EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KECAMATAN BARUS JAHE KABUPATEN TANAH KARO UNTUK
TANAMAN APEL ( Malus sylvestris Mill )
SKRIPSI
OLEH :
TULUS MANURUNG 040303006
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KECAMATAN BARUS JAHE KABUPATEN TANAH KARO UNTUK
TANAMAN APEL ( Malus sylvestris Mill )
SKRIPSI
OLEH :
TULUS MANURUNG 040303006
Skripsi adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Evaluasi Kesesuaian Lahan di Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah
Karo untuk tanaman Apel(Malus sylvestris Mill)
Nama : Tulus Manurung
Nim : 040303006
Prodi : Ilmu Tanah
Disetujui Oleh Komisi Pembimbimg
( Ir. Razali, MP)
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing ( Ir. Gantar Sitanggang)
Diketahui Oleh
( Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP ) Ketua Departemen
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
Land evaluation is the process of prediction about performance and various
potential land use associated with the spread of soil, slope, vegetation and associated
with compliance land. The research aims of evaluating, compability in the subdistric
barus jahe regency ginger tanah karo for the apples crop with the height of the place
800-1500 metre from the earth surface, but also in did in sentral laboratory of the
north Sumatran University school of agriculture in medan.
This research activity covered the study of book, evaluated the map unit of land was
based on the climate, topography, soil with the verification method beetwen land
characteristic and equipment. From result of the research was gotten by 4 map units of
the land in the subdistric barus ginger and that was potential for the cultivation of
apples crop measuring 613 hectare with the texture limiting factors to the root
ABSTRAK
Evaluasi lahan adalah proses pendugaaan performance dan potensi lahan
untuk berbagai penggunaan menyangkut penyebaran tanah, kemiringan lereng,
vegetasi dan yang berhubungan dengan kesesuaian lahan. Penelitian ini bertujuan
mengevaluasi kesesuaian lahan kecamatan Barus Jahe kabupaten Tanah Karo untuk
tanaman apel (Malus sylvestris Mill) dengan ketinggian tempat 800-1500 m dari
permukaan laut, dan juga dilakukan di Laboratorium Sentral, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan. Kegiatan penelitian ini meliputi telaah pustaka,
mengevaluasi satuan peta tanah berdasarkan iklim, topografi, tanah dengan metode
matching (pencocokan) antara karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh tanaman.
Dari hasil penelitian ada 4 SPT di kecamatan barus jahe dan yang potensial untuk
pembudidayaan tanaman apel seluas 613 ha dengan faktor pembatas tekstur pada
RIWAYAT HIDUP
Tulus Manurung. Saya lahir pada tanggal 01 Agustus 1984, anak kedua dari empat
bersaudara, putra dari ayahanda (Alm.) Tohap Manurung dan ibunda Lenti Sinurat.
Pada tahun 1990-1996 saya menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1
Lumbanrang, Tahun 1996-1999 menempuh pendidikan Sekolah Menengah Tingkat
Pertama di SLTP Negeri 1 Lumban Julu dan Tahun 1999-2002 saya menempuh
pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Atas di SMU Methodist-7 Medan. Tahun
2004 menempuh pendidikan di Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan
Kegiatan Akademik :
Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III di Kecamatan si pis-pis Kabupaten Deli Serdang.
DAFTAR TABEL
NO. Teks Halaman
1. Data Evaluasi Satuan Peta Tanah………...………..…..………... 23
2. Data Kelas Kesesuaian Lahan SPT 1……… 24
3. Data Ke;las Kesesuaian lahan SPT 2……… 25
DAFTAR LAMPIRAN
NO. Teks
1. Data Deskripsi Profil Kecamatan Barus Jahe
2. Data Evaluasi Iklim dan Penyebaran Tanah
3. Data Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Apel (Malus sylvestris Mill)
4. Data Analisis Laboratorium
5. Data Temperatur dan Curah hujan dari BMG Sampali Medan Untuk
Kecamatan Barus Jahe
6. Gambar Peta Administrasi Kecamatan Barus Jahe
7. Gambar Peta Iklim Kecamatan Barus jahe
8. Gambar Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Barus Jahe
9. Gambar Peta Jenis Tanah Kecamatan Barus Jahe
10. Gambar Peta SPT Kecamatan Barus Jahe
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat mengerjakan skripsi ini dengan judul “
Evaluasi Kesesuaian Lahan Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Untuk Tanaman Apel ( Malus sylvestris Mill ) ” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Razali, MP
sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
penulis, juga kepada Ir. Gantar Sitanggang sebagai anggota komisi pembimbing yang
telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah banyak membantu.
Medan, November 2009
DAFTAR ISI
ABSTRAK………..……i
RIWAYAT HIDUP………...……….ii
DAFTAR TABEL………..………...iii
DAFTAR LAMPIRAN………..………...iv
KATA PENGANTAR ...…....….v
DAFTAR ISI ...…...vi
PENDAHULUAN Latar Belakang...…...…..1
Tujuan Penelitian ...…...…..2
Kegunaan Penelitian ...…...…..2
TINJAUAN PUSTAKA Survey tanah ...…...…..3
Evaluasi Lahan ...…...…..4
Karakteristik Lahan...…...…..6
Sifat Fisik Tanah ...…...…..6
Sifat Kimia Tanah ...…..….13
Botani Tanaman Apel ...…...15
Syarat Tumbuh ...…..….17
Iklim. ...…..….17
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ...…..….19
Bahan dan Alat ...…..….19
Metode Penelitian………. . ...……...19
Tahapan Kegiatan ...……...20
Tahapan Persiapan ...…..….20
Pengamatan di Lapangan ...…..….20
Analisa Laboratorium ...…..….21
Parameter………..………21
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil………..………...24
Pembahasan………..………...28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan………...………...29
Saran………..………...29
DAFTAR PUSTAKA ...…..….30
PENDAHULUAN
Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan untuk
berbagai keperluan menjadikan fungsi lahan sangat penting. Pengolahan lahan secara
efisien diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan yang maksimal guna
memenuhi kebutuhan hidup. Potensi lahan didasarkan pada kemampuan atau
karakteristik lahan sehingga diketahui faktor-faktor penghambat pada lahan dan
kecocokan lahan tersebut untuk kegiatan pertanian dan non pertanian. Untuk
meningkatkan potensi lahan maka perlu dilakukan usaha perbaikan terhadap faktor
pembatas yang dimiliki suatu lahan seperti tindakan konservasi lahan..
Evaluasi lahan adalah proses penilaian keragaan atau performance lahan untuk
berbagai penggunaan yang berhubungan dengan penyebaran tanah, kemiringan,
vegetasi, dan lain-lain. Evaluasi bertujuan untuk memberikan gambaran dan informasi
tentang nilai karakteristik lahan, kelas kesesuaian lahan, dan arahan berbagai
komoditas tanaman yang potensial untuk dikembangkan.
