekstraktif ekstraktif fenolterdapat
terutama.
Penentuan ekstraktif secara kuantitatif dalam kayu dan pulp dilakukan dengan
pelarut-pelarut organik, seperti heksana, diklorometan, dietil eter, aseton, atau etanol.
Kandungan ekstraktif biasanya kurang dari 10%, tetapi dapat bervariasi hingga sampai
40% berat kayu kering. Untuk tujuan analitik dan untuk identifikasi
komponen-komponen individual, maka metode kromatografi cairan-gas yang digabungkan
dengan spektrometer massa memainkan peranan penting.
2.1.5. Komponen-Komponen Anorganik
Konstituen anoganik kayu seluruhnya terdapat dalam abu, sisa setelah bahan
organic dibakar. Mengenai seluruh pohon, kandungan komponen anorganik yang
paling tinggi adalah berturut-turut pada daun jarum atau daun lebar. Urutan penurunan
kandungan abu adalah berturut-turut kulit, akar-akar halus, ranting, akar, cabang, dan
batang. Kompnen abu utama kayu adalah kalsium, kalium dan magnesium. Dalam
banyak kayu jumlah Ca hingga 50 % dan lebih dari unsur total dalam abu kayu. K dan
Mg masing-masing menduduki tempat kedua dan ketiga diiukuti Mn, Na, P dan Cl.
Banyak unsure lain terdapat dalam kayu dengan konsentrasi kurang dari 50
ppm,mereka dinyatakan sebagai unsur-unsur runut. Dua belas unsur runut
Ba, Al, Fe, Zn, Cu, Ti, Pb, Ni, V, Co, Ag, dan Mo dideteksi dalam 34 spesies kayu
2.1.6 Karbon Organik
Karbon adalah komponen utana dari bahan organik. Pengukuran C organik
secara tidak langsung dapat menentukan bahan organik melalui penggunaan faktor
koreksi tertentu. Faktor yang selama bebrapa tahun ini digunakan adalah faktor Van
Bemmelen yaitu 1,724 dan didasarkan pada asumsi bahwa bahan organik
mengandung 58% karbon.
2.2. Pembuatan Pulp Kayu
Pulp adalah produk utama kayu,terutama digunakan untuk pembuatan
kertas,tetapi ia juga diproses menjadi berbagai turunan selulosa seperti sutera rayon
dan selofan.
Tujuan utama pembuatan pulp kayu adalah untuk melepaskan serat-serat yang
dapat dikerjakan secara kimia atau secara mekanik atau dengan kombinasi dua tipe
perlakuan tersebut.
Pembuatan pulp secara kimia adalah proses dalam mana lignin dihilangkan
sama sekali hingga serat-serat kayu mudah dilepaskan pada pembongkaran dari bejana
pemasak (digester) setelah perlakuan mekanik lunak. (Casey,1980)
2.2.1. Pembuatan Pulp Secara Semi Kimia
Proses-proses pembuatan pulp secara semi kimia yang didahului dengan tahap
penggilingan secara mekanik. Pulp-pulp semikimia merupakan kelompok pulp khusus
yang diperoleh terutama dari kayu keras dengan rendemen antara 65-85 % bahkan
hingga 92% .
Proses Semikimia Sulfit Netral (NSSC)
Keuntungan-keuntungan umum dari proses NSSC adalah
persyaratan-persyaratan yang rendah mengeni kulaitas dan spesies kayu, rendemen tinggi
tertentu.investasi modal yang rendah dan unit-unit produksi kecil yang
menguntungkan bila dibandingkan dengan pembuatan pulp secara kimia penuh.
Proses yang pokok meliputi tiga tahap utama yaitu :
- impregnasi dengan lindi natrium sulfit pada suhu sekitar 125oC selama 1 jam pada tekanan atmosfer.
Larutan natrium sulfit biasanya dipertahankan pada pH sekitar 7 (hingga pH
10) dengan sejumlah kecil NaOH, natrium bikarbonat atau natrium bisulfit
untuk menghindari kondisi yang bersifat asam yang mungkin dihasilkan dari
asam organik yang dibebaskan selama prosedur pemasakan.
- pemasakan pada suhu antara 160oC dan 190oC
suhu pemasakan terutama tergantung pada lamanya pemasakan, yang dapat
bervariasi antara 15 menit sampai 8 jam, tergantung kepada macam lindi
pemasak yang digunakan dalam macam dan kualitas pulp yang diinginkan.
pelepasan serat dengan penggiling cakram. (Marteny, 1980)
2.2.3. Pembuatan Pulp Kimia Alkalis
Proses sulfat atau kraft dan proses soda merupakan dua teknik pokok
pembuatan pulp alkalis dan merupakan dasar untuk sejumlah proses alkalis yang
dimodifikasi, yang meliputi pembuatan pulp kraft setelah tahap hidrolisis pendahuluan
untuk menghasilkan pulp untuk dilarutkan. Natrium hidroksida merupakan bahan
kimia pemasak utama dalam kedua proses tersebut, sedangkan pembuatan pulp sulfat
natrium sulfida merupakan komponen aktif tambahan. Nama kedua proses diperoleh
dari bahan kimia yang direkaustikasi yang digunakan untuk mengimbangi hilangnya
natrium hidroksida, masing-masing Natrium karbonat dan natrium sulfat.
