• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Pada Siswa SMA Sutomo I Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Pada Siswa SMA Sutomo I Medan"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN ACADEMIC SELF MANAGEMENT

DITINJAU DARI DIMENSI KEPRIBADIAN

EKSTROVERS DAN INTROVERS PADA

SISWA SMA SUTOMO I MEDAN

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi

Oleh

MEGIA RASPATI BR GINTING

071301117

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan

sesungguhnya

bahwa skripsi saya yang berjudul:

Perbedaan Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Pada Siswa SMA Sutomo I Medan

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip

dari hasil karya orang lain telah ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi

ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang

dan sanksi-sanksi lainnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Medan, Januari 2010

Megia Raspati Br Ginting

(3)

Perbedaan Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert pada Siswa-Siswi SMA Sutomo I Medan

Megia Raspati Br Ginting dan Fasti Rola

ABSTRAK

Keberhasian dan kesuksesan merupakan keinginan setiap pelajar. Agar menjadi pelajar yang berhasil bukanlah sesuatu yang gampang. Mereka harus memiliki keefektifan yang lebih dan belajar dengan strategi yang benar dan tekun dalam meningkatkan pengetahuannya, dapat memotivasi dirinya sendiri dan dapat memonitori dan mengubah perilaku mereka agar menjadi perilaku yang lebih baik lagi. Salah satu usaha untuk mendapatkan kesuksesan tersebut adalah memiliki academic self management yang baik. Academic self management adalah suatu strategi pembelajaran yang digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajarannya (Dembo, 2004). Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat komparatif yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I.

Penelitian ini mengambil sampel siswa-siswi kelas XII SMA Sutomo 1 Medan yang berjumlah 100 orang. Penelitian dilakukan dengan pemberian skala yang dibuat sendiri oleh peneliti, yaitu skala yang disusun berdasarkan lima dimensi academic self management yang dikemukakan oleh Dembo (2004) dan skala yang disusun berdasarkan ciri-ciri dimensi kepribadian ekstrovert yang dikemukakan oleh Eysenck (1994). Skala academic self management memiliki reliabilitas sebesar (rxx) = 0.922. Sedangkan skala kepribadian ekstrovert dan

introvert memiliki reliabilitas sebesar (rxx) = 0.912.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik independent

sample t-test menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari

academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I Medan, yang dilihat dari nilai rata-rata, dimana nilai rata-rata untuk dimensi kepribadian ekstrovert lebih tinggi yaitu sebesar 144.82 dibandingkan dengan dimensi kepribadian introvert yaitu sebesar 124.50.

(4)

Academic Self Management Differences Between Student in Extroverted and Introverted Personality Dimensions in SMA Sutomo I Medan

Megia Raspati Br Ginting dan Fasti Rola

ABSTRAC

Success is the desire of every student. To be a successful student is not something easy. They should have a more effective and learn with the right strategy and diligent in improving his knowledge, able to motivate him self and can monitor and alter their behavior in order to become a better behavior. One attempt to gain academic self management is a strategy used by student learning to control the factors that affect learning (Dembo, 2004). This research is a comparative study aimed to determine whether there are differences in academic self management in terms of extroverted and introverted personality dimensions in SMA Sutomo I.

This study sampled students of class XII SMA Sutomo a field that numbered 100 people. The study was conducted by administering the scale that is made by researchers namely the scale which is based on five dimensions of academic self management that is proposed by Dembo (2004) and scale that is based on the characteristics of extroverted personality dimensions proposed by Eysenck (1994). The scale of academic self management has reliability of (rxx) =

0.922. while the extroverted and introverted personality scale has a reliability of (rxx) = 0.912.

Results of analysis of research data by using techniques independent sample t-test showed that there are significant differences in term of academic self management of extroverted and introverted personality dimensions in high school I Sotomo Medan, as seen from the average value, where the average value for the dimension higher extroverted personality that is equal to 144.82 compared with introverted personality dimensions that is equal to 124.50.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan

baik dan tepat pada waktunya. Judul penelitian ini adalah “Perbedaan Academic

Self Management Ditinjau dari Dimendi Kepribadian Ekstrovers dan Introvers

pada Siswa SMA SUTOMO I MEDAN ”.

Selama proses pengerjaan penelitian ini, penulis mendapat banyak bantuan

dari berbagai pihak, baik secara materiil maupun dukungan sosial, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian ini, meskipun masih terdapat beberapa

kekurangan di dalamnya. Untuk itu, peneliti ingin mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

2. Kak Fastirola, M.Psi, psikolog sebagai dosen pembimbing yang selalu

memberikan arahan, saran, dan kritikan dari awal penyusunan hingga

akhir penyelesaian penelitian ini.

3. Orangtua saya, P. Ginting dan Y. Sitepu yang selalu mendukung sebagai

sahabat serta teman disaat suka dan duka. Juga untuk Ka Ua dan Bang

Engah yang selalu mendoakan dan memberi dukungan yang luar biasa

kepada saya, serta seluruh keluarga besar peneliti.

4. Dosen-dosen yang berada di Departemen Psikologi Pendidikan yang telah

(6)

5. Seluruh partisipan yang sudah memberikan sumbangsih dalam penelitian

ini, terkhusus untuk SMA SUTOMO I Medan Kelas XII dan SMA

SUTOMO II Medan Kelas XII.

6. Seluruh teman-teman yang sudah mendukung selama proses penyusunan

penelitian ini hingga selesai, dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang

dapat membangun guna memperbaiki dan meyempurnakan penelitian ini.

Medan, Januari 2012

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

Bab I. PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang

I.B. Rumusan Masalah

I.C. Tujuan Penelitian

I.D. Manfaat Penelitian

I.E. Sistematika Penelitian

Bab II. LANDASAN TEORI

II.A. Academic Self Management

II.A.1. Definisi Academic Self Management

II.A.2. Elemen-Elemen Academic Self Management

II.A.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Academic Self Management

(8)

II.A.5. Proses yang Digunakan dalan Academic Self

Management

II.B. Dimensi Kepribadian

II.B.1. Pengertian Kepribadian

II.B.2. Dimensi Kepribadian Eysenck

II.C. SMA Sutomo 1 Medan

II.D. Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi

Kepribadian Ekstroversion dan Introversion

II.E. Hipotesis

Bab III. METODE PENELITIAN

III.A. Identifikasi Variabel Penelitian

III.B. Definisi Operasional

III.C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel

III.C.1. Populasi

III.C.2. Sampel

III.C.3.Metode Pengambilan Sampel

III.C.4. Jumlah Sampel Penelitian

III.D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

III.E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

III.E.1. Uji Validitas

(9)

III.F. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian

III.G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

III.G.1. Tahap Persiapan Penelitian

III.G.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

III.G.3. Tahap Pengolahan Data Penelitian

III.H. Metode Analisa Data

III.G.1. Uji Normalitas

III.G.2. Uji Homogenitas

Bab IV. ANALISA DATA

IV.A. Gambaran Subjek Penelitian

IV.B. Hasil Penelitian

IV.B.1. Kategorisasi Data Penelitian

IV.B.2. Hasil Uji Asumsi

IV.B.3. Hasil Penelitian

IV.C. Hasil Tambahan

IV.D. Pembahasan

Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.A. Kesimpulan

V.B. Saran

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Blue Print Skala Academic Self-Management Sebelum

Diuji Coba

Tabel 3.2 : Blue Print Skala Ekstrovert dan Introvert Sebelum

Diuji Coba

Tabel 3.3 : Blue Print Skala Academic Self Management Sebelum

Diuji coba

Tabel 3.4 : Distribusi Aitem-Aitem Dimensi Kepribadian

Ekstrovert dan Introvert Setelah Uji Coba

Tabel 4.1 : Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis

Kelamin

Tabel 4.2 : Skala Statistik Academic Self Management

Tabel 4.3 : Statistik Reliabilitas Academic Self Management

Tabel 4.4 : Kategorisasi Data academic self management

Tabel 4.5 : Statistik Reliabilitas Dimensi Kepribadian

Ekstrovert dan Introvert

Tabel 4.6 : Skala Statistik Dimensi Kepribadian Ekstrovert

dan Introvert

Tabel 4.7 : Kategorisasi Data Dimensi Kepribadian Ekstrovert

dan Introvert

Tabel 4.8 : Uji Normalitas

(11)

Tabel 4.10 : Hasil Analisis T-Test

Tabel 4.11 : Analisa Perbedaan Skor Academic Self Management

dengan Dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert

Tabel 4.12 : Deskripsi Aspek Motivasi

Tabel 4.13 : Hasil Analisa Perbedaan Motivasi antara Dimensi

Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Tabel 4.14 : Deskripsi Aspek Metode-Metode Belajar

