PERBEDAAN ACADEMIC SELF MANAGEMENT
DITINJAU DARI DIMENSI KEPRIBADIAN
EKSTROVERS DAN INTROVERS PADA
SISWA SMA SUTOMO I MEDAN
SKRIPSI
Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi
Oleh
MEGIA RASPATI BR GINTING
071301117
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan
sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul:
Perbedaan Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Pada Siswa SMA Sutomo I Medan
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang
dan sanksi-sanksi lainnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Medan, Januari 2010
Megia Raspati Br Ginting
Perbedaan Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert pada Siswa-Siswi SMA Sutomo I Medan
Megia Raspati Br Ginting dan Fasti Rola
ABSTRAK
Keberhasian dan kesuksesan merupakan keinginan setiap pelajar. Agar menjadi pelajar yang berhasil bukanlah sesuatu yang gampang. Mereka harus memiliki keefektifan yang lebih dan belajar dengan strategi yang benar dan tekun dalam meningkatkan pengetahuannya, dapat memotivasi dirinya sendiri dan dapat memonitori dan mengubah perilaku mereka agar menjadi perilaku yang lebih baik lagi. Salah satu usaha untuk mendapatkan kesuksesan tersebut adalah memiliki academic self management yang baik. Academic self management adalah suatu strategi pembelajaran yang digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajarannya (Dembo, 2004). Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat komparatif yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I.
Penelitian ini mengambil sampel siswa-siswi kelas XII SMA Sutomo 1 Medan yang berjumlah 100 orang. Penelitian dilakukan dengan pemberian skala yang dibuat sendiri oleh peneliti, yaitu skala yang disusun berdasarkan lima dimensi academic self management yang dikemukakan oleh Dembo (2004) dan skala yang disusun berdasarkan ciri-ciri dimensi kepribadian ekstrovert yang dikemukakan oleh Eysenck (1994). Skala academic self management memiliki reliabilitas sebesar (rxx) = 0.922. Sedangkan skala kepribadian ekstrovert dan
introvert memiliki reliabilitas sebesar (rxx) = 0.912.
Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik independent
sample t-test menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari
academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I Medan, yang dilihat dari nilai rata-rata, dimana nilai rata-rata untuk dimensi kepribadian ekstrovert lebih tinggi yaitu sebesar 144.82 dibandingkan dengan dimensi kepribadian introvert yaitu sebesar 124.50.
Academic Self Management Differences Between Student in Extroverted and Introverted Personality Dimensions in SMA Sutomo I Medan
Megia Raspati Br Ginting dan Fasti Rola
ABSTRAC
Success is the desire of every student. To be a successful student is not something easy. They should have a more effective and learn with the right strategy and diligent in improving his knowledge, able to motivate him self and can monitor and alter their behavior in order to become a better behavior. One attempt to gain academic self management is a strategy used by student learning to control the factors that affect learning (Dembo, 2004). This research is a comparative study aimed to determine whether there are differences in academic self management in terms of extroverted and introverted personality dimensions in SMA Sutomo I.
This study sampled students of class XII SMA Sutomo a field that numbered 100 people. The study was conducted by administering the scale that is made by researchers namely the scale which is based on five dimensions of academic self management that is proposed by Dembo (2004) and scale that is based on the characteristics of extroverted personality dimensions proposed by Eysenck (1994). The scale of academic self management has reliability of (rxx) =
0.922. while the extroverted and introverted personality scale has a reliability of (rxx) = 0.912.
Results of analysis of research data by using techniques independent sample t-test showed that there are significant differences in term of academic self management of extroverted and introverted personality dimensions in high school I Sotomo Medan, as seen from the average value, where the average value for the dimension higher extroverted personality that is equal to 144.82 compared with introverted personality dimensions that is equal to 124.50.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Judul penelitian ini adalah “Perbedaan Academic
Self Management Ditinjau dari Dimendi Kepribadian Ekstrovers dan Introvers
pada Siswa SMA SUTOMO I MEDAN ”.
Selama proses pengerjaan penelitian ini, penulis mendapat banyak bantuan
dari berbagai pihak, baik secara materiil maupun dukungan sosial, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini, meskipun masih terdapat beberapa
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, peneliti ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.
2. Kak Fastirola, M.Psi, psikolog sebagai dosen pembimbing yang selalu
memberikan arahan, saran, dan kritikan dari awal penyusunan hingga
akhir penyelesaian penelitian ini.
3. Orangtua saya, P. Ginting dan Y. Sitepu yang selalu mendukung sebagai
sahabat serta teman disaat suka dan duka. Juga untuk Ka Ua dan Bang
Engah yang selalu mendoakan dan memberi dukungan yang luar biasa
kepada saya, serta seluruh keluarga besar peneliti.
4. Dosen-dosen yang berada di Departemen Psikologi Pendidikan yang telah
5. Seluruh partisipan yang sudah memberikan sumbangsih dalam penelitian
ini, terkhusus untuk SMA SUTOMO I Medan Kelas XII dan SMA
SUTOMO II Medan Kelas XII.
6. Seluruh teman-teman yang sudah mendukung selama proses penyusunan
penelitian ini hingga selesai, dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang
dapat membangun guna memperbaiki dan meyempurnakan penelitian ini.
Medan, Januari 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Bab I. PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang
I.B. Rumusan Masalah
I.C. Tujuan Penelitian
I.D. Manfaat Penelitian
I.E. Sistematika Penelitian
Bab II. LANDASAN TEORI
II.A. Academic Self Management
II.A.1. Definisi Academic Self Management
II.A.2. Elemen-Elemen Academic Self Management
II.A.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Academic Self Management
II.A.5. Proses yang Digunakan dalan Academic Self
Management
II.B. Dimensi Kepribadian
II.B.1. Pengertian Kepribadian
II.B.2. Dimensi Kepribadian Eysenck
II.C. SMA Sutomo 1 Medan
II.D. Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi
Kepribadian Ekstroversion dan Introversion
II.E. Hipotesis
Bab III. METODE PENELITIAN
III.A. Identifikasi Variabel Penelitian
III.B. Definisi Operasional
III.C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel
III.C.1. Populasi
III.C.2. Sampel
III.C.3.Metode Pengambilan Sampel
III.C.4. Jumlah Sampel Penelitian
III.D. Metode dan Alat Pengumpulan Data
III.E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
III.E.1. Uji Validitas
III.F. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian
III.G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
III.G.1. Tahap Persiapan Penelitian
III.G.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
III.G.3. Tahap Pengolahan Data Penelitian
III.H. Metode Analisa Data
III.G.1. Uji Normalitas
III.G.2. Uji Homogenitas
Bab IV. ANALISA DATA
IV.A. Gambaran Subjek Penelitian
IV.B. Hasil Penelitian
IV.B.1. Kategorisasi Data Penelitian
IV.B.2. Hasil Uji Asumsi
IV.B.3. Hasil Penelitian
IV.C. Hasil Tambahan
IV.D. Pembahasan
Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.A. Kesimpulan
V.B. Saran
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Blue Print Skala Academic Self-Management Sebelum
Diuji Coba
Tabel 3.2 : Blue Print Skala Ekstrovert dan Introvert Sebelum
Diuji Coba
Tabel 3.3 : Blue Print Skala Academic Self Management Sebelum
Diuji coba
Tabel 3.4 : Distribusi Aitem-Aitem Dimensi Kepribadian
Ekstrovert dan Introvert Setelah Uji Coba
Tabel 4.1 : Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis
Kelamin
Tabel 4.2 : Skala Statistik Academic Self Management
Tabel 4.3 : Statistik Reliabilitas Academic Self Management
Tabel 4.4 : Kategorisasi Data academic self management
Tabel 4.5 : Statistik Reliabilitas Dimensi Kepribadian
Ekstrovert dan Introvert
Tabel 4.6 : Skala Statistik Dimensi Kepribadian Ekstrovert
dan Introvert
Tabel 4.7 : Kategorisasi Data Dimensi Kepribadian Ekstrovert
dan Introvert
Tabel 4.8 : Uji Normalitas
Tabel 4.10 : Hasil Analisis T-Test
Tabel 4.11 : Analisa Perbedaan Skor Academic Self Management
dengan Dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert
Tabel 4.12 : Deskripsi Aspek Motivasi
Tabel 4.13 : Hasil Analisa Perbedaan Motivasi antara Dimensi
Kepribadian Ekstrovert dan Introvert
Tabel 4.14 : Deskripsi Aspek Metode-Metode Belajar
Tabel 4.15 : Hasil Analisa Perbedaan Penggunaan Metode-
Metode Belajar antara Dimensi Kepribadian
Ekstrovert dan Introvert
Tabel 4.16 : Deskripsi Menggunakan Waktu dengan Baik
Tabel 4.17 : Hasil Analisa Perbedaan Penggunaan Waktu
dengan Baik antara Dimensi Kepribadian
Ekstrovert dan Introvert
Tabel 4.18 : Deskripsi Lingkungan Fisik dan Sosial
Tabel 4.19 : Hasil Analisa Perbedaan Penggunaan Lingkungan
Fisik dan Sosial antara Dimensi Kepribadian Ekstrovert
dan Introvert
Tabel 4.20 : Deskripsi Performansi
Tabel 4.21 : Hasil Analisa Perbedaan Performansi antara
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Academic Self Management
Gambar 2.2 : Proses manajemen diri dalam perilaku akademis
Gambar 2.3 : pandangan sistemetik dari kepribadian
Gambar 2.4 : Struktur Hirarki Neuritisme
Gambar 2.5 : Struktur Hirarki Psikotisme
Gambar 2.6 : Struktur Hirarki Ekstrovert
Gambar 4.1 : Kategorisasi Data Dimensi Kepribadian Ekstrovert
dan Introvert
Gambar 4.2 : Kategorisasi Data Dimensi Kepribadian Ekstrovert
Perbedaan Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert pada Siswa-Siswi SMA Sutomo I Medan
Megia Raspati Br Ginting dan Fasti Rola
ABSTRAK
Keberhasian dan kesuksesan merupakan keinginan setiap pelajar. Agar menjadi pelajar yang berhasil bukanlah sesuatu yang gampang. Mereka harus memiliki keefektifan yang lebih dan belajar dengan strategi yang benar dan tekun dalam meningkatkan pengetahuannya, dapat memotivasi dirinya sendiri dan dapat memonitori dan mengubah perilaku mereka agar menjadi perilaku yang lebih baik lagi. Salah satu usaha untuk mendapatkan kesuksesan tersebut adalah memiliki academic self management yang baik. Academic self management adalah suatu strategi pembelajaran yang digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajarannya (Dembo, 2004). Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat komparatif yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I.