Adapun persyaratan tumbuh tanaman yang dibutuhkan apel adalah pada suhu
16-27 0C dengan rata-rata curah hujan 1000-2600 mm/ tahun pada dataran tinggi
dengan ketinggian 700-200 m dari permukaan laut. Suhu sangat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman apel karena semakin rendah suhu maka pertumbuhan tanaman
akan lambat dan aktivitas mikro organisme terganggu. Curah hujan yang tinggi pada
saat tanaman berbunga akan menyebabkan bunga gugur sehingga tanaman tidak akan
berbuah dan kemiringan yang sangat curam akan menyulitkan pertumbuhan tanaman
apel.
Tanaman apel tumbuh baik pada tanah yang bersolum dalam karena memiliki
perakaran yang dalam, bahan organik tinggi, tekstur halus, aerasi dan porositas baik
sehingga dapat mempertukarkan oksigen dan pergerakan hara dalam tanah yang
dibutuhkan oleh tanaman. Pertumbuhan tanaman apel membutuhkan air tersedia
optimal, kejenuhan basa tinggi yang akan mempengaruhi kemampuan koloid tanah
dalam menyerap dan mempertukarkan kation-kation dan kisaran pH 6-7.
Barus Jahe adalah salah satu daerah dengan areal pertanian yang luas dan merupakan sentra pertanian holtikultura yang banyak mengusahakan tanaman musiman dan tahunan. Tanaman yang banyak diusahakan adalah tanaman jeruk. Pengembangan tanaman apel di daerah Barus Jahe merupakan alternatif bagi tanaman lain artinya apabila nilai ekonomi tanaman lain tidak stabil maka tanaman apel diharapkan dapat menjadi pengganti karena memiliki nilai ekonomis tinggi untuk dipasarkan, banyak dibutuhkan oleh masyarakat, juga sebagai diversifikasi tanaman. Maka untuk itu perlu dilakukan evaluasi lahan di kecamatan barus jahe untuk mengetahui apakah daerah tersebut potensial atau tidak dalam upaya pembudidayaan tanaman apel.
Tujuan Penelitian
Untuk mengevaluasi kesesuaian lahan di Kecamatan Barus Jahe Kabupaten
Tanah Karo untuk tanaman Apel (Malus sylvestris Mill).
Kegunaan Penelitian
• Sebagai bahan informasi kepada petani di Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo dan pihak lain yang membutuhkan tentang
kesesuaian lahan untuk tanaman Apel (Malus sylvestris Mill)
TINJAUAN PUSTAKA
Survey Tanah
Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan
potensi sumber dayanya adalah survey. Berdasarkan keperluan, pelaksanaan survey
bertujuan untuk memberikan dan menyediakan informasi dalam pengambilan
keputusan tentang penyusunan lahan dan rencana pengembangan wilayah yang di
survey, misalnya untuk pembentukan areal pertanian, kehutanan dan detail
pengolahan budidaya
(Hakim, dkk,1986)
Survey merupakan pekerjaan pengumpulan data fisika, kimia di lapangan
maupun data analisis di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan
tepat secara umum maupun khusus. Suatu tanah memiliki kegunaan jika tepat
pemetaannya, tepat mencari lokasi yang di survey dan didukung oleh peta dasar yang
baik, tepat dalam mendeskripsikan profil dalam menetapkan sifat morfologinya, teliti
dalam pengambilan contoh tanah dan benar dalam menganalisa dilaboratorium
(Abdullah,1993)
Menurut (Abdullah, 1993) penggunaan survey dikelompokan atas 5 jenis
yaitu:
1. Produksi tanaman pada jenis tanah tertentu, rekomendasi pengapuran dan
sebagainya .
2. Penafsiran lahan untuk kegunan perpajakan, pengajuan proyek dan jual beli
usaha tani.
3. Pengolahan penggunaan lahan
4. Perencanan penelitian tanah
5. Pendidikan umum yang menyangkut sumber daya alam
Menurut (Western,1978) survey bertujuan:
1. Studi tanah lebih lanjut, dengan survey sebagai dasar identifikasi studi lebih
mendetail.
• Membantu menyebarkan jasa lmiah kepada petani
• Pekerjaan penelitian di pusat penelitian dan bidang tanah serta perencanaan.
• Perbaikan dan perkembangan dalam mengetahui curah hujan untuk pertanian .
• Perbaikan dan perkembangan irigasi pertanian. • Drainase dan reklamasi.
• Kehutanan
Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman (Performance) lahan jika dipergunakan untuk tanaman tertentu, meliputi pelaksanan dan
interpretasi survey, studi bentuk lahan, penyebaran tanah, vegetasi, iklim dan aspek lahan lainnya agar dapat di identifikasi dan membuat perbandingan penggunaan lahan yang mungkin berkembang
(Arsyad, 1989)
Evaluasi lahan melibatkan pelaksanan survey atau penelitian bentuk bentang
lahan, sifat-sifat distribusi tanah dan evaluasi bertujuan untuk mengidentisifikasi dan
membuat perubahan-perubahan yang bersifat positif
(Abdullah,1993)
Dari segi pelaksanaan, evaluasi lahan dilakukan dengan dua cara yaitu (1)
secara langsung, yakni lahan di evaluasi melalui percoban, (2) secara tidak langsung
yakni evaluasi yang diasumsikan terhadap tanah-tanah tertentu serta sifat lain yang
ada di lokasi untuk mengukur keberhasilan penggunan lahan. Kedua cara ini
mempengaruhi kualitas dan karakteristik lahan untuk berbagai penggunaan
(Hardjowigeno, 1995)
Kegunaan dari lahan dianalisa dalam tiga aspek yaitu kesesuaian, kemampuan dan nilai unit lahan. Dimana ketiga aspek ini saling berhubungan, untuk mendukung proses pelaksanaan penggunaan lahan
(Abdullah, 1993)
Struktur klasifikasi lahan menurut sistem FAO didasarkan pada kelas- kelas kesesuaian lahan sebagai berikut:
pengolahan yang di berikan atau hanya mempunyai pembatas yang
tidak berarti secara nyata terhadap produksinya dan tidak akan
menaikkan masukan yang biasa dilakukan .
• Kelas S2 : Cukup sesuai (Moderatly Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaannya
yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dari
keuntungan dan perlu meningkatkan masukan yang diperlukan.
• Kelas S3: Kurang sesuai (Marginally Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengolahannya
yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan
keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan .
• Kelas N1: Tidak sesuai saat ini (Currently Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang sangat serius, tetapi masih dapat
memungkinkan untuk diatasi hanya tidak dapat diperbaiki dengan
tingkat pengolahan model normal. Keadaan pembatas sedemikian
seriusnya sehingga mencegah kelangsungan penggunaan lahan.