Kekurangan-kekurangan utama dari pembuatan pulp sulfat adalah persoalan bau,
rendemen yang lebih rendah daripada pembuatan pulp sulfit (biasanya 45-50 %),
warna yang gelap dari pulp yang tidak dikelantang dan akhirnya biaya yang besar
Meskipun proses soda klasik telah banyak diganti dengan proses sulfat terutama
dalam pembuatan pulp kayu lunak, ia masih merupakan proses yang penting untuk
menghasilkan pulp serat bukan kayu. (Wegener.D, 1985)
Banyaknya alkali yang digunakan dalam pembuatan pulp kraf, yang merupakan
faktor penting dalam pembuatan pulp, dapat dinyatakan sebagai alkali aktif (NaOH +
Na2S) atau sebagai alkali efektif (NaOH + ½ Na2S). yang terakhir berasal dari titik
ekivalen tunggal reaksi hidrolisis natrium sulfida dalam air yang sesuai degan
persamaan :
Na2S + H2O NaOH + NaHS
Tabel 1 komposisi khusus lindi putih dan hijau dalam pembuatan pulp sulfat
Komponen Lindi putih g/L Lindi Hijau g/L
Padatan 12,5 15,0
NaOH 65,6 3,2
Na2CO3 25,6 83,3
Na2S 30,4 33,6
Na2SO4 1,6 1,6
Na2S2O3 0,1 0,1
Kesetimbangan-kesetimbangan berikut terdapat dalam larutan-larutan berair yang
mengandung natrim sulfida dan natrium hidroksida :
S2- + H2O HS- + HO
-HS- + H2O H2S + HO- (Hardjono.S,1995)
2.2.3 Pembutan Pulp Kraf
Pembuatan pulp dengan proses kraf menjadi proses yang paling banyak
digunakan untuk memproduksi pulp dengan proses kimia penuh. Alasan dari
kesuksesan tersebut adalah :
- Kekuatan daripada pulp yang dihasilkan
- Keanekaragaman proses yang dapat ditangani untuk semua jenis dari bahan
- Kesiapan untuk memulihkan kembali dari bahan kimia yang digunakan
didalam sistem recoveri
Dalam pembuatan pulp kraf memiliki reputasi yang tinggi untuk memproduksi pulp
dengan kekuatan yang tinggi. Fakta ini ditunjukkan oleh kerusakan serat pada
penggunaan bahan kimia didalam proses pemasakan (digester) dapat dihindari oelh
bahan kimia yang digunakan sebagai larutan pemasaknya.
Proses kraf ini pada dasarnya menggunakan larutan alkali sebagai larutan
pemasaknya yaitu natrium hidoksida (NaOH) pada pH sekitar 12. Jika pH sepanjang
proses pemasakan berkurang , akan menghasilkan degradasi dari serat pulp yang akan
mengakibatkan berkurangnya kekuatan dari pulp tersebut. Kehilangan kualitas dari
pulp tersebut dapat ditunjukkan sepanjang dari kehilangan kekuatan serat dan
peningkatan warna pulp tersebut. Solusi dari masalah tersebut dapat diatasi dengan
penggunaan Na2S, yang berfungsi sebagai larutan buffer atau sebagai pendonor kaustik.
Pada proses kraf natrium hidroksida akan berfungsi untuk mereduksi sejumlah
besar molekul lignin dan memecahkan molekul tersebut . Sedangkan natrium sulfida
akan berperan dalam mengatur pH dari proses tersebut menjadi suatu reaksi dalam
suasana buffer dari kaustik dengan kayu untuk melindungi atau mengurangi kerusakan
serat pulp. (James.E, 1979)
2.3 Pengelantangan Pulp
Proses pengelantangan atau pemutihan dapat dianggap sebagai lanjutan dari
proses pemasakan yang dimaksudkan untuk memperbaiki brightness dan kemurnian
dari pulp. Hal ini dicapai dengan cara menghilangkan atau memutihkan bahan
pewarna yang tersisa dalam pulp. Lignin yang tersisa adalah suatu zat ang paling
dominan untuk menghasilkan warna pada pulp oleh karena itu lignin harus
dihilangkan atau diputihkan. (Suhunan.S, 2003)
Tujuan utama pengelantangan pulp adalah untuk menaikkan derajat putih.
adalah terutama gugus fungsional dari lignin yang terdegradasi dan sisa lignin yang
diubah, maka pengelantangan dapat dilakukan baik dengan pengubahan dan
menstabilkan gugus kromofor tampa kehilangan bahan (pengelantangan yang
melindungi lignin) atau dengan menghilangkan lignin (pengelantangan yang
menghilangkan lignin). (Axegard, 1980)
Pengelantangan menimbulkan perubahan sifat-sifat optik pulp terhadap penye-
rapan sinar, penghamburan sinar dan pemantulan yang dinyatakan dengan
istilah-istilah seperti derajat putih, keputihan atau keburaman. Derajat putih yang paling
umum digunakan adalah faktor pemantulan sinar biru (357 atau 360 nm) dari
lembaran pulp(dalam %), didasarkan pada pemantulan magnesium oksida (derajat
putih 100%) sebagai sampel standar. Bahan kimia pengelantang pulp dapat
diklasifikasikan menjadi zat pengoksidasi dan pereduksi (Bolker,L, 1977)
2.3.1. Pengelantangan Pulp-Pulp Kimia
Tujuan dari pengelantangan pulp kimia adalah untuk menghilangkan sisa
lignin setelah proses pemasakan untuk memperoleh yang disebut pulp yang
dikelantang penuh dengan derajat putih diatas 90% atau untuk memperoleh kualitas
semipengelantangan dengan derajat putih berkisar 60-70%.
Bahan Kimia Pengelantang
Oleh PT Toba Pulp Lestari, Tbk dibuat simbol sebagai berikut :
Pengoksidasi
-Oksigen
Simbol O
Bentuk Gas yang digunakan dengan larutan NaOH
Fungsi Mengoksidasi dan melarutkan lignin
Keuntungan Biaya bahan kimia kecil, memberikan limbah yang bebas klor
dalam pemulihannya
Kerugian Digunakan dalam jumlah yang besar,memerlukan peralatan yang
mahal, dapat menyebabkan penurunan kekuatan serat.
Klorindioksida
Bentuk Lartan dalam air 7-10 gpl ClO2
Fungsi 1) Mengoksidasi,meningkatkan kecerahan dan melarutkan lignin
2) Dalam jumlah yang kecil dengan Cl2 melindungi,dan
melawan degradasi dari pulp
Keuntungan Memberikan tingkat kecerhan yang tinggi tampa pendegradasian pulp,
merupakan partikel yang baik dalam pengelantangan
Kerugian Mahal, harus dibuat secara onsite
Hidrogen Peroksida
Simbol P
Bentuk Larutan 2-5 %
Fungsi Mengoksidasi dan mencerahkan lignin dimana bahan kimia digunakan
dalam jumlah pulp yang besar
Keuntungan Mudah digunakan, biaya yang kecil
Kerugian Mahal, merupakan partikel pengelantang yang jelek
Pereduksi Alkali
Natrium Hidroksida
Simbol E
Bentuk Larutan NaOH 5-10%
Fungsi Menghidrolisis klorolignin dan melarutkan lignin
Keuntungan Efektif dan ekonomis
Kerugian Menjadikan pulp gelap. (Reeve,D.W, 1989)
2.3.2. Pemutihan Menggunakan Klorindioksida (ClO2)
Warna dari pulp yang belum diputihkan umumnya disebabkan oleh lignin
yang tersisa didalam pulp setelah proses pemasakan. Penghilangan lignin dapat lebih
banyak pada proses pemasakan, tetapi akan mengurangi hasil yang banyak sekali dan
merusak serat, sehingga menghasilkan kualitas pulp yang rendah.
