• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Sukubunga, Dan Inflasi Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil Di Bursa Efek Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Sukubunga, Dan Inflasi Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil Di Bursa Efek Indonesia"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

Anri Ayen Pane : Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Sukubunga, Dan Inflasi Terhadap Harga Saham

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROGRAM STRATA-1

FAKULTAS EKONOMI MEDAN

PENGARUH RISIKO SISTEMATIS, NILAI TUKAR, SUKU BUNGA, DAN INFLASI TERHADAP HARGA SAHAM

PADA INDUSTRI TEKSTIL DI BURSA EFEK INDONESIA

DRAFT SKRIPSI

OLEH :

ANRI AYEN PANE 050502105 MANAJEMEN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Medan

(2)

ABSTRAK

Anri Ayen Pane (2009). Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Inflasi terhadap Harga Saham pada Industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia. Di bawah bimbingan Drs. Nakman Harahap MSi, Prof. Ritha F. Dalimunthe, SE. Msi (Ketua Departemen Manajemen), Syafrizal Helmi Situmorang SE. Msi (Penguji I), T. M. Chairal Abdullah SE. MBA (Penguji II). Penelitian ini bertujuan untuk menguji bagaimana pengaruh

risiko sistematis, nilai tukar, suku bunga, dan inflasi terhadap harga saham secara simultan maupun secara bersama-sama. Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu “Apakah terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dan secara parsial antara risiko sistematis, nilai tukar, suku bunga, dan inflasi terhadap harga saham Industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia”.

Metode analisis yang digunakan untuk melihat pengaruh risiko sistematis, nilai tukar, suku bunga, dan inflasi adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis statistik yang berguna dalam analisis regresi linear berganda dan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis yaitu uji secara simultan (uji-F) dan uji secara parsial (uji-t) dengan tingkat signifikansi 5%. Pengolahan data menggunakan program Software SPSS (Statistic Package for the Social Sciens) 14.00 for windows.

Hasil simultan (uji-F) menunjukkan bahwa semua variabel independent berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hasil parsial (uji-t) menunjukkan bahwa variabel risiko sistematis dan inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Variabel nilai tukar berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham, sedangkan variabel suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yaitu terdapat pengaruh signifikan variabel independent terhadap harga saham, dan secara parsial risiko sistematis, nilai tukar, dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap haarga saham.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa, Anak, dan Roh

Kudus karena atas segala kasih, berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan dan mempersembahkan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Departemen Manajemen pada Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

Penulis mempersembahkan skripsi saya ini kepada Ibunda tercinta

K. Manullang sebagai ucapan terima kasih dan rasa hormat, yang telah banyak

memberikan motivasi, nasehat, bantuan, kasih sayang, dan terutama doanya yang

telah menuntun hidup penulis. Dan juga kepada ayahanda O. Pane (alm) yang

telah menjadi panutan dan berkat bagi penulis.

Selama masa perkuliahan hingga penulisan skripsi ini, penulis telah banyak

mendapatkan bimbingan, nasehat, dan dorongan dari berbgai pihak. Pada

kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc selaku Dekan FE USU.

2. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE. MSi selaku Ketua Departemen

Manajemen FE USU.

3. Ibu Dra. Nisrul Irawati, MBA selaku Dosen Wali yang telah banyak

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama masa kuliah.

4. Bapak Drs. Nakman Harahap, Msi selaku Dosen Pembimbing yang telah

(4)

5. Bapak Syafrizal Helmy, SE, MSi selaku Dosen Penguji I yang telah

banyak membimbing dan memberikan saran kepada penulis.

6. Bapak selaku T. M. Chairal Abdullah, SE. MBA selaku Dosen Penguji II

yang telah banyak membimbing dan memberikan saran kepada peneliti.

7. Seluruh Dosen dan Pegawai FE USU untuk segala jasa-jasa selama

perkuliahan.

8. Keluarga intiku (b’Liber, b’Lontar (alm), k’Ristauli, k’Norma Hotmaida,

b’Robinson, b’Alfrento, k’Ridhe, k’Sulastri, b’Erwis, k’Nurcahaya,

b’Arnot, kakak ipar, abang ipar/Lae, dan keponakan-keponakan) yang

telah memberi dorongan, motivasi, serta yang menjadi penyemangat hidup

penulis.

9. Keluarga besarku dari pihak Ayahanda dan Ibunda (Opung,

Tulang/Nantulang, Amg/Ing Tua, Amg/Ing Uda, sepupu-sepupuku)

10. Teman-teman seperjungan di Manajemen stambuk 2005 khususnya

(Rumiris, Rina, Irma T, Leonard-teman satu kamarku, Krisman, Octa,

Freddy, Togu, Alpa, Teguh, Leonardo G, Deniel, Aron, Hary,

da_BfL-T.Putri-Corry-Clara-Nila-Asrani-Elma-Dian, Rika Amanita, Corry S,

Triyanti, Irma S, Pestaria, Kristina, Enny,

SasfEm-Maria-Dona-Sarah-Vriescha-Desy, Hany, Purti T, Lidya, Fika, Ester S, Ester FI, Syahbrini,

Nova, Tovariga, Dinda, Tia, Wendy, Nurul, Herawati), dan bagi

teman-teman lainnya. Abang dan kakak senior serta adik-adik junior FE USU.

11. Sahabat-sahabatku (Linda, Limawati, Hotma, k’Dewi, Ripandu, Lilis n

tHe g3Nk, Fanny, Samuel, Naomy, Dina, Holong, Maria, Juni, Grace,

(5)

12. Teman-teman Sekost (Juanda, Chandra, Joshua, b’Aswin, b’Cristian) dan

teman-teman lainnya.

Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan peneliti selanjutnya.

Medan, Maret 2009 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Kerangka Konseptual ... 8

D. Hipotesis ... 11

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1. Tujuan Penelitian ... 12

2. Manfaat Penelitian ... 12

F. Metode Penelitian ... 13

1. Batasan Operasional ... 13

2. Defenisi Operasional Variabel... 13

3. Populasi dan Sampel ... 18

4. Teknik Pengumpulan Data ... 19

5. Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

6. Jenis Data ... 20

7. Metode Analisis Data ... 20

BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahul ... 26

B. Harga Saham ... 27

C. Risiko Sistematis ... 29

D. Nilai Tukar ... 31

1. Jenis-jenis Sistem Nilai Tukar ... 31

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Nilai Tukar ... 33

3. Hubungan Perubahan Nilai Tukar dengan Harga Saham ... 35

E. Suku Bunga ... 35

1. Fungsi Suku Bunga dalam Perekonomian ... 35

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Suku Bunga ... 36

3. Hubungan Suku Bunga dengan Harga saham ... 36

F. Inflasi ... 37

G. Indeks Harga Saham ... 40

(7)

B. Sejarah Pertekstilan Indonesia ... 44

C. Gambaran Umum Industri Tekstil Indonesia ... 45

1. PT. Eratex Djaja Tbk ... 45

2. PT. Ever Shine Textile I. Tbk ... 45

3. PT. Panasia Indosyntex Tbk ... 46

4. PT. Karwell Indonesia Tbk ... 46

5. PT. Hanson International ... 47

6. PT. Panasia Filament Inti Tbk ... 47

7. PT. Pan Brithers Tex Tbk ... 48

8. PT. Roda Vivatex Tbk ... 48

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI A. ANALISIS DESKRIPTIF ... 49

1. Deskripsi Harga Saham ... 49

2. Deskripsi Risiko Sistematis ... 51

3. Deskripsi Nilai Tukar ... 54

4. Deskripsi Suku Bunga ... 56

5. Deskripsi Inflasi ... 58

B. ANALISIS STATISTIK ... 60

1. Analisis Regresi Berganda ... 60

a. Uji Normalitas ... 63

b. Uji Heterokedastisitas ... 64

c. Uji Autokorelasi ... 66

d. Uji Multikolinearitas ... 67

2. Pengujian Hipotesis ... 69

a. Uji Serempak (Uji-F) ... 69

b. Uji secara Parsial (Uji-t) ... 71

1. Risiko Sistematis ... 71

2. Nilai Tukar ... 73

3. Suku Bunga ... 74

4. Inflasi ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 77

B. SARAN ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... ix

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Harga Saham Industri Tekstil ... 3

Tabel 1.2 Indikator Ekonomi ... 5

Tabel 1.3 Jumlah Sampel Berdasarkan Karakteristik Penarikan Sampel ... 18

Tabel 1.4 Sampel Penelitian ... 19

Tabel 1.5 Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi ... 23

Tabel 4.1 Harga Saham pada Industri Tektsil yang terdaftar di BEI Periode Tahun 2004-2007 ... 49