• Kelas N2: Tidak sesuai untuk selamanya (Permanently not Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas permanen untuk mencegah segala
kemungkinan kelangsungan penggunaan lahan
(Hakim, dkk, 1986)
Karakteristik Lahan
Karakteristik lahan yang berhubungan erat dengan evaluasi kesesuaian lahan
adalah :
Sifat Fisik Tanah 1. Iklim
1.1. Temperatur
Temperatur atau suhu merupakan derajat panas atau derajat dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan beberapa tipe termometer. Energi matahari dalam bentuk elektromagnetik hanya kira-kira 20 % yang dapat diserap oleh atmosfer, sisanya diubah dulu oleh bumi menjadi sinar gelombang panjang.
Perubahan energi ini terjadi dipermukaan daratan dan permukaan lautan yang dapat menyerap energi dari atmosfer secara jernih. Suhu merupakan energi kinetis rata-rata dari pergerakan molekul
Temperatur sangat berperan penting dalam pembentukan tanah dan
pertumbuhan tanaman. Suhu dapat mengendalikan aktivitas jasad hidup, tanaman dan
kegiatan biologisnya. Apabila suhu udara rendah maka pertumbuhan tanaman akan
lambat dan aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik menjadi
unsur hara terganggu. Suhu udara dapat dikendalikan dengan pembuangan air yang
berlebih dalam tanah melalui pembuatan parit-parit drainase, perlindungan tanah
dengan tanaman. Tanaman di dataran tinggi memiliki suhu udara rendah karena
makin tinggi suatu tempat maka suhu udara rata-rata makin rendah yang dihitung
dengan rumus Braak (1928) yaitu :
26,3 0 C - (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6oC ) (Guslim, 1996)
1.2. Curah hujan
Daerah tropik dekat ekuator mempunyai sirkulasi udara rendah dan tenaga
angin dilautan minim. Iklim dipengaruhi oleh angin pusat tenggara yang basah pada
musim hujan dan angin timur dari Australia yang kering pada musim kemarau. Curah
hujan di Indonesia bagian barat tinggi, dan menuju tenggara curah hujan makin
berkurang. Berdasarkan curah hujan di Indonesia Oldeman (1975) menggelompokkan
wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering dalam satu tahun. Bulan
basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200mm dan bulan kering
mempunyai curah hujan <100mm, dan untuk menghitung ketersediaan air Oldeman
menggunakan persamaan yaitu Y= 0,8x-10, dimana x adalah rata-rata curah hujan per
bulan. Sedangkan Schmidt dan Fergusson (1954) membuat klasifikasi iklim
berdasarkan curah hujan yang berbeda yakni bulan basah >100mm, dan bulan kering
Q = 300-700 (sangat kering)
Q = > 700 (ekstrim)
(Guslim, 1996)
2. Tekstur
Tekstur menunjukan kasar halus tanah berdasarkan atas perbandingan
banyaknya butir pasir, debu dan liat dalam tanah. Tanah memiliki ukuran
butir-butir tanah yang berbeda. Partikel pasir ukurannya lebih besar tetapi permukaaanya
lebih kecil dibandingkan partikel debu dan liat. Bagian tanah yang berukuran lebih
dari 2 mm disebut bahan kasar (krikil sampai batu). Bahan-bahan tanah yang lebih
halus dapat dibedakan menjadi : <0,002 mm liat, 0,002-0,005 debu dan 0,005-0,2
mm pasir
(Foth, 1988)
Tekstur adalah perbandingan relatif tiga golongan partikel tanah dalam suatu
massa tanah, terutama perbandingan fraksi liat, debu, pasir. Tekstur turut menentukan
tata air dalam tanah, berapa kecepatan infiltrasi, penetrasi, dan kemampuan
pengikatan air oleh tanah. (Arsyad, 1989) mengklasifikasikan tekstur atas :
t1 = tanah bertekstur halus meliputi liat berpasir, liat berdebu, dan liat.
t2 = tanah bertekstur agak halus meliputi lempung liat berpasir, lempung
berliat,dan lempung liat berdebu.
t3 = tanah bertekstur sedang meliputi lempung, lempung berdebu, dan debu.
t4 = tanah bertekstur agak kasar meliputi lempung berpasir, lempung berpasir
halus, dan lempung berpasir sangat halus.
t5 = tanah bertekstur kasar meliputi pasir berlempung dan pasir.
3. Kedalaman efektif
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh
akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati
penyebaran akar tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar,
serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak dijumpai akar
tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum taah
Cara praktis penetapan bawah (kedalaman efektif) suatu solum tanah adalah
melalui penyidikan pada kedalaman penetrasi perakaran tanaman yang tidak
mempunyai lapisan padat yang dapat menghambat penetrasi akar, maka perakaran
tanaman akan berpeluang menembus sampai perbatasan mineral tanah dan bahan
geologis atau bukan tanah. (Foth, 1994) mengklasifikasikan kedalaman efektif
sebagai berikut :
Ke1 = > 90 cm (dalam)
Ke2 = 50-90 cm (sedang)
Ke3 = 25-50 cm (dangkal)
Ke4 = < 25 cm (sangat dangkal)
4. Drainase
Drainase adalah proses meresapnya air ke dalam tanah dan pembuangan air
tanah. Kelas drainase dilapangan ditentukan dengan melihat adanya gejala pengaruh
air dalam penampang air. Gejala-gejala tersebut antara lain adalah warna pucat,
kelabu, atau bercak-bercak karatan. Warna pucat atau kelabu kebiru-biruan
menunjukan adanya pengaruh genangan air yang kuat, sehingga merupakan petunjuk
bahwa udara masih dapat masuk ke dalam tanah tersebut sehingga terjadi oksidasi di
tempat tersebut
(Hardjowigeno, 1995)
Tujuan utama drainase di lahan pertanian adalah menurunkan muka air untuk
meningkatkan kedalaman dan efektifitas perakaran. Hal ini berarti bahwa jumlah hara
yang mungkin dapat diserap oleh tanaman dapat dipertahankan pada level yang tinggi
dengan hilangnya kelebihan air karena drainase akan mengakibatkan turunnya panas
tanah sehingga menurunkan jumlah energi untuk menaikkan suhu tanah
(Hakim, dkk, 1986)
(Arsyad, 1989) mengklasifikasikan drainase sebagai berikut :
d1 = drainase cepat bila tanah berwarna homogen dan tidak dijumpai bercak
atau karatan.
d2 = drainase agak cepat bila tanah berwarna homogen dan tidak dijumpai
karatan.
d3 = drainase baik bila tanah berwarna homogen tanpa karatan pada lapisan
d4 = drainase agak baik bila tanah berwarna homogen tanpa karatan pada
lapisan 0-50 cm.
d5 = drainase agak terhambat bila tanah berwarna homogen tanpa karatan
pada lapisan 0-25 cm.
d6 = drainase terhambat bila tanah mempunyai karatan sedikit sampai pada
lapisan permukaan.
d7 = drainase sangat terhambat bila tanah mempunyai karatan yang permanen
sampai pada lapisan permukaan.
