KEBERLANJUTAN AGROINDUSTRI
PERIKANAN TANGKAP
BAMBANG HERRY PURNOMO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi tentang Rancang Bangun Model Prediksi Keberlanjutan Agroindustri Perikanan Tangkap adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Bambang Herry Purnomo
NIM F361060031
iii
BAMBANG HERRY PURNOMO. A Design of Sustainable Predictive Model for Capture Fishery Agroindustry. Under direction of MACHFUD, MARIMIN, AJI HERMAWAN and EKO SRI WIYONO
The capture fishery agroindustry has been facing serious problems on various
dimensions. Those problems threat its sustainability in the future. Chirimen
agroindustry was one of capture fishery agroindustries that have problems threaten their sustainability. The purpose of this study was to design a predictive model of chirimen
agroindustry sustainability using dynamic system modeling and developed policies to improve their sustainability. This model was composed of six sub models, namely sub-models of resource, economic, social, technology and environmental. Those sub sub-models were used to predict values of sustainability indicators on each dimension. The last sub model was aggregation that used to build an index of sustainability. Techniques used to aggregate the value of sustainability indicators consist of two types, namely MDS (multidimensional scaling) and SAWM (simple additive weighting method). The determination of sustainability indicators based on field surveys and in-depth interviews with expert respondents through brainstorming and expert meetings and supported by the results of an in-depth literature review. The results obtained 21 types of indicators were divided into 5 dimensions, i.e dimension of resources (4), the economic dimension (6), the environmental dimension (3), the technological dimension (3) and the social dimension (5). The dimensions of the resource had the greatest weight compared to other dimensions, namely 34.65%, followed by economics (27.58%), social (19.30%), technology (11.77%) and environment (6.71%). Based on the MDS technique, multidimensional sustainability index in 2016 was 22.78 (not sustainable), whereas the
SAWM method was 48.39 (also not sustainable). This situation indicated that chirimen
agroindustry need policy to improve their sustainability. The best policy scenario that could improve their sustainability was synergetic policy that involved government and agroindustry. Government should regulate fishing effort, provide tax incentives and fuel subsidies to fishermen, while agroindustry establish some policies i.e. 1) reduce production cost; 2) increase product differentiation; 3) improve human resource; and 4) increase volume of the semi finished good; 5) increase product price; 6) increase employee salaries; and 7) improve the efficiency of processing water usage. The implementation of this policy could increase the value of 18 sustainability indicators. By using the MDS method, the application scenarios could increase the sustainability of a multidimensional index from 22.78 (not sustainable) to 62.98 (enough sustainable), whereas the SAWM method from 48.39 (not sustainable) to 81.96 (enough sustainable).
Keywords: capture fishery agroindustry, chirimen agroindustry, predictive model,
iv
Agroindustri Perikanan Tangkap. Dibimbing oleh MACHFUD, MARIMIN, AJI HERMAWAN dan EKO SRI WIYONO
Potensi keunggulan komparatif sumber daya perikanan Indonesia sudah selayaknya diikuti dengan upaya pengembangan agroindustri perikanan tangkap secara berkelanjutan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif sektor perikanan. Upaya tersebut diharapkan dapat mempercepat terwujudnya 3 pilar tujuan pembangunan
ekonomi, yaitu pro-growth strategy (mewujudkan pertumbuhan ekonomi), pro-job
strategy (penyerapan tenaga kerja) dan pro-poor strategy (pengentasan kemiskinan). Realisasi pencapaian tujuan tersebut ternyata masih sulit diwujudkan karena agroindustri perikanan tangkap skala kecil dan menengah masih mempunyai sejumlah permasalahan yang mengancam potensi keberlanjutannya pada masa mendatang antara lain, lemahnya daya saing, penguasaan teknologi, mutu produk, modal dan ketrampilan sumber daya manusia yang relatif masih rendah. Ancaman terhadap keberlanjutannya semakin serius karena pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap bersifat terbuka sehingga mudah terdegradasi dari segi jumlah (stok) dan mengalami over fishing. Situasi tersebut menggambarkan bahwa keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap merupakan sistem yang kompleks sehingga penilaiannya bukanlah hal yang sederhana dan mudah karena mencakup berbagai aspek yang sifatnya saling terkait dan dinamis. Hal ini memperkuat bahwa model prediksi keberlanjutan sangat dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap pada masa mendatang sehingga langkah-langkah kebijakan peningkatan keberlanjutannya dapat diformulasikan secara tepat.
Salah satu agroindustri perikanan tangkap yang menghadapi ancaman keberlanjutan adalah agroindustri teri nasi. Agroindustri teri nasi merupakan salah satu agroindustri perikanan tangkap yang pernah menjadi primadona di Indonesia. Hal ini ditandai dengan nilai ekspor produk teri nasi kering (chirimen) ke sejumlah negara, terutama Jepang, yang relatif tinggi. Akan tetapi volume ekspor dalam sepuluh tahun terakhir terus mengalami penurunan akibat keterbatasan bahan baku. Agroindustri teri nasi juga menghadapi persoalan lainnya diantaranya adalah kontinuitas bahan baku, mutu bahan baku, teknologi pengolahan, inovasi produk dan jaringan kerja dengan pelaku lainnya (partnership). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa agroindustri teri nasi mempunyai permasalahan yang cukup kompleks sehingga berpotensi mengancam keberlanjutannya pada masa mendatang
v
keberlanjutan dengan teknik MDS dengan software AGROPETA.
Indikator keberlanjutan ditentukan berdasarkan survei lapang dan wawancara
mendalam dengan 4 orang narasumber ahli melalui brainstorming serta didukung oleh
hasil pengkajian pustaka yang mendalam. Hasilnya diperoleh 21 jenis indikator yang terbagi ke dalam 5 dimensi, yaitu dimensi sumber daya (4), dimensi ekonomi (6), dimensi lingkungan (3), dimensi teknologi (3) dan dimensi sosial (5). Indikator-indikator tersebut mampu mencerminkan kinerja masing-masing dimensi keberlanjutan agroindustri teri nasi secara komprehensif. Dimensi sumber daya mempunyai bobot yang paling besar dibandingkan dimensi lainnya, yaitu 34.65%, berikutnya ekonomi (27.58%), sosial (19.30%), teknologi (11.77%) dan lingkungan (6.71%).
Validasi model dilakukan menggunakan teknik face validity, pengujian perilaku
berbasis struktur model dan pengujian perilaku kuantitatif model dengan sistem nyata.
Hasil validasi dengan face validity menunjukkan bahwa model telah mengandung
semua elemen, kejadian, dan relasi dari sebuah sistem keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap dan menghasilkan output yang bersesuaian dengan perilaku sistem nyata sehingga model dinilai cukup akurat dan mempunyai kegunaan bagi para pelaku agroindustri teri nasi dan pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan. Validasi terhadap pengujian perilaku berbasis struktur model dilakukan melalui uji sensitivitas dan stabilitas model, sedangkan validasi terakhir dilakukan dengan uji statistik MAPE (mean absolute percentage error). Hasil pengujian menunjukkan bahwa perilaku model telah dapat menggambarkan sistem nyata dan termasuk kategori cukup akurat karena nilai beberapa variabel model mempunyai nilai MAPE kurang dari 10%.
Hasil simulasi model menunjukkan bahwa nilai indikator keberlanjutan saat ini (tahun 2011) secara umum relatif rendah. Hasil analisis MDS, nilai indeks keberlanjutan multidimensi sebesar 37.47% (kurang berkelanjutan), sedangkan dengan metode SAWM diperoleh nilai indeks sebesar 53.90 (kurang berkelanjutan). Dimensi sosial mempunyai tingkat keberlanjutan terendah (tidak berkelanjutan), sedangkan dimensi lainnya berada pada kategori kurang berkelanjutan.