Penelitian ini mengambil sampel siswa-siswi kelas XII SMA Sutomo 1 Medan yang berjumlah 100 orang. Penelitian dilakukan dengan pemberian skala yang dibuat sendiri oleh peneliti, yaitu skala yang disusun berdasarkan lima dimensi academic self management yang dikemukakan oleh Dembo (2004) dan skala yang disusun berdasarkan ciri-ciri dimensi kepribadian ekstrovert yang dikemukakan oleh Eysenck (1994). Skala academic self management memiliki reliabilitas sebesar (rxx) = 0.922. Sedangkan skala kepribadian ekstrovert dan
introvert memiliki reliabilitas sebesar (rxx) = 0.912.
Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik independent
sample t-test menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari
academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I Medan, yang dilihat dari nilai rata-rata, dimana nilai rata-rata untuk dimensi kepribadian ekstrovert lebih tinggi yaitu sebesar 144.82 dibandingkan dengan dimensi kepribadian introvert yaitu sebesar 124.50.
Academic Self Management Differences Between Student in Extroverted and Introverted Personality Dimensions in SMA Sutomo I Medan
Megia Raspati Br Ginting dan Fasti Rola
ABSTRAC
Success is the desire of every student. To be a successful student is not something easy. They should have a more effective and learn with the right strategy and diligent in improving his knowledge, able to motivate him self and can monitor and alter their behavior in order to become a better behavior. One attempt to gain academic self management is a strategy used by student learning to control the factors that affect learning (Dembo, 2004). This research is a comparative study aimed to determine whether there are differences in academic self management in terms of extroverted and introverted personality dimensions in SMA Sutomo I.
This study sampled students of class XII SMA Sutomo a field that numbered 100 people. The study was conducted by administering the scale that is made by researchers namely the scale which is based on five dimensions of academic self management that is proposed by Dembo (2004) and scale that is based on the characteristics of extroverted personality dimensions proposed by Eysenck (1994). The scale of academic self management has reliability of (rxx) =
0.922. while the extroverted and introverted personality scale has a reliability of (rxx) = 0.912.
Results of analysis of research data by using techniques independent sample t-test showed that there are significant differences in term of academic self management of extroverted and introverted personality dimensions in high school I Sotomo Medan, as seen from the average value, where the average value for the dimension higher extroverted personality that is equal to 144.82 compared with introverted personality dimensions that is equal to 124.50.
BAB I PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang
UU SISDIKNAS No. 2 (2003) menyatakan pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan
memiliki peranan penting dalam menciptakan generasi muda yang unggul.
Sehingga pendidikan dimasukkan kedalam salah satu dari Milllenium
Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milinium (Media
Indonesia, 2010). Pendidikan memiliki beberapa komponen, seperti tujuan
pendidikan, peserta didik, orang tua, guru, pemimpin masyarakat dan keagamaan,
interaksi edukatif peserta didik dan pendidik, isi pendidikan dan lingkungan
pendidikan (Anonimous, 2011).
Perkin (dalam Sopiatin, 2010) menyebutkan sekolah merupakan misi yang
dilaksanakan untuk mencapai bermacam-macam keinginan pelajar atas
pengetahuan dasar, wawasan, peningkatan kemampuan dan pengetahuan yang
mendalam. Sekolah yang berhasil adalah sekolah yang memiliki visi dan misi,
keyakinan dan nilai-nilai, tujuan serta objek serta faktor kritis keberhasilan,
sedangkan kualitas sekolah dapat dilihat dari kualitas input, kualitas proses,
merupakan harapan dari seluruh sehingga tidak mengherankan jika setiap pelajar
berlomba untuk dapat diterima disekolah tersebut dengan harapan bahwa sekolah
bermutu adalah sekolah yang mempunyai kualitas pelayanan pendidikan yang
baik dan dapat memberikan kepuasan yang berhubungan dengan salah satunya
yaitu prestasi belajar pelajar (Sopiatin, 2010).
Dembo (2004) menjelaskan bahwa untuk menjadi pelajar yang berhasil
bukanlah sesuatu yang gampang. Pelajar harus memiliki keefektifan yang lebih
dan belajar dengan strategi yang benar dan tekun dalam meningkatkan
pengetahuannya, dapat memotivasi dirinya sendiri dan dapat memonitori dan
mengubah perilaku mereka ketika proses pembelajaran itu terjadi. Seperti musisi,
penari ataupun pemain golf tidak dapat berhasil apabila mereka tidak
mempraktekkannya, terlepas dari membaca ataupun mendengarkan dasar-dasar
dan tehnik-tehnik khusus dalam kelas. Agar mencapai keberhasilan dan
kesuksesan, pelajar harus mampu mengatur dirinya dalam belajar untuk
memenuhi tuntutan-tuntutan yang ada agar bisa menjadi pelajar yang berhasil
dalam pendidikannya. Pengaturan diri dalam hal akademis ini disebut dengan
academic self management.
Dembo (2004) menyatakan academic self management adalah suatu
strategi pembelajaran yang digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor
yang mempengaruhi pembelajarannya. Fattah (2010) menambahkan hal ini
dengan berkaitan dengan masalah pengontrolan tugas yang meliputi bagaimana
cara untuk mencapai tujuan belajar dan bagaimana mengatur hasil dan dukungan
Menurut Jones (2003), sistem pendidikan yang formal tidak menjamin
pelajar sukses. Bukan hanya sekedar kemampuan akademis, tetapi juga
kemampuan diri (personal skill) yang baik. Haddril & Singh (2008) meyatakan
pelajar yang drop-out bukan karena dia memiliki kemampuan yang di bawah
rata-rata, tetapi karena dia tidak dapat mengatur dirinya, dalam hal pendidikan maupun
pekarjaan atau aktivitas yang lain, dia tidak mampu mengatur urusan pendidikan
dan urusan keluarga misalnya. Ia menambahkan pelajar dapat menghindari
hal-hal tersebut dengan menyeimbangkan segala aktivitas ataupun kegiatan.
Self-management merupakan sebuah cara untuk memodifikasi perilaku yang dilakukan
untuk merubah perilaku diri sendiri. Dengan kata lain, pengaturan diri dalam hal
akademis ini adalah sebuah proses di mana seseorang melakukan kontrol terhadap
perilakunya untuk membantuk perilaku yang diinginkan pada masa mendatang.
Strategi self-management dilakukan untuk mengontrol perilaku (Primardi, 2006).