5. Topografi
Faktor topografi umumnya dinyatakan ke dalam kemiringan dan panjang
lereng, secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan
panjang lereng, percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah pada lahan
miring, partikel tanah lebih banyak terlempar ke arah bawah dari pada keatas dengan
porositas yang semakin besar dengan meningkatnya kemiringan lereng
(Eng, 2002)
Land slope atau kemiringan lahan merupakan faktor yang sangat perlu di
perhatikan sejak dari penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan
produk-produk serta pengawetan lahan tersebut, karena lahan yang mempunyai
kemiringan curam dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak. Kemiringan
lahan sangat mempengaruhi tingkat erosi, karena semakin tinggi kemiringan lereng
maka tingkat erosi sangat besar yang menyebabkan banjir
(Kartasapoetra, dkk, 1991)
(Arsyad, 1989) mengklasifikasikan kemiringan lereng sebagai berikut :
L1 = < 3% (datar)
L2 = 3 sampai 8% (agak landai)
L3 = 8 sampai 15% (landai)
L4 = 15 sampai 30% (berbukit)
L5 = 30 sampai 40% (bergunung)
L6 = 40 sampai 60% (curam)
L7 = > 60% (sangat curam)
Erosi merupakan pengikisan atau kelongsoran dari proses penghanyutan tanah
akibat desakan atau kekuatan angin dan air yang terjadi secara alamiah maupun akibat
perbuatan manusia. (Kartasapoetra,dkk, 1991) menyatakan bahwa tahap-tahap erosi
yang terjadi di lapangan yaitu :
1. Pemecahan agregat-agregat tanah ke dalam partikel-partikel tanah yang
disebut butiran tanah yang kecil.
2. Pemindahan partikel-partikel tanah melalui penghanyutan atau kekuatan
angin.
3. Pengendapan partikel-partikel tanah yang terangkut ke tempat yang lebih
rendah atau dasar sungai.
(Arsyad, 1989) mengklasifikasikan kelas erosi sebagai berikut :
Sangat ringan = < 0,15% lapisan atas hilang
Ringan = 0,15 - 0,9% lapisan atas hilang
Sedang = 0,9 - 1,8% lapisan atas dan bawah hilang
Berat = 1,8 - 4,8% lapisan bawah hilang
Sangat berat = > 4,8% lapisan bawah hilang
7. Bahaya Banjir
Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan pertanian
karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. (Hardjowigeno, 1995)
mengelompokkan bahaya banjir sebagai berikut :
f0 = tidak ada banjir dalam periode satu tahun.
f1 = ringan yaitu dalam periode kurang dari satu bulan banjir bisa terjadi dan
bisa tidak.
f2 = sedang yaitu selama 1 bulan dalam setahun terjadi banjir.
f3 = agak berat yaitu selama 2-5 bulan dalam setahun dilanda banjir.
f4 = berat yaitu selama 6 bulan lebih dalam setahun dilanda banjir.
8. Penyiapan lahan 8.1. Batuan permukaan
Terdapatnya batu-batuan baik dipermukaan maupun di dalam tanah dapat
mengganggu perakaran tanaman serta mengurangi kemampuan tanah untuk berbagai
penggunaan. Oleh karena itu jumlah dan ukuran batuan yang ditemukan perlu dicatat
(Hardjowigeno, 1995)
Batuan permukaan adalah batuan yang tersebar diatas permukaan tanah dan
berdiameter lebih besar dari 25 cm berbentuk bulat atau bersumbu memanjang lebih
dari 40 cm berbentuk gepeng. (Arsyad, 1989) mengelompokkan penyebaran batuan
diatas permukaan tanah sebagai berikut :
b0 = kurang dari 0,01% luas areal (tidak ada)
b1 = 0,01 - 3% (sedikit)
b2 = 3 - 15% (sedang)
b3 = 15 - 90% (banyak)
b4 = besar dari 90% (sangat banyak)
Batuan singkapan adalah batuan terungkap diatas permukan tanah yang
merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam di dalam tanah. (Arsyad,1989)
mengelompokkan penyebaran batuan singkapan sebagai berikut :
b0 = kurang dari 2% (tidak ada)
b1 = 2 - 10% (sedikit)
b2 = 10 - 50% (sedang)
b3 = 50 - 90% (banyak)
Sifat Kimia Tanah
1. Kapasitas Tukar Kation
Kapasitas tukar kation tanah dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan
koloid tanah dalam menyerap dan mempertukarkan kation. KTK biasanya dinyatakan
dalam milliekuivalen per 100 gram. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai
kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang diserap. Jumlah ion yang
diserap sering tidak setara dengan yang ditukarkan. Ion-ion divalen biasanya diikat
lebih kuat dari pada ion-ion monovalen, sehingga lebih sulit untuk dipertukarkan
(Tan, 1998)
Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubunganya
dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan
menyediakan unsur hara lebih baik dibandingkan tanah dengan KTK rendah. Makin
banyak kation-kation yang dapat dipertukarkan dalam tanah maka kandungan hara
tidak akan mudah tercuci oleh air
(Hardjowigeno, 1995)
2. Kejenuhan Basa
Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa
dengan jumlah semua kation-kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat
dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat diserap tanah
menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut.. Kejenuhan basa
(KB) merupakan sifat yang berhubungan dengan KTK, yang dapat didefenisikan
sebagai berikut :
% x100%
KTK tukar basa Basa KB =
Kation-kation basa umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman.
Disamping itu basa-basa umumnya mudah tercuci sehingga tanah dengan kejenuhan
basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian
dan merupakan tanah yang subur
Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah,
kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat
kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya > 80%,
kesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 50-80 %, dan tidak subur jika
kejenuhan basanya < 50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar 80% akan
melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah dari pada tanah dengan
kejenuhan basa 50%. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan
persen kejenuhan basa
(Tan, 1998)
3. pH Tanah
Pengaruh pH yang terbesar pada pertumbuhan tanaman adalah pengaruh pH
terhadap persediaan hara. Keasaman mempunyai dua komponen yaitu H+ aktif atau
larut, dan H+ yang dapat dipertukarkan atau cadangan, kedua bentuk tersebut
cenderung berada dalam keseimbangan sehingga perubahan pada yang satu
mengakibatkan perubahan pada yang lain. Apabila basa ditambahkan pada tanah yang
asam H+ terlarut akan dinetralisasi dan sebagian H+ yang dapat dipertukarkan akan
terionisasi untuk mengembalikan keadaan menjadi seimbang. Jumlah H+ yang dapat
dipertukarkan dengan perlahan berkurang sehingga H+ terlarut akan menurun dan pH
lambat laun akan meningkat
( Foth, 1994)
Dalam pengukuran pH, elektroda acuan dan elektroda indikator dicelupkan
dalam suspensi tanah yang heterogen yang terdiri atas partikel-partikel padat yang
terdispersi dalam suatu larutan aquades. Jika partikel-partilkel padat dibiarkan
mengendap, pH dapat diukur dalam cairan supernatan atau dalam endapan.