Tabel 4.2 Risiko Sistematis pada Industri Tektsil yang terdaftar di BEI Periode Tahun 2004-2007 ... 51

Tabel 4.3 Nilai Tukar pada Industri Tektsil yang terdaftar di BEI Periode Tahun 2004-2007 ... 54

Tabel 4.4 Suku Bungapada Industri Tektsil yang terdaftar di BEI Periode Tahun 2004-2007 ... 56

Tabel 4.5 Inflasi pada Industri Tektsil yang terdaftar di BEI Periode Tahun 2004-2007 ... 58

Tabel 4.6 Hasil Estimasi Regresi ... 60

Tabel 4.7 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov ... 63

Tabel 4.8 Hasil Uji Park Test ... 66

Tabel 4.9 Hasil Uji Durbin-Watson Test ... 67

Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolinearitas ... 68

Tabel 4.11 Hasil Uji Simultan (Uji-F) ... 69

(9)

DAFTAR

GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual ... 11 Gambar 4.1 Hasil Uji Normal P-P Plot of Regression

Standardized Residual ... 64

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka

panjang yang dapat diperjualbelikan. Menurut Jones (dalam Utami dan Mudjilah,

2003 : 125). Pasar modal dapat digunakan untuk memperoleh dan menyalurkan

dana, dimana terjadi alokasi dana dari pihak yang kelebihan dana yaitu investor

kepada pihak yang kekurangan dana yaitu emiten. Kehadiran pasar modal dapat

memperbanyak pilihan sumber dana bagi emiten, serta menambah pilihan

investasi bagi investor. Investasi meliputi saham, obligasi, valuta asing, deposito,

dan produk derivatif lainnya.

Menurut Buku Panduan Investasi di Pasar Modal Indonesia (2003), saham

adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan, dan

pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan.

Harga sebuah saham sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran,

harga suatu saham akan cenderung naik bila suatu saham mengalami kelebihan

permintaan dan cenderung turun jika terjadi kelebihan penawaran (Dedi dan

Riyatno, 2007 : 26)

Industri tekstil Indonesia merupakan salah satu industri prioritas nasional

yang masih prospektif untuk dikembangkan. Dengan populasi lebih dari 230 juta

penduduk, Indonesia menjadi pasar yang sangat potensial. Industri tekstil

merupakan industri padat karya, yang sedikitnya telah menyerap 1,8 juta tenaga

(11)

dapat dengan mudah terakomodasi oleh melimpahnya tenaga kerja dan dengan

tingkat upah yang lebih kompetitif, khususnya dibandingkan dengan kondisi di

negara industri maju. Industri tekstil adalah industri yang berorientasi ekspor yang

merupakan sektor perusahaan manufaktur (www.textile.web.id)

Produk tekstil Indonesia di pasar global masih cukup diperhitungkan. Tahun

2006, Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara pengekspor Tekstil dan Produk

Tekstil (TPT) terbesar dunia. Indonesia menempati posisi keempat dalam ekspor

tekstil dengan nilai US$ 3,9 miliar. Tahun 2007 kinerja ekspor diperkirakan

mencapai US$ 9,9 miliar, meningkat sekitar 9% dibandingkan tahun sebelumnya

sebesar US$ 9,2 milyar, sehingga industri tekstil masih menjadi penyumbang

devisa non-migas terbesar. Namun demikian, industri tekstil masih menghadapi

berbagai hambatan dan kendala, antara lain dengan maraknya produk impor

terutama dari China, baik yang masuk secara legal maupun illegal

Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat memberikan dampak yang

berbeda-beda pada pertumbuhan suatu perusahaan. Pertumbuhan suatu

perusahaan dapat dilihat dari harga saham perusahaan tersebut. Harga saham

sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran, harga suatu saham

akan cenderung naik bila suatu saham mengalami kelebihan permintaan dan

cenderung turun jika terjadi kelebihan penawaran. Menurut Boedie at al (dalam

Utami dan Mudjilah, 2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi harga

saham yaitu profitabilitas, suku bunga, inflasi, nilai tukar, tingkat pengangguran,

(12)

Kondisi perekonomian Indonesia secara makro dapat menjadi bahan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan investor atas penempatan dananya

pada suatu jenis sektor usaha. Meskipun ada perbaikan yang cukup berarti, harus

diakui bahwa peran sektor industri dalam ekonomi nasional masih lebih rendah

dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis.

Pada beberapa tahun terakhir, perusahaan Tekstil Indonesia ada yang

pertumbuhan dan ada pula yang mengalami kemerosotan dilihat dari harga

sahamnya, seperti pada Tabel 1.1 .

Tabel 1.1

Harga Saham Industri Tekstil

No Emiten Tahun Keterangan

2003 2004 2005 2006 2007

1 ERTX 210 130 100 140 190 Berfluktuasi

2 RDTX 900 405 375 380 355 Berfluktuasi

Sumber :

Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa saham seluruh emiten yang terdiri

dari ERTX, RDTX berfluktuasi. Harga saham emiten ERTX (Eratex Djaja Tbk)

mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2004, harga sahamnya

mengalami depresiasi sebesar 38.1%, pada tahun 2005 mengalami depresiasi

sebesar 23,1% dibandingkan tahun 2004, dan pada tahun selanjutnya saham

emiten ERTX mengalami apresiasi, yaitu sebesar 40% tahun 2006 dan pada tahun

2007 sebesar 35,7%. Investor lebih tertarik untuk menanamkan modalnya apabila

harga saham suatu emiten mengalami apresiasi lebih besar dibandingakan

(13)

Harga saham emiten RDTX (PT. Roda Vivatex Tbk.) pada tahun 2004

mengalami depresiasi sebesar 55,00%, dan pada tahun 2005 juga mengalami

depresiasi sebesar 7,41%. Pada tahun 2006 harga saham emiten RDTX

mengalami apresiasi sebesar 1,33%, sedangkan pada tahun 2007, harga saham

emiten RDTX mengalami depresiasi sebesar 6,58%.

Pada umumnya hampir semua investasi yang meliputi saham, obligasi,

valuta asing, deposito, dan derivatif lainnya mengandung unsur ketidakpastian

(uncertainty) yang sering disebut risiko. Akan tetapi, saham merupakan sekuritas

yang mempunyai risiko yang tinggi dibandingkan dengan sekuritas yang lain

(Haryanto dan Riyatno, 2007:24). Ada dua jenis risiko, yaitu risiko sistematis dan

nonsistematis. Risiko sistematis yaitu risiko yang tidak dapat didiversifikasi atau

yang tidak dapat dihilangkan. Apabila risiko sistematis muncul, maka semua jenis

saham terkena dampaknya sehingga investasi dalam satu jenis saham atau lebih

tidak dapat mengurangi kerugian. Misalnya risiko yang ditimbulkan oleh

ekonomi, sosial, politik. Risiko nonsistematis yaitu risiko yang dapat

didiversifikasi atau risiko yang dapat dihilangkan dan tidak relevan pada

peramalan investor atas return masa yang akan datang.

Seorang investor haruslah mampu menghadapi risiko dari dana yang

diinvestasikannya, akan tetapi di sisi lain investor juga dihadapkan pada peluang

mendapatkan return yang lebih besar pada waktu yang sangat singkat. Apabila

investor ingin mengharapkan return yang lebih tinggi maka harus bersedia

menanggung risiko yang lebih tinggi juga, hal tersebut sesuai dengan “high risk

(14)

Kondisi perekonomian Indonesia tahun 2003-2007 mengalami peningkatan

yang diwujudkan kinerja indikator makro ekonomi yang semakin membaik yang

dapat juga berpengaruh terhadap industri Tekstil yang tercermin dari harga saham

setiap perusahaan. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.2

Tabel 1.2 Indikator Ekonomi

No Indikator Tahun

2003 2004 2005 2006 2007

1 Inflasi 6,25 % 6.40 % 17.11 % 6.60 % 6.59 %

2 Suku Bunga 10,09% 8,29 % 7,42 % 12, 75% 9,75 %

3 Nilai Tukar 8.574 8.929 9.709 9.163 9.144

Sumber :

Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa inflasi yang terjadi selama

lima tahun tersebut mengalami fluktuasi. Inflasi merupakan kecenderungan

terjadinya peningkatan harga produk secara keseluruhan ( Tandelilin,2001:212 ).