Hasil simulasi prediksi tingkat keberlanjutan agroindustri teri nasi pada 5 tahun mendatang (tahun 2016) diperoleh bahwa nilai indeks keberlanjutannya cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan teknik MDS, indeks keberlanjutan pada dimensi sumber daya menurun dari 36.46 (kurang berkelanjutan) menjadi 19.01 (tidak berkelanjutan). Indeks keberlanjutan ekonomi menurun dari 46.99 (kurang berkelanjutan) menjadi 21.77 (tidak berkelanjutan). Indeks keberlanjutan pada dimensi sosial mengalami penurunan dari 19.62 menjadi 10.86 (tidak berkelanjutan), sedangkan dimensi teknologi dan lingkungan indeks keberlanjutannya tidak mengalami perubahan masing-masing sebesar 48.32 dan 35.87 yang termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan. Indeks keberlanjutan multidimensi dengan MDS pada tahun 2016 sebesar 22.78 (tidak berkelanjutan), sedangkan dengan metode SAWM sebesar 48.39 (tidak berkelanjutan).
vi
analisis keterkaitan antara variabel model dengan indikator pengungkit; (3) penentuan parameter kebijakan; dan (4) pengembangan alternatif skenario kebijakan. Identifikasi
indikator pengungkit dilakukan menggunakan analisis leverage dengan aplikasi
AGROPETA. Hasil analisis diperoleh 9 indikator pengungkit, yaitu indikator
penyediaan bahan baku kawasan, kontinuitas bahan baku, mutu produk, profit margin,
target penjualan, ketrampilan SDM, pendapatan tenaga kerja agroindustri, tingkat kecacatan produk dan efisiensi penggunaan air. Tahap analisis keterkaitan variabel dilakukan dengan bantuan diagram alir sistem dan diagram sebab akibat (causal loop diagram) untuk menentukan variabel-variabel model yang mempunyai relasi atau keterkaitan kuat dengan indikator pengungkit. Tahap penetapan parameter kebijakan dilakukan melalui proses sintesis dan didukung oleh pendapat ahli dan pengkajian pustaka mendalam. Tahap terakhir adalah mengembangkan alternatif skenario kebijakan dengan pendekatan what if analysis.
Skenario kebijakan diterapkan mulai tahun 2012 dan disimulasikan sampai tahun 2016. Hasil simulasi menunjukkan bahwa skenario terbaik adalah skenario yang melibatkan sinergitas pemerintah dan agroindustri. Pada skenario ini pemerintah menerapkan kebijakan fiskal berupa pengurangan pajak bagi agroindustri sebesar 30%, subsidi solar bagi nelayan 15% dan pengaturan jumlah upaya penangkapan pada tingkat optimum yaitu sebesar 86,940 trip per tahun. Sementara itu, agroindustri teri nasi melakukan berbagai upaya, yaitu penghematan biaya produksi 7.5%, peningkatan diferensiasi produk 35%, peningkatan dana pelatihan SDM 5%, peningkatan volume bahan baku setengah jadi sebesar 20%, alokasi dana bagi gaji karyawan 20%, peningkatan harga ekspor 5% dan penghematan air 40%.
Penerapan skenario kebijakan tersebut dapat meningkatkan nilai 18 indikator keberlanjutan. Dengan menggunakan metode MDS, penerapan skenario dapat meningkatkan indeks keberlanjutan multidimensi dari 22.78 (tidak berkelanjutan) menjadi 62.98 (cukup berkelanjutan), sedangkan dengan metode SAWM dari 48.39 (tidak berkelanjutan) menjadi 81.96 (cukup berkelanjutan).
Agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan secara efektif maka diperlukan tindakan operasional. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan pemerintah diantaranya adalah menyusun instrumen hukum dalam bentuk Perda mengenai pembatasan upaya penangkapan dan meningkatkan pengawasannya dan mengalokasikan dana retribusi TPI untuk subsidi BBM nelayan teri nasi. Dalam rangka penghematan biaya produksi, agroindustri dapat melakukan upaya penghematan biaya operasional, transportasi dan bahan pendukung. Peningkatan harga ekspor dapat ditempuh dengan cara kelembagaan melalui pembentukan asosiasi. Peningkatan dana untuk perbaikan ketrampilan SDM maupun gaji karyawan dapat dialokasikan dari net profit agroindustri disertai dengan upaya penyusunan sistem pelatihan yang sistematis dan sistem kompensasi gaji berdasarkan prestasi. Peningkatan volume bahan setengah jadi dapat dilakukan dengan melakukan ekspansi dengan mendirikan unit-unit pengolahan di wilayah lain, profit sharing dengan pemasok dan bantuan SDM bagi agroindustri skala kecil. Sementara itu,
upaya diferensiasi, yaitu peningkatan volume produk excellent (produk ekspor bermutu
vii
©
Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
viii
PERIKANAN TANGKAP
BAMBANG HERRY PURNOMO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ix
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi
Dr. Ir. Sukardi, MM.
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Eriyatno, MSAE.
x
NIM : F361060031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Machfud, MS. Ketua
Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc. Anggota
Dr. Ir. Aji Hermawan, MM. Anggota
Dr. Eko Sri Wiyono, SPi, MSi. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Machfud, MS.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.
xi
dan karunia-Nya maka disertasi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian di Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian tulisan ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus dan mendalam kepada Bapak Dr. Ir. Machfud, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc., Bapak Dr. Ir. Aji Hermawan, MM dan Bapak Dr. Eko Sri Wiyono, MSi. masing-masing selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan curahan waktu, bimbingan, arahan dan dorongan moral dengan penuh dedikasi kepada penulis dari awal hingga selesainya disertasi ini. Ucapan terima kasih setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sukardi, MM dan Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, MSi sebagai penguji pada ujian tertutup, serta kepada Prof. Dr. Eriyatno, MSAE dan Dr. Ir. Syafril Fauzi, MSi selaku penguji pada ujian terbuka atas segala masukan berharga yang telah diberikan kepada penulis sehingga menambah kesempurnaan bagi disertasi ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas segala bantuan dan pelayanan yang diberikan selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya selama penulis mengikuti pendidikan.
Terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Jember, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember dan Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih yang sama juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan staf pengajar dan pegawai pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember atas segala bantuan dan dorongan moralnya.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional atas dukungan dana beasiswa BPPS yang telah diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Jember yang telah memberikan dukungan dana bagi penelitian ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada PT Muda Prima Insan, PT Multi Mina Mandiri, PT Insan Citra Prima Sejahtera, CV Mahera, UD Hatena, UD Bersama Maju Jaya dan semua narasumber yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala waktu, pengalaman dan informasi yang diberikan kepada penulis selama melakukan pengumpulan data di lapangan.
xii
kebanggaan yang tidak terhingga kepada istri tercinta Adinda Siti Muhlisotin serta ananda tersayang Muhammad Isa Bilhaq atas ketulusan, pengertian, kesabaran, semangat dan pengorbanan yang terus-menerus diberikan oleh penulis selama menempuh pendidikan. Penulis juga menyampaikan rasa penghargaan dan rasa terima kasih kepada adik-adik tercinta, keluarga Yanti Dwi Susilowati, keluarga Lina Tri Setyo Ningsih dan Wahyu Catur Pamungkas serta seluruh keluarga dan handai taulan yang
selalu memberikan dorongan dan do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan ini.
Kepada rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Teknologi Industri Pertanian, khususnya angkatan 2006, penulis menyampaikan terima kasih atas kebersamaan, kerjasama dan persaudaraannya selama menempuh pendidikan. Secara khusus, penulis menyampaikan penghargaan kepada Yuli Wibowo, M. Fuad Fauzul Muktamar, Alfian Futuhul Hadi dan Dedy Wirawan Soedibyo atas perhatian, dukungan dan bantuannya yang secara terus-menerus diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan. Segala kritik dan saran selalu penulis harapkan demi kesempurnaan disertasi ini. Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk, perlindungan dan kesejahteraan bagi kita semua. Hadanallahu wa iyakum ajma'in tsummas salammu.
Bogor, Januari 2012
xiii
pertama dari empat bersaudara dari Bapak Sri Suhardji dan Ibu Sih Wuryani. Penulis menikah dengan Siti Muhlisotin pada tahun 2006 dan dikaruniai seorang anak, yaitu Muhammad Isa Bilhaq.