Klorindioksida adalah salah satu bahan kimia pengoksidasi kuat, berwarna
hijau kekuning-kuningan pada konsentrasi tinggi warnanya berubah menjadi orange,
dapat larut dengan air dingin, merupakan campuran yang terdiri dari air dan ± 16 %
pemutihan ini umumnya dengan cara mengoksidasi terhadap lignin dan bahan –bahan
berwarna lain yang terdapat didalam pulp. Digunakan untuk memutihkan pulp yang
berkualitas sebab dapat mengoksidasi bahan yang bukan merupakan selulosa dengan
kerusakan pada selulosa yang minimum, dan brightness tinggi yang dihasilkan dengan
klorindioksida adalah stabil. (Suhunan.S, 2003)
Klorindioksida dibuat secara sintesis melalui reaksi reduksi Natrium Klorat
dengan HCl dengan adanya NaCl. Kilang ClO2 adalah terpada yang terdir atas 2
generator ClO2, 2 absorbtion dan 2 unit sintesis HCl.
H2 + Cl2 2 HCl
Selanjutnya
NaClO3 + 2 HCl NaCl + ClO2 + ½ Cl2 + H2O
Klorindioksida diadsorbsi didalam air untuk menghasilkan larutan klorin dioksida.
(Brahmana.R.H, 2005)
Pemutihan dengan menggunakan klorindioksida adalah suatu teknologi yang
umum digunakan pada industri pulp. Pada beberapa industri pulp kraft, klorindioksida
digunakan untuk menggantikan Cl2 sebagai bahan pemutihnya. Pada dasarnya keseluruhan tapapan pemutihan menggunakan ClO2 dengan tipe dari prosesnya adalah DEDED, walaupun oksigen dan peroksida dapat ditambahkan dalam proses didalam
tahap ekstraksi. Pemutihan pulp oleh ClO2 pada kayu keras sebagian besar dari kekuatan ClO2 sebagai agent pemutih dihilangkan oleh Asam Heksanuorik (HexA).
Oleh karena itu untuk menghancurkan asam heksanuorik tersebut digunakan asam
untuk menghidrolisinya pada awal sebelum tahap D0 (pengelantangan I oleh ClO2),
dengan menggunakan H2SO4, pada suhu 90-95oC, pH antara 3-3,5 selama 2-4 jam. Sekalipun didapatkan hasil yang positif, langkah tersebut menjadi menggambarkan
beberapa kerumitan. Dimana kita harus menaikkan temperatur menjadi 95oC pada tahap D2 dan D3. (Dominique,Christine,Yahya., 2006)
2.3.3. Pemutihan menggunakan Hidrogen Peroksida (H2O2)
sistem agar dihasilkan ion perhidroksil tersebut sebagai ion aktifnya seperti yang
digambarkan dalam reaksi berikut :
H2O2 + OH- OOH- + H+
Kalkulasi tersebut didapatkan pada pH 10,5, dimana kurang dari 10 % dari
hidrogen peroksida diubah menjadi ion perhidroksil. Pada pH yang tinggi
kesetimbangan tersebut tidak membentuk ion perhidroksil tetapi mempercepat
terjadinya dekomposisi dari pda hydrogen peroksida menjadi air dan oksigen.
H2O2 H2O + ½ O2
Hidrogen peroksida sebagai larutan asam yang lemah untuk menjaga
kestabilannya. Oleh karena itu, laruta alkali harus ditambahkan pada tahap sebelum
penambahan hidrogen peroksida ditambahkan sebagai larutan pemutih. Salah satu nya
adalah larutan natrium hidroksida.
Hidrogen peroksida sebagai pengoksidasi lignin untuk menghasilkan
brightness yang tinggi dan stabil di dalam pulp. Nilai dari pemutihan pulp dengan
menggunakan hidrogen peroksida meningkat dengan meningkatnya temperatur.
Sayangnya dekomposisi dari hidrogen peroksida juga meningkat seiring dengan
meningkatnya temperatur. Untuk tujuan tersebut proses pemutihan dengan hidrogen
peroksida dilakukan pada suhu antara 104oF-158oF atau sekitar 45oC sampai 70oC. Dimana pada saat pemutihan oleh hydrogen peroksida telah berlangsung dengan
sempurna , brightness yang dihasilkan didalam pulp harus distabilkan dengan
penambahan sulfur dioksida. (Kenneth.E, 1981)
2.4. Pengujian dan Analisis dari Pulp Hasil Pengelantangan
Agar supaya pengendalian tahapan pemutihan berjalan dengan efisien untuk
mendapatkan pulp dengan kualitas yang diharapkan maka dilakukan beberapa
pengujian yaitu :
- Brightness yaitu : sifat lembaran pulp untuk memantulkan cahaya yang
diukur pada suatu kondisi yang baku, digunakan sebagai indikasi tingkat
keputihan. Keputihan pulp diukur dengan kemampuan memantulkan cahaya
manokromatik dan diperbandingkan dengan standar yang telah diketahui
(biaanya Magnesium Oksida), dan diukur dengan alat Brightnessmeter
(Elrepho)
- Viskositas yaitu : pengujian terhadap kekuatan dari pada pulp, pebgujian
mengevaluasi derajat polimerisasi dari pada selulosa atau dengan kata lain
degradasi dari pada selulosa. ( Suhunan.S,2003)
Sifat-sifat polimer selulosa tersebut biasanya dipelajari dalam keadaan larutan
menggunakan pelarut CED (Cupri Etilen Diamin). (Hardjono.S, 1995)
Berat molekul dari pada selulosa bergantung pada viskositas dari larutannya.