Penempatan pasangan elektroda dalam supernatan biasanya memberikan bacaan pH
yang lebih tinggi dari pada penempatan dalam endapan. Perbedaan dalam pembacaan
pH ini disebut pengaruh suspensi
(Tan, 1998)
(Arsyad,1989) mengelompokkan kemasaman tanah (pH) sebagai berikut :
pH1 = < 4,5 (sangat masam)
pH2 = 4,5 - 5,5 (masam)
pH3 = 5,6 - 6,5 (agak masam)
pH5 = 7,6 - 8,5 (agak alkalis)
pH6 = >8,5
4. C- Organik
Bahan organik merupakan bahan penting dalam meningkatkan kesuburan
tanah, baik secara fisik, kimia, dan biologi tanah. Sekitar dari setengah kapasitas tukar
kation (KTK) berasal dari bahan organik yang merupakan sumber hara tanaman
(Hakim,dkk, 1986).
Bahan organik ditemukan dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya
sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali.
(Hardjowigeno, 1995) menjelaskan pengaruh bahan organik terhadap tanah dan
pertumbuhan tanaman adalah
• Granulator yaitu memperbaiki struktur • Sumber unsur hara bagi tanaman
• Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur hara (kapasitas tukar kation menjadi tinggi )
• Sumber energi bagi mikro organisme
• Menambah kemampuan tanah untuk menahan air
Botani Tanaman Apel
Tanaman apel berasal dari Asia Barat kemudian menyebar ke daerah-daerah
tropis di dunia seperti : Eropa, Amerika, Australia dan Indonesia. Di indonesia apel
telah di tanam sejak tahun 1934 hingga sekarang dan mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Tanaman apel tumbuh baik di daerah dataran tinggi seperti: Malang,
Pasuruan di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Sulawesi Selatan
(Notodimedjo, 1995)
(Soelarso, 1996) menjelaskan tanaman apel mempunyai banyak varietas dan
memiliki ciri khas tersendiri. Beberapa varietas apel unggulan antara lain : Rome
Beauty, Manalagi, Anna, Prince Noble, dan Wanglin. Jenis apel yang paling banyak
manis biarpun belum matang dan aromanya sangat kuat. Warna daging buahnya putih
kekuning-kuningan, buahnya berbentuk agak bulat dengan ujung dan pangkal
berlekuk dangkal. Diameter buah 4-7 cm dan berat 75-160 g per buah. Kulit buah
berwarna hijau muda kekuningan saat matang, produksi rata-rata per pohon 75 kg.
Menurut (Soelarso, 1996) klasifikasi tanaman apel adalah:
Divisio : Spermathopyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dycotyledone
Ordo : Rosales
Famili : Rosaceae
Genus : Malus
Spesies : Malus sylvestril Mill
Tanaman apel merupakan tanaman tahunan yang tegak yang menyerupai
semak dengan tinggi tanaman berkisar antara 2-3 m. Tanaman ini mempunyai akar
tunggang dan akar samping yang tidak banyak, perakarannya kuat dan dalam, batang
pohon berbentuk bulat, tegak, berkayu, dengan permukaan kasar, berwarna coklat dan
bercabang sedikit
(Sunarjono, 1997)
Daun apel terdiri dari daun tunggal, dan tersebar melingkar disepanjang
cabang. Bentuk daun lonjong dan ujung meruncing, tepi daun bergerigi, daging daun
agak tebal, dan pangkal tumpul, warna daun apel hijau dan mengkilat, pertulangan
daun menyirip. Panjang daun mencapai 9-14 cm, lebar daun 3-5 cm, daun apel
memiliki stomata sebagai organ respires
(Notodimedjo, 1995)
Bunga apel merupakan bunga tunggal dengan warna putih bersih. Bunga
bertangkai pendek, bertandan dan pada tiap tandan terdapat 7-9 bunga. Bunga apel
tumbuh dari ketiak daun, mahkota bunga memiliki warna putih dan merah jambu.
Bunga akan keluar dari ujung tunas generatif (tunas tumpul) yang tumbuh dari setiap
mata ruas batang. Bunga menyerbuk silang melalui lebah madu dan lalat hijau.
Tanaman dapat berbunga setiap saat setelah daunnya digugurkan atau dirompes
(Soelarso, 1996)
Buah apel mempunyai bentuk bulat sampai lonjong, bagian pucuk buah
berlekuk dangkal, kulit buah agak kasar dan tebal. Buah apel memiliki pori-pori yang
kasar dan renggang, warnanya mengkilat, buah agak keras tetapi renyah saat dimakan
serta memiliki kandungan air yang sedikit, biji buah sangat sedikit. Buah apel
memiliki bermacam warna setelah masak yakni merah, hijau, kuning, dan lain-lain
(Soelarso, 1996)
Syarat Tumbuh
Iklim
Unsur yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman buah apel
adalah ketinggian tempat, berkaitan dengan suhu udara, kelembapan udara, curah
hujan dan lama penyinaran. Pada iklim basah pertumbuhan tanaman apel akan
mengalami kendala yaitu rasa buah kurang manis, tanaman mudah terserang penyakit,
bunga akan gugur, dan di dataran rendah tanaman apel tidak dapat berbunga
(Sunarjono, 1997)
Tanaman apel dapat tumbuh di dataran tinggi tropis pada ketinggian 700-2000
m dpl, dengan curah hujan antara 1000-2600 mm per tahun dan hari hujan 110-150
hari per tahun. Tanaman apel membutuhkan bulan basah 6-7 bulan dan bulan kering
3-4 bulan tiap tahunnya. Suhu udara yang ideal adalah 16-27 oC, kelembapan udara
berkisar antara 75-85 %, dan cahaya matahari 50-60 % tiap hari khususnya pada saat
pembungaan
(Soelarso, 1996)
Tanaman apel tumbuh baik pada tanah yang bersolum dalam, memilki
kandungan bahan organik yang tinggi, struktur tanah remah dan gembur, aerasi dan
porositas tanah baik, serta mampu menyerap dan menyimpan air yang dibutuhkan
membutuhkan pH antara 6-7 dan apabila pH terlalu rendah maka dapat dilakukan
pengapuran. Kandungan air tanah yang dibutuhkan adalah air tersedia. Kemiringan
lereng yang terlalu curam akan menyulitkan perawatan tanaman sehingga perlu dibuat
terasering
BAHAN DAN METODE
Tempat dan waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo
dengan ketinggian tempat 800-1500 m dari permukaan laut. Daerah yang akan
diamati adalah sekecamatan Barus Jahe dengan luas 12.840 Ha. Disamping itu
penelitian juga dilakukan di Laboratorium Sentral, Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan .
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah yang diambil
dari lokasi penelitian, bahan-bahan kimia untuk menganalisa tanah, kriteria
kesesuaian lahan tanaman apel, peta topografi, peta administrasi, peta jenis tanah, dan
bahan lainnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran untuk mengukur
kedalaman tanah, kamera untuk mendokumentasikan profil tanah, kantong plastik
sebagai tempat sampel, clinometer untuk mengukur kemiringan lereng, pisau untuk
menentukan batas horizon dan GPS (Global Position System) untuk mengetahui
titik koordinat dan ketinggian tempat.
Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pencocokan (Matching)
antara Equipment (kebutuhan lahan untuk tanaman ) dengan Land Characteristic (sifat
atau ciri yang dimiliki oleh lahan) yang didasarkan pada faktor pembatas utama dari
Analisis Kesesuaian Lahan
Untuk kesesuaian lahan tanaman apel (Malus sylvestris Mill) disusun oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor oleh (Djaenuddin,dkk, 2000), yang
mengacu pada Framework of Land Evaluation sampai pada tingkat sub-kelas.
1. Ordo : Menunjukan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk
penggunaan lahan tertentu, terdiri dari:
• S : Sesuai digunakan untuk penggunaan tertentu dalam jangka waktu yang tidak terbatas .
• N : Tidak sesuai digunakan untuk penggunaan lahan tertentu . 2. Kelas : Menunjukan tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo.
Ada 3 kelas dari S dan 2 kelas untuk N yaitu :
• S1: Sangat sesuai (Highly Suitable) yaitu lahan yang tidak mempunyai faktor pembatas yang tidak serius untuk menerapkan pengelolaan yang
akan diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti
secara nyata terhadap produksinya dan tidak akan menaikkan masukan
atas yang telah biasa di lakukan.
• S2 : Cukup sesuai (Moderatly Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius terhadap tingkat pengelolaan
yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan
keuntungan dan perlu meningkatkan masukan yang akan diperlukan. • S3 : Sesuai marginal (Marginally Suitable) yaitu lahan mempunyai
pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat
pengelolaannya yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi
produksi dan keuntungan dan perlu meningkatkan masukan yang
diperlukan.
• N1: Tidak sesuai saat ini (Currently Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang serius, tetapi masih dapat memungkinkan untuk diatasi
hanya tidak diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan model
normal. Keadaan pembatas sedemikian seriusnya sehingga mencegah
penggunaan kelangsungaan dari lahan.
• N2 : Tidak sesuai untuk selamanya (Permanently not Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas permanen untuk mencegah segala
3. Sub-kelas : Menyatakan jenis faktor pembatas pada masing-masing kelas.
Dalam satu sub kelas dapat mempunyai lebih dari satu faktor pembatas,
untuk itu faktor pembatas yang paling dominan dituliskan di depan.
Pelaksanaan penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan tiga tahap kegiatan berupa : Tahap
Persiapan, Tahap Evaluasi yaitu pengamatan dilapangan dan analisis laboratorium,
dan Tahap Akhir.
Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah telaah pustaka, penyajian peta
dasar, kegiatan pra survey yaitu mengevaluasi penyebaran jenis tanah, pengamatan
curah hujan yang diambil dari BMG Sampali medan, melihat kondisi wilayah seperti
kondisi jalan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, menentukan lokasi titik
pengamatan sampel, dan pembuatan satuan peta tanah.
Tahap Evaluasi
Pengamatan di lapangan
Adapun pengamatan yang dilakukan di lapangan antara lain :
● Melaksanakan evaluasi lahan pada setiap Satuan Peta Tanah (SPT) di lokasi penelitian berdasarkan kriteria kesesuaian lahan tanaman apel.
● Pengambilan sampel tanah untuk analisa dilaboratorium dari setiap satuan peta tanah (SPT) pada lapisan top soil dalam keadaan terganggu.
Analisis Laboratorium
Sampel tanah yang berasal dari lapangan kemudian diteliti di laboratorium
yang meliputi sifat fisik dan kimia berdasarkan kriteria kelas kesesuaian lahan
menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor (2000) yang berhubungan
dengan faktor pembatas, karakteristik lahan dan kelas kesesuaian lahan untuk
Tahap Akhir
Berdasarkan data karakteristik lahan yang diperoleh dari hasil evaluasi lahan
di lapangan dan analisis di laboratorium maka dilakukan penilaian kelas kesesuaian
lahan pada setiap satuan peta tanah untuk tanaman apel
Parameter yang diukur
Parameter yang diukur ditentukan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk
tanaman Apel (Malus sylvestris Mill) dalam buku Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat Bogor oleh Djaenuddin, dkk, (2000) yaitu :
1. Suhu
• Rata-rata suhu tahunan yang diambil dari BMG Sampali Medan untuk Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo.
2. Ketersediaan air
• Curah hujan per tahun yaitu besar curah hujan dalam setahun (mm) 3. Keadaan perakaran
• Tekstur
• Fraksi kasar (%) • Kedalaman tanah (cm) 4 . Gambut
• Ketebalan (cm)
• Ketebalan (cm), bila berlapis dengan bahan mineral • Kematangan
5. Retensi hara
• Kapasitas tukar kation (KTK) dengan metode NH4OAC pH 7
• pH H2O dengan metode Hydrometer
• Kejenuhan basa (%) dengan metode NH4OAC pH 7
• C- Organik (%) dengan metode Walkey and Black 6. Toksitas
• Alkalinitas / ESP (%) 8. Toksisitas sulfidik
• Kedalaman sulfidik (cm) 9. Bahaya erosi
• Lereng (%)
• Tingkat bahaya erosi 10. Bahaya Banjir
• Genangan 11. Penyiapan lahan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Evaluasi Satuan Peta Tanah merupakan pencocokan antara karakteristik dan
kualitas lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman.