Inflasi akan menyebabkan terjadinya kenaikan suku bunga perusahaan yang pada

akhirnya juga akan menyebabkan hutang pada pihak ketiga berupa beban bunga

akan menjadi meningkat. Pada tahun 2004 inflasi menjadi 6,40 %, dan pada tahun

2005 inflasi Indonesia naik tajam menjadi 17,11%. Setelah pada tahun 2006,

inflasi kembali menurun menjadi 6,60% dan pada Desember 2007, inflasi menjadi

6,59% .

Suku bunga adalah harga yang harus dibayar atas modal yang atas modal

pinjaman, dan dividen serta keuntungan modal yang merupakan hasil dari modal

ekuitas (Brigham (2001 : 158). Suku bunga yang berlaku di Indonesia selama lima

(15)

oleh Bank Indonesia, maka fluktuasi suku bunga sudah terkendali. Suku bunga

pada tahun 2004 sebesar 8,29% lebih rendah dibandingkan suku bunga pada

tahun 2003 yang mencapai 10,09%. Pada tahun 2005 suku bunga juga menurun

yaitu 7,42% dibandingkan pada tahun 2004. Pada tahun 2006, suku bunga

Indonesia naik menjadi 12,75% dan pada tahun 2007 turun menjadi yang menjadi

9, 75 % .

Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam

mata uang negara lainnya. Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa selama

lima tahun terakhir, rata-rata nilai tukar rupiah Indonesia berfluktuasi terhadap

dolar US. Pada tahun 2004, rata-rata nilai tukar mengalami depresiasi (pelemahan

nilai tukar) sebesar 4,14% dibandingkan pada tahun 2003. Pada tahun 2005, nilai

tukar rupiah juga mengalami depresiasi sebesar 8,74% dibandingkan tahun 2004.

Pada tahun 2006, rupiah Indonesia mengalami apresiasi (penguatan nilai tukar)

sebesar 5,62% apabila dibandingkan rata-rata nilai tukar pada tahun 2005. Pada

tahun 2007, rupiah Indonesia juga mengalami apresiasi terhadap dolar US sebesar

0,21% apabila dibandingkan tahun 2006.

Nilai tukar rupiah Indonesia mengalami apresiasi terhadap dolar US berarti

jumlah rupiah yang dikeluarkan untuk mendapatkan dolar US lebih sedikit

dibandingkan jumlah rupiah yang dikeluarkan pada periode sebelumnya.

Sebaliknya, apabila nilai tukar rupiah Indonesia mengalami depresiasi terhadap

dolar US berarti jumlah rupiah yang dikeluarkan untuk mendapatkan dolar US

lebih banyak dibandingkan jumlah rupiah yang dikeluarkan pada periode

(16)

Fluktuasi nilai tukar dapat menjadi pertimbangan bagi para investor.

Apabila nilai tukar mata uang suatu negara berfluktuasi tajam dan mengalami

apresiasi, maka investor cenderung tidak tertarik berinvestasi di negara tersebut.

Apabila mata uang suatu negara berfluktuasi tidak terlalu tajam dan mengalami

apresiasi, maka investor cenderung lebih tertarik berinvestasi di negara tersebut.

Investor lebih tertarik lagi, apabila nilai tukar suatu negara terus tidak

terdepresiasi, akan tetapi kejadian tersebut tidak pernah terjadi karena harga

saham dapat berubah sewaktu-waktu, dan harga saham dipengaruhi banyak faktor.

Pasar modal Indonesia yang semakin berkembang, menuntut pengetahuan

yang baik dalam berinvestasi saham di pasar modal, sehingga penulis mencoba

meneliti pengaruh risiko sistematis, nilai tukar, suku bunga, dan inflasi terhadap

harga saham. Penelitian ini melibatkan industri Tekstil yaitu dengan judul

“ Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Inflasi terhadap Harga Saham pada Industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia ”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka

dirumuskan masalah sebagai berikut :

a. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara

Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Inflasi terhadap

Harga Saham Industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia ?

b. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara Risiko

Sistematis, Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Inflasi terhadap Harga

(17)

C. Kerangka Konseptual

Harga saham sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran,

harga suatu saham akan cenderung naik bila suatu saham mengalami kelebihan

permintaan dan cenderung turun jika terjadi kelebihan penawaran. Menurut

Boedie et. al. (dalam Utami dan Mudjilah, 2003) menyatakan bahwa faktor yang

mempengaruhi harga saham yaitu profitabilitas, suku bunga, inflasi, nilai tukar,

tingkat pengangguran, transaksi berjalan, defisit anggaran.

Variabel profitabilitas tidak dimasukkan dalam penelitian ini karena sudah

banyak penelitian yang membuktikan bahwa analisis fundamental mempunyai

pengaruh terhadap harga saham. Variabel tingkat pengangguran juga tidak

dimasukkan dalam penelitian ini karena sudah tercakup pada tingkat inflasi

sebagaimana dikatakan oleh Samuelson (dalam Utami dan Mudjilah, 2003),

yakni: “the phillip curve illustrates the trade-off theory of inflation. According to

this view, a nation can buy a lower level of unemployment if is willing to pay the price level of inflation”. Selain itu transaksi berjalan juga diabaikan karena sudah

tercakup dalam nilai tukar sebagaimana diungkapkan oleh Samuelson; bahwa

pergerakan nilai tukar akan terus berlanjut sampai neraca modal dan neraca

berjalan kembali dalam posisi keseimbangan.

Defisit anggaran tidak digunakan dalam penelitian ini yaitu karena defisit

anggaran terjadi bila pengeluaran pemerintah lebih besar dari penerimaan pajak.

Bila defisit anggaran ini ditutup dengan cara menerbitkan obligasi pada pasar

modal maka secara otomatis harga saham akan terpengaruh. Namun defisit

anggaran yang terjadi di Indonesia ditutup dengan utang luar negeri sehingga

(18)

Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam

mata uang negara lainnya (Sukirno, 2004 : 397), maksudnya mengukur nilai suatu

valuta suatu negara dari perspektif valuta negara lain. Hubungan nilai tukar

dengan harga saham adalah berlawanan arah (negatif) dimana pada saat nilai tukar

terdepresiasi maka harga saham naik, dan pada saat nilai tukar megalami apresiasi

maka harga saham turun.

Banyak penelitian menemukan bahwa di dalam kondisi yang normal dimana

fluktuasi nilai tukar yang tidak terlalu tinggi, hubungan perubahan nilai tukar

terhadap harga saham adalah positif. Namun, apabila terjadi depresiasi ataupun

apresiasi nilai tukar maka hubungan nilai tukar dengan harga saham adalah

negatif. Nilai tukar dimasukkan dalam penelitan ini karena nilai tukar saat ini

sering berfluktuasi yang dapat mengakibatkan pasar modal Indonesia mengalami

kemunduran yang berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Dan adanya

perbedaan pendapat hubungan antara nilai tukar dengan harga saham.

Inflasi merupakan kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk

secara keseluruhan ( Tandelilin,2001:212 ). Kenaikan harga dari satu atau dua

barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau

mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Inflasi akan menyebabkan

terjadinya kenaikan suku bunga perusahaan yang pada akhirnya juga akan

menyebabkan hutang pada pihak ketiga berupa beban bunga akan menjadi

meningkat.

Perubahan suku bunga dapat mempengaruhi variabilitas return suatu

investasi yang tercemin akibat perubahan harga saham (Tandelilin, 2001:48-49).

(19)

paribus. Apabila suku bunga meningkat maka harga saham akan turun, hal

tersebut dapat terjadi karena investor akan lebih tertarik terhadap investasi yang

terkait dengan suku bunga (misalnya deposito) dengan cara memindahkan

investasinya dari saham.

Risiko sistematis menurut James dan Ross (Tandelilin, 2001) yaitu “a

sistematic risk is any risk that effects a large number of assets, each to a greater or lesser degree”. Risiko pasar berhubungan dengan perubahan yang terjadi di

pasar secara keseluruhan, perubahan tersebut akan mempengaruhi variabilitas

return suatu investasi. Risiko sistematis diukur melalui indeks beta. Indeks beta

adalah angka yang menunjukkan tingkat sensitivitas suatu saham terhadap kondisi

pasar secara umum atau mengukur sampai sejauh mana harga saham individual

berfluktuasi bersamaan dengan berfluktuasinya harga pasar. Beta merupakan

pengukur volatilitas (votality) return suatu sekuritas atau potofolio terhadap return

pasar. Dengan demikian, beta merupakan risiko sistematik (systematic risk) dari

suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar (Jogiyanto, 2003 :

265-266).