Tabel 4.15 : Hasil Analisa Perbedaan Penggunaan Metode-

Metode Belajar antara Dimensi Kepribadian

Ekstrovert dan Introvert

Tabel 4.16 : Deskripsi Menggunakan Waktu dengan Baik

Tabel 4.17 : Hasil Analisa Perbedaan Penggunaan Waktu

dengan Baik antara Dimensi Kepribadian

Ekstrovert dan Introvert

Tabel 4.18 : Deskripsi Lingkungan Fisik dan Sosial

Tabel 4.19 : Hasil Analisa Perbedaan Penggunaan Lingkungan

Fisik dan Sosial antara Dimensi Kepribadian Ekstrovert

dan Introvert

Tabel 4.20 : Deskripsi Performansi

Tabel 4.21 : Hasil Analisa Perbedaan Performansi antara

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Academic Self Management

Gambar 2.2 : Proses manajemen diri dalam perilaku akademis

Gambar 2.3 : pandangan sistemetik dari kepribadian

Gambar 2.4 : Struktur Hirarki Neuritisme

Gambar 2.5 : Struktur Hirarki Psikotisme

Gambar 2.6 : Struktur Hirarki Ekstrovert

Gambar 4.1 : Kategorisasi Data Dimensi Kepribadian Ekstrovert

dan Introvert

Gambar 4.2 : Kategorisasi Data Dimensi Kepribadian Ekstrovert

(13)

Perbedaan Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert pada Siswa-Siswi SMA Sutomo I Medan

Megia Raspati Br Ginting dan Fasti Rola

ABSTRAK

Keberhasian dan kesuksesan merupakan keinginan setiap pelajar. Agar menjadi pelajar yang berhasil bukanlah sesuatu yang gampang. Mereka harus memiliki keefektifan yang lebih dan belajar dengan strategi yang benar dan tekun dalam meningkatkan pengetahuannya, dapat memotivasi dirinya sendiri dan dapat memonitori dan mengubah perilaku mereka agar menjadi perilaku yang lebih baik lagi. Salah satu usaha untuk mendapatkan kesuksesan tersebut adalah memiliki academic self management yang baik. Academic self management adalah suatu strategi pembelajaran yang digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajarannya (Dembo, 2004). Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat komparatif yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I.

Penelitian ini mengambil sampel siswa-siswi kelas XII SMA Sutomo 1 Medan yang berjumlah 100 orang. Penelitian dilakukan dengan pemberian skala yang dibuat sendiri oleh peneliti, yaitu skala yang disusun berdasarkan lima dimensi academic self management yang dikemukakan oleh Dembo (2004) dan skala yang disusun berdasarkan ciri-ciri dimensi kepribadian ekstrovert yang dikemukakan oleh Eysenck (1994). Skala academic self management memiliki reliabilitas sebesar (rxx) = 0.922. Sedangkan skala kepribadian ekstrovert dan

introvert memiliki reliabilitas sebesar (rxx) = 0.912.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik independent

sample t-test menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari

academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I Medan, yang dilihat dari nilai rata-rata, dimana nilai rata-rata untuk dimensi kepribadian ekstrovert lebih tinggi yaitu sebesar 144.82 dibandingkan dengan dimensi kepribadian introvert yaitu sebesar 124.50.

(14)

Academic Self Management Differences Between Student in Extroverted and Introverted Personality Dimensions in SMA Sutomo I Medan

Megia Raspati Br Ginting dan Fasti Rola

ABSTRAC

Success is the desire of every student. To be a successful student is not something easy. They should have a more effective and learn with the right strategy and diligent in improving his knowledge, able to motivate him self and can monitor and alter their behavior in order to become a better behavior. One attempt to gain academic self management is a strategy used by student learning to control the factors that affect learning (Dembo, 2004). This research is a comparative study aimed to determine whether there are differences in academic self management in terms of extroverted and introverted personality dimensions in SMA Sutomo I.

This study sampled students of class XII SMA Sutomo a field that numbered 100 people. The study was conducted by administering the scale that is made by researchers namely the scale which is based on five dimensions of academic self management that is proposed by Dembo (2004) and scale that is based on the characteristics of extroverted personality dimensions proposed by Eysenck (1994). The scale of academic self management has reliability of (rxx) =

0.922. while the extroverted and introverted personality scale has a reliability of (rxx) = 0.912.

Results of analysis of research data by using techniques independent sample t-test showed that there are significant differences in term of academic self management of extroverted and introverted personality dimensions in high school I Sotomo Medan, as seen from the average value, where the average value for the dimension higher extroverted personality that is equal to 144.82 compared with introverted personality dimensions that is equal to 124.50.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang

UU SISDIKNAS No. 2 (2003) menyatakan pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan

memiliki peranan penting dalam menciptakan generasi muda yang unggul.

Sehingga pendidikan dimasukkan kedalam salah satu dari Milllenium

Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milinium (Media

Indonesia, 2010). Pendidikan memiliki beberapa komponen, seperti tujuan

pendidikan, peserta didik, orang tua, guru, pemimpin masyarakat dan keagamaan,

interaksi edukatif peserta didik dan pendidik, isi pendidikan dan lingkungan

pendidikan (Anonimous, 2011).

Perkin (dalam Sopiatin, 2010) menyebutkan sekolah merupakan misi yang

dilaksanakan untuk mencapai bermacam-macam keinginan pelajar atas

pengetahuan dasar, wawasan, peningkatan kemampuan dan pengetahuan yang

mendalam. Sekolah yang berhasil adalah sekolah yang memiliki visi dan misi,

keyakinan dan nilai-nilai, tujuan serta objek serta faktor kritis keberhasilan,

sedangkan kualitas sekolah dapat dilihat dari kualitas input, kualitas proses,

(16)

merupakan harapan dari seluruh sehingga tidak mengherankan jika setiap pelajar

berlomba untuk dapat diterima disekolah tersebut dengan harapan bahwa sekolah

bermutu adalah sekolah yang mempunyai kualitas pelayanan pendidikan yang

baik dan dapat memberikan kepuasan yang berhubungan dengan salah satunya

yaitu prestasi belajar pelajar (Sopiatin, 2010).

Dembo (2004) menjelaskan bahwa untuk menjadi pelajar yang berhasil

bukanlah sesuatu yang gampang. Pelajar harus memiliki keefektifan yang lebih

dan belajar dengan strategi yang benar dan tekun dalam meningkatkan

pengetahuannya, dapat memotivasi dirinya sendiri dan dapat memonitori dan

mengubah perilaku mereka ketika proses pembelajaran itu terjadi. Seperti musisi,

penari ataupun pemain golf tidak dapat berhasil apabila mereka tidak

mempraktekkannya, terlepas dari membaca ataupun mendengarkan dasar-dasar

dan tehnik-tehnik khusus dalam kelas. Agar mencapai keberhasilan dan

kesuksesan, pelajar harus mampu mengatur dirinya dalam belajar untuk

memenuhi tuntutan-tuntutan yang ada agar bisa menjadi pelajar yang berhasil

dalam pendidikannya. Pengaturan diri dalam hal akademis ini disebut dengan

academic self management.

Dembo (2004) menyatakan academic self management adalah suatu

strategi pembelajaran yang digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor

yang mempengaruhi pembelajarannya. Fattah (2010) menambahkan hal ini

dengan berkaitan dengan masalah pengontrolan tugas yang meliputi bagaimana

cara untuk mencapai tujuan belajar dan bagaimana mengatur hasil dan dukungan

(17)

Menurut Jones (2003), sistem pendidikan yang formal tidak menjamin

pelajar sukses. Bukan hanya sekedar kemampuan akademis, tetapi juga

kemampuan diri (personal skill) yang baik. Haddril & Singh (2008) meyatakan

pelajar yang drop-out bukan karena dia memiliki kemampuan yang di bawah

rata-rata, tetapi karena dia tidak dapat mengatur dirinya, dalam hal pendidikan maupun

pekarjaan atau aktivitas yang lain, dia tidak mampu mengatur urusan pendidikan

dan urusan keluarga misalnya. Ia menambahkan pelajar dapat menghindari

hal-hal tersebut dengan menyeimbangkan segala aktivitas ataupun kegiatan.

Self-management merupakan sebuah cara untuk memodifikasi perilaku yang dilakukan

untuk merubah perilaku diri sendiri. Dengan kata lain, pengaturan diri dalam hal

akademis ini adalah sebuah proses di mana seseorang melakukan kontrol terhadap

perilakunya untuk membantuk perilaku yang diinginkan pada masa mendatang.

Strategi self-management dilakukan untuk mengontrol perilaku (Primardi, 2006).