Viskositas dari larutan polimer tersebut meliputi keadaan dasar dari gerakan rantai
molekul dan gerakan rantai yang terlibat lainnya. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh
temperatur dari larutan dimana viskositas larutan akan meningkat seiring dengan
kenaikan temperatur , dengan parameter dasarnya adalah derajat polimerisasi (DP)
dari larutan polimer tersebut. ( Sperling.L.H, 1986)
Perbandingan antara viskositas larutan polimer dengan viskositas pelarut
murni dapat dipakai untuk menentuakan massa molekul nisbih polimer . Metode ini
mempunyai kelebihan daripada metode lain, yakni lebih cepat dan lebih mudah,
alatnya murah serta perhitungan dan hasilnya lebih sederhana.
(Cowd.M, Stark.G, 1991)
Metode pengambilan sampel yang dilakukan dalam analisa terhadap pulp
tersebut dilakukan dengan car acak berstrata (Starified Random Sampling), dimana
setelah polpulasi dikelompokkan dalam strata, maka satu random sampling dapat
BAB 3
ALAT, BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat-alat
- Alat-alat gelas
- Penangas air Griffin
- Timbangan Elektrik Sartorius
- Oven Memmert
- Tanur Fisher Honey Well
- Buret Elektrik Brand
- Spektrofotometer DR 4000 Hach Program
- Desikator
- pH meter Yokogawa
- Brightnessmeter Lorentzen wetter
- Viskosimeterbath Gallenkamp
- Viskosimeter Ostwald Cannon Fenske
- Alat Pengaduk Stuart Scientific
- Propipet
- Plastik dan karet 3.2. Bahan-bahan
- ClO2
- Bubur Kayu (Pulp)
- K2Cr2O7 p.a. E. Merck
- FeSO4.7H2O p.a. E. Merck
- H2SO4(p) p.a. E. Merck
- ((C6H5) 2NH) p.a. E. Merck
- H3PO4(p) p.a. E. Merck
- H2C2O2. 2 H2O p.a. E. Merck
- KMnO4 p.a. E. Merck
- HCl (p) p.a. E. Merck
- Na2S2O3. 5 H2O p.a. E. Merck
- Cuppri etilena Diamina p.a. E. Merck
- Indikator amilum
- Akuades
- Reagen Sulfida 1
- Reagen Sulfida 2
3.3.Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Pereaksi
3.3.1.1. Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan Bilangan Kappa
a. Larutan H2SO4 4 N
Sebanyak 27,77 ml larutan H2SO4(p) dipipet kedalam labu takar 250 ml yang telah
berisi akuades secara perlahan-lahan sambil meletakkan labu takar tersebut didalam
panci yang berisi es, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda pada labu takar.
b. Larutan KMnO4 0,1 N
Sebanyak 0,7902 g kristal KMnO4 ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, dilarutkan dengan akuades panas. Setelah dingin diencerkan
dengan akuades sampai garis tanda pada labu takar. Disimpan ditempat gelap selama
3 hari lalu disaring dengan gelas woll kemudian filtratnya ditempatkan kedalam botol
gelap.
c. Larutan KI 10 %
Sebanyak 10 g kristal KI ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam labu takar
100 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya. Kemudian diencerkan dengan
akuades sampai garis tanda pada labu takar.
d. Larutan H2C2O4 0,1 N
Sebanyak 1,5750 g kristal H2C2O4. 2 H2O ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan
kedalam labu takar 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya. Kemudian
3.3.1.2. Standarisasi KMnO4 0,1 N dengan H2C2O4 0,1 N
Dipipet larutan KMnO4 0,1 N sebanyak 10 ml kemudian dimasukkan kedalam
erlemeyer 250 ml. Ditambahkan dengan 2 ml H2SO4 2 N. Dipanaskan hingga suhu
60-70oC lalu dititrasi dengan larutan H2C2O4 0,1 N sambil dijaga suhunya konstan hingga terbentuk larutan merah muda yang permanen pada titik akhir titrasi. Dicatat volume
H2C2O4 0,1 N yang terpakai. Dilakukan perlakuan yang sama sebanyak 3 kali.
Rumus :
V1 . N1 = V2 . N2
10 . 0,1 = 9,96 . N2
N2 = 0,1004 N
Dimana :
V1 = Volume H2C2O4 0,1 N
N1 = Normalitas H2C2O4 0,1 N
V2 = Volume KMnO4 0,1 N N2 = Normalitas KMnO4 0,1 N
Diperoleh konsentrasi KMnO4 0,1 N yang telah distandarisasi = 0,1004 N
d Larutan Na2S2O3 0,1 N
Sebanyak 3,100 g kristal Na2S2O3. 5 H2O ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, kemudian
diencerkan dengan akuades sampai garis tanda pada labu takar.
3.3.1.3. Pembuatan Larutan Cupri Etilena Diamina 0,5 M Untuk Penentuan Viskositas
Sebanyak 6,175 g kristal Cupri Etilena Diamina ditimbang secara kuantitatif ,
dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml, dilarutkan dengan 50 ml akuades,
dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis
3.3.1.4. Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan C-Organik
a. Larutan K2Cr2O7 1 N
Sebanyak 12,258 g kristal K2Cr2O7 ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam
gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, dimasukkan kedalam labu
takar 250 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
b. Larutan FeSO4 1 N
Sebanyak 69,505 g kristal FeSO4.7H2O ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan
kedalam gelas beaker 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, ditambahkan
37,5 ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan, diaduk hingga larut, dimasukkan kedalam
labu takar 250 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
c. Larutan Difenilamin ( (C6H5)2NH)
Sebanyak 0,5 g kristal difenilamin ditimbang secara kuantitatif, dilarutkan dengan 20
ml akuades dalam gelas beaker 250 ml, ditambahkan dengan 100 ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan, diaduk hingga larut seluruhnya.
3.3.2. Penentuan Bilangan Kappa
Sebanyak 400 ml akuades dimasukkan kedalam gelas piala 1000 ml, ditambahkan
2,61 g pulp kering kemudian diaduk dan ditambahkan 50 ml KMO4 0,1 N dan 50 mL H2SO4 4 N secara bersamaan sambil diaduk selama 10 menit. Kemudian ditambahkan
10 ml larutan KI 10 %, dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N, ditambahkan indikator
amilum, kemudian dititrasi sampai warna larutan berubah dari biru menjadi kuning
terang. Dicatat volume Na2S2O3 0,1 N yang terpakai.