Self-management bertujuan untuk mengajarkan kepada pelajar bagaimana
mengatur proses pembelajarannya atau mengefektifkan perilakunya. Pelajar
seharusnya dapat berfikir bagaimana mengobservasi perilakunya dan bagaimana
mengevaluasi perilakunya tersebut. Pelajar harus belajar untuk membuat
keputusan dari pilihan yang ada. Penerapan self-management dapat meningkatkan
kemampuan pengambilan keputusan pada pelajar yang kurang bisa mengambil
keputusan (Dean, Malott, & Fulton dalam Gerhardt, 2006). Dembo (2004)
mengatakan pelajar yang berhasil adalah pelajar yang memiliki strategi yang
diri sendiri dan dapat memonitor atau mengubah perilaku ketika pembelajaran itu
tidak terjadi.
Menurut Panjaitan (2006), salah satu faktor penting dalam mempengaruhi
keberhasilan pelajar dalam belajar adalah karakteristik dari peserta didik.
Selanjutnya Uno (2006) menjelaskan bahwa karakteristik pelajar perlu
diidentifikasi oleh guru untuk digunakan sebagai petunjuk dalam mengembangkan
proses pembelajaran. Karakteristik yang diidentifikasi tersebut dapat berupa
bakat, motivasi, gaya belajar, kemampuan berpikir, minat, sikap, kecerdasan dan
kepribadian.
Sifat-sifat pribadi seseorang sangat mempengaruhi proses belajar pada
pelajar. Tiap-tiap orang mempunyai sifat-sifat kepribadian masing-masing yang
berbeda antara seorang dengan yang lain. Ada orang yang mempunyai sifat keras
hati, berkemauan keras, tekun dalam segala usahanya, halus perasaannya dan ada
pula yang sebaliknya. Sifat-sifat kepribadian yang ada pada seseorang itu sedikit
banyaknya turut pula mempengaruhi sampai dimana hasil belajarnya dapat
dicapai (Purwanto, 1990). Dalam hal ini peneliti ingin membaginya ke dalam dua
dimensi kepribadian yang diungkapkan oleh Eysenck (1998) yaitu dimensi
kepribadian ekstrovert dan introvert.
Eysenck (1998) mengatakan bahwa dimensi kepribadian ekstrovert
bercirikan suka bergaul, memiliki banyak teman, membutuhkan orang lain untuk
diajak berbicara, suka mengambil kesempatan, selalu ingin tahu, senang lelucon
dan umumnya suka perubahan. Selain itu cenderung agresif dan gampang
tidak selalu dapat dipercaya. Sementara itu dimensi kepribadian introvert
dinyatakan bercirikan pendiam, penyegan, introspektif, lebih menyukai buku
daripada orang banyak, memikirkan kehidupan sehari-hari secara serius,
menyukai keteraturan, menyimpan perasaan, jarang berperilaku agresif dan tidak
gampang marah, dapat dipercaya, cenderung pesimis dan menaruh penilaian yang
tinggi pada standar etika, lebih sensitif terhadap penderitaan, gampang letih dan
lebih cepat bosan.
Eysenck (dalam Pervin 2005) menyatakan perbedaan ekstrovert dan
introvert. Dikatakan introvert lebih baik dalam hal sekolah khususnya dalam
pelajaran yang lebih sulit. Murid yang berhenti dari sekolah karena alasan
akademis cenderung merupakan ekstrovert, sedangkan yang berhenti karena
alasan psikiatrik merupakan introvert. Selain itu ekstrovert lebih sering memberi
saran daripada introvert. Ekstrovert menyukai bekerja dengan adanya interaksi
dengan orang lain, sedangkan introvert lebih menyukai bekerja sendiri. Ekstrovert
menyukai variasi dalam pekerjaannya namun introvert cenderung tidak
membutuhkan hal- hal baru dalam pekerjaannya. Penelitian Ghani, dkk (2008)
yang menyatakan hal yang sebaliknya yaitu pencapaian akademik yang baik akan
cenderung dimiliki oleh siswa dengan dimensi kepribadian ekstrovert.
Sesuai dengan dimensi kepribadian yang diungkapkan oleh Eysenck
(1998), individu dengan dimensi kepribadian introvert memiliki ciri-ciri menyukai
keteraturan (Eysenck dalam Atkinson, 1993) sehingga peneliti menduga akan
lebih baik dalam hal academic self management daripada dimensi kepribadian
(Eysenck dalam Atkinson, 1993). Dari asumsi ini, maka peneliti ingin melihat
perbedaan academic self-management pelajar ditinjau dari dimensi kepribadian
yang dikumukakan oleh Eysenck yaitu ekstrovert dan introvert.
Dalam penelitian ini, SMA Sutomo I Medan diangkat menjadi subjek
penelitian dikarenakan fenomena yang terjadi di SMA Sutomo 1 Medan
memperlihatkan bagaimana academic self management itu sangat diperlukan
pelajar untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikannya. Perguruan Sutomo
adalah Sekolah Swasta di
(Anonimous, 2011). Sekolah Sutomo adalah salah satu sekolah yang ada di kota
Medan. Sekolah Sutomo memiliki lingkungan belajar yang nyaman, seperti pada
kutipan wawancara pada salah satu murid sekolah Sutomo kelas XI berinisial VV
“ia kak, kalau lingkungan sekolahnya bagus lah, nyaman buat belajar, terus kelasnya oke kan pake AC jadi enak, pokoknya baik lah buat belajar.
(komunikasi personal 16/02/2011)”
Selain itu, sekolah Sutomo juga dilengkapi dengan bermacam-macam
fasilitas untuk mendukung keberhasilan pelajar-siswi nya, seperti laboratorium
belajar yang nyaman, laboratorium kimia, laboratorium biologi, perpustakaan,
laboratorium fisika, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, ruang
multimedia, pelatihan olimpiade, taman bermain dll (Anonimous, 2011).
Sejauh ini, prestasi yang di peroleh Sutomo cukup memuaskan. Memiliki
ambisi untuk menjadi salah satu sekolah modern yang unggul di Indonesia dan
memiliki komitmen yang tegas untuk memajukan lembaga pendidikan serta tidak
mementingkan profit karena menyadari bahwa yayasan ini adalah milik
Medan dan merupakan sekolah yang masih berada di sepuluh besar sekolah
terbaik se-Indonesia, seperti pada kutipan wawancara pada salah satu murid
berinisial VV
“kalau prestasi Sutomo megang kak, lupa kali aku ntah apa-apa aja itu, kakak liat aja website Sutomo, ada kok kak di situ. Trus yang tamat Sutomo kak paling banyak ngelanjut keluar kak, di dalam atau di luar negeri, jarang di sini aja Ya..itulah kak keinginan kami, dapat universitas yang baik lah..
(komunikasi personal 16/02/2011)”
Pelajar yang ada SMA Sutomo 1 Medan, umumnya memiliki kegiatan
diluar proses belajar yang mereka ikuti di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler dan
les tambahan lainnya merupakan kegiatan tambahan yang mereka ikuti, sementara
sekolah cenderung mengutamakan prestasi akademis para pelajarnya. Tuntutan
disekolah membuat pelajar secara psikologis memiliki keinginan untuk melewati
standart yang ditetapkan oleh pihak sekolah, seperti pada kutipan wawancara pada
salah satu murid berinisial VV
“kalau di Sutomo kak, keras kali belajarnya. Soal yang dikasi itu bukan kayak soal lain, soal anak sekolah lain. Trus terkadang soalnya itu dari modul kuliah, trus soal-soal olimpiade. Keras lah kak pokoknya. Trus ada standart naik kelas. Nilai rata-rata 75, kalau gak, gak naik kelas kak
(komunikasi personal 16/02/2011)”
“ekstrakurikuler di Sutomo juga banyak kak, dan semuanya itu belajar juga kayak bahasa Jepang, Jerman, mading tiga bahasa, KBS itu maksudnya yang senior pandai ajarin yang junior buat olimpiade gitu lah kak, walaupun ada ekstrakurikuler yang seni, kek musik, tari, sama yang tiup-tiup itu kak sama olahraga juga
(komunikasi personal 16/02/2011)”
Komunikasi personal yang dilakukan peneliti kepada sampel tentang
gambaran yang terjadi di sekolah Sutomo, SMA Sutomo ini dapat di jadikan
penelitian yang akan dilakukan peneliti. Fenomena di Sutomo memperlihatkan
bagaimana pelajar yang memiliki banyak tuntutan, baik dalam maupun luar
sekolah tetap dapat menjalankan tuntutan yang ada di sekolah dan tetap memiliki
prestasi dan keberhasilan yang baik.