Self-management bertujuan untuk mengajarkan kepada pelajar bagaimana

mengatur proses pembelajarannya atau mengefektifkan perilakunya. Pelajar

seharusnya dapat berfikir bagaimana mengobservasi perilakunya dan bagaimana

mengevaluasi perilakunya tersebut. Pelajar harus belajar untuk membuat

keputusan dari pilihan yang ada. Penerapan self-management dapat meningkatkan

kemampuan pengambilan keputusan pada pelajar yang kurang bisa mengambil

keputusan (Dean, Malott, & Fulton dalam Gerhardt, 2006). Dembo (2004)

mengatakan pelajar yang berhasil adalah pelajar yang memiliki strategi yang

(18)

diri sendiri dan dapat memonitor atau mengubah perilaku ketika pembelajaran itu

tidak terjadi.

Menurut Panjaitan (2006), salah satu faktor penting dalam mempengaruhi

keberhasilan pelajar dalam belajar adalah karakteristik dari peserta didik.

Selanjutnya Uno (2006) menjelaskan bahwa karakteristik pelajar perlu

diidentifikasi oleh guru untuk digunakan sebagai petunjuk dalam mengembangkan

proses pembelajaran. Karakteristik yang diidentifikasi tersebut dapat berupa

bakat, motivasi, gaya belajar, kemampuan berpikir, minat, sikap, kecerdasan dan

kepribadian.

Sifat-sifat pribadi seseorang sangat mempengaruhi proses belajar pada

pelajar. Tiap-tiap orang mempunyai sifat-sifat kepribadian masing-masing yang

berbeda antara seorang dengan yang lain. Ada orang yang mempunyai sifat keras

hati, berkemauan keras, tekun dalam segala usahanya, halus perasaannya dan ada

pula yang sebaliknya. Sifat-sifat kepribadian yang ada pada seseorang itu sedikit

banyaknya turut pula mempengaruhi sampai dimana hasil belajarnya dapat

dicapai (Purwanto, 1990). Dalam hal ini peneliti ingin membaginya ke dalam dua

dimensi kepribadian yang diungkapkan oleh Eysenck (1998) yaitu dimensi

kepribadian ekstrovert dan introvert.

Eysenck (1998) mengatakan bahwa dimensi kepribadian ekstrovert

bercirikan suka bergaul, memiliki banyak teman, membutuhkan orang lain untuk

diajak berbicara, suka mengambil kesempatan, selalu ingin tahu, senang lelucon

dan umumnya suka perubahan. Selain itu cenderung agresif dan gampang

(19)

tidak selalu dapat dipercaya. Sementara itu dimensi kepribadian introvert

dinyatakan bercirikan pendiam, penyegan, introspektif, lebih menyukai buku

daripada orang banyak, memikirkan kehidupan sehari-hari secara serius,

menyukai keteraturan, menyimpan perasaan, jarang berperilaku agresif dan tidak

gampang marah, dapat dipercaya, cenderung pesimis dan menaruh penilaian yang

tinggi pada standar etika, lebih sensitif terhadap penderitaan, gampang letih dan

lebih cepat bosan.

Eysenck (dalam Pervin 2005) menyatakan perbedaan ekstrovert dan

introvert. Dikatakan introvert lebih baik dalam hal sekolah khususnya dalam

pelajaran yang lebih sulit. Murid yang berhenti dari sekolah karena alasan

akademis cenderung merupakan ekstrovert, sedangkan yang berhenti karena

alasan psikiatrik merupakan introvert. Selain itu ekstrovert lebih sering memberi

saran daripada introvert. Ekstrovert menyukai bekerja dengan adanya interaksi

dengan orang lain, sedangkan introvert lebih menyukai bekerja sendiri. Ekstrovert

menyukai variasi dalam pekerjaannya namun introvert cenderung tidak

membutuhkan hal- hal baru dalam pekerjaannya. Penelitian Ghani, dkk (2008)

yang menyatakan hal yang sebaliknya yaitu pencapaian akademik yang baik akan

cenderung dimiliki oleh siswa dengan dimensi kepribadian ekstrovert.

Sesuai dengan dimensi kepribadian yang diungkapkan oleh Eysenck

(1998), individu dengan dimensi kepribadian introvert memiliki ciri-ciri menyukai

keteraturan (Eysenck dalam Atkinson, 1993) sehingga peneliti menduga akan

lebih baik dalam hal academic self management daripada dimensi kepribadian

(20)

(Eysenck dalam Atkinson, 1993). Dari asumsi ini, maka peneliti ingin melihat

perbedaan academic self-management pelajar ditinjau dari dimensi kepribadian

yang dikumukakan oleh Eysenck yaitu ekstrovert dan introvert.

Dalam penelitian ini, SMA Sutomo I Medan diangkat menjadi subjek

penelitian dikarenakan fenomena yang terjadi di SMA Sutomo 1 Medan

memperlihatkan bagaimana academic self management itu sangat diperlukan

pelajar untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikannya. Perguruan Sutomo

adalah Sekolah Swasta di

(Anonimous, 2011). Sekolah Sutomo adalah salah satu sekolah yang ada di kota

Medan. Sekolah Sutomo memiliki lingkungan belajar yang nyaman, seperti pada

kutipan wawancara pada salah satu murid sekolah Sutomo kelas XI berinisial VV

“ia kak, kalau lingkungan sekolahnya bagus lah, nyaman buat belajar, terus kelasnya oke kan pake AC jadi enak, pokoknya baik lah buat belajar.

(komunikasi personal 16/02/2011)”

Selain itu, sekolah Sutomo juga dilengkapi dengan bermacam-macam

fasilitas untuk mendukung keberhasilan pelajar-siswi nya, seperti laboratorium

belajar yang nyaman, laboratorium kimia, laboratorium biologi, perpustakaan,

laboratorium fisika, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, ruang

multimedia, pelatihan olimpiade, taman bermain dll (Anonimous, 2011).

Sejauh ini, prestasi yang di peroleh Sutomo cukup memuaskan. Memiliki

ambisi untuk menjadi salah satu sekolah modern yang unggul di Indonesia dan

memiliki komitmen yang tegas untuk memajukan lembaga pendidikan serta tidak

mementingkan profit karena menyadari bahwa yayasan ini adalah milik

(21)

Medan dan merupakan sekolah yang masih berada di sepuluh besar sekolah

terbaik se-Indonesia, seperti pada kutipan wawancara pada salah satu murid

berinisial VV

“kalau prestasi Sutomo megang kak, lupa kali aku ntah apa-apa aja itu, kakak liat aja website Sutomo, ada kok kak di situ. Trus yang tamat Sutomo kak paling banyak ngelanjut keluar kak, di dalam atau di luar negeri, jarang di sini aja Ya..itulah kak keinginan kami, dapat universitas yang baik lah..

(komunikasi personal 16/02/2011)”

Pelajar yang ada SMA Sutomo 1 Medan, umumnya memiliki kegiatan

diluar proses belajar yang mereka ikuti di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler dan

les tambahan lainnya merupakan kegiatan tambahan yang mereka ikuti, sementara

sekolah cenderung mengutamakan prestasi akademis para pelajarnya. Tuntutan

disekolah membuat pelajar secara psikologis memiliki keinginan untuk melewati

standart yang ditetapkan oleh pihak sekolah, seperti pada kutipan wawancara pada

salah satu murid berinisial VV

“kalau di Sutomo kak, keras kali belajarnya. Soal yang dikasi itu bukan kayak soal lain, soal anak sekolah lain. Trus terkadang soalnya itu dari modul kuliah, trus soal-soal olimpiade. Keras lah kak pokoknya. Trus ada standart naik kelas. Nilai rata-rata 75, kalau gak, gak naik kelas kak

(komunikasi personal 16/02/2011)”

“ekstrakurikuler di Sutomo juga banyak kak, dan semuanya itu belajar juga kayak bahasa Jepang, Jerman, mading tiga bahasa, KBS itu maksudnya yang senior pandai ajarin yang junior buat olimpiade gitu lah kak, walaupun ada ekstrakurikuler yang seni, kek musik, tari, sama yang tiup-tiup itu kak sama olahraga juga

(komunikasi personal 16/02/2011)”

Komunikasi personal yang dilakukan peneliti kepada sampel tentang

gambaran yang terjadi di sekolah Sutomo, SMA Sutomo ini dapat di jadikan

(22)

penelitian yang akan dilakukan peneliti. Fenomena di Sutomo memperlihatkan

bagaimana pelajar yang memiliki banyak tuntutan, baik dalam maupun luar

sekolah tetap dapat menjalankan tuntutan yang ada di sekolah dan tetap memiliki

prestasi dan keberhasilan yang baik.