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan

sebelumnya, maka variabel yang mempengaruhi harga saham digunakan dalam

penelitian ini yaitu risiko sistematis dan nilai tukar. Kerangka konseptual dapat

(20)

Gambar 1.1 : Kerangka Konseptual

Sumber : Utami dan Mudjilah, 2003 (1/10/2008, diolah)

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, oleh karena itu jawaban yang diberikan masih berdasar pada teori yang

relevan dan belum didasarkan pada faktor-faktor empiris yang diperoleh melalui

pengumpulan data (Sugiyono, 2005:51). Hipotesis tersebut tentang perilaku,

fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi.

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan pada rumusan masalah,

maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Faktor Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Inflasi

mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap Harga

Saham Industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia. RESIKO

SISTEMATIS (X1)

INFLASI (X4) SUKU BUNGA

(X3) NILAI TUKAR

(X2)

(21)

2. Faktor Risiko Sistematis, Nilai Tukar, dan Inflasi mempunyai pengaruh

yang signifikan secara parsial terhadap Harga Saham Industri Tekstil di

Bursa Efek Indonesia.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Menguji dan menganalisis pengaruh antara variabel risiko sistematis,

nilai tukar, suku bunga, dan inflasi terhadap harga saham Industri

Tekstil di Bursa Efek Indonesia secara simultan.

b. Menguji dan menganalisis pengaruh antara variabel risiko sistematis,

nilai tukar, suku bunga, dan inflasi terhadap harga saham Industri

Tekstil di Bursa Efek Indonesia secara parsial.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi Investor

Penelitian ini bermanfaat untuk bahan pertimbangan dan

rekomendasi dalam pengambilan keputusan melakukan investasi

pada saham industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia.

b. Bagi Peneliti lain

Penelitian ini dapat bermanfaat menambah pengetahuan serta dapat

memberikan informasi sebagai referensi atau perbandingan bagi

peneliti lain dalam penelitian mengenai Risiko Sistematis, Nilai

Tukar, Suku Bunga, Inflasi, dan Harga Saham pada ruang lingkup

dan kajian yang lebih luas.

(22)

Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan

dan menambah wawasan penulis dalam bidang keuangan khususnya

yang menyangkut Risiko Sistematis dan Nilai Tukar, Suku Bunga,

Inflasi, dan Harga Saham.

F. Metodologi Penelitian 1. Batasan Operasional

Adapun yang menjadi batasan operasional dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian,

yaitu :

1. Variabel Bebas (Independent variable) yang terdiri dari risiko

sistematis, nilai tukar, suku bunga, dan inflasi.

2. Variabel Terikat (Dependent variable) yaitu harga saham.

b. Perusahaan yang menjadi sampel penelitian adalah perusahaan Tekstil

yang terdaftar di BEI selama tahun 2004-2007.

c. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data laporan keuangan dan harga saham perusahaan yang termasuk

dalam Industri Tekstil di BEI tahun 2004-2007 serta data Indeks

Harga Saham Gabungan yang dipublikasikan BEI.

2. Data Nilai Tukar, Suku Bunga, Inflasi pada tahun 2004-2007 yang

dipublikasikan Bank Indonesia.

2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(23)

a. Variabel Terikat (Dependent Variable) (Y)

Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga saham

masing-masing perusahaan yang termasuk industri Tekstil yang terdaftar di

BEI. Harga saham dihitung dari harga saham penutupan (closing price) pada

setiap hari transaksi yang dikalkulasikan menjadi rata-rata bulanan dan

menjadi rata-rata tahunan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Rata-rata harga saham bulanan =

transaksi hari harian saham a h ∑ ∑ arg

Rata-rata harga saham tahunan =

12

arga saham bulanan h

b. Variabel Bebas (Independent Variable) 1. Risiko Sistematis (beta =β) (X1)

Beta merupakan suatu pengukur volatilitas (volatility) return suatu

saham atau portofolio terhadap return pasar (indeks pasar). Dengan

demikian Beta merupakan pengukur risiko sistematik (systematic risk)

dari suatu sekuritas atau saham relatif terhadap resiko pasar, atau

hubungan antara tingkat hasil aset beresiko terhadap tingkat hasil

pasar. Dalam menghitung nilai beta, terlebih dahulu dilakukan

perhitungan terhadap return pasar (Rm ) dan return saham individual t

(Rit).

Rmt diperoleh dari return indeks harga saham gabungan (IHSG)

dengan menggunakan rumus (Jogiyanto, 2003:232):

(24)

Dimana :Rm t = ingkat return pasar pada bulan ke-t

t

IHSG = indeks harga saham gabungan pada bulan ke-t

1

t

IHSG = indeks harga saham gabungan sebelum bulan ke- t

Return saham merupakan return suatu saham adalah hasil yang

diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham

periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan

dividen, diperoleh dengan menggunakan rumus (Jogiyanto, 2003

:110): 1 1 − − − = t t t t P P Rit

Dimana, Ri t = return saham individual bulan ke-t

t

P = harga saham pada bulan ke-t

1

t

P = harga saham sebelum bulan ke-t

Selanjutnya Beta (β) pada masing-masing perusahaan dihitung

dengan menggunakan model linier sederhana sebagai berikut

(Jogiyanto, 2003:233):

e

Rm

i

i

Ri

t

=

α

+

β

.

t

+

2 2

)

(

t t t t t t

Rm

Rm

n

Ri

Rm

Ri

Rm

n

i

×

=

β

Dimana, n = jumlah sampel

i

β = risiko sistematis

t

Rm = tingkat return pasar bulan ke t

t

(25)

e = kesalahan residul (residual error)

αi = nilai ekspektasi dari return saham terhadap

return pasar. 2. Nilai Tukar (X2)

Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan

dalam mata uang negara lainnya (Sukirno, 2004:397), maksudnya

mengukur nilai suatu valuta suatu negara dari perspektif valuta negara

lain. Nilai tukar diukur dari perubahan nilai tukar mata uang rupiah

Indonesia terhadap dolar Amerika Serikat setelah disesuaikan dengan

tingkat inflasi (dalam Utami dan Mudjilah, 2003), dengan

menggunakan rumus :

Rata-rata nilai tukar tahunan =

12

bulanan tukar

nilai

Fluktuasi nilai tukar akan berpengaruh terhadap total pendapatan

operasional sebagai hasil dari keuntungan. Oleh karena itu, maka

rata-rata nilai tukar akan dikaitkan dengan gross profit pada laporan

keuangan masing-masing perusahaan.

Dapat digunakan rumus sebagai berikut :

=

tahunan tukar

nilai rata rata

profit Gross

3. Suku Bunga (X3)

Suku bunga yaitu berupa suku bunga riil yang dihitung dariperubahan

suku bunga SBI jangka waktu satu bulan yang telah disesuaikan

dengan tingkat inflasi (Utami dan Rahayu, 2003), yang dihitung

(26)

Rata-rata suku bunga tahunan =

12

bulanan bunga

suku

Perubahan tingkat suku bunga akan berpengaruh terhadap hutang

masing-masing perusahaan kepada pihak ketiga (liabilities). Sehingga

akan didapat perubahan tingkat suku bunga yang berbeda dari

masing-masing perusahaan, dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

= Rata-rata suku bunga tahunan x Total Liabilities

4. Inflasi (X4)

Inflasi merupakan kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk

secara keseluruhan (Tandelilin,2001:212). Data inflasi yang

dipergunakan dalam penelitian ini adalah data perbulan yang kemudian

dirata-ratakan menjadi data tahunan dengan menggunakan rumus :

Rata-rata inflasi tahunan =

12

perbulan Inflasi

Inflasi akan menyebabkan terjadinya kenaikan suku bunga perusahaan

yang pada akhirnya juga akan menyebabkan hutang industri tekstil

pada pihak ketiga berupa beban bunga akan menjadi meningkat. Oleh

karena itu, rata-rata inflasi tahun ini akan dikaitkan dengan beban

bunga (interest expense) masing-masing perusahaan, dirumuskan

sebagai berikut :

(27)

3. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penellitian ini yaitu perusahaan tekstil yang

listing atau yang terdaftar di BEI selama periode tahun 2004-2007. Pengambilan

sampel penelitian menggunakan metode non probabality sampling dengan cara

purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan menggunakan karakteristik

tertentu (Sugiyono, 2005:87). Kriteria penarikan sampel dalam penelitian ini :

a. Perusahaan Tekstil yang terdaftar di BEI dan tidak pernah (suspend).

b. Perusahaan Tekstil yang mempublikasikan laporan keuangan pertahun

dan dalam satuan rupiah selama periode tahun 2004-2007.

c. Perusahaan Tekstil yang mempublikasikan harga saham perbulan

selama periode tahun 2004-2007.