Dari penjelasan yang sudah dipaparkan sebelumnya, kita dapat melihat
bahwa ada hubungan dari keberhasilan pelajar yang dilihat dari academic
self-management nya dengan sifat-sifat kepribadian individu. Hal ini didukung dengan
kutipan wawancara kepada salah satu murid berinisial MFB
“Ia kak, kalau pelajar yang berprestasi itu biasanya kutu buku kak, misalnya kelas aksel kan, mereka itu kalau jam istirahat ga keluar kelas kak, mereka didalam belajar dan mereka bawa bekal dari rumah sendiri. Belajar ajalah kak kerjaannya, trus ga berbaur gitu sama kami
(komunikasi personal 13/07/2011)”
Adanya perbedaan keberhasilan pelajar dilihat dari karakteristik individu juga
didukung oleh kutipan wawancara kepada salah satu guru yang berinisial E
“anak-anak yang berprestasi adalah anak-anak yang memang memiliki kemampuan dan kecerdasan tersendiri, banyak juga faktor lain yang mendukung. Anak-anak yang berhasil disekolah biasanya mereka juga yang berhasil dalam kegiatan mereka, terkadang mereka anggota OSIS, punya kegiatan yang padat dan Saya pikir mereka punya jadwal belajar yang baik dirumah”
(komunikasi personal 13/07/2011)”
Faktor yang mengkaji keberhasilan pelajar dalam belajar adalah sifat-sifat
individu seseorang. Hal ini didukung oleh Good dan Brophy (dalam Purwanto
1990) dengan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar pada individu
adalah sama dengan faktor yang mengkaji keberhasilan pelajar. Dari penelitian
Chowdhury tentang students’ personality traits and academic performance: a
kepribadian dan penyebeb seseorang mendapatkan kesuksesan dipelajari oleh
Cattel dan Butcher (1986), Eysenck (1967) dan Kline (1977) dimana McKenzie
(1989) menemukan bahwa tipe kepribadian ekstrovert memiliki hubungan yang
negatif dengan kesuksesan akademik yang tinggi.
Berbeda dengan hasil penelitian Catrunada (2008) diperoleh hasil bahwa
mahapelajar dengan tipe kepribadian introvert memiliki kecenderungan
prokrastinasi yang lebih tinggi dibandingkan mahapelajar dengan tipe kepribadian
ekstrovert. Hal ini disebabkan karena performansi individu ekstrovert pada
aktifitas motorik akan terlihat lebih bertenaga, dan lebih cepat berinisiatif dalam
bergerak. Sebaliknya individu dengan tipe kepribadian introvert cenderung
memperlambat gerak mereka pada aktifitas motorik. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara kepada guru Sutomo yang menyatakan bahwa pelajar dengan
memiliki kegiatan yang banyak, dengan kata lain yang aktif dalam OSIS dan ikut
berpartisipasi dalan kegiatan sekolah memiliki tingkat prestasi yang lebih baik
daripada pelajar yang hanya suka berdiam diri diseolah. Oleh sebab itu, dengan
adanya dua pendekatan yang sudah dipaparkan diatas, peneliti ingin melihat
perbedaan academic self-management pelajar SMA Sutomo I Medan yang
ditinjau dari dimensi kepribadian yang dikemukakan oleh Eysenck yaitu
ekstrovert dan introvert.
I.B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian “perbedaan academic self
apakah terdapat perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi
kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I Medan.
I.C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan
introvert di SMA Sutomo I
I.D. Manfaat Penelitian
Apabila rumusan masalah dalam penelitian ini sudah terjawab dan tujuan
penelitian sudah tercapai, maka penelitian yang berjudul “Perbedaan academic
self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di
SMA Sutomo I” ini diharapkan akan membawa manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah diharapkan
akan dapat memberikan kontribusi informasi di bidang psikologi pada umumnya
dan secara khusus dapat menambah wawasan dalam bidang Psikologi Pendidikan,
terutama mengenai Academic Self Management dan Tipe kepribadian ekstrovert
dan introvert.
2. Manfaat praktis
a. Diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi pelajar agar
dapat mempergunakan strategi academic self management ini untuk
b. Bagi pihak sekolah agar mengetahui metode dan stategi yang terbaru
dalam mengajarkan academic self management kepada pelajar agar
semakin dapat meningkatkan prestasi pelajar.
I.E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disajikan dalam beberapa BAB dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan berisikan uraian mengenai latar belakang penelitian,
pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan
BAB II : Landasan teori berisi teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang
diteliti dan hubungan antara variabel dan hipotesa penelitian.
BAB III : Metode penelitian berisi uraian mengenai metodelogi penelitian yang
terdiri dari: identifikasi variabel, definisi variabel penelitian, populasi
dan metode pengambilan sampel, instrument/alat ukur yang digunakan,
prosedur penelitian, dan metode analisi data.
Bab IV : Analisa data dan pembahasan. Berisi pengolahan dan pengorganisasian
data penelitian serta membahas data-data penelitian dengan teori yang
relevan.
BAB V : Kesimpulan dan saran. Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil
BAB II
LANDASAN TEORI
II.A. Academic Self Management
II.A.1. Definisi Academic Self Management
Dembo (2004) menyatakan kata management adalah sebuah kunci untuk
menjelaskan seorang pelajar itu sukses. Self-manage adalah suatu faktor yang
mempengaruhi proses belajar. Hal itu membangun kondisi yang optimal untuk
belajar dan membuang pengaruh yang buruk dalam belajar. Academic
self-management adalah sebuah strategi yang digunakan oleh pelajar untuk
mengontrol faktor-faktor yang menghambat dalam belajar.
Self-Management didefinisikan sebagai suatu usaha dari individu untuk
mengontrol perilakunya (Millis dalam Gerhardt, 2006). Lebih spesifiknya,
Self-Management meliputi penyelesaian masalah, menetapkan tujuan, mengamati
waktu dan masalah lingkungan yang dapat menghambat dalam mencapai tujuan
dan menggunakan reinforcement dan punishment untuk mencapai tujuan tersebut
(Frayne dalam Gerhardt, 2006).
Menurut Primardi (2006) self-management adalah ketika seseorang
melakukan perilaku tertentu pada suatu waktu, untuk mengontrol terjadinya
perilaku lain (perilaku terget) dimasa mendatang. Garrison dalam Fattah (2010)
menambahkan self-management itu berhubungan dengan masalah pengontrolan
tugas yang meliputi bagaimana cara untuk mencapai tujuan belajar dan bagaimana
Dengan mengacu pada pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
academic self-management adalah sesuatu strategi dalam pendidikan yang
digunakan oleh pelajar untuk bisa mengontrol cara belajarnya sehingga dapat
mencegah dan membuang faktor-faktor penghambat dalam belajar.
II.A.2. Elemen-Elemen dari Academic Self-Management
Zimmerman & Risemberg (dalam Dembo, 2004), ada beberapa
komponen yang dapat membantu mengontrol pembelajaran dan academic self
management, yaitu:
1. Motivasi
Motivasi sebagai proses internal yang memberikan perilaku yang
berenergi dan terarah. Proses internal meliputi tujuan individu, keyakinan,
persepsi, dan harapan. Misalnya, kegigihan individu pada tugas sering
berhubungan dengan bagaimana kompeten individu untuk menyelesaikan
tugas. Selain itu, keyakinan individu tentang penyebab keberhasilan dan
kegagalan pada tugas-tugas ini mempengaruhi motivasi individu dan
perilaku pada tugas-tugas di masa depan.
Salah satu perbedaan yang utama dari pelajar yang sukses dan
pelajar yang tidak sukses adalah dimana dalam hal motivasi, pelajar yang
sukses terlihat lebih bisa memotivasi dirinya sendiri walaupun dia berada
dalam situasi yang tidak baik, sedangkan pelajar yang tidak sukses
sukses, seharusnya pelajar mampu berkonsentrasi dan yakin dengan
banyak potensi dirinya dan pengaruh lingkungan.
Selain hal yang sudah dijelaskan, salah satu juga yang menjadi
masalah dalam motivasi adalah ketekunan. Pelajar dapat saja memotivasi
dirinya sendiri, namun tidak tekun karena ada hal-hal yang mengganggu
ketika motivasi sedang dibangun (Kuhl&Beckman dalam Dembo, 2004).
Terkadang, gangguan yang kecil dapat menyebabkan motivasi individu
menurun. Untuk menjadi pelajar yang sukses pelajar seharusnya mampu
untuk berkonsentrasi dan tanggap dengan lingkungan yang mengganggu.