Penulis menyelesaikan Pendidikan dasar dan menengah di Kabupaten Tuban. Pada tahun 1998, penulis memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember. Pada tahun 1999, penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember hingga sekarang. Pada tahun 2002, penulis mendapatkan beasiswa pendidikan BPPS dari Direktorat Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang magister dan menyelesaikannya pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan program doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa pendidikan BPPS.
xiv
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xx
DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ... xxv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 6
1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 7
1.4 Manfaat penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Model Prediksi Keberlanjutan ……… 9
2.2 Posisi Strategis dan Kebaruan Penelitian ... 12
2.3 Keberlanjutan Agroindustri Perikanan Tangkap ... 16
2.4 Model Pendugaan Stok Sumber Daya Ikan ... 21
2.5 Pemodelan Sistem Dinamis ... 27
2.6 Indeks Keberlanjutan ... 41
2.7 TeknikMDS (Multidimension Scaling) ... 44
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 47
3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 47
3.2 Tahapan Penelitian ... 49
3.3 Tempat Penelitian ... 57
3.4 Metode Pengumpulan Data dan Informasi ... 58
3.5 Metode Analisis ... 59
IV. ANALISIS SISTEM ... 61
4.1 Analisis Situasi ... 61
4.2 Analisis Kebutuhan Sistem ... 66
4.3 Formulasi Permasalahan ... 69
4.4 Identifikasi Sistem ... 70
xv
5.2 Asumsi Model ... 86
5.3 Model Konseptual Prediksi Keberlanjutan ... 87
5.4 Perancangan Model Prediksi Keberlanjutan Agroindustri Teri Nasi ... 93
5.4.1 Sub Model Sumber Daya ... 94
5.4.2 Sub Model Ekonomi ... 111
5.4.3 Sub Model Sosial ... 141
5.4.4 Sub Model Teknologi ... 161
5.4.5 Sub Model Lingkungan ... 172
5.4.6 Sub model Agregasi ... 182
5.4.7 Telaah Variabel Model ... 193
5.5 Pengujian Model Sistem Dinamis Prediksi Keberlanjutan ... 195
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 205
6.1 Kajian Keberlanjutan Agroindustri Teri Nasi pada Saat ini ... 205
6.2 Prediksi Keberlanjutan Agroindustri Teri Nasi ... 218
6.3 Kebijakan Peningkatan Keberlanjutan Agroindustri Teri Nasi ... 227
6.3.1 Identifikasi Indikator Pengungkit Keberlanjutan ... 227
6.3.2 Analisis Keterkaitan Indikator Pengungkit dan Variabel Model 236 6.3.3 Parameter Kebijakan Peningkatan Agroindustri Teri Nasi ... 241
6.3.4 Pengembangan Skenario Kebijakan ... 249
6.3.5 Peluang Indikator Kinerja Kunci (KPI) sebagai Dasar bagi Pengembangan Skenario Kebijakan ... 256
6.3.6 Hasil Simulasi Skenario Kebijakan ... 264
6.3.7 Skenario Kebijakan Terbaik Bagi Peningkatan Keberlanjutan Agroindustri Teri Nasi ... 279
6.3.8 Pengaruh Indikator Pengungkit dan KPI dalam Meningkatkan Keberlanjutan Agroindustri Teri Nasi ... 282
6.4 Rekomendasi Kebijakan bagi Peningkatan Keberlanjutan Agroindustri Teri Nasi ... ... 287
xvi
DAFTAR PUSTAKA ... 307
xvii
Tabel Halaman
1 Volume dan nilai ekspor teri nasi kering tahun 1999 – 2008 ... 5
2 Posisi strategis penelitian ... 14
3 Metode analisis dalam perancangan model prediksi keberlanjutan agroindustri teri nasi ... 60
4 Kebutuhan pelaku utama dalam sistem keberlanjutan agroindustri teri nasi ……….……… 68
5 Indikator keberlanjutan agroindustri teri nasi ... 75
6 Kategorisasi nilai indikator penyediaan bahan baku (PBBK)... 106
7 Kategorisasi nilai indikator kecukupan bahan baku (KBB) ... 108
8 Kaidah untuk menentukan kontinuitas bahan baku (KTBB) ... 109
9 Hubungan antara mutu bahan baku dan proporsi kelas mutu bahan baku 110 10 Kategori indikator net profit (NP) per unit usaha ... 123
11 Kategori indikator profit margin (PM) ... 124
12 Kategori indikator target penjualan (TP) agroindustri ... 126
13 Kategori indikator kontribusi ekonomi agroindustri (KEK) ... 127
14 Kaidah untuk menentukan perkembangan jumlah unit usaha ... 129
15 Kategori indikator jumlah unit usaha ... 130
16 Hubungan antara nilai ketrampilan dan klasifikasi SDM (KSDM) ... 149
17 Klasifikasi intensitas pelatihan terhadap jumlah jam pelatihan ... 150
18 Hubungan intensitas pelatihan dengan peningkatan ketrampilan SDM .... 150
19 Hubungan jenjang masa kerja dengan nilai ketrampilan SDM ... 151
20 Kategori indikator penyerapan tenaga kerja (PTK) ... 156
21 Kategori indikator pendapatan tenaga kerja (PDTK) ... 157
22 Kaidah penentuan indikator partnership (PSHIP) agroindustri …….…… 159
23 Kategori indikator pendapatan nelayan teri nasi (PDTN) ... 161
24 Kategori indikator diferensiasi produk (DP) ... 169
25 Hubungan ketrampilan SDM dengan tingkat kecacatan produk ... 169
26 Kategori indikator tingkat kecacatan produk (TKP) ... 170
xviii
pengolahan limbah cair ... 182
31 Klasifikasi indikator pengelolaan limbah cair (PL) ... 182
32 Kategori nilai indikator keberlanjutan agroindustri teri nasi ... 184
33 Kategori indeks keberlanjutan agroindustri teri nasi ... 186
34 Bobot dimensi dan indikator keberlanjutan ... 190
35 Kategori indeks keberlanjutan (IK) multidimensi SAWM ... 193
36 Hasil pengujian distribusi probabilitas ... 194
37 Hasil pengujian kuantitatif model ... 203
38 Nilai indikator keberlanjutan pada tahun 2011 ... 206
39 Indeks keberlanjutan tahun 2011 berdasarkan analisis MDS ... 215
40 Penentuan indeks keberlanjutan multidimensi dari nilai indeks yang diperoleh dari MDS ... 216
41 Indeks keberlanjutan berdasarkan metode SAWM ... 217
42 Penentuan indeks keberlanjutan multidimensi dari nilai indeks yang diperoleh dengan metode SAWM ... 217
43 Hasil prediksi nilai indikator keberlanjutan pada tahun 2016 ... 219
44 Indeks keberlanjutan tahun 2016 berdasarkan analisis MDS ... 224
45 Indeks keberlanjutan tahun 2016 berdasarkan metode SAWM ... 225
46 Indikator pengungkit keberlanjutan agroindustri teri nasi ... 236
47 Matrik skenario kebijakan peningkatan keberlanjutan agroindustri teri nasi ... 254
48 Proses elisitasi KPI berdasarkan bobot prioritas ... 261
49 KPI berdasarkan bobot prioritas dan keterwakilan setiap dimensi ... 262
50 Hasil simulasi skenario kebijakan I ... 266
51 Hasil simulasi skenario kebijakan II ... 268
52 Hasil simulasi skenario kebijakan III ... 270
53 Hasil simulasi skenario kebijakan IV ... 272
54 Hasil simulasi skenario kebijakan V ... 274
55 Hasil simulasi skenario kebijakan VI ... 277
xix
keberlanjutan ……….. 283
xx
1 Ranah perekayasaan model prediksi keberlanjutan agroindustri
perikanan tangkap ...