Tabel 1.3

Jumlah Sampel Berdasarkan Karateristik Penarikan Sampel

No Karakteristik Perusahaan Jumlah

1 Perusahaan Tekstil yang terdaftar di BEI tahun 2004-2007 20

2 Perusahaan pernah di-suspend selama tahun 2004 – 2007 (3)

3 Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan keuangan

pertahun dan tidak dalam satuan rupiah selama periode tahun

2004-2007

(4)

5 Perusahaan yang tidak mempublikasikan harga saham perbulan (5)

Jumlah Sampel 8

(28)

Berdasarkan karateristik penarikan sampel pada Tabel 1.3 , maka diperoleh

sampel penelitian sebanyak 8 perusahaan Tekstil. Adapun perusahaan yang

dijadikan sebagai sampel adalah pada Tabel 1.4 .

Tabel 1.4 Sampel penelitian

No Kode Emiten Nama Emiten Tanggal Listing

1 ERTX Eratex Djaja Tbk 21 Agustus 1990

2 ESTI Ever Shine Textile I. Tbk 13 Oktober 1992 3 HDTX Panasia Indosyntex Tbk 06 Juni 1990 4 KARW Karwell Indonesia Tbk 20 Desember 1994 5 MYRX Hanson International Tbk 31 Oktober 1990 6 PAFI Panasia Filament Inti Tbk 22 Juli 1997 7 PBRX Pan Brothers Tex Tbk 16 Agustus 1990

8 RDTX Roda Vivatex Tbk 14 Mei 1990

Sumber:

(1/10/2008, diolah)

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumentasi dengan

mengumpulkan data pendukung literatur, jurnal, dan buku-buku referensi

untuk mendapatkan gambaran masalah yang diteliti serta mengumpulkan

data sekunder yang relevan dari laporan yang dipublikasikan Bursa Efek

Indonesia dan Bank Indonesia.

5. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di BEI melalui situs

(29)

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yaitu dimulai pada bulan Agustus 2008 sampai bulan

Februari 2009.

6. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif

yang bersumber dari data sekunder. Data sekunder yaitu berasal dari

publikasi Bursa Efek Indonesia tentang data emiten, laporan-laporan yang

dipublikasikan oleh Bank Indonesia, berbagai hasil penelitian dan buku

referensi, jurnal-jurnal, majalah-majalah, laporan harga saham yang terdapat

di Bursa Efek Indonesia.

7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis deskriptif dan metode analisis statistik.

A Metode analisis deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data-data

yang dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan secara

objektif sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai topik yang

dibahas.

B Metode analisis statistik

1. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh

dari risiko sistematis, nilai tukar, suku bunga, dan inflasi terhadap harga

saham. Model yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y = a + b1 X1 + b 2X2 + b3 X 3+ b4 X4 + e

(30)

X1 =Resiko sistematis (beta = iβ )

X2 = Nilai Tukar

X3 = Suku Bunga

X4 = Inflasi

b1 = Koefisien regresi variabel X1

b2 = Koefisien regresi variabel X2

b3 = Koefisien regresi variabel X3

b4 = Koefisien regresi variabel X4

e = Standard error

Sebelum melakukan analisis regresi, agar didapat perkiraan yang efisien dan

tidak bias maka dilakukan pengujian asumsi klasik. Ada beberapa kriteria

persyaratan asumsi klasik yang harus dipenuhi, yaitu:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengtahui apakah dalam sebuah model

regresi, variabel independen dan variabel dependen atau keduanya berdistribusi

normal atau tidak. Model yang paling baik hendaknya berdistribusi data normal

atau mendekati normal (Situmorang at al, 2008:55-62). Metode yang digunakan

untuk menguji normalitas adalah dengan menggunakan Uji Kolmogrov Smirnov

terhadap nilai standar residual hasil persamaan regresi. Apabila probabilitas hasil

Uji Kolmogrov Smirnov lebih besar dari 5%, maka data berdistribusi normal, dan

demikian sebaliknya. Selain itu, deteksi normalitas dapat dilakukan dengan

melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-P Plot

of Regression Standardized Residual. Apabila data menyebar di sekitar garis

(31)

jauh dari garis diagonal atau titik tidak mengikuti arah garis diagonal maka regresi

tidak memenuhi asumsi normalitas.

b. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah

model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain (Situmorang at al, 2008:62-77). Jika varians dari residual

satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas,

sementara jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah

yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Analisis ini dilakukan

dengan mendeteksi keberadaan heterokedastisitas, yaitu dengan metode informal

dan metode formal. Metode informal biasanya dilakukan dengan metode grafik

yaitu menggunakan grafik Scatterplot, dimana apabila data yang berbentuk

titik-titik membentuk pola maka tidak terjadi heterokedastisitas, sementara apabila data

menyebar maka terjadi masalah heterokedastisitas.

Sedangkan metode formal dapat dilakukan dengan Park Test, Glejser Test,

Spearman’s Rank Correlation Test, Golfeld Quant Test, Breusch-Pagan-Godfrey Test, Mwite’s General Heteroscedasticity Test, dan Koenker-Basset Test. Dalam

penelitian ini, metode formal yang dilakukan adalah Park Test atau uji Park

dengan melihat signifikansi variabel bebas pada tabel. Apabila sig.variabel

independent (bebas) pada tabel lebih besar dari 5% (0,05) berarti data tidak

terkena heterokedastisitas.

(32)

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear

terdapat hubungan yang kuat baik positif maupun negatif antardata yang ada pada

variabel-variabel penelitian (Situmorang at al, 2008:78-95). Model regresi yang

baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi, dengan demikian dapat

dikatakan bahwa autokorelasi terjadi apabila observasi yang berturut-turut

sepanjang waktu mempunyai korelasi antara satu dengan yang lainnya. Untuk

menguji ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model regresi, maka dapat

dilakukan dengan menggunakan Test Runs, Test Durbin-Watson, The

Breusch-Godfrey (BG) Test, dan Uji Statistik Q: Box Pierce - Ljung Box. Metode yang

dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model

[image:32.595.120.497.367.621.2]

regresi yaitu dengan melakukan Durbin-Watson Test (DW) yang diberi simbol d.

Tabel 1.5

Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0<d <dl Tidak ada autokorelasi positif No decision dlddu

Tidak ada korelasi negatif Tolak 4−dl<d <4

Tidak ada korelasi negatif No decision 4−dud ≤4−dl

Tidak ada autokorelasi, positif atau negatif

Tidak ditolak

du d

du< <4−

Sumber: Situmorang at al (2008:86) Keterangan : du = batas atas dl = batas bawah

d. Uji Multikolinearitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear

ditemukan adanya korelasi yang tinggi diantara variabel bebas (Situmorang at al,

2008:96106). Apabila terdapat korelasi antara variabel bebas, maka terjadi

(33)

variabel bebas, maka tidak terjadi multikolinearitas. Untuk mengetahui ada

tidaknya gejala multikolineritas dapat dilihat dari besarnya nilai Variance

Inflation Factor (VIF) dengan ketentuan :

Bila VIF > 5 maka terdapat masalah multikolinearitas yang serius.

Bila VIF< 5 maka tidak terdapat masalah multikolinearitas yang serius.

2. Pengujian Hipotesis a. Uji Serempak (Uji-F)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas

secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel

terikat. Bentuk pengujian :

H0 : b1 = b2 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara

simultan antara risiko sistematis, nilai tukar, suku bunga, dan inflasi

terhadap harga saham Indutri Tekstil di BEI.

H1 : b1≠b2≠0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan secara

simultan antara risiko sistematis, nilai tukar, suku bunga, dan inflasi

terhadap harga saham Indutri Tekstil di BEI.

Pada penelitian ini nilai Fhitung akan dibandingkan dengan Ftabel pada tingkat

signifikan (α) = 5%. Kriteria penilaian hipotesis pada uji-F:

H1 ditolak (H0 diterima) jika Fhitung ≤ Ftabel pada α = 5%

H1 diterima (H0 ditolak) jika Fhitung > Ftabel pada α= 5%

b. Uji Secara Parsial (Uji-t)

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah setiap variabel bebas secara

parsial atau terpisah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel

(34)

H0 : bi = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari risiko

sistematis, nilai tukar, suku bunga, dan inflasi terhadap harga saham

Indutri Tekstil di BEI.

H1 : bi ≠0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari risiko

sistematis, nilai tukar, suku sbunga, dan inflasi terhadap harga saham

IndutriTekstil di BEI.