Pelajar menggunakan banyak proses yang berbeda untuk mengontrol
aspek perilakuknya. Sejumlah teknik penting dalam motivasi
self-management, yaitu:
a. Penetapan tujuan. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang
memiliki prestasi lebih sering menggunakan penetapan tujuan dan
lebih konsisten daripada individu berprestasi rendah (Zimmerman
& Martinez-Pons dalam Dembo, 2004).
b. Berbicara dengan diri sendiri (self-talk). Penguatan verbal atau
pujian dapat digunakan sebagai bentuk perilaku yang diinginkan.
Berbicara dengan diri sendiri (self-talk) dapat membantu individu
mengontrol kecemasan, suasana hati, dan respon emosional lainnya
(Butler, 1981; Ottens, dalam Dembo, 2004). Hal ini didasarkan
sendiri merupakan faktor penting dalam menentukan sikap,
perasaan, emosi, dan perilaku.
c. Membayangkan imbalan atau hukuman untuk keberhasilan atau
kegagalan pada tugas akademis. Pelajar yang lebih unggul
mengontrol motivasi mereka dengan memberikan imbalan dan
hukuman terhadap diri sendiri daripada pelajar yang tidak
menggunakan teknik kontrol (Zimmerman & Martinez-Pons,
dalam Dembo, 2004).
2. Metode-Metode Belajar
Istilah lain untuk metode pembelajaran adalah strategi belajar.
Strategi belajar adalah metode yang digunakan pelajar untuk
mendapatkan informasi. Pelajar berprestasi tinggi menggunakan strategi
belajar lebih banyak daripada pelajar yang memiliki prestasi lebih rendah
(Zimmerman & Martinez-Pons dalam Dembo, 2004). Pelajar dapat
menggunakan strategi yang berbeda pada kondisi belajar yang berbeda
juga. Menggarisbawahi, meringkas, dan menguraikan merupakan tehnik
dalam strategi belajar.
Pelajar yang sukses hendaknya memiliki strategi pembelajaran
yang baik. Hal ini dapat dengan memperlengkapi hal-hal yang dapat
mempermudah pelajar dalam memahami sesuatu. Seperti membuat catatan
kecil ketika guru menjelaskan sehingga ketika ujian dia tidak akan susah
untuk menghafal bahan.
3. Menggunakan Waktu dengan Baik
Pelajar dengan kemampuan manajemen waktu yang lebih baik
cenderung memiliki rata-rata nilai lebih tinggi dibandingkan dengan
pelajar dengan keterampilan manajemen waktu yang tidak baik.
Manajemen waktu sangat dibutuhkan karena berdampak dengan
management diri pelajar. Jika seorang pelajar mengalami kesulitan bergaul
dengan waktu, dia tidak akan mengerti bagian tugas yang harus
diutamakan.
Masalah dari kebanyakan pelajar adalah dimana mereka tidak
memiliki banyak waktu untuk yang semestinya perlu untuk dikerjakan,
karena dia tidak memiliki kemampaun dalam mengatur waktunya. Ketika
pelajar dapat mengatur waktunya, maka dia dapat menganalisa waktunya
dan bisa mempergunakan waktu sebaik-baiknya tanpa ada waktu yang
terbuang. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana pelajar merancang waktu
belajarnya dengan baik.
4. Lingkungan Fisik dan Sosial
Aspek penting dari manajemen diri adalah kemampuan peserta
didik untuk merestrukturisasi lingkungan fisik dan sosial untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Dembo, 2004)
menemukan bahwa pelajar berprestasi tinggi lebih banyak melakukan
restrukturisasi lingkungan dan lebih mungkin untuk mencari bantuan
orang lain daripada pelajar yang berprestasi rendah. Untuk sebagian besar,
tenang atau tidak mengganggu. Walaupun tugas ini mungkin tidak muncul
sulit dicapai, hal itu menimbulkan banyak masalah bagi pelajar yang baik
pilih lingkungan yang tidak tepat pada awalnya atau tidak dapat
mengendalikan gangguan setelah mereka terjadi.
Pengelolaan diri dari lingkungan sosial berkaitan dengan
kemampuan individu untuk menentukan kapan ia harus bekerja sendiri
atau dengan orang lain, atau ketika saatnya untuk mencari bantuan dari
instruktur, tutor, teman sebaya, atau sumber daya nonsosial (seperti buku
referensi). Mengetahui bagaimana dan kapan untuk bekerja dengan orang
lain merupakan keterampilan penting sering tidak diajarkan di sekolah.
5. Performansi
Faktor terakhir yang Anda dapat mengelola adalah prestasi
akademis. Dengan menulis makalah, menyelesaikan ujian, atau membaca
buku, individu dapat belajar bagaimana menggunakan proses manajemen
diri untuk mempengaruhi kualitas kinerja individu. Salah satu fungsi
penting dari tujuan (goal) adalah menyediakan kesempatan bagi individu
untuk menganalisi kinerja individu tersebut.
Pada saat pelajar dapat mengamati pekerjaan dalam kondisi yang
berbeda, berarti pelajar memiliki kemampuan untuk mengubah
perilakunya dalam belajar. Hal ini sangat baik untuk menyukseskan dalam
pendidikan (Zimmerman&Martines-Pons dalam Dembo, 2004).
Pada saat pelajar belajar bagaimana mengamati dan mengontrol
sendiri. Pelajar dapat mempraktekkan kemampuan yang dimilikinya,
proses pengevaluasian diri, dan membuat perubahan sehingga tujuan dapat
tercapai.
II.A.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Academic Self Management
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi academic self management
menurut Dembo (2004) adalah sebagai berikut:
a. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan diasumsikan berinteraksi secara timbal balik dengan
faktor pribadi dan perilaku. Ketika seseorang dapat memimpin dirinya,
faktor pribadi digerakkan untuk mengatur perilaku secara terencana dan
mengatur lingkungan belajar. Individu diperkirakan memahami dampak
lingkungan selama proses penerimaan dan mengetahui cara
mengembangkan lingkungan melalui penggunaan strategi yang bervariasi.
b. Faktor internal atau faktor personal
Meliputi keyakinan dan persepsi (self-efficacy, atribusi, dan self-talk),
respon fisiologis (misalnya, kecemasan), dan mood (misalnya, tertarik atau
bosan).
c. Faktor perilaku
Meliputi: (a) motivasi (misalnya, tujuan, pilihan, tingkat keterlibatan/usaha
dan ketekunan), (b) metode pembelajaran (misalnya, penggunaan latihan,
elaborasi, dan strategi organisasi), (c) menggunakan waktu (misalnya,
diberikan, mulai, dan selesai), dan (d) lingkungan fisik dan sosial (jenis
gangguan internal dan eksternal, jumlah waktu yang dihabiskan atau
berkonsentrasi pada tugas-tugas) dan penggunaan sumber daya sosial.
II.A.4. Self-Management Terjadi dalam Konteks Akademis
Ada empat kunci yang harus dimiliki siswa untuk memperoleh kesuksesan
dalam bidang akademik, yang antara lain: belajar dari berita, belajar dari buku,
mempersiapkan ujian dengan baik, dan melakukan ujian. Menulis merupakan
salah satu kemampuan yang penting juga (Dembo, 2004).
Faktor penting yang mempengaruhi keefektifan kemampuan belajar
pelajar adalah kemampuan untuk mengatur elemen lain dalam perilaku.
tujuan-tujuan dan pengaturan emosi dan usaha untuk meningkatkan motivasi, pengaturan
waktu, pengaturan lingkungan belajar adalah strategi dari perilaku (Dembo,
2004).
Pada proses pertama dideskripsikan bagaimana tanggung jawab dari
pelajar. Ada harapan untuk menjadikan pelajar tersebut menjadi pelajar yang
sukses. Dimana pelajar yang memiliki tanggung jawab yang tinggi akan
menjadikan pelajar tersebut menjadi palajar yang sukses dibandingkan pelajar
yang memiliki tanggung jawab yang rendah (Schunk & Zimmerman dalam
Dembo, 2004).