Dari penjelasan yang sudah dipaparkan sebelumnya, kita dapat melihat

bahwa ada hubungan dari keberhasilan pelajar yang dilihat dari academic

self-management nya dengan sifat-sifat kepribadian individu. Hal ini didukung dengan

kutipan wawancara kepada salah satu murid berinisial MFB

“Ia kak, kalau pelajar yang berprestasi itu biasanya kutu buku kak, misalnya kelas aksel kan, mereka itu kalau jam istirahat ga keluar kelas kak, mereka didalam belajar dan mereka bawa bekal dari rumah sendiri. Belajar ajalah kak kerjaannya, trus ga berbaur gitu sama kami

(komunikasi personal 13/07/2011)”

Adanya perbedaan keberhasilan pelajar dilihat dari karakteristik individu juga

didukung oleh kutipan wawancara kepada salah satu guru yang berinisial E

“anak-anak yang berprestasi adalah anak-anak yang memang memiliki kemampuan dan kecerdasan tersendiri, banyak juga faktor lain yang mendukung. Anak-anak yang berhasil disekolah biasanya mereka juga yang berhasil dalam kegiatan mereka, terkadang mereka anggota OSIS, punya kegiatan yang padat dan Saya pikir mereka punya jadwal belajar yang baik dirumah”

(komunikasi personal 13/07/2011)”

Faktor yang mengkaji keberhasilan pelajar dalam belajar adalah sifat-sifat

individu seseorang. Hal ini didukung oleh Good dan Brophy (dalam Purwanto

1990) dengan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar pada individu

adalah sama dengan faktor yang mengkaji keberhasilan pelajar. Dari penelitian

Chowdhury tentang students’ personality traits and academic performance: a

(23)

kepribadian dan penyebeb seseorang mendapatkan kesuksesan dipelajari oleh

Cattel dan Butcher (1986), Eysenck (1967) dan Kline (1977) dimana McKenzie

(1989) menemukan bahwa tipe kepribadian ekstrovert memiliki hubungan yang

negatif dengan kesuksesan akademik yang tinggi.

Berbeda dengan hasil penelitian Catrunada (2008) diperoleh hasil bahwa

mahapelajar dengan tipe kepribadian introvert memiliki kecenderungan

prokrastinasi yang lebih tinggi dibandingkan mahapelajar dengan tipe kepribadian

ekstrovert. Hal ini disebabkan karena performansi individu ekstrovert pada

aktifitas motorik akan terlihat lebih bertenaga, dan lebih cepat berinisiatif dalam

bergerak. Sebaliknya individu dengan tipe kepribadian introvert cenderung

memperlambat gerak mereka pada aktifitas motorik. Hal ini sesuai dengan hasil

wawancara kepada guru Sutomo yang menyatakan bahwa pelajar dengan

memiliki kegiatan yang banyak, dengan kata lain yang aktif dalam OSIS dan ikut

berpartisipasi dalan kegiatan sekolah memiliki tingkat prestasi yang lebih baik

daripada pelajar yang hanya suka berdiam diri diseolah. Oleh sebab itu, dengan

adanya dua pendekatan yang sudah dipaparkan diatas, peneliti ingin melihat

perbedaan academic self-management pelajar SMA Sutomo I Medan yang

ditinjau dari dimensi kepribadian yang dikemukakan oleh Eysenck yaitu

ekstrovert dan introvert.

I.B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian “perbedaan academic self

(24)

apakah terdapat perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi

kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I Medan.

I.C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan

academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan

introvert di SMA Sutomo I

I.D. Manfaat Penelitian

Apabila rumusan masalah dalam penelitian ini sudah terjawab dan tujuan

penelitian sudah tercapai, maka penelitian yang berjudul “Perbedaan academic

self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di

SMA Sutomo I” ini diharapkan akan membawa manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah diharapkan

akan dapat memberikan kontribusi informasi di bidang psikologi pada umumnya

dan secara khusus dapat menambah wawasan dalam bidang Psikologi Pendidikan,

terutama mengenai Academic Self Management dan Tipe kepribadian ekstrovert

dan introvert.

2. Manfaat praktis

a. Diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi pelajar agar

dapat mempergunakan strategi academic self management ini untuk

(25)

b. Bagi pihak sekolah agar mengetahui metode dan stategi yang terbaru

dalam mengajarkan academic self management kepada pelajar agar

semakin dapat meningkatkan prestasi pelajar.

I.E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam beberapa BAB dengan sistematika penulisan

sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan berisikan uraian mengenai latar belakang penelitian,

pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika

penulisan

BAB II : Landasan teori berisi teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang

diteliti dan hubungan antara variabel dan hipotesa penelitian.

BAB III : Metode penelitian berisi uraian mengenai metodelogi penelitian yang

terdiri dari: identifikasi variabel, definisi variabel penelitian, populasi

dan metode pengambilan sampel, instrument/alat ukur yang digunakan,

prosedur penelitian, dan metode analisi data.

Bab IV : Analisa data dan pembahasan. Berisi pengolahan dan pengorganisasian

data penelitian serta membahas data-data penelitian dengan teori yang

relevan.

BAB V : Kesimpulan dan saran. Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. Academic Self Management

II.A.1. Definisi Academic Self Management

Dembo (2004) menyatakan kata management adalah sebuah kunci untuk

menjelaskan seorang pelajar itu sukses. Self-manage adalah suatu faktor yang

mempengaruhi proses belajar. Hal itu membangun kondisi yang optimal untuk

belajar dan membuang pengaruh yang buruk dalam belajar. Academic

self-management adalah sebuah strategi yang digunakan oleh pelajar untuk

mengontrol faktor-faktor yang menghambat dalam belajar.

Self-Management didefinisikan sebagai suatu usaha dari individu untuk

mengontrol perilakunya (Millis dalam Gerhardt, 2006). Lebih spesifiknya,

Self-Management meliputi penyelesaian masalah, menetapkan tujuan, mengamati

waktu dan masalah lingkungan yang dapat menghambat dalam mencapai tujuan

dan menggunakan reinforcement dan punishment untuk mencapai tujuan tersebut

(Frayne dalam Gerhardt, 2006).

Menurut Primardi (2006) self-management adalah ketika seseorang

melakukan perilaku tertentu pada suatu waktu, untuk mengontrol terjadinya

perilaku lain (perilaku terget) dimasa mendatang. Garrison dalam Fattah (2010)

menambahkan self-management itu berhubungan dengan masalah pengontrolan

tugas yang meliputi bagaimana cara untuk mencapai tujuan belajar dan bagaimana

(27)

Dengan mengacu pada pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

academic self-management adalah sesuatu strategi dalam pendidikan yang

digunakan oleh pelajar untuk bisa mengontrol cara belajarnya sehingga dapat

mencegah dan membuang faktor-faktor penghambat dalam belajar.

II.A.2. Elemen-Elemen dari Academic Self-Management

Zimmerman & Risemberg (dalam Dembo, 2004), ada beberapa

komponen yang dapat membantu mengontrol pembelajaran dan academic self

management, yaitu:

1. Motivasi

Motivasi sebagai proses internal yang memberikan perilaku yang

berenergi dan terarah. Proses internal meliputi tujuan individu, keyakinan,

persepsi, dan harapan. Misalnya, kegigihan individu pada tugas sering

berhubungan dengan bagaimana kompeten individu untuk menyelesaikan

tugas. Selain itu, keyakinan individu tentang penyebab keberhasilan dan

kegagalan pada tugas-tugas ini mempengaruhi motivasi individu dan

perilaku pada tugas-tugas di masa depan.

Salah satu perbedaan yang utama dari pelajar yang sukses dan

pelajar yang tidak sukses adalah dimana dalam hal motivasi, pelajar yang

sukses terlihat lebih bisa memotivasi dirinya sendiri walaupun dia berada

dalam situasi yang tidak baik, sedangkan pelajar yang tidak sukses

(28)

sukses, seharusnya pelajar mampu berkonsentrasi dan yakin dengan

banyak potensi dirinya dan pengaruh lingkungan.

Selain hal yang sudah dijelaskan, salah satu juga yang menjadi

masalah dalam motivasi adalah ketekunan. Pelajar dapat saja memotivasi

dirinya sendiri, namun tidak tekun karena ada hal-hal yang mengganggu

ketika motivasi sedang dibangun (Kuhl&Beckman dalam Dembo, 2004).

Terkadang, gangguan yang kecil dapat menyebabkan motivasi individu

menurun. Untuk menjadi pelajar yang sukses pelajar seharusnya mampu

untuk berkonsentrasi dan tanggap dengan lingkungan yang mengganggu.

Pelajar menggunakan banyak proses yang berbeda untuk mengontrol

aspek perilakuknya. Sejumlah teknik penting dalam motivasi

self-management, yaitu:

a. Penetapan tujuan. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang

memiliki prestasi lebih sering menggunakan penetapan tujuan dan

lebih konsisten daripada individu berprestasi rendah (Zimmerman

& Martinez-Pons dalam Dembo, 2004).

b. Berbicara dengan diri sendiri (self-talk). Penguatan verbal atau

pujian dapat digunakan sebagai bentuk perilaku yang diinginkan.