13
2 Peta jalan (road map) penelitian ... 15
3 Keterkaitan pelaku dalam sistem agroindustri perikanan tangkap ... 17
4 Model keseimbangan bioekonomi Gordon – Schaefer ... 26
5 Disiplin keilmuan yang tercakup dalam metodologi sistem dinamis ... 30
6 Mencari pengungkit yang tertinggi ... 32
7 Diagram kausal pertumbuhan penduduk ... 34
8 Model hubungan stock dan flow ... 35
9 Model pertumbuhan penduduk dalam bentuk SFD ... 36
10 Pola pertumbuhan eksponensial ... 37
11 Pola pencarian tujuan ... 38
12 Pola perilaku gelombang sinus ... 38
13 Pola perilaku batas pertumbuhan atau kurva ”S” ... 39
14 Metodologi sistem dinamis ……… 40
15 Kerangka pemikiran penelitian ... 48
16 Tahapan penelitian rancang bangun model prediksi keberlanjutan agroindustri teri nasi ... ... 50 17 Struktur model prediksi keberlanjutan agroindustri teri nasi ... 54
18 Konfigurasi model prediksi keberlanjutan agroindustri teri nasi ... 54
19 Pelaku yang terlibat dalam aliran bahan dari nelayan hingga siap ekspor 64 20 Diagram kausal sistem keberlanjutan agroindustri teri nasi secara makro 71 21 Diagram input-output model prediksi keberlanjutan agroindustri teri nasi 73 22 Ilustrasi proses untuk mendapatkan indikator keberlanjutan ... 74
23 Diagram kausal model prediksi keberlanjutan ... 88
24 Mekanisme keterkaitan antar sub model pada model prediksi keberlanjutan agroindustri teri nasi ... 91
25 Makanisme umpan balik model untuk memperbaiki indeks keberlanjutan agroindustri teri nasi ... 92
26 Diagram kausal sub model sumber daya ... 95
xxi
31 Diagram alir sub model ekonomi ... 115
32 Diagram IPO sub model ekonomi ... 116
33 Model sistem dinamis sub model ekonomi ... 120
34 Model sistem dinamis prediksi harga ... 132
35 Model sistem dinamis prediksi biaya produksi AIM ... 137
36 Model sistem dinamis penentuan biaya tetap AIM ... 139
37 Model sistem dinamis penentuan gaji karyawan ... 140
38 Model sistem dinamis penentuan biaya tata niaga ekspor ... 140
39 Diagram kausal sub model sosial ... 141
40 Diagram alir sub model sosial ... 143
41 Diagram IPO sub model sosial ... 145
42 Model sistem dinamis sub model sosial ... 146
43 Model sistem dinamis prediksi jumlah tenaga kerja agroindustri menurut masa kerjanya ... 152
44 Model sistem dinamis prediksi jumlah tenaga kerja ... 154
45 Model sistem dinamis pendapatan nelayan teri nasi ... 160
46 Diagram kausal sub model teknologi ... 163
47 Diagram alir sub model teknologi ... 165
48 Diagram IPO sub model teknologi ... 166
49 Model sistem dinamis sub model teknologi ... 167
50 Model sistem dinamis produksi produk excellent ... 168
51 Model sistem dinamis hubungan ketrampilan SDM dengan tingkat kecacatan produk ... 170
52 Diagram kausal sub model lingkungan ... 173
53 Diagram alir sub model lingkungan ... 174
54 Diagram IPO sub model lingkungan ... 175
55 Model sistem dinamis sub model lingkungan ... 177
56 Tahap agregasi nilai indikator menjadi indeks keberlanjutan agroindustri dengan teknikMDS ... 183
57 Tahapan agregasi nilai indikator dengan metode SAWM ... 189
xxii
61 Sensitivitas volume produk ekspor ……… 200
62 Sensitivitas keuntungan bersih per unit usaha ... 201
63 Sensitivitas ketrampilan SDM agroindustri ... 202
64 Sensitivitas jumlah tenaga kerja agroindustri ... 202
65 Pola hasil tangkapan teri nasi sampai tahun 2016 ... 207
66 Pola pasokan bahan BSJ sampai tahun 2016 ... 208
67 Perkembangan volume produk ekspor (kiri) dan keuntungan bersih per
unit usaha (kanan) ... 209
68 Perkembangan harga produk ekspor (kiri) dan harga bahan baku teri nasi
RM (kanan) ... 209
69 Perkembangan profitmargin……….. 210
70 Perkembangan pendapatan tenaga kerja agroindustri dan nelayan teri
nasi hingga tahun 2016 ………... 211
71 Perkembangan ketrampilan SDM ... 212
72 Perkembangan nilai indikator tingkat kecacatan produk ... 213
73 Perkembangan volume limbah cair ... 214
74 Diagram layang indeks keberlanjutan yang diperoleh dari analisis MDS 215
75 Diagram layang indeks keberlanjutan yang diperoleh dari metode
SAWM ………... 217
76 Diagram layang indeks keberlanjutan tahun 2016 yang diperoleh dari
analisis MDS ... 224
77 Diagram layang indeks keberlanjutan tahun 2016 yang diperoleh dari Metode SAWM ... 225
78 Tahapan untuk mendapatkan alternatif kebijakan peningkatan
keberlanjutan agroindustri teri nasi... ... 228
79 Hasil analisis leverage dimensi sumber daya ... 230 80 Hasil analisis leverage dimensi ekonomi ... ... 232 81 Hasil analisis leverage dimensi sosial ... 233 82 Hasil analisis leverage dimensi teknologi ... 234 83 Hasil analisis leverage dimensi lingkungan ... 235
84 Pengaruh parameter kebijakan terhadap indikator pengungkit
keberlanjutan dan sasarannya ... 245
xxiii
meningkatkan indeks keberlanjutan ... 248
88 Tahapan untuk mendapatkan alternatif kebijakan peningkatan
xxiv
1 Teknologi pengolahan teri nasi kering (chirimen) ………. 321
2 Kaidah (rule base) penentuan nilai variabel model ... 324 3 Persamaan model sistem dinamis ... 327
4 Metode SAWM (simple additive weighting method ) ... 347 5 Nilai variabel model hasil simulasi ... 355
6 Indikator keberlanjutan agroindustri teri nasi dan kategorinya ... 357
7 Data perbandingan berpasangan penentuan bobot kriteria pemilihan
komoditas perikanan tangkap potensial ...
359
8 Matrik penilaian pakar untuk pemilihan komoditas perikanan tangkap potensial dengan metode CPI ...
362
9 Data perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot dimensi
keberlanjutan ...
364
10 Penentuan bobot indikator keberlanjutan ... 366
11 Pengujian distribusi probabilitas data ... 371
12 Penentuan nilai MSY dan EMSY menggunakan metode surplus produksi 379
13 Penentuan hubungan antara effort dan keuntungan per upaya tangkap 381
14 Diagram alir penentuan MSY, EMSY dan hubungan antara keuntungan
tangkap dan effort ...
382
15 Pedoman penilaian kualitas FG (finished good) teri nasi kering
xxv
tangkap dari aktivitas penangkapan di laut
AGROPETA = Paket program komputer hasil modifikasi dari program
rapfish untuk agregasi nilai indikator keberlanjutan agroindustri teri nasi
AIM = Agroindustri teri nasi skala menengah
AIK = Agroindustri teri nasi skala kecil
AIM UP = Unit pengolahan agroindustri teri nasi skala menengah.
AIM UP adalah perluasan kapasitas dari AIM. Keduanya merupakan kesatuan entitas bisnis yang sama.
Bahan baku RM = Bahan baku raw material (RM) bagi AIM maupun AIK
yang berupa teri nasi basah atau segar
BSJ = Bahan semi jadi yang diperoleh AIM dari pemasok
untuk diolah menjadi menjadi chirimen kualitas ekspor. BSJ terdiri dari BSJ jenis BLS dan BSJ jenis SDS
BSJ jenis BLS = Bahan baku RM yang dikeringkan sehingga diperoleh
bahan kering. Selain teri nasi, bahan ini masih mengandung ikan lain dan kotoran sehingga perlu disortasi. Bahan ini dihasilkan oleh unit pengolahan AIM dari luar kawasan. AIM di dalam kawasan memprosesnya lebih lanjut menjadi chirimen kualitas ekspor
BSJ jenis SDS = BSJ jenis BLS yang telah dilakukan sortasi. SDS
dihasilkan oleh AIK. AIM akan memprosesnya lebih lanjut menjadi chirimen kualitas ekspor
Chirimen = Produk teri nasi kering dengan kadar air 33 – 35%
Cold chain system = Sistem rantai dingin adalah mekanisme penanganan bahan baku yang menjamin bahwa teri nasi berada dalam keadaan dingin, sesuai syarat yang ditentukan, mulai dari nelayan sampai penerimaan di pabrik dengan tujuan untuk menjaga kualitas bahan agar tetap segar dan tidak rusak
Diferensiasi produk = Upaya untuk memproduksi produk unik yang bernilai
tambah tinggi. Pada agroindustri teri nasi, diferensiasi
dilakukan dengan memproduksi produk excellent, yaitu
produk chirimen bebas kotoran dan logam yang
mempunyai harga jual lebih tinggi dari produk
xxvi
suatu sistem berlanjut atau tidak
EMSY = Upaya yang dapat menghasilkan hasil tangkapan
maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok jangka panjang
Kecacatan produk = Proporsi kehilangan (loss) dalam sistem produksi dari
bahan baku sampai produk akhir
Key performance indicator (KPI)
= Indikator kinerja kunci yaitu ukuran kinerja paling penting yang memberikan informasi sejauh mana sebuah organisasi telah berhasil mewujudkan tujuan strategisnya
Konversi BLS ke RM = Nilai yang digunakan untuk konversi dari bahan baku
RM ke BLS atau sebaliknya. Nilai ini diperoleh dari perbandingan berat BLS terhadap RM
Leverage analysis = Merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh paket program rapfish pada dasarnya adalah analisis sensitivitas untuk mengetahui indikator yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan pada suatu aspek atau dimensi
MDS (multidimensional
scaling)
= Teknik ordinansi non-parametrik untuk memetakan obyek ke dalam ruang 2 dimensi atas dasar jarak kedekatan antar obyek
Model produksi surplus = Model yang bersifat holistik, sederhana dan telah
populer digunakan untuk menduga potensi sumber daya ikan, tingkat eksploitasi dan pengelolaan perikanan tangkap.