Strategi selanjutnya, mengenali suatu strategi itu dilakukan, kapan dan
bagaimana strategi itu dilakukan. Pelajar yang sukses adalah pelajar yang mampu
melakukan strategi tersebut, pelajar mendapat keuntungan yaitu menghemat
waktu untuk membuat strategi pembelajaran yang lain, sehingga waktu itu dapat
digunakan untuk belajar. Guru dan orang tua yang mendukung pelajar akan
membuat pelajar semakin yakin untuk mencapai kesuksesan tersebut. Pada
akhirnya, pelajar akan menemukan strategi yang cocok dengan dirinya, strategi
yang mampu membuat pelajar bertahan dengan belajar sehingga dapat
membawanya dalam kesuksesan dalam belajar. Self management yang terjadi
dalam situasi akademis dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.1 Academic Self-Management Sumber: Dembo (2004)
II.A.5. Proses yang Digunakan dalam Academic Self Management
Zimmerman et al dalam Dembo (2004) menyatakan sebuah proses
yang diperlihatkan dalam figur di bawah ini. Dimana proses ini akan membantu
membangun kelima komponen yang menjadi elemen dari academic self
management. Keempat faktor ini adalah:
1. Observasi diri dan evaluasi diri
Hal ini terjadi ketika pelajar melihat bagaimana efektifitas diri sendirinya,
dengan mengobservasi dan mengenali bagaimana performa dari studi akhir
mereka. Perilaku tidak dapat diatur apabila pelajar tidak memiliki
kemampuan untuk mengobservasi dan mengevaluasi diri. Sehingga dari
hal inilah, pelajar dapat mengatur dirinya sehingga diperolehlah
keberhasilana dalam belajar. Misalnya dalam ulangan matematika. Soal
matematika itu sebenarnya dapat kamu selesaian apabila kamu belajar
sebelumnya, tetapi kamu tidak belajar karena menyepelekannya. Apabila
pelajar tersebut tanggap dan dapat mengobservasi serta mengevaluasi
dirinya, maka di ulangan matematika selanjutnya pelajar tersebut akan
berhasil.
2. Menetapkan tujuan dan perencanaan kedepannya
Hal ini terjadi ketika pelajar menganalisa tugas belajar mereka, tujuan dan
rencana atau strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya ketika
diberikan tugas membuat makalah, pelajar tersebut dapat memulai tugas
tersebut dengan menganalisa kelebihan dan kekurangannya dalam
membuat makalah tersebut. Bagaimana dan apa tujuannya dalam
pembuatan makalah tersebut dan bagaimana dia dapat mencapai tujuannya
3. Strategi Implementasi dan Monitoring
Hal ini terjadi ketika pelajar mencoba untuk melakukan suatu strategi dan
melihat bagaimana usaha mereka melakukan strategi itu. Misalnya ketika
pelajar mempelajari suatu yang baru, ada kecendrungan untuk membuat
suatu strategi yang lama atau melakukan strategi yang baru. Pelajar yang
baik akan tanggap dalam hal itu, apakah strategi yang lama dapat
digunakan dalam mempelajari yang baru tersebut.
4. Strategi Monitoring Hasil
Hal ini terjadi ketika pelajar fokus terhadap perhatian dalam cara belajar
dan strateginya. Sehingga apabila siklus ini berjalan dalam pelajar, maka
mereka akan memperoeh kesuksesan. Dalam hal ini pelajar dapat
menetapkan strtegi yang baik dalam mencapai tujuannya dalam belakar.
Proses dalam academic self management yang telah dipaparkan diatas, dapat
dilihat pada gambar siklus dibawah ini.
observasi diri dan evaluasi diri
Strategi monitoring Menetapkan tujuan dan
hasil Perencanaan kedepannya
Strategi implementasi dan Monitoring
II.B. Dimensi Kepribadian II.B.1. Pengertian Kepribadian
Kata personality dalam bahasa inggris berasal dari bahasa yunani kuno
prosopan atau persona, yang artinya ‘topeng’ yang biasa dipakai artis dalam
teater. Jadi konsep awal dari pengertian personality (pada masyarakat awam)
adalah tingkah laku yang ditempatkan dilingkungan sosial. Kesan mengenai diri
yang diinginkan agar ditangkap oleh lingkungan sosial. (Alwisol, 2004).
Allport dalam Suryabrata (1998) menyatakan kepribadian adalah
organisasi dinamis dari fungsi-fungsi psikofisik yang akan menentukan individu
untuk menyesuaikan diri secara khas terhadap lingkungan. Kepribadian adalah
suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik indvidu yang menentukan
tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya interaksi psiko-fisik
mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis pada pengertian tersebut
adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau
melalui pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan dsb.
Menurut Adler (Suryabrata, 1998) memberikan tekanan pada pentingnya
sifat khas (unik) kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan serta sifat-sifat
pribadi individu, sehingga segala tingkah laku yang dilakukan oleh individu
membawa corak khas gaya kehidupan yang bersifat individual.
Menurut Murray (Alwisol, 2004), kepribadian adalah abstraksi yang
dirumuskan oleh teoritis yang bukan semata-mata deskripsi tingkah laku orang,
karena rumusan itu berdasarkan pada tingkah laku yang dapat diobservasi dan
Kepribadian menurut Atkinson (1996) adalah pola perilaku dan berfikir
yang khas, yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan.
Lewin (dalam Suryabrata, 1998) menyatakan suatu teori tentang life space yang
adalah keseluruhan kenyataan yang secara cepat mempengaruhi tingkah laku.
Lewin menyimpulkan life space individu merupakan persepsi dan tingkah laku
seseorang tidak hanya ditentukan oleh bentuk keseluruhan atau totalitas dari
rangsangan, tetapi ditentukan oleh kekuatan-kekuatan (forces) yang ada di dalam
lapangan psikologis (psychological field) seseorang.
Eysenck (1998) memberi pengertian kepribadian sebagai berikut:
“Personality is the sum total of actual or potential behavior-patterns of the organism as determined by heredity and environment; it originates and develops through the functional interaction of the three main sectors into which these behavior patterns are the conative sector (character), the affective sector (temperament), and the somatic sector (constitution).”
Dari beberapa pengertian kepribadian oleh masing-masing tokoh yang
telah dibahas di atas, maka penelitian ini merujuk pada definisi yang dikemukakan
oleh Eysenck. Kepribadian adalah totalitas pola perilaku yang nyata atau potensial
dari organisme yang ditentukan oleh gen dan lingkungan; kepribadian berasal dan
berkembang melalui interaksi fungsional dari tiga sektor utama yaitu sektor
II.B.2. Dimensi Kepribadian Eysenck
Setiap individu memiliki kepribadian yang diwariskan secara genetis,
yaitu melalui DNA. Bukti ini diperkuat dengan gagasan mengenai temperamen
anak. Temperamen didefinisikan sebagai karakter anak yang telah ada sejak lahir
dan merupakan warisan dari kedua orangtua (Papalia, & Olds, & Fredman, 2007).
Kepribadian organisme lebih ditentukan oleh faktor keturunan atau hereditas,
namun faktor lingkungan juga berkontribusi terhadap kepribadian (Eysenck,
1998). Penelitian korelasional dan eksperimen yang dilakukan oleh Eysenck pada
akhirnya melahirkan 3 dimensi kepribadian, yaitu : Psikotisme (Psychoticism),
Ekstroversi (Extroversion), dan Neurotis (Neuroticism). Skema dimensi
kepribadian Eysenck (1994) dapat dilihat dibawah ini.
Distal proximal proximal distal
Teori kepribadian Eysenck dikenal juga dengan Teori Tiga Faktor (The
Three-Factor Theory), yang membagi kepribadian atas 3 dimensi (Pervin, 2005),
yaitu :
a. Dimensi Neurotisme (Neuroticism)
Dimensi kepribadian neurotisme yang sebelumnya dikenal dengan dimensi
stabilitas emosi-ketidakstabilan emosi (emotional stability -instability). Feist &
Feist (2006) menyatakan bahwa dimensi neurotisme memiliki komponen
hereditas yang kuat dalam memprediksi gangguan yang dialami oleh individu,
dalam hal ini, individu yang memiliki skor neurotisme yang tinggi memiliki
kecenderungan untuk bereaksi berlebihan secara emosional terhadap satu situasi
dan mereka kesulitan untuk kembali ke keadaan semula sebelum mereka
dihadapkan pada situasi yang demikian. Skala dimensi neurotisme dari Eysenck
(1993) dapat dilihat pada skema dibawah ini.