Satuan peta tanah (SPT) didasarkan pada tiga faktor utama yaitu iklim, tanah,
dan topografi. Evaluasi iklim meliputi suhu dan curah hujan. Menurut Braak (1928)
rata-rata suhu kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo adalah 19 0C. Schmidt
dan Fergusson (1954) mengklasifikasikan iklim di kecamatan Barus Jahe adalah
sangat basah, dan Oldeman (1975) melalui persamaan Y= 0,8x-10 bahwa ketersediaan
air di kecamatan Barus Jahe adalah 1988 mm per tahun (liat lampiran 2). Untuk
kemiringan lereng dievaluasi berdasarkan kriteria kesesuaian lahan tanaman apel
yakni ada 4 kemiringan 0-8%, 8-16%, 16-30%, 40-60%. Untuk kemiringan 40-60 %
tidak diamati karena peka terhadap erosi dan tidak sesuai dengan kriteria kesesuaian
lahan tanaman apel (liat lampiran 3). Berdasarkan klasifikasi tanah Keys to Soil
Taxonomy 2006 jenis tanah di kecamatan Barus Jahe adalah tanah Andisol (liat
lampiran 2). Hasil evaluasi pada setiap satuan peta tanah akan disajikan pada tabel 1
berikut ini :
Tabel 1. Satuan Peta Tanah di Kecamatan Barus Jahe
No SPT Iklim Lereng (%) Tanah
1 1 Sangat basah 0-8 Andisol
2 2 Sangat basah 8-16 Andisol
3 3 Sangat basah 16-30 Andisol
4 4 Sangat basah 40-60 Andisol
Evaluasi Lahan
Hasil evaluasi lahan untuk tanaman Apel ( Malus sylvestris Mill) dari setiap
Tabel 2. Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Apel (Malus sylvestris Mill) pada
2 Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm)
3 Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Kedalaman tanah (cm)
Kejenuhan basa (%) pH H2O
11 Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%) Singkapan batuan (%)
Tabel 3. Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Apel (Malus sylvestris Mill) pada SPT 2 desa Serdang Kecamatan Barus Jahe
No
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 2498 S1
S1
3 Ketersediaan oksigen(oa)
Drainase baik S1
S1
4 Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)
kasar Kejenuhan basa (%)
pH H2O
Kedalaman sulfidik (cm) - 9 Bahaya erosi (eh)
11 Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%)
Singkapan batuan (%)
Tabel 4. Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Apel (Malus sylvestris Mill) pada SPT 3 desa Sukanalo Kecamatan Barus Jahe
No Karakreristik lahan Kesesuaian Lahan kec. Barus Jahe
Kelas kesesuaian lahan Aktual
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 2498 S1
S1
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase baik S1
S1
4 Media perakaran (rc) Tekstur
Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)
kasar
Kejenuhan basa (%) pH H2O
Kedalaman sulfidik (cm) - 9 Bahaya erosi (eh)
11 Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%) Singkapan batuan (%)
Pembahasan
Hasil evaluasi kesesuaian lahan pada setiap Satuan Peta Tanah di kecamatan
Barus Jahe kabupaten Tanah Karo untuk tanaman Apel (Malus sylvestris Mill)
menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor oleh (Djaenuddin,dkk, 2000)
akan disajikan pada tabel 5 berikut ini :
No SPT Kesesuaian Lahan Aktual Kesesuaian Lahan Potensial
1 1 S3 nr,rc S3rc
2 2 Nrc Nrc
3 3 Nrc Nrc
Dari tabel diatas diperoleh bahwa kesesuaian lahan aktual pada SPT 1 adalah
S3nr,rc dengan faktor pembatas kejenuhan basa pada retensi hara dan tekstur pada
media perakaran. Untuk faktor pembatas kejenuhan basa dapat diperbaiki dengan cara
pengapuran dan pemupukan. Hal ini sesuai menurut Tan (1998), yaitu pengapuran
merupakan cara yang umum untuk meningkatkan kejenuhan basa, sehingga
kesesuaian lahan potensial untuk faktor pembatas kejenuhan basa dapat di tingkatkan
menjadi kelas S1. Untuk faktor pembatas tekstur tidak dapat dilakukan perbaikan
karena tekstur tidak dapat diperbaiki sehingga kesesuaian lahan potensial pada SPT 1
adalah S3rc dengan faktor pembatas tekstur pada media perakaran.
Dari tabel diatas diperoleh bahwa kesesuaian lahan aktual pada SPT 2 dan 3
adalah Nrc dengan faktor pembatas tekstur pada media perakaran. Tekstur tidak dapat
diperbaiki sehingga kesesuaian lahan potensial pada SPT 2 dan 3 adalah tetap pada
KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil evaluasi ada 4 satuan peta tanah di Kecamatan Barus Jahe
Kabupaten Tanah Karo untuk tanaman Apel ( Malus sylvestris Mill) yaitu : Kesesuaian lahan potensial pada SPT 1 dengan luas 613 ha adalah S3rc
dengan faktor pembatas tekstur pada media perakaran pada kemiringan
0-8 %.
Kesesuaian lahan potensial pada SPT 2 dengan luas 738 ha adalah N rc dengan faktor penbatas tekstur pada media perakaran pada kemiringan
8-16 %.
Kesesuaian lahan potensial pada SPT 3 dengan luas 1552 ha adalah N rc dengan faktor pembatas tekstur pada media perakaran pada
kemiringan 16-30 %.
SPT 4 tidak sesuai menurut kriteria kesesuaian lahan tanaman apel oleh Djaenuddin,dkk (2000) karena kemiringan lebih besar dari 30 %
dan peka terhadap erosi.
2. Evaluasi kesesuaian lahan yang potensial untuk pembudidayaan tanaman apel adalah seluas 613 ha.
SARAN
Pembudidayaan tanaman apel (Malus sylvestris Mill) perlu disesuaikan
dengan kegiatan usaha tani di Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. S, 1993. Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar Swadaya, Jakarta. hal; 57-58.
Arsyad, S, 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press., Bogor.; hal,; 209-216.
D. Djaenuddin, Marwan H;H Subagyo, Ani Mulyani, dan N. Suharta, (2000) Kriteria Kesesuaian Lahan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor
Eng, M, S, 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi, Yogjakarta. Hal; 56
Foth, H, D. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, terjemahan Purbayanti, E,D, Dwi Retno Lukiwati, Rahayuning Trimulatsih,.Gadjah Mada, University Press, yogjakarta,. hal; 34-36
Foth, H, D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Erlangga . Jakarta
Guslim, 1996. Klimatologi Dasar. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
Hardjowigeno, S, 1995. Ilmu Tanah Akademika Pressindo, Jakarta. hal ; 6, 48, 219.
Hakim, N, M, Y, Nyakpa, A, M, Lubis. S, G. Nugroho, M, A. Diha, G, B, Hong, dan H, H, Bailey, 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung Press, Lampung. hal ; 102-103
Kartasapoetra, A, G, 1991.Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta.hal ; 16
Notodimedjo, Soewarno, 1995. Budidaya Tanaman Holtikultira Khusus Tanaman Buah-Buahan , Fak. Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
Soelarso, R, Bambang, 1996. Budidaya Apel, Kanisius, Yogjakarta.