Pada penelitian ini nilai thitung akan dibandingkan dengan ttabel pada tingkat

signifikan (α) = 5%. Kriteria pengambilan keputusan pada uji-t ini adalah :

H1 ditolak (H0 diterima) jika : - ttabel ≤thitung ≤ ttabel

H1 diterima (H0 ditolak) jika : ttabel < - thitung atau thitung > ttabel

Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang

BLUE (Best Linier Unbiased Estimation). Dalam menganalisi data, penulis

menggunakan program Software SPSS (Statistic Package for the Social Sciens)

(35)

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth tahun 2007 dengan judul

“Pengaruh Resiko Sistematis dan Makro Ekonomi terhadap Harga Saham

Perusahaan Perbankan di BEJ”. Variabel makro ekonomi yang diteliti terdiri dari;

nilai tukar, GDP, suku bunga, dan inflasi. Hasil dari penelitian menemukan bahwa

resiko sistematis dan makro ekonomi memiliki pengaruh signifikan secara

simultan terhadap harga saham. Variable GDP dan nilai tukar memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap harga saham secara parsial sedangkan variabel resiko

sistematis, inflasi, dan suku bunga tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap harga saham secara parsial.

Penelitian yang dilakukan oleh Mudji Utami dan Rahayu Mudjilah tahun

2003 dengan judul “Peranan Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi dan Nilai Tukar

dalam Mempengaruhi Pasar Modal Indonesia Selama Krisis Ekonomi”. Hasil

penelitian membuktikan bahwa perubahan profitabilitas, suku bunga, inflasi dan

nilai tukar mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga

(36)

bunga dan nilai tukar mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap harga

saham selama periode krisis ekonomi tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh M.Y. Dedi Haryanto dan Riyatno pada tahun

2007 dengan judul ”Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Nilai

Kurs terhadap Risiko Sistematik Saham Perusahaan di BEJ”. Sampel yang

digunakan dikelompokkan menjadi perusahaan manufaktur dan non-manufaktur.

Hasil penelitian bahwa variabel makro yaitu nilai kurs dan suku bunga

mempengaruhi risiko sistematik saham, namun hasilnya tidak konsisten pada dua

karakteristik industri yang berbeda. Pada perusahaan manufaktur hanya kurs yang

mempengaruhi risiko saham sedangkan pada perusahaan non-manufaktur suku

bunga SBI yang mempengaruhi risiko sistematis saham. Selain itu hasil

menunjukkan bahwa hubungan antara suku bunga SBI dan risiko sistematis saham

adalah negatif. Hasil penelitan berbeda dengan penjelasan yang semestinya yaitu

jika suku bunga naik maka return investasi yang terkait dengan suku bunga (misal

deposito) juga akan naik.

Penelitian yang dilakukan oleh Tandelilin pada tahun 1997 yaitu dengan

judul ”Determnants of Systematic Risk : The Experience of some Indon esian

Common Stock”. Menggunakan sampel 60 perusahaan non-financial pada tahun

1994-1997. Hasil penelitan yaitu “faktor-faktor ekonomi seperti Tingkat

Pendapatan Daerah yaitu PDB (Produk Domestik Bruto/ GDP) aktual, Inflasi,

suku bunga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap risiko sistematis

sedangkan faktor-faktor keuangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

risiko sistematis.

(37)

Harga saham adalah harga suatu saham yang diperdagangkan di bursa.

Harga saham sering dicatat berdasarkan perdagangan terakhir pada hari bursa

sehingga sering disebut harga penutupan. Oleh karena itu harga saham diukur dari

harga resmi berdasarkan transaksi penutupan terakhir pada hari bursa. Harga

saham sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran. Pada saat

permintaan saham meningkat, maka harga saham tersebut akan cenderung

meningkat, sebaliknya pada saat banyak pemilik saham menjual saham yang

dimilikinya, maka harga saham tersebut cenderung akan mengalami penurunan

(Anoraga, 2006:59). Market Price merupakan harga pada saat riil dan merupakan

harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham

pada pasar yang sedang berlangsung. Harga pembukaan bursa merupakan harga

pada saat penutupan (closing price). Menurut Boedie et. al. (dalam Utami dan

Mudjilah, 2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi harga saham

yaitu profitabilitas, suku bunga, inflasi, nilai tukar, tingkat pengangguran,

transaksi berjalan, defisit anggaran.

Harga sebuah saham dapat berubah atau berfluktuasi dengan cepat bahkan

dalam hitungan menit maupun hitungan detik. Hal tersebut diakibatkan karena

banyaknya pesanan yang dimasukkan ke JATS (Jakarta Automated Trading

System). Pada perdagangan Bursa Efek Indonesia terdapat lebih 400 terminal

komputer dimana para floor trader dapat memasukkan pesanan yang diterimanya

dari nasabah. Pada monitor-monitor yang memantau perdagangan saham, terdapat

beberapa istilah harga saham yaitu (Darmadji, 2006:131) :

(38)

b. Open atau Opening Price menunjukkan harga pertama kali pada saat

pembukaan sesi I perdagangan, yaitu pada jam 09.30 WIB.

c. High atau Highest Price menunjukkan harga tertinggi atas suatu saham

yang terjadi sepanjang perdagangan paa hari tersebut.

d. Low atau Lowest Price menunjukkan harga terendah atas suatu saham

yang terjadi sepanjang perdagangan pada hari tersebut.

e. Closing Price atau Last Price menunjukkan harga terakhir yang terjadi

atas suatu saham, yaitu jam 16.00 WIB.

f. Change menunjukkan selisih antara harga pembukaan dengan harga

terkahir yang terjadi pada hari tersebut.

C. Risiko Sistematis

Risiko sistematis merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang

terjadi di pasar secara keseluruhan, perubahan tersebut akan mempengaruhi

variabilitas return suatu investasi (Tandelilin, 2001:50). Dalam menganalisis

pergerakan harga saham perlu ketahui faktor penyebab perubahan harga saham

tersebut. Pada umumnya harga suatu saham dipengaruhi oleh dua hal yaitu risiko

sistematis (systematic risk) dan risiko tidak sistematis (unsystematic risk).

1. Risiko sistematis atau risiko pasar (market risk) adalah risiko yang ada

diluar kendali dan tidak dapat dihilangkan melalui diversifikasi atau

tidak dapat dihindari oleh perusahaan itu sendiri karena disebabkan oleh

faktor yang menimpa seluruh ekonomi atau pasar. Risiko sistematis ini

merupakan probabilitas bahwa keuntungan perusahaan berada dibawah

keuntungan yang diharapkan karena adanya faktor-faktor yang

(39)

sebuah perekonomian. Misalnya peraturan pemerintah, kenaikan pajak,

resesi, devaluasi, kondisi perekonomian, politik, tingkat bunga, tingkat

inflasi, dan sebagainya.

2. Risiko tidak sistematis adalah risiko yang dapat dihilangkan melalui

diversifikasi atau dapat dikendalikan. Risiko ini merupakan probabilitas

keuntungan berada dibawah keuntungan yang diharapkan yang

disebabkan oleh faktor-faktor yang hanya ada pada suatu perusahaan.

Misalnya pemogokan buruh, perubahan manajemen, inovasi, kebakaran

dan lain-lain.

Risiko sistematis diukur melalui indeks beta. Indeks beta adalah angka yang

menunjukkan tingkat sensitivitas suatu saham terhadap kondisi pasar secara

umum atau mengukur sampai sejauh mana harga saham individual berfluktuasi

bersamaan dengan berfluktuasinya harga pasar. Beta merupakan pengukur

volatilitas (votality) return suatu sekuritas atau potofolio terhadap return pasar.

Dengan demikian beta merupakan risiko sistematik (systematic risk) dari suatu

sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar (Jogiyanto, 2003 :265-266).

Indeks beta mengukur sampai sejauh mana harga saham individual

berfluktuasi bersamaan dengan berfluktuasinya harga pasar. Indeks beta dapat

bernilai positif dan dapat juga bernilai negatif. Indeks beta negatif berarti terjadi

kondisi yang berlawanan, jika secara umum harga saham mengalami kenaikan

maka harga saham individu mengalami penurunan. Indeks beta yang normal

adalah satu, terjadi jika rata-rata peningkatan harga seluruh saham yang tercatat

meningkat dengan persentase yang sama dengan saham yang memiliki indeks beta

(40)

ini berarti meskipun semua saham yang tercatat rata-rata mengalami perubahan

harga, saham yang mempunyai indeks beta nol tidak mengalami perubahan sama

sekali.