Gambar 2.4 Struktur Hirarki Neuritisme Sumber Pervin, 2005
N
Terise Low
Self-Anxious Depresse
d
Guilt Feeling
Emotiona l Moodly
b. Dimensi Psikotisme (Psychoticism)
Dimensi psikotisme merupakan dimensi yang ditambahkan dari teori asli
Eysenck (Feist, 2005). Eysenck menyatakan bahwa dimensi psikotitisme ini
memiliki faktor bipolar, yaitu : psikotitisme dan superego (psychoticism –
superego). Seperti halnya neurotisme, individu psikotistik bukan berarti psikotik,
namun hanya memperlihatkan beberapa gejala yang umumnya terdapat pada
individu-individu psikotik (Boeree, 2007). Beberapa gejala yang biasanya
ditemukan pada individu-individu psikotistik, di antaranya adalah : tidak memiliki
daya respon (recklessness), tidak memperdulikan kebiasaan yang lumrah berlaku,
dan ekspresi emosional yang tidak sesuai dengan kebiasaan (inappropriate
emotional expression). Pervin (2005) menyatakan bahwa individu yang
mendapatkan skor tinggi pada dimensi psikotitisme cenderung cuek (insensitive),
tidak peduli dengan orang lain, dan menentang kebiasan-kebiasan umum yang
berlaku secara sosial. Skala dimensi Psikotisme dari Eysenck (1993) dapat dilihat
pada skema dibawah ini
c. Dimensi Introvert-Ekstrovert (Introversion-Extroversion)
Eysenck (dalam Pervin, 2005) mengemukakan karakteristik individu
ekstrovert ditandai oleh sosiabilitas, bersahabat, aktif berbicara, impulsif,
menyenangkan, aktif, dan spontan. Eysenck (dalam Pervin, 2005) menjabarkan
komponen extroversi adalah kurangnya tanggung jawab, kurangnya refleksi,
pernyataan perasaan, penurutan kata hati, pengambilan resiko, kemampuan sosial,
dan aktivitas. Lebih lanjut lagi, Eysenck&Eysenck (dalam Schultz, 2008)
mengemukakan bahwa ciri yang khas dari kepribadian ekstrovert adalah mudah
bergaul, suka pesta, mempunyai banyak teman, membutuhkan teman untuk
bicara, dan tidak suka membaca atau belajar sendirian. Individu dengan dimensi
kepribadian ekstrovert sangat membutuhkan kegembiraan, mengambil tantangan,
sering menentang bahaya, berperilaku tanpa berpikir terlebih dahulu, dan biasanya
suka menurutkan kata hatinya, gemar akan gurau-gurauan, selalu siap menjawab,
dan biasanya suka akan perubahan, riang, tidak banyak pertimbangan (easy
going), optimis, serta suka tertawa dan gembira, lebih suka untuk tetap bergerak
dalam melakukan aktivitas, cenderung menjadi agresif dan cepat hilang
kemarahannya, semua perasaannya tidak disimpan dibawah kontrol, dan tidak
selalu dapat dipercaya (Aiken, 1985, dalam Pervin 2005). Menunjukkan daya
juang fisik yang tinggi, dapat melaksanakan tugas yang tinggi taraf kesukarannya
dengan baik, ramah, impulsif, tidak suka diatur dan dilarang, terlibat dalam
aktivitas kelompok, pandai membawa diri dalam lingkungannya, mudah gembira,
cepat, optimis, agresif, cepat dan mudah meredakan kemarahan, mudah tertawa,
tidak dapat menahan perasaannya.
Menurut Eysenck (dalam Pervin, 2005), introvert adalah satu ujung dari
dimensi kepribadian introvert–ekstrovert dengan karakteristik watak yang tenang,
pendiam, suka menyendiri, suka termenung, dan menghindari resiko. Dimensi
kepribadian ini memiliki sifat yang sabar, serius, sensitif, lebih suka beraktivitas
sendiri, mudah tersinggung, saraf otonom labil, mudah terluka, rendah diri, suka
melamun, dan gugup. Lebih lanjut lagi, Aiken (1985, dalam Hall & Lindzey
2005) mengatakan bahwa individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert
memiliki toleransi yang tinggi terhadap isolasi/kesendirian, kurang toleransi
terhadap keluhan fisik, cenderung melakukan secara baik terhadap tugas yang
sederhana/mudah, dan cenderung melaksanakan secara baik tugas yang menuntut
kesiap siagaan. Individu yang introvert juga cenderung menjauhkan diri, tidak
mudah bergabung dengan orang lain, dan susah mengartikulasikan ide-idenya.
Skala dimensi ekstrovert dari Eysenck (1993) dapat dilihat pada skema dibawah
ini.
Gambar 2.6 Struktur Hirarki Ekstrovert Sumber: Pervin, 2005
Dari ketiga dimensi yang diungkapkan oleh Eysenck, peneliti ingin
membaginya berdasarkan dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert. Karena
dimensi kepribadian ini di tujukan kepada individu yang normal yang berbeda
dengan dimensi kepribadian lainnya yang ditujukan untuk individu abnormal.
Selain itu dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert tersebut mudah untuk di
observasi.
II.C. SMA SUTOMO 1 Medan
Yayasan Perguruan Sutomo didirikan pada tanggal 25 Februari 1958.
Tahun 1964 dibuka Taman Kanak Kanak Yang diikuti pembukaan Play Group.
Tahun 1982 Perguruan Sutomo menambah unitnya dengan Sutomo 2
Perguruan Sutomo memiliki ambisi untuk menjadi salah satu sekolah
modern yang unggul di Indonesia dan memiliki komitmen yang tegas untuk
memajukan lembaga pendidikan serta tidak mementingkan profit karena
menyadari bahwa yayasan ini adalah milik masyarakat.
Adapun misi dan visi yang dimiliki oleh SUTOMO adalah :
VISI : Menjadikan Perguruan Sutomo sebagai Lembaga Pendidikan yang Cerdas
dan Unggul dalam mentransformasikan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kepada
seluruh masyarakat dan membangun karakter bangsa
MISI : Membentuk pelajar yang unggul, kreatif, cerdas, terampil, bertanggung
jawab, dinamis dan berbudi pekerti luhur, serta bertakwa terhadap Tuhan Yang
II.D. Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert
Academic self management merupakan salah satu cara dalam
meningkatkan kesuksesan pelajar. Dembo (2004) menyatakan pelajar yang
sukses adalah pelajar yang dapat menggunakan kemampuannya dalam
memproses motivasi dan mengontrol perilaku mereka. Hal yang terpenting untuk
menjadi pelajar yang sukses adalah dengan mengembangkan kemampuan
memonitor pengetahuan, mengenali ketika ada hal yang tidak diketahui dan hal
yang lainnya.
Menurut Boekaerts (dalam Susanto, 2006), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pelajar untuk mencapai prestasi yang optimal, yaitu
inteligensi, kepribadian, lingkungan kampus, dan lingkungan rumah. Bandura,
Zimmerman, dan Martinez-Pons (dalam Papalia dkk, 2001) berpendapat bahwa
individu yang mengatur diri mereka dalam belajar dan meyakini bahwa ia mampu
mengatasi bahan-bahan akademik akan memiliki kesuksesan dan prestasi belajar
yang tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak percaya akan kemampuan
dirinya. Pengaturan diri dalam bidang akademik dengan mengontrol cara
belajarnya disebut dengan academic self management.
Academic self management adalah suatu strategi pembelajaran yang
digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi
pembelajarannya (Dembo, 2004). Dari yang sudah dipaparkan sebelumnya, dapat
pelajar yang dapat menggunakan kemampuannya dalam memproses motivasi dan
mengontrol perilaku mereka sehingga tercapailah tujuan dalam belajar tersebut.
Usaha dalam mencapai kesuksesan belajar dipengaruhi oleh faktor
kepribadian. Kepribadian dalam penelitian ini terdiri dari dua dimensi. Dimensi
tersebut yaitu ekstroverts dan introverts dengan karakteristik maupun ciri-ciri
yang sangat berbeda. Bila dikaitkan antara academic self management dengan tipe
kepribadian dapat dilihat bahwa orang yang mampu dan memiliki kemampuan
mengontrol diri dengan baik adalah orang-orang dengan tipe kepribadian
introvert. Menurut Eysenck (dalam Atkinson, 1993) menyatakan bahwa introvert
dinyatakan orang yang suka dengan keteraturan apabila dibandingkan dengan
ektrovert yang tidak menyukai belajar sendiri. Perbedaan ini juga mencakup
dalam proses pembelajaran seperti keaktifan dalam belajar, kepekaan maupun
sosialisasi dan pengerjaan tugas. Dari perbedaan inilah peneliti ingin melihat
bagaimana perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi
kepribadian ekstroverts dan introverts.