MSY = Hasil tangkapan maksimum lestari. MSY merupakan
konsep yang digunakan untuk maksud pengelolaan perikanan tangkap dengan melakukan pendugaan
potensi (stok) perikanan dan menentukan EMSY.
Net profit per unit usaha = Tingkat keuntungan bersih setelah pajak yang diperoleh oleh setiap unit usaha teri nasi skala menengah
Outsourcing = Kegiatan untuk mendapatkan bahan BSJ dari agroindustri lain
Over fishing = Suatu keadaan di mana upaya penangkapan telah melebihi upaya tangkap lestari (EMSY).
xxvii
rasio antara keuntungan dengan nilai penjualan.
Proporsi TN = Prosentase teri nasi yang terdapat pada setiap satuan
berat BLS. atau perbandingan antara berat teri nasi dengan berat BLS
Rapfish = Paket program komputer yang dikembangkan oleh
Fisheries Centre at the University of British Columbia, Kanada tahun 1998. Rapfish bertujuan untuk menilai keberlanjutan di bidang perikanan secara multidisiplin yang mencakup aspek ekologi, ekonomi, sosial,
teknologi dan etik. Rapfish menggunakan teknik MDS
untuk menggambarkan tingkat keberlanjutan dalam ruang 2 dimensi dan telah dilengkapi pula dengan analisis leverage dan montecarlo
Dinamika schaefer = Model dinamis stok ikan yang dikembangkan dari
asumsi-asumsi dalam model Schaefer
Metode simple additive weighting (SAWM)
= Metode penjumlahan terbobot, merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk evaluasi yang bersifat multikriteria
SFD = Stock flow diagram adalah model yang dibangun dengan menggunakan simbol-simbol sesuai dengan kaidah model sistem dinamis, yaitu adanya flow, stock auxiliary dan information link. SFD menggambarkan struktur sistem dan menjelaskan tentang aliran informasi, keterkaitan dan umpan balik variabel sistem. Simbol-simbol pada SFD mengandung persamaan kuantitatif/matematik yang dikembangkan berdasarkan mekanisme sistem
Standard operating procedure (SOP)
Dokumen tertulis yang memuat prosedur kerja secara rinci, tahap demi tahap dan sistematis yang digunakan
sebagai pedoman untuk mengarahkan dan
mengevaluasi suatu proses
Sanitation standard operating procedure
(SSOP)
= Pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa perusahaan telah melakukan pengawasan kebersihan dalam semua hal yang mencakup kebersihan dalam proses produksi, fasilitas dan peralatan produksi, higiene personal, dan lingkungan pabrik.
Pemasok (suplier) BSJ = Agroindustri skala kecil yang memasok BSJ jenis SDS
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia, sebagai negara yang memiliki keunggulan komparatif sumber
daya perikanan, sudah selayaknya menjadikan sektor perikanan sebagai pelopor
(leading sector) bagi pembangunan ekonomi nasional demi meningkatkan kesejahteraan rakyat (Bappenas 2004). Sebagai salah satu sumber daya yang sangat
potensial, sektor perikanan diyakini mampu mewujudkan 3 pilar pembangunan
nasional, yaitu pro growth strategy (mewujudkan pertumbuhan ekonomi), pro job strategy (penyerapan tenaga kerja) dan pro poor strategy (pengentasan kemiskinan). Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, pembangunan di sektor perikanan
memerlukan berbagai upaya terobosan dan kebijakan, salah satunya adalah melalui
pengembangan industri perikanan pada berbagai tingkat dan skalanya, yaitu mulai
dari tingkat hulu sampai hilir dan mulai industri skala kecil, menengah sampai
industri berskala besar (DKP 2005).
Pemberdayaan agroindustri perikanan tangkap merupakan salah satu upaya
yang diyakini mampu memberikan andil besar dalam mempercepat pencapaian pilar
pembangunan. Hal tersebut terkait erat dengan fungsi dan peran agroindustri dalam
pembangunan ekonomi sebagaimana dinyatakan oleh Supriyati dan Suryani (2006),
yaitu 1) menciptakan nilai tambah (added value) dan daya saing; 2) membuka lapangan kerja dan mengurangi jumlah pengangguran; 3) meningkatkan devisa; 4)
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat; dan 5) mempercepat
industrialisasi pada sektor pertanian termasuk perikanan. Pada sektor perikanan,
agroindustri diperlukan untuk menciptakan keunggulan kompetitif sehingga dapat
menciptakan sektor yang kuat dan dapat diandalkan (Dahuri 2003).
Peluang untuk melakukan pengembangan agroindustri perikanan tangkap
masih terbuka lebar karena baru 42.95% dari hasil perikanan tangkap yang mampu
dimanfaatkan menjadi produk olahan, sedangkan 57.05% sisanya dijual dalam
keadaan segar. Agroindustri perikanan yang berkembang pada umumnya masih
didominasi oleh usaha pengolahan tradisional berskala kecil sebesar 30.19%,
sedangkan usaha pengolahan modern hanya sekitar 10.9% (Ditjen P2HP 2007).
Namun demikian, agroindustri perikanan tangkap, terutama skala kecil dan
menengah, tidak serta merta dapat mewujudkan fungsi dan peranannya secara efektif
dan berkesinambungan. Hal ini disebabkan adanya berbagai kendala dan masalah
yang dihadapi (Zamroni dan Purnomo 2005). Menurut Supriyati dan Suryani (2006)
agroindustri skala kecil dan menengah seringkali menghadapi permasalahan dalam
kesinambungan bahan baku, penguasaan teknologi dan mutu produk yang relatif
rendah, keterbatasan modal dan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah.
Lebih lanjut Ditjen P2HP (2007) dan Tajerin dan Mursidin (2006) menambahkan
bahwa beberapa permasalahan kompleks yang dihadapi diantaranya adalah lemahnya
jaminan mutu dan keamanan pangan, rendahnya mutu bahan baku, tingkat inovasi
produk yang masih rendah dan terbatasnya pasokan bahan baku akibat lemahnya
kerjasama dengan pelaku industri lainnya. Apabila permasalahan tersebut tidak
ditangani secara tepat, maka akan berdampak terhadap melemahnya daya saing
agroindustri (Tambunan 2008).
Di samping hal-hal tersebut, keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap
menghadapi permasalahan serius, yaitu keterbatasan bahan baku. Hal ini disebabkan
karena sumber daya perikanan tangkap semakin menipis akibat meningkatnya
eksploitasi. Menurut Riyadi (2004) tingkat eksploitasi sumber daya perikanan
tangkap pada tahun 2002 sebesar 4 juta ton atau 78.13% dari potensi lestari sebesar
5.12 juta ton per tahun. Lebih lanjut DKP (2008) menjelaskan bahwa tingkat
eksploitasi pada tahun 2007 sekitar 4.73 juta atau 92.38% dari potensi lestari atau
meningkat 18.4% dibanding tahun 2002. Bappenas (2008) dan Suyasa et al. (2007)
menyatakan bahwa dibeberapa kawasan perairan Indonesia, seperti perairan Malaka
dan Jawa telah mengalami tangkap lebih (over fishing). Gejala tangkap lebih tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan telah terjadi diseluruh dunia akibat
perkembangan aktivitas perikanan tangkap dan industri yang pesat (Murillas dan
Chamorro 2005).