Berbicara dengan diri sendiri (self-talk) dapat membantu individu

mengontrol kecemasan, suasana hati, dan respon emosional lainnya

(Butler, 1981; Ottens, dalam Dembo, 2004). Hal ini didasarkan

(29)

sendiri merupakan faktor penting dalam menentukan sikap,

perasaan, emosi, dan perilaku.

c. Membayangkan imbalan atau hukuman untuk keberhasilan atau

kegagalan pada tugas akademis. Pelajar yang lebih unggul

mengontrol motivasi mereka dengan memberikan imbalan dan

hukuman terhadap diri sendiri daripada pelajar yang tidak

menggunakan teknik kontrol (Zimmerman & Martinez-Pons,

dalam Dembo, 2004).

2. Metode-Metode Belajar

Istilah lain untuk metode pembelajaran adalah strategi belajar.

Strategi belajar adalah metode yang digunakan pelajar untuk

mendapatkan informasi. Pelajar berprestasi tinggi menggunakan strategi

belajar lebih banyak daripada pelajar yang memiliki prestasi lebih rendah

(Zimmerman & Martinez-Pons dalam Dembo, 2004). Pelajar dapat

menggunakan strategi yang berbeda pada kondisi belajar yang berbeda

juga. Menggarisbawahi, meringkas, dan menguraikan merupakan tehnik

dalam strategi belajar.

Pelajar yang sukses hendaknya memiliki strategi pembelajaran

yang baik. Hal ini dapat dengan memperlengkapi hal-hal yang dapat

mempermudah pelajar dalam memahami sesuatu. Seperti membuat catatan

kecil ketika guru menjelaskan sehingga ketika ujian dia tidak akan susah

untuk menghafal bahan.

(30)

3. Menggunakan Waktu dengan Baik

Pelajar dengan kemampuan manajemen waktu yang lebih baik

cenderung memiliki rata-rata nilai lebih tinggi dibandingkan dengan

pelajar dengan keterampilan manajemen waktu yang tidak baik.

Manajemen waktu sangat dibutuhkan karena berdampak dengan

management diri pelajar. Jika seorang pelajar mengalami kesulitan bergaul

dengan waktu, dia tidak akan mengerti bagian tugas yang harus

diutamakan.

Masalah dari kebanyakan pelajar adalah dimana mereka tidak

memiliki banyak waktu untuk yang semestinya perlu untuk dikerjakan,

karena dia tidak memiliki kemampaun dalam mengatur waktunya. Ketika

pelajar dapat mengatur waktunya, maka dia dapat menganalisa waktunya

dan bisa mempergunakan waktu sebaik-baiknya tanpa ada waktu yang

terbuang. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana pelajar merancang waktu

belajarnya dengan baik.

4. Lingkungan Fisik dan Sosial

Aspek penting dari manajemen diri adalah kemampuan peserta

didik untuk merestrukturisasi lingkungan fisik dan sosial untuk memenuhi

kebutuhan mereka. Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Dembo, 2004)

menemukan bahwa pelajar berprestasi tinggi lebih banyak melakukan

restrukturisasi lingkungan dan lebih mungkin untuk mencari bantuan

orang lain daripada pelajar yang berprestasi rendah. Untuk sebagian besar,

(31)

tenang atau tidak mengganggu. Walaupun tugas ini mungkin tidak muncul

sulit dicapai, hal itu menimbulkan banyak masalah bagi pelajar yang baik

pilih lingkungan yang tidak tepat pada awalnya atau tidak dapat

mengendalikan gangguan setelah mereka terjadi.

Pengelolaan diri dari lingkungan sosial berkaitan dengan

kemampuan individu untuk menentukan kapan ia harus bekerja sendiri

atau dengan orang lain, atau ketika saatnya untuk mencari bantuan dari

instruktur, tutor, teman sebaya, atau sumber daya nonsosial (seperti buku

referensi). Mengetahui bagaimana dan kapan untuk bekerja dengan orang

lain merupakan keterampilan penting sering tidak diajarkan di sekolah.

5. Performansi

Faktor terakhir yang Anda dapat mengelola adalah prestasi

akademis. Dengan menulis makalah, menyelesaikan ujian, atau membaca

buku, individu dapat belajar bagaimana menggunakan proses manajemen

diri untuk mempengaruhi kualitas kinerja individu. Salah satu fungsi

penting dari tujuan (goal) adalah menyediakan kesempatan bagi individu

untuk menganalisi kinerja individu tersebut.

Pada saat pelajar dapat mengamati pekerjaan dalam kondisi yang

berbeda, berarti pelajar memiliki kemampuan untuk mengubah

perilakunya dalam belajar. Hal ini sangat baik untuk menyukseskan dalam

pendidikan (Zimmerman&Martines-Pons dalam Dembo, 2004).

Pada saat pelajar belajar bagaimana mengamati dan mengontrol

(32)

sendiri. Pelajar dapat mempraktekkan kemampuan yang dimilikinya,

proses pengevaluasian diri, dan membuat perubahan sehingga tujuan dapat

tercapai.

II.A.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Academic Self Management

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi academic self management

menurut Dembo (2004) adalah sebagai berikut:

a. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan diasumsikan berinteraksi secara timbal balik dengan

faktor pribadi dan perilaku. Ketika seseorang dapat memimpin dirinya,

faktor pribadi digerakkan untuk mengatur perilaku secara terencana dan

mengatur lingkungan belajar. Individu diperkirakan memahami dampak

lingkungan selama proses penerimaan dan mengetahui cara

mengembangkan lingkungan melalui penggunaan strategi yang bervariasi.

b. Faktor internal atau faktor personal

Meliputi keyakinan dan persepsi (self-efficacy, atribusi, dan self-talk),

respon fisiologis (misalnya, kecemasan), dan mood (misalnya, tertarik atau

bosan).

c. Faktor perilaku

Meliputi: (a) motivasi (misalnya, tujuan, pilihan, tingkat keterlibatan/usaha

dan ketekunan), (b) metode pembelajaran (misalnya, penggunaan latihan,

elaborasi, dan strategi organisasi), (c) menggunakan waktu (misalnya,

(33)

diberikan, mulai, dan selesai), dan (d) lingkungan fisik dan sosial (jenis

gangguan internal dan eksternal, jumlah waktu yang dihabiskan atau

berkonsentrasi pada tugas-tugas) dan penggunaan sumber daya sosial.

II.A.4. Self-Management Terjadi dalam Konteks Akademis

Ada empat kunci yang harus dimiliki siswa untuk memperoleh kesuksesan

dalam bidang akademik, yang antara lain: belajar dari berita, belajar dari buku,

mempersiapkan ujian dengan baik, dan melakukan ujian. Menulis merupakan

salah satu kemampuan yang penting juga (Dembo, 2004).

Faktor penting yang mempengaruhi keefektifan kemampuan belajar

pelajar adalah kemampuan untuk mengatur elemen lain dalam perilaku.

tujuan-tujuan dan pengaturan emosi dan usaha untuk meningkatkan motivasi, pengaturan

waktu, pengaturan lingkungan belajar adalah strategi dari perilaku (Dembo,

2004).

Pada proses pertama dideskripsikan bagaimana tanggung jawab dari

pelajar. Ada harapan untuk menjadikan pelajar tersebut menjadi pelajar yang

sukses. Dimana pelajar yang memiliki tanggung jawab yang tinggi akan

menjadikan pelajar tersebut menjadi palajar yang sukses dibandingkan pelajar

yang memiliki tanggung jawab yang rendah (Schunk & Zimmerman dalam

Dembo, 2004).

Strategi selanjutnya, mengenali suatu strategi itu dilakukan, kapan dan

bagaimana strategi itu dilakukan. Pelajar yang sukses adalah pelajar yang mampu

(34)

melakukan strategi tersebut, pelajar mendapat keuntungan yaitu menghemat

waktu untuk membuat strategi pembelajaran yang lain, sehingga waktu itu dapat

digunakan untuk belajar. Guru dan orang tua yang mendukung pelajar akan

membuat pelajar semakin yakin untuk mencapai kesuksesan tersebut. Pada

akhirnya, pelajar akan menemukan strategi yang cocok dengan dirinya, strategi

yang mampu membuat pelajar bertahan dengan belajar sehingga dapat

membawanya dalam kesuksesan dalam belajar. Self management yang terjadi

dalam situasi akademis dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.1 Academic Self-Management Sumber: Dembo (2004)

II.A.5. Proses yang Digunakan dalam Academic Self Management

Zimmerman et al dalam Dembo (2004) menyatakan sebuah proses

(35)

yang diperlihatkan dalam figur di bawah ini. Dimana proses ini akan membantu

membangun kelima komponen yang menjadi elemen dari academic self

management. Keempat faktor ini adalah:

1. Observasi diri dan evaluasi diri

Hal ini terjadi ketika pelajar melihat bagaimana efektifitas diri sendirinya,

dengan mengobservasi dan mengenali bagaimana performa dari studi akhir

mereka. Perilaku tidak dapat diatur apabila pelajar tidak memiliki

kemampuan untuk mengobservasi dan mengevaluasi diri. Sehingga dari

hal inilah, pelajar dapat mengatur dirinya sehingga diperolehlah

keberhasilana dalam belajar. Misalnya dalam ulangan matematika. Soal

matematika itu sebenarnya dapat kamu selesaian apabila kamu belajar

sebelumnya, tetapi kamu tidak belajar karena menyepelekannya. Apabila

pelajar tersebut tanggap dan dapat mengobservasi serta mengevaluasi

dirinya, maka di ulangan matematika selanjutnya pelajar tersebut akan

berhasil.