II.E. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian
ini adalah: “ada perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi
BAB II
LANDASAN TEORI
II.A. Academic Self Management
II.A.1. Definisi Academic Self Management
Dembo (2004) menyatakan kata management adalah sebuah kunci untuk
menjelaskan seorang pelajar itu sukses. Self-manage adalah suatu faktor yang
mempengaruhi proses belajar. Hal itu membangun kondisi yang optimal untuk
belajar dan membuang pengaruh yang buruk dalam belajar. Academic
self-management adalah sebuah strategi yang digunakan oleh pelajar untuk
mengontrol faktor-faktor yang menghambat dalam belajar.
Self-Management didefinisikan sebagai suatu usaha dari individu untuk
mengontrol perilakunya (Millis dalam Gerhardt, 2006). Lebih spesifiknya,
Self-Management meliputi penyelesaian masalah, menetapkan tujuan, mengamati
waktu dan masalah lingkungan yang dapat menghambat dalam mencapai tujuan
dan menggunakan reinforcement dan punishment untuk mencapai tujuan tersebut
(Frayne dalam Gerhardt, 2006).
Menurut Primardi (2006) self-management adalah ketika seseorang
melakukan perilaku tertentu pada suatu waktu, untuk mengontrol terjadinya
perilaku lain (perilaku terget) dimasa mendatang. Garrison dalam Fattah (2010)
menambahkan self-management itu berhubungan dengan masalah pengontrolan
tugas yang meliputi bagaimana cara untuk mencapai tujuan belajar dan bagaimana
Dengan mengacu pada pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
academic self-management adalah sesuatu strategi dalam pendidikan yang
digunakan oleh pelajar untuk bisa mengontrol cara belajarnya sehingga dapat
mencegah dan membuang faktor-faktor penghambat dalam belajar.
II.A.2. Elemen-Elemen dari Academic Self-Management
Zimmerman & Risemberg (dalam Dembo, 2004), ada beberapa
komponen yang dapat membantu mengontrol pembelajaran dan academic self
management, yaitu:
1. Motivasi
Motivasi sebagai proses internal yang memberikan perilaku yang
berenergi dan terarah. Proses internal meliputi tujuan individu, keyakinan,
persepsi, dan harapan. Misalnya, kegigihan individu pada tugas sering
berhubungan dengan bagaimana kompeten individu untuk menyelesaikan
tugas. Selain itu, keyakinan individu tentang penyebab keberhasilan dan
kegagalan pada tugas-tugas ini mempengaruhi motivasi individu dan
perilaku pada tugas-tugas di masa depan.
Salah satu perbedaan yang utama dari pelajar yang sukses dan
pelajar yang tidak sukses adalah dimana dalam hal motivasi, pelajar yang
sukses terlihat lebih bisa memotivasi dirinya sendiri walaupun dia berada
dalam situasi yang tidak baik, sedangkan pelajar yang tidak sukses
sukses, seharusnya pelajar mampu berkonsentrasi dan yakin dengan
banyak potensi dirinya dan pengaruh lingkungan.
Selain hal yang sudah dijelaskan, salah satu juga yang menjadi
masalah dalam motivasi adalah ketekunan. Pelajar dapat saja memotivasi
dirinya sendiri, namun tidak tekun karena ada hal-hal yang mengganggu
ketika motivasi sedang dibangun (Kuhl&Beckman dalam Dembo, 2004).
Terkadang, gangguan yang kecil dapat menyebabkan motivasi individu
menurun. Untuk menjadi pelajar yang sukses pelajar seharusnya mampu
untuk berkonsentrasi dan tanggap dengan lingkungan yang mengganggu.
Pelajar menggunakan banyak proses yang berbeda untuk mengontrol
aspek perilakuknya. Sejumlah teknik penting dalam motivasi
self-management, yaitu:
a. Penetapan tujuan. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang
memiliki prestasi lebih sering menggunakan penetapan tujuan dan
lebih konsisten daripada individu berprestasi rendah (Zimmerman
& Martinez-Pons dalam Dembo, 2004).
b. Berbicara dengan diri sendiri (self-talk). Penguatan verbal atau
pujian dapat digunakan sebagai bentuk perilaku yang diinginkan.
Berbicara dengan diri sendiri (self-talk) dapat membantu individu
mengontrol kecemasan, suasana hati, dan respon emosional lainnya
(Butler, 1981; Ottens, dalam Dembo, 2004). Hal ini didasarkan
sendiri merupakan faktor penting dalam menentukan sikap,
perasaan, emosi, dan perilaku.
c. Membayangkan imbalan atau hukuman untuk keberhasilan atau
kegagalan pada tugas akademis. Pelajar yang lebih unggul
mengontrol motivasi mereka dengan memberikan imbalan dan
hukuman terhadap diri sendiri daripada pelajar yang tidak
menggunakan teknik kontrol (Zimmerman & Martinez-Pons,
dalam Dembo, 2004).
2. Metode-Metode Belajar
Istilah lain untuk metode pembelajaran adalah strategi belajar.
Strategi belajar adalah metode yang digunakan pelajar untuk
mendapatkan informasi. Pelajar berprestasi tinggi menggunakan strategi
belajar lebih banyak daripada pelajar yang memiliki prestasi lebih rendah
(Zimmerman & Martinez-Pons dalam Dembo, 2004). Pelajar dapat
menggunakan strategi yang berbeda pada kondisi belajar yang berbeda
juga. Menggarisbawahi, meringkas, dan menguraikan merupakan tehnik
dalam strategi belajar.
Pelajar yang sukses hendaknya memiliki strategi pembelajaran
yang baik. Hal ini dapat dengan memperlengkapi hal-hal yang dapat
mempermudah pelajar dalam memahami sesuatu. Seperti membuat catatan
kecil ketika guru menjelaskan sehingga ketika ujian dia tidak akan susah
untuk menghafal bahan.
3. Menggunakan Waktu dengan Baik
Pelajar dengan kemampuan manajemen waktu yang lebih baik
cenderung memiliki rata-rata nilai lebih tinggi dibandingkan dengan
pelajar dengan keterampilan manajemen waktu yang tidak baik.
Manajemen waktu sangat dibutuhkan karena berdampak dengan
management diri pelajar. Jika seorang pelajar mengalami kesulitan bergaul
dengan waktu, dia tidak akan mengerti bagian tugas yang harus
diutamakan.
Masalah dari kebanyakan pelajar adalah dimana mereka tidak
memiliki banyak waktu untuk yang semestinya perlu untuk dikerjakan,
karena dia tidak memiliki kemampaun dalam mengatur waktunya. Ketika
pelajar dapat mengatur waktunya, maka dia dapat menganalisa waktunya
dan bisa mempergunakan waktu sebaik-baiknya tanpa ada waktu yang
terbuang. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana pelajar merancang waktu
belajarnya dengan baik.
4. Lingkungan Fisik dan Sosial
Aspek penting dari manajemen diri adalah kemampuan peserta
didik untuk merestrukturisasi lingkungan fisik dan sosial untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Dembo, 2004)
menemukan bahwa pelajar berprestasi tinggi lebih banyak melakukan
restrukturisasi lingkungan dan lebih mungkin untuk mencari bantuan
orang lain daripada pelajar yang berprestasi rendah. Untuk sebagian besar,
tenang atau tidak mengganggu. Walaupun tugas ini mungkin tidak muncul
sulit dicapai, hal itu menimbulkan banyak masalah bagi pelajar yang baik
pilih lingkungan yang tidak tepat pada awalnya atau tidak dapat
mengendalikan gangguan setelah mereka terjadi.
Pengelolaan diri dari lingkungan sosial berkaitan dengan
kemampuan individu untuk menentukan kapan ia harus bekerja sendiri
atau dengan orang lain, atau ketika saatnya untuk mencari bantuan dari
instruktur, tutor, teman sebaya, atau sumber daya nonsosial (seperti buku
referensi). Mengetahui bagaimana dan kapan untuk bekerja dengan orang
lain merupakan keterampilan penting sering tidak diajarkan di sekolah.
5. Performansi
Faktor terakhir yang Anda dapat mengelola adalah prestasi
akademis. Dengan menulis makalah, menyelesaikan ujian, atau membaca
buku, individu dapat belajar bagaimana menggunakan proses manajemen
diri untuk mempengaruhi kualitas kinerja individu. Salah satu fungsi
penting dari tujuan (goal) adalah menyediakan kesempatan bagi individu
untuk menganalisi kinerja individu tersebut.
Pada saat pelajar dapat mengamati pekerjaan dalam kondisi yang
berbeda, berarti pelajar memiliki kemampuan untuk mengubah
perilakunya dalam belajar. Hal ini sangat baik untuk menyukseskan dalam
pendidikan (Zimmerman&Martines-Pons dalam Dembo, 2004).
Pada saat pelajar belajar bagaimana mengamati dan mengontrol