3.3.3. Pengelantangan Pulp
Sebanyak 10 g pulp dimasukkan kedalam plastik, ditambahkan 34 ml larutan ClO2 7,5
g/l, ditambahkan 2 tetes larutan HCl 18,5 %, diikat dengan plastik dan karet,
dihomogenkan, dipanaskan didalam waterbath pada suhu 80oC selama 40 menit, diangkat, didinginkan, diukur pH-nya, lalu dicuci dengan air. Dilakukan hal sama
3.3.4. Penentuan Tingkat Kecerahan Pulp
Sebanyak 8 g sampel pulp ditambahkan air secukupnya, diaduk, dimasukkan kedalam
penyaring Gooch yang telah dilapisi kertas saring, disaring, dipindahkan. Residu dan
kertas saring dipanaskan didalam oven pada suhu 105±3oC sampai kering, kemudian diukur kecerahannya dengan alat brigthnessmeter (Elrepho).
3.3.5. Penentuan % C dengan Metode Walkey Black
Sebanyak 0,2 g sampel pulp ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam gelas
erlemeyer 500 ml, ditambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 1 N, kemudian ditambahkan
10 ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan, diaduk selama 1 menit, dan didiamkan
selama 30 menit, selanjutnya ditambahkan 200 ml akuades, ditambahkan 5 ml H3PO4
pekat (85%) dan 1 ml larutan difenilamin, lalu dititrasi dengan larutan FeSO4 1 N
hingga terjadi perubahan warna dari ungu menjadi hijau, dicatat volume FeSO4 yang terpakai.
3.3.6. Penentuan Viskositas Pulp
a. Preparasi sampel
Sebanyak 0,5 gram bubur pulp dimasukkan kedalam gelas beaker, ditambahkan
akuades kemudian dihomogenkan, dimasukkan kedalam penyaring Gooch yang telah
dilapisi dengan kertas saring, disaring dengan penyaring Gooch, diambil ¼ bagian dari
residu, kemudian disinari dengan lampu sinar IR selama ± 7 menit.
b Penentuan Viskositas
Sebanyak 12,5 ml akuades dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer, dimasukkan kawat
tembaga, ditambahkan 12,5 ml larutan Cupri Etilen Diamin 0,5 M ditambahkan
0,2928 g pulp. Diaduk dengan mesin pengaduk selama 15 menit. Dihisap larutan pulp
dan Cupri Etilen Diamin 0,5 M kedalam tabung viskosimeter Cannon Fenske dengan
menggunakan propipet. Dimasukkan viskosimeter yang berisi larutan kedalam
3.3.7. Penentuan kadar air
Ditimbang wadah platina kosong pada neraca analitis, ditimbang secara kuantitatif
5 g pulp dimasukkan kedalam cawan platina, kemudian dimasukkan kedalam oven
± 105oC selama 2 jam, diangkat dan didinginkan didalam desikator, kemudian ditimbang kembali sampai didapat berat yang konstan.
3.3.8. Penentuan kadar sulfida secara spektrofotometri
a. Preparasi sampel
Sebanyak 50 g pulp basa dimasukkan kedalam cawan platina, kemudian
dimasukkan kedalam tanur pada suhu 800oC selama kira-kira 60 menit, kemudian didinginkan didalam desikator, ditimbang, ditambahkan larutan HCl
18,5 % secukupnya, disaring dengan kertas saring whatman No 41, dan
dibilas dengan akuades sampai kertas saring tidak mengandung sisa HCl,
filtrat ditampung kedalam labu takar 500 ml, diencerkan dengan akuades dan
dihomogenkan.
b. Analisa sampel dengan alat spektrofotometer
Sebanyak 25ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan kedalam kuvet,
ditambahakan 2ml reagen sulfida 1(larutan Kaliumdikromat dan akuabides)
kemudian dihomogenkan, ditambahkan 2 ml reagen sulfida 2(larutan asam
sulfida dan akuabides) kemudian dihomogenkan didiamkan selama 5 menit
dan diukur konsentrasinya dengan spektrofotometer UV Visibel pada panjang
3.3. Bagan Penelitian
3.4.1. Penentuan Bilangan Kappa
dimasukkan kedalam gelas beaker 1000 ml ditambahkan 400 ml akuades
diaduk sampai pulp larut
ditambahkan 50 ml KMnO4 0,1 N
ditambahkan 50 ml H2SO4 4 N
diaduk selama 10 menit
ditambahkan 10 ml larutan KI 10 %
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N ditambahkan indikator amilum
dititrasi dengan lartan Na2S2O3 0,1 N hingga warna
larutan berubah menjadi putih pucat/kuning terang
dicatat volume Na2S2O3 0,1 N yang terpakai 2,61 g pulp kering
Larutan berwarna ungu
3.4.2. Pengelantangan pulp
dimasukkan kedalam wadah kantongan plastik
ditambahkan 34 ml larutan ClO2 7,5 g/l
ditambahkan 2 tetes larutan HCl 18,5 %
diikat dengan karet
dihomogenkan
dimasukkan kedalam penangas air pada suhu 80oC selama 40 menit
`
dipindahkan kedalam gelas beaker didinginkan
diukur pH-nya
Catatan: perlakuan yang sama dilakukan dengan penambahan 4 tetes dan 6 tetes HCl
18,5 %
10 g pulp kering
hasil
3.4.3. Penentuan tingkat kecerahan pulp
dimasukkan kedalam gelas beaker
ditambahkan air secukupnya
diaduk hingga homogen
dimasukkan kedalam penyaring Gooch
yang telah dilapisi dengan kertas saring
ditutup kertas saring diatasnya
disaring dengan penyaring Gooch
dikeringkan pada oven pada
suhu 105±3oC selama ± 15 menit diukur kecerahannya dengan
menggunakan alat Elrepho
Catatan : perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan
pemutihan.
8 g pulp
Lembaran pulp p lp
3.4.4. Penentuan % C-Organik pada pulp
dimasukkan kedalam gelas erlemeyer 500 ml
ditambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 1 N
ditambahkan 20 ml H2SO4(p) secara
perlahan-lahan
diaduk selama 1 menit
didiamkan selama 30 menit
ditambahkan 200 ml aquades
ditambahkan 5 ml H3PO(p) (85%)
ditambahkan 1 ml larutan difenil amin
dititrasi dengan larutan FeSO4 1 N hingga warna larutan berubah dari ungu menjadi hijau
tua
Catatan : perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan
pemutihan.