Sunarjono, Hendro, 1987. Ilmu Produksi Tanaman dan Buah-Buahan, Sinar Baru, Bandung
Tan , K , H , 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah , Terjemahan Didiek Hadjar Goenadi Gajah Mada University Press, Yogjakarta. Hal : 192
Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama
Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1
Koordinat : 03003’36,4’’LU dan 98033’24,3’’BT Kemiringan : 5 %
Fisiografi : Berombak Ketinggian : 1250 m dpl Bahan induk : Andesit Drainase : Baik
Vegetasi : padi gogo, bambu, rumput Kedalaman
efektif : 100-150 cm Dideskripsi : 28 Agustus 2009
Horison Kedalaman (cm)
Uraian
O2 0-47 Warna sangat hitam (7,5YR2/2), tekstur lempung liat berdebu, struktur gumpal bersudut, tanpa karatan, perakaran banyak. Ah 47-107 Warna kuning kemerah-merahan (7,5 YR 7/8),
tekstur lempung berliat, struktur gumpal bersudut, tanpa karatan, perakaran sedang, dan adanya akumulasi illuvial humus berupa selaput partikel pasir atau debu.
Bw1 107-118 Warna coklat tua (7,5YR5/6), tekstur lempung liat berdebu, struktur gumpal bersudut, tanpa karatan, perakaran sedang, dan adanya perkembangan warna.
B. Profil kedua
Lokasi : Desa Serdang kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P2
Vegetasi : Jeruk, padi gogo, bambu, jagung Kedalaman
efektif : 100-150 cm Dideskripsi : 28 Agustus 2009
Horison Kedalaman (cm)
Uraian
O2 0-25 Warna sangat hitam ( 10 YR 2/3 ), tekstur liat berdebu, struktur remah, tanpa karatan, perakaran banyak.
Ah1 25-55 Warna coklat kekuning-kuningan (10 YR 4/6), tekstur liat berdebu, struktur gumpal bersudut, tanpa karatan, perakaran banyak, dan adanya akumulasi illuvial humus berupa selaput partikel pasir atau debu.
Ah2 55-82 Warna kuning kecoklatan ( 10 YR 5/8), tekstur liat berdebu, struktur gumpal bersudut, tanpa karatan, perakaran sedikit.
Bw1 82-107 Warna coklat kuning kemerah-merahan (7,5YR6/8), tekstur liat berdebu, struktur gumpal bersudut, tanpa karatan, perakaran sedikit, dan adanya perkembangan warna. Bw2 107-116 Warna coklat 97,5 YR 4/4), tekstur liat
berpasir, struktur gumpal bersudut, tanpa karatan, dan perakaran sedikit.
C 116-136 Warna coklat kekuningan (10 YR 5/6), tekstur lempung liat berpasir, sruktur gumpal, tanpa karatan, dan perakaran sedikit.
C. Profil ketiga
Lokasi : Desa Sukanalo kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P3
Koordinat : 03005’0,9’’LU dan 98032’45’’BT Kemiringan : 11 %
Fisiografi : Bergelombang Ketinggian : 1225 m dpl Bahan induk : Andesit Drainase : Baik
Vegetasi : padi gogo, bambu Kedalaman
efektif : 50-100 cm Dideskripsi : 28 Agustus 2009
Horison Kedalaman (cm)
Uraian
O2 0-53 Warna sangat hitam (10 YR 2/2), tekstur lempung berpasir, struktur gumpal bersudut, tanpa karatan, perakaran banyak.
Ah1 53-67 Warna coklat kekuning-kuningan (10 YR 3/4), tekstur lempung, struktur gumpal bersudut, tanpa karatan, perakaran banyak, dan adanya akumulasi illuvial humus berupa selaput partikel pasir atau debu.
Ah2 67-102 Warna kuning kecoklatan ( 10 YR 6/6), tekstur lempung berliat, struktur gumpal bersudut, tanpa karatan, perakaran sedikit.
Bw1 102-138 Warna kuning kemerah-merahan ( 7,5 YR 7/6), tekstur lempung liat berpasir, struktur gumpal bersudut, tanpa karatan, perakaran tidak ada, dan adanya perkembangan warna.
Lampiran 2. Evaluasi iklim dan penyebaran tanah Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo
I. Iklim A.. Suhu
Menurut Braak (1928) rata-rata suhu dihitung dengan menggunakan rumus yaitu : 26,3 0 C - (0,1 x elevasi dalam meter x 0,6)
SPT 1 dengan ketinggian 1250 m dpl = 26,3 0 C- (0,1 x 1250 x 0,6) = 18,8 0 C
SPT 2 dengan ketinggian 1266 m dpl = 26,3 0 C- (0,1 x 1266 x 0,6) = 18,7 0 C
SPT 3 dengan ketinggian 1225 m dpl = 26,3 0 C- (0,1x 1225x 0,6) = 18,9 0 C
Berdasarkan evaluasi, maka rata-rata suhu di kecamatan Barus Jahe yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Sampali Medan adalah 19 0C.
B. Curah Hujan
Menurut Schmidt dan Fergusson (1954) curah hujan dihitung dengan rumus :
%
Evaluasi curah hujan yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Sampali Medan bahwa nilai Q adalah 6,86 pada interval 0>Q<14,3 yang berarti iklim sangat basah.
Sedangkan Oldeman (1975) mengelompokkan curah hujan dengan menghitung ketersediaan air dengan menggunakan persamaan:
Y = 0,8x-10
Y = ketersediaan air x = rata-rata curah hujan
sehingga ketersediaan air di kecamatan barus jahe per tahun adalah : Y= 0,8 (2498) - 10
II. Tanah
Klasifikasi tanah menurut Keys to Soil Taxonomy 2006 bahwa ketiga profil tanah di kecamatan Barus Jahe memiliki :
1. Ordo : Andisol
Memiliki sifat penciri andik dengan ketebalan 75 cm atau lebih sampai pada kedalaman 60 cm dari permukaan tanah atau lapisan top soil.
Bulk density < 0,90 g/cm3
Retensi posfat sebesar 85 % atau lebih. Memiliki kandungan C- organik < 25 %
2. Sub ordo : Udands
Dari data curah hujan di kecamatan Barus Jahe diketahui rejim kelembapan yaitu Udik yang merupakan syarat sub ordo Udands.
3. Great group : Hapludands
Karena memiliki sifat penciri udands yang lain yaitu rejim kelembapan tanah Udik dan rejim suhu tanah Isotermik.
4. Sub group : Typic Hapludands
Memiliki syarat Hapludands yang lain yaitu horizon pencirinya adalah Kandik.
Lampiran 3. Kesesuaian lahan untuk tanaman apel (Malus sylvestris Mill) No Persyaratan penggunaan
lahan / Karakteristik Lahan
Kelas Kesesuaian Lahan 2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 2200-2500 1800-2200 3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Baik, Kedalaman tanah (cm)
s,ah,h
Ketebalan dengan sisipan bahan mineral(cm) Kejenuhan basa (%) pH H2O 11 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
<5
Lampiran 4. Hasil analisis laboratorium