Kompleksitas tersebut menyebabkan penilaian terhadap keberlanjutan
agroindustri perikanan tangkap bukanlah hal yang sederhana dan mudah karena
penilaian keberlanjutan yang berkembang saat ini pada umumnya masih adalah
model evaluasi yang bersifat statis dan belum mengakomodir kedinamikaan sistem
yang dikaji. Model statis penilaian keberlanjutan yang paling populer digunakan
pada bidang perikanan adalah rapfish (rapid appraisal for fisheries) (Kavanagh dan Pitcher 2004) di samping HDI (human development index) pada bidang sosial dan
ISEW (index of sustainable economic welfare) pada bidang ekonomi (CSD 2001).
Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dikembangkan model prediksi
keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap. Prediksi keberlanjutan agroindustri
perikanan tangkap adalah upaya untuk memperkirakan keberlanjutan agroindustri
perikanan pada masa mendatang berdasarkan dinamika indikator-indikatornya.
Model prediksi menghasilkan nilai tingkat keberlanjutan agroindustri perikanan
tangkap pada masa mendatang sekaligus mengetahui faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh terhadap pencapaian keberlanjutan agroindustri tersebut, sehingga dapat
dijadikan dasar dalam memilih kebijakan peningkatan keberlanjutannya secara tepat.
Berkaitan dengan kerangka yang digunakan dalam membangun model
prediksi keberlanjutan, Pitcher (1999) menyatakan bahwa sistem keberlanjutan
perikanan merupakan sistem yang bersifat kompleks dan multidimensi, artinya
keberlanjutannya tidak hanya dipandang dari salah satu dimensi akan tetapi harus
menyeluruh dan integratif. Kerangka yang dianggap relevan dalam menangani
masalah tersebut adalah perspektif pembangunan berkelanjutan yang berasal dari
WCED (world commission on environment and development) (Glavic dan Lukman
2007). Beberapa teknik yang sebelumnya berkembang juga mengarah kepada
perspektif tersebut, seperti rapfish, SPI (sustainable progress index) dan ESI (environmental sustainability index) (ESI 2005). Dengan perspektif tersebut diharapkan keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap dapat diwujudkan sehingga
secara ekonomis menguntungkan, secara ekologi sesuai dengan ketersediaan sumber
daya daya alamnya, ramah lingkungan serta secara sosial menyejahterakan.
Efektifitas peningkatan keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap selain
ditentukan oleh kebijakan yang tepat, juga tergantung pada wilayah pengelolaannya.
Lingkup wilayah yang hanya didasarkan atas batas administrasi kabupaten atau kota
saja dinilai kurang tepat. Hal ini disebabkan karena sumber daya hasil laut bersifat
Chamorro 2005). Kondisi tersebut menyebabkan perlunya pendekatan yang lebih
sesuai dengan karakteristik perikanan tangkap. Salah satu perspektif yang diyakini
mampu mengakomodasikan sifat tersebut adalah perspektif kewilayahan. Menurut
Rustiadi et al. (2007) pengkajian yang bercorak kewilayahan selalu melandaskan atas pemahaman karakteristik dan fenomena wilayah, yaitu keterkaitan berbagai unsur
yang terdapat di dalamnya sebagai dasar dalam pengelolaan wilayah dan penyusunan
kebijakannya. Dalam prakteknya, perspektif kewilayahan melahirkan adanya
kawasan pengembangan perikanan. Pengertian kawasan tidak selalu mengacu
sebagai kawasan administratif saja, akan tetapi lebih dipahami sebagai wilayah yang
batasannya didasarkan atas fungsi pengelolaannya. Perspektif semacam ini telah
diamanatkan pula oleh Bappenas (2004) untuk melakukan percepatan pembangunan
wilayah dengan membentuk kawasan pengembangan.
Salah satu agroindustri perikanan tangkap yang menghadapi ancaman
keberlanjutan adalah agroindustri teri nasi. Agroindustri teri nasi merupakan salah
satu agroindustri perikanan tangkap yang pernah menjadi primadona di Indonesia.
Hal ini ditandai dengan nilai ekspor produk teri nasi kering (chirimen) ke sejumlah negara, terutama Jepang, yang relatif tinggi. Berdasarkan data statistik ekspor hasil
perikanan DKP (2008) volume ekspor teri nasi Indonesia mencapai puncaknya pada
tahun 1996 sebesar 20.5 ribu ton. Pada tahun 1997, ekspor teri nasi menurun 55.93%
menjadi 9 ribu ton, sedangkan pada tahun 1998 meningkat kembali 59% dibanding
tahun 1997 menjadi 14.32 ribu ton. Agroindustri teri nasi juga menghadapi
permasalahan sebagaimana agroindustri berbasis komoditas perikanan tangkap
lainnya yaitu keterbatasan pasokan bahan baku. Indikasi hal tersebut tampak dengan
menurunnya ekspor teri nasi sejak tahun 1999. Volume ekspor pada tahun tersebut
sekitar 5.45 ribu ton dengan nilai ekspor US$ 16.21 juta. Ekspor terendah teri nasi
terjadi pada tahun 2005 yang hanya sekitar 625.1 ton dengan nilai ekspor sekitar US$
1.36 juta sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.
Berdasarkan kajian lapang yang dilakukan pada tahun 2009 – 2011, di
samping permasalahan volume pasokan bahan baku, agroindustri teri nasi juga
menghadapi persoalan lainnya diantaranya kontinuitas bahan baku, mutu bahan baku,
teknologi pengolahan, inovasi produk dan jaringan kerja dengan pelaku lainnya
mempunyai permasalahan yang cukup kompleks sehingga berpotensi mengancam
[image:32.595.112.488.167.336.2]keberlanjutannya pada masa mendatang.
Tabel 1. Volume dan nilai ekspor chirimen tahun 1999 – 2008
Tahun Volume ekspor (ton) Nilai ekspor (juta US$)
1999 5,450.473 16.219
2000 4,271.550 11.985
2001 2,035.364 8.179
2002 3,169.522 11.202
2003 1,449.427 4.695
2004 1,346.943 4.214
2005 625.107 1.359
2006 961.581 3.513
2007 867.477 3.731
2008 1,008.543 4.261
Sumber : Statistik ekspor hasil perikanan DKP (2008)
Salah satu sentra agroindustri teri nasi di Indonesia adalah kawasan pesisir
utara Provinsi Jawa Timur, yaitu Kabupaten Tuban, Lamongan dan Gresik. Kajian
sebelumnya yang pernah dilakukan pada tahun 2009 mengenai pemilihan komoditas
perikanan tangkap potensial di kawasan ini memberikan hasil yang bersesuaian
bahwa teri nasi masih merupakan komoditas hasil tangkap yang dinilai sangat
potensial. Pengkajian dilakukan terhadap sejumlah alternatif komoditas perikanan
tangkap, yaitu teri nasi, manyung, layang dan kurisi dengan menggunakan teknik
indeks perbandingan kinerja (Marimin 2005).
Secara umum agroindustri teri nasi di kawasan ini belum berkembang
sebagaimana diharapkan tetapi menghadapi sejumlah permasalahan sebagaimana
yang dijelaskan sebelumnya. Permasalahan nyata yang dihadapi adalah masalah
kesinambungan bahan baku karena sumber daya teri nasi di laut Jawa yang semakin
menurun dan telah mengalami over fishing. Salah satu penyebabnya adalah adanya kebijakan pemerintah daerah yang selalu berorientasi kepada pengembangan armada
penangkapan sehingga tingkat pemanfaatan sumber daya tidak sebanding dengan
eksploitasi penangkapannya (Purnomo et al. 2003). Keterbatasan bahan baku teri nasi menyebabkan agroindustri teri nasi mendatangkan bahan baku dari kawasan lain
menurun akibat pasokan bahan baku yang terbatas, agroindustri teri nasi juga
menghadapi ketidakpastian harga jual produk, mutu produk, peningkatan
ongkos-ongkos produksi dan pajak sehingga keuntungannya cenderung mengalami
penurunan. Keadaan tersebut jika berlangsung terlalu lama akan mengancam
keberlanjutannya pada masa mendatang. Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa
sejak tahun 2002 telah terjadi pengurangan unit usaha pengolahan teri nasi di
kawasan akibat kerugian yang terus mendera teri nasi (Dinas Perikanan dan Kelautan
2009). Mengingat peran penting agroindustri teri nasi dalam menggerakkan
perekonomian masyarakat pesisir di kawasan ini, diperlukan upaya yang efektif agar
agroindustri teri nasi dapat terus berkelanjutan keberadaannya.