0,05 g pulp kering
3.4.5. Penentuan Viskositas Pulp
dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer
ditambahkan 12,5 ml akuades
ditambahkan 12,5 ml larutan Cupri Etilena Diamina 0,5 M
diaduk dengan mesin pengaduk selama 15 menit
dimasukkan kedalasm viskosimeter ostwald menggunakan
propipet
dimasukkan kedalam viskosimeterbath pada suhu 25oC
ditentukan waktu alir dari larutan dari batas atas sampai batas
bawah pada alat viskosimeter ostwald
diulangi pengukuran sebanyak 3 kali
Catatan : Perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum pemutihan dan pulp hasil
pemutihan I (Do) menggunakan ClO2 dengan variasi 2,4,6 tetes HCl 18,5 % 0,2829 g pulp
larutan berwarna biru
3.4.6. Penentuan kadar air sampel pulp
dimasukkan kedalam cawan platina yang
telah diketahui beratnya secara tepat
dimasukkan kedalam oven pada
suhu 105± 3oC selama 3 jam diangkat
didinginkan didalam desikator
ditimbang sampai didapat berat yang
konstan
Catatan : perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan
pemutihan.
5 g pulp
Cawan platina dan sampel
3.4.7. Penentuan kadar sulfida (S2- ) pada pulp
dimasukkan kedalam cawan platina
dimasukkan kedalam tanur pada suhu
800oC selama ± 60 menit didinginkan didalam desikator
ditambahkan 5 ml HCl 18,5 %
disaring dengan kertas saring whatman no 41 dan
kemudian dibilas dengan akuades sampai kertas
saring tidak mengandung sisa HCl
ditampung kedalam labu takar 500 ml
diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda
dihomogenkan
dipipet sebanyak 25 ml
dimasukkan kedalam kuvet
ditambahkan 2 ml reagen sulfida 1
dihomogenkan
ditambahkan 2 ml reagen sulfida 2
dihomogenkan
didiamkan selama 5 menit
diukur dengan spektrofotometer pada = 665 nm
Catatan : perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan
pemutihan.
50 g pulp
Larutan bening
Larutan bening kekuning-kuningan
hasil
` BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Penelitian
Data hasil penentuan C-organik dengan metode Walkey Black dapat dilihat pada tabel
4.1 . Data hasil penentuan viskositas dengan viskosimeter Cannon Fenske dapat
dilihat pada tabel 4.2, dan data hasil penentuan kadar air untuk penentuan sulfida
dapat dilihat pada tabel 4.3, data penentuan tingkat kecerahan (brightness) dapat
dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.1 Data volume FeSO4 1,063 N yang terpakai pada penentuan C-organik
dengan metode Walkey Black.
2. Sebelum tahap pengelantangan
(Blowline) 13,5 0,0509
dengan penambahan 2 tetes HCl 18,5 %
dengan penambahan 4 tetes HCl 18,5 %
Pengelantangan I oleh ClO2
dengan penambahan 6 tetes HCl 18,5 %
6. Sebelum tahap pengelantangan
Tabel 4.2. Data pengukuran waktu pada penentuan viskositas dengan alat
1. Sebelm tahap pengelantangan 0,2928 0,1041
166 166 166
2.
Pengelantangan I oleh ClO2 (D0) dengan penambahan 2 tetes HCl 18,5 %
Pengelantangan I oleh ClO2 (D0) dengan penambahan 4
Pengelantangan I oleh ClO2 (D0) dengan penambahan 6 tetes HCl 18,5 %
0,3298 0,1011
164 164 164
Tabel 4.4. Data penentuan Tingkat Kecerahan (Brightness) dengan alat Brightnessmeter (Elrepho).
No Perlakuan pH Kecerahan (% ISO)
1 Sebelum tahap pengelantangan
(Blowline)
13,5 21.85
2 Pengelantangan I oleh ClO2 (Do) + 2
tetes HCl 18,5 %
2,4 45,01
3 Pengelantangan I oleh ClO2 (Do) + 4
tetes HCl 18,5 %
1,7 45,76
4 Pengelantangan I oleh ClO2 (Do) + 6
tetes HCl 18,5 %
1,4 45,9
5 Sebelum tahap pengelantagan
(Blowline)
13,5 23,69
6 Pengelantangan I oleh ClO2 (Do) 1,76 47,18
7 Pengelantangan I oleh ClO2 (Do) 2,0 53,2
8 Pengelantangan II oleh NaOH dan
H2O2 (EP)
10,6 74,19
9 Pengelantangan II oleh NaOH dan
H2O2 (EP)
10,6 75,9
10 Pengelantangan III oleh ClO2 (D1) 2,2 86,7
4.1.1 Perhitungan
4.1.2 Penentuan tingkat delignifikasi pulp sebelum pengelantangan
(
)
(
)
f : Faktor koreksi untuk 50% larutan KmnO4 0,1 N yang terpakai
a : Volume Na2S2O3 0,1 N yang digunakan untuk blanko
b : Volume Na2S2O3 0,1 N yang digunakan untuk menitrasi sampel N : Normalitas Na2S2O3
T : Temperatur larutan = 25oC W : Berat pulp
Penentuan bilangan Kappa pada sampel pulp setelah proses pemasakan adalah :
(
)
Catatan : Penentuan bilangan Kappa ini digunakan untuk mengetahui jumlah ClO2 yang ditambahkan untuk pengelantangan I yang dilakukan
Dimana : ml ClO2 yang digunakan =
4.1.3 Penentuan % C-Organik
Penentuan Normalitas FeSO4 standar yang digunakan untuk menentukan %
C-Organik :
N FeSO4 : Normalitas FeSO4 standar
V FeSO4 : ml FeSO4 yang terpakai untuk blanko
N K2Cr 2O7 : Normalitas K2Cr2O7 yang digunakan sebagai larutan standar primer
V K2Cr2O7 : ml K2Cr2O7 yang digunakan untuk menstandarisasi
N FeSO4 =
Penentuan % C-Organik dalam sampel dapat dhtung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
V FeSO4 : ml FeSO4 standar yang digunakan untuk mentitrasi sampel
Catatan : nilai 0,33 menyatakan bahwa 1 grek K2Cr2O7 dapat mengoksidasi 3 grek
FeSO4 dan nilai 0,77 menyatakan bahwa hanya 77 % senyawa organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7
Berdasarkan data volume FeSO4 1,064 N yang terpakai dalam penentuan C-Organik dengan metode Walkey Black (Tabel 4.1) maka dapat ditentukan % C- Organik pada
sampel yaitu :
Hasil pengukuran C-Organik pada sampel pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan
4.1.4 Penentuan Viskositas
Penentuan viskositas pada sampel pulp dapat dihitung dengan menggunkan rumus
sebagai berikut :
V = C x T x D
Dimana
V : Viskositas dari larutan Cuppri Etilena Diamina pada 25oC (cP) C : Konstanta tabung viskosimeter
T : Efflux time (waktu alir larutan dari batas atas sampai batas bawah pada
viskosimeter ostwald
D : Densitas bubur pulp (=1,025)
Berdasarkan data T (effux time) yang diperlukan dalam penentuan viskosimeter pada
tabel 4.3 maka dapat ditentukan viskositas pada sampel yaitu :
Pengukuran I
Viskositas = 0,1041 x 166 x 1,052
= 18,18 Cp
Untuk data hasil pengukuran viskositas II dan III pada sampel pulp sebelum an
sesudah pengelantangan ditunjukkan pada tabel 4.2 pada lampiran (setiap pengukuran
viskositas masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali).