Indeks beta sangat membantu investor untuk melakukan investasi terutama

dalam hal memilih suatu saham atau lebih luas lagi untuk mengatur portofolio.

Selain itu indeks beta ini juga digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat

keberanian investor menanggung resiko. Untuk investor yang menyukai resiko

(risk lower) akan memilih saham-saham yang mempunyai indeks beta yang besar

dan sebaliknya investor yang tidak menyukai resiko (risk aveter) memilih untuk

merencanakan keuntungan normal denganh memilih saham-saham yang memiliki

indeks beta yang kecil. Jika investor ingin mengoptimalkan yaitu dengan resiko

yang minimum tetapi mengharapkan pendapatan yang maksimum, investor

tersebut dapat mengkombinasikan beberapa saham dengan indeks beta yang

berbeda-beda.

D. Nilai Tukar

Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam

mata uang negara lainnya (Sukirno, 2004:397). Dengan kata lain bahwa nilai tukar

yaitu mengukur nilai suatu valuta suatu negara dari perspektif valuta negara lain.

Sejalan dengan berubahnya kondisi ekonomi, nilai tukar akan juga berubah secara

substansional.

1. Jenis-jenis Sistem Nilai Tukar

Sistem nilai tukar dapat diklasifikasikan menurut seberapa jauh nilai

tukar dikendalikan oleh pemerintah (Madura, 2006:219-226). Sistem

(41)

sistem tetap (fixed), sistem mengambang bebas (freely floating), sistem

mengambang terkendali (managed floating), dan sistem terpatok

(pegged).

1) Sistem Tetap (fixed)

Pada sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate system), nilai

tukar mata uang dibuat konstan ataupun hanya diperbolehkan

berfluktuasi dalam kisaran yang sempit. Bila pada suatu saat nilai

tukar mulai berfluktuasi terlalu besar, maka pemerintah akan

melakukan intervensi untuk menjaga agar fluktuasi tetap berada

dalam kisaran yang diinginkan.

2) Sistem Mengambang Bebas (freely floating)

Pada sistem nilai tukar mengambang bebas (freely floating

exchange rate system), nilai tukar ditentukan sepenuhnya oleh

pasar tanpa intervensi dari pemerintah. Bila pada sistem tetap tidak

diperbolehkan adanya fleksibilitas nilai tukar, maka pada sistem

mengambang bebas memperbolehkan adanya fleksibilitas secara

penuh. Pada kondisi nilai tukar yang mengambang, nilai tukar akan

disesuaikan secara terus-menerus sesuai dengan kondisi penawaran

dan permintaan dari mata uang tersebut.

3) Sistem Mengambang Terkendali (managed floating)

Sistem nilai tukar ini berada di antara sistem tetap dan

mengambang bebas. Nilai tukar dibiarkan mengambang dari hari

ke hari dan tidak ada batasan-batasan resmi. Hal ini hampi sama

(42)

melakukan intervensi untuk menghindarkan fluktuasi yang terlalu

jauh dari mata uangnya.

4) Sistem Terpatok (pegged)

Sistem nilai tukar terikat (pegged exchange rate), di mana mata

uang lokal diikatkan nilainya pada sebuah valuta asing atau pada

sebuah jenis mata uang tertentu. Nilai mata uang lokal akan

mengikuti fluktuasi dari nilai mata uang yang dijadikan ikatan

tersebut.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Nilai Tukar

Perubahan dalam permintaan dan penawaran suatu valuta dapat

diakibatkan oleh banyak faktor (Sukirno, 2004: 402-403) , yaitu :

1. Kenaikan harga (Inflasi)

Inflasi sangat berpengaruh terhadap kurs valuta asing. Inflasi yang

berlaku pada umumnya cenderung menurunkan nilai suatu valuta

asing. Kecenderungan seperti ini disebabkan efek inflasi yaitu

inflasi menyebabkan harga di dalam negeri lebih tinggi

dibandingkan barang impor sehingga impor akan meningkat, dan

ekspor akan menurun karena harganya bertambah mahal.

2. Perubahan harga barang ekspor dan impor

Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang

menentukan apakah sesuatu barang akan diimpor maupun

diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan

harga barang yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan

(43)

Pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor,

dan sebaliknya kenaikan harga barang impor akan mengurangi

impor.

3. Perubahan dalam Citarasa masyarakat

Citarasa masyarakat mempengaruhi corak konsumsi mereka. Maka

perubahan citarasa masyarakat akan mengubah corak konsumsi

mereka ke atas barang-barang yang diproduksikan di dalam negeri

maupun yang diimpor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam

negeri menyebabkan keinginan mengimpor berkurang dan dapat

menyebabkan ekspor meningkat. Sedangkan perbaikan kualitas

barang-barang impor menyebabkan keinginan masyarakat untuk

mengimpor bertambah besar. Perubahan-perubahan ini akan

mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing.

4. Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi

Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting

perannya dalam mempengaruhi aliran modal. Apabila suku bunga

dan tingkat pengembalian rendah maka akan mengakibatkan modal

dalam negeri mengalir ke luar negeri, dan sebaliknya apabila suku

bunga dan tingkat pengemabalian tinggi maka akan mengakibatkan

modal luar negeri masuk ke dalam negeri. Apabila lebih banyak

modal mengalir ke dalam negeri maka permintaan ke atas mata

uangnya bertambah dengan demikian akan menambah nilai mata

uangnya.

(44)

Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung terhadap kemajuan

ekonomi negara tersebut. Apabila kemajuan itu terutama

diakibatkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan atas

mata uang negara tersebut akan naik yang akan mengakibatkan

harga saham akan naik. Sebaliknya, apabila kemajuan ekonomi

tersebut mengakibatkan impor berkembang lebih cepat

dibandingkan ekspor maka permintaan atas mata uang negara

tersebut akan menjadi turun yang akan berdampak terhadap

penurunan harga saham.

3. Hubungan Perubahan Nilai Tukar dengan Harga Saham

Dalam banyak penelitian menemukan hubungan bahwa di dalam kondisi

yang normal dimana fluktuasi nilai tukar yang tidak terlalu tinggi,

hubungan perubahan nilai tukar terhadap harga saham adalah positif.

Namun, apabila terjadi depresiasi ataupun apresiasi nilai tukar maka

hubungan nilai tukar dengan harga saham adalah negatif.

E. Suku Bunga

Suku bunga adalah harga yang harus dibayar atas modal yang atas modal

pinjaman, dan dividen serta keuntungan modal yang merupakan hasil dari modal

ekuitas (Brigham (2001 : 158). Suku bunga yang dibayarkan kepada penabung

tergantung pada :

1) Tingkat pengembalian yang diharapkan produsen akan perolehan dari

modal yang ditanamkan.

2) Saat mengkonsumsi yang disukai oleh konsumen / penabung

(45)

3) Resiko yang terkandung dalam pinjaman tersebut.

4) Tingkat inflasi yang diperkirakan.

1. Fungsi Suku Bunga dalam Perekonomian

Tingkat suku bunga mempunyai beberapa fungsi dalam suatu

perekonomian, antara lain (Sunariah, 2006:80-81) :

a. Sebagai daya tarik bagi penabung individu, institusi, atau lembaga

yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan.

b. Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagi alat kontrol bagi

pemerintah terhadap dana langsung investasi pada sektor-sektor

ekonomi.

c. Tingkat suku bunga dapat digunkan sebagai alat moneter dalam

mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam

suatu perekonomian.

d. Pemerintah dapat memanipulasi tingkat bunga untuk meningkatkan

poduksi, sebagai akibatnya tingkat bunga dapat digunakan untuk

mengontrol tingkat inflasi.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat umum suku bunga selain

perkiraan inflasi, tingkat likuiditas aktiva yang dikehendaki, dan keaadan

(46)

a. Kebijakan Bank Sentral

b. Besarnya defisit anggaran pendapatan dan belanja negara

c. Neraca perdagangan luar negeri

d. Tingkat kegiatan usaha.

3. Hubungan tingkat suku bunga dengan harga saham.

Tandelilin (2001:48-49) mengemukakan bahwa perubahan suku bunga dapat

mempengaruhi variabilitas return suatu investasi yang tercemin akibat peru

bahan harga saham. Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham

secara terbalik ceterus paribus. Apabila suku bunga meningkat maka harga saham

akan turun, hal tersebut dapat terjadi karena investor akan lebih tertarik terhadap

investasi yang terkait dengan suku bunga (misalnya deposito) dengan cara

memindahkan investasinya dari saham.