2. Menetapkan tujuan dan perencanaan kedepannya

Hal ini terjadi ketika pelajar menganalisa tugas belajar mereka, tujuan dan

rencana atau strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya ketika

diberikan tugas membuat makalah, pelajar tersebut dapat memulai tugas

tersebut dengan menganalisa kelebihan dan kekurangannya dalam

membuat makalah tersebut. Bagaimana dan apa tujuannya dalam

pembuatan makalah tersebut dan bagaimana dia dapat mencapai tujuannya

(36)

3. Strategi Implementasi dan Monitoring

Hal ini terjadi ketika pelajar mencoba untuk melakukan suatu strategi dan

melihat bagaimana usaha mereka melakukan strategi itu. Misalnya ketika

pelajar mempelajari suatu yang baru, ada kecendrungan untuk membuat

suatu strategi yang lama atau melakukan strategi yang baru. Pelajar yang

baik akan tanggap dalam hal itu, apakah strategi yang lama dapat

digunakan dalam mempelajari yang baru tersebut.

4. Strategi Monitoring Hasil

Hal ini terjadi ketika pelajar fokus terhadap perhatian dalam cara belajar

dan strateginya. Sehingga apabila siklus ini berjalan dalam pelajar, maka

mereka akan memperoeh kesuksesan. Dalam hal ini pelajar dapat

menetapkan strtegi yang baik dalam mencapai tujuannya dalam belakar.

Proses dalam academic self management yang telah dipaparkan diatas, dapat

dilihat pada gambar siklus dibawah ini.

observasi diri dan evaluasi diri

Strategi monitoring Menetapkan tujuan dan

hasil Perencanaan kedepannya

Strategi implementasi dan Monitoring

(37)

II.B. Dimensi Kepribadian II.B.1. Pengertian Kepribadian

Kata personality dalam bahasa inggris berasal dari bahasa yunani kuno

prosopan atau persona, yang artinya ‘topeng’ yang biasa dipakai artis dalam

teater. Jadi konsep awal dari pengertian personality (pada masyarakat awam)

adalah tingkah laku yang ditempatkan dilingkungan sosial. Kesan mengenai diri

yang diinginkan agar ditangkap oleh lingkungan sosial. (Alwisol, 2004).

Allport dalam Suryabrata (1998) menyatakan kepribadian adalah

organisasi dinamis dari fungsi-fungsi psikofisik yang akan menentukan individu

untuk menyesuaikan diri secara khas terhadap lingkungan. Kepribadian adalah

suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik indvidu yang menentukan

tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya interaksi psiko-fisik

mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis pada pengertian tersebut

adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau

melalui pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan dsb.

Menurut Adler (Suryabrata, 1998) memberikan tekanan pada pentingnya

sifat khas (unik) kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan serta sifat-sifat

pribadi individu, sehingga segala tingkah laku yang dilakukan oleh individu

membawa corak khas gaya kehidupan yang bersifat individual.

Menurut Murray (Alwisol, 2004), kepribadian adalah abstraksi yang

dirumuskan oleh teoritis yang bukan semata-mata deskripsi tingkah laku orang,

karena rumusan itu berdasarkan pada tingkah laku yang dapat diobservasi dan

(38)

Kepribadian menurut Atkinson (1996) adalah pola perilaku dan berfikir

yang khas, yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan.

Lewin (dalam Suryabrata, 1998) menyatakan suatu teori tentang life space yang

adalah keseluruhan kenyataan yang secara cepat mempengaruhi tingkah laku.

Lewin menyimpulkan life space individu merupakan persepsi dan tingkah laku

seseorang tidak hanya ditentukan oleh bentuk keseluruhan atau totalitas dari

rangsangan, tetapi ditentukan oleh kekuatan-kekuatan (forces) yang ada di dalam

lapangan psikologis (psychological field) seseorang.

Eysenck (1998) memberi pengertian kepribadian sebagai berikut:

“Personality is the sum total of actual or potential behavior-patterns of the organism as determined by heredity and environment; it originates and develops through the functional interaction of the three main sectors into which these behavior patterns are the conative sector (character), the affective sector (temperament), and the somatic sector (constitution).”

Dari beberapa pengertian kepribadian oleh masing-masing tokoh yang

telah dibahas di atas, maka penelitian ini merujuk pada definisi yang dikemukakan

oleh Eysenck. Kepribadian adalah totalitas pola perilaku yang nyata atau potensial

dari organisme yang ditentukan oleh gen dan lingkungan; kepribadian berasal dan

berkembang melalui interaksi fungsional dari tiga sektor utama yaitu sektor

(39)

II.B.2. Dimensi Kepribadian Eysenck

Setiap individu memiliki kepribadian yang diwariskan secara genetis,

yaitu melalui DNA. Bukti ini diperkuat dengan gagasan mengenai temperamen

anak. Temperamen didefinisikan sebagai karakter anak yang telah ada sejak lahir

dan merupakan warisan dari kedua orangtua (Papalia, & Olds, & Fredman, 2007).

Kepribadian organisme lebih ditentukan oleh faktor keturunan atau hereditas,

namun faktor lingkungan juga berkontribusi terhadap kepribadian (Eysenck,

1998). Penelitian korelasional dan eksperimen yang dilakukan oleh Eysenck pada

akhirnya melahirkan 3 dimensi kepribadian, yaitu : Psikotisme (Psychoticism),

Ekstroversi (Extroversion), dan Neurotis (Neuroticism). Skema dimensi

kepribadian Eysenck (1994) dapat dilihat dibawah ini.

Distal proximal proximal distal

(40)

Teori kepribadian Eysenck dikenal juga dengan Teori Tiga Faktor (The

Three-Factor Theory), yang membagi kepribadian atas 3 dimensi (Pervin, 2005),

yaitu :

a. Dimensi Neurotisme (Neuroticism)

Dimensi kepribadian neurotisme yang sebelumnya dikenal dengan dimensi

stabilitas emosi-ketidakstabilan emosi (emotional stability -instability). Feist &

Feist (2006) menyatakan bahwa dimensi neurotisme memiliki komponen

hereditas yang kuat dalam memprediksi gangguan yang dialami oleh individu,

dalam hal ini, individu yang memiliki skor neurotisme yang tinggi memiliki

kecenderungan untuk bereaksi berlebihan secara emosional terhadap satu situasi

dan mereka kesulitan untuk kembali ke keadaan semula sebelum mereka

dihadapkan pada situasi yang demikian. Skala dimensi neurotisme dari Eysenck

(1993) dapat dilihat pada skema dibawah ini.

Gambar 2.4 Struktur Hirarki Neuritisme Sumber Pervin, 2005

N

Terise Low

Self-Anxious Depresse

d

Guilt Feeling

Emotiona l Moodly

(41)

b. Dimensi Psikotisme (Psychoticism)

Dimensi psikotisme merupakan dimensi yang ditambahkan dari teori asli

Eysenck (Feist, 2005). Eysenck menyatakan bahwa dimensi psikotitisme ini

memiliki faktor bipolar, yaitu : psikotitisme dan superego (psychoticism –

superego). Seperti halnya neurotisme, individu psikotistik bukan berarti psikotik,

namun hanya memperlihatkan beberapa gejala yang umumnya terdapat pada

individu-individu psikotik (Boeree, 2007). Beberapa gejala yang biasanya

ditemukan pada individu-individu psikotistik, di antaranya adalah : tidak memiliki

daya respon (recklessness), tidak memperdulikan kebiasaan yang lumrah berlaku,

dan ekspresi emosional yang tidak sesuai dengan kebiasaan (inappropriate

emotional expression). Pervin (2005) menyatakan bahwa individu yang

mendapatkan skor tinggi pada dimensi psikotitisme cenderung cuek (insensitive),

tidak peduli dengan orang lain, dan menentang kebiasan-kebiasan umum yang

berlaku secara sosial. Skala dimensi Psikotisme dari Eysenck (1993) dapat dilihat

pada skema dibawah ini

(42)

c. Dimensi Introvert-Ekstrovert (Introversion-Extroversion)