4.1.5. Penentuan kadar sulfida
Penentuan kadar sulfida pada sampel pulp dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Kadar sufida = OD
f
A×
Dimana :
A : Pembacaan konsentrasi sulfida pada alat spektrofotometer
f : Faktor pengenceran
OD : Berat kering sampel
Berdasarkan data berat kering sampel (OD) yang ditentukan untuk pengukuran
kadar sulfida dengan metode spektrofotometri (tabel 4.2) maka dapat ditentukan kadar
Untuk sampel pulp setelah proses pemasakan (Blowline)
Kadar sulfida =
41 , 16
1000 003
,
0 ppm×
= 0,1828 ppm
Untuk hasil pengukuran kadar sulfida pada sampel pada setiap tahapan
pengelantangan ditunjukkan pada tabel 4.3 pada lampiran.
4.2Pembahasan
Didalam penelitian ini, diperoleh bahwa % C-Oraganik, pada pulp setelah proses
pemasakan adalah 53,75%, setelah pengelantangan I (D0) oleh larutan ClO2 7,5 g/l
dengan variasi penambahan HCl 2 tetes : 51,93%, 4 tetes : 51,63%, 6 tetes : 51,19%.
51 51,5 52 52,5 53 53,5 54
0 2 4 6 8
Var ias i HCl 18,5 % (te te s )
%
C
-O
rag
an
ik
Didalam penelitian juga diperoleh bahwa, % C-Organik pada pulp setelah proses
pemasakan adalah 55,607%, pada tahap pengelantangan Do oleh klorindioksida
adalah 55,327%, pada tahap pengelantangan EP oleh NaOH dan H2O2 adalah
54,978%, pada tahap pengelantangan D1 dan D2 oleh ClO2 masing-masing adalah
54,510%, dan 53,906%.
Gambar 4.2.2. Kurva Perubahan % C-Organik Terhadap Setiap Tahapan
Pemutihan
Keterangan
1 : Pulp setelah proses pemasakan (Blowline)
2 : Tahap pemutihan D0 oleh ClO2
3 : Tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2
4 : Tahap pemutihan D1 oleh ClO2
5 : Tahap pemutihan D2 oleh ClO2
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa berkurangnya pH saat pengelantangan
oleh karena bertambahnya jumlah HCl yang ditambahkan pada saat pengelantangan I
(D0) oleh klorindioksida mengakibatkan semakin menurunnya % C-Organik pada pulp
hasil pengelantangan. Hal ini disebabkan karena degradasi lignin oleh larutan
klorindioksida dengan penurunan pH, menyebabkan molekul-molekul lignin terurai
menjadi molekul-molekul yang lebih kecil, yang terlarut didalam air, dan dapat
Didalam penelitian diperoleh bahwa viskositas pada sampel pulp setelah
proses pemasakan adalah 18,18 cP, setelah pengelantangan I (D0) menggunakan
klorindioksida 7,5 g/L dengan variasi penambahan HCl 18,5 % sebesar 2 tetes : 15,87
cP, 4 tetes : 15,03 cP, 6 tetes : 14,51 cP.
14 14,5 15 15,5 16
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Variasi pH
Vi
sk
o
si
ta
s (
c
P
)
Gambar 4.2.3 Kurva perubahan Viskositas terhadap Variasi pH dengan penambahan
HCl 18,5 %
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa berkurangnya pH saat pengelantangan
oleh karena bertambahnya jumlah HCl 18,5 % yang ditambahkan mengakibatkan
semakin turun viskositas dari pulp hasil pengelantangan. Hal ini disebabkan reaksi
klorindioksida dengan dengan karbohidrat mengoksidasi dan menguraikan
polimer-polimer selulosa dan hemiselulosa meningkat pada pH yang lebih rendah.
(Suhunan,S.2003)
Sifat-sifat polimer selulosa mengenai berat molekul dapat dipelajari dalam keadaan
Didalam penelitian diperoleh bahwa tingkat kecerahan (Brightness) sampel
pulp setelah proses pemasakan adalah 21,85 % ISO, setelah pengelantangan I (D0)
oleh klorindioksida pada variasi penambahan HCl 18,5 % sebesar 2 tetes 45,01 %
ISO, 4 tetes 45,76 % ISO, 6 tetes 45,90 % ISO.
Gambar 4.2.4 Kurva perubahan Kecerahan (Brigthness) Pulp terhadap variasi pH
dengan penambahan HCl 18,5 %.