Apabila saham banyak dijual dengan kata lain bahwa permintaan lebih kecil

dari pada penawaran akan mengakibatkan harga saham tersebut menjadi turun.

Demikian juga sebaliknya apabila suku bunga menurun maka harga saham akan

menjadi naik, hal tersebut dapat terjadi disebabkan jumlah saham yang diminta

akan menjadi banyak, yang sesuai dengan hukum permintaan-penawaran apabila

permintaan lebih besar dari pada penawaran maka harga akan menjadi naik atau

lebih tinggi.

F. Inflasi

Inflasi merupakan kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk

secara keseluruhan ( Tandelilin,2001:212 ). Kenaikan harga dari satu atau dua

(47)

mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Inflasi akan menyebabkan

terjadinya kenaikan suku bunga perusahaan yang pada akhirnya juga akan

menyebabkan hutang manufaktur pada pihak ketiga berupa beban bunga akan

menjadi meningkat.

Tujuan jangka panjang dari pemerintah yaitu menjaga agar tingkat inflasi

yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi nol persen

bukanlah tujuan utama kebijakan pemerintah karena tingkat inflasi nol persen

adalah sukar untuk dicapai. Yang paling penting untuk diusahakan adalah

menjaga agar tingkat inflasi tetap rendah (Sadono, 2004 :333).

a. Berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang

berlaku, maka jenis-jenis dari inflasi :

1) Inflasi tarikan permintaan

Merupakan infalsi yang terjadi pada masa perekonomian berkembang

dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat

pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang

melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran

yang berlebihan tersebut akan menyebebkan terjadinya inflasi.

Di samping dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat,

inflasi tarikan permintaan juga berlaku pada masa perang atau

ketidakstabilan politik yang terus-menerus, dalam masa seperti tersebut

pemerintah berbelanja jauh melebihi pajak yang dipungutnya. Untuk

membiayai kelebihan pengeluaran tersebut pemerintah terpaksa mencetak

(48)

permintaan agregat akan melebihi kemampuan ekonomi tersebut

menyediakan bang ataupun jasa.

2) Inflasi desakan biaya

Inflasi ini juga berlaku pada masa perekonomian berkembang dengan

pesat dimana tingkat pengangguran adalah sangat rendah. Apabila

perusahaan-perusahaan masih menghadapi permintaan bertambah, mererka

akan berusaha untuk meningkatkan produksi dengan cara memberikan gaji

dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerja baru

dengan tawaran pembaayanran yang lebih tinggi. Langkah tersebut akan

mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang selanjutnya akan menaikkan

harga barang yang diproduksi.

3) Inflasi impor

Inflasi dapat bersumber dari kenaikan harga barang-barang impor,

inflasi ini timbul apabila perusahaan membutuhkan barang yang dimpor

untuk proses produksi sehingga harga barang yang diproduksi tersebut akan

menjadi naik dan akan berakibat terhadap barang-barang yang lainnya.

b. Berdasarkan kepada tingkat kelajuan kenaikan harga-harga yang berlaku,

inflasi dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

1) Inflasi Merayap

Inflasi merayap adalah proses kenaikan harga-harga yang lamban

jalannya. Di mana kenaikannya harga yang tingkatnya tidak melebihi dua

atau tiga persen setahun, misalnya negara yang termasuk dalam inflasi

merayap ini adalah Malaysia dan Singapura.

(49)

Inflasi sederhana (moderate) adalah proses kenaikan harga-harga yang

biasanya dialami oleh negara-negara berkembang. Negara tersebut tidak

menghadapi masalah hiperinflasi, akan tetapi juga tidak mampu menurunkan

inflasi pada tingkat yang sangat rendah. Inflasi yang terjadi antara 5 persen

hingga 10 persen.

3) Inflasi Hiperinflasi

Inflasi hiperinflasi adalah proses kenaikan harga-harga yang sangat

cepat, yang menyebabkan tingkat harga menjadi dua atau beberapa kali lipat

dalam masa yang singkat. Misalnya pada Indonesia pada tahun 1965 tingkat

inflasi adalah 500 persen, inflasi pada tahun 1966 mencapai 650 persen. Ini

berarti harga-harga naik 5 kali lipat pada tahun 1965 dan 6,5 lipat pada

tahun 1966.

G. Indeks Harga Saham

Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan

pergerakan harga saham (Fakhuruddin, 2001:95). Indeks harga saham

membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu, apakah suaru harga

saham mengalami kenaikan atau penurunan dibandingkan suatu waktu tertentu.

Penentuan indeks harga saham dibedakan menjadi dua, yaitu indeks harga saham

individu (indeks individu) dan Indeks Harga Saham Gabunngan (IHSG). Indeks

harga saham individu merupakan indeks masing-masing saham terhadap harga

dasarnya. Indeks ini tidak mengukur harga dari suatu saham perusahaan tertentu

apakah mengalami perubahan kenaikan atau penurunan.

IHSG disebut sebagai Indeks Pasar (market index) merupakan alat ukur

(50)

bursa-bursa di dunia. Indeks harga saham gabungan merupakan pergerakan harga saham

secara umum yang tercatat di bursa efek. Setelah bergabungnya PT Bursa Efek

Jakarta (BEJ) dan PT Bursa Efek Surabaya (BES) menjadi Bursa Efek Indonesia

(BEI) pada tanggal 10 November 2007 maka secara umum harga saham dapat

dinilai berdasarkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEI. Indeks di pasar

modal mempunyai fungsi antara lain sebagai benchmark kinerja fortofolio,

indikator tren pasar, indikator tingkat keuntungan, dan sebagai fasilitas

perkembangan produk derivatif. IHSG juga menunujukkan pergerakan saham

saham secara umum yang tercatat di burs efek (Anoraga, 2001 : 21). Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG) dapat digunakan unutk menilai situasi pasar secara

umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penurunan.

IHSG Indonesia merupakan salah satu indeks yang merangkum

perkembangan harga saham-saham di Bursa Efek Indonesia. IHSG dapat dibaca

sebagai gambaran ekonomi nasional Indonesia. Apabila IHSG menunjukkan

peningkatan berarti bahwa keadaan ekonomi sedang dalam siklus membaik dan

sebaliknya jika IHSG menurun menjelaskan bahwa keadaan ekonomi Indonesia

sedang mengalami kesulitan

Selain indeks harga saham individu dan IHSG, ada dua jenis indeks harga

saham yang digunakan dalam kegiatan di Bursa Efek Indonesia yaitu indeks harga

saham sektoral dan indeks LQ45. Indeks harga saham sektoral yaitu menggunakan

semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor. Indeks LQ45

menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham

dan disesuaikan setiap enam bulan, dengan demikian saham yang terdapat dalam

(51)

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. PASAR MODAL INDONESIA

Pasar modal Indonesia sudah ada sebelum Indonesia merdeka pada tahun

1945. Pasar modal atau bursa efek Indon

Gambar

Gambar 4.3
Tabel 1.1 Harga Saham Industri Tekstil
Tabel 1.2  Indikator Ekonomi
Gambar 1.1 : Kerangka Konseptual Sumber : Utami dan Mudjilah, 2003 (1/10/2008, diolah)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jadi pada fungsi kuadrat, apabila a bernilai positif maka ia memiliki nilai minimum; jika a negatif ia memiliki nilai maksimum.. Contoh: Kita lihat kembali contoh fungsi

Teks dalam rubrik-rubrik majalah Girls sebagai bagian dari the carceral system melakukan berbagai pendisiplinan pada tubuh anak perempuan dalam pengamatan, normalisasi,

Menimbang, bahwa Undang — Udang tidak mernberikan defenisi atau pcngertian apa itu bukti yang cukup ataupun bukti permulaan dalam hal penyidik akan melakukan penangkapan

Music Therapy is the specialized use of music in the service of individuals with needs in mental health, physical health, habilitation, rehabilitation or special education..

Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar WUS tidak pernah melakukan pemeriksan IVA, walaupun sudah ada dukungan dari petugas kesehatan karena wanita usia

A STUDY ON THE PROCEDURES OP INVESTIGATION AS SEEN IN JOHN GRISHAM’S NOVELTHE SUMMONS’*. Apabila dipandang perlu Saudara diminta mengoreksi lema Skripsi

Kemudian setelah mendapatkan perlakuan menggunakan Problem Based Learning (nilai Posttest) adalah sebesar 77,14 dengan standar deviasi 9,762. Nilai tertinggi

PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DINAS PEKERJAAN UMUM PANITIA PENGADAAN JASA KONSULTANSI.. Jalan Pulau Sebesi Nomor 68