Eysenck (dalam Pervin, 2005) mengemukakan karakteristik individu

ekstrovert ditandai oleh sosiabilitas, bersahabat, aktif berbicara, impulsif,

menyenangkan, aktif, dan spontan. Eysenck (dalam Pervin, 2005) menjabarkan

komponen extroversi adalah kurangnya tanggung jawab, kurangnya refleksi,

pernyataan perasaan, penurutan kata hati, pengambilan resiko, kemampuan sosial,

dan aktivitas. Lebih lanjut lagi, Eysenck&Eysenck (dalam Schultz, 2008)

mengemukakan bahwa ciri yang khas dari kepribadian ekstrovert adalah mudah

bergaul, suka pesta, mempunyai banyak teman, membutuhkan teman untuk

bicara, dan tidak suka membaca atau belajar sendirian. Individu dengan dimensi

kepribadian ekstrovert sangat membutuhkan kegembiraan, mengambil tantangan,

sering menentang bahaya, berperilaku tanpa berpikir terlebih dahulu, dan biasanya

suka menurutkan kata hatinya, gemar akan gurau-gurauan, selalu siap menjawab,

dan biasanya suka akan perubahan, riang, tidak banyak pertimbangan (easy

going), optimis, serta suka tertawa dan gembira, lebih suka untuk tetap bergerak

dalam melakukan aktivitas, cenderung menjadi agresif dan cepat hilang

kemarahannya, semua perasaannya tidak disimpan dibawah kontrol, dan tidak

selalu dapat dipercaya (Aiken, 1985, dalam Pervin 2005). Menunjukkan daya

juang fisik yang tinggi, dapat melaksanakan tugas yang tinggi taraf kesukarannya

dengan baik, ramah, impulsif, tidak suka diatur dan dilarang, terlibat dalam

aktivitas kelompok, pandai membawa diri dalam lingkungannya, mudah gembira,

(43)

cepat, optimis, agresif, cepat dan mudah meredakan kemarahan, mudah tertawa,

tidak dapat menahan perasaannya.

Menurut Eysenck (dalam Pervin, 2005), introvert adalah satu ujung dari

dimensi kepribadian introvert–ekstrovert dengan karakteristik watak yang tenang,

pendiam, suka menyendiri, suka termenung, dan menghindari resiko. Dimensi

kepribadian ini memiliki sifat yang sabar, serius, sensitif, lebih suka beraktivitas

sendiri, mudah tersinggung, saraf otonom labil, mudah terluka, rendah diri, suka

melamun, dan gugup. Lebih lanjut lagi, Aiken (1985, dalam Hall & Lindzey

2005) mengatakan bahwa individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert

memiliki toleransi yang tinggi terhadap isolasi/kesendirian, kurang toleransi

terhadap keluhan fisik, cenderung melakukan secara baik terhadap tugas yang

sederhana/mudah, dan cenderung melaksanakan secara baik tugas yang menuntut

kesiap siagaan. Individu yang introvert juga cenderung menjauhkan diri, tidak

mudah bergabung dengan orang lain, dan susah mengartikulasikan ide-idenya.

Skala dimensi ekstrovert dari Eysenck (1993) dapat dilihat pada skema dibawah

ini.

Gambar 2.6 Struktur Hirarki Ekstrovert Sumber: Pervin, 2005

(44)

Dari ketiga dimensi yang diungkapkan oleh Eysenck, peneliti ingin

membaginya berdasarkan dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert. Karena

dimensi kepribadian ini di tujukan kepada individu yang normal yang berbeda

dengan dimensi kepribadian lainnya yang ditujukan untuk individu abnormal.

Selain itu dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert tersebut mudah untuk di

observasi.

II.C. SMA SUTOMO 1 Medan

Yayasan Perguruan Sutomo didirikan pada tanggal 25 Februari 1958.

Tahun 1964 dibuka Taman Kanak Kanak Yang diikuti pembukaan Play Group.

Tahun 1982 Perguruan Sutomo menambah unitnya dengan Sutomo 2

Perguruan Sutomo memiliki ambisi untuk menjadi salah satu sekolah

modern yang unggul di Indonesia dan memiliki komitmen yang tegas untuk

memajukan lembaga pendidikan serta tidak mementingkan profit karena

menyadari bahwa yayasan ini adalah milik masyarakat.

Adapun misi dan visi yang dimiliki oleh SUTOMO adalah :

VISI : Menjadikan Perguruan Sutomo sebagai Lembaga Pendidikan yang Cerdas

dan Unggul dalam mentransformasikan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kepada

seluruh masyarakat dan membangun karakter bangsa

MISI : Membentuk pelajar yang unggul, kreatif, cerdas, terampil, bertanggung

jawab, dinamis dan berbudi pekerti luhur, serta bertakwa terhadap Tuhan Yang

(45)

II.D. Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Academic self management merupakan salah satu cara dalam

meningkatkan kesuksesan pelajar. Dembo (2004) menyatakan pelajar yang

sukses adalah pelajar yang dapat menggunakan kemampuannya dalam

memproses motivasi dan mengontrol perilaku mereka. Hal yang terpenting untuk

menjadi pelajar yang sukses adalah dengan mengembangkan kemampuan

memonitor pengetahuan, mengenali ketika ada hal yang tidak diketahui dan hal

yang lainnya.

Menurut Boekaerts (dalam Susanto, 2006), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi keberhasilan pelajar untuk mencapai prestasi yang optimal, yaitu

inteligensi, kepribadian, lingkungan kampus, dan lingkungan rumah. Bandura,

Zimmerman, dan Martinez-Pons (dalam Papalia dkk, 2001) berpendapat bahwa

individu yang mengatur diri mereka dalam belajar dan meyakini bahwa ia mampu

mengatasi bahan-bahan akademik akan memiliki kesuksesan dan prestasi belajar

yang tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak percaya akan kemampuan

dirinya. Pengaturan diri dalam bidang akademik dengan mengontrol cara

belajarnya disebut dengan academic self management.

Academic self management adalah suatu strategi pembelajaran yang

digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi

pembelajarannya (Dembo, 2004). Dari yang sudah dipaparkan sebelumnya, dapat

(46)

pelajar yang dapat menggunakan kemampuannya dalam memproses motivasi dan

mengontrol perilaku mereka sehingga tercapailah tujuan dalam belajar tersebut.

Usaha dalam mencapai kesuksesan belajar dipengaruhi oleh faktor

kepribadian. Kepribadian dalam penelitian ini terdiri dari dua dimensi. Dimensi

tersebut yaitu ekstroverts dan introverts dengan karakteristik maupun ciri-ciri

yang sangat berbeda. Bila dikaitkan antara academic self management dengan tipe

kepribadian dapat dilihat bahwa orang yang mampu dan memiliki kemampuan

mengontrol diri dengan baik adalah orang-orang dengan tipe kepribadian

introvert. Menurut Eysenck (dalam Atkinson, 1993) menyatakan bahwa introvert

dinyatakan orang yang suka dengan keteraturan apabila dibandingkan dengan

ektrovert yang tidak menyukai belajar sendiri. Perbedaan ini juga mencakup

dalam proses pembelajaran seperti keaktifan dalam belajar, kepekaan maupun

sosialisasi dan pengerjaan tugas. Dari perbedaan inilah peneliti ingin melihat

bagaimana perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi

kepribadian ekstroverts dan introverts.

II.E. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian

ini adalah: “ada perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi

(47)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. Academic Self Management

II.A.1. Definisi Academic Self Management

Dembo (2004) menyatakan kata management adalah sebuah kunci untuk

menjelaskan seorang pelajar itu sukses. Self-manage adalah suatu faktor yang

mempengaruhi proses belajar. Hal itu membangun kondisi yang optimal untuk

belajar dan membuang pengaruh yang buruk dalam belajar. Academic

self-management adalah sebuah strategi yang digunakan oleh pelajar untuk

mengontrol faktor-faktor yang menghambat dalam belajar.

Self-Management didefinisikan sebagai suatu usaha dari individu untuk

mengontrol perilakunya (Millis dalam Gerhardt, 2006). Lebih spesifiknya,

Self-Management meliputi penyelesaian masalah, menetapkan tujuan, mengamati

waktu dan masalah lingkungan yang dapat menghambat dalam mencapai tujuan

dan menggunakan reinforcement dan punishment untuk mencapai tujuan tersebut

(Frayne dalam Gerhardt, 2006).

Menurut Primardi (2006) self-management adalah ketika seseorang

melakukan perilaku tertentu pada suatu waktu, untuk mengontrol terjadinya

perilaku lain (perilaku terget) dimasa mendatang. Garrison dalam Fattah (2010)

menambahkan self-management itu berhubungan dengan masalah pengontrolan

tugas yang meliputi bagaimana cara untuk mencapai tujuan belajar dan bagaimana

(48)

Dengan mengacu pada pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

academic self-management adalah sesuatu strategi dalam pendidikan yang

digunakan oleh pelajar untuk bisa mengontrol cara belajarnya sehingga dapat

mencegah dan membuang faktor-faktor penghambat dalam belajar.