Model prediksi keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap, khususnya
agroindustri teri nasi, belum dikembangkan. Model prediksi keberlanjutan yang
dirancang dalam penelitian ini mempunyai kelebihan dibandingkan model-model
keberlanjutan yang dikembangkan sebelumnya yang pada umumnya bersifat model
evaluasi. Pada model yang bersifat prediksi, keberlanjutan ditentukan berdasarkan
serangkaian nilai indikator yang telah dilakukan perhitungan melalui teknik-teknik
yang relevan sehingga hasil model ini menjadi lebih akurat dibandingkan model
evaluasi. Di samping itu, model prediksi mencakup pula pemahaman keterkaitan
antar komponen yang berpengaruh terhadap pencapaian keberlanjutan. Model
prediksi keberlanjutan memungkinkan dilakukan analisis kebijakan sehingga
merupakan salah satu instrumen penting untuk menentukan kebijakan peningkatan
agroindustri pada masa mendatang. Dengan model ini diharapkan dapat dijadikan
masukan bagi pengambil kebijakan untuk mengembangkan agroindustri perikanan
tangkap, khususnya teri nasi secara berkelanjutan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Melakukan kajian terhadap keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap (kasus
agroindustri teri nasi).
b. Merancang bangun model prediksi keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap
c. Menghasilkan kebijakan peningkatan keberlanjutan agroindustri perikanan
tangkap (kasus agroindustri teri nasi).
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Agroindustri perikanan tangkap yang menjadi obyek kajian dalam penelitian ini
adalah agroindustri teri nasi skala kecil dan menengah di kawasan Kabupaten
Tuban, Lamongan dan Gresik.
b. Definisi agroindustri skala kecil dan menengah yang digunakan dalam penelitian
ini didasarkan atas ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU UMKM). Industri kecil adalah usaha
yang mempunyai aset antara Rp. 50 sampai Rp. 500 juta dengan jumlah omzet
penjualan berkisar Rp. 300 juta sampai Rp. 2.5 milyar per tahun. Sementara itu
industri menengah adalah usaha yang memiliki aset Rp. 500 juta sampai Rp. 10
milyar dengan omzet penjualan antara Rp. 2.5 sampai Rp. 50 milyar per tahun.
c. Model yang dihasilkan menggunakan basis waktu tahun dan jangka waktu
prediksi adalah 5 tahun ke depan.
d. Kebijakan peningkatan keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap skala kecil
dan menengah diperoleh berdasarkan skenario kebijakan terbaik yang diperoleh
dari hasil simulasi model.
1.4 Manfaat Penelitian
Model yang dihasilkan dapat digunakan oleh para pengambil kebijakan dari
kalangan pemerintah maupun pelaku agroindustri untuk mengetahui tingkat
keberlanjutan agroindustri teri nasi di wilayah Kabupaten Tuban, Lamongan dan
Gresik pada 5 tahun mendatang. Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan oleh model
dapat digunakan sebagai masukan bagi perumusan kebijakan peningkatan
keberlanjutan agroindustri teri nasi. Manfaat penting lainnya yaitu model yang
dihasilkan dapat digunakan sebagai salah satu sarana yang efektif untuk
merencanakan strategi pembangunan terpadu pada sektor perikanan tangkap
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model Prediksi Keberlanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah “pembangunan yang dapat mencukupi kebutuhan saat ini tanpa membahayakan atau mengurangi kemampuan generasi yang
akan datang untuk mencukupi kebutuhannya” (Glavic dan Lukman 2007; Hall
2001). Menurut Fauzi (2006) keberlanjutan (sustainable) adalah suatu keadaan yang
berkesinambungan di mana kegunaan yang diperoleh dari suatu obyek atau sumber
daya pada masa mendatang tidak berkurang dibandingkan saat ini. Keberlanjutan
merupakan permasalahan yang kompleks karena mencakup berbagai aspek atau
dimensi keberlanjutan, seperti dimensi sumber daya, sosial, ekonomi dan lingkungan
(Hall 2001). Penilaian keberlanjutan yang hanya menitikberatkan pada salah satu
dimensi saja ternyata menyebabkan ketimpangan atau dampak buruk pada dimensi
lainnya. Sebagai contoh, kemajuan industri dan pembangunan yang sangat pesat
pada pertengahan abad ke-20 di banyak negara di dunia, telah memberikan
keuntungan finansial dan ekonomi yang sangat besar, justru berdampak terhadap
pencemaran lingkungan dan pengurasan sumber daya alam sehingga berpengaruh
buruk terhadap berlangsungnya industri itu sendiri, lingkungan dan sumber daya
yang dirasakan pada tahun 1980-an (Glavic dan Krajnc 2003). Isu internasional
tersebut menjadi titik tolak lahirnya paradigma pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) yang diprakarsai oleh WCED (world commission on environment and development)pada tahun 1987 (Glavic dan Lukman 2007).
Paradigma pembangunan berkelanjutan telah diterapkan secara luas pada
berbagai bidang, sehingga keberlanjutan mempunyai berbagai dimensi yang luas
pula (Glavic dan Lukman 2007). Penilaian keberlanjutan dapat dilakukan apabila
masing-masing dimensi keberlanjuan mempunyai kriteria atau indikator
keberlanjutan. Madlener et al. (2006) menjelaskan bahwa indikator adalah variabel
kunci yang mengindikasikan tingkat pelaksanaan dimensi.
Apabila dilihat dari kemampuan model keberlanjutan yang dihasilkan dari
penelitian-penelitian sebelumnya, maka terdapat dua jenis model yang dihasilkan,
yaitu model yang bersifat evaluasi dan prediksi. Secara umum, model prediksi
mempunyai kemampuan yang lebih unggul dan akurat dibandingkan model evaluasi
keberlanjutan.
Model evaluasi keberlanjutan bersifat statis, tidak mempertimbangkan
dinamika indikator-indikator keberlanjutan yang berubah dari waktu ke waktu.
Model evaluasi yang penilaian nilai indikatornya umumnya didasarkan atas pendapat
ahli (expert judgement) dapat dijumpai pada teknik rapfish (rapid appraisal for fisheries). Rapfish merupakan teknik multidisiplin yang berupaya mengevaluasi status keberlanjutan perikanan didasarkan pada skoring yang bersifat transparan dan
semi-kuantitatif pada dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan etik
(Pitcher 1999). Sementara model evaluasi yang penilaiannya didasarkan atas
pendapat ahli dan ekplorasi data kuantitatif indikator diterapkan pada teknik ESI
(environmental sustainability index). ESI dikembangkan untuk mengukur dan membandingkan kemampuan suatu negara untuk menjaga keberlanjutan
lingkungannya. ESI pada hakikatnya mengevaluasi keberlanjutan lingkungan relatif
diberbagai negara dan mampu menggambarkan kinerja pengelolaan lingkungan
sehingga dapat dijadikan landasan bagi analisis dan pembuatan keputusan dibidang
pengelolaan lingkungan (ESI 2005). Model keberlanjutan evaluasi lainnya adalah
ecological footprint dan SPI (sustainable progress index) yang digunakan untuk mengukur dampak aktivitas ekonomi terhadap lingkungan (Bossel 1999).
Model evaluasi keberlanjutan telah digunakan oleh Wibowo et al. (2007)
yang menggunakan teknik MDS (multidimensional scaling) untuk analisis
keberlanjutan usaha tani sayuran dataran tinggi di kawasan agropolitan Pacet,
Cianjur. Dimensi keberlanjutan yang dikaji didasarkan atas dimensi keberlanjutan
yang terdapat pada rapfish, yaitu dimensi sosial, ekologi, ekonomi, teknologi dan etika. Penelitian yang hampir serupa juga dilakukan oleh Thamrin et al. (2007) melakukan kajian evaluasi keberlanjutan wilayah perbatasan Kalimantan Barat –
Malaysia untuk pengembangan kawasan agropolitan dengan teknik MDS di mana
aspek keberlanjutannya meliputi dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya,
infrastruktur teknologi dan kelembagaan. Mamat et al. (2006) melakukan kajian keberlanjutan usaha tani tembakau di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah dengan
menggunakan 3 dimensi keberlanjutan, yaitu dimensi sosial, ekonomi dan ekologi
penilaian status keberlanjutan pembangunan perikanan di perairan DKI Jakarta di
samping dimensi ekologi atau sumber daya, ekonomi, sosial, etik dan teknologi
menggunakan metode rapfish.