Didalam penelitian juga diperoleh bahwa tingkat kecerahan pada pulp setelah
proses pemasakan adalah 23,69 % ISO, pada tahap pengelantangan D0 oleh ClO2
adalah 53,2 % ISO, pada tahap pengelantangan EP oleh NaOH dan H2O2 adalah
75,9 % ISO, dan pada tahap D1 dan D2 oleh ClO2 masing-masing adalah 86,7 % ISO,
dan 86,8 % ISO.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa delignifikasi pada setiap proses pengelantangan
meningkatkan kecerahan pulp. (Suhunan,S.2003)
Keterangan
1 : Pulp setelah proses pemasakan (Blowline)
2 : Tahap pemutihan D0 oleh ClO2
3 : Tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2
4 : Tahap pemutihan D1 oleh ClO2
5 : Tahap pemutihan D2 oleh ClO2
Didalam penelitian diperoleh bahwa kadar sulfida pada pulp setelah proses pemasakan
adalah 0,183 ppm, pada tahap pengelantangan D0 oleh ClO2 adalah 0,153 ppm, pada
tahap pengelantangan EP oleh NaOH dan H2O2 adalah 0,027 ppm, dan pada tahap D1
dan D2 oleh ClO2 masing-masing adalah 0,025 ppm, dan 0,020 ppm.
Hal ini dikarenakan sulfur dapat hilang sepanjang pencucian pulp tersebut.
(Reeve,D.W.1989)
Gambar 4.2.6 Kurva perubahan Kadar Sulfida didalam Pulp terhadap setiap Tahapan
Pengelantangan.
Keterangan
1 : Pulp setelah proses pemasakan (Blowline)
2 : Tahap pemutihan D0 oleh ClO2
3 : Tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2
4 : Tahap pemutihan D1 oleh ClO2
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Penelitian diperoleh % C-Organik, Viskositas, tingkat kecerahan, dan
kadar Sulfida didalam pulp :
1. Bilangan Kappa (tingkat delignifikasi) pada pulp sebelum proses pemutihan
adalah 13,65.
2. pH optimum yang didapat agar pemutihan pada tahap Do dengan
menggunakan ClO2 dihasilkan pulp yang memiliki kecerahan yang tinggi
adalah 1,4 dimana viskositas dari pulp tersebut menurun menjadi 14,01 cP dan
% C-Organiknya menjadi 51,19 %. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan
penambahan HCl untuk menurunkan pH pada tahap pemutihan D0 oleh ClO2 dapat meningkatkan kecerahan tetapi menurunkan viskositas pulp tersebut.
3. Kandungan Sulfida pada proses pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 menurun yaitu sebesar 0,027 ppm dimana kecerahannya meningkat menjadi 75,9 % ISO
dan %C-Organiknya adalah 45,978%. Oleh karena itu, dapat ditarik
kesimpulan bahwa pada tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 sangat mempengaruhi kehilangan kandungan sulfida dan meningkatkan kecerahan
pulp. Disamping itu kandungan C-Organik yang tinggi dapat menurunkan
kecerahan pulp tersebut.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya diperlukan analisa kandungan C-Organik,
viskositas, sulfida, dan tingkat kecerahannya dengan menggunakan sampel pulp dari
hasil pemasakan dan pemutihan pada setiap tahapannya dengan skala laboratorium
agar dapat dilihat dengan jelas pengaruh daripada parameter proses yang dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Alfred, W.,1988. Tropical Wood Pulp Symposium’88, Kanada : Arbokem Inc.
Batubara, R., 2006. Teknologi Bleaching Ramah Lingkungan, Medan :
USU Repository 2006.
Bolker, L., 1972. Pulp Paper. Canada : John And Miller Inc.
Brahmana.H.R, 2005. Kimia Pulp. Medan : USU Press
Casey, J.P. 1980. Pulp And Paper Chemistry And Chemical Tecnology. Third Edition.
New York : Willey Intersci.
Cowd.M, Stark.G, 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB.
Dominique, Christine, Yahya. 2006. Future Challenges In Chemical Pulp Bleaching.
Volume 60. Prancis: ATIP.
Hardjono, S., 1995. Kimia Kayu Dasar-Dasar Dan Penggunaanya. Edisi Kedua.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
James, E.K., 1979. Paper And Paper Board Manufacturing And Converting
Fundamentals. Chicago : Miller Freeman Publication.
Kenneth.E, 1981. Pulping Processes Mill Operations, Technology and Practices.
California : Miller Freeman. Inc.
Marteny. 1980. Semichemical Pulping, The Neutral Sulfite Semichemical.
New York : Willey-Intersci.
Muklis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. Terbitan Pertama. Medan : USU Press.
Reeve, D.W.,1989. Bleaching Chemistry, Pulp And Paper Manufacture.
Chicago : MillerFreeman, Inc.
Smook, G.A, 1982. Hand Book For Pulp And Pare Technologist. Boston : Miller
Freeman, Inc.
Sperling. L.H, 1986. Introduction to Physical Polymer Science. New York : John
Willey & Sons.
Suparmoko.M, 1999. Metode Penelitian Praktis. Edisi Keempat. Yogyakarta : BPFE-
Yogyakarta.
Suhunan. S, 2003. Bleaching Field Operator, Porsea : PT Toba Pulp Lestari, Tbk
Wegener. D, 1985. Wood : Chemistry, Ultrastructure, Reaction. Berlin : Walter de
Lampiran
Tabel 1. Data Pengukuran C-Organik dengan Metode Walkey Black
No Perlakuan % C - Organik
1 Sebelum tahap pengelantangan (Blowline) 55,75
2 Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
dengan penambahan HCl 2 tetes 51,93
3
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
dengan
penambahan HCl 4 tetes
51,63
4
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
dengan
penambahan HCl 6 tetes
51,19
5 Setelah proses pemasakan ( Blowline) 55,607
6 Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 55,327
7 Pengelantangan II (EP) menggunakan NaOH dan
H2O2 54,978
8 Pengelantangan III (D1) menggunakan ClO2 54,510
Tabel 2. Data Pengukuran Viskositas dengan Viskosimeter ”Cannon Fenske”
No Perlakuan Viskositas ( Cp)
1 Sebelum tahap pengelantangan (Blowline) 18,18
2 Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
dengan penambahan HCl 2 tetes 15,87
3
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
dengan
penambahan HCl 4 tetes
15,03
4
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
dengan
penambahan HCl 6 tetes
14,51
Tabel 3. Data Pengukuran Kadar Sulfida dengan metode Spektrofotometri.
No Perlakuan Kadar Sulfida
( ppm)
1 Setelah proses pemasakan ( Blowline)
0,183
2 Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
0,153
3 Pengelantangan II (EP) menggunakan NaOH
dan H2O2 0,027
4 Pengelantangan III (D1) menggunakan ClO2
0,025
5 Pengelantangan IV (D2) menggunakan ClO2