II.A.2. Elemen-Elemen dari Academic Self-Management

Zimmerman & Risemberg (dalam Dembo, 2004), ada beberapa

komponen yang dapat membantu mengontrol pembelajaran dan academic self

management, yaitu:

1. Motivasi

Motivasi sebagai proses internal yang memberikan perilaku yang

berenergi dan terarah. Proses internal meliputi tujuan individu, keyakinan,

persepsi, dan harapan. Misalnya, kegigihan individu pada tugas sering

berhubungan dengan bagaimana kompeten individu untuk menyelesaikan

tugas. Selain itu, keyakinan individu tentang penyebab keberhasilan dan

kegagalan pada tugas-tugas ini mempengaruhi motivasi individu dan

perilaku pada tugas-tugas di masa depan.

Salah satu perbedaan yang utama dari pelajar yang sukses dan

pelajar yang tidak sukses adalah dimana dalam hal motivasi, pelajar yang

sukses terlihat lebih bisa memotivasi dirinya sendiri walaupun dia berada

dalam situasi yang tidak baik, sedangkan pelajar yang tidak sukses

(49)

sukses, seharusnya pelajar mampu berkonsentrasi dan yakin dengan

banyak potensi dirinya dan pengaruh lingkungan.

Selain hal yang sudah dijelaskan, salah satu juga yang menjadi

masalah dalam motivasi adalah ketekunan. Pelajar dapat saja memotivasi

dirinya sendiri, namun tidak tekun karena ada hal-hal yang mengganggu

ketika motivasi sedang dibangun (Kuhl&Beckman dalam Dembo, 2004).

Terkadang, gangguan yang kecil dapat menyebabkan motivasi individu

menurun. Untuk menjadi pelajar yang sukses pelajar seharusnya mampu

untuk berkonsentrasi dan tanggap dengan lingkungan yang mengganggu.

Pelajar menggunakan banyak proses yang berbeda untuk mengontrol

aspek perilakuknya. Sejumlah teknik penting dalam motivasi

self-management, yaitu:

a. Penetapan tujuan. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang

memiliki prestasi lebih sering menggunakan penetapan tujuan dan

lebih konsisten daripada individu berprestasi rendah (Zimmerman

& Martinez-Pons dalam Dembo, 2004).

b. Berbicara dengan diri sendiri (self-talk). Penguatan verbal atau

pujian dapat digunakan sebagai bentuk perilaku yang diinginkan.

Berbicara dengan diri sendiri (self-talk) dapat membantu individu

mengontrol kecemasan, suasana hati, dan respon emosional lainnya

(Butler, 1981; Ottens, dalam Dembo, 2004). Hal ini didasarkan

(50)

sendiri merupakan faktor penting dalam menentukan sikap,

perasaan, emosi, dan perilaku.

c. Membayangkan imbalan atau hukuman untuk keberhasilan atau

kegagalan pada tugas akademis. Pelajar yang lebih unggul

mengontrol motivasi mereka dengan memberikan imbalan dan

hukuman terhadap diri sendiri daripada pelajar yang tidak

menggunakan teknik kontrol (Zimmerman & Martinez-Pons,

dalam Dembo, 2004).

2. Metode-Metode Belajar

Istilah lain untuk metode pembelajaran adalah strategi belajar.

Strategi belajar adalah metode yang digunakan pelajar untuk

mendapatkan informasi. Pelajar berprestasi tinggi menggunakan strategi

belajar lebih banyak daripada pelajar yang memiliki prestasi lebih rendah

(Zimmerman & Martinez-Pons dalam Dembo, 2004). Pelajar dapat

menggunakan strategi yang berbeda pada kondisi belajar yang berbeda

juga. Menggarisbawahi, meringkas, dan menguraikan merupakan tehnik

dalam strategi belajar.

Pelajar yang sukses hendaknya memiliki strategi pembelajaran

yang baik. Hal ini dapat dengan memperlengkapi hal-hal yang dapat

mempermudah pelajar dalam memahami sesuatu. Seperti membuat catatan

kecil ketika guru menjelaskan sehingga ketika ujian dia tidak akan susah

untuk menghafal bahan.

(51)

3. Menggunakan Waktu dengan Baik

Pelajar dengan kemampuan manajemen waktu yang lebih baik

cenderung memiliki rata-rata nilai lebih tinggi dibandingkan dengan

pelajar dengan keterampilan manajemen waktu yang tidak baik.

Manajemen waktu sangat dibutuhkan karena berdampak dengan

management diri pelajar. Jika seorang pelajar mengalami kesulitan bergaul

dengan waktu, dia tidak akan mengerti bagian tugas yang harus

diutamakan.

Masalah dari kebanyakan pelajar adalah dimana mereka tidak

memiliki banyak waktu untuk yang semestinya perlu untuk dikerjakan,

karena dia tidak memiliki kemampaun dalam mengatur waktunya. Ketika

pelajar dapat mengatur waktunya, maka dia dapat menganalisa waktunya

dan bisa mempergunakan waktu sebaik-baiknya tanpa ada waktu yang

terbuang. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana pelajar merancang waktu

belajarnya dengan baik.

4. Lingkungan Fisik dan Sosial

Aspek penting dari manajemen diri adalah kemampuan peserta

didik untuk merestrukturisasi lingkungan fisik dan sosial untuk memenuhi

kebutuhan mereka. Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Dembo, 2004)

menemukan bahwa pelajar berprestasi tinggi lebih banyak melakukan

restrukturisasi lingkungan dan lebih mungkin untuk mencari bantuan

orang lain daripada pelajar yang berprestasi rendah. Untuk sebagian besar,

(52)

tenang atau tidak mengganggu. Walaupun tugas ini mungkin tidak muncul

sulit dicapai, hal itu menimbulkan banyak masalah bagi pelajar yang baik

pilih lingkungan yang tidak tepat pada awalnya atau tidak dapat

mengendalikan gangguan setelah mereka terjadi.

Pengelolaan diri dari lingkungan sosial berkaitan dengan

kemampuan individu untuk menentukan kapan ia harus bekerja sendiri

atau dengan orang lain, atau ketika saatnya untuk mencari bantuan dari

instruktur, tutor, teman sebaya, atau sumber daya nonsosial (seperti buku

referensi). Mengetahui bagaimana dan kapan untuk bekerja dengan orang

lain merupakan keterampilan penting sering tidak diajarkan di sekolah.

5. Performansi

Faktor terakhir yang Anda dapat mengelola adalah prestasi

akademis. Dengan menulis makalah, menyelesaikan ujian, atau membaca

buku, individu dapat belajar bagaimana menggunakan proses manajemen

diri untuk mempengaruhi kualitas kinerja individu. Salah satu fungsi

penting dari tujuan (goal) adalah menyediakan kesempatan bagi individu

untuk menganalisi kinerja individu tersebut.

Pada saat pelajar dapat mengamati pekerjaan dalam kondisi yang

berbeda, berarti pelajar memiliki kemampuan untuk mengubah

perilakunya dalam belajar. Hal ini sangat baik untuk menyukseskan dalam

pendidikan (Zimmerman&Martines-Pons dalam Dembo, 2004).

Pada saat pelajar belajar bagaimana mengamati dan mengontrol

Gambar

Gambar 2.3 pandangan sistemetik dari kepribadian Sumber: Eysenck, 2008
Gambar 2.4 Struktur Hirarki Neuritisme Sumber Pervin, 2005
Gambar 2.5 Struktur Hirarki Psikotisme
Gambar 2.6 Struktur Hirarki Ekstrovert
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada masa transisi ini, remaja sering dihadapkan pada masalah-masalah seperti yang dikemukakan oleh Abin Syamsudin (1990: 79-80) berikut ini: (l) Masalah yang berkaitan

Untuk hubungan kompetensi dengan tingkat independensi auditor, peneliti mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Esya (2008) dan Shockley (dalam Yasmin, 2008),

Tesis berjudul Analisis Gabungan dan Seleksi Tak Langsung Beberapa Genotipe Kedelai Pada Entisol dan Inceptisol telah diuji dan disahkan oleh Program

[r]

Saran dari penelitian ini adalah : (1) Perusahaan yaitu pihak KFC cabang Multimart Manado perlu terus meningkatkan manajemen atau tata kelola dari rantai pasokan perusahaan

Mahasiswa dapat menganalisis identitas Muhammadiyah sebagai gerakan Islam6. Mahasiswa dapat menjelaskan pola gerakan dakwah jamaah

[r]

Pandangan nasionalisme mengenai cinta terhadap tanah air memiliki perspektif bahwa negara itu adalah jiwa dan kehormatan yang harus selalu dijaga bagi penduduk