Model keberlanjutan yang kedua adalah model prediksi keberlanjutan. Model
prediksi menganggap bahwa keberlanjutan bersifat dinamis, berubah menurut waktu
dan indikator-indikator keberlanjutannya bersifat saling terkait (interdependence), di mana perubahan satu indikator akan mempengaruhi indikator lainnya. Defra (2006)
menjelaskan bahwa keberlanjutan merupakan permasalahan masa depan yang
kompleks di mana tingkat pencapaiannya tergantung pada apa yang dilakukan oleh
saat ini. Menurut Eriyatno (1999) permasalahan dengan ciri demikian bersifat
dinamis dan tidak pasti. Untuk memperkirakan keberlanjutan maupun nilai indikator
keberlanjutan pada waktu mendatang, maka pada model prediksi keberlanjutan
dikembangkan teknik kuantitatif untuk menentukan nilai indikator keberlanjutan
secara akurat. Pada model prediksi keberlanjutan dimungkinkan untuk melakukan
analisis kebijakan melalui penerapan skenario kebijakan secara multidimensi untuk
kebutuhan perumusan strategi keberlanjutan. Postma dan Bood (2001) menyatakan
bahwa fungsi skenario kebijakan adalah mengevaluasi dan menyeleksi strategi untuk
kebutuhan di masa depan.
Hasil studi yang mengarah kepada model prediksi keberlanjutan telah
dilakukan oleh Hidayatno et al. (2011) yang meneliti mengenai keberlanjutan industri biodisel di Indonesia menggunakan model sistem dinamis. Aspek
keberlanjutan yang dikaji adalah aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Sebelumnya,
Halog dan Chain (2006) juga meneliti keberlanjutan industri pertambangan (minyak
bumi) dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dengan model sistem dinamis.
Adams dan Ghaly (2007) melakukan penelitian keberlanjutan industri kopi di Costa
Rica. Kerangka keberlanjutan yang digunakan adalah upaya memaksimalkan
sejumlah peluang yang memberikan banyak manfaat ekonomi bagi industri,
meminimumkan biaya dan mengurangi resiko yang akan terjadi, diantaranya adalah
meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, disain sistem operasional dan
Walaupun mempunyai kemampuan prediksi, hasil studi tersebut belum
dilengkapi dengan teknik indeksasi keberlanjutan sebagaimana yang telah digunakan
pada model evaluasi. Hal ini menyebabkan hasil yang dicapai masih bersifat
kecenderungan pada masa mendatang dan belum dapat menentukan sejauh mana
tingkat keberlanjutannya.
Ranah perekayasaan model prediksi keberlanjutan terletak pada penggunaan
paradigma pembangunan keberlanjutan (sustainable development) sebagai kerangka
penilaian keberlanjutan dan diterapkan teknik-teknik kuantitatif yang berfungsi
memperkirakan setiap nilai indikator keberlanjutan. Keunggulan model prediksi yang
dirancang adalah kemampuannya untuk menjelaskan keterkaitan antar indikator
maupun komponen-komponen penyusun sistem keberlanjutan agroindustri perikanan
tangkap secara dinamis menurut fungsi waktu. Hal ini menyebabkan perilaku
indikator dapat diketahui dan dianalisis secara lebih mendalam untuk mengetahui
tingkat pengaruhnya terhadap pencapaian tingkat keberlanjutan. Ranah perekayasaan
untuk model prediksi keberlanjutan ditunjukkan pada Gambar 1.
Perancangan model prediksi keberlanjutan menjadi kebutuhan yang sangat
penting terutama untuk menilai keberlanjutan obyek yang mempunyai sifat kompleks
dan ketidakpastian yang tinggi. Keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap adalah
masalah yang kompleks dan dinamis. Adanya keterbatasan model yang penilaian
keberlanjutan yang berkembang pada saat ini membuat model prediksi yang
dirancang berpotensi memberikan kontribusi bagi pengembangan model prediksi
keberlanjutan yang lebih baik pada masa mendatang.
2.2 Posisi Strategis dan Kebaruan Penelitian
Rekayasa model prediksi keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap yang
mencakup dimensi keberlanjutan yang kompleks dan dinamis merupakan
permasalahan yang masih baru dan belum banyak dikaji. Penelitian mengenai
penilaian keberlanjutan yang dilakukan saat ini pada umumnya belum berkembang
pada tingkat perancangan model prediksi yang komprehensif, namun lebih bersifat
sebagai penelitian aplikasi, yaitu melakukan evaluasi keberlanjutan menggunakan
agroindustri perikanan tangkap mempunyai posisi strategis yaitu sebagai penelitian
yang mampu mengembangkan model prediksi keberlanjutan secara komprehensif
dan akurat dan dapat digunakan untuk kebutuhan analisis kebijakan. Posisi strategis
penelitian ditunjukkan pada Tabel 2.
Sistem Keberlanjutan Agroindustri Perikanan
Tangkap
Indikator Keberlanjutan
Keterkaitan antar Indikator Keberlanjutan
Penilaian Indikator dengan
Expert Judgment
Dinamika Indikator Keberlanjutan
Teknik Kuantitatif Penentuan Indikator
Keberlanjutan
Fungsi Waktu
Prediksi Indikator
Skenario Kebijakan Penilaian Keberlanjutan
(Indeks Keberlanjutan)
Strategi Peningkatan Keberlanjutan Model Evaluasi Keberlanjutan Agroindustri
Perikanan
Data Kuantitatif & Kuantifikasi Indikator
Aspek Perekayasaan Model Pada Model Prediksi Keberlanjutan
Agroindustri Perikanan Paradigma Keberlanjutan (Sustainable Development)
[image:40.595.106.490.182.608.2]Dimensi dan Indikator Keberlanjutan
Gambar 1 Ranah perekayasaan model prediksi keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap
Model prediksi keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap dikembangkan
dengan mendasarkan kepada hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan. Konsep
yang dirujuk dari penelitian sebelumnya adalah konsep yang berhubungan dengan
Tabel 2 Posisi strategis penelitian
No. Penelitian Aspek yang dikaji Sifat model
a b c d e f g h i
1 Hidayatno et al. (2011) √ √ √ √
2 Adams dan Ghaly (2007) √ √ √ √
3 Ardebili dan Boussabaine (2007) √ √ √ √
4 Doukas et al. (2007) √ √ √ √ √
5 Thamrin et al. (2007) √ √ √ √ √
6 Wibowo et al. (2007) √ √ √ √ √ √
7 Defra (2006) √ √ √ √
8 Halog dan Chain (2006) √ √ √ √
9 Mamat et al (2006) √ √ √ √
10 Sinha dan Brault (2005) √ √ √
11 Begic dan Afghan (2004) √ √ √ √ √
12 Saysel et al. (2002) √ √ √ √
13 Fauzi dan Suzan (2002) √ √ √ √ √ √
14 Kennedy (2002) √ √ √ √
15 Penelitian yang diusulkan √ √ √ √ √ √
Keterangan :
a) Ekonomi b) Lingkungan c) Sosial d) Sumber Daya/Ekologi
e) Teknologi f) Kelembagaan g) Etik
h) Evaluasi i) Prediksi
Hasil penelitian yang dibutuhkan untuk mendukung perancangan model
prediksi keberlanjutan agroindustri perikanan tangkap adalah penelitian yang
membahas tentang sumber daya perikanan tangkap, model pengelolaan sumber daya
perikanan tangkap, identifikasi dimensi dan indikator keberlanjutan agroindustri,
dinamika keberlanjutan dan teknik indeksasi keberlanjutan. Hasil-hasil penelitian
yang telah dicapai dan posisi strategis penelitian digambarkan dalam bentuk peta
jalan (road map) pada Gambar 2.
Penelitian tentang sumber daya perikanan tangkap dilakukan oleh Yew dan
Heap (1996) bertujuan menjaga kelangsungan sumber daya perikanan tangkap.
Tinungki (2005) melakukan kajian penggunaan metode surplus produksi untuk
menjaga kelestarian ikan lemuru di selat Bali. Dimensi-dimensi maupun indikator
keberlanjutan yang digunakan sebagai acuan untuk evaluasi keberlanjutan
dinyatakan oleh World Bank (2001) yang mencakup dimensi ekonomi, lingkungan
dan sosial.
Dalam bidang industri dimensi maupun indikator keberlanjutan dikaji oleh
Dunlop et al